NAMA NIM
FITRI NURUL PRAMESTI 211133009
KHAIRANI 211133014
LUTHFI FADHLURROHMAN 211133055
SITY NOVY RIZKIKASARI 211133071
SUCI MUSLIKA ANGGITARI 211133072
SYAUQIYAH SALASABILA 211133073
WENI NURFALAH 211133077
1
49
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.T DENGAN RISIKO PERILAKU
KEKERASAN DI RUANG BERINGIN DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI
KALIMANTAN BARAT
Diusulkan Oleh :
KELOMPOK 1
i
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
VISI
Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bersinergi, Bermutu dan Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif Sebagai Rujukan Nasional
Berkualitas Global
MISI
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil Laporan Kasus
penelitain ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.T dengan Risiko
Perilaku Kekerasan di Ruang Beringin di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimanatn Barat”
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak Ns. Tarsisius,
S.Kep. M.M , Selaku pembimbing Klinik yang penuh perhatian dan kesabaran dalam
membimbing kami hingga dapat menyelesaikan laporan kasus kelompok ini dengan
baik.
Penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyusun laporan kasus kelompok
ini. Penulis tetap mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan laporan
kasus kelompok ini. Semoga hasil laporan kasus kelompok ini nanti dapat bermanfaat
bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................i
VISI DAN MISI.......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penelitian..................................................................................2
D. Manfaat Penelitian................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
A. Konsep Penyakit....................................................................................4
1. Definisi..................................................................................................4
2. Proses Terjadinya Masalah...................................................................4
3. Etiologi..................................................................................................5
4. Patofisiologi..........................................................................................6
5. Manifestasi Klinis.................................................................................7
6. Pohon Masalah......................................................................................8
7. Rentang Respon Marah.........................................................................8
8. Penatalaksanaan....................................................................................9
B. Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................10
1. Pengkajian...........................................................................................10
2. Diagnosa Keperawatan........................................................................12
3. Rencana Keperawatan.........................................................................13
4. Implementasi Keperawatan.................................................................18
5. Evaluasi...............................................................................................19
BAB III STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN......................................20
A. Pengkajian...........................................................................................20
B. Analisa Data........................................................................................30
C. Pohon Masalah....................................................................................32
D. Intervensi Keperawatan.......................................................................33
E. Catatan Perkembangan Keperawatan dan Evaluasi............................36
BAB V PEMBAHASAN.......................................................................................46
A. Pembahasan.........................................................................................46
BAB VI PENUTUP..............................................................................................54
A. Kesimpulan.........................................................................................54
B. Saran....................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan keadaan sejahtera mental sehingga individu
mampu menyadari potensinya, mampu mengatasi stress yang normal dalam
hidupnya, bekerja secara produktif dan berkontribusi bagi komunitasnya
(WHO,2013). Kesehatan jiwa adalah bentuk terwujudnya keharmonisan fungsi jiwa
dan sanggup menghadapi masalah, merasa bahagia, dan mampu diri. Orang yang
sehat jiwa berarti mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan (Azizah, Zainuri, dan Akbar, 2016)
Gangguan jiwa merupakan kondisi kesehatan yang melibatkan perubahan
dalam berpikir dan perilaku atau emosi (atau gabungan keduanya) yang
berhubungan dengan kesulitan dan atau masalah dalam kegiatan sosial, pekerjaan
atau keluarga (American Psyhiatric Association, 2015). Menurut UU Republik
Indonesia nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan Jiwa Bahwa Orang Dengan
Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami
gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia.
Menurut data WHO tahun 2016, di dunia terdapat sekitar 35 juta orang yang
mengalami depresi, 60 juta orang dengan bipolar, 21 juta orang dengan skizofrenia,
dan 47,5 juta orang dengan demensia. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun
2018 membagi gangguan jiwa menjadi tiga, yaitu gangguan jiwa berat, depresi, dan
gangguan mental emosipnal, dengan masing-masing prevalensinya adalah 7% pada
gangguan jiwa berat, 6,1% pada depresi, dan 9,8% pada gangguan mental
emosional. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi gangguan jiwa
berat dan 6% pada gangguan mental emosional. Daerah terbanyak hasil Riskesdas
2018, gangguan jiwa berat terjadi di Bali, depresi dan gangguan mental emosional
terjadi di Sulawesi Tengah. Prevalensi gangguan Jiwa berat untuk Jawa Barat
1
adalah 5%. Selain itu, terdapat jenis gangguan jiwa yang penting diketahui, tetapi
hampir dihapuskan di
2
penyusunan Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorder (DSM-5) yaitu
Skizoafektif.
Gangguan skizoafektif dianggap lebih ringan dibanding skizofrenia dan
gangguan bipolar, namun sesungguhnya gangguan ini merupakan lebih berat dari
pada skizofrenia ataupun gangguan bipolar dengan jumlah kasusu yang tidak
sedikit (Murru et al, 2012). Sama halnya dengan gangguan skizofrenia dan
gangguan bipolar (episode manisk), salah satu gejala positif yang sering muncul
adalah perilaku kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orng
lain, maupun ingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari rasa marah atau ketakutan yang maladaptif (Suryanti & Ariani, 2018).
Orang dengan Skizofrenia berisiko 5 kali lebih besar melakukan perilaku kekerasan
dari pada orang pada umumnya (Swanson et al, 2006)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengemukakan rumusan masalah pada
laporan kasus asuhan keperawatan kelompok ini.
1. Apakah terdapat masalah keperawatan jiwa pada Tn.T dengan masalah risiko
perilaku kekerasan
2. Apakah intervensi yang tepat dilakukan pada Tn.T dengan masalah
keperawatan risiko perilaku kekerasan
3. Bagaimana hasil evaluasi asuhan keperawatan jiwa pada Tn.T dan alternatif
pemecahan masalah yang dapat diberikan dengan masalah keperawatan risiko
perilaku kekerasan
C. Tujuan Penelitian
1. Umum
a. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan jiwa pada Tn.T dengan
masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan
2. Khusus
3
a. Untuk Menganalisi masalah keperawatan jiwa pada Tn.T dengan
masalah risiko perilaku kekerasan
b. Untuk Menganalisis intervensi yang tepat dilakukan pada Tn.T dengan
masalah keperawatan risiko perilaku kekerasan
c. Untuk menganalisis hasil evaluasi asuhan keperawatan jiwa pada Tn.T
dan alternatif pemecahan masalah yang dapat diberikan dengan masalah
keperawatan risiko perilaku kekerasan
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
Asuhan Keperawatan ini diharapkan dapat memberikan gambaran terkait
dengan asuhan keperawatan pada klien risiko perilaku kekerasan dan
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pemberi layanan kesehatan, terkhusus
perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan risiko
perilaku kekerasan sehingga mutu pelayanan yang diberikan kepada klien
dapat meningkat.
2. Manfat Keilmuan
Laporan kasus Asuhan Keperawatan ini diharapkan dapat memberikan
gambaran penerapan teori asuhan keperawatan pada klien risiko perilaku
kekerasan serta menjadi sumber referensi untuk dimanfaatkan bagi penulis
ilmiah selanjutnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu saat sedang berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku
kekerasan. Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan
pada diri sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada
lingkungan. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah
tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat
perasaan- perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Depkes RI, 2006, Berkowitz, 1993 dalam Dermawan dan Rusdi, 2013)
5
d. Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan (Prabowo, 2014).
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik (penyakit
fisik), keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintainya atau pekerjaan dan kekerasan merupakan
faktor penyebab yang lain interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula
memicu perilaku kekerasan (Prabowo, 2014)
3. Etiologi
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
6
a. Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkohlisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi
f. Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
4. Patofisiologi
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan
marah. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun
internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif
maupun destruktif. Mengekspresikan rasa marah dengan kata-kata yang dapat di
mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain. Selain memberikan rasa
lega, ketegangan akan menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi.
Rasa marah diekspresikan secara destrukrtif, misalnya dengan perilaku agresif,
menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan
dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan (Yosep, 2011).
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa
tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa
marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan
menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, pada suatu saat dapat menimbulkan
7
rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat menimbulkan
kemarahan yang destruktif yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).
5. Manifestasi Klinis
Menurut (Damaiyanti 2014) tanda dan gejala yang ditemui pada klien melalui
observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
8
6. Pohon Masalah
.
Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan
agresif/ perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Dermawan dan
Rusdi 2013).
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan
kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon rasa marah
bisa diekspresikan secara eksternal (perilaku kekerasan) maupun internal
(depresi dan penyakit fisik). Mengekspresikan marah dengan perilaku
konstruktif, menggunakan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa
menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan
ketegangan sehingga perasan marah dapat teratasi. Apabila perasaan marah
diekspresikan dengan perilaku kekerasan biasanya dilakukan individu karena ia
merasa kuat. Cara demikian tidak menyelesaikan masalah, bahkan dapat
menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan dan perilaku destruktif.
8. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif
tinggi contohnya : clorpromazine HCL yang digunakan mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat dipergunakan dosis efektif rendah,
contoh : Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat
digunakan transquelillzer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika,
tetapi meskipun demikian keduannya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
1
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi, karena itu didalam
terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan terapi sebagai bentuk kegiatan
membaca koran, main catur, setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan itu bagi
dirinya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan pasien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan yaitu, mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber
daya pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (primer), mengulangi
perilaku maladaptive (sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptive dan
adaptive sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan
secara optimal.
d. Terapi Somatik
Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi
yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien, tetapi
target terpai adalah perilaku pasien (Prabowo, 2014).
1
5) Harga diri :kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
c. Hubungan Sosial Marah-marah, bersikap tidak ramah, kasar terhadap
keluarga lainnya.
d. Status Mental
1) Penampilan: Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak
seperti biasanya.
2) Pembicaran Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap,
apatis, lambat dan membisu.
e. Aktivitas Motorik Lesu, gangguan kesadaran, selisah, gerakan otot
muka yang berubah-ubah tidak dapat dikontrol.
f. Afek dan Emosi Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan
kesadaran
Emosi : klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya memiliki
emosi yang tinggi.
g. Interaksi Selama Wawancara Kontak mata kurang, cepat tersinggung,
dan biasanya klien akan menunjukan curiga.
h. Persepsi Biasanya klien suka emosi.
i. Proses Pikir Akibat perilaku kekrasan klien mengalami penurunan
kesadaran.
j. Tingkat Kesadaran Menunjukan perilaku kekerasan
k. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung Secara umum klien perilaku
kekerasan mengalami penurunan konsentrasi dan penurunan berhitung.
l. Kamampuan Penilaian Penurunan kemampuan penilaian.
m. Daya Tarik Diri Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau
menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Direja, 2011)
Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan mencederai diri sendiri.
1. Definisi
Berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan atau seksual pada diri
sendiri atau orang lain.
1
2. Faktor Risiko
a. Pemikiran waham atau delusi
b. Curiga pada orang lain
c. Halusinasi
d. Kerusakan kognitif
e. Kerusakan kontrol implus
f. Persepsi pada lingkungan tidak akurat
g. Alam perasaan depresi
h. Riwayat kekerasan pada hewan
i. Lingkungan tidak teratur
j. Penganiayaan atau pengabaian anak
3. Kondisi Klinis Terkait
a. Penganiayaan fisik, psikologis atau seksual
b. Gangguan perilaku
c. Depresi
d. Serangan panik
e. Demensia
f. Halusinasi
g. Upaya bunuh diri
Menurut Dermawan (2013) bahwa masalah keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien dengan perilaku kekeraan salah satunya adalah gangguan
persepsi sensori : Halusinasi.
3. Rencana Keperawatan
Tujuan : Pasien tidak mencederai diri sendiri.
1. Tujuan Khusus I : Klien dapat membina saling percaya.
Kriteria hasil : klien dapat menunjukan tanda-tanda percaya kepada perawat
a. Wajah cerah.
b. Tersenyum.
c. Mau berkenalan.
d. Ada kontak mata.
e. Mau menceritakan perasaan yang dirasakan.
1
f. Mau mengungapkan masalahnya.
Intervensi :
Intervensi :
1
2) Tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar.
3) Tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku
kekerasan
Intervensi :
a. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
dialaminya.
b. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat
perilaku kekerasan terjadi.
c. Motivasi klien menceritakan kondisi emosionalnya (tanda-tanda
emosional) saat terjadi perilaku kekerasan.
d. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain saat
terjadi perilaku kekerasan.
4. Tujuan Khusus IV : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan.
Kriteria Hasil : Klien mampu menjelaskan :
a. Jelas ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukan.
b. Perasaannya saat melakukan perilaku kekerasan.
c. Efektifitas cara yang di pakai dalam menyelesaikan masalah.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya
selama ini.
b. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindakan kekerasan tersebut
terjadi.
c. Diskusikan apakah dengan tindakan kekerasan masalah yang di alami
teratasi
5. Tujuan Khusus V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan. Kriteria Hasil : Klien dapat menjelaskan akibat tindakan
kekerasan yang dilakukannya :
a. Diri sendiri : luka, dijahui teman, dan lain-lain.
b. Orang lain atau keluarga : luka, tersinggung, ketakutan, dan lainlain.
c. Lingkungan : batang atau benda rusak.
Intervensi :
a. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien.
1
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan klien.
c. Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara yang sehat.
6. Tujuan Khusus VI : klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk
mencegah perilaku kekerasan.
Kriteria Hasil :
a. Klien menyebutkan contoh mencegah perilaku kekerasan secara fisik.
b. Tarik napas dalam.
c. Pukul bantal dan kasur.
d. Kegiatan fisik yang lain.
e. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan.
Intervensi :
1
Intervensi :
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi
nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana hal ini terjadi karena
perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan
tindakan keperawatan Dalami (2009). Adapun pelaksanaan tindakan
keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan Strategi Pelaksanaan (SP) yang
sesuai dengan masing-masing maslaah utama.
Pada masalah resiko perilaku kekerasan :
- Membina hubungan saling percaya
- mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasan.
- mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
- mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan.
- mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
- mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.
- mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan.
- mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan.
- menggunakan obat sesuai program yang telah di tetapkan.
2
Reinforcement positif memiliki power atau kemampuan yang jika diberi
secara berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan akan
memberikan dampak positif (Ngadiran, 2010). Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2013) dimana reinforcement positif
dapat memudahkan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dan
dapat memberikan memotivasi pada pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan klien (Dalami, 2009). Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respon klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat
dibagi dua jenis yaitu : evaluasi proses atau formatif dilakukan selesai
melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah
ditentukan. Menurut Trimelia (2011), evaluasi dilakukan dengan berfokus pada
perubahan perilaku klien setelah diberikan tindakan keperawatan.
Menurut Kurniawan (2015) mengatakan bahwa pasien mampu
melakukan semua strategi pelaksanaan dengan mandiri namun pasien masih
membutuhkan observasi lebih lanjut. Sikap pasien yang sangat kooperatif
merupakan faktor pendukung bagi penulis dalam menilai perkembangan
pasien. Penulis tidak menemukan adanya faktor penghambat dalam melakukan
evaluasi keperawatan, ini dikarenakan kedua pasien sangat kooperatif.
2
BAB III
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
RUANGAN RAWAT: Ruang Beringin TANGGAL DIRAWAT: 27 Oktober 2021
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. T (L) Tanggal Pengkajian : 14 Februari 2022
Umur : 38 Tahun RM No. : xxx246
Informan: Wawancara langsung dengan pasien dan observasi status pasien
berhasil
Aniaya fisik
2
Aniaya seksual
Penolakan
Jelaskan No. 1, 2, 3 : Pasien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu, pernah
masuk RSJ sebelumnya kemudian keluar. Obat tidak diminum
dengan disiplin selama berada di rumah. Pasien punya riwayat
membunuh bapaknya, melempar rumah tetangga dengan batu,
meresahkan warga, emosi sering tidak terkontrol
Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan
Pasien mengatakan merasa bersalah karena telah membunuh bapaknya gara-gara hal
sepele. Pasien mengatakan pernah gagal masuk tentara. Pasien mengatakan pisah
dengan istri dan anaknya (pasien sudah bercerai)
IV. FISIK
1. Tanda vital : TD : 110/70 Mmhg N : 80x/mnt S :36°C P : 16 x/mnt
2. Ukur : TB : 165 cm BB : 55 kg
3. Keluhan fisik : Ya √ Tidak
Jelaskan : Kondisi fisik pasien sehat, tidak ada masalah
2
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan:
: Laki -laki
: Laki-laki meninggal
: Perempuan
: Perempuan meninggal
: Pasien
: Garis Perkawinan
: Garis Keturunan
2
2. Konsep diri
2
Jelaskan : Penampilan pasien rapi, menggunakan pakaian yang sesuai
Masalah Keperawatan :Tidak ada masalah keperawatan
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis Lambat Membisu
2
Defensif Curig
a
2
Jelaskan : Pasien kooperatif dan verbal terarah selama wawancara tetapi pasien tidak
bisa menatap lawan bicara terlalu lama
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
7. Persepsi
Pendengaran √ Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan : Pasien mengatakan dulu sering melihat bayangan putih/hitam dan sekarang
sering melihat benda seperti cacing yang jatuh dari langit saat hari hujan dan dirinya
merasa cacing tersebut mengenai tubuhnya, kemudian tubuhnya terasa sakit dan pasien
merasa kesal akan hal itu
Masalah Keperawatan : Halusinasi (Persepsi sensori penglihatan) dan Halusinasi
Somatik
8. Proses Pikir
Jelaskan : Proses piker baik, berfikir realistis dan tidak ada masalah
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
9. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
depersonalisasi ide yang terkait pikiran magis
Waham
Agama Somatik Kebesaran Curiga
2
10. Tingkat kesadaran
bingung sedasi stupor
Disorientasi
waktu tempat orang
Jelaskan : Tingkat kesadaran dan orientasi baik dan tidak ada masalah
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka pendek
gangguan daya ingat saat ini konfabulasi
Jelaskan : Daya ingat pasien masih bagus, dibuktikan dengan pasien mengingat waktu
dirinya membunuh bapaknya dan ingat umur berapa dirinya gagal masuk tentara
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
mudah beralih tidak mampu konsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan : Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung (Pendidikan terakhir
pasien SMA)
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan gangguan bermakna
Jelaskan : Pasien mampu mengambil keputusan sendiri tanpa bantuan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
14. Daya tilik diri
√
M mengingkari penyakit yang diderita menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan : Pasien mengatakan sering kesal dan marah terhadap sesuatu yang membuat
dirinya tidak nyaman, sering kesal dengan keluarganya, menyalahkan orang lain, kesal
dan marah dengan tetangganya
Masalah Keperawatan : Koping Komunitas Tidak Efektif dan Penurunan Koping
Keluarga
2
VII. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Bantuan minimal Bantuan total
2. BAB/BAK
Bantuan minimal Bantual total
Jelaskan : Pasien makan dengan mandiri dan BAB/BAK mandiri tanpa bantuan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total
4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal Bantual total
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : 10.00 s/d 11.30
Tidur malam lama : 23.00 s/d 03.30
Kegiatan sebelum / sesudah tidur : Beraktivitas dan berkumpul dengan teman-
temannya seperti minum kopi bersama
6. Penggunaan obat
√ Bantuan minimal Bantual total
7. Pemeliharaan Kesehatan
Perawatan lanjutan Ya √ tidak
√
Perawatan pendukung Ya tidak
8. Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan Ya √ tidak
Menjaga kerapihan rumah √ Ya tidak
Mencuci pakaian √ Ya tidak
Pengaturan keuangan Ya √ tidak
9. Kegiatan di luar rumah
Belanja Ya √ tidak
Transportasi √ Ya tidak
2
Lain-lain Ya tidak
Jelaskan : Kegiatan pasien biasa diluar adalah bekerja sebgai petani getah, kadang
ngumpul bersama teman dan minum-minum ketika stress
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
VIII. Mekanisme Koping
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain √ Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah reaksi lambat/berlebih
Masalah dengan pekerjaan, spesifik: Pasien tidak ada masalah dengan pekerjaan
Masalah dengan perumahan, spesifik: Tidak ada masalah
3
B. Analisa Data
No. Data fokus Diagnosa
Keperawatan
3
Data Objektif :
- Pasien bersikap seolah melihat benda dari
atas yang jatuh
- Pasien sering mondar-mandir
Data Objektif :
- Pasien enggan mencoba hal yang baru
- Pasien tampak kurang percaya diri
- Pasien tampak malu jika menyapa teman atau
petugas terlebh dulu
- Pasien tidak bisa menatap lawan bicara terlalu
lama
3
C. Pohon Masalah
POHON MASALAH
Effect
Harga diri rendah
Cause Halusinasi
3
D. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
1. Risiko Perilaku Setelah dilakukan Strategi Pelaksanaan I :
Kekerasan pertemuan selama 12x 1. Bina hubungan saling
diharapkan klien mampu percaya
2. Identifikasi penyebab marah
:
3. Identifikasi tanda dan gejala
yang dirasakan
a. Menyebutkan 4. Identifikasi RPK yang
penyebab risiko dilakukan
perilaku kekerasan 5. Identifikasi cara
b. Menyebutkan tanda mengendalikan RPK
dan gejala risiko 6. Latih klien cara fisik yang
pertama (Tarik nafas dalam)
perilaku kekerasan
c. Menyebutkan cara Strategi Pelaksanaan 2 :
mengatasi risiko 1. Latih klien mengendalikan
perilaku kekerasan RPK dengan cara fisik ke-
d. Mengendalikan risiko dua (Pukul Kasur bantal)
perilaku kekerasan 2. Menyusun jadwal kegiatan
dengan relaksasi: harian cara ke dua
Tarik napas dalam,
Strategi Pelaksanaan 3 :
pukul kasur dan 1. Latih klien mengendalikan
bantal RPK secara verbal (latihan
e. Berbicara dengan pengungkapan marah
baik: secara verbal)
mengungkapkan, a. Menolak dengan baik
meminta, dan b. Meminta dengan baik
c. Mengungkapkan
menolak dengan baik perasaan dengan baik
f. Melakukan 2. Susun jadwal latihan
pengungkapan mengungkapkan marah
perasaan marah secara secara verbal
verbal atau tertulis
g. Patuh minum obat Strategi Pelaksanaan 4 :
1. Latih klien
dengan 8 benar (benar
mengendalikan RPK
nama klien, benar secara spiritual
obat, benar dosis, (beribadah/berdoa)
benar cara, benar 2. Buat jadwal latihan
waktu, benar manfaat, ibadah/berdoa
benar tanggal
kadaluwarsa, dan Strategi pelaksanaan 5 :
1. Latih klien patuh minum
benar dokumentasi)
3
h. Membedakan obat dengan prinsip 8
perasaan sebelum dan benar (benar nama klien,
sesudah latihan benar nama obat, benar
dosis, benar cara, benar
waktu, benar manfaat,
benar tanggal
kadaluwarsa, benar
dokumentasi)
2. Susun jadwal minum obat
secara teratur
3
E. Catatan Perkembangan Keperawatan dan Evaluasi
P : Intervensi dilanjutkan
Strategi Pelaksanaan 2 :
1. Latih klien mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap
bersama orang lain
3
Diagnosa Keperawatan : Harga S : - Klien mengatakan punya
Diri Rendah motivasi untuk berkerja
-Klien mengatakan jika
Strategi Pelaksanaan 1 : dirinya nanti keluar dar rs
1. Mengidentifikai kemampuan akan rajin berkerja dan ingin
dan aspek positif yang banyak membantu orang lain
dimiliki klien - Klien mengatakan bingung,
Respons : klien rajin bersih- jika ditanya tentang
bersih ruangan, berkerja di kemampuan yang akan
bagian galon rs dilatih
3
cara fisik ke-dua (Pukul
Kasur bantal) O : - Klien kooperatif, sedikit
Respons : klien kooperatif, tegang
Selasa klien melakukan latihan - Klien mampu dan bisa
/15 pukul Kasur bantal menerapkan latihan pukul
Febru Kasur bantal
ari 2. Menyusun jadwal kegiatan
2022 harian cara ke dua A : Masalah Risiko Perilaku
Respons : latihan dilakukan Kekerasan teratasi sebagian
15.00 (Sp 2 terpenuhi)
P : Intervensi dilanjutkan
Strategi Pelaksanaan 3 :
1. Latih klien
mengendalikan RPK
secara verbal (latihan
pengungkapan marah
secara verbal)
a. Menolak
dengan baik
b. Meminta
dengan baik
c. Mengungkapkan
perasaan dengan
baik
2. Susun jadwal latihan
mengungkapkan
marah secara verbal
4
menjelaskan isi halusinasi,
waktu, frekuensi, perasaan, O : - Klien percaya dengan
dan cara melawan halusinasi halusinasinya
- Klien belum bisa melawan
2. Mengajarkan klien halusinasinya
mengontrol halusinasi - Klien tampak slalu
dengan menghardik memegang tubuhnya yang
halusinasi
katanya terasa sakit
Respons : klien kooperatif
A : Masalah Halusinasi belum
teratasi (Sp 1 belum
terpenuhi)
P : Intervensi dilanjutkan
Strategi Pelaksanaan 2
:
1. Latih klien mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap bersama
orang lain
Diagnosa Keperawatan : Harga S : - Klien mengatakan
Diri Rendah punya motivasi untuk
berkerja
Strategi Pelaksanaan 1 : -Klien mengatakan jika
1. Mengidentifikai kemampuan dirinya nanti keluar dar rs
dan aspek positif yang akan rajin berkerja dan ingin
dimiliki klien banyak membantu orang lain
Respons : klien rajin bersih- - Klien mengatakan bingung,
bersih ruangan, berkerja di jika ditanya tentang
bagian galon rs kemampuan yang akan
dilatih
2. Membantu klien menilai Ke
kemampuan yang masih O : - Klien tampak rajin di lom
dapat digunakan ruangan bersih-bersih, pok
Respons : klien masih punya mencuci pakaian 1
motivasi untuk berkerja - Klien tampak giat
dalam berkerja
3. Membantu klien - Klien tampak berkerja di
memilih/menetapkan bagian gallon rs
kemampuan yang akan
- Klien tampak jarang
dilatih
bercakap cakap
Respons : klien tampak
lebih banyak diam
masih bingung
4
Respons : klien tampak P : Intervensi dilanjutkan
masih bingung Strategi Pelaksanaan 1:
1. Identifikai kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
klien
2. Bantu klien menilai
kemampuan yang masih
dapat digunakan
3. Bantu klien
memilih/menetapkan
kemampuan yang akan
dilatih
Diagnosa Keperawatan : Risiko S : - Saat ditanya, klien
Perilaku Kekerasan mengatakan masih
merasakan kesal/marah
Strategi Pelaksanaan 3 :
1. Melatih klien O : - Klien kooperatif, sedikit
mengendalikan RPK secara tegang
verbal (latihan
- Klien
pengungkapan marah secara
mengungkapkan
verbal)
perasaan kesal/marah
a. Menolak dengan baik
- Klien bisa meminta
b. Meminta dengan baik
dan menolak dengan
c. Mengungkapkan
baik
perasaan dengan baik
Respons : klien bisa
A : Masalah Risiko Perilaku
mengungkapkan perasaan
kesal/marah Kekerasan teratasi sebagian
(Sp 3 terpenuhi) Ke
lom
2 Menyusun jadwal latihan
P : Intervensi dilanjutkan pok
mengungkapkan marah
Strategi Pelaksanaan 4 : 1
secara verbal
Respons : klien mengisi 1. Latih klien
jadwal latihan mengendalikan RPK
secara spiritual
(beribadah/berdoa)
2. Buat jadwal latihan
ibadah/berdoa
Strategi pelaksanaan 5 :
Rabu/
3. Latih klien patuh minum
16
obat dengan prinsip 8
Febru
benar (benar nama klien,
ari
benar nama obat, benar
2022 dosis, benar cara, benar
waktu, benar manfaat,
16.00 benar tanggal
kadaluwarsa, benar
4
dokumentasi)
4
4. Susun jadwal minum obat
secara teratur
P : Intervensi dilanjutkan
Strategi Pelaksanaan 2
:
1. Latih klien mengontrol
halusinasi dengan
bercakap-cakap bersama
orang lain
Diagnosa Keperawatan : Harga S : - Klien mengatakan
Diri Rendah punya motivasi untuk Ke
berkerja lom
Strategi Pelaksanaan 1 : -Klien mengatakan jika pok
1. Mengidentifikai kemampuan dirinya nanti keluar dar rs 1
dan aspek positif yang akan rajin berkerja dan ingin
banyak membantu orang lain
4
dimiliki klien - Klien mengatakan ingin
Respons : klien rajin bersih- melatih kontrol perasaan
bersih ruangan, berkerja di marahnya dan ingin berkerja
bagian galon rs terus
4
di rsj dengan berdoa
Strategi Pelaksanaan 4 :
1. Melatih klien -Klien mengatakan, klien
mengendalikan RPK secara minum obat dengan
spiritual (beribadah/berdoa) disiplin sesuai jadwal
Respons : klien mengatakan
biasa berdoa O : - Klien kooperatif, sedikit
tegang Ke
lom
2. Membuat jadwal latihan
A : Masalah Risiko Perilaku pok
ibadah/berdoa
Respons : klien mengisi Kekerasan teratasi sebagian 1
jadwal latihan (Sp 4 terpenuhi, SP 5
Kamis terpenuhi sebagian)
/17 Strategi pelaksanaan 5 :
Febru 3. Melatih klien patuh minum P : Intervensi dilanjutkan
ari obat dengan prinsip 8 benar Strategi Pelaksanaan 5 :
2022 (benar nama klien, benar 1. Latih klien patuh minum
nama obat, benar dosis, obat dengan prinsip 8
10.00 benar cara, benar waktu, benar (benar nama klien,
4
benar manfaat, benar tanggal benar nama obat, benar
kadaluwarsa, benar dosis, benar cara, benar
dokumentasi) waktu, benar manfaat,
Respons : klien patuh benar tanggal
minum obat sesuai jadwal kadaluwarsa, benar
dokumentasi)
4. Menyusun jadwal minum 2. Susun jadwal minum obat
obat secara teratur secara teratur
Respons: klien mengisi
jadwal latihan
P : Intervensi dilanjutkan
Strategi Pelaksanaan 2
:
1. Latih klien mengontrol
halusinasi dengan
4
bercakap-cakap bersama
orang lain
4
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Telah dilakukan asuhan keperawatan jiwa selama 9 hari dari tanggal 14
Februari 2022 sampai dengan 23 Februari 2022. Pengkajian dimulai dan dilakukan
pada hari Senin 14 Februari 2022 pukul 11.00 WIB didapatkan hasil wawancara
dan observasi. Tn. T umur 38 tahun masuk ke RSJ Provinsi Kalimantan Barat pda
tanggal 27 Oktober 2021 dengan diagnosis medis Skizofrenia Paranoid.
1. Pengkajian
a. Alasan Masuk
Alasan klien masuk adalah Klien merupakan kiriman dari kejaksaan
dengan kasus pembunuhan untuk dirawat selama 1 tahun di RSJ Provinsi
Kalimantan Barat. Klien riwayat pernah membunuh bapak kandungnya.
Klien mengatakan kadang-kadang melihat ada bayangan putih, kurang tidur,
klien juga meresahkan warga , pernah melempar tetangganya dengan batu
karena tetangganya berisik. Keluhan saat dikaji saat ini pasien mengatakan
sekarang masih seeing merasa kesal dan marah karena ada benda seperti
cacing yang jatuh dari langit mengenai dan masuk ke dalam tubuhnya
sehingga dia merasakan kesakitan pada tubuhnya dan terasa sesak, itu yang
membuat dia kesal dan marah. Pasien juga mengatakan ada perasaan
menyesal atau bersalah karena telah membunuh bapaknya.
Keluhan klien diatas sesuai dengan teori oleh Herdman (2012) yang
mengatakan bahwa risiko perilaku kekerkasan merupakan perilaku yang
diperlihatkan oleh individu, bentuk ancaman bisa fisik, emosional atau
seksual yang ditujukan kepada orang lain sehingga dapat disimpulkan
bahwa perilaku kekerasan merupakan resnpons emosi yang timbul sebagai
reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai bentuk
ancaman (diejek/dihina).
4
Berdasarkan data yang didapatkan dari pengkajian di atas teori yang
ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan antara teori dan kasus yang
ditemukan.
b. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, namun
pengobatan sebelumnya tidak berhasil karena tidak patuh meminum obat.
Pasien pernah melakukan tindakan kriminal yaitu sebagai pelaku
pembunuhan oleh bapak kandungnya, melempar batu kerumah orang lain,
meresahkan warga dan emosi sering tidak terkontrol. Pasien mengatakan
menyesal karena membunuh bapaknya padahal hanya karena hal sepele,
pasien mengatakan pernah gagal masuk tentara dan sudah pisah dengan istri
dan anaknya (bercerai).
Pasien anak ke dua dari 3 bersaudara, hubungan antara keluarganya
kadang baik kadang buruk, komunikasi dengan keluarga kurang baik, pasien
mengatakan keluarganya kurang perhatian dengan dirinya,
Keluhan klien diatas sesuai dengan teori oleh Nursalim (2016) yaitu
seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan tertekan dan
ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya akibat
perilaku kekerasan, kondisi keluarga yang tidak baik itu adalah keluarga
yang tidak utuh, orang tua meninggal, orang tua cerai, dan lain-lain.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka terdapat kesesuaian antara teori
dan kasus tentang faktor penyebab timbulnya perilaku kekerasan karena
adanya masalah dalam keluarga, klien merasa tidak diperhatikan, ada
bercerai atau ditinggal oleh anak dan istrinya.
Tanda dan gejala yang muncul pada pasien yaitu, pasien merasa kesal
dan marah karena halusinasi visual-somatik nya. Pasien mengatakan tidak
mampu melakukan apapun, pasien mengatakan tidak memiliki kelebihan
atau kemampuan positif, pasien terpapar situasi traumatis, pasien merasa
bersalah dan menyesal karena telah membunuh bapaknya.
Berdasarkan data diatas penulis menyimpulkan penyebab pasien
mengalami risiko perilaku kekerasan karena faktor predisposisi (psikologis)
dan faktor prisipitasi (merasa marah tidak diberikan motor dan di tinggal
5
oleh
5
anak dan istrinya) sesuai dengan teori Stuart dan Laraia (2006) penyebab
dari RPK adalah faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor
predisposisi yaitu faktor pasikologi merupakan pengalaman marah
merupakan respons psikologis terhadap stimulus eksternal, internal, maupun
lingkungan. Kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Pada
faktor presipitasi yaitu suatu strsor yang dapat menjadi penyebab berasal
dari dalam maupun dari luar individu. Faktor dari dalam individu meliputi
kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang dicintai atau berarti
(putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta, sedangkan faktor
luar yaitu serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, tinfakan kekerasan.
c. Status Mental
Pada pengkajian didapat pasien tidak dapat memulai pembicaraan, dan
afek yang dimiliki pasien tumpul yaitu pasien memberikan respons dan
memberikan ekspresi hanya ketika diberikan stimulus. Pasien mengatakan
sulit tidur, pasien enggan mencoba hal baru, pasien tampak kurang percaya
diri, pasien tampak malu jika menyapa teman atau petugas terlebih dahulu,
pasien tampak tidak bisa menatap lawan bicara terlalu lama.
Afek adalah respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat
ekspresi wajah pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa
tubuh). Afek mencerminkan situasi emosi sesaat. (Saam Zulfan, dkk ,2012)
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah pada pasien yaitu halusinasi sebagai
penyebab, riwayat perilaku kekerasan dan risiko mencedrai orang lain,
lingkungan sebagai core problem dan Harga diri rendah sebagai akibat. Hal
ini tidak sesuai dengan dengan teori menurut Damaiyanti (2014) pohon
masalah pada pasien risiko perilaku kekerasan yaitu harga diri rendah sebagai
penyebab, perilaku kekerasan sebagai core problm , Risiko perilaku
kekerasan sebagai akibat dan Prabowo (2014) pohon masalah pada pasien
dengan perilaku kekerasan yaitu harga diri rendah sebagai penyebab, perilaku
kekerasan sebagai core problem, risiko bunuh diri sebagai akibat.
5
Kelompok memilih diagnosa keperawatan utama yaitu risiko perilaku
kekerasan. Data yang memperkuat kelompok mengangkat diagnosa perilaku
kekerasan yaiut dengan data subjektif, objektif dan alasan masuk Rumah
Sakit Jiwa karena pasien tidak bisa mengontrol emosi dan marahnya, pasien
meresahkan keluarga, membunuh bapak kandungnya, pernah melempar batu
kerumah tetangganya, sampai saat ini masih ada perasaan marah dan kesal.
Pernyataan dan respon tersebut sesuai dengan teori menurut Dermawan dan
Rusdi (2013) tentang tanda dan gejala perilaku kekerasan
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu halusinasi. Data yang
memperkuat kelompok mengangkat diagnosa halusinasi sebagai prioritas
yang kedua adalah klien mengatakan tampak ada benda jatuh dai langit yang
menyentuh dan memasuki tubuhnya yang membuat tubuhnya merasakan
nyeri dan terasa sesak sehingga kadang-kadang membuatnya merasa marah
dan kesal. Halusinasi disini yang menyebabkan klien merasa marah dan kesal
berisiko memicu klien merasa marah, emosi dan berisiko untuk terjadi
perilaku kekerasan. Temuan penulis dan kelompok pada diagnosa kedua
sesuai dengan teori yang dikemukakan Dermawan (2013) bahwa masalah
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan perilaku kekeraan
salah satunya adalah gangguan persepsi sensori : Halusinasi.
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu harga diri rendah. Data yang
memperkuat kelompok mengangkat diagnosa harga diri rendah sebagai
prioritas ketiga adalah karena akibat dari resiko perilaku kekerasan yang
dialaminya, pasien mengatakan tidak mampu melakukan apapun, pasien
mengatakan merasa malu/bersalah telah membunuh bapaknya, Pasien merasa
tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif, Pasien mengatakan sulit
tidur, pasien enggan mencoba hal baru, pasien tampak kurang percaya diri,
pasien tampak malu jika menyapa teman atau petugas terlebih dahulu, pasien
tampak tidak bisa menatap lawan bicara terlalu lama.
Kelompok menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara teori dan
praktek yang peneliti temukan di lapangan. Perbedaan terdapat pada
penyebab dan akibat dari perilaku kekerasan yaitu halusinasi sebagai
penyebab dan harga diri rendah sebagai akibat yang ditimbulkan.
5
3. Rencana Keperawatan
Sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan yaitu risiko
perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah. Untuk perencanaan
keperawatan yang pertama adalah risiko perilaku kekerasan. Strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan pada risiko perilaku kekerasan terdiri dari
lima yaitu pada strategi pelaksanaan 1 pasien, perawat membina hubungan
saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang
dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dan cara mengendalikan
perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama.
Strategi pelaksanaan 2 pasien, perawat membantu klien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua (evaluasi latihan
nafas dalam, latihan mengendalikan oerilaku kekerasan dengan cara fisik
kedua: pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal kegiatan harian cara ke dua.
Strategi pelaksanaan 3 pasien, perawat membantu pasien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal (evaluasi jadwal
harian tentang dua cara fisik mengendalikan perilaku kekerasan, latihan
mengungkapkan rasa marah secara verbal, menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik,) susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal. Strategi pelaksanaan 4 pasien, perawat
bantu klien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual.
Strategi pelaksanaan 5 pasien, perawat membantu klien latihan
mengendalikan PK dengan obat (bantu pasien minum obat secara teratur
dengan prinsip 8 benar)
Diagnosa keperawatan yang kedua adalah halusinasi, strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien terdiri
dari empat yaitu pertama perawat membantu pasien mengenal halusinasi,
menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan menghardik halusinasi, kedua perawat melatih pasien
minum obat sacara teratur, ketiga perawat melatih pasien mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang lain, keempat perawat
melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas terjadwal.
Diagnosa keperawatan yang ketiga adalah harga diri rendah, strategi
5
pelaksanaan 1 pasien, perawat mendiskusikan kemampuan dan aspek positif
5
yang dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan yang masih
dapat digunakan, membantu pasien memilih / menetapkan kemampuan yang
akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian. Strategi
pelaksanaan 2 pasien, perawat melatih pasien melakukan kegiatan lain yang
sesuai dengan kemampuan pasien. Latihan dapat dilanjutkan untuk
kemampuan lain sampai semua kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang
dimiliki akan meningkatkan harga diri pasien
Penyusunan rencana keperawatan pada pasien telah sesuai dengan
rencana menurut Keliat, dkk (2012). Namun tetap disesuaikan kembali
dengan kondisi pasien sehingga tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan
dapat tercapai. Penulis juga mengikuti langkah-langkah perencanaan yang
telah disusun mulai dari menentukan prioritas masalah sampai dengan kriteria
hasil yang diharapkan. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Faizah (2013) yang menyatakan bahwa perencanaan dilakukan
berdasarkan teori dan disesuaikan kembali dengan kondisi pasien demi
tercapainya tujuan penulis.
Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek
dalam memprioritaskan masalah dan perencanaan tindakan keperawatan.
Disini penulis berusaha memprioritaskan masalah sesuai dengan pohon
masalah yang telah ada baik itu dari penyebab maupun akibat yang muncul.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Terdapat beberapa tindakan keperawatan yang sudah dilakukan
diantaranya: strategi pelaksanaan 1 sampai 5 risiko perilaku kekerasan.
Strategi pelaksanaan 1 sampai 4 halusinasi, strategi pelaksanaan 1 sampai 2
harga diri rendah. Penulis hanya berfokus pada masalah pasien karena strategi
pelaksanaan keluarga tidak bisa dilakukan disebabkan tidak ada keluarga
yang mengunjung pasien.
Dalam pemberian implementai keperawatan, perawat juga memberikan
reinforcement positif kepada pasien. Dengan itu pasien tampak lebih
bersemangat dalam melakukan strategi pelaksanaan yang dilakukan.
5
Reinforcement positif memiliki power atau kemampuan yang jika diberi
secara berulang oleh pelaku tindakan tanpa adanya paksaan akan memberikan
dampak positif (Ngadiran, 2010). Hal ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Faizah (2013) dimana reinforcement positif dapat
memudahkan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dan dapat
memberikan memotivasi pada pasien.
Pasien tidak menemukan kesulitan dalam melakukan tindakan
keperaatan terhadap pasien, pasien kooperatif dan mau bekerja sama dengan
perawat dalam pelaksanaan tindakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang
digunakan untuk menilai keberhasilan asuhan keperawatan atas tindakan yang
diberikan. Pada teori maupun kasus dalam membuat evaluasi disusun
berdasarkan tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai. Dimana pada kasus
penulis melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan selama
4 hari. Ketiga masalah pasien dapat teratasi atau teratasi sebagian.
Menurut Trimelia (2011), evaluasi dilakukan dengan berfokus pada
perubahan perilaku klien setelah diberikan tindakan keperawatan. Evaluasi
yang penulis lakukan meliputi hubungan saling percaya antara perawat dan
klien tercapai ditandai dengan klien bersedia duduk berhadapan dengan
penulis, klien bersedia berkenalan dan menjabat tangan penulis, klien
bersedia menyebutkan nama dan nama panggilan yang disukai yaitu Tn.T,
klien bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya, selain itu klien
juga bersedia diajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan, klien juga
mampu memperagakan ulang cara yang dilatih dengan benar dan mampu
melakukan nya secara mandiri.
Evaluasi yang dilakukan pada Pasien pada diagnosa harga diri rendah,
pasien menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan. Pasien mau
berinteraksi dengan orang lain, pasien sudah mau bercakap-cakap dengan 4-5
orang atau lebih selama penulis melakukan evaluasi, Pasien tidak lagi malas
melakukan kegiatan sehari-hari yang bisa ia lakukan.. Sedangkan hasil
evaluasi pada diagnosa halusinasi Pasien menunjukkan kemajuan, pasien
5
mengetahui cara
5
mengontrol halusinasi dengan baik dan benar serta mengetahui penyebab
halusinasi yang dialaminya. Pasien mengatakan halusinasi lebih sering timbul
ketika turun hujan, kemajuan pasien mengatakan merasa tenang, pasien juga
mampu memperagakan ulang cara yang dilatih dengan benar sehingga
diharapkan halusinasi tidak terjadi.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2015) mengatakan bahwa
pasien mampu melakukan semua strategi pelaksanaan dengan mandiri namun
pasien masih membutuhkan observasi lebih lanjut. Sikap pasien yang sangat
kooperatif merupakan faktor pendukung bagi penulis dalam menilai
perkembangan pasien. Penulis tidak menemukan adanya faktor penghambat
dalam melakukan evaluasi keperawatan, ini dikarenakan kedua pasien sangat
kooperatif.
5
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengkajian keperawatan
Pada pengkajian penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan
kasus. Pada etiologi disebutkan faktor predisposisi dari perilaku kekerasan
meliputi faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural. Berdasarkan hasil
pengkajian pada Pasien ditemukan faktor predisposisinya adalah psikologis
dan faktor presipitasi.
2. Analisa data dan Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pada kedua pasien berbeda. Pada Pasien
ditemukan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan sebagai masalah utama,
halusinasi sebagai penyebab, dan harga diri rendah sebagai akibat. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara teori dan kasus yang ditemukan,
karena pada teori dikatakan bahwa biasanya diagnosa yang muncul adalah
harga diri rendah sebagai penyebab, perilaku kekerasan sabagi core problem
dan halusinasi sebagai akibat
3. Intervensi keperawatan
Pada perencanaan berdasarkan core problem pada teori adalah perilaku
kekerasan, sedangkan pada kasus core problem yg ditemukan adalah perilaku
kekerasan. Jadi dapat disimpulkan tidak ada perbedaan yang muncul antara
teori dan kasus yang ditemukan pada kedua pasien.
4. Implementasi keperawatan
Tahap ini tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan yang telah
penulis susun pada asuhan keperawatan terlampir dan teori. Pelaksanaan
keperawatan yang dilakukan pada pasien pelaksanaan keperawatan yang
dilakukan adalah pada diagnosa perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri
rendah. Pada tahap pelaksanaan ini penulis menemukan hambatan berupa tidak
terlaksananya strategi pelaksanaan kepada keluarga karena tidak adanya
kunjungan keluarga selama Pasien dirawat di ruang Berigin RSJ Provinsi
6
Kalimantan Barat. Penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori
dan kasus yang ditemukan.
5. Evaluasi keperawatan
Pada tahap evaluasi ini semua tujuan telah tercapai, Pasien sudah mampu
mengontrol perilaku kekerasan nya dengan latihan yang telah diajarkan dan
yang dilakukan sesuai dengan strategi 4 strategi pelaksanaan pada pasien
dengan perilaku kekerasan.
B. Saran
1. Bagi penulis Menambah wawasan dan pengalaman penulis dalam melakukan
asuhan keperawatan jiwa dan atau agar dalam pemberian asuhan keperawatan
pada pasien jiwa secara optimal sesuai SOAP yang telah ada.
2. Rumah sakit Diharapkan pada rumah sakit khususnya perawat ruangan agar
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa
lebih bersungguh-sungguh sesuai dengan SOAP yang telah ada sehingga
hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
3. Akademik/Institusi Pendidikan Untuk institusi pendidikan diharapkan supaya
melengkapi perpustakaan tentang buku-buku keperawatan yang terbaru
khususnya buku tentang keperawatan jiwa.
4. Pembuat studi kasus berikutnya Dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam
membuat studi kasus selanjutnya yang berkaitan dengan perilaku kekerasan.
6
DAFTAR PUSTAKA
4
Videbeck, SJ. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC. Yundari.2018.
“Faktor- faktor Yang Berhubungan Dengan Peran Keluarga Sebagai Caregiver
Pasien Skizofrenia”. Jurnal of Borneo Holistic Health, Volume 1 No.1 Juni
2018 hal 27-42
http://jurnal.borneo.ac.id/index.php/borticalth/article/download/377/2