Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Diare
Menurut WHO (1980) Diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali
sehari. Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari. (DEPKES RI, 2011).
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses.
Seseorang dikatakan menderita diare bila feses lebih berair dari biasanya, dan
bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi
tidak berdarah dalam waktu 24 jam. (Dinkes, 2016).
Tingkat dehidrasi gastroenteritis :
1. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.
2. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.
3. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti
tanda- tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis
sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
2. Klasifikasi
Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.
b. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik

c. Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak awal
diare. Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 yaitu diare
spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik adalah diare yang
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare non spesifik
adalah diare yang disebabkan oleh makanan (Wijaya, 2010).

3. Etiologi
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan parasit)
alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah kategori besar
penyebab diare. Pada balita, penyebab diare terbanyak adalah infeksi virus
terutama Rotavirus (Permatasari, 2012).
a. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype
1,2,8, dan 9 pada manusia, Norwalk Virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe
40,41), Small bowel structure virus, Cytomegalovirus.
b. Bakteri
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropathogenic E.coli (EPEC).
Enteroaggregative E.coli (EaggEC), Enteroinvasive E coli (EIEC),
Enterohemorragic E.coli (EHEC), Shigella spp., Camphylobacterjejuni
c. Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan
tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga
terjadilah diare.
d. Faktor makanan
Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan yang
kemudian menyebabkan diare.
e. Faktor psikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus
yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat
menyebabkan diare.
4. Patofisiologi (WOC)
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus, sehingga sekresi air
dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan
air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam
basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Zein dkk, 2004).
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi
pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel,
atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut.
Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu klien ke klien
yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan mutilitas usus
yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan gizi (intake
kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
5. Manifestasi Klinis Diare
Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak
menutup kemungkinan diikuti keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi (bila terjadi
dehidrasi berat maka volume darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut
jantung cepat, tekanan darah turun, keadaan menurun diakhiri dengan syok),
berat badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun cekung, mulut
dan kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).

1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer

2. Kram perut

3. Anoreksia

4. Lemah

5. Pucat

6. Urine output menurun (oliguria, anuria)

7. Turgor kulit menurun sampai jelek

6. Komplikasi
Menurut Maryunani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadi
beberapa hal sebagai berikut.
a. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada
diare.
b. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun
dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia
jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria atau anuria) dan
terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan
intraseluler.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2–3 % anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori
Protein (KKP). Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan
atau penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan etabol
glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah
menurun hingga 40 % pada bayi dan 50 % pada anak-anak.
d. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut
diare atau muntah yang bertambah hebat, walaupun susu diteruskan
sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan
terlalu lama, makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
e. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
Menurut Ngastiyah (2014) sebagai akibat diare baik akut maupun
kronik akan terjadi kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolis,
hipokalemia), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang,
pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Wijayaningsih, 2013:82) adalah :
A. Pemeriksaan tinja.
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. PH dan kadar gula dalam tinja.
c. Bila perlu diadakan uji bakteri.
d. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
e. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
f. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan posfat.
8. Penatalaksanaan Diare
Penalaksanaan pasien diare akut dimulai dengan terapi simptomatik, seperti
rehidrasi dan penyesuaian diet. Terapi simptomatik dapat diteruskan selama
beberapahari sebelum dilakukan evaluasi lanjutan pada pasien tanpa penyakit
yang berat, terutama bila tidak dijumpai adanya darah samar dan leukosit pada
fesesnya (Medicinus, 2009).
a. Terapi Farmakologik
 Antibiotik
 Obat antipiretik
 Pemberian Zinc
Terapi rehidrasi oral terdiri dari rehidrasi yaitu mengganti
kehilangan air dan elektrolit: terapi cairan rumatan yaitu menjaga
kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Bahkan pada kondisi diare
berat, air dan garam diserap terus menerus melaui absorbsi aktif natrium
yang ditingkatkan oleh glukosa dalam usus halus. Larutan-larutan
pengganti oral akan efektif jika mengandung natrium, kalium, glukosa,
dan air dalam jumlah yang seimbang, glukosa diperlukan untuk
meningkatkan absorbsi elektrolit (Wiffen, 2014).
Oralit diberikan untuk mengganti cairan elektrolit yang banyak
dibuang dalam tubuh yang terbuang pada saat diare. Meskipun air sangat
penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam
elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran
glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan
baik oleh usus penderita diare (Depkes RI, 2011).
b. Terapi Non Farmakologi Diare
Pencegahan Diare dapat diupayakan melalui berbagai cara umum
dan khusus/imunisasi. Termaksut cara umum antara lain adalah
peningkatan higiene dan sanitasi karena peningkatan higiene dan sanitasi
dapat menurunkan insiden diare, jangan makan sembarangan terlebih
makanan mentah, mengonsumsi air yang bersih dan sudah direbus
terlebih dahulu, mencuci tangan setelah BAB dan atau setelah bekerja.
Memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun.
Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur, untuk mencegah
dehidrasi bila perlu diberikan infus cairan untuk dehidrasi. Buang air
besar dijamban, Membuang tinja bayi dengan Dengan benar
Memberikan imunisasi campak (Kasaluhe et al, 2015)
12

Anda mungkin juga menyukai