Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.

AN DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI PENGLIHATAN)
DI DESA KAHU-KAHU TENGAH KAPUPATEN KEPULAUAN
SELAYAR

Pembimbing Akademik : JULIANTI, S.Kep, Ns


Pembimbing lahan : SABRI, S.Kep, NS

DISUSUN OLEH :
JUSRIANI (A.19.11.057)

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBAA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KELAS DOMISILI SELAYAR
T.A. 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan jiw pada Tn. AN dengan


“gangguan persepsi sensori (halusinasi penglihatan)” Diwilayah Kerja Puskesmas
Bontosunggu Desa Kahu-kahu tengah”

Nama : JUSRIANI
Nim : A.19.11.057

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui dan disahkan oleh

Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

JUSRIANI

Mengetahui

Pembimbing akademik Pembimbing lahan

( ) ( )
JULIANTI, S.Kep, Ns SABRI, S.Kep, Ns
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mah Kuasa,berkat limpahan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Askep ini dengan judul “ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA PADA Tn. AN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
(HALUSINASI PENGLIHATAN) DI DESA KAHU-KAHU TENGAH KAPUPATEN
KEPULAUAN SELAYAR”
Dalam penilisan makalah ini tentunya tidak terlepas dari berbagai hambatan dan
kesulitan baik dalam pembuatan asuhan keperawatan ini. Namun berkat bimbingan dan
arahan serta bantuan berbagai pihak Asuhan keperawatan ini dapat diselesaikan.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada :
1. Ibu Dr. Muriyati, S.Kep.,M.Kes Selaku Ketua Stikes Panrita Husada Bulukumba
2. Ibu Julianti, S.Kep, Ns selaku dosen pembimbing institusi
3. Pak Sabri, S.Kep, Ns selaku pembimbing lahan dipuskesmas bontosunggu
4. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dorongan moral maupun material,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penusunan makalah ini
5. Rekan – rekan mahasiswa/i yang telah memberikan bantuan dalam rangka penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulis Asuhan keperwatan ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan tenaga
keperawatan pada khususnya dalam meningkatkan perawatan pada pasien.

Selayar, 04 Januari 2022

Jusriani
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................

A. Latar Belakang.................................................................................................

B. Rumusan Masalah............................................................................................

C. Tujuan...............................................................................................................

 untuk mengetahui konsep medis halusinasi dan asuhan keperawatan


pada pasien halusinasi.................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................

A. Pengertian Halusinasi......................................................................................

B. Proses Terjadinya Halusinasi..........................................................................

C. Mekanisme Koping Halusinasi.......................................................................

D. Rentang Respon Halusinasi.............................................................................

D. Tanda dan gejala Halusinasi...........................................................................

E. Penatalaksanaan Halusinasi............................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA.......................................

BAB IV PENUTUP...........................................................................................................

A. Kesimpulan.......................................................................................................

B. Saran..................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara.
Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran
mencapai lebih kurang 70%, sedangkan halusinasi penglihatan menduduki
peringkat kedua dengan rata-rata 20%. Sementara jenis halusinasi yang lain yaitu
halusinasi pengucapan, penghidu, perabaan, kinesthetic, dan cenesthetic hanya
meliputi 10%,(Muhith, 2015).Menurut Videbeck (2008) dalam Yosep (2009) tanda
pasien mengalami halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak berbicara ataupun
tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga karena pasien
menganggap ada yang berbicara dengannya.

B. Rumusan Masalah
1. apa yang dimaksud halusinasi ?
2. bagaimanan proses terjadinya halusinasi ?
3. bagaimana mekanisme koping halusinasi?
4. bagaimana rentang respon halusinasi?
5. bagaimana tanda dan gejala haludinasi?
6. bagaimana penatalaksanaan halusinasi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi halusinasi ?
2. Untuk mengetahui proses terjadinya halusinasi ?
3. Untuk mengetahui mekanisme koping halusinasi?
4. Untuk mengetahui rentang respon halusinasi?
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala haludinasi?
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan halusinasi?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011).

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran
dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014). Halusinasi hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).

B. Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor
predisposisi dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi ( Dalami, dkk, 2014) :
1) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor herediter mengalami
gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan
riwayat penggunaan Napza. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien adanya kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo, 2014) :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Mekanisme Koping Halusinasi


Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk (Dalami, dkk, 2014) :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain,
sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut (Kusumawati,
2012) :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk
dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas.
Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol
klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit
atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam
psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan
secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks,
dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
D. Rentang Respon Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2005) halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi
paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, peraban), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak
ada. Rentang respon tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini ( Muhith, 2015 ) :

Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi 1. Gangguan


2. Persepsi akurat pikiran ilusi pikir/delusi
3. Emosi 2. Reaksi emosi 2. Halusinasi
konsisten dengan berlebihan 3. Sulit
pengalaman 3. Perilaku aneh merespon
4. Perilaku sesuai atau tidak emosi
5. Berhubungan biasa 4. Perilaku
sosial 4. Menarik diri disorganisasi
5. Isolasi sosial

Keterangan :

i. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma


sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
Respon adaptif meliputi :

1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan


3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
ii. Respon psikososial meliputi :

1. Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan

2. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra
3. Emosi berlebihan atau kurang

4. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
untuk menghindari interaksi dengan orang lain
5. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain
iii. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif ini meliputi :
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada

3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari


hati
4. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur

5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu


dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
E. Tanda dan gejala Halusinasi
Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati sebagai
berikut ( Dalami, dkk, 2014 ) :

i. Halusinasi penglihatan

1. Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa saja
yang sedang dibicarakan.
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau pada benda seperti mebel.
3. Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak.
4. Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
ii. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati

1. Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain, benda
mati atau stimulus yang tidak tampak.
2. Tiba-tiba berlari keruangan lain
iii. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman adalah :
1. Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.

2. Mencium bau tubuh

3. Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.

4. Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah.
5. Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.
iv. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan halusinasi
pengecapan adalah :
1. Meludahkan makanan atau minuman.

2. Menolak untuk makan, minum dan minum obat.

3. Tiba-tiba meninggalkan meja makan.


v. Halusinasi perabaan

Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan adalah
1. Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.
Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien
halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif Klien
mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat


hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses

7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya

b. Data Objektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga kearah tertentu

4) Menutup telinga

5) Menunjuk kearah tertentu

6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas

7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu

8) Menutup hidung

9) Sering meludah

10) Menggaruk garuk permukaan kulit


F. Penatalaksanaan Halusinasi
Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan
boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat (Prabowo, 2014).
1) Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi
adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain (Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat
anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
Kelas kimia Nama generik (dagang) Dosis harian
Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg

Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg

Tiotiksen (Navane) 8-30 mg


Butirofenon Haloperidol (Haldol ) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil) 300-900

b. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau
dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :

1) Melatih klien mengontrol halusinasi :

a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi

b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur

c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain


d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya
ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga , sehingga
keluarga mampu mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi.
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam
merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien
dengan menghardik
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan enam benar minum obat
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien
halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan

b. Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag memnafaatkan fasilitas


kesehatan untuk follow up klien halusinasi Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena klien kembali
ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul
dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak
mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang
terdiri dari :
1) Terapi aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi, terapi sosial,
terapi kelompok , terapi lingkungan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan
ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada
halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal
dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah:
a. Faktor Predisposisi
b. Faktor Presipitasi
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atautertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam,
asyik dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan
Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan
membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting
dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi
untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi
tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif.
Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan
klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga
harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien
saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien
walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat.
Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
B. Saran
1. Pada keluarga
 Dampingi klien saat muncul halusinasinya bimbing dan diarahkan dengan cara
mengontrol halusinasi yang tepat.
 Jaga kestabilan emosi klien, ciptakan suasana keluarga yang nyaman cegah jangan
sampai terjadi ketegangan danmenyebabkan rasa amarah dengan mengalihkan
memberikan kegiatan yang sesuai dengan klien.
2. Pada Pasien
 Budayakan cara kontrol halusinasi dengantepat:Menghardik halusinasi, mengajak
berbincang-bincang dengan keluarga,melakukan aktifitas terjadwal, patuh minum
obat.
 Budayakan cara mengontrol marah dengan latihan nafas dalam, cari obyek yang
positif untuk lampiaskan rasa marah dengan pukul bantal ataupun yang lain tetapi
jangan mecederai diri sendiri dan orang lain terutama keluarga dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai