A DENGAN
MASALAH UTAMA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI DI RUANG KUTILANG RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH PROVINSI LAMPUNG
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang berjudul “MAKALAH KEPERAWATAN
JIWA TERHADAP Tn.A DENGAN MASALAH UTAMA GANGGUAN
PERSEPSI SENSORI HALUSINASI DI RUANG KUTILANG RUMAH
SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG” dan tak lupa ucapan
terima kasih sebesar-besarnya kepada teman-teman kami terlebih kepada
dosen pengajar kami Bapak Ns. Agus Waluyo M.Kep, Sp.Kep. Jiwa
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN
Diketahui Oleh:
Pembimbing/CI
a. Aspekmedis. ...................................................................... 40
b. Pemeriksaanpenunjang ...................................................... 41
c. Datafokus. ......................................................................... 41
d. Analisadata. ....................................................................... 42
e. Pohonmasalah. ................................................................... 44
f. Dokumentasikeperawatan. ................................................ .44
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa
tidak hanya terbatas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal
yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah hal yang
positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki
aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai
kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan
(Yosep, 2009).
Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang di
dasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan proses psiko-sosial dan maladaftif
yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan
proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah,
mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa individu,
keluarga, dan masyarakat (Purwanto,2015).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, prevalensi
skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga.
Artinya, dari 1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang
mempunyai anggota rumah tangga (ART) pengidap
skizofrenia/psikosis. Di Lampung menurut Riskesdas 2018
menunjukkan prevalensi skizofrenia sebanyak 6,0 per 1000 rumah
tangga, artinya dari 1000 rumah tangga ada 6 rumah tangga yang
memiliki anggota rumah tangga yang mengidap skizofrenia
ataupsikosis.
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Menurut
Nanci Andreasen (2008) dalam Broken Brain, The Biological
Revolution in Psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini tentang serangan
skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali faktor.
Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan
struktur kimia otak, dan factor genetic.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan mental berat yang melibatkan
proses pikir, emosi, dan tingkah laku yang ditandai dengan gangguan
pikiran.Terdapat lima tipe skizofrenia dianataranya tipe paranoid, tipe
katatonik, tipe hebefrenik (disorganized), tipe tak terinci
(undifferentiated), tipe residual. Sebanyak 50% penderita skizofrenia
tidak memperoleh terapi pengobatan yang sesuai (WHO, 2011).
Skizofrenia hebefrenik adalah sindrom heterogen yang ditandai
dengan pola fikir yang tidak teratur. Gejala yang menyolok ialah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya
depersenalisasi dan sering terdapat, waham, halusinasi serta menarik
diri. Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau
dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam
khayalan sendiri.
Menurut Maramis (2009), seseorang yang terdiagnosa skizofrenia
hebefrenik atau yang biasa disebut tak terorganisir memiliki gejala
tingkah laku kacau, pembicaraan kacau, afek datar, serta adanya
disorganisasi tingkah laku. Hal ini tentu saja akan menghancurkan
kondisi penderita baik fisik juga psikologis.
Upaya optimalisasi penatalaksanaan klien dengan skizofrenia dalam
menangani gangguan menarik diri (isolasi sosial) dirumah sakit antara
lain melakukan penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas
kelompok dan melatih keluarga untuk merawat pasien dengan isolasi
sosial. Standar Asuhan Keperawatan mencakup penerapan strategi
pelaksanaan isolasi sosial. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi
mencakup kegiatan mengenal isolasi sosial, mengajarkan pasien untuk
dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain atau keluarga
(Keliat dkk, 2010).
Kasus skizofrenia hebefrenik merupakan salah satu jenis skizofrenia
yang cukup langka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siti dan
Dyah (2016) menyebutkan bahwa prevalensi psikosis tertinggi di Aceh
dan Yogyakarta masing-masing 2,7% sedangkan terendah di
Kalimantan barat sebesar 0,7%. Ditinjau dari diagnosa atau jenis
skizofrenia, jenis skizofrenia paranoid sebanyak 40,8% kemudian
diikuti dengan skizofrenia residual sebanyak 39,4%, skizofrenia
hebefrenik sebanyak 12%, skizofrenia katatonik sebanyak 3,5%,
skizofrenia tak terenci sebanyak 2,1%, skizofrenia lainnya 1,4% dan
yang paling sedikit adalah skizofrenia simpleks sebanyak 0,7%. Di
ruang melati RSJD Lampung terdapat pasien dengan kasus skizofrenia
hebefrenik, pasien sudah pernah dirawat di Rumah sakit jiwa salah satu
di Jawa dinyatakan membaik dan pulang dirawat oleh keluarganya
namun kondisi pasien kembali menurun setelah berhenti minum obat.
Oleh karenanya mahasiswa tertarik untuk mendiskusikan tentang
kasus tersebut dengan masalah keperawatan isolasi sosial dan diagnosa
medis skizofrenia hebefrenik.
B. TujuanPenulisan
1. TujuanUmum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn .Dengan
Masalah Utama Halusinasi Di Ruang Kutilang RSJ Daerah
Provinsi Lampung.
2. TujuanKhusus
a. Melakukan Pengkajian Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Tn. Dengan Masalah Utama Halusinasi Di Ruang
Kutilang RSJ Daerah Provinsi Lampung.
b. Menetapkan Diagnosis Keperawatan Jiwa Pada Tn.
Dengan Masalah Utama Halusinasi Di Ruang Kutilang
RSJ Daerah ProvinsiLampung.
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
a. Keturunan
a. Skizofrenia Simplek
f. Skizofrenia Residual
1. Pengertian
1) Faktor Genetis
2) Faktor Neurologis
3) Psikologis
b. Faktor Prespitasi
Halusinasisuara.
Mempunyai gangguanpersepsi.
1) Pengertian
• Halusinasi Penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien
mencium aroma atau bau tertentu seperti urine atau feces atau bau
yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak
sedap (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck, 2008).
Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Stuart (2009 dalam
Satrio, dkk, 2015) pada halusinasi penciuman, klien dapat
mencium bau busuk, jorok, dan bau tengik seperti darah, urin,
atau tinja, kadang-kadang bau bisa menyenangkan, halusinasi
penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang,
dan demensia.
• Halusinasi Penglihatan
Sedangkan pada klien halusinasi penglihatan, isi halusinasi
berupa melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali,
misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin
sesuatu yang bentuknya menakutkan (Cancro & Lehman, 2000
dalam Videbeck, 2008). Isi halusinasi penglihatan klien adalah
klien melihat cahaya, bentuk geometris, kartun atau campuran
antara gambaram bayangan yang kompleks, Dan bayangan
tersebut dapat menyenangkan klien atau juga sebaliknya
mengerikan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio,
dkk, 2015).
• Halusinasi Pengecapan
Sementara itu pada halusinasi pengecapan, isi halusinasi berupa
klien mengecap rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan
bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut
dapat berupa rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa
tertentu. Atau berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti
darah, urine atau feces (Stuart & Laraia., 2005; Stuart, 2009
dalam Satrio, dkk, 2015).
• Halusinasi Perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti
aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubub atau binatang kecil
yang merayap di kulit (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck,
2008). Klien juga dapat mengalami nyeri atau tidak nyaman tanpa
adanya stimulus yang nyata, seperti sensasi listrik dan bumi,
benda mati ataupun dan oranglain (Stuart & Laraia, 2005; Stuart,
2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
• Halusinasi Chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klein akan merasa fungsi tubuh seperti
darah berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan, atau
bentuk urin (Videbeck, 2008; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015).
• Halusinasi Kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi
gerakan tubuh, gerakan tubuh yang tidak lazim seperti meayang
di atas tanah.Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak
(Videbeck, 2008; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
3) Fase Halusinasi
a) Comforting (Halusinasi menyenangkan, Cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti
cemas, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk
berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan
kecemasan. Seseorang mengenal bahwa pikiran dan pengalaman
sensori berada dalam kesadaran control jika kecemasan tersebut
bisa dikelola.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
2) Menggerakan bibir tanpa membuat suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat seperti asyik
5) Diam dan tampak asyik
b) Comdemning (Halusinasi menjijikan, Cemas sedang)
Penngalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan control dan mungkin
berusaha menjauhkan diri, serta merasa malu dengan adanya
pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic
yang menunjukan kecemasan misalnya terdapat
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
2) Rentang perhatian menjadi sempit
3) Asyik dengan penngalaman sensori dan mungkin
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan realitas.
a. Faktor Psikologis
Selain faktor biologi diatas, faktor psikologis juga ikut berperan
mengakibatkan terjadinya skizofrenia. Menurut Townsend, (2009).
awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam keluarga
yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal
menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak, serta
disfungsi system keluarga sebagai penyebab skizofrenia. Dalam
penelitian lain disebutkan beberapa anak dengan skizofrenia
menunjukkan kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi,
kemampuan sosial, fungsi neuromotor dan respon emosional jauh
sebelum mereka menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia
(Schiffman et al, 2004 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015). Hal
diatas didukung oleh Sinaga, (2007) yang menyebutkan bahwa
lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar
pada perkembangan skizofrenia, pada masa kanak disfungsi situasi
sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan hubungan
interpersonal yang kurang hangat diterima oleh anak sangat
mempengaruhi perkembangan neurologikal anak sehingga lebih rentan
mengalami skizofrenia dikemudian hari.
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015) faktor
psikologis yang dapat mempengaruhi adalah tingkat inteligensi,
kemampuan verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep
diri dan motivasi. Selain itu faktor penyebab terjadinya skizofrenia
berdasarkan teori interpersonal berpendapat bahwa skizofrenia muncul
akibat hubungan disfungsional pada masa kehidupan awal dan masa
remaja, skizofrenia terjadi akibat ibu yang cemas berlebihan, terlalu
protektif atau tidak perhatian secara emosional atau ayah yang jauh dan
suka mengontrol (Torrey, 1995 dalam Videbeck, 2008). Hal ini
memberi arti bahwa anak akan belajar pada orangtuanya yang
mengalami skizofrenia dan akan mempraktekkan apa yang dilihatnya
setelah ia besar dalam setiap ia mengalami masalah.
2. Faktor Presipitasi
Pada kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam
meregulasi sejumlah informasi. Informasi normal diproses melalui
aktivitas neuron. Stimulus visual dan auditory dideteksi dan disaring
oleh thalamus dan dikirim untuk diproses di lobus frontal. Sedangkan
pada klien skizofrenia terjadi mekanisme yang abnormal dalam
memproses informasi (Perry, Geyer & Braff, 1999 dalam Stuart &
Laraia, 2005). Gejala pencetus yang menyebabkan hal tersebut terjadi
adalah faktor kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu (Stuart
& Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balikdi otak
yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimuli
penglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus
dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
sampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut
salah, lobus frontal mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan
di ingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat transmisi ke lobus
frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan gangguan
pada proses umpan balikdalam penyampaian informasi yang
menghasilkan proses informasi overload (Stuart & Laraia, 2005; Stuart,
2009). Stessor presipiatsi yang lain adanya abnormal pada pintu
mekanisme pada klien skizofrenia, Pintu mekanisme adalah proses
elektrik yang melibatkan elektolit, hal ini memicu penghambatan saraf
dan rangsang aksi dan umpan balik yang terjadi pada system saraf.
Penurunan pintu mekanisme/gating proses ini ditunjukkan dengan
ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli secara selektif (Hong
et al., 2007 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
4. Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015), sumber
koping merupakan hal yang penting dalam membantu klien dalam
mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber koping tersebut meliputi
asset ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu mengatasi
masalah. Apabila individu mempunyai sumber koping yang adekuat
maka ia akan mampu beradapatasi dan mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan
individu ketika mengalami stress. Hal tersebut sesuai dengan Videbeck
(2008) yang menyatakan bahwa keluarga memang merupakan salah
satu sumber pendukung yang utama dalam penyembuhan klien
skizofrenia. Psikosis atau Skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan
sangat menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien
dan keluarga. Proses penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase:
(1) disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian wawasan, (3)
stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4)
bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan (ordinariness).
Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun
(Moller, 2006, dalam Stuart, 2009):
a. Efikasi/Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi
gejala dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama
memakan waktu 6 sampai 12 bulan.
b. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan
pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan
ini memakan waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada
keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c. Setelah mencapai pengenalan diri/insight, proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan
reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan
dengan sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
5. Mekanisnie Koping
Pada klien skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan
pengalaman yang disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan
regresi untuk mengatasi kecemasan yang dialaminya, melakukan
proyeksi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri
yang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan
keasyikan terhadap pengalarnan internal (Stuart & Laraia, 2005; Stuart,
2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
7) POHON MASALAH
9) DIAGNOSA
1. Diagnosis Keperawatan: Halusinasi
2. Diagnosis Medis : Skizofrenia Paranoid
SP 2: SP 2:
Evaluasi kegiatan Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik beri pujian merawat/ melatih klien
Latih cara mengontrol menghardik, beri pujian
halusinasi Jwlaskan 6 benar cara
Latih cara mengontrol memberikan obat
halusinasi dengan obat Latih cara memberikan/
(jelaskan 6 benar : benar membimbing minum obat
nama,benar obat ,benar Anjurkan membantu klien sesuai
dosis,benar cara ,benar jadwal dan memberi pujian
waktu,benar kadarluwasa.)
Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik dan minum obat
SP 3: SP 3:
Evaluasi kegiatan harian Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik & obat, beri merawat/ melatihh klien
pujian menghardik dan memberikan
Latih cara mengontrol obat, beri pujian
halusinasi dg bercakap – Jelaskan cara bercakap – cakap
cakap saat terjadi halusinasi dan melakukan kegiatan untuk
Masukan pada jadwal mengontrol halusinasi
kegiatan untuk latihan Latih dan sediakan waktu
menghardik, minum obat, dan bercakap – cakap dengan klien
bercakap – cakap terutama pada saat halusinaasi
Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
SP 4 : SP 4 :
Evaluasi kegiatan harian Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik, minum obat & merawat/ melatih klien
bercakap – cakap beri pujian menghardik, memberian obat, dan
Latih cara mengontrol bercakap – cakap, beri pujian
halusinasi dengan melakukan Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
kegitan harian (mulai 2 tanda kambuh, rujukan
kegitan) Anjurkan membantu klien sesuai
Masukan pada jadwal jadwal dan memberikan pujian
kegiatan untuk latihan
menghardik, minum obat,
bercakap – cakap dan
kegiatan harian
BAB III
TINJAUAN KASUS
Jelaskan :
Perempuan
Meninggal
→ Klien
-----Tinggal dalam
saturumah
II bercerai
V. PERSEPSI KESEHATAN
Klien menyadari bahwa penyakit yang di deritanya adalah ujian dari allah swt dan
klien juga yakin bahwa dia akan sembuh dan klien berdoa kepada allah atas
kesembuhannya.
2. Penilaian Nyeri
Keluhan nyeri: pasien tidak mengeluh nyeri
a.Tidak
0
b. Ya
1
TOTAL SKOR 2
3.Pasien dengan diagnosa khusus : tidak □Ya
□DM □Ginjal □Hati □Jantung □Paru □Stroke
□Kangker □PenurunanImunitas □Geriatri □ Lain-lain:
Bila skor ≥ 2 dan atau pasien dengan diagnosis / kondisi
khusus dilakukan pengkajian lanjut oleh Tim Terapi Gizi :
Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada
4. Penilaian Fungsional (berdasarkan status fungsional barthel
ADLIndeks)
□ Ketergantungan Total
TOTAL SKOR 21
Kategori : Mandiri
□ 5-8 : ketergantunganberat □ 12-19 : ketergantungan ringan
□ 0-4 : ketergantungantotal □ 9-11 = ketergantungan sedang
VII. RESIKO JATUH/CEDERA (BerdasarkanEdmonsonScale)
Tidak □Ya, jika Ya pasang stiker warna kuning
dilengan yang dominan
(lingkari score sesuai dengan parameter penilaian. Total score
score yang dilingkari)
KATEGORI RESIKO RT
RR
b. Identitas diri
d. Ideal diri
b. Kegiatan ibadah
IX. STATUSMENTAL
1. Penampilan
3. Aktifitas motorik/perilaku
TIK
4. Alam perasaan
Sesuai Putusasa Sedih Merasa tidakmampu
Marah Ketakutan Labil Gembira berlebihan
6. Afek
Sesuai Datar Tumpul Labil Tidaksesuai
Jelaskan : Klien mampu mengendalikan emosinya
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
7. Persepsi
Pengecapan Perabaan
8. Proses pikir
9. Isi Pikir
Sesuai<Obsesi Fobia Hipokondria
Orang
11. Memori
VIII. SUMBERKOPING
Klien belum mampu menilai positif dalam dirinya tetapi klien merasa
kondisi kesehatannya sudah membaik,klien belum bisa mengatasi
masalah nya sendiri.
Masalah keperawatan :Koping individu tidak efektif
Thrihexypenidyl 2 x 2 mg
Rispiredone 2 x 2 mg
Chlorpromazine 1 x 25 mg
Depakote 1 x 250mg
Neurodex 1 x 1 tablet
XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tulis hasil pemeriksaan
penunjang yang abnormal)
Tanggal : 20 Mei 2022
Hemoglobin : 15,2 g/dl
Eritrosit : 5,20 g/dl
Leukosit : 13.100 jutasel/mm³
Trombosit : 273.000 ribusel/ mm³
Basofil :0%
Eosinophil :0%
N.Batang :0%
N.Segmen : 68%
Limfosit : 25%
Monosit : 8%
Hematokrit : 44%
GOT/AST : 48
GPT/ALT :59
A. DATA FOKUS
DS :
- Klien mengatakan mendengar suara suara bisikan menyuruh nyuruh.
- Klien mengatakan kadang mendengar suara bisikan yang menganggu
- Klien mengatakan bisikan muncul tidak menentu pagi,siang,sore dan
kadang malam hari
- Keluarga mengatakan merasa malu merasa minder karna dirinya
pengangguran
- Klien mengatakan dirinya tidak berguna
- Klien mengatakan merasa malu
- Keluarga mengatakan bahwa dirinya sudah sembuh.
- Keluarga mengatakan tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan
keputusan.
- Klien mengatakan perannya sebagai anak laki laki tidak berguna.
- Klien mengatakan dirinya hanya menjadi beban kelurga
DO :
No Data Masalah
DO :
DO :
Tgl Profesional Hasil Asesmen Pasien dan Instruksi PPA termasuk Verifikasi
Jam Pemberi Pemberian Pelayanan pasca bedah Cinstruksi DPJP
Asuhan (ditulis dengan format ditulis denngan rinci (Tulis
SOAP/ADIME, disertai dan jelas) Nama,
Sasaran. Tulis Nama, beri beri Paraf,
Paraf pada akhir catatan) Tgl, Jam)
(DPJP
harus
membaca/
mereview
semua
Rencana
Asuhan)
14/ Mahasiswa S:
- Identifikasi halusinasi
6/22 Perawat - Klien mengatakan suara
12.00 Ruang bisikan tanpa wujud - Kaji waktu,waktu
Kutilang -Klien mengatakan merasa situasi,frekuensi,dan
terganggu dengan bisikan suara respon saat halusinasi
-Klien mngatakan dirinya tidak
-Latih menghardik
berguna
- klien mengatakan merasa
malu
-Identifikasi hdr
O: Kemampuan fisik yang
-Klien tampak tersenyum dimiliki klien
sendiri
-Klien tampak bicara sendiri -Latih kegiatan yang
semua pertanyaan
- klien tampak tidak
bersemangat dalam beraktivitas
- kontak mata kurang
- klien tampak tidak fokus
A:
- Gangguan persepsi sensori
halusinasi
- harga diri rendah
P:
- SP 1 halusinasi
- SP 1Pertemuan 1 harga diri
rendah
15/ Mahasiswa S: -Evaluasi Kegiatan
6/22 Perawat -Klien mengatakan masih menghardik dan beri
11.00 Ruang mendengar suara bisikan pujian.
Kutilang - Klien mengatakan masih
merasa minder dan malu -Latih cara mengontrol
halusinasi dengan obat
O: (jelaskan 6 benar :benar
- klien tampak berbicara sendiri nama ,benar obat,benar
-Saat berdiskusi klien tampak dosis,benar cara,benar
melamun waktu,benar
-Saat diajak bicara klien tidak kadarluwasa.)
focus
- kontak mata kurang
- latih kegiatan yang
A: kedua yang dipilih sesuai
- Gangguan persepsi sensori kemampuan ( cuci gelas )
halusinasi
-Harga diri rendah
P:
- SP 2 halusinasi
- SP 2 harga diri rendah
16 / Mahasiswa S:
- Evaluasi kegiatan
6 / 22 Perawat -Klien mengatakan suara
menghardik dan obat ,
11.00 Ruang bisikan masih terdengar
beri pujian
Kutilang - klien mengatakan masih
- Latih cara mengontrol
merasa malu
halusinasi dengan cara
bercakap –cakap saat ada
O:
terjadi halusinasi
-Klien tampak sering
berbicara sendiri
-Kontak mata klien kurang
- latih kegiatan ke tiga
fokus
yang dipilih sesuai
kemampuan
A: ( merapikan tempat
- Gangguan persepsi sensori tidur )
Halusinasi
- harga diri rendah
P:
- SP 3 halusinasi
- SP 3 harga diri rendah
17 / Mahasiwa S: - Evaluasi
6/22 Perawat -Klien mengatakan kegiatan latihan
10.00 Ruang suara terdengar hanya di menghardik dan
Kutilang malam hari obat dan
-Klien mengatakan bercakap-cakap,
masih sedikit malu dan beri pujian
minder
-Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
O:
kegiatan harian yang
-Klien tampak tidak focus saat
bermanfaat
berbicara
(membersihkan tempat
-Klien masih sering berbicara
tidur dan memberikan
sendiri
lingkungan sekitar)
- kontak mata kurang
- klien tampak tidak fokus
-Evaluasi kegiatan fisik
A:
dan obat dan verbal, beri
- Gangguan persepsi sensori
pujian.
halusinasi
- harga diri rendah
-Latih kegiatan ke empat
( mencuci pakaian
P: dalam milik klien
-Pertemuan 4 halusinasi sendiri )
-Pertemuan 4 harga diri rendah
BAB IV
PENUTUP
Copel, L.C. (2007). Kesehatan Jiwa dan Psikiatri: Pedoman Klinis Perawat.
Jakarta, EGC
Fontaine, K.L. (2009). Mental Health Nursing. 7th ed. New Jersey : Pearson
Education, Inc.
Keliat, B.A., & Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta
: EGC
NANDA. (2009). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2009-2011.
Philadelphia: NANDA International
Sinaga, B.R. (2007). Skizofrenia & Diagnosis Banding. Balai Penerbit, Fakultas
Kedokteran – Universitas Indonesia, Jakarta
Stuart, G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 9th ed.
Missouri : Mosby, Inc.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing, 8th ed. Missouri : Mosby, Inc.
Stuart, Gail Wiscarz, Sandra J Sundeen. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi
5. Jakarta : EGC
Satrio, Damayanti, Ardinata (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2KM), IAIN Radin Intan
Lampung, Lampung
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in
Evidence-Based Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company
Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.