DOSEN PEMBIMBING :
Yuliati Amperaningsih, SKM.,M.Kes
DISUSUN OLEH :
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan Karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH
GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI AUDITORIK” dan tak lupa
ucapan terima kasih sebesar- besarnya kepada teman-teman kami terlebih kepada dosen
pengajar kami Ibu Yuliati Amperaningsih,SKP.,M.Kes
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
HALAMAN PENGESAHAN
Diketahui Oleh:
Diketahui Oleh
Ka.Prodi D-lll Keperawatan Tanjung Karang
Ns.Musiana.,S.Kp.,M.Kes
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
LEMBARPENGESAHAN.......................................................................................3
DAFTARISI..............................................................................................................4
BABI PENDAHULUAN...........................................................................................5
A. LATARBELAKANG..............................................................................5
B. TUJUAN..................................................................................................6
1. pengertianskizopreniaparanoid.........................................................10
2. Etiologiskizoprenia paranoid............................................................11
3. Tanda dan gejala skizoprenia paranoid.............................................11
C. Konsep halusinasi
1. pengertian..........................................................................................14
2. tahapan...............................................................................................14
3. rentangrespon.....................................................................................14
4. prosesterjadinyamasalah....................................................................16
D. Analisadata............................................................................................23
E. Pohonmasalah........................................................................................23
F. Diagnosis................................................................................................23
G. Rencanakeperawatan..............................................................................23
BABIV PENUTUP.....................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................55
A. LATAR BAB I PENDAHULUAN
BELAKANG
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa tidak hanya terbatas
dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang.
Kesehatan jiwa adalah hal yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang,
memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan
dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan (Yosep, 2009).
Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan profesional yang di dasarkan pada ilmu
perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan proses
psiko-sosial dan maladaftif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan
menggunakan diri dan terapi keperawatan jiwa melalui pendekatan proses keperawatan
untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan
jiwa individu, keluarga, dan masyarakat (Purwanto,2015).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan, prevalensi
skizofrenia/psikosis di Indonesia sebanyak 6,7 per 1000 rumah tangga. Artinya, dari
1.000 rumah tangga terdapat 6,7 rumah tangga yang mempunyai anggota rumah tangga
(ART) pengidap skizofrenia/psikosis. Di Lampung menurut Riskesdas 2018
menunjukkan prevalensi skizofrenia sebanyak 6,0 per 1000 rumah tangga, artinya dari
1000 rumah tangga ada 6 rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang
mengidap skizofrenia ataupsikosis.
Skizofrenia adalah gangguan yang terjadi pada fungsi otak. Menurut Nanci Andreasen
(2008) dalam Broken Brain, The Biological Revolution in Psychiatry, bahwa bukti-bukti
terkini tentang serangan skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan banyak sekali
faktor. Faktor-faktor itu meliputi perubahan struktur fisik otak, perubahan struktur kimia
otak, dan faktor genetik.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan mental berat yang melibatkan proses pikir,
emosi, dan tingkah laku yang ditandai dengan gangguan pikiran.Terdapat lima tipe
skizofrenia dianataranya tipe paranoid, tipe katatonik, tipe hebefrenik (disorganized), tipe
tak terinci (undifferentiated), tipe residual. Sebanyak 50% penderita skizofrenia tidak
memperoleh terapi pengobatan yang sesuai (WHO, 2011).
Skizofrenia hebefrenik adalah sindrom heterogen yang ditandai dengan pola fikir yang
tidak teratur. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan
dan adanya depersenalisasi dan sering terdapat, waham, halusinasi serta menarik diri.
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara
wajar dan hidup dalam khayalan sendiri.
Menurut Maramis (2009), seseorang yang terdiagnosa skizofrenia hebefrenik atau yang
biasa disebut tak terorganisir memiliki gejala tingkah laku kacau, pembicaraan kacau,
afek datar, serta adanya disorganisasi tingkah laku. Hal ini tentu saja akan
menghancurkan kondisi penderita baik fisik juga psikologis.
Upaya optimalisasi penatalaksanaan klien dengan skizofrenia dalam menangani
gangguan menarik diri (isolasi sosial) dirumah sakit antara lain melakukan penerapan
standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas kelompok dan melatih keluarga untuk
merawat pasien dengan isolasi sosial. Standar Asuhan Keperawatan mencakup penerapan
strategi pelaksanaan isolasi sosial. Strategi pelaksanaan pada pasien halusinasi mencakup
kegiatan mengenal isolasi sosial, mengajarkan pasien untuk dapat berinteraksi dan
bersosialisasi dengan orang lain atau keluarga (Keliat dkk, 2010). Kasus skizofrenia
hebefrenik merupakan salah satu jenis skizofrenia yang cukup langka. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Siti dan Dyah (2016) menyebutkan bahwa prevalensi
psikosis tertinggi di Aceh dan Yogyakarta masing-masing 2,7% sedangkan terendah di
Kalimantan barat sebesar 0,7%. Ditinjau dari diagnosa atau jenis skizofrenia, jenis
skizofrenia paranoid sebanyak 40,8% kemudian diikuti dengan skizofrenia residual
sebanyak 39,4%, skizofrenia hebefrenik
sebanyak 12%, skizofrenia katatonik sebanyak 3,5%, skizofrenia tak terenci sebanyak
2,1%, skizofrenia lainnya 1,4% dan yang paling sedikit adalah skizofrenia simpleks
sebanyak 0,7%. Di ruang melati RSJD Lampung terdapat pasien dengan kasus
skizofrenia hebefrenik, pasien sudah pernah dirawat di Rumah sakit jiwa salah satu di
Jawa dinyatakan membaik dan pulang dirawat oleh keluarganya namun kondisi pasien
kembali menurun setelah berhenti minum obat. Oleh karenanya mahasiswa tertarik untuk
mendiskusikan tentang kasus tersebut dengan masalah keperawatan isolasi sosial dan
diagnosa medis skizofrenia hebefrenik.
B. TujuanPenulisan
1. TujuanUmum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn A .Dengan Masalah
Utama Resiko perilaku kekerasan Di Ruang Nuri RSJ Daerah Provinsi
Lampung.
2. TujuanKhusus
a. Melakukan Pengkajian Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.A
Dengan Masalah Utama Resiko perilaku kekerasan Di Ruang
Nuri RSJ Daerah ProvinsiLampung.
b. Menetapkan Diagnosis Keperawatan Jiwa Pada Tn. A Dengan
Masalah Utama Resiko Prilaku Kekerasan Di Ruang Nuri RSJ
Daerah ProvinsiLampung.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep DasarSkizofrenia
1. Pengertian
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang
luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik
dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).
2. Penyebab
a. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %,
bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis,
1998; 215 ).
b. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini
tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada
penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih
dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d. Susunan SarafPusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek
otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan
postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Adolf Meyer:
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu
reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama
kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori SigmundFreud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik
ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas
untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
g. EugenBleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala
sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang
lain).
h. Teorilain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam
sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit
badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa
faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan
manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress
psikologis,
biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu
penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218).
3. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara
lain :
a. SkizofreniaSimplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b. SkizofreniaHebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham
dan halusinaasi banyak sekali.
c. SkizofreniaKatatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. SkizofreniaParanoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham- waham sekunder
dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir,
gangguan afek emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofreniaakut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia
luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang
khusus baginya.
f. SkizofreniaResidual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-
gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia SkizoAfektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal
depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk
menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
B. Konsep Dasar SkizofreniaParanoid
1. Pengertian
Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia dengan kekhasan pada munculnya gejala
positif, seperti waham (keyakinan pada sesuatu yang tidak nyata) dan halusinasi. Meski
bisa diderita oleh siapa pun, kondisi ini lebih sering dialami oleh orang yang berusia 18–
30 tahun. Skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling sering terjadi.
Umumnya, penderita skizofrenia paranoid akan mengalami kecurigaan atau ketakutan
terhadap sesuatu yang tidak nyata. Merasa seperti diperintah, dikejar, atau dikendalikan
oleh orang lain, serta halusinasi pendengaran merupakan gejala yang sering dialami
penderitanya. Hal ini selanjutnya memengaruhi caranya dalam berpikir dan berperilaku.
Skizofrenia paranoid merupakan penyakit yang diderita seumur hidup. Namun, dengan
bantuan dokter dan perawatan rutin, gejala skizofrenia paranoid dapat diredakan dan
penderitanya dapat beradaptasi dengan kondisi yangdimilikinya.
2. Etiologi
Etiologi Skizofrenia Paranoid pada umumnya sama seperti etiologi skizofrenia lainnya.
Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan:
a.F FaktorPredisposisi
1) FaktorGenetis
2) FaktorNeurologis
3) Psikologis
b.F aktorPrespitasi
1) Berlebihannya proses inflamasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di sarafterganggu.
3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap
dan perilaku.
3. Tanda danGejala
Gejala utama bagi pengidap skizofrenia paranoid, yaitu:
Delusi paranoid yang rutin danstabil.
Merasa dirinya lebih hebat dari kenyataan.
Halusinasisuara.
Rasa cemas, curiga dan sukamenyendiri.
Mengalami perasaan cemburu tidak realistis.
Mempunyai gangguanpersepsi.
Pengidap skizofrenia paranoid juga mempunyai gejala ringan selain dari gejala utama
yang timbul, antara lain:
Terobsesi dengan keadaan sekarat atau kekerasan.
Suasana hati yang tidak stabil.
Berubah pola tidur danmakan.
Meningkatnya konsumsi minuman keras atauobat-obatan.
Mengucapkan salam perpisahan yang tidakbiasa.
Membagikan barang pribadi pada orangterdekat.
C. KONSEP DASAR GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI
1) Pengertian
Menurut Stuart (2009 dalam Satrio, dkk, 2015), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala
dapat dikarakteristik mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara, rentang
suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut membicarakan tentang pasien,
samapi percakapan yang komplet antara dua orang atau lebih seperti orang yang
berhalusinasi. Suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu pasien untuk
melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai.Cancro dan
Lehman (2000, dalam Videbeck, 2008) menyebutkan bahwa paling sering suara yang
didengar adalah suara orang berbicara pada klien atau membicarakan klien. Suara dapat satu
ataupun banyak dan dapat berupa suara yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Sedangkan
Sauosa (2007) menyebutkan bahwa halusinasi yang didengar dapat berbentuk suara
perempuan (49,87%) dan laki-laki (50,13%). Dan reaksi klien ketika mendengar suara
tersebut, 48,32% adalah marah dan halusinasi yang didengar berasal dan kedua telinga (91,
47%).
Sementara itu hasil penelitian Nayani dan David (1996, dalam Birchwood, 2009 dalam
Satrio, dkk, 2015) menunujukkan bahwa isi halusinasi pendengaran 84% berupa perintah
untuk melakukan sesuatu, 77% mengkritik individu, 70% menghina klien. 66% mengancam,
61% membicarakan tentang orang lain, 53% mendebat klien, 48% menyenangkan klien, 41%
menanyakan sesuatu dan 40% menertawakan klien.
Halusinasi dengar harus menjadi fokus perhatian kita bersama karena halusinasi dengar
apabila tidak ditangani secara baik dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan din klien
sendiri, oranglain dan juga lingkungan sekitan. Hal mi dikarenakan halusinasi dengar klien
sering berisikan perintah untuk melukai dirinya sendiri maupun oranglain (Rogers dkk, 1990
dalam Birchwood, 2009). Dan secara klinik dan evidence base, halusinasi dengar tersebut
telah terbukti dapat menyebabkan distress pada individu (Garety & Hemsley. 1987 dalam
Birchwood, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
Senada dengan itu, Wong (2008) juga menyebutkan bahwa lebih dan 75% klien halusinasi
dengar mengalami distress yang sangat tinggi akibat halusinasi yang didengannya
Nayani dan David (1996 dalam Birchwood, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015) juga menyebutkan
bahwa klien halusinasi mengalrni distress oleh karena halusinasi yang didengarnya, karena
frekuensi halusinasi muncul sedikitnya 5 kali dalam sehari dan dengan durasi lebih dan 3 jam
perhari. Birchwood (2009) juga menyebutkan bahwa distress juga dapat disebabkan karena
kekerasan dan suara-suara yang didengar, isi dan halusinasi dan juga kepercayaan klien
terhadap isi halusinasi. Dan hal tersebut sering menyebabkan ketakutan/kecemasan bahkan
depresi pada klien skizofrenia. Dan 40% klien skizofrenia mengalami depresi akibat
halusinasi dengar yang dialaminya.
Penelitian Wong (2008) tentang karakteristik halusinasi dengar pada klien psikotik
didapatkan hasil bahwa frekuensi terjadinya halusinasi terjadi dalam beberapa kali dalam
setiap jam (27%), 18% klien melaporkan satu kali dalam setiap jam, 41% terjadi setiap han
dan 14% terjadi setiap rninggu. Dan durasi halusinasi dengar tersebut terjadi lebih kurang 10
menit (63%), 27% melaporkan bahwa durasi terjadinya halusinasi adalah kurang dan satu jam
dan 9% melaporkan bahwa halusinasi terjadi sepanjang han. Dan berdasarkan keyakinan
klien terhadap halusinasi yang didengarnya didapat hasil bahwa klien percaya bahwa
halusinasi tersebut merupakan suatu hal yang buruk, suatu hal yang baik, peperangan
emosional dan resistensi emosional. Keyakinan bahwa halusinasi merupakan suatu hal buruk
berhubungan dengan keyakinan klien bahwa halusinasi merupakan suatu hal yang maha kuat.
b. Halusinasi Penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma atau bau tertentu
seperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak
sedap (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck, 2008). Pendapat yang sama juga
dikemukan oleh Stuart (2009 dalam Satrio, dkk, 2015) pada halusinasi penciuman, klien
dapat mencium bau busuk, jorok, dan bau tengik seperti darah, urin, atau tinja, kadang-
kadang bau bisa menyenangkan, halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang, dan demensia.
c. Halusinasi Penglihatan
Sedangkan pada klien halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat bayangan yang
sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau
mungkin sesuatu yang bentuknya menakutkan (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck,
2008). Isi halusinasi penglihatan klien adalah klien melihat cahaya, bentuk geometris, kartun
atau campuran antara gambaram bayangan yang kompleks, Dan bayangan tersebut dapat
menyenangkan klien atau juga sebaliknya mengerikan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009
dalam Satrio, dkk, 2015).
d. Halusinasi Pengecapan
Sementara itu pada halusinasi pengecapan, isi halusinasi berupa klien mengecap rasa yang
tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa
tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa tertentu. Atau berupa
rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine atau feces (Stuart & Laraia., 2005; Stuart,
2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
e. Halusinasi Perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke
seluruh tubub atau binatang kecil yang merayap di kulit (Cancro & Lehman, 2000 dalam
Videbeck, 2008). Klien juga dapat mengalami nyeri atau tidak nyaman tanpa adanya stimulus
yang nyata, seperti sensasi listrik dan bumi, benda mati ataupun dan oranglain (Stuart &
Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
f. Halusinasi Chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klein akan merasa fungsi tubuh seperti darah berdenyut melalui vena
dan arteri, mencerna makanan, atau bentuk urin (Videbeck, 2008; Stuart, 2009 dalam Satrio,
dkk, 2015).
g. Halusinasi Kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh, gerakan tubuh
yang tidak lazim seperti meayang di atas tanah.Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak
(Videbeck, 2008; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
3. Fase Halusinasi
a. Comforting (Halusinasi menyenangkan, Cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas, kesepian, rasa
bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan. Seseorang mengenal bahwa pikiran dan pengalaman sensori
berada dalam kesadaran control jika kecemasan tersebut bisa dikelola.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
2) Menggerakan bibir tanpa membuat suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal yang lambat seperti asyik
5) Diam dan tampak asyik
2) Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan neurokimia di otak klien
skizofrenia hidup dan postmortem, penelitian menunjukkan bahwa kortek prefrontal dan
system limbik tidak sepenuhnya berkembang pada di otak klien dengan skizofenia.
Penurunan volume otak mencerminkan penurunan baik materi putih dan materi abu-abu pada
neuron akson (Kuroki et al, 2006; Higgins, 2007 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015). Hasil pemeriksaan Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI), memperlihatkan penurunan volume otak pada individu dengan skizofrenia, temuan ini
memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan jaringan otak dan atropi.
Pemeriksaaan Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan.
Penurunan aliran darah ke otak pada lobus frontal selama tugas perkembangan kognitif pada
individu dengan skizofrenia.. Penelitian lain juga menunjukkan terjadinya penurunan volume
otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis dan frontal (Videbeck, 2008).
Perubahan pada kedua lobus tersebut belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan frontalis berkorelasi dengan
terjadinya tanda-tanda positif dan negatif dan skizofrenia. Copel (2007) menyebutkan bahwa
tanda-tanda positif skizofrenia seperti psikosis disebabkan karena fungsi otak yang abnormal
pada lobus temporalis. Sedangkan tanda-tanda negatif seperti tidak memiliki kemauan atau
motivasi dan anhedonia disebabkan oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (2007 dalam Townsend, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015) yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus frontalis adalah aktivasi motorik,
intelektual, perencanaan konseptual, aspek kepribadian, aspek produksi bahasa. Sehingga
apabila terjadi gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas
motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian dan juga emosi yang tidak stabil.
Sedangkan fungsi utama dan lobus temporalis adalah pengaturan bahasa, ingatan dan juga
emosi. Sehingga gangguan yang terjadi pada korteks temporalis dan nukleus-nukeus limbik
yang berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.
3) Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotesis disregulasi pada skizofrenia,
gangguan terus menerus dalam satu atau lebih neurotransmitter atau neuromodulator
mekanisme pengaturan homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak stabil atau tidak
menentu. Teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif terhadap dopamine,
sedangkan apa area prefrontal mengalami hipoaktif sehingga terjadi ketidakseimbangan
antara system neuritransmiter dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart, 2009 dalam
Satrio, dkk, 2015). Pernyataan ini memberi arti bahwa neurotransmiter mempunyai peranan
yang penting menyebabkan terjadinya skizofrenia.
4) Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah berlangsung (Torrey et al,
2007; Dalman et al, 2008 dalam Satrio, dkk, 2015). Bukti campuran menunjukkan bahwa
paparan prenatal terhadap virus influenza, terutama selama trimester pertama, mungkin
menjadi salah satu faktor penyebab skizofrenia pada beberapa orang tetapi tidak pada orang
lain (Brown et al, 2004). Teori ini didukung oleh temuan riset yang memperlihatkan lebih
banyak orang dengan skizofrenia lahir di musim dingin atau awal musim semi dan di daerah
perkotaan (Van Os et al, 2004). Temuan ini menunjukkan musim potensial dan tempat lahir
dampak terhadap risiko untuk skizofrenia. Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat-
tempat keramaian dan musim dingin dan awal musim semi dan dapat terjadi in utero atau
pada anak usia dini pada beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2007; Veling et al,
2008 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
b. Faktor Psikologis
Selain faktor biologi diatas, faktor psikologis juga ikut berperan mengakibatkan terjadinya
skizofrenia. Menurut Townsend, (2009). awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada
hubungan dalam keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori awal
menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak, serta disfungsi system keluarga
sebagai penyebab skizofrenia. Dalam penelitian lain disebutkan beberapa anak dengan
skizofrenia menunjukkan kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan
sosial, fungsi neuromotor dan respon emosional jauh sebelum mereka menunjukkan gejala
yang jelas dari skizofrenia (Schiffman et al, 2004 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk,
2015). Hal diatas didukung oleh Sinaga, (2007) yang menyebutkan bahwa lingkungan
emosional yang tidak stabil mempunyai resiko yang besar pada perkembangan skizofrenia,
pada masa kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan
hubungan interpersonal yang kurang hangat diterima oleh anak sangat mempengaruhi
perkembangan neurologikal anak sehingga lebih rentan mengalami skizofrenia dikemudian
hari.
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015) faktor psikologis yang dapat
mempengaruhi adalah tingkat inteligensi, kemampuan verbal, moral, kepribadian,
pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi. Selain itu faktor penyebab terjadinya
skizofrenia berdasarkan teori interpersonal berpendapat bahwa skizofrenia muncul akibat
hubungan disfungsional pada masa kehidupan awal dan masa remaja, skizofrenia terjadi
akibat ibu yang cemas berlebihan, terlalu protektif atau tidak perhatian secara emosional atau
ayah yang jauh dan suka mengontrol (Torrey, 1995 dalam Videbeck, 2008). Hal ini memberi
arti bahwa anak akan belajar pada orangtuanya yang mengalami skizofrenia dan akan
mempraktekkan apa yang dilihatnya setelah ia besar dalam setiap ia mengalami masalah.
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balikdi otak yang mengatur jumlah
dan waktu dalam proses informasi. Stimuli penglihatan dan pendengaran pada awalnya di
saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
sampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus frontal
mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk
memperlambat transmisi ke lobus frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan
gangguan pada proses umpan balikdalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses
informasi overload (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Stessor presipiatsi yang lain adanya
abnormal pada pintu mekanisme pada klien skizofrenia, Pintu mekanisme adalah proses
elektrik yang melibatkan elektolit, hal ini memicu penghambatan saraf dan rangsang aksi dan
umpan balik yang terjadi pada system saraf. Penurunan pintu mekanisme/gating proses ini
ditunjukkan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli secara selektif (Hong
et al., 2007 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
4. Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005 dalam Satrio, dkk, 2015), sumber koping merupakan hal
yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber
koping tersebut meliputi asset ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu
mengatasi masalah. Apabila individu mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan
mampu beradapatasi dan mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan individu ketika mengalami
stress. Hal tersebut sesuai dengan Videbeck (2008) yang menyatakan bahwa keluarga
memang merupakan salah satu sumber pendukung yang utama dalam penyembuhan klien
skizofrenia. Psikosis atau Skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan
yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian pasca
psikotik terdiri dari empat fase: (1) disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian
wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4) bergerak
terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian
dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller, 2006, dalam Stuart, 2009):
a. Efikasi/Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala
dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan
waktu 6 sampai 12 bulan.
b. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan
pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini
memakan waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada keberhasilan
pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c. Setelah mencapai pengenalan diri/insight, proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan
reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan
dengan sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-
hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2
tahun. sumber daya Keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap
penyakit, keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan
untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi
jalannya penyesuaian postpsychotic.
5. Mekanisnie Koping
Pada klien skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan pengalaman yang
disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan regresi untuk mengatasi kecemasan
yang dialaminya, melakukan proyeksi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan
menarik diri yang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan
terhadap pengalarnan internal (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk, 2015).
D. POHON MASALAH
Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Keliat, 2010 dalam Satrio, dkk,
2015)
BAB III
TINJAUANKASUS
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA
I. ALASAN KE RUMAHSAKIT
Keluhan Utama : gelisah
Alasan masuk rumah sakit : klien datang diantar oleh keluarganya kurang lebih 4 hari selama
dirumah klien bercakap cakap sendiri,senyum-senyum sendiri serta bertriak-teriak dengan
mata melotot
II. RIWAYATKESEHATAN
1. Pernahdirawat? : Ya
Jelaskan : Klien pernah dirawat di RSJpada tanggal 28 November 2009
Perempuan
Meninggal
→ Klien
-----Tinggal dalam
saturumah
II bercerai
Keterangan Genogram
Hubungan komunikasi klien dengan keluarga baik-baik
saja,pola
V. asuh terbilang
PERSEPSI demikratif,pengambilan keputusan
KESEHATAN
diambil oleh bapaknya
Klien mengatakan ingin penyakit yang dideritanya sembuh dan klien mengatakan kurang
Masalah keperawatan
memahami penyakit yang: sedang
tidak ada
dialami
Masalah keperawatan : defisit pengetahuan
VI. PEMERIKSAANFISIK
1. Keluhan fisik : tidak ada.
TD : 110/70 mmhg Nadi: 85x/m RR : 20 x/m Suhu :36,5o C
2. Penilaian Nyeri
Keluhan nyeri: pasien tidak mengeluh nyeri
Kategori : Mandiri
□ 5-8 : ketergantunganberat □ 12-19 : ketergantungan ringan
□ 0-4 : ketergantungantotal□ 9-11 = ketergantungansedang
VII. RESIKO JATUH/CEDERA (BerdasarkanEdmonsonScale)
Tidak □Ya, jika Ya pasang stiker warna kuning dilengan
yang dominan
(lingkari score sesuai dengan parameter penilaian. Total score=score
yang dilingkari)
1. STATUSMENTAL
1. Penampilan
Bersih Tidak rapi klien tampak bersih dan rapi,kuku klien pendek
Rapi Kotor Penggunaan pakaian tidak sesuai Jelaskan : Klien
tampak bersih , kuku tidak panjang, dan rambut pendek rapi
Masalahkeperawatan : tidak ada masalah
2. Pembicaraan
Sesuai Cepat Keras Apatis Inkoheren
MendominasiMengancam Lambat Gagap Membisu Tidak mampu
memulai pembicaraan
Jelaskan : Klien berbicara tidak berbelit belit dan menjawab apa yang
ditanyakan
Masalahkeperawatan :Tidak ada
3. Aktifitasmotorik/perilaku
Normal Agitasi Konfulsif Lesu/tidakbersemangat
Grimasem
Tegang Gelisah Tremor Melamun/banyakdiam
Sulitdiarahkan
TIK
Jelaskan : Klien tampak mondar- mandir akibat suara bisikan tanpa wujud
Masalahkeperawatan :Halusinasi
4. Alamperasaan
Sesuai Putusasa Sedih Merasa tidakmampu
Marah Ketakutan Labil Gembiraberlebihan
TertekanKhawatir Malu Tidakberharga/berguna
Jelaskan : klien kadang merasa ingin marah dan kesal
Masalahkeperawatan :rpk
40
5. Interaksi selamawawancara
Kooperatif Bermusuhan Curiga Tidakkooperatif
Kontak mata kurang Mudah tersinggungDefensif
Jelaskan pasien : Klien tampak kooperatif saat pengkajian
Masalahkeperawatan : Tidak ada
6. Afek
Sesuai Datar Tumpul Labil Tidaksesuai
jelaskan : Saat diajak berbicara klien bereaksi sesuai pertanyaan
Masalahkeperawatan :Tidak ada
7. Persepsi
Halusinasi Pendengaran PenghiduPenglihatan
Pengecapan Perabaan
Jelaskan : Pasien mengatakan sering mendengar suara bisikan tanpa wujud
kurang lebih 2 menit 6kali terutama dimalam hari dan mengikuti suara
tersebut
Masalah keperawatan : halusinasi pendengaran
8. Prosespikir
Sesuai Sirkumsial Flight of ideasTangensial
Bloking Kehilangan asosiasi Pengulangan pembicaraan
Jelaskan : Saat diajak berbicara pasien sering mengulang –ulang pembicaraan
Masalahkeperawatan :g a n g g u a n p r o s e s p i k i r
9. IsiPikir
Sesuai<Obsesi Fobia Hipokondria
Pikiranmagis Ide yang terkait Depersonalisasi
Waham :Kebesaran Curiga Agama Nihilistik
Jelaskan : klien mengatakan jika pulang dari RSJ ingin menjadi ustad
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
10. Tingkatkesadaran
Compos Mentis ApatisStupor Bingung Sedasi
Disorientasi : Tidak Ya:Waktu Tempat Orang
Jelaskan : Saat ini pasien sadar penuh, dapat menjawab semua pertanyaan dan
mau diajak berinteraksi olehperawat
Masalahkeperawatan : Tidak ada masalah
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka pendek Gangguan daya ingat jangkapanjang
Gangguandayaingatsaatini Konfabulasi
Jelaskan :pasien sulit mengingat pembicaraan saat interaksi
Masalahkeperawatan : Gangguan memori
13. Kemampuanpenilaian
Gangguanringan Gangguanbermakna
Jelaskan : pasien mampu mengabil keputusan yang sederhana dengan bantuan
orang lain
Masalahkeperawatan : tidak ada
X. ASPEKMEDIS
DiagnosaMedis :Skizofrenia paranoid (F20.1)
TherapiMedis :
Thrihexypenidyl 2x2 mg
Rispiredone 2x3mg
Chlorpromazine 1x100mg
Divalproex Sodium 1x250mg
DS:
Klien mengatakan mendengar suara bisikan tanpa wujud
Klien mengatakan sering mendengar suara yang menyuruhnya berteriak
Klien mengatakan ketika marah berteriak keras
Klien mengatakan ketika marah melempar barang disekitarnya
Klien mengatakan sering memarahi ibunya
Klien mengatakan saat dia marah emosinya tidak terkontrol
Klien mengatakan lebih sering menyendiri dikursi
Klien mengatakan lebih senang sendiri
Klien mengatakan sering menghisap lem aybone
Klien mengatakan semenjak masuk RSJ sudah tidak bisa bekerja lagi
Klien mengatakan dirinya tidak berguna
DO:
B. ANALISADATA
Data Masalah
DO :
- Klien tampak kesal.
- Kontak mata klien kurang saat diajak
berbicara
- Nada bicara klien keras
3 DS : Isolasi sosial
Klien mengatakan lebih sering
menyendiri dikursi
Klien mengatakan lebih senang sendiri
DO :
Klien tampak duduk sendiri
4 DS: Harga diri rendah
Klien mengatakan semenjak masuk RSJ
tidak bisa bekerja lagi
Klien mengatakan dirinya tidak berguna
DO:
Klien tampak merenung sendiri
Klien tampak melamun
C. POHON
MASALAH
Halusinasi
Tgl Profesional Hasil Asesmen Pasien dan Pemberian Instruksi PPA termasuk Verifikasi
Ja m Pemberi Pelayanan pasca bedah Cinstruksi DPJP
Asuhan (ditulis dengan format ditulis denngan rinci dan (Tulis
SOAP/ADIME, disertai Sasaran. jelas) Nama, beri
Tulis Nama, beri Paraf pada akhir Paraf, Tgl,
catatan) Jam)
(DPJP
harus
membaca/
mereview
semua
Rencana
Asuhan)
09/ Perawat S:
5/2 Nuri klien mengatakan suara
2 bisikan tanpa wujud masih
12. ada
00 klien mengatakan kadang
ingin marahl
O:
klien mengatakan sering
gelisah
- klien tampak melamun
- klien tampak senyum senyum
sendiri
A:
P:
pertemuan 1 halusinasi
pertemuan 1 rpk identifikasi
halusinasi
kaji waktu,waktu
situasi,frekuensi,
dan respon saat
halusinasi
latih menghardik
identifikasi rpk
mendiskusikan
kemampuan yang
dimiliki
.
10/ Perawat S:
5/2 nuri klien mengatakan masih
2 mendengar suara bisikan
tanpa wujud terutama di
malam hari
klien sudah bisa mengontrol
emosi saat marah
O:
klien tampak senyum-senyum
sendiri
klien tampak melamun
A:
halusinasi
resiko perilakukekerasan
P:
pertemuan 2 halusinasi
pertemuan 2 rpk
evaluasi kondisi
klien
latih cara
mengontrol halusinasi
dengan cara minum
obat 6 benar
latih cara
mengontrol
kekerasan
dengan minum
obat 6 benar
11/ Perawat S:
5/2 nuri klien mengatakan suara
2 bisikan tanpa wujud
sudah mulai berkurang
klien mengatakan masih ada
rasa ingin marah dan kesal
O:
klien tampak lebih senang
duduk sendirian
klien bicara hanya seperlunya
saja
A:
resiko perilakukekerasan
halusinasi
evaluasi
halusinasi
P: latih cara
pertemuan 3halusinasi mengontrol
pertemuan 3 rpk halusinasi
dengan cara
bercakap –
cakap saat ada
bisikan tanpa
wujud
evaluasi rpk
latih cara
mengontrol
prilaku
kekerasan
secara verbal
12/ Perawat S:
5/2 nuri klien mengatakan
2 suara bisikan tanpa
wujud sudah mulai
berkurang
klien mengatakan
sudah mulai dapat
mengontrol emosinya
O:
klien sudah mulai bergaul
dengan teman –temannya di
ruangan
klien tampak sudah tenang
TD: 120/80 mmHg
A: Evaluasi
Halusinasi pendengaran halusinasi
resiko perilakukekerasan
latih cara
mengontrol
P: halusinasi dengan
pertemuan 4 halusinasi kegiatan harian
pertemuan 4 rpk yang bermanfaat
evaluasi rpk
latih cara
mengontrol
emosi dengan
spritual
13/ S:
5/2 klien mengatakan suara
2 bisikan sudah tidak ada
A:
halusinasi pendengaran
resiko perilakukekerasan
P:
pertemuan 5rpk
pertemuan 5halusinasi Evaluasi
halusinasi
latih cara
mengontrol
halusinasi dengan
melakukan
kegiatan
terjadwal
1
evaluasi rpk
latih cara
mengontrol rpk
dengan cara
spritual
14/ S:
5/2 klien mengatakan rasa kesal
2 sudah berkurang
klien mengatakan keinginan
marah sudah tidakada
klien mengatakan sudah
jarang mendengar suara
bisikan tanpawujud
O:
emosi klien mulaistabil
klien mondar mandir
A:
resiko perilakukekerasan
halusinasi
P:
dilanjutkan sp selanjutnya
rpk,danhalusinasi
Evaluasi
pertemuan 1,2,3,4
rpk(mengontrol
rpk dengan cara
latihan
fisik,minum
obat,verbal,kegiat
anterjadwal)
Evaluasi
pertemuan 1,2,3,4
halusinasi(melatih
menghardik,minu
m obat,bercakap-
cakap,kegiatan
harian)
Masukkan ke
dalamadl