Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.R


DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI AUDIOTORIK
DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA PARANOID

DOSEN PEMBIMBING :
Yuliati Amperaningsih, SKM.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

Ika Wadif Azizah Sholeh 2014401062


Vunky Yessy Jesica 2014401096
Olsa Maharani 2014401101
Tiara puspita 2014401094
Repka pirmanda sr 2014401081
Roby Diansyah 2014401088
Elita Yuri 201440100
Ketut Sutrisnawati 2014401064
Widia Fatmawati 2014401098
Riska Oktaviani 2014401085
Fifi nanda sari 2014401059
Hikmatin nuzuliah 2014401061
Olin luskinanti 2014401074
Resti oktavia 2014401082

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


PRODI D III KEPERAWATAN TANJUNG KARANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI AUDITORIK” dan tak lupa
ucapan terima kasih sebesar- besarnya kepada teman-teman kami terlebih kepada dosen
pengajar kami Ibu Yuliati Amperaningsih,SKP.,M.Kes
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bandar Lampung, 17Mei 2022

Penulis
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. R


DENGAN MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI :
HALUSINASI AUDITORIK DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA
PARANOID
DI RUANG NURI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG
TAHUN 2022

Diseminarkan dihadapan peserta seminar tanggal 19mei 2022 dan dinyatakan


telah memenuhi syarat

Diketahui Oleh:

Pembimbing/CI Dosen Pembimbing

Muhamad iqbal, YuliatiAmperaningsih,SKP.M.Kes

Diketahui Oleh
Ka.Prodi D-lll Keperawatan Tanjung Karang

Ns.Musiana.,S.Kp.,M.Kes
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................2
LEMBARPENGESAHAN.......................................................................................3
DAFTARISI..............................................................................................................4
BABI PENDAHULUAN...........................................................................................5
A. LATARBELAKANG..............................................................................5
B. TUJUAN..................................................................................................6

BAB IITINJAUAN PUSAKA...................................................................................7


A. Konsep dasarskizoprenia
1. Pengertianskizoprenia......................................................................9
2. Penyebabskizoprenia........................................................................9
3. Pembagianskizoprenia...................................................................10
B. Konsep dasar skizopreniaparanoid

1. pengertianskizopreniaparanoid.........................................................10
2. Etiologiskizoprenia paranoid............................................................11
3. Tanda dan gejala skizoprenia paranoid.............................................11
C. Konsep halusinasi
1. pengertian..........................................................................................14
2. tahapan...............................................................................................14
3. rentangrespon.....................................................................................14
4. prosesterjadinyamasalah....................................................................16
D. Analisadata............................................................................................23
E. Pohonmasalah........................................................................................23
F. Diagnosis................................................................................................23
G. Rencanakeperawatan..............................................................................23

BAB III TINJAUAN KASUS


I. Alasanmasuk..........................................................................................33
II. Riwayatkeseharan..................................................................................................33
III.Riwayat penyakitmasalalu......................................................................................34
IV Riwayatpenyakit keluaraga.....................................................................................34
V. Presepsikesehatan...................................................................................35
VI. Pemeriksaanfisik....................................................................................35
VII.Resikojatuh...........................................................................................................35
VIII. Psikososial........................................................................................38
IX . Sumberkoping.......................................................................................................44
X.Persiapanpulang......................................................................................................44
XI.Pemeriksaan data penunjang.................................................................................44
a. Aspekmedis.................................................................................40
b. Pemeriksaanpenunjang..............................................................41
c. Datafokus....................................................................................41
d. Analisadata.................................................................................42
e. Pohonmasalah............................................................................44
f. Dokumentasikeperawatan.........................................................44

BABIV PENUTUP.....................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................55
A. LATAR BAB I PENDAHULUAN
BELAKANG

Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa tidak hanya terbatas
dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang.
Kesehatan jiwa adalah hal yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang,
memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan
dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan (Yosep, 2009).
Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang di dasarkan pada ilmu
perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan proses
psiko-sosial dan maladaftif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan
untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan
jiwa individu, keluarga, dan masyarakat (Purwanto,2015).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, prevalensi
skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga. Artinya, dari
1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga
(ART) pengidap skizofrenia/psikosis. Di Lampung menurut Riskesdas 2018
menunjukkan prevalensi skizofrenia sebanyak 6,0 per 1000 rumah tangga, artinya dari
1000 rumah tangga ada 6 rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang
mengidap skizofrenia ataupsikosis.
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Menurut Nanci Andreasen
(2008) dalam Broken Brain, The Biological Revolution in Psychiatry, bahwa bukti-bukti
terkini tentang serangan skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali
faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia
otak, dan faktor genetik.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan mental berat yang melibatkan proses pikir,
emosi, dan tingkah laku yang ditandai dengan gangguan pikiran.Terdapat lima tipe
skizofrenia dianataranya tipe paranoid, tipe katatonik, tipe hebefrenik (disorganized), tipe
tak terinci (undifferentiated), tipe residual. Sebanyak 50% penderita skizofrenia tidak
memperoleh terapi pengobatan yang sesuai (WHO, 2011).
Skizofrenia hebefrenik adalah sindrom heterogen yang ditandai dengan pola fikir yang
tidak teratur. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan
dan adanya depersenalisasi dan sering terdapat, waham, halusinasi serta menarik diri.
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara
wajar dan hidup dalam khayalan sendiri.
Menurut Maramis (2009), seseorang yang terdiagnosa skizofrenia hebefrenik atau yang
biasa disebut tak terorganisir memiliki gejala tingkah laku kacau, pembicaraan kacau,
afek datar, serta adanya disorganisasi tingkah laku. Hal ini tentu saja akan
menghancurkan kondisi penderita baik fisik juga psikologis.
Upaya optimalisasi penatalaksanaan klien dengan skizofrenia dalam menangani
gangguan menarik diri (isolasi sosial) dirumah sakit antara lain melakukan penerapan
standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok dan melatih keluarga untuk
merawat pasien dengan isolasi sosial. Standar Asuhan Keperawatan mencakup penerapan
strategi pelaksanaan isolasi sosial. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup
kegiatan mengenal isolasi sosial, mengajarkan pasien untuk dapat berinteraksi dan
bersosialisasi dengan orang lain atau keluarga (Keliat dkk, 2010). Kasus skizofrenia
hebefrenik merupakan salah satu jenis skizofrenia yang cukup langka. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Siti dan Dyah (2016) menyebutkan bahwa prevalensi
psikosis tertinggi di Aceh dan Yogyakarta masing-masing 2,7% sedangkan terendah di
Kalimantan barat sebesar 0,7%. Ditinjau dari diagnosa atau jenis skizofrenia, jenis
skizofrenia paranoid sebanyak 40,8% kemudian diikuti dengan skizofrenia residual
sebanyak 39,4%, skizofrenia hebefrenik
sebanyak 12%, skizofrenia katatonik sebanyak 3,5%, skizofrenia tak terenci sebanyak
2,1%, skizofrenia lainnya 1,4% dan yang paling sedikit adalah skizofrenia simpleks
sebanyak 0,7%. Di ruang melati RSJD Lampung terdapat pasien dengan kasus
skizofrenia hebefrenik, pasien sudah pernah dirawat di Rumah sakit jiwa salah satu di
Jawa dinyatakan membaik dan pulang dirawat oleh keluarganya namun kondisi pasien
kembali menurun setelah berhenti minum obat. Oleh karenanya mahasiswa tertarik untuk
mendiskusikan tentang kasus tersebut dengan masalah keperawatan isolasi sosial dan
diagnosa medis skizofrenia hebefrenik.

B. TujuanPenulisan
1. TujuanUmum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn A .Dengan Masalah
Utama Resiko perilaku kekerasan Di Ruang Nuri RSJ Daerah Provinsi
Lampung.

2. TujuanKhusus
a. Melakukan Pengkajian Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.A
Dengan Masalah Utama Resiko perilaku kekerasan Di Ruang
Nuri RSJ Daerah ProvinsiLampung.
b. Menetapkan Diagnosis Keperawatan Jiwa Pada Tn. A Dengan
Masalah Utama Resiko Prilaku Kekerasan Di Ruang Nuri RSJ
Daerah ProvinsiLampung.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep DasarSkizofrenia
1. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik
dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).
2. Penyebab
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %,
bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis,
1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini
tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada
penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih
dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan SarafPusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek
otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan
postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Adolf Meyer:
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu
reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama
kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori SigmundFreud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik
ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas
untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
g. EugenBleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala
sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang
lain).
h. Teorilain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam
sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit
badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa
faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan
manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress
psikologis,
biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu
penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218).
3. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara
lain :

a. SkizofreniaSimplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b. SkizofreniaHebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham
dan halusinaasi banyak sekali.
c. SkizofreniaKatatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. SkizofreniaParanoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham- waham sekunder
dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir,
gangguan afek emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofreniaakut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia
luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang
khusus baginya.
f. SkizofreniaResidual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-
gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia SkizoAfektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal
depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk
menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
B. Konsep Dasar SkizofreniaParanoid
1. Pengertian
Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia dengan kekhasan pada munculnya gejala
positif, seperti waham (keyakinan pada sesuatu yang tidak nyata) dan halusinasi. Meski
bisa diderita oleh siapa pun, kondisi ini lebih sering dialami oleh orang yang berusia 18–
30 tahun. Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering terjadi.
Umumnya, penderita skizofrenia paranoid akan mengalami kecurigaan atau ketakutan
terhadap sesuatu yang tidak nyata. Merasa seperti diperintah, dikejar, atau dikendalikan
oleh orang lain, serta halusinasi pendengaran merupakan gejala yang sering dialami
penderitanya. Hal ini selanjutnya memengaruhi caranya dalam berpikir dan berperilaku.
Skizofrenia paranoid merupakan penyakit yang diderita seumur hidup. Namun, dengan
bantuan dokter dan perawatan rutin, gejala skizofrenia paranoid dapat diredakan dan
penderitanya dapat beradaptasi dengan kondisi yangdimilikinya.
2. Etiologi
Etiologi Skizofrenia Paranoid pada umumnya sama seperti etiologi skizofrenia lainnya.
Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan:
a.F FaktorPredisposisi
1) FaktorGenetis
2) FaktorNeurologis
3) Psikologis
b.F aktorPrespitasi
1) Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di sarafterganggu.
3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap
dan perilaku.
3. Tanda danGejala
Gejala utama bagi pengidap skizofrenia paranoid, yaitu:
 Delusi paranoid yang rutin danstabil.
 Merasa dirinya lebih hebat dari kenyataan.
 Halusinasisuara.
 Rasa cemas, curiga dan sukamenyendiri.
 Mengalami perasaan cemburu tidak realistis.
 Mempunyai gangguanpersepsi.
Pengidap skizofrenia paranoid juga mempunyai gejala ringan selain dari gejala utama
yang timbul, antara lain:
 Terobsesi dengan keadaan sekarat atau kekerasan.
 Suasana hati yang tidak stabil.
 Berubah pola tidur danmakan.
 Meningkatnya konsumsi minuman keras atauobat-obatan.
 Mengucapkan salam perpisahan yang tidakbiasa.
 Membagikan barang pribadi pada orangterdekat.
C. KONSEP DASAR GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI
1) Pengertian

a. Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang


disertai dengan respon yang berkurang,berlebihan atau terdistrorsi. (SDKI,2016)
b. Menurut Fontaine, (2009 dalam Satrio, dkk, 2015) halusinasi adalah terjadinya
penglihatan, suara, sentuhan, bau maupun rasa tanpa stimulus eksternal terhadap
organ-organ indera.
c. Sedangkan menurut Towsend (2009 dalam Satrio, dkk, 2015), Halusinasi
merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat
stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi merupakan persepsi sensori
yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari kelima panca indera. Hal mi
menunjukkann bahwa halusinasi dapat bermacam-macam yang meliputi
halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
d. Menurut Stuart (2009 dalam Satrio, dkk, 2015), halusinasi adalah distorsi
persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologis yang maladaptif, klien
mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponnya, namun dalam halusinasi
stimulus internal dan eksternal tidak dapat diidentifikasi.
e. Sedangkan NANDA-I (2009-2011 dalam Satrio, dkk, 2015) juga menyatakan
bahwa halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola stimulus yang
diterima disertai dengan penurunan berlebih distorsi atau kerusakan respon
beberapa stimulus.
2. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi Pendengaran
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada klien skizofrenia.
Papolos & Papolos (2002, dalam Fontaine, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015) menyatakan bahwa
halusinasi dan delusi mencapai 90% pada individu dengan skizofrenia dan halusinasi dengar
merupakan masalah utama yang paling sering dijumpai 70%. Diperkuat oleh Stuart dan
Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015) yang menyatakan bahwa klien skizofrenia 70%
mengalami halusinasi dengar. Senada dengan pernyataan diatas Stuart (2009 dalam Satrio,
dkk, 2015) yang juga menyatakan bahwa halusinasi yang paling sering diakitkan dengan
skizofrenia, sekitar 70% klien skizofrenia mengalami halusinasi dengar. Pernyataan diatas
menunjukkan bahwa persentase halusinasi dengar merupakan persentase terbesar yang
ditemukan pada klien skizofrenia dibandingkan dengan halusinasi lainnya. Menurut Copel
(2007), halusinasi pendengaran paling sering terjadi pada skizofrenia, ketika klien mendengar
suara-suara, suara tersebut dianggap terpisah dari pikiran klien sendiri. Isi suara-suara
tersebut mengancam dan menghina, sering kali suara tersebut memerintah klien untuk
melakukan tindakan yang akan melukai klien atau orang lain.

Menurut Stuart (2009 dalam Satrio, dkk, 2015), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala
dapat dikarakteristik mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara, rentang
suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut membicarakan tentang pasien,
samapi percakapan yang komplet antara dua orang atau lebih seperti orang yang
berhalusinasi. Suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu pasien untuk
melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai.Cancro dan
Lehman (2000, dalam Videbeck, 2008) menyebutkan bahwa paling sering suara yang
didengar adalah suara orang berbicara pada klien atau membicarakan klien. Suara dapat satu
ataupun banyak dan dapat berupa suara yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Sedangkan
Sauosa (2007) menyebutkan bahwa halusinasi yang didengar dapat berbentuk suara
perempuan (49,87%) dan laki-laki (50,13%). Dan reaksi klien ketika mendengar suara
tersebut, 48,32% adalah marah dan halusinasi yang didengar berasal dan kedua telinga (91,
47%).

Sementara itu hasil penelitian Nayani dan David (1996, dalam Birchwood, 2009 dalam
Satrio, dkk, 2015) menunujukkan bahwa isi halusinasi pendengaran 84% berupa perintah
untuk melakukan sesuatu, 77% mengkritik individu, 70% menghina klien. 66% mengancam,
61% membicarakan tentang orang lain, 53% mendebat klien, 48% menyenangkan klien, 41%
menanyakan sesuatu dan 40% menertawakan klien.

Halusinasi dengar harus menjadi fokus perhatian kita bersama karena halusinasi dengar
apabila tidak ditangani secara baik dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan din klien
sendiri, oranglain dan juga lingkungan sekitan. Hal mi dikarenakan halusinasi dengar klien
sering berisikan perintah untuk melukai dirinya sendiri maupun oranglain (Rogers dkk, 1990
dalam Birchwood, 2009). Dan secara klinik dan evidence base, halusinasi dengar tersebut
telah terbukti dapat menyebabkan distress pada individu (Garety & Hemsley. 1987 dalam
Birchwood, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

Senada dengan itu, Wong (2008) juga menyebutkan bahwa lebih dan 75% klien halusinasi
dengar mengalami distress yang sangat tinggi akibat halusinasi yang didengannya

Nayani dan David (1996 dalam Birchwood, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015) juga menyebutkan
bahwa klien halusinasi mengalrni distress oleh karena halusinasi yang didengarnya, karena
frekuensi halusinasi muncul sedikitnya 5 kali dalam sehari dan dengan durasi lebih dan 3 jam
perhari. Birchwood (2009) juga menyebutkan bahwa distress juga dapat disebabkan karena
kekerasan dan suara-suara yang didengar, isi dan halusinasi dan juga kepercayaan klien
terhadap isi halusinasi. Dan hal tersebut sering menyebabkan ketakutan/kecemasan bahkan
depresi pada klien skizofrenia. Dan 40% klien skizofrenia mengalami depresi akibat
halusinasi dengar yang dialaminya.

Penelitian Wong (2008) tentang karakteristik halusinasi dengar pada klien psikotik
didapatkan hasil bahwa frekuensi terjadinya halusinasi terjadi dalam beberapa kali dalam
setiap jam (27%), 18% klien melaporkan satu kali dalam setiap jam, 41% terjadi setiap han
dan 14% terjadi setiap rninggu. Dan durasi halusinasi dengar tersebut terjadi lebih kurang 10
menit (63%), 27% melaporkan bahwa durasi terjadinya halusinasi adalah kurang dan satu jam
dan 9% melaporkan bahwa halusinasi terjadi sepanjang han. Dan berdasarkan keyakinan
klien terhadap halusinasi yang didengarnya didapat hasil bahwa klien percaya bahwa
halusinasi tersebut merupakan suatu hal yang buruk, suatu hal yang baik, peperangan
emosional dan resistensi emosional. Keyakinan bahwa halusinasi merupakan suatu hal buruk
berhubungan dengan keyakinan klien bahwa halusinasi merupakan suatu hal yang maha kuat.

b. Halusinasi Penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma atau bau tertentu
seperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak
sedap (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck, 2008). Pendapat yang sama juga
dikemukan oleh Stuart (2009 dalam Satrio, dkk, 2015) pada halusinasi penciuman, klien
dapat mencium bau busuk, jorok, dan bau tengik seperti darah, urin, atau tinja, kadang-
kadang bau bisa menyenangkan, halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang, dan demensia.

c. Halusinasi Penglihatan
Sedangkan pada klien halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat bayangan yang
sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau
mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck,
2008). Isi halusinasi penglihatan klien adalah klien melihat cahaya, bentuk geometris, kartun
atau campuran antara gambaram bayangan yang kompleks, Dan bayangan tersebut dapat
menyenangkan klien atau juga sebaliknya mengerikan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009
dalam Satrio, dkk, 2015).

d. Halusinasi Pengecapan
Sementara itu pada halusinasi pengecapan, isi halusinasi berupa klien mengecap rasa yang
tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa
tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa tertentu. Atau berupa
rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine atau feces (Stuart & Laraia., 2005; Stuart,
2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

e. Halusinasi Perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke
seluruh tubub atau binatang kecil yang merayap di kulit (Cancro & Lehman, 2000 dalam
Videbeck, 2008). Klien juga dapat mengalami nyeri atau tidak nyaman tanpa adanya stimulus
yang nyata, seperti sensasi listrik dan bumi, benda mati ataupun dan oranglain (Stuart &
Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

f. Halusinasi Chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klein akan merasa fungsi tubuh seperti darah berdenyut melalui vena
dan arteri, mencerna makanan, atau bentuk urin (Videbeck, 2008; Stuart, 2009 dalam Satrio,
dkk, 2015).

g. Halusinasi Kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh, gerakan tubuh
yang tidak lazim seperti meayang di atas tanah.Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak
(Videbeck, 2008; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

3. Fase Halusinasi
a. Comforting (Halusinasi menyenangkan, Cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas, kesepian, rasa
bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan. Seseorang mengenal bahwa pikiran dan pengalaman sensori
berada dalam kesadaran control jika kecemasan tersebut bisa dikelola.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
2) Menggerakan bibir tanpa membuat suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat seperti asyik
5) Diam dan tampak asyik

b. Comdemning (Halusinasi menjijikan, Cemas sedang)


Penngalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang berhalusinasi mulai merasa
kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri, serta merasa malu dengan adanya
pengalaman sensori tersebut dan menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang
menunjukan kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan
dan tekanan darah.
2) Rentang perhatian menjadi sempit
3) Asyik dengan penngalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan realitas.

c. Controlling (Pengalaman sensori berkuasa, Cemas berat)


Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan pengalaman halusinasinya.Isi
halusinasi bisa menjadi menarik/meimkat.Seseorang mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh
klien tetapi mungkin akan diikitu/dituruti
2) Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
4) Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, tidak mampu
mengikuti perintah.

d. Conquering (Melebur dalam pengaruh halusinasi, Panic)


Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari halusinasi.
Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam atau sehari bila tidak ada intervensi
terapeutik.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Perilakku klien tampak seperti dihantui terror dan panic
2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukan isi dari halusinasi
misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia
4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks
5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang
4. Rentang Respon Neurobiologis

Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaftif Respon Maladaftif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses pikir 1. Gangguan proses


terganggu pikir (waham)
2. Persepsi akurat
2. Ilusi 2. Halusinasi
3. Emosi konsisten
dengan 3. Emosi 3. RPK
pengalaman
4. Perilaku tidak biasa 4. Perilaku tidak
4. Perilaku sesuai terorganisir
5. Menarik diri
(Stuart 2009 dalam Satrio, dkk, 2015)
5. Hubungan sosial 5. Isolasi sosial
harmonis
B. TANDA & GEJALA HALUSINASI MENURUT SDKI (2016)
1. Mayor
 Subjektif : mengungkapkan isi waham
 Objektif : menujukan perilaku sesuai isi waham, isi fikir tidak
sesuai realitas, isi pembicaraan sulit dimengerti
2. Minor
 Subjektif : merasa sulit berkonsentrasi, merasa khawatir
 Objektif : curiga berlebihan, waspada berlebihan,
bicara berlebihan, sikap menangtang dan permusuhan,
wajah tegang, pola tidur berubah, tidak mampu
mengambil keputusan, Flight of idea, produktifitas kerja
menurun, tidak mampu merawat diri, menarik diri

C. PROSES TERJADINYA MASALAH


Halusinasi sering secara umum ditemukan pada klien skizofrenia. Proses terjadinya
halusinasi pada klien skizofrenia dapat dijelaskan berdasarkan Model Adaptasi Stuart dan
Laraia (2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015) yaitu faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian stressor, sumber koping dan juga mekanisme koping.
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015), faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia meliputi faktor biologi,
psikologi dan juga sosialkultural.
a. Faktor Biologi
Menurut Videbeck (2008), faktor biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia
adalah faktor genetik, neuroanatomi, neurokimia serta imunovirologi.
1) Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang mempredisposisiskan
individu mengalami skizofrenia (Copel, 2007). Sedangkan Buchanan dan Carpenter (2000,
dalam Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015) menyebutkan bahwa
krornosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6. Sedangkan
kromosom lain yang juga berperan adalah kromosoni 4, 8, 15 dan 22, Craddock et al (2006
dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015). Penelitian lain juga menemukan gen GAD 1
yang bertanggung jawab memproduksi GABA, dimana pada klien skizofrenia tidak dapat
meningkat secara normal sesuai perkembangan pada daerah frontal, dimana bagaian ini
berfungsi dalam proses berfikir dan pengambilan keputusan Hung et al, (2007 dalam Stuart,
2009 dalam Satrio, dkk, 2015) Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian
anak kembar yang menunjukkan anak kembar identik beresiko mengalami skizofrenia
sebesar 50%, sedangkan pada kembar non identik/fraternal berisiko 15% mengalami
skizofrenia, angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orangtua biologis menderita
skizofrenia (Cancro&Lehman, 2000; Videbeck, 2008; Stuart, 2009) Semua penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor genetik hanya sebagian kecil penyebab terjadinya skizofrenia dan
ternyata masih ada faktor lain yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya
skizofrenia.

2) Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan neurokimia di otak klien
skizofrenia hidup dan postmortem, penelitian menunjukkan bahwa kortek prefrontal dan
system limbik tidak sepenuhnya berkembang pada di otak klien dengan skizofenia.
Penurunan volume otak mencerminkan penurunan baik materi putih dan materi abu-abu pada
neuron akson (Kuroki et al, 2006; Higgins, 2007 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015). Hasil pemeriksaan Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI), memperlihatkan penurunan volume otak pada individu dengan skizofrenia, temuan ini
memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan jaringan otak dan atropi.
Pemeriksaaan Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan.
Penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal selama tugas perkembangan kognitif pada
individu dengan skizofrenia.. Penelitian lain juga menunjukkan terjadinya penurunan volume
otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis dan frontal (Videbeck, 2008).
Perubahan pada kedua lobus tersebut belum diketahui secara pasti penyebabnya.

Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan frontalis berkorelasi dengan
terjadinya tanda-tanda positif dan negatif dan skizofrenia. Copel (2007) menyebutkan bahwa
tanda-tanda positif skizofrenia seperti psikosis disebabkan karena fungsi otak yang abnormal
pada lobus temporalis. Sedangkan tanda-tanda negatif seperti tidak memiliki kemauan atau
motivasi dan anhedonia disebabkan oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.

Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (2007 dalam Townsend, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015) yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis adalah aktivasi motorik,
intelektual, perencanaan konseptual, aspek kepribadian, aspek produksi bahasa. Sehingga
apabila terjadi gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas
motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan juga emosi yang tidak stabil.
Sedangkan fungsi utama dan lobus temporalis adalah pengaturan bahasa, ingatan dan juga
emosi. Sehingga gangguan yang terjadi pada korteks temporalis dan nukleus-nukeus limbik
yang berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.

3) Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotesis disregulasi pada skizofrenia,
gangguan terus menerus dalam satu atau lebih neurotransmitter atau neuromodulator
mekanisme pengaturan homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak
menentu. Teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif terhadap dopamine,
sedangkan apa area prefrontal mengalami hipoaktif sehingga terjadi ketidakseimbangan
antara system neuritransmiter dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart, 2009 dalam
Satrio, dkk, 2015). Pernyataan ini memberi arti bahwa neurotransmiter mempunyai peranan
yang penting menyebabkan terjadinya skizofrenia.

Beberapa referensi menunjukkan bahwa neurotransmiter yang berperan menyebabkan


skizofrenia adalah dopamin dan serotonin. Satu teori yang terkenal memperlihatkan dopamin
sebagai faktor penyebab, ini dibuktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor dopamin
pascasinaptik mengurangi gejala psikotik dan pada kenyataannya semakin efektif obat
tersebut dalam mengurangi gejala skizofrenia. Sedangkan serotonin berperan sebagai
modulasi dopamine, yang membantu mengontrol kelebihan dopamin, beberapa peneliti yakin
bahwa kelebihan serotonin itu sendiri berperan dalam perkembangan skizofrenia, ini
dibuktikan dengan penggunaan obat antipsikotik atipikal seperti klozapin (clozaril) yang
merupakan antagonis dopamin dan serotonin. Penelitian menunjukkan bahwa klozapin dapat
menghasilkan penurunan gejala psikotik secara dramatis dan mengurangi tanda-tanda negatif
skizofrenia (O’Connor, 1998; Marder, 2000 dalam Videbeck, 2008).

Adanya overload reuptake neurotransmiter dopamin dan serotonin mengakibatkan kerusakan


komunikasi antar sel otak, sehingga jalur penerima dan pengiriman informasi di otak
terganggu. Keadaan inilah yang mengakibatkan informasi tidak dapat diproses sehingga
terjadi kerusakan dalam persepsi yang berkembang menjadi halusinasi dan kesalahan dalam
membuat kesimpulan yang berkembang menjadi delusi.

4) Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah berlangsung (Torrey et al,
2007; Dalman et al, 2008 dalam Satrio, dkk, 2015). Bukti campuran menunjukkan bahwa
paparan prenatal terhadap virus influenza, terutama selama trimester pertama, mungkin
menjadi salah satu faktor penyebab skizofrenia pada beberapa orang tetapi tidak pada orang
lain (Brown et al, 2004). Teori ini didukung oleh temuan riset yang memperlihatkan lebih
banyak orang dengan skizofrenia lahir di musim dingin atau awal musim semi dan di daerah
perkotaan (Van Os et al, 2004). Temuan ini menunjukkan musim potensial dan tempat lahir
dampak terhadap risiko untuk skizofrenia. Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat-
tempat keramaian dan musim dingin dan awal musim semi dan dapat terjadi in utero atau
pada anak usia dini pada beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2007; Veling et al,
2008 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

b. Faktor Psikologis
Selain faktor biologi diatas, faktor psikologis juga ikut berperan mengakibatkan terjadinya
skizofrenia. Menurut Townsend, (2009). awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada
hubungan dalam keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal
menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak, serta disfungsi system keluarga
sebagai penyebab skizofrenia. Dalam penelitian lain disebutkan beberapa anak dengan
skizofrenia menunjukkan kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan
sosial, fungsi neuromotor dan respon emosional jauh sebelum mereka menunjukkan gejala
yang jelas dari skizofrenia (Schiffman et al, 2004 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015). Hal diatas didukung oleh Sinaga, (2007) yang menyebutkan bahwa lingkungan
emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar pada perkembangan skizofrenia,
pada masa kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan
hubungan interpersonal yang kurang hangat diterima oleh anak sangat mempengaruhi
perkembangan neurologikal anak sehingga lebih rentan mengalami skizofrenia dikemudian
hari.

Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015) faktor psikologis yang dapat
mempengaruhi adalah tingkat inteligensi, kemampuan verbal, moral, kepribadian,
pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi. Selain itu faktor penyebab terjadinya
skizofrenia berdasarkan teori interpersonal berpendapat bahwa skizofrenia muncul akibat
hubungan disfungsional pada masa kehidupan awal dan masa remaja, skizofrenia terjadi
akibat ibu yang cemas berlebihan, terlalu protektif atau tidak perhatian secara emosional atau
ayah yang jauh dan suka mengontrol (Torrey, 1995 dalam Videbeck, 2008). Hal ini memberi
arti bahwa anak akan belajar pada orangtuanya yang mengalami skizofrenia dan akan
mempraktekkan apa yang dilihatnya setelah ia besar dalam setiap ia mengalami masalah.

c. Faktor Sosial Budaya


Faktor sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah adanya double
bind didalam keluarga dan konflik dalam keluarga. Torrey (1995, dalam Videbeck, 2008)
juga menyebutkan bahwa salah satu faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia adalah adanya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun dinamika keluarga.
Konflik tersebut apabila tidak diatasi dengan baik maka akan menyebabkan resiko terjadinya
skizofrenia
Berdasarkan Towsend (2005 dalam Satrio, dkk, 2015), faktor sosial kultural meliputi
disfungsi dalam keluarga, konflik keluarga. komunikasi doeble bind serta ketidakmampuan
seseorang untuk memenuhi tugas perkembangan. Hal ini didukung oleh Seaward (1997,
dalam Videbeck, 2008) menyebutkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh faktor interpersonal
yang meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang berlebihan atau menarik
diri dalam hubungan, dan kehilangan kontrol emosional. Pernyataan ini menunjukkan bahwa
faktor sosial budaya seperti pengalaman sosial dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
skizofrenia.
Selain itu Seaward (1997, dalam Videbeck, 2008) juga menyebutkari bahwa faktor budaya
dan sosial yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah karena tidak adanya
penghasilan, adanya kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal (tunawisma), kemiskinan dan
diskriminasi ras, golongan, usia maupun jenis kelamin. Dan diperkuat oleh Sinaga, (2007)
menyatakan bahwa stressor sosial juga mempengaruhi perkembangan skizofrenia,
diskriminasi pada komunitas minoritas mempunyai angka kejadian skizofrenia yang tinggi,
skizofrenia lebih banyak didapatkan pada masyarakat dilingkungan perkotaan disbanding
masyarakat pedesaan, individu dengan skizofrenia akan bergeser ke kelompok social
ekonomi rendah, bergantung dengan lingkungan sekitar, kehilangan pekerjaan dan berkurang
penghasilan. Stuart dan Laraia (2005) menyebutkan bahwa faktor sosial kultural yang dapat
mempengaruhi yaitu usia, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, pekerjaan. posisi sosial,
latar belakang budaya, nilai dan pengalaman sosial individu. Hal diatas memberikan
gambaran pada kita semua bahwa faktor sosial budaya seperti masalah kemiskinan,
pendidikan maupun pekerjaan juga dapat mempengaruhi kualitas kesehatan jiwa individu.
Dan oleh sebab itu perlu ditingkatkan kemampuan individu dalam beradaptasi menghadapi
situasi tersebut agar individu tidak jatuh pada skizofrenia.
Pemyataan diatas didukung oleh penelitian Tamer dkk (2002) yang menunjukkan bahwa
karakteristik responden skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah 216 orang berjenis
kelamin laki-laki (70%) dan berusia rata-rata 27 tahun. Hal berbeda dinyatakan oleh Sinaga,
(2007) yang menyatakan bahwa prevalensi skizofrenia sama antara laki-laki dan perempuan,
tetapi berbeda dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset skizofrenia
lebih awal dibandingkan pada wanita.
Penelitian Tamer dkk (1998) juga menunjukkan bahwa 76 responden skizofrenia tidak
mempunyai pekerjaan (90%). Pekerjaan sangat erat kaitannya dengan penghasilan dan status
ekonomi individu. Hal mi didukung oleh Sinaga (2007) yang menyatakan bahwa stres yang
dialami oleh anggota kelompok sosial ekonomi rendah berperan dalam perkembangan
skizofrenia.
Masalah keluarga dan pendidikan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia. Hal mi
ditunjukkan oleh penelitian Tarrier dkk (1998) yang menemukan bahwa skizofrenia
ditemukan pada 24 responden (33.33%) yang hidup sendiri dan 78 responden tidak
rnempunyai pendidikan ataupun keahlian (91%). Hal ini menunjukkan bahwa memang
kehidupan perkawinan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia jika terjadi akumulasi
masalah yang tidak dapat diselesaikan (Hawari, 2001 dalam Carolina, 2008). Begitu juga
pendidikan, pendidikan dapat menjadi sumber koping individu yang dapat membantu
individu dalam mengatasi stress (Stuart & Laraia, 2005).
Menurut Sinaga (2007), prevalensi terjadinya skizofrenia pada laki-laki pada usia 15 sampai
25 tahun, sedangkan pada wanita terjadi pada usia 25 sampai 35 tahun, sedangkan onset
terjadinya skizofrenia sebelum umur 10 tahun atau sesudah 50 tahun sangat jarang. Carolina
(2008) menyebutkan bahwa usia berhubungan dengan variasi stressor dalam hidup, sumber
dukungan dan sumber koping dalam mengatasi masalah.
2. Faktor Presipitasi
Pada kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam meregulasi sejumlah informasi.
Informasi normal diproses melalui aktivitas neuron. Stimulus visual dan auditory dideteksi
dan disaring oleh thalamus dan dikirim untuk diproses di lobus frontal. Sedangkan pada klien
skizofrenia terjadi mekanisme yang abnormal dalam memproses informasi (Perry, Geyer &
Braff, 1999 dalam Stuart & Laraia, 2005). Gejala pencetus yang menyebabkan hal tersebut
terjadi adalah faktor kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu (Stuart & Laraia,
2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balikdi otak yang mengatur jumlah
dan waktu dalam proses informasi. Stimuli penglihatan dan pendengaran pada awalnya di
saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
sampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus frontal
mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk
memperlambat transmisi ke lobus frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan
gangguan pada proses umpan balikdalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses
informasi overload (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Stessor presipiatsi yang lain adanya
abnormal pada pintu mekanisme pada klien skizofrenia, Pintu mekanisme adalah proses
elektrik yang melibatkan elektolit, hal ini memicu penghambatan saraf dan rangsang aksi dan
umpan balik yang terjadi pada system saraf. Penurunan pintu mekanisme/gating proses ini
ditunjukkan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli secara selektif (Hong
et al., 2007 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

3. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individu ketika menghadapi stressor yang
datang. Menurut Sinaga (2007), faktor biologis, psikososial dan lingkungan saling
benintegrasi satu sama lain pada saat individu mengalami stres sedangkan individu sendiri
memiliki kerentanan (diatesis), yang jika diaktiflan oleh pengaruh stres maka akan
menimbulkan gejala skizofrenia. Model diatesis stress diatas sama seperti Model Adaptasi
Stuart dan Laraia (2005). Berdasarkan Stuart dan Laraia. (2005). penilaian seseorang
terhadap stressor terdiri dan respon kogiitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Hal ini
memberikan arti bahwa apabila individu mengalami suatu stressor maka ia akan merespon
stressor maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan tampak melalui tanda dan gejala
yang muncul.

4. Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015), sumber koping merupakan hal
yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber
koping tersebut meliputi asset ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu
mengatasi masalah. Apabila individu mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan
mampu beradapatasi dan mengatasi stressor yang ada.

Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan individu ketika mengalami
stress. Hal tersebut sesuai dengan Videbeck (2008) yang menyatakan bahwa keluarga
memang merupakan salah satu sumber pendukung yang utama dalam penyembuhan klien
skizofrenia. Psikosis atau Skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan
yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian pasca
psikotik terdiri dari empat fase: (1) disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian
wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4) bergerak
terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian
dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller, 2006, dalam Stuart, 2009):
a. Efikasi/Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala
dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan
waktu 6 sampai 12 bulan.
b. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan
pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini
memakan waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada keberhasilan
pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c. Setelah mencapai pengenalan diri/insight, proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan
reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan
dengan sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-
hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2
tahun. sumber daya Keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap
penyakit, keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan
untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi
jalannya penyesuaian postpsychotic.

5. Mekanisnie Koping
Pada klien skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan pengalaman yang
disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan regresi untuk mengatasi kecemasan
yang dialaminya, melakukan proyeksi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan
menarik diri yang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan
terhadap pengalarnan internal (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).

D. POHON MASALAH

Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain,


Dan Lingkungan

Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi


Isolasi Sosial: Menarik Sosial

Gangguan Konsep Diri: Harga


Diri Rendah

Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2010 dalam Satrio, dkk,
2015)
BAB III

TINJAUANKASUS
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA

PENGKAJIAN Nama : Tn. R


KEPERAWATAN AWAL TL/Umur : 24 Tahun
PASIEN RAWAT INAP Penanggung Jawab : Tn. R
PSIKIATRI (tuliskan hub dengan :Ayah Kandung
pasien)
Pendidikan : SD
( Dilengkapi dengan 24 jam Pekerjaan : Tidak bekerja
pertama pasien masuk ruang Agama : Islam
rawat)

Tanggal Masuk RS : 25 April2022 Jam:22.15WIB Ruang Rawat : Nuri


Tanggal pengkajian: 09 Mei 2022 Suku : Lampung

I. ALASAN KE RUMAHSAKIT
Keluhan Utama : gelisah
Alasan masuk rumah sakit : klien datang diantar oleh keluarganya kurang lebih 4 hari selama
dirumah klien bercakap cakap sendiri,senyum-senyum sendiri serta bertriak-teriak dengan
mata melotot

II. RIWAYATKESEHATAN
1. Pernahdirawat? : Ya
Jelaskan : Klien pernah dirawat di RSJpada tanggal 28 November 2009

2. Penyakit yangpernahdialami : tidakada


3. RiwayatOperasi : tidakada
4. Riwayatalergi : Ya
Jelaskan : Klien mengatakan alergi terhadap udang dan tongkol, setelah makan
udang dan ikan togkol badannya gatal-gatal
5. Riwayat penggunaan/ketergantungan terhadap zat (waktu, jenis, frekuensi, jumlah
dan lama penggunaan) □ Obat-obatan ѵRokok □NAPZA □
Lainnya, Sebutkan:

Jelaskan: Kliem ketergantungan rokok


III. RIWAYAT PENYAKIT MASALALU
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu? :Ya
2. Pengobatan sebelumnya : kurang berhasil
3. Riwayat
AniayaFisik : tidakpernah
Aniayaseksual : tidakpernah
Penolakan : tidakpernah
Kekerasandalamkeluarga: tidak pernah
Tindakankriminal : tidak pernah
Jelaskan: Pengobatan sebelumnya kurang berasil , karena klien saat diberikan obat
tidak diminum secara rutin
Masalah keperawatan :Kurang pengetahuan
4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:ada
Jelaskan : Klien mengatakan mempunyai masalalu yang tidak menyenangkan
karena sulit diatur oleh keluarganya dan kehilangan teman serta merasa tidak
disenangi oleh masyarakat.
Masalah keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan

IV. RIWAYAT PENYAKITKELUARGA


Apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : Tidak
Genogram Laki – laki

Perempuan

Meninggal

→ Klien

-----Tinggal dalam
saturumah

II bercerai
Keterangan Genogram
Hubungan komunikasi klien dengan keluarga baik-baik
saja,pola
V. asuh terbilang
PERSEPSI demikratif,pengambilan keputusan
KESEHATAN
diambil oleh bapaknya
Klien mengatakan ingin penyakit yang dideritanya sembuh dan klien mengatakan kurang
Masalah keperawatan
memahami penyakit yang: sedang
tidak ada
dialami
Masalah keperawatan : defisit pengetahuan

VI. PEMERIKSAANFISIK
1. Keluhan fisik : tidak ada.
TD : 110/70 mmhg Nadi: 85x/m RR : 20 x/m Suhu :36,5o C

2. Penilaian Nyeri
Keluhan nyeri: pasien tidak mengeluh nyeri

 NyeriKronis : -, Lokasi :-, Kualitas : -, Frekuensi : -, Durasi:-


 NyeriAkut : -, Lokasi :-, Kualitas : -, Frekuensi : -, Durasi: -
 NyeriHilang:Minum Obat  Istirahat  Mendengar Musik  Berubah
Posisi Tidur Lainnya,
(Lingkari skala sesuai dengan parameter penilaian)

Sumber: wong bakerpainratingscale


3. Skrining Status Nutrisi (berdasarkan malnutrition screening tool/MST)
Beratbadan:48KgTinggi badan : 162cm
Sudah dilaporkan ke Tim Terapi Gizi:iya
(Lingkari skor sesuai dengan parameter penilaian. Total skor adalah jumlah skor
yang dilingkari)

No Parameter Skor Ket


Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yangtidak
1.
diinginkan dalam 6 bulan terakhir?
a. Tidak penurunan berat badan 0
b. Tidak yakin / tidak tahu / terasa baju lebih 
2
longgar
c. Jika ya, berapa penurunan berat badan
tersebut
1-5 kg 1
6-10 kg 2
11-15 kg 3
>15 kg 4
Tidak yakin penurunannya 2
Apakah asupan makan berkurang karena berkurangnya nafsu
2.
makan?
a.Tidak 0 
b. Ya 1
TOTAL SKOR 0
3.Pasien dengan diagnosa khusus :□tidak □Ya
□DM □Ginjal □Hati □Jantung □Paru □Stroke
□Kangker □PenurunanImunitas □Geriatri □ Lain-lain:
Bila skor ≥ 2 dan atau pasien dengan diagnosis / kondisi khusus dilakukan pengkajian
lanjut oleh Tim Terapi Gizi : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada
4. Penilaian Fungsional (berdasarkan status fungsional barthel ADLIndeks)
ѴMandiri□PerluBantuan,

No FUNGSI PENILAIAN SKOR


1 Mengendalikan Tak terkendali/ tak teratur (perlu 0
rangsang pencahar)
pembuangan tinja Kadang-kadang tak terkendali 1
(1xseminggu)
Terkendali teratur 2 

2 Mengendalikan Tak terkendali atau pakai kateter 0


rangsang berkemih Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1
1x /24 jam)
Mandiri 2 
3 Membersihkan diri Butuh pertolongan orang lain 0
(seka muka, sisir Mandiri 1 
rambut, sikatgigi)
4 Penggunaan Tergantung pertolongan orang lain 0
jamban, masuk dan Perlu pertolongan pada beberapa 1
keluar (melepaskan, kegiatan tetapi dapat mengerjakan
memakai celana, sendiri beberapa kegiatan yang lain
membersihkan, Mandiri 2 
menyiram)
5 Makan Tidak mampu 0
Perlu ditolong memotong makanan 1
Mandiri 2 
6 Berubah sikap dari Tidak mampu 0
berbaring keduduk Perlu banyak bantuan untuk bias 1
duduk (2 orang)
Bantuan minimal 1 orang 2
Mandiri 3 
7 Berpindah/berjalan Tidak mampu 0
Bisa (pindah) dengan kursi roda 1
Berjalan dengan bantuan 1 orang 2
Mandiri 3 
8 Memakai baju Tergantung orang lain 0
Sebagian dibantu (mis:mengancing) 1
Mandiri 2 
9 Naik turun tangga Tidak mampu 0
Butuh pertolongan 1
Mandiri 2 
10 Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 2 
TOTAL SKOR 21

Kategori : Mandiri
□ 5-8 : ketergantunganberat □ 12-19 : ketergantungan ringan
□ 0-4 : ketergantungantotal□ 9-11 = ketergantungansedang
VII. RESIKO JATUH/CEDERA (BerdasarkanEdmonsonScale)
 Tidak □Ya, jika Ya pasang stiker warna kuning dilengan
yang dominan
 (lingkari score sesuai dengan parameter penilaian. Total score=score
yang dilingkari)

Parameter Skor Ket


< 50 Tahun 8 
Usia 50 - 79 Tahun 10
≥ 80 Tahun 26
Sadar penuh dan orientasi waktu baik -4 
Status Agitasi/ cemas 13
Mental Sering bingung 13
Bingung dan disorientasi 14
Mandiri untuk BAB dan BAK 8 
Memakai kateter/ ostomy 12
BAB dan BAK dengan bantuan 10
Eliminasi
Gangguan eliminasi (inkonensia, banyak BAK di
12
malamhari, sering BAB dan BAK
Inkonensia tetapi bias ambulasi mandiri 12
Tidak ada pengobatan yang diberikan 10
Obat obatan jantung 10
Obat psikiatri termasuk benzodiazepine dan antidepresan 8 
Medikasi
Atau
Meningkatnya dosis obat yang dikonsumsi/ ditambahkan
12
dalam 24 jam terakhir
Bipolar/ gangguan scizoaffective 10 
Penyalahgunaan zat terlarang dan alcohol 8
Diagnosis
Gangguan depresi mayor 10
Dimensia/ delirium 12
Ambulasi mandiri dan langkah stabil atau pasien imobil 7 
Penggunaan alat bantu yang tepat (tongkat, wolker,
8
tripod, dll)
Ambulasi/
Vertigo/ hipotensi ortostatik/ kelemahan 10
Keseimbang
an Langkah tidak stabil, butuh bantuan dan menyadari
8
Kemampuannya
Langkah tidak stabil, butuh bantuan dan tidak menyadari
15
Ketidakmampuannya
Hanya sedikit mendapatkan asupan makan/ minum
12
Nutrisi dalam 24 jam terakhir
Nafsu makan baik 0 
Tidak ada gangguan tidur 8
Gangguan
Ada gangguan tidur yang dilaporkan keluarga pasien 
Tidur 12
/staf
Riwayat Tidak ada riwayat jatuh 8 
Jatuh Ada riwayat jatuh dalam 3 bulan terakhir 14
TOTAL SKOR 53
RT
KATEGORI RESIKO  RR
Kategori: < 90 = Resikorendah (RR) >90 = Resiko tinggi(RT)
VIII. PSIKOSOSIAL
1. KonsepDiri
a. Citratubuh
Klien mengatakan puas dan bersyukur dengan dirinya dan menyukai semua
anggota tubuhnya
Masalah keperawatan : Tidak ada
b. Identitasdiri
Klien merupakan seorang anak ,klien mengatakan hanya lulusan SD dan
klien puas sebagai laki-laki
Masalah keperawatan : Tidak ada
c. Peran:
Klien mengatakan malu karena dirawat di RSJ dia tidak dapat bekerja lagi.
Masalah keperawatan : Harga diri rendah
d. Idealdiri
Klien mengatakan bahwa ingin bekerja kembali ingin cepat pulang
Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri
e. Hargadiri
Klien mengatakan semenjak masuk RSJ klien tidak bisa bekerja lagi dan
merasa dirinya tidak berguna
Masalah keperawatan : harga diri rendah
2. Spiritual
a. Nilai dankeyakinan
Klien mengatakan dirinya sakit bukan karena digunan-guna oleh orang lain
b. Kegiatanibadah
Klien mengatakan selalu di RSJ selalu sholat dalam 1 minggu terakhir
Masalah keperawatan : tidakada
3. HubunganSosial
a. Orang yang berarti :Klien mengatakan orang yang paling berarti
adalah keluarganya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat/sekolah : klien tidak
ikut kegiatanmasyarakat apapun
c. Hambatan dalam hubungan dengan orang lain : klien mengatakan
tidak bergaul dengan masyarakat

d. Masalah Keperawatan : isolasi sosial

1. STATUSMENTAL
1. Penampilan
Bersih Tidak rapi  klien tampak bersih dan rapi,kuku klien pendek
Rapi Kotor  Penggunaan pakaian tidak sesuai Jelaskan : Klien
tampak bersih , kuku tidak panjang, dan rambut pendek rapi
Masalahkeperawatan : tidak ada masalah

2. Pembicaraan
Sesuai Cepat Keras Apatis Inkoheren
 MendominasiMengancam  Lambat  Gagap Membisu Tidak mampu
memulai pembicaraan
Jelaskan : Klien berbicara tidak berbelit belit dan menjawab apa yang
ditanyakan
Masalahkeperawatan :Tidak ada

3. Aktifitasmotorik/perilaku
 Normal  Agitasi Konfulsif Lesu/tidakbersemangat
Grimasem
 Tegang Gelisah  Tremor Melamun/banyakdiam
Sulitdiarahkan
 TIK
Jelaskan : Klien tampak mondar- mandir akibat suara bisikan tanpa wujud
Masalahkeperawatan :Halusinasi

4. Alamperasaan
Sesuai Putusasa Sedih  Merasa tidakmampu
Marah Ketakutan  Labil  Gembiraberlebihan
 TertekanKhawatir  Malu  Tidakberharga/berguna
Jelaskan : klien kadang merasa ingin marah dan kesal
Masalahkeperawatan :rpk
40
5. Interaksi selamawawancara
Kooperatif Bermusuhan Curiga  Tidakkooperatif
Kontak mata kurang  Mudah tersinggungDefensif
Jelaskan pasien : Klien tampak kooperatif saat pengkajian
Masalahkeperawatan : Tidak ada

6. Afek
Sesuai Datar Tumpul Labil  Tidaksesuai
jelaskan : Saat diajak berbicara klien bereaksi sesuai pertanyaan
Masalahkeperawatan :Tidak ada

7. Persepsi
 Halusinasi  Pendengaran  PenghiduPenglihatan
 Pengecapan Perabaan
Jelaskan : Pasien mengatakan sering mendengar suara bisikan tanpa wujud
kurang lebih 2 menit 6kali terutama dimalam hari dan mengikuti suara
tersebut
Masalah keperawatan : halusinasi pendengaran

8. Prosespikir
 Sesuai  Sirkumsial Flight of ideasTangensial
 Bloking  Kehilangan asosiasi Pengulangan pembicaraan
Jelaskan : Saat diajak berbicara pasien sering mengulang –ulang pembicaraan
Masalahkeperawatan :g a n g g u a n p r o s e s p i k i r

9. IsiPikir
Sesuai<Obsesi  Fobia Hipokondria
 Pikiranmagis  Ide yang terkait Depersonalisasi
  Waham :Kebesaran Curiga Agama Nihilistik
Jelaskan : klien mengatakan jika pulang dari RSJ ingin menjadi ustad
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
10. Tingkatkesadaran
 Compos Mentis ApatisStupor Bingung Sedasi
Disorientasi :  Tidak  Ya:Waktu Tempat Orang
Jelaskan : Saat ini pasien sadar penuh, dapat menjawab semua pertanyaan dan
mau diajak berinteraksi olehperawat
Masalahkeperawatan : Tidak ada masalah

11. Memori
 Gangguan daya ingat jangka pendek Gangguan daya ingat jangkapanjang
Gangguandayaingatsaatini Konfabulasi
Jelaskan :pasien sulit mengingat pembicaraan saat interaksi
Masalahkeperawatan : Gangguan memori

12. Tingkat konsentrasi danberhitung


 KosentrasibaikTidak mampu berkosentrasi
 Mudahberalih  Tidak mampu berhitungsederhana
Jelaskan : Klien tidak mampu berkonsentrasi saat sholat
Masalahkeperawatan :kebingungan

13. Kemampuanpenilaian
Gangguanringan  Gangguanbermakna
Jelaskan : pasien mampu mengabil keputusan yang sederhana dengan bantuan
orang lain
Masalahkeperawatan : tidak ada

14. Daya Tilik Diri


Mtidak mengingkari penyakit yang diderita  Menyalahkan hal-hal di luar
dirinya
Jelaskan : Klien mengatakan sudah tidak ingin dirawat lagi karena menganggap
dirinya telah sembuh
Masalah keperawatan : tidak menyukai penyakitnya
VIII. SUMBERKOPING
Klien yakin akan sembuh seperti semula,Pembiayaan ditanggung BPJS, klien mampu
menghardik sudah bisa minum obat, dan klien yakin akan sembuh
Masalah keperawatan : tidak ada

IX. PERSIAPAN PULANG / DISCHARGEPLANNING


No Komponen yang dibutuhkan Ya Tidak
1. Tempat tinggal 
2. Care giver
3. Layanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas/
CMHN)
4. Group support

Klien membutuhkan tempat tinggal yang tetap dan support


Masalahkeperawatan : Tidak ada

X. ASPEKMEDIS
DiagnosaMedis :Skizofrenia paranoid (F20.1)

TherapiMedis :
Thrihexypenidyl 2x2 mg
Rispiredone 2x3mg
Chlorpromazine 1x100mg
Divalproex Sodium 1x250mg

XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tulis hasil pemeriksaan penunjang yang


abnormal)
Tanggalpemeriksaan :
Hemoglobin :15,5g
/dl
Leukosit :5.400
Trombosit :246.000
Hematokrit : 40%
Limfosit :24%
Monosit :12%
Eritrosit :5,1g/dl
GOT/An : 35
GPT ALT :24
A. DATA FOKUS

DS:
 Klien mengatakan mendengar suara bisikan tanpa wujud
 Klien mengatakan sering mendengar suara yang menyuruhnya berteriak
 Klien mengatakan ketika marah berteriak keras
 Klien mengatakan ketika marah melempar barang disekitarnya
 Klien mengatakan sering memarahi ibunya
 Klien mengatakan saat dia marah emosinya tidak terkontrol
 Klien mengatakan lebih sering menyendiri dikursi
 Klien mengatakan lebih senang sendiri
 Klien mengatakan sering menghisap lem aybone
 Klien mengatakan semenjak masuk RSJ sudah tidak bisa bekerja lagi
 Klien mengatakan dirinya tidak berguna

DO:

 Klien tampak gelisah


 Klien tampak kesal
 Klien tampak sering mengulangi pembicaraan
 Klien tampak senyum-senyum sendiri
 Klien tampak menyendiri
 Klien berbicara nada keras
 Kontak mata klien kurang saat diajak bicara
 Mata klien tampak melotot

B. ANALISADATA
Data Masalah

1 DS : Gangguan Persepsi Sensori :


- Klien mengatakan mendengar suara Halusinasi
bisikan tanpa wujud
- Klien mengatakan sering mendengar suara
yang menyuruhnya berteriak
DO :
 Klien tampak gelisah
 Klien tampak melamun
 Klien tampak senyum-
senyum sendiri

2 DS: Resiko Perilaku Kekerasan


- Klien mengatakan ketika marah berteriak
keras
- Klien mengatakan ketika marah melempar
barang disekitarnya
- Klien mengatakan sering memarahi
ibunya
- Klien mengatakan saat dia marah
emosinya tidak terkontrol
-

DO :
- Klien tampak kesal.
- Kontak mata klien kurang saat diajak
berbicara
- Nada bicara klien keras
3 DS : Isolasi sosial
 Klien mengatakan lebih sering
menyendiri dikursi
 Klien mengatakan lebih senang sendiri
DO :
 Klien tampak duduk sendiri
4 DS: Harga diri rendah
 Klien mengatakan semenjak masuk RSJ
tidak bisa bekerja lagi
 Klien mengatakan dirinya tidak berguna
DO:
 Klien tampak merenung sendiri
 Klien tampak melamun
C. POHON
MASALAH

Risiko Perilaku Kekerasan

Halusinasi

isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah : Gangguan konsep diri


D. Dokumentasi Keperawatan

Tgl Profesional Hasil Asesmen Pasien dan Pemberian Instruksi PPA termasuk Verifikasi
Ja m Pemberi Pelayanan pasca bedah Cinstruksi DPJP
Asuhan (ditulis dengan format ditulis denngan rinci dan (Tulis
SOAP/ADIME, disertai Sasaran. jelas) Nama, beri
Tulis Nama, beri Paraf pada akhir Paraf, Tgl,
catatan) Jam)
(DPJP
harus
membaca/
mereview
semua
Rencana
Asuhan)
09/ Perawat S:
5/2 Nuri  klien mengatakan suara
2 bisikan tanpa wujud masih
12. ada
00  klien mengatakan kadang
ingin marahl
O:
 klien mengatakan sering
gelisah
- klien tampak melamun
- klien tampak senyum senyum
sendiri

A:

 gangguan persepsi sensori


halusinasi
 resiko prilaku kekerasan

P:
 pertemuan 1 halusinasi
 pertemuan 1 rpk  identifikasi
halusinasi

 kaji waktu,waktu
situasi,frekuensi,
dan respon saat
halusinasi

 latih menghardik
 identifikasi rpk

 kaji aspek negatif


yang ada

 mendiskusikan
kemampuan yang
dimiliki
.

10/ Perawat S:
5/2 nuri  klien mengatakan masih
2 mendengar suara bisikan
tanpa wujud terutama di
malam hari
 klien sudah bisa mengontrol
emosi saat marah

O:
 klien tampak senyum-senyum
sendiri
 klien tampak melamun

A:
 halusinasi
 resiko perilakukekerasan

P:
 pertemuan 2 halusinasi
 pertemuan 2 rpk

 evaluasi kondisi
klien
 latih cara
mengontrol halusinasi
dengan cara minum
obat 6 benar
 latih cara
mengontrol
kekerasan
dengan minum
obat 6 benar

11/ Perawat S:
5/2 nuri  klien mengatakan suara
2 bisikan tanpa wujud
sudah mulai berkurang
 klien mengatakan masih ada
rasa ingin marah dan kesal

O:
 klien tampak lebih senang
duduk sendirian
 klien bicara hanya seperlunya
saja

A:
 resiko perilakukekerasan
 halusinasi
 evaluasi
halusinasi
P:  latih cara
 pertemuan 3halusinasi mengontrol
 pertemuan 3 rpk halusinasi
dengan cara
bercakap –
cakap saat ada
bisikan tanpa
wujud
 evaluasi rpk
 latih cara
mengontrol
prilaku
kekerasan
secara verbal
12/ Perawat S:
5/2 nuri  klien mengatakan
2 suara bisikan tanpa
wujud sudah mulai
berkurang
 klien mengatakan
sudah mulai dapat
mengontrol emosinya

O:
 klien sudah mulai bergaul
dengan teman –temannya di
ruangan
 klien tampak sudah tenang
 TD: 120/80 mmHg

A:  Evaluasi
 Halusinasi pendengaran halusinasi
 resiko perilakukekerasan
 latih cara
mengontrol
P: halusinasi dengan
 pertemuan 4 halusinasi kegiatan harian
 pertemuan 4 rpk yang bermanfaat

 evaluasi rpk

 latih cara
mengontrol
emosi dengan
spritual
13/ S:
5/2  klien mengatakan suara
2 bisikan sudah tidak ada

 klien mengatakan sudah


dapat mengontrol emosi nya
O:
 klien tampak tidak senyum-
senyum sendiri lagi
 klien tampak tenang

A:
 halusinasi pendengaran
 resiko perilakukekerasan

P:
 pertemuan 5rpk
 pertemuan 5halusinasi  Evaluasi
halusinasi
 latih cara
mengontrol
halusinasi dengan
melakukan
kegiatan
terjadwal
1

 evaluasi rpk
 latih cara
mengontrol rpk
dengan cara
spritual

14/ S:
5/2  klien mengatakan rasa kesal
2 sudah berkurang
 klien mengatakan keinginan
marah sudah tidakada
 klien mengatakan sudah
jarang mendengar suara
bisikan tanpawujud
O:
 emosi klien mulaistabil
 klien mondar mandir
A:
 resiko perilakukekerasan
 halusinasi

P:
 dilanjutkan sp selanjutnya
rpk,danhalusinasi

 Evaluasi
pertemuan 1,2,3,4
rpk(mengontrol
rpk dengan cara
latihan
fisik,minum
obat,verbal,kegiat
anterjadwal)
 Evaluasi
pertemuan 1,2,3,4
halusinasi(melatih
menghardik,minu
m obat,bercakap-
cakap,kegiatan
harian)
 Masukkan ke
dalamadl

Anda mungkin juga menyukai