Anda di halaman 1dari 63

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA TERHADAP Tn.

A DENGAN
MASALAH UTAMA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI DI RUANG KUTILANG RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH PROVINSI LAMPUNG

Tanggal 13 Juni s/d 25 Juni 2022

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1

1. AMIRUL HAZ (2020001)


2. BUNGA LANA RAJUNA (2020005)
3. DEADITA ANANDA (2020008)
4. DINDA MELINDA (2020009)
5. FAZA AULIA ZAHARANI (2020011)
6. KAYLA VIRGIANA (2020013)
7. MAHARANI (2020015)
8. NURUL MEIRA EFFENDI (2020017)
9. RICA DWI RAHMAWATI (2020019)
10. SHINTA TRIMULYA (2020027)

YAYASAN BUNDA DELIMA


AKADEMI KEPERERAWATAN BUNDA DELIMA BANDAR LAMPUNG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang berjudul “MAKALAH KEPERAWATAN
JIWA TERHADAP Tn.A DENGAN MASALAH UTAMA GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI HALUSINASI DI RUANG KUTILANG RUMAH
SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG” dan tak lupa ucapan
terima kasih sebesar-besarnya kepada teman-teman kami terlebih kepada
dosen pengajar kami Bapak Ns. Agus Waluyo M.Kep, Sp.Kep. Jiwa
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bandar Lampung, 20 Juni 2022

Penulis
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA TERHADAP Tn.A DENGAN


MASALAH UTAMA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI DI RUANG KUTILANG SAKIT JIWA DAERAH
PROVINSI LAMPUNG

Diseminarkan dihadapan peserta seminar tanggal 23 Juni 2022 dan dinyatakan


telah memenuhi syarat

Diketahui Oleh:

Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing

Ns. Diana Nasution, S.Kep Ns.Edita Revine Siahaan, M.Kep

Pembimbing/CI

Ns. Kartina S, S.Kep


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ 3
DAFTAR ISI. ..................................................................................................... 4
BABI PENDAHULUAN .................................................................................... 5
A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 5
B. TUJUAN .......................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSAKA. .......................................................................... 7


A. Konsep dasar skizoprenia
1. Pengertian skizoprenia. ................................................................. 9
2. Penyebab skizoprenia. ................................................................... 9
3. Pembagian skizoprenia ................................................................ 10
B. Konsep dasar skizoprenia paranoid

1. Pengertian skizoprenia paranoid ................................................. 10


2. Etiologi skizoprenia paranoid ..................................................... 11
3. Tanda dan gejala skizoprenia paranoid ....................................... 11
C. Konsep halusinasi
1. Pengertian. ................................................................................. 14
2. Tahapan...................................................................................... 14
3. Rentang respon. .......................................................................... 14
4. Proses terjadinya masalah. .......................................................... 16
D. Analisa data................................................................................... 23
E. Pohon masalah. .............................................................................. 23
F. Diagnosis. ...................................................................................... 23
G. Rencana keperawatan. ................................................................... 23
BAB III TINJAUAN KASUS
I. Alasan masuk. ............................................................ ..........................33
II. Riwayat keseharian. ............................................................................ 33
III. Riwayat penyakit masalalu. ................................................................. 34
IV. Riwayat penyakit keluaraga ................................................................. 34
V. Presepsikesehatan. ................................................................................ 35
VI. Pemeriksaanfisik. ................................................................................. 35
VII. Resikojatuh. ......................................................................................... 35
VIII. Psikososial. .......................................................................................... 38
IX. Sumberkoping ...................................................................................... 44
X. Persiapanpulang ................................................................................... 44
XI. Pemeriksaan data penunjang ................................................................. 44

a. Aspekmedis. ...................................................................... 40

b. Pemeriksaanpenunjang ...................................................... 41
c. Datafokus. ......................................................................... 41
d. Analisadata. ....................................................................... 42
e. Pohonmasalah. ................................................................... 44
f. Dokumentasikeperawatan. ................................................ .44

BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 45

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa
tidak hanya terbatas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal
yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah hal yang
positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki
aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai
kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan
(Yosep, 2009).
Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang di
dasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan proses psiko-sosial dan maladaftif
yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan
proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,
mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa individu,
keluarga, dan masyarakat (Purwanto,2015).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, prevalensi
skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga.
Artinya, dari 1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang
mempunyai anggota rumah tangga (ART) pengidap
skizofrenia/psikosis. Di Lampung menurut Riskesdas 2018
menunjukkan prevalensi skizofrenia sebanyak 6,0 per 1000 rumah
tangga, artinya dari 1000 rumah tangga ada 6 rumah tangga yang
memiliki anggota rumah tangga yang mengidap skizofrenia
ataupsikosis.
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Menurut
Nanci Andreasen (2008) dalam Broken Brain, The Biological
Revolution in Psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan
skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor.
Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan
struktur kimia otak, dan factor genetic.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan mental berat yang melibatkan
proses pikir, emosi, dan tingkah laku yang ditandai dengan gangguan
pikiran.Terdapat lima tipe skizofrenia dianataranya tipe paranoid, tipe
katatonik, tipe hebefrenik (disorganized), tipe tak terinci
(undifferentiated), tipe residual. Sebanyak 50% penderita skizofrenia
tidak memperoleh terapi pengobatan yang sesuai (WHO, 2011).
Skizofrenia hebefrenik adalah sindrom heterogen yang ditandai
dengan pola fikir yang tidak teratur. Gejala yang menyolok ialah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya
depersenalisasi dan sering terdapat, waham, halusinasi serta menarik
diri. Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau
dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam
khayalan sendiri.
Menurut Maramis (2009), seseorang yang terdiagnosa skizofrenia
hebefrenik atau yang biasa disebut tak terorganisir memiliki gejala
tingkah laku kacau, pembicaraan kacau, afek datar, serta adanya
disorganisasi tingkah laku. Hal ini tentu saja akan menghancurkan
kondisi penderita baik fisik juga psikologis.
Upaya optimalisasi penatalaksanaan klien dengan skizofrenia dalam
menangani gangguan menarik diri (isolasi sosial) dirumah sakit antara
lain melakukan penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas
kelompok dan melatih keluarga untuk merawat pasien dengan isolasi
sosial. Standar Asuhan Keperawatan mencakup penerapan strategi
pelaksanaan isolasi sosial. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi
mencakup kegiatan mengenal isolasi sosial, mengajarkan pasien untuk
dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain atau keluarga
(Keliat dkk, 2010).
Kasus skizofrenia hebefrenik merupakan salah satu jenis skizofrenia
yang cukup langka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siti dan
Dyah (2016) menyebutkan bahwa prevalensi psikosis tertinggi di Aceh
dan Yogyakarta masing-masing 2,7% sedangkan terendah di
Kalimantan barat sebesar 0,7%. Ditinjau dari diagnosa atau jenis
skizofrenia, jenis skizofrenia paranoid sebanyak 40,8% kemudian
diikuti dengan skizofrenia residual sebanyak 39,4%, skizofrenia
hebefrenik sebanyak 12%, skizofrenia katatonik sebanyak 3,5%,
skizofrenia tak terenci sebanyak 2,1%, skizofrenia lainnya 1,4% dan
yang paling sedikit adalah skizofrenia simpleks sebanyak 0,7%. Di
ruang melati RSJD Lampung terdapat pasien dengan kasus skizofrenia
hebefrenik, pasien sudah pernah dirawat di Rumah sakit jiwa salah satu
di Jawa dinyatakan membaik dan pulang dirawat oleh keluarganya
namun kondisi pasien kembali menurun setelah berhenti minum obat.
Oleh karenanya mahasiswa tertarik untuk mendiskusikan tentang
kasus tersebut dengan masalah keperawatan isolasi sosial dan diagnosa
medis skizofrenia hebefrenik.

B. TujuanPenulisan

1. TujuanUmum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn .Dengan
Masalah Utama Halusinasi Di Ruang Kutilang RSJ Daerah
Provinsi Lampung.

2. TujuanKhusus
a. Melakukan Pengkajian Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Tn. Dengan Masalah Utama Halusinasi Di Ruang
Kutilang RSJ Daerah Provinsi Lampung.
b. Menetapkan Diagnosis Keperawatan Jiwa Pada Tn.
Dengan Masalah Utama Halusinasi Di Ruang Kutilang
RSJ Daerah ProvinsiLampung.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Skizofrenia

1. Pengertian

Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi


penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak
selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik
dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).
2. Penyebab

a. Keturunan

Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi


saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak
dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68
%, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %
(Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya
Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau
puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat
dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat,
tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan
berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan
stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih
dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

d. Susunan Saraf Pusat


Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada
diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang
ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau
merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Adolf Meyer:
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab
hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis
anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau
penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia.
Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah,
suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian
dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari
kenyataan (otisme).
f. Teori SigmundFreud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul
karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego
dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3)
kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga
terapi psikoanalitik tidak mungkin.
g. EugenBleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama
penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan
atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan.
Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu
gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi,
gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham,
halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang
lain).
h. Teorilain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh
bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan
yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti
lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum
diketahui.
i. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia.
Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh.
Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor
pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau
stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia,
walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia
yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218).
3. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan
gejala utama antara lain :

a. Skizofrenia Simplek

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama


berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul
pada masa remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang
menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan
dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan
psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku
kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi
banyak sekali.
c. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut
serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi
gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan
waham- waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan
yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan
afek emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti
dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam
keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun
dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai
suatu arti yang khusus baginya.

f. Skizofrenia Residual

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi


tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul
sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia SkizoAfektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara
bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala
mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh
tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
B. Konsep Dasar Skizofrenia Paranoid

1. Pengertian

Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia dengan kekhasan pada


munculnya gejala positif, seperti waham (keyakinan pada sesuatu
yang tidak nyata) dan halusinasi. Meski bisa diderita oleh siapa pun,
kondisi ini lebih sering dialami oleh orang yang berusia 18–30
tahun. Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling
sering terjadi. Umumnya, penderita skizofrenia paranoid akan
mengalami kecurigaan atau ketakutan terhadap sesuatu yang tidak
nyata. Merasa seperti diperintah, dikejar, atau dikendalikan oleh
orang lain, serta halusinasi pendengaran merupakan gejala yang
sering dialami penderitanya. Hal ini selanjutnya memengaruhi
caranya dalam berpikir dan berperilaku. Skizofrenia paranoid
merupakan penyakit yang diderita seumur hidup. Namun, dengan
bantuan dokter dan perawatan rutin, gejala skizofrenia paranoid
dapat diredakan dan penderitanya dapat beradaptasi dengan kondisi
yangdimilikinya.
2. Etiologi
Etiologi Skizofrenia Paranoid pada umumnya sama seperti etiologi
skizofrenia lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering
ditemukan:
a. Faktor Predisposisi

1) Faktor Genetis

2) Faktor Neurologis

3) Psikologis
b. Faktor Prespitasi

1) Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang


menerima dan memproses informasi di thalamus dan
frontal otak.

2) Mekanisme penghantaran listrik di sarafterganggu.

3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan,


lingkungan, sikap dan perilaku.
3. Tanda dan Gejala
Gejala utama bagi pengidap skizofrenia paranoid, yaitu:

 Delusi paranoid yang rutin danstabil.

 Merasa dirinya lebih hebat dari kenyataan.

 Halusinasisuara.

 Rasa cemas, curiga dan sukamenyendiri.

 Mengalami perasaan cemburu tidak realistis.

 Mempunyai gangguanpersepsi.

Pengidap skizofrenia paranoid juga mempunyai gejala ringan


selain dari gejala utama yang timbul, antara lain:
 Terobsesi dengan keadaan sekarat atau kekerasan.

 Suasana hati yang tidak stabil.

 Berubah pola tidur danmakan.

 Meningkatnya konsumsi minuman keras atauobat-


obatan.

 Mengucapkan salam perpisahan yang tidakbiasa.

 Membagikan barang pribadi pada orangterdekat


C. KONSEP DASAR GANGGUAN SENSORI PERSEPSI:
HALUSINASI

1) Pengertian

a. Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun


eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,berlebihan
atau terdistrorsi. (SDKI,2016)
b. Menurut Fontaine, (2009 dalam Satrio, dkk, 2015) halusinasi
adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau maupun rasa
tanpa stimulus eksternal terhadap organ-organ indera.
c. Sedangkan menurut Towsend (2009 dalam Satrio, dkk, 2015),
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman
indera dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-
reseptornya, halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah
yang mungkin meliputi salah satu dari kelima panca indera. Hal
mi menunjukkann bahwa halusinasi dapat bermacam-macam
yang meliputi halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
d. Menurut Stuart (2009 dalam Satrio, dkk, 2015), halusinasi adalah
distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologis
yang maladaptif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata dan
meresponnya, namun dalam halusinasi stimulus internal dan
eksternal tidak dapat diidentifikasi.
e. Sedangkan NANDA-I (2009-2011 dalam Satrio, dkk, 2015) juga
menyatakan bahwa halusinasi merupakan perubahan dalam
jumlah dan pola stimulus yang diterima disertai dengan
penurunan berlebih distorsi atau kerusakan respon beberapa
stimulus.
2) Jenis Halusinasi
• Halusinasi Pendengaran
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering
dijumpai pada klien skizofrenia. Papolos & Papolos (2002, dalam
Fontaine, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015) menyatakan bahwa
halusinasi dan delusi mencapai 90% pada individu dengan
skizofrenia dan halusinasi dengar merupakan masalah utama
yang paling sering dijumpai 70%. Diperkuat oleh Stuart dan
Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015) yang menyatakan bahwa
klien skizofrenia 70% mengalami halusinasi dengar. Senada
dengan pernyataan diatas Stuart (2009 dalam Satrio, dkk, 2015)
yang juga menyatakan bahwa halusinasi yang paling sering
diakitkan dengan skizofrenia, sekitar 70% klien skizofrenia
mengalami halusinasi dengar. Pernyataan diatas menunjukkan
bahwa persentase halusinasi dengar merupakan persentase
terbesar yang ditemukan pada klien skizofrenia dibandingkan
dengan halusinasi lainnya. Menurut Copel (2007), halusinasi
pendengaran paling sering terjadi pada skizofrenia, ketika klien
mendengar suara-suara, suara tersebut dianggap terpisah dari
pikiran klien sendiri. Isi suara-suara tersebut mengancam dan
menghina, sering kali suara tersebut memerintah klien untuk
melakukan tindakan yang akan melukai klien atau orang lain.
Menurut Stuart (2009 dalam Satrio, dkk, 2015), pada klien
halusinasi dengar tanda dan gejala dapat dikarakteristik
mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara,
rentang suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara
tersebut membicarakan tentang pasien, samapi percakapan yang
komplet antara dua orang atau lebih seperti orang yang
berhalusinasi. Suara yang didengar dapat berupa perintah yang
memberitahu pasien untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang
dapat membahayakan atau mencederai.Cancro dan Lehman
(2000, dalam Videbeck, 2008) menyebutkan bahwa paling sering
suara yang didengar adalah suara orang berbicara pada klien atau
membicarakan klien. Suara dapat satu ataupun banyak dan dapat
berupa suara yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Sedangkan
Sauosa (2007) menyebutkan bahwa halusinasi yang didengar
dapat berbentuk suara perempuan (49,87%) dan laki-laki
(50,13%). Dan reaksi klien ketika mendengar suara tersebut,
48,32% adalah marah dan halusinasi yang didengar berasal dan
kedua telinga (91, 47%).
Sementara itu hasil penelitian Nayani dan David (1996,
dalam Birchwood, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015) menunujukkan
bahwa isi halusinasi pendengaran 84% berupa perintah untuk
melakukan sesuatu, 77% mengkritik individu, 70% menghina
klien. 66% mengancam, 61% membicarakan tentang orang lain,
53% mendebat klien, 48% menyenangkan klien, 41%
menanyakan sesuatu dan 40% menertawakan klien.
Halusinasi dengar harus menjadi fokus perhatian kita
bersama karena halusinasi dengar apabila tidak ditangani secara
baik dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan din klien
sendiri, oranglain dan juga lingkungan sekitan. Hal mi
dikarenakan halusinasi dengar klien sering berisikan perintah
untuk melukai dirinya sendiri maupun oranglain (Rogers dkk,
1990 dalam Birchwood, 2009). Dan secara klinik dan evidence
base, halusinasi dengar tersebut telah terbukti dapat
menyebabkan distress pada individu (Garety & Hemsley. 1987
dalam Birchwood, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
Senada dengan itu, Wong (2008) juga menyebutkan bahwa
lebih dan 75% klien halusinasi dengar mengalami distress yang
sangat tinggi akibat halusinasi yang didengannya.
Nayani dan David (1996 dalam Birchwood, 2009 dalam
Satrio, dkk, 2015) juga menyebutkan bahwa klien halusinasi
mengalrni distress oleh karena halusinasi yang didengarnya,
karena frekuensi halusinasi muncul sedikitnya 5 kali dalam sehari
dan dengan durasi lebih dan 3 jam perhari. Birchwood (2009)
juga menyebutkan bahwa distress juga dapat disebabkan karena
kekerasan dan suara-suara yang didengar, isi dan halusinasi dan
juga kepercayaan klien terhadap isi halusinasi. Dan hal tersebut
sering menyebabkan ketakutan/kecemasan bahkan depresi pada
klien skizofrenia. Dan 40% klien skizofrenia mengalami depresi
akibat halusinasi dengar yang dialaminya.

Penelitian Wong (2008) tentang karakteristik halusinasi


dengar pada klien psikotik didapatkan hasil bahwa frekuensi
terjadinya halusinasi terjadi dalam beberapa kali dalam setiap jam
(27%), 18% klien melaporkan satu kali dalam setiap jam, 41%
terjadi setiap han dan 14% terjadi setiap rninggu. Dan durasi
halusinasi dengar tersebut terjadi lebih kurang 10 menit (63%),
27% melaporkan bahwa durasi terjadinya halusinasi adalah
kurang dan satu jam dan 9% melaporkan bahwa halusinasi terjadi
sepanjang han. Dan berdasarkan keyakinan klien terhadap
halusinasi yang didengarnya didapat hasil bahwa klien percaya
bahwa halusinasi tersebut merupakan suatu hal yang buruk, suatu
hal yang baik, peperangan emosional dan resistensi emosional.
Keyakinan bahwa halusinasi merupakan suatu hal buruk
berhubungan dengan keyakinan klien bahwa halusinasi
merupakan suatu hal yang maha kuat.

• Halusinasi Penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien
mencium aroma atau bau tertentu seperti urine atau feces atau bau
yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak
sedap (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck, 2008).
Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Stuart (2009 dalam
Satrio, dkk, 2015) pada halusinasi penciuman, klien dapat
mencium bau busuk, jorok, dan bau tengik seperti darah, urin,
atau tinja, kadang-kadang bau bisa menyenangkan, halusinasi
penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang,
dan demensia.

• Halusinasi Penglihatan
Sedangkan pada klien halusinasi penglihatan, isi halusinasi
berupa melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali,
misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin
sesuatu yang bentuknya menakutkan (Cancro & Lehman, 2000
dalam Videbeck, 2008). Isi halusinasi penglihatan klien adalah
klien melihat cahaya, bentuk geometris, kartun atau campuran
antara gambaram bayangan yang kompleks, Dan bayangan
tersebut dapat menyenangkan klien atau juga sebaliknya
mengerikan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio,
dkk, 2015).

• Halusinasi Pengecapan
Sementara itu pada halusinasi pengecapan, isi halusinasi berupa
klien mengecap rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan
bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut
dapat berupa rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa
tertentu. Atau berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti
darah, urine atau feces (Stuart & Laraia., 2005; Stuart, 2009
dalam Satrio, dkk, 2015).

• Halusinasi Perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti
aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubub atau binatang kecil
yang merayap di kulit (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck,
2008). Klien juga dapat mengalami nyeri atau tidak nyaman tanpa
adanya stimulus yang nyata, seperti sensasi listrik dan bumi,
benda mati ataupun dan oranglain (Stuart & Laraia, 2005; Stuart,
2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

• Halusinasi Chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klein akan merasa fungsi tubuh seperti
darah berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan, atau
bentuk urin (Videbeck, 2008; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015).

• Halusinasi Kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi
gerakan tubuh, gerakan tubuh yang tidak lazim seperti meayang
di atas tanah.Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak
(Videbeck, 2008; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

3) Fase Halusinasi
a) Comforting (Halusinasi menyenangkan, Cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti
cemas, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk
berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan. Seseorang mengenal bahwa pikiran dan pengalaman
sensori berada dalam kesadaran control jika kecemasan tersebut
bisa dikelola.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
2) Menggerakan bibir tanpa membuat suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat seperti asyik
5) Diam dan tampak asyik
b) Comdemning (Halusinasi menjijikan, Cemas sedang)
Penngalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan control dan mungkin
berusaha menjauhkan diri, serta merasa malu dengan adanya
pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic
yang menunjukan kecemasan misalnya terdapat
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
2) Rentang perhatian menjadi sempit
3) Asyik dengan penngalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan realitas.

c) Controlling (Pengalaman sensori berkuasa, Cemas berat)


Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan
pengalaman halusinasinya.Isi halusinasi bisa menjadi
menarik/meimkat.Seseorang mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan
objek saja oleh klien tetapi mungkin akan diikitu/dituruti
2) Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
4) Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringat, tremor,
tidak mampu mengikuti perintah.

d) Conquering (Melebur dalam pengaruh halusinasi, Panic)


Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti
perintah dari halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam
waktu empat jam atau sehari bila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Perilakku klien tampak seperti dihantui terror dan panic
2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukan isi dari
halusinasi misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi,
menarik diri atau katatonia
4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks
5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang

4) Rentang Respon Neurobiologis

Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaftif Respon
Maladaftif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses pikir 1. Gangguan proses


terganggu pikir (waham)
2. Persepsi akurat
2. Ilusi 2. Halusinasi
3. Emosi konsisten
dengan 3. Emosi 3. RPK
pengalaman
4. Perilaku tidak bias 4. Perilaku tidak
4. Perilaku sesuai terorganisir
5. Menarik diri
5. Hubungan sosial 5. Isolasi sosial
harmonis

(Stuart 2009 dalam Satrio, dkk, 2015)


5) Tanda & Gejala Halusinasi Menurut SDKI (2016)
1. Mayor
 Subjektif : mengungkapkan isi waham
 Objektif : menujukan perilaku sesuai isi waham, isi
fikir tidak sesuai realitas, isi pembicaraan sulit dimengerti
2. Minor
 Subjektif : merasa sulit berkonsentrasi, merasa
khawatir
 Objektif : curiga berlebihan, waspada berlebihan,
bicara berlebihan, sikap menangtang dan permusuhan, wajah
tegang, pola tidur berubah, tidak mampu mengambil
keputusan, Flight of idea, produktifitas kerja menurun, tidak
mampu merawat diri, menarik diri

6) Proses Terjadinya Masalah


Halusinasi sering secara umum ditemukan pada klien skizofrenia.
Proses terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia dapat dijelaskan
berdasarkan Model Adaptasi Stuart dan Laraia (2005; Stuart, 2009
dalam Satrio, dkk, 2015) yaitu faktor predisposisi, faktor presipitasi,
penilaian stressor, sumber koping dan juga mekanisme koping.
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015), faktor predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya
halusinasi pada klien skizofrenia meliputi faktor biologi, psikologi dan
juga sosialkultural.
a. Faktor Biologi
Menurut Videbeck (2008), faktor biologi yang dapat menyebabkan
terjadinya skizofrenia adalah faktor genetik, neuroanatomi, neurokimia
serta imunovirologi.
1) Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisiskan individu mengalami skizofrenia (Copel, 2007).
Sedangkan Buchanan dan Carpenter (2000, dalam Stuart & Laraia,
2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015) menyebutkan bahwa
krornosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah
kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berperan adalah
kromosoni 4, 8, 15 dan 22, Craddock et al (2006 dalam Stuart, 2009
dalam Satrio, dkk, 2015). Penelitian lain juga menemukan gen GAD 1
yang bertanggung jawab memproduksi GABA, dimana pada klien
skizofrenia tidak dapat meningkat secara normal sesuai perkembangan
pada daerah frontal, dimana bagaian ini berfungsi dalam proses berfikir
dan pengambilan keputusan Hung et al, (2007 dalam Stuart, 2009 dalam
Satrio, dkk, 2015) Penelitian yang paling penting memusatkan pada
penelitian anak kembar yang menunjukkan anak kembar identik
beresiko mengalami skizofrenia sebesar 50%, sedangkan pada kembar
non identik/fraternal berisiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini
meningkat sampai 35% jika kedua orangtua biologis menderita
skizofrenia (Cancro&Lehman, 2000; Videbeck, 2008; Stuart, 2009)
Semua penelitian ini menunjukkan bahwa faktor genetik hanya
sebagian kecil penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada
faktor lain yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya
skizofrenia.
2) Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan neurokimia
di otak klien skizofrenia hidup dan postmortem, penelitian
menunjukkan bahwa kortek prefrontal dan system limbik tidak
sepenuhnya berkembang pada di otak klien dengan skizofenia.
Penurunan volume otak mencerminkan penurunan baik materi putih
dan materi abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al, 2006; Higgins,
2007 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015). Hasil pemeriksaan
Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI),
memperlihatkan penurunan volume otak pada individu dengan
skizofrenia, temuan ini memperlihatkan adanya keterlambatan
perkembangan jaringan otak dan atropi. Pemeriksaaan Positron
Emission Tomography (PET) menunjukkan.
Penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal selama tugas
perkembangan kognitif pada individu dengan skizofrenia.. Penelitian
lain juga menunjukkan terjadinya penurunan volume otak dan fungsi
otak yang abnormal pada area temporalis dan frontal (Videbeck, 2008).
Perubahan pada kedua lobus tersebut belum diketahui secara pasti
penyebabnya.
Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan frontalis
berkorelasi dengan terjadinya tanda-tanda positif dan negatif dan
skizofrenia. Copel (2007) menyebutkan bahwa tanda-tanda positif
skizofrenia seperti psikosis disebabkan karena fungsi otak yang
abnormal pada lobus temporalis. Sedangkan tanda-tanda negatif seperti
tidak memiliki kemauan atau motivasi dan anhedonia disebabkan oleh
fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (2007 dalam Townsend, 2009
dalam Satrio, dkk, 2015) yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus
frontalis adalah aktivasi motorik, intelektual, perencanaan konseptual,
aspek kepribadian, aspek produksi bahasa. Sehingga apabila terjadi
gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada
aktivitas motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan
juga emosi yang tidak stabil. Sedangkan fungsi utama dan lobus
temporalis adalah pengaturan bahasa, ingatan dan juga emosi. Sehingga
gangguan yang terjadi pada korteks temporalis dan nukleus-nukeus
limbik yang berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan
timbulnya gejala halusinasi.
3) Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotesis
disregulasi pada skizofrenia, gangguan terus menerus dalam satu atau
lebih neurotransmitter atau neuromodulator mekanisme pengaturan
homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak
menentu. Teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif
terhadap dopamine, sedangkan apa area prefrontal mengalami hipoaktif
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara system neuritransmiter
dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015). Pernyataan ini memberi arti bahwa neurotransmiter mempunyai
peranan yang penting menyebabkan terjadinya skizofrenia.
Beberapa referensi menunjukkan bahwa neurotransmiter yang berperan
menyebabkan skizofrenia adalah dopamin dan serotonin. Satu teori
yang terkenal memperlihatkan dopamin sebagai faktor penyebab, ini
dibuktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor dopamin
pascasinaptik mengurangi gejala psikotik dan pada kenyataannya
semakin efektif obat tersebut dalam mengurangi gejala skizofrenia.
Sedangkan serotonin berperan sebagai modulasi dopamine, yang
membantu mengontrol kelebihan dopamin, beberapa peneliti yakin
bahwa kelebihan serotonin itu sendiri berperan dalam perkembangan
skizofrenia, ini dibuktikan dengan penggunaan obat antipsikotik
atipikal seperti klozapin (clozaril) yang merupakan antagonis dopamin
dan serotonin. Penelitian menunjukkan bahwa klozapin dapat
menghasilkan penurunan gejala psikotik secara dramatis dan
mengurangi tanda-tanda negatif skizofrenia (O’Connor, 1998; Marder,
2000 dalam Videbeck, 2008).
Adanya overload reuptake neurotransmiter dopamin dan serotonin
mengakibatkan kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur
penerima dan pengiriman informasi di otak terganggu. Keadaan inilah
yang mengakibatkan informasi tidak dapat diproses sehingga terjadi
kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjadi halusinasi dan
kesalahan dalam membuat kesimpulan yang berkembang menjadi
delusi.
4) Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah
berlangsung (Torrey et al, 2007; Dalman et al, 2008 dalam Satrio, dkk,
2015). Bukti campuran menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap
virus influenza, terutama selama trimester pertama, mungkin menjadi
salah satu faktor penyebab skizofrenia pada beberapa orang tetapi tidak
pada orang lain (Brown et al, 2004). Teori ini didukung oleh temuan
riset yang memperlihatkan lebih banyak orang dengan skizofrenia lahir
di musim dingin atau awal musim semi dan di daerah perkotaan (Van
Os et al, 2004). Temuan ini menunjukkan musim potensial dan tempat
lahir dampak terhadap risiko untuk skizofrenia. Infeksi virus lebih
sering terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin dan
awal musim semi dan dapat terjadi in utero atau pada anak usia dini
pada beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2007; Veling et al,
2008 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

a. Faktor Psikologis
Selain faktor biologi diatas, faktor psikologis juga ikut berperan
mengakibatkan terjadinya skizofrenia. Menurut Townsend, (2009).
awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam keluarga
yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal
menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak, serta
disfungsi system keluarga sebagai penyebab skizofrenia. Dalam
penelitian lain disebutkan beberapa anak dengan skizofrenia
menunjukkan kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi,
kemampuan sosial, fungsi neuromotor dan respon emosional jauh
sebelum mereka menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia
(Schiffman et al, 2004 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015). Hal
diatas didukung oleh Sinaga, (2007) yang menyebutkan bahwa
lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar
pada perkembangan skizofrenia, pada masa kanak disfungsi situasi
sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan hubungan
interpersonal yang kurang hangat diterima oleh anak sangat
mempengaruhi perkembangan neurologikal anak sehingga lebih rentan
mengalami skizofrenia dikemudian hari.
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015) faktor
psikologis yang dapat mempengaruhi adalah tingkat inteligensi,
kemampuan verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep
diri dan motivasi. Selain itu faktor penyebab terjadinya skizofrenia
berdasarkan teori interpersonal berpendapat bahwa skizofrenia muncul
akibat hubungan disfungsional pada masa kehidupan awal dan masa
remaja, skizofrenia terjadi akibat ibu yang cemas berlebihan, terlalu
protektif atau tidak perhatian secara emosional atau ayah yang jauh dan
suka mengontrol (Torrey, 1995 dalam Videbeck, 2008). Hal ini
memberi arti bahwa anak akan belajar pada orangtuanya yang
mengalami skizofrenia dan akan mempraktekkan apa yang dilihatnya
setelah ia besar dalam setiap ia mengalami masalah.

b. Faktor Sosial Budaya


Faktor sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia
adalah adanya double bind didalam keluarga dan konflik dalam
keluarga. Torrey (1995, dalam Videbeck, 2008) juga menyebutkan
bahwa salah satu faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia adalah adanya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun
dinamika keluarga. Konflik tersebut apabila tidak diatasi dengan baik
maka akan menyebabkan resiko terjadinya skizofrenia
Berdasarkan Towsend (2005 dalam Satrio, dkk, 2015), faktor sosial
kultural meliputi disfungsi dalam keluarga, konflik keluarga.
komunikasi doeble bind serta ketidakmampuan seseorang untuk
memenuhi tugas perkembangan. Hal ini didukung oleh Seaward (1997,
dalam Videbeck, 2008) menyebutkan bahwa skizofrenia disebabkan
oleh faktor interpersonal yang meliputi komunikasi yang tidak efektif,
ketergantungan yang berlebihan atau menarik diri dalam hubungan, dan
kehilangan kontrol emosional. Pernyataan ini menunjukkan bahwa
faktor sosial budaya seperti pengalaman sosial dapat menjadi faktor
penyebab terjadinya skizofrenia.
Selain itu Seaward (1997, dalam Videbeck, 2008) juga menyebutkari
bahwa faktor budaya dan sosial yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia adalah karena tidak adanya penghasilan, adanya kekerasan,
tidak memiliki tempat tinggal (tunawisma), kemiskinan dan
diskriminasi ras, golongan, usia maupun jenis kelamin. Dan diperkuat
oleh Sinaga, (2007) menyatakan bahwa stressor sosial juga
mempengaruhi perkembangan skizofrenia, diskriminasi pada
komunitas minoritas mempunyai angka kejadian skizofrenia yang
tinggi, skizofrenia lebih banyak didapatkan pada masyarakat
dilingkungan perkotaan disbanding masyarakat pedesaan, individu
dengan skizofrenia akan bergeser ke kelompok social ekonomi rendah,
bergantung dengan lingkungan sekitar, kehilangan pekerjaan dan
berkurang penghasilan. Stuart dan Laraia (2005) menyebutkan bahwa
faktor sosial kultural yang dapat mempengaruhi yaitu usia, jenis
kelamin, pendidikan, penghasilan, pekerjaan. posisi sosial, latar
belakang budaya, nilai dan pengalaman sosial individu. Hal diatas
memberikan gambaran pada kita semua bahwa faktor sosial budaya
seperti masalah kemiskinan, pendidikan maupun pekerjaan juga dapat
mempengaruhi kualitas kesehatan jiwa individu. Dan oleh sebab itu
perlu ditingkatkan kemampuan individu dalam beradaptasi menghadapi
situasi tersebut agar individu tidak jatuh pada skizofrenia.
Pemyataan diatas didukung oleh penelitian Tamer dkk (2002) yang
menunjukkan bahwa karakteristik responden skizofrenia yang
mengalami halusinasi adalah 216 orang berjenis kelamin laki-laki
(70%) dan berusia rata-rata 27 tahun. Hal berbeda dinyatakan oleh
Sinaga, (2007) yang menyatakan bahwa prevalensi skizofrenia sama
antara laki-laki dan perempuan, tetapi berbeda dalam onset dan
perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset skizofrenia lebih awal
dibandingkan pada wanita.
Penelitian Tamer dkk (1998) juga menunjukkan bahwa 76 responden
skizofrenia tidak mempunyai pekerjaan (90%). Pekerjaan sangat erat
kaitannya dengan penghasilan dan status ekonomi individu. Hal mi
didukung oleh Sinaga (2007) yang menyatakan bahwa stres yang
dialami oleh anggota kelompok sosial ekonomi rendah berperan dalam
perkembangan skizofrenia.
Masalah keluarga dan pendidikan dapat menjadi pencetus terjadinya
skizofrenia. Hal mi ditunjukkan oleh penelitian Tarrier dkk (1998) yang
menemukan bahwa skizofrenia ditemukan pada 24 responden (33.33%)
yang hidup sendiri dan 78 responden tidak rnempunyai pendidikan
ataupun keahlian (91%). Hal ini menunjukkan bahwa memang
kehidupan perkawinan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia
jika terjadi akumulasi masalah yang tidak dapat diselesaikan (Hawari,
2001 dalam Carolina, 2008). Begitu juga pendidikan, pendidikan dapat
menjadi sumber koping individu yang dapat membantu individu dalam
mengatasi stress (Stuart & Laraia, 2005).
Menurut Sinaga (2007), prevalensi terjadinya skizofrenia pada laki-laki
pada usia 15 sampai 25 tahun, sedangkan pada wanita terjadi pada usia
25 sampai 35 tahun, sedangkan onset terjadinya skizofrenia sebelum
umur 10 tahun atau sesudah 50 tahun sangat jarang. Carolina (2008)
menyebutkan bahwa usia berhubungan dengan variasi stressor dalam
hidup, sumber dukungan dan sumber koping dalam mengatasi masalah.

2. Faktor Presipitasi
Pada kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam
meregulasi sejumlah informasi. Informasi normal diproses melalui
aktivitas neuron. Stimulus visual dan auditory dideteksi dan disaring
oleh thalamus dan dikirim untuk diproses di lobus frontal. Sedangkan
pada klien skizofrenia terjadi mekanisme yang abnormal dalam
memproses informasi (Perry, Geyer & Braff, 1999 dalam Stuart &
Laraia, 2005). Gejala pencetus yang menyebabkan hal tersebut terjadi
adalah faktor kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu (Stuart
& Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balikdi otak
yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimuli
penglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus
dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
sampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut
salah, lobus frontal mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan
di ingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat transmisi ke lobus
frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan gangguan
pada proses umpan balikdalam penyampaian informasi yang
menghasilkan proses informasi overload (Stuart & Laraia, 2005; Stuart,
2009). Stessor presipiatsi yang lain adanya abnormal pada pintu
mekanisme pada klien skizofrenia, Pintu mekanisme adalah proses
elektrik yang melibatkan elektolit, hal ini memicu penghambatan saraf
dan rangsang aksi dan umpan balik yang terjadi pada system saraf.
Penurunan pintu mekanisme/gating proses ini ditunjukkan dengan
ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli secara selektif (Hong
et al., 2007 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

3. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individu ketika
menghadapi stressor yang datang. Menurut Sinaga (2007), faktor
biologis, psikososial dan lingkungan saling benintegrasi satu sama lain
pada saat individu mengalami stres sedangkan individu sendiri
memiliki kerentanan (diatesis), yang jika diaktiflan oleh pengaruh stres
maka akan menimbulkan gejala skizofrenia. Model diatesis stress diatas
sama seperti Model Adaptasi Stuart dan Laraia (2005). Berdasarkan
Stuart dan Laraia. (2005). penilaian seseorang terhadap stressor terdiri
dan respon kogiitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Hal ini
memberikan arti bahwa apabila individu mengalami suatu stressor
maka ia akan merespon stressor maka ia akan merespon stressor
tersebut dan akan tampak melalui tanda dan gejala yang muncul.

4. Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015), sumber
koping merupakan hal yang penting dalam membantu klien dalam
mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber koping tersebut meliputi
asset ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu mengatasi
masalah. Apabila individu mempunyai sumber koping yang adekuat
maka ia akan mampu beradapatasi dan mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan
individu ketika mengalami stress. Hal tersebut sesuai dengan Videbeck
(2008) yang menyatakan bahwa keluarga memang merupakan salah
satu sumber pendukung yang utama dalam penyembuhan klien
skizofrenia. Psikosis atau Skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan
sangat menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien
dan keluarga. Proses penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase:
(1) disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian wawasan, (3)
stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4)
bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan (ordinariness).
Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun
(Moller, 2006, dalam Stuart, 2009):
a. Efikasi/Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi
gejala dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama
memakan waktu 6 sampai 12 bulan.
b. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan
pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan
ini memakan waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada
keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c. Setelah mencapai pengenalan diri/insight, proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan
reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan
dengan sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.

d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan


kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-
hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal
2 tahun. sumber daya Keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap
penyakit, keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan
untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi
jalannya penyesuaian postpsychotic.

5. Mekanisnie Koping
Pada klien skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan
pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan
regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya, melakukan
proyeksi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri
yang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan
keasyikan terhadap pengalarnan internal (Stuart & Laraia, 2005; Stuart,
2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

7) POHON MASALAH

Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain,


Dan Lingkungan

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Isolasi Sosial: Menarik Sosial

Gangguan Konsep Diri: Harga


Diri Rendah

Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2010 dalam


Satrio, dkk, 2015)
8) Daftar Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
No Diagnosa Data yang sudah ada Data yang perlu dikaji
Halusinasi
a. Pendengaran
 Melirik mata ke kanan/ ke kiri untuk mencari sumber
suara
 Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang
sedang berbicara/ benda mati didekatnya
 Terlibat pembicaraan dengan benda mati ayau orang yang
tidak nampak
 Menggerakkan mulut seperti mengomel

9) DIAGNOSA
1. Diagnosis Keperawatan: Halusinasi
2. Diagnosis Medis : Skizofrenia Paranoid

10) RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa SP Klien SP Keluarga
Keperawatan
Gangguan SP 1: SP 1:
Persepsi Sensori :  Membantu pasien mengenal  Diskusikan masalah yang
Halusinasi Halusinasi (isi, frekuensi, dirasakan dalam merawat klien
waktu terjadinya, situasi  Jelaskan pengertian, tanda &
pencetus, perasaan saat terjadi gejala, dan proses terjadinya
halusinasi) halusinasi
 Menjelaskan cara mengontrol  Jelaskan cara merawat halusinasi
halusinasi: hardik, obat,  Latih cara merawat halusinasi:
bercakap – cakap, melakukan hardik
kegiatan harian.  Anjurkan membantu klien sesuai
 Mengajarkan pasien jadwal dan memberi pujian
mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik halusinasi
 Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik

SP 2: SP 2:
 Evaluasi kegiatan  Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik beri pujian merawat/ melatih klien
 Latih cara mengontrol menghardik, beri pujian
halusinasi  Jwlaskan 6 benar cara
 Latih cara mengontrol memberikan obat
halusinasi dengan obat  Latih cara memberikan/
(jelaskan 6 benar : benar membimbing minum obat
nama,benar obat ,benar  Anjurkan membantu klien sesuai
dosis,benar cara ,benar jadwal dan memberi pujian
waktu,benar kadarluwasa.)
 Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik dan minum obat

SP 3: SP 3:
 Evaluasi kegiatan harian  Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik & obat, beri merawat/ melatihh klien
pujian menghardik dan memberikan
 Latih cara mengontrol obat, beri pujian
halusinasi dg bercakap –  Jelaskan cara bercakap – cakap
cakap saat terjadi halusinasi dan melakukan kegiatan untuk
 Masukan pada jadwal mengontrol halusinasi
kegiatan untuk latihan  Latih dan sediakan waktu
menghardik, minum obat, dan bercakap – cakap dengan klien
bercakap – cakap terutama pada saat halusinaasi
 Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
SP 4 : SP 4 :
 Evaluasi kegiatan harian  Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik, minum obat & merawat/ melatih klien
bercakap – cakap beri pujian menghardik, memberian obat, dan
 Latih cara mengontrol bercakap – cakap, beri pujian
halusinasi dengan melakukan  Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
kegitan harian (mulai 2 tanda kambuh, rujukan
kegitan)  Anjurkan membantu klien sesuai
 Masukan pada jadwal jadwal dan memberikan pujian
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat,
bercakap – cakap dan
kegiatan harian
BAB III

TINJAUAN KASUS

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA

PENGKAJIAN Nama : Tn. A


KEPERAWATAN AWAL TL/Umur : 19-12-1993 / 30 Tahun
PASIEN RAWAT INAP Penanggung Jawab : Ny. S
PSIKIATRI (tuliskan hub :Kakak Kandung
dengan pasien)
( Dilengkapi dengan 24 jam Pendidikan : SMA
pertama pasien masuk ruang Pekerjaan : Buruh
rawat) Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 13 Mei 2022 Jam: 17.00 WIB Ruang Rawat
Tanggal pengkajian: 13 Juni 2022 :Kutilang
Suku : Lampung

I. ALASAN KE RUMAH SAKIT


Keluhan Utama : gelisah
Alasan masuk rumah sakit : klien datang diantar keluarganya dengan keluhan
klien gelisah,klien mendengar suara suara yang menyuruh untuk memukul orang
dan menyuruh untuk marah dan mengamuk,suara suara itu terdengar pada
pagi,siang,sore dan malam hari,suara itu muncul jika sedang sendirian,karna itu
klien mengamuk marah marah,dan juga selalu merasa ketakutan,merasa semuanya
ingin membunuhnya.
II. RIWAYATKESEHATAN
1. Pernah dirawat? : Ya
Jelaskan : RSJ provinsi Lampung

2. Penyakit yang pernah dialami : Tidak ada

3. Riwayat Operasi : Tidak ada


4. Riwayat alergi : Tidak ada

Jelaskan :

5. Riwayat penggunaan/ketergantungan terhadap zat (waktu, jenis,


frekuensi, jumlah dan lama penggunaan) □ Obat-obatan Rokok
□NAPZA □ Lainnya, Sebutkan:

Jelaskan: Kliem ketergantungan rokok

III. RIWAYAT PENYAKIT MASALALU


1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu? :Ya

Pengobatan sebelumnya : kurang berhasil


2. Riwayat
Aniaya Fisik : Ya
Aniaya seksual : tidak pernah
Penolakan : tidak pernah
Kekerasan dalam keluarga: tidak pernah
Tindakan kriminal : Ya
Jelaskan: Klien memukul ibu kandungnya
Masalah keperawatan : Resiko perilaku kekerasan

3. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:ada

Jelaskan : Klien mengatakan pernah dipasung 1 tahun, klien


megatakan diri nya tidak berguna, klien anak bungsu tetapi malu karna
tidak bekerja

Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah


IV. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : Tidak

Genogram Laki – laki

Perempuan
Meninggal

→ Klien

-----Tinggal dalam
saturumah
II bercerai

Keterangan : Klien anak bungsu dari 2 bersaudara, tinggal


dalam satu rumah bersama ibunya,dalam pengambilan
krputusan klien sebagai anak bungsu atau anak terakhir tidak
dilibatkan didalam keluarga karna emosi klien yang labil.jadi
penentu keputusan dalam keluarga hanya ibunya saja
Masalah Keperawatan : Koping keluarga tidak efektif

V. PERSEPSI KESEHATAN
Klien menyadari bahwa penyakit yang di deritanya adalah ujian dari allah swt dan
klien juga yakin bahwa dia akan sembuh dan klien berdoa kepada allah atas
kesembuhannya.

Masalah keperawatan : Tidak ada


VI. PEMERIKSAANFISIK
1. Keluhan fisik : tidak ada.
TD : 130/90 mmhg Nadi: 84x/m RR : 20 x/m Suhu :36,5o C

2. Penilaian Nyeri
Keluhan nyeri: pasien tidak mengeluh nyeri

 NyeriKronis : -, Lokasi :-, Kualitas : -, Frekuensi : -, Durasi:-


 NyeriAkut : -, Lokasi :-, Kualitas : -, Frekuensi : -, Durasi: -
 NyeriHilang : Minum Obat Istirahat Mendengar Musik
Berubah Posisi Tidur Lainnya,
(Lingkari skala sesuai dengan parameter penilaian)

3. Skrining Status Nutrisi (berdasarkan malnutrition screening


tool/MST)

Berat badan: 73 kg Tinggi badan : 170 cm

Sudah dilaporkan ke Tim Terapi Gizi:iya

(Lingkari skor sesuai dengan parameter penilaian. Total skor adalah


jumlah skor yang dilingkari)

No Parameter Skor Ket


Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yangtidak
1.
diinginkan dalam 6 bulan terakhir?
a. Tidak penurunan berat badan 0
b. Tidak yakin / tidak tahu / terasa baju lebih 
2
longgar
c. Jika ya, berapa penurunan berat badan
tersebut
1-5 kg 1
6-10 kg 2
11-15 kg 3
>15 kg 4
Tidak yakin penurunannya 2
Apakah asupan makan berkurang karena berkurangnya nafsu
2.
makan?

a.Tidak
0 

b. Ya
1
TOTAL SKOR 2
3.Pasien dengan diagnosa khusus : tidak □Ya
□DM □Ginjal □Hati □Jantung □Paru □Stroke
□Kangker □PenurunanImunitas □Geriatri □ Lain-lain:
Bila skor ≥ 2 dan atau pasien dengan diagnosis / kondisi
khusus dilakukan pengkajian lanjut oleh Tim Terapi Gizi :
Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada
4. Penilaian Fungsional (berdasarkan status fungsional barthel
ADLIndeks)

□Mandiri □Perlu Bantuan, Sebutkan

□ Ketergantungan Total

No FUNGSI PENILAIAN SKOR


1 Mengendalikan Tak terkendali/ tak teratur (perlu 0
rangsang pencahar)
pembuangan Kadang-kadang takterkendali 1
tinja (1xseminggu)
Terkendali teratur 2 

2 Mengendalikan Tak terkendali atau pakai kateter 0


rangsang Kadang-kadang tak terkendali 1
berkemih (hanya
1x /24 jam)
Mandiri 2 
3 Membersihkan diri Butuh pertolongan orang lain 0
(seka muka, Mandiri 1 
sisir
rambut, sikatgigi)
4 Penggunaan Tergantung pertolongan orang 0
jamban, masuk lain
dan keluar Perlu pertolongan pada beberapa 1
(melepaskan, kegiatan tetapi dapat
memakai celana, mengerjakan
membersihkan, sendiri beberapa kegiatan yang
menyiram) lain
Mandiri 2 
5 Makan Tidak mampu 0
Perlu ditolong memotong 1
makanan
Mandiri 2 
6 Berubah sikap dari Tidak mampu 0
berbaring keduduk Perlu banyak bantuan untuk bias 1
duduk (2 orang)
Bantuan minimal 1 orang 2
Mandiri 3 
7 Berpindah/berjalan Tidak mampu 0
Bisa (pindah) dengan kursi roda 1
Berjalan dengan bantuan 1 orang 2
Mandiri 3 
8 Memakai baju Tergantung orang lain 0
Sebagian dibantu 1
(mis:mengancing)
Mandiri 2 
9 Naik turun tangga Tidak mampu 0
Butuh pertolongan 1
Mandiri 2 
10 Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 2 

TOTAL SKOR 21

Kategori : Mandiri
□ 5-8 : ketergantunganberat □ 12-19 : ketergantungan ringan
□ 0-4 : ketergantungantotal □ 9-11 = ketergantungan sedang
VII. RESIKO JATUH/CEDERA (BerdasarkanEdmonsonScale)
 Tidak □Ya, jika Ya pasang stiker warna kuning
dilengan yang dominan
 (lingkari score sesuai dengan parameter penilaian. Total score
score yang dilingkari)

Parameter Skor Ket


< 50 Tahun 8 
Usia 50 - 79 Tahun 10
≥ 80 Tahun 26
Sadar penuh dan orientasi waktu baik -4 
Status Agitasi/ cemas 13
Mental Sering bingung 13
Bingung dan disorientasi 14
Mandiri untuk BAB dan BAK 8 
Memakai kateter/ ostomy 12

Eliminasi BAB dan BAK dengan bantuan 10


Gangguan eliminasi (inkonensia, banyak BAK di 12
malamhari, sering BAB dan BAK
Inkonensia tetapi bias ambulasi mandiri 12
Tidak ada pengobatan yang diberikan 10
Obat obatan jantung 10
Obat psikiatri termasuk benzodiazepine dan 8 
Medikasi
antidepresan
Atau
Meningkatnya dosis obat yang dikonsumsi/ 12
ditambahkan
dalam 24 jam terakhir
Bipolar/ gangguan scizoaffective 10 
Diagnosis Penyalahgunaan zat terlarang dan alcohol 8
Gangguan depresi mayor 10
Dimensia/ delirium 12
Ambulasi mandiri dan langkah stabil atau pasien 7 
imobil

Ambulasi/ Penggunaan alat bantu yang tepat (tongkat, 8


Keseimban wolker,
angan tripod, dll)
Vertigo/ hipotensi ortostatik/ kelemahan 10
Langkah tidak stabil, butuh bantuan dan 8
menyadari
Kemampuannya
Langkah tidak stabil, butuh bantuan dan tidak 15
menyadari
Ketidakmampuannya
Hanya sedikit mendapatkan asupan makan/ 12
Nutrisi minum
dalam 24 jam terakhir
Nafsu makan baik 0 
Tidak ada gangguan tidur 8
Ganggua
n Tidur Ada gangguan tidur yang dilaporkan keluarga 12 
pasien
/staf

Riwayat Tidak ada riwayat jatuh 8 


Jatuh Ada riwayat jatuh dalam 3 bulan terakhir 14
TOTAL SKOR 53

KATEGORI RESIKO  RT
RR

Kategori: < 90 = Resiko rendah (RR) >90 = Resiko tinggi(RT)


VIII. PSIKOSOSIAL
1. Konsep Diri
a. Citra tubuh
Klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya terutama
tangan kanannya karena menurutnya tangan kanan adalah anggota
tubuh yang terkuat.
Masalah keperawatan : Tidak ada

b. Identitas diri

Klien mengatakan merasa malu dan minder karena


pengangguran,merasa tidak berguna dan klien merasa gagal
menjadi anak laki laki.

Masalah keperawatan : Gangguan identitas diri


c. Peran
Klien mengatakan perannya sebagai anak laki laki tidak
berguna,klien tidak bekerja dan klien merasa dirinya hanya beban
saja.
Masalah keperawatan : Ketidakefektifan kemampuan peran

d. Ideal diri

Klien berharap dirinya sembuh dan dia berharap cepat berkumpul


dengan keluarganya dan tidak mau kembali kerumah sakit.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah


e. Harga diri
Klien mengatakan minder,malu dan gelisah dengan kondisinya
dan merasa gagal menjadi anak bungsu.
Masalah keperawatan : harga diri rendah
2. Spiritual

a. Nilai dan Keyakinan

Klien berkeyakinan agama islam

b. Kegiatan ibadah

Sebelum : Klien mengatakan sering sholat berjamaah di mesjid

Sesudah : Klien melakukan ibadah selama di RSJ

Masalah keperawatan : Tidak ada


3. Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti

Orang yang berarti bagi klien adalah keluarga(orang


tua,adik)

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat/sekolah

Klien tidak pernah mengikuti kegiatan dalam


bermasyarakat.

c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain :

Klien tidak berinteraksi dan tidak mengikuti kegiatan


bermasyarakat dan klien mengatakan lebih banyak
menyendiri.

d. Masalah Keperawatan : Isolasi sosial

IX. STATUSMENTAL

1. Penampilan

Bersih Tidak rapi klien tampak bersih dan rapi,kuku klien


pendek

Rapi Kotor Penggunaan pakaian tidak sesuai

Jelaskan : Klien tampak bersih dan rapih

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah


2. Pembicaraan
Sesuai Cepat Keras Apatis Inkoheren

Mendominasi Mengancam Lambat Gagap Membisu


Tidak mampu memulai pembicaraan

Jelaskan : Pola pikir klien cenderung cepat dan


keras,mengancam ditengah pembicaraan tiba tiba klien melantur
dan aneh

Masalah keperawatan : Halusinasi

3. Aktifitas motorik/perilaku

Normal Agitasi Konfulsif Lesu/tidakbersemangat


Grimasem

Tegang Gelisah Tremor Melamun/banyakdiam


Sulit diarahkan

TIK

Jelaskan : Klien tampak tidak semngat dalam melakukan aktivitas


diruangan

Masalah keperawatan : Harga diri rendah

4. Alam perasaan
Sesuai Putusasa Sedih Merasa tidakmampu
Marah Ketakutan Labil Gembira berlebihan

 Tertekan Khawatir Malu Tidakberharga/berguna

Jelaskan :Klien menjelaskan bahwa dirinya merasa


takut,khawatir,tertekan saat mendengar suara bisikan

Masalah keperawatan : Halusinasi pendengaran


5. Interaksi selama wawancara

Kooperatif Bermusuhan Curiga Tidakkooperatif

Kontak mata kurang Mudah tersinggung Defensif

Jelaskan pasien : Klien berinteraksi dengan baik dan sopan serta


menjawab pertanyaan dengan jelas.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

6. Afek
Sesuai Datar Tumpul Labil Tidaksesuai
Jelaskan : Klien mampu mengendalikan emosinya
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
7. Persepsi

 Halusinasi Pendengaran Penghidu Penglihatan

Pengecapan Perabaan

Jelaskan : klien mengatakan sering mendengar bisikan-bisikan yang


menyuruhnya untuk mukul, suara itu muncul saat malam hari, dan
klien sering tersenyum sendiri

Masalah keperawatan : Halusinasi pendengaran

8. Proses pikir

Sesuai Sirkumsial Flight of ideas Tangensial

Bloking Kehilangan asosiasi Pengulangan pembicaraan

Jelaskan : Klien mengatakan hal yang sesuai dengan dirinya

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

9. Isi Pikir
Sesuai<Obsesi Fobia Hipokondria

Pikiranmagis Ide yang terkait Depersonalisasi


Waham : Kebesaran Curiga Agama Nihilistik

Jelaskan : Klien mampu berfikir sesuai dengan pola fikirnya

Masalah keperawatan : Tida ada masalah

10. Tingkat kesadaran

 Compos Mentis Apatis Stupor Bingung Sedasi

Disorientasi : Tidak Ya: Waktu Tempat

Orang

Jelaskan : Klien mengatakan bahwa menyadari tempat,situasi,dan


waktu,klien merasa bingung dan berasa ada yang mengganggu nya
dengan bisikan.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

11. Memori

Gangguan daya ingat jangka pendek Gangguan daya ingat


jangka panjang

Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi

Jelaskan : Klien dapat mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung


 Kosentrasi baik Tidak mampu berkosentrasi
Mudahberalih Tidak mampu berhitungsederhana
Jelaskan : Klien mampu mengingat kejadian yang lalu dengan waktu
yang lama
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

13. Kemampuan penilaian


Gangguan ringan Gangguan bermakna
Jelaskan : Klien tidak mampu mengambil keputusan saat diberi dua
pikiran meskipun klien terlihat bingung
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

14. Daya Tilik Diri


Tidak mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal
di luar dirinya
Jelaskan : Klien menyadari perubahan emosi dalam dirinya,klien
merasa baik baik saja
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

VIII. SUMBERKOPING
Klien belum mampu menilai positif dalam dirinya tetapi klien merasa
kondisi kesehatannya sudah membaik,klien belum bisa mengatasi
masalah nya sendiri.
Masalah keperawatan :Koping individu tidak efektif

IX. PERSIAPAN PULANG / DISCHARGEPLANNING


No Komponen yang dibutuhkan Ya Tidak
1. Tempat tinggal 
2. Care giver
3. Layanan Kesehatan Masyarakat 
(Puskesmas/CMHN)
4. Group support

Klien memiliki tempat tinggal layanan kesehatan masyarakat (puskesmas)

Masalahkeperawatan : Tidak ada


X. ASPEK MEDIS

Diagnosa Medis : Skizofrenia paranoid


TherapiMedis : Oral

Thrihexypenidyl 2 x 2 mg

Rispiredone 2 x 2 mg
Chlorpromazine 1 x 25 mg
Depakote 1 x 250mg
Neurodex 1 x 1 tablet
XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tulis hasil pemeriksaan
penunjang yang abnormal)
Tanggal : 20 Mei 2022
Hemoglobin : 15,2 g/dl
Eritrosit : 5,20 g/dl
Leukosit : 13.100 jutasel/mm³
Trombosit : 273.000 ribusel/ mm³
Basofil :0%
Eosinophil :0%
N.Batang :0%
N.Segmen : 68%
Limfosit : 25%
Monosit : 8%
Hematokrit : 44%
GOT/AST : 48
GPT/ALT :59
A. DATA FOKUS
DS :
- Klien mengatakan mendengar suara suara bisikan menyuruh nyuruh.
- Klien mengatakan kadang mendengar suara bisikan yang menganggu
- Klien mengatakan bisikan muncul tidak menentu pagi,siang,sore dan
kadang malam hari
- Keluarga mengatakan merasa malu merasa minder karna dirinya
pengangguran
- Klien mengatakan dirinya tidak berguna
- Klien mengatakan merasa malu
- Keluarga mengatakan bahwa dirinya sudah sembuh.
- Keluarga mengatakan tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan
keputusan.
- Klien mengatakan perannya sebagai anak laki laki tidak berguna.
- Klien mengatakan dirinya hanya menjadi beban kelurga

DO :

- Klien tampak berbicara sendiri


- Klien tampak merasa tidak berguna
- Klien tampak merasa minder
- Klien tampak tidak bersemangat dalam beraktivitas
- Klien tampak minder
- Kontak mata kurang
- Klien tampak merasa malu sebagai laki laki
- Klien tampak merasa tidak berguna
- Klien tampak tidak fokus
- Klien tampak lemas
B. ANALISA DATA

No Data Masalah

1 DS : Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi pendengaran
- Klien mengatakan mendengar bisikan yang
menyuruhnya
- Klien mengatakan kadang mendengar suara
bisikan yang menganggu
- Klien mengatakan bisikan muncul tidak
menentu pagi,siang,sore dan kadang malam hari

DO :

- Klien tampak berbicara sendiri

- Klien tampak menunjukkan marah tanpa sebab

2 DS : Harga diri rendah


- Klien mengatakan dirinya tidak berguna
- Klien mengatakan merasa malu
DO :
- Klien tampak tidak bersemangat dalam
beraktivitas
- Kontak mata kurang
- Klien tampak tidak fokus
3 DS: Gangguan identitas diri
- Keluarga mengatakan merasa malu merasa
minder karna dirinya pengangguran
- Klien mengatakan dirinya tidak berguna
DO :
- Klien merasa tidak berguna
- Klien tampak minder
- Klien tampak lemas

4 DS : Koping keluarga tidak efektif


- Keluarga mengatakan tidak pernah dilibatkan
dalam pengambilan keputusan

DO :

- Klien tampak tidak dapat mengungkapkan


pendapatnya.

- Klien tampak bingung saat ditanya

5 DS : Ketidak efektifan kemampuan


- Klien mengatakan perannya sebagai anak laki peran
laki tidak berguna.
- Klien mengatakan dirinya hanya menjadi beban
kelurga
DO :

- Klien tampak merasa malu sebagai laki laki

- Klien tampak merasa tidak berguna


C. POHON MASALAH

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Harga diri rendah

Koping keluarga tidak efektif


Gangguan identitas diri

Ketidak efektifan kemampuan peran


D. Dokumentasi Keperawatan

Tgl Profesional Hasil Asesmen Pasien dan Instruksi PPA termasuk Verifikasi
Jam Pemberi Pemberian Pelayanan pasca bedah Cinstruksi DPJP
Asuhan (ditulis dengan format ditulis denngan rinci (Tulis
SOAP/ADIME, disertai dan jelas) Nama,
Sasaran. Tulis Nama, beri beri Paraf,
Paraf pada akhir catatan) Tgl, Jam)
(DPJP
harus
membaca/
mereview
semua
Rencana
Asuhan)
14/ Mahasiswa S:
- Identifikasi halusinasi
6/22 Perawat - Klien mengatakan suara
12.00 Ruang bisikan tanpa wujud - Kaji waktu,waktu
Kutilang -Klien mengatakan merasa situasi,frekuensi,dan
terganggu dengan bisikan suara respon saat halusinasi
-Klien mngatakan dirinya tidak
-Latih menghardik
berguna
- klien mengatakan merasa
malu
-Identifikasi hdr
O: Kemampuan fisik yang
-Klien tampak tersenyum dimiliki klien
sendiri
-Klien tampak bicara sendiri -Latih kegiatan yang

-Klien mampu menjawab pertama ( menyapu )

semua pertanyaan
- klien tampak tidak
bersemangat dalam beraktivitas
- kontak mata kurang
- klien tampak tidak fokus

A:
- Gangguan persepsi sensori
halusinasi
- harga diri rendah

P:
- SP 1 halusinasi
- SP 1Pertemuan 1 harga diri
rendah
15/ Mahasiswa S: -Evaluasi Kegiatan
6/22 Perawat -Klien mengatakan masih menghardik dan beri
11.00 Ruang mendengar suara bisikan pujian.
Kutilang - Klien mengatakan masih
merasa minder dan malu -Latih cara mengontrol
halusinasi dengan obat
O: (jelaskan 6 benar :benar
- klien tampak berbicara sendiri nama ,benar obat,benar
-Saat berdiskusi klien tampak dosis,benar cara,benar
melamun waktu,benar
-Saat diajak bicara klien tidak kadarluwasa.)
focus
- kontak mata kurang
- latih kegiatan yang
A: kedua yang dipilih sesuai
- Gangguan persepsi sensori kemampuan ( cuci gelas )
halusinasi
-Harga diri rendah

P:
- SP 2 halusinasi
- SP 2 harga diri rendah
16 / Mahasiswa S:
- Evaluasi kegiatan
6 / 22 Perawat -Klien mengatakan suara
menghardik dan obat ,
11.00 Ruang bisikan masih terdengar
beri pujian
Kutilang - klien mengatakan masih
- Latih cara mengontrol
merasa malu
halusinasi dengan cara
bercakap –cakap saat ada
O:
terjadi halusinasi
-Klien tampak sering
berbicara sendiri
-Kontak mata klien kurang
- latih kegiatan ke tiga
fokus
yang dipilih sesuai
kemampuan
A: ( merapikan tempat
- Gangguan persepsi sensori tidur )
Halusinasi
- harga diri rendah

P:
- SP 3 halusinasi
- SP 3 harga diri rendah
17 / Mahasiwa S: - Evaluasi
6/22 Perawat -Klien mengatakan kegiatan latihan
10.00 Ruang suara terdengar hanya di menghardik dan
Kutilang malam hari obat dan
-Klien mengatakan bercakap-cakap,
masih sedikit malu dan beri pujian
minder
-Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
O:
kegiatan harian yang
-Klien tampak tidak focus saat
bermanfaat
berbicara
(membersihkan tempat
-Klien masih sering berbicara
tidur dan memberikan
sendiri
lingkungan sekitar)
- kontak mata kurang
- klien tampak tidak fokus
-Evaluasi kegiatan fisik
A:
dan obat dan verbal, beri
- Gangguan persepsi sensori
pujian.
halusinasi
- harga diri rendah
-Latih kegiatan ke empat
( mencuci pakaian
P: dalam milik klien
-Pertemuan 4 halusinasi sendiri )
-Pertemuan 4 harga diri rendah
BAB IV

PENUTUP

Videbeck (2008) menyebutkan bahwa halusinasi adalah persepsi sensori


yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas, halusinasi
dapat melibatkan panca indera dan sensasi tubuh. Stuart (2009 dalam Satrio, dkk,
2015) juga menyatakan bahwa halusinasi dengar merupakan masalah utama yang
paling sering dijumpai.
Menurut Stuart (2009 dalam Satrio, dkk, 2015), pada klien halusinasi
dengar tanda dan gejala dapat dikarakteristik mendengar bunyi atau suara, paling
sering dalam bentuk suara, rentang suara dari suara sederhana atau suara yang
jelas, suara tersebut membicarakan tentang pasien, samapi percakapan yang
komplet antara dua orang atau lebih seperti orang yang berhalusinasi. Suara yang
didengar dapat berupa perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan
sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai.
DAFTAR PUSTAKA

Copel, L.C. (2007). Kesehatan Jiwa dan Psikiatri: Pedoman Klinis Perawat.
Jakarta, EGC
Fontaine, K.L. (2009). Mental Health Nursing. 7th ed. New Jersey : Pearson
Education, Inc.
Keliat, B.A., & Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta
: EGC
NANDA. (2009). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2009-2011.
Philadelphia: NANDA International
Sinaga, B.R. (2007). Skizofrenia & Diagnosis Banding. Balai Penerbit, Fakultas
Kedokteran – Universitas Indonesia, Jakarta
Stuart, G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 9th ed.
Missouri : Mosby, Inc.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing, 8th ed. Missouri : Mosby, Inc.
Stuart, Gail Wiscarz, Sandra J Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi
5. Jakarta : EGC
Satrio, Damayanti, Ardinata (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2KM), IAIN Radin Intan
Lampung, Lampung
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in
Evidence-Based Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company
Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai