Anda di halaman 1dari 115

PENGARUH KONSUMSI OLAHAN DAUN KELORTERHADAP

PENINGKATAN FREKUENSI MENYUSUI PADA


IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SOROPIA
TAHUN 2021

SKRIPSI

Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar


Sarjana Terapan Kebidanan

OLEH

WIDA RISTANTI
P00312017049

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI DIV
2021
ii
iii
RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

Nama : Wida Ristanti

Tempat, Tanggal lahi : Larowiu, 12 Februari 1999

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa/ Indonesia

Alamat : Ds. Sambasule, Kec. Meluhu, Kab.

Konawe

B. Riwayat Pendidikan

1. Tamat TK Weka Bhakti : Tahun 2004-2005

2. Tamat SD N Larowiu : Tahun 2005-2011

3. Tamat SMP N 1 Meluhu : Tahun 2011-2014

4. Tamat SMA N 1 Amonggedo : Tahun 2014-2017

5. D-IV Poltekkes Kendari : Tahun 2017-2021

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsumsi

Olahan Daun Kelor Terhadap Peningkatan Frekuensi Menyusui Pada Ibu

Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia tahun 2021”.

Penulis sepenuhnya menyadari begitu banyak kesulitan dan

hambatan yang ditemukan selama proses penyusunan skripsi ini, namun

penulis tetap berusaha semaksimal mungkin dan semua berkat adanya

bimbingan dan dukungan dari Ibu Askrening, SKM, M.Kes selaku

pembimbing I dan Ibu Elyasari, SST, M.Keb selaku pembimbing II yang

telah memberikan saran perbaikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Askrening, SKM, M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

Kendari.

2. Ibu Sultina Sarita, SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Poltekkes

Kemenkes Kendari.

3. Ibu Hasmia Naningsih, SST, M.Keb, selaku Ketua Program Studi D-IV

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari.

4. Ibu Sitti Aisa, AM.Keb, S.Pd, M.Pd selaku penguji 1, Ibu Dr. Nurmiaty,

S.Si.T, MPH selaku penguji 2, dan ibu Fitriyanti, SST, M.Keb selaku

v
penguji 3, yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam

ujian skripsi sehingga penelitian ini dapat lebih terarah.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar Poltekkes Kemenekes Kendari

Jurusan Kebidanan yang telah mengarahkan dan memberikan ilmu

pengetahuan selama mengikuti pendidikan.

6. Kepada Ibu Nur Ida AM.Keb selaku kepala puskesmas Soropia yang

telah memberikan saya kesempatan melakukan penelitian.

7. Kepada bidan Yusnita Samosir, AM. Keb, dan bapak Sukri selaku

petugas puskesmas, yang telah banyak membantu saya dari mulai

pengambilan data awal, hingga selesainya penelitian saya.

8. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Mulyono

Budihardjo dan Ibunda Sumini yang telah mengasuh, membesarkan

dengan cinta dan penuh kasih sayang, serta memberikan dukungan

moril, material dan spiritual, terimakasih untuk segala-galanya. Dan

kepada kakak saya Andi Cahyono S.Pd dan Yan Indriyani yang telah

mendukung dan mendoakan saya sepenuh hati.

9. Teruntuk sahabatku tersayang, Sukma Kumala Sari, Astika, Sitti

Nurfausi, Sri Wulandari, Ayu Widarini, Ria Okta Wahyuni, yang telah

memberikan masukan, motivasi, dan dukungan selama penulis

menyelesaikan skripsi penelitian ini.

10. Teruntuk Kak Nurhamida terima kasih karena selama penelitian dan

penyusunan skripsi ini sudah banyak membantu.

vi
11. Semua teman-teman mahasiswa DIV Kebidanan angkatan 2017 yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan

dan dukungan yang diberikan pada penulis selama di bangku kuliah

dan selama menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna baik isi, Bahasa maupun materi. Penlis berharap skripsi ini

dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah SWT

melimpahkan rahmat-Nya kepada pihak yang telah membantu penulis

dalam mengerjakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

berbagai pihak di bidang kesehatan khususnya kebidanan. Aamiin.

Kendari, Juli 2021

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI .......................................................................................iii

DAFTAR TABEL ............................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... viii

ABSTRAK ......................................................................................... ix

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................... 1


B. Rumusan masalah .............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .............................................................. 6
E. Keaslian Penelitian.............................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka ................................................................... 9


B. Landasan Teori ................................................................. 43
C. Kerangka Teori.................................................................. 48
D. Kerangka Konsep.............................................................. 49
E. Hipotesis Penelitian........................................................... 49

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................. 50


B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 51
C. Populasi dan Sampel Penelitian........................................ 51

viii
D. Variable Penelitian ............................................................ 52
E. Definisi Operasional .......................................................... 52
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian .................................... 53
G. Instrumen Penelitian ......................................................... 53
H. Alur Penelitian ................................................................... 54
I. Analisis Data ..................................................................... 54
J. Etika Penelitian ................................................................. 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum lokasi penelitian .................................... 58


B. Hasil Penelitian ................................................................ 60
C. Pembahasan .................................................................... 66
D. Keterbatasan Penelitian .................................................... 75

BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan ...................................................................... 76
B. Saran ............................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 79

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kandungan Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur.. 22

Tabel 2 : Kelompok Rancangan two group pre_post test ........ 42

Tabel 3 : Tabel Uji Normalitas dan Uji Statistik ........................ 55

Tabel 4 : Distribusi Karakteristik Responden di Wilayah Kerja

Puskesmas Soropia Tahun 2021 .............................. 60

Tabel 5 : Distribusi Frekuensi Menyusui Sebelum Dan

Sesudah Diberikan Olahan Daun Kelor .................... 61

Tabel 6 : Uji Wilcoxon Pada Kelompok Eksperimen ................ 62

Tabel 7 : Uji Wilcoxon Pada Kelompok Kontrol ....................... 63

Tabel 8 : Analisis Perbedaan Frekuensi Menyusui Pada

Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol ............ 64

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Daun Kelor .............................................................. 36

Gambar 2 : Sayur Daun Kelor .................................................... 42

Gambar 3 : Kerangka Teori........................................................ 47

Gambar 4 : Kerangka Konsep.................................................... 48

Gambar 5 : Alur Penelitian ......................................................... 53

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2 : Format Persetujuan

Lampiran 3 : Protap Pembuatan Olahan Daun Kelor

Lampiran 4 : Cara Pembuatan Sayur Daun Kelor

Lampiran 5 : Kuesioner

Lampiran 6 : Surat Izin Pengambilan Data Awal

Lampiran 7 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penlitian

Lampiran 8 : Master Tabel

Lampiran 9 : Hasil Analisis Data Menggunakan SPSS

Lampiran 10 : Pendokumentasian Penelitian

xii
ABSTRAK

PENGARUH KONSUMSI OLAHAN DAUN KELOR TERHADAP


PENINGKATAN FREKUENSI MENYUSUI PADA IBU
MENYUSUI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SOROPIA
TAHUN 2021

Wida Ristanti1, Askrening2, Elyasari2

Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh mengkonsumsi olahan daun kelor


terhadap peningkatan frekuensi menyusui pada ibu menyusui di wilyah kerja soropia
tahun 2021
Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan desain Two
Group Pretest Posttest. Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang menyusui bayi 0-6
bulan yaitu sebanyak 30 orang.
Berdasarkan analisis data diperoleh, frekuensi menyusui ibu yang lancar
sebelum pemberian olahan daun kelor sebanyak 6 orang (40%), dan frekuensi menyusui
ibu yang tidak lancar sebelum pemberian olahan daun kelor sebanyak 9 orang (60%).
Frekuensi menyusui ibu yang lancar setelah diberikan olahan daun kelor menjadi 13
orang (86%), dan frekuensi menyusui ibu yang tidak lancar setelah pemberian olahan
daun kelor sebanyak 2 orang (13,3%). Ada pengaruh konsumsi olahan daun kelor
terhadap peningkatan frekuensi menyusui pada ibu menyusui di Wilayah Kerja
Puskesmas Soropia Tahun 2021.

Kata kunci: Daun Kelor, ASI, Ibu Menyusui


1. Mahasiswa Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan
2. Dosen Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan

xiii
ABSTRACT

THE EFFECT OF THE CONSUMPTION OF PROCESSED LEAVES OF


ORIGIN TO INCREASE THE FREQUENCY OF BREASTING IN THE
MOTHER BREASTFEEDING IN THE WORK AREA
SOROPIA HEALTH CENTER
YEAR 2021

Wida Ristanti1, Askrening2, Elyasari2

This study aims to determine the effect of consuming processed Moringa


leaves on increasing the frequency of breastfeeding in breastfeeding mothers in the
Soropia work area in 2021.
The design of this study is a quantitative study using the Two Group Pretest
Posttest design. The study population was all mothers who breastfeed babies 0-6 months
as many as 30 people.
Based on the analysis of the data obtained, the frequency of breastfeeding
mothers who were smooth before giving Moringa leaf preparations was 6 people (40%),
and the frequency of breastfeeding mothers who were not smooth before giving Moringa
leaf preparations was 9 people (60%). The frequency of breastfeeding mothers who were
smooth after being given processed Moringa leaves was 13 people (86%), and the
frequency of breastfeeding mothers who were not smooth after being given processed
Moringa leaves was 2 people (13,3%). There is an effect of the consumption of
processed Moringa leaves on the increase in the frequency of breastfeeding in
breastfeeding mothers in the Soropia Health Center Work Area in 2021.

Keywords : Moringa Oleifera, Breastmilk, Breastfeeding Mothers


1. Health Polytechnic Students Ministry of Midwifery
2. Kendari Poltekkes Lecturer, Midwifery Departement

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan nutrisi terbaik bagi bayi selama 6 bulan pertama adalah

Air Susu Ibu (ASI). Dalam ASI mengandung nutrisi alamiah untuk

kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama 6 bulan pertama

kehidupan bayi. Seorang ibu sering mengalami masalah dalam pemberian

ASI Eksklusif, salah satu kendala utamanya yakni produksi ASI yang tidak

lancar. Hal ini akan menjadi faktor penyebab rendahnya cakupan

pemberian ASI eksklusif kepada bayi baru lahir (Safitri, 2016).

UNICEF dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya

disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian

ASI dilanjutkan sampai bayi berumur dua tahun. Agar ibu dapat

mempertahankan ASI eksklusif selama 6 bulan, WHO merekomendasikan

agar melakukan inisiasi menyusui dini dalam satu jam pertama kehidupan,

bayi hanya menerima ASI tanpa tambahan makanan atau minuman,

termasuk air, menyusui sesuai permintaan atau sesering yang diinginkan

bayi, dan tidak menggunakan botol atau dot (WHO, 2018).

Data WHO menyebutkan bahwa hanya 44% dari bayi lahir didunia

yang mendapat ASI dalam waktu satu jam pertama sejak lahir, bahkan

masih sedikit bayi di bawah usia 6 bulan disusui secara eksklusif, di Afrika

Tengah sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia

1
2

Timur sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47% dan negara

berkembang sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40% anak

di bawah usia 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%. Secara

keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia enam bulan diberi

ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Menyusui bayi di Indonesia sudah menjadi budaya namun praktik

pemberian ASI masih jauh dari yang diharapkan. Data Riskedas 2017

melaporkan bahwa terdapat 30,2% ibu yang memberi ASI eksklusif, pada

Riskesdas tahun 2018 terdapat peningkatan pemberian ASI eksklusif

menjadi 37,3%. Walaupun terjadi peningkatan, namun angka tersebut

masih jauh dibawah target nasional yaitu 54,3 %, oleh karena itu masih

perlu upaya untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif.

(Riskesdas, 2018).

Profil Kesehatan Kab/Kota dan Laporan Tahunan Program KIA

Tahun 2017 Angka pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di

Sulawesi Tenggara cenderung fluktuatif, peningkatan signifikan dilaporkan

pada tahun 2015 dengan cakupan 54,15 %, atau naik sebesar 21,25 %

dari tahun sebelumnya, namun di tahun 2017 kembali turun menjadi

46,63% (Profil Kesehatan Sultra, 2017).

Memperingati pekan menyusui dunia pada 1-7 Agustus 2020,

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF meminta pemerintah

mempertahankan akses dan layanan untuk memungkinkan para ibu tetap

menyusui selama masa pandemi covid-19. Sebab, proses Inisiasi


3

Menyusui Dini (IMD) serta pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif

amat membantu anak-anak bertahan hidup dan membangun antibodi agar

terlindung dari berbagai penyakit yang sering terjadi pada masa kanak-

kanak seperti diare dan pneumon (WHO, 2020).

Hasil Riskesdas 2018 mengungkap bahwa alasan utama anak 0-23

bulan belum/tidak pernah disusui adalah karena ASI tidak keluar (65,7%).

Sehingga 33,3% bayi yang berumur 0-5 bulan telah diberikan makanan

prelakteal dengan jenis makanan terbanyak adalah susu formula (84,5%).

Banyak faktor penyebab rendahnya pemberian ASI eksklusif, salah

satu diantaranya adalah asupan gizi yang rendah dan ibu menyusui

merasa jumlah ASI yang diproduksi tidak cukup untuk memenuhi

permintaan bayi. Pemenuhan kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan mutlak

diperoleh melalui Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi dengan ASI eksklusif.

Berdasarkan hal ini maka upaya perbaikan gizi bayi 0-6 bulan dilakukan

melalui perbaikan gizi ibu sebelum dan pada masa pemberian ASI

eksklusif. Pada keadaan fisiologis menyusui, kebutuhan gizi ibu meningkat

karena kebutuhan untuk memproduksi ASI. Faktor makanan berpengaruh

signifikan terhadap produksi ASI selain faktor psikis dan isapan bayi

(Zakaria dkk, 2016).

Dampak dari ibu yang tidak memberikan ASI kepada bayi dapat

menyebabkan masalah kesehatan seperti kekurangan gizi, penurunan

kekebalan tubuh, mudah terserang penyakit. Salah satu faktor penyebab

tidak diberikannya ASI adalah status kesehatan ibu, dimana status


4

kesehatan ibu dapat mempengaruhi jumlah ASI yang di produksi menjadi

berkurang, hal ini dikarenakan kurangnya konsumsi gizi pada ibu

menyusui (Wulandari, dkk).

Solusi yang dapat dilakukan agar ibu berhasil dalam memproduksi

ASI, ada beberapa saran yang perlu diperhatikan para ibu yang sedang

memberikan ASI pada bayi, yaitu mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-

buahan yang dapat meningkatkan volume ASI. Jumlah ASI sedikit bisa

diatasi ibu dengan mengkonsumsi daun katuk, buah pepaya, jantung

pisang, kacang, daun kelor, kunyit, dan asam jawa. Sayuran tersebut

merupakan sayuran yang mudah didapat yang dimanfaatkan untuk

meningkatkan produksi ASI. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Astawan, menurutnya, selain karbohidrat, sayuran tersebut

juga mengandung protein, mineral (fosfor, kalsium dan besi, serta

sejumlah vitamin A, B1 dan C) (Wulandari, 2020).

Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan bahan makanan lokal

yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam kuliner ibu menyusui,

karena mengandung senyawa fitosterol yang berfungsi meningkatkan dan

memperlancar produksi ASI (efek laktagogum) (Zakaria, 2016).

Hasil penelitin yang dilakukan oleh indri pratiwi tentang Pengaruh

Pemberian Pudding Daun Kelor (Moringa Oleifera) Terhadap Produksi Air

Susu Ibu (ASI) Pada Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas

Kelurahan Cawang Jakarta Timur diperoleh pemberian pudding daun

kelor yang diberikan kepada ibu menyusui sebanyak 250 g/hari selama
5

tujuh hari dapat memperlancar produksi ASI berdasarkan indikator

penambahan berat badan bayi.

Berdasarkan pengambilan data awal yang dilakukan dengan

wawancara pada 10 ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia Kecamatan

Soropia Kabupaten Konawe terdapat 6 (60%) ibu menyebutkan tidak

lancarnya produksi ASI, dan ibu mengatakan kurangnya konsumsi

makanan bergizi seperti sayuran dan buah-buahan.

Berdasarkan latar belakang tersebut sehingga peneliti tertarik untuk

mengkaji lebih dalam tentang “Pengaruh Konsumsi Olahan Daun Kelor

Terhadap Peningkatan Frekuensi Menyusui pada Ibu Menyusui di Wilayah

kerja Pukesmas Soropia”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada

pengaruh mengkonsumsi olahan daun kelor terhadap peningkatan

frekuensi menyusui?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh konsumsi olahan daun kelor terhadap

peningkatan frekuensi menyusui.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifkasi frekuensi menyusui sebelum dan sesudah

diberikan olahan daun kelor.


6

b. Menganalisis pengaruh konsumsi olahan daun kelor terhadap

peningkatan frekuensi menyusui.

c. Menganalisis perbedaan frekuensi menyusuipada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi ibu menyusui

Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai pengaruh

mengkonsumsi olahan daun kelor terhadap peningkatan frekuensi

menyusui, sehingga masyarakat khususnya ibu menyusui dapat

memanfaatkan tanaman kelor untuk dikonsumsi sehingga dapat

meningkatkan keberhasilan pemberian ASI.

2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

intervensi dalam melakukan asuhan kebidanan serta memberikan

informasi bagi tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan

kepada ibu menyusui bahwa olahan daun kelor dapat

meningkatkan produksi ASI, sehingga frekuensi menyusui dapat

meningkat.

3. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan menambah dan memperluas

pengetahuan penelitian mengenai pengaruh mngkonsumsi olahan

daun kelor terhadap peningkatan frekuensi menyusui pada ibu

menyusui dan dapat digunakan pada penelitian selanjutnya.


7

E. Keaslian Penelitian

1. Penelitian Herni Johan, Ryzky Diah Anggraini, dan Siti Noorbaya

(2019) yang berjudul “Potensi minuman daun kelor terhadap

peningkatan produksi air susu ibu (ASI) pada ibu postpartum”.

Variabel penelitian ini adalah potensi minuman daun kelor terhadap

peningkatan produksi air susu ibu (ASI) pada ibu postpartum.

Desain pada penelitian ini adalah Quasy Experiment, dengan

rancangan Nonequivalent Control Group Design. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian Herni Johan, Ryzky Diah Anggraini,

Dan Siti Noorbaya adalah terletak pada desain penelitian, waktu

dan tempat penelitian.

2. Penelitian Zakaria, Veni Hadju, Suryani As’ad, Dan Burhanuddin

Bahar (2016) yang berjudul “Pengaruh pemberian ekstrak daun

kelor terhadap kuantitas dan kualitas air susu ibu (ASI) pada ibu

menyusui 0-6 bulan”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

Zakaria, Veni Hadju, Suryani As’ad, Dan Burhanuddin Bahar adalah

tempat, waktu dan variabel penelitian. Pada penelitian Zakaria,

Veni Hadju, Suryani As’ad, Dan Burhanuddin Bahar, variabel

penelitiannya adalah pengaruh pemberian ekstrak daun kelor

terhadap kuantitas dan kualitas air susu ibu (ASI) pada ibu

menyusui 0-6 bulan.

3. Penelitian Indri Pratiwi, dan Mia Srimiati (2020) yang berjudul

“Pengaruh pemberian puding daun kelor (Moringa Oleifera)


8

terhadap produksi air susu ibu (ASI) pada ibu menyusui di wilayah

kerja Puskesmas Kelurahan Cawang Jakarta Timur”. Persamaan

pada penelitian ini yaitu sama-sama menganalisis pengaruh

konsumsi olahan daun kelor terhadap produksi ASI. Sedangkan

perbedaanya terdapat pada desain penelitian, waktu dan tempat

penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Konsep Menyusui

a. Pengertian Frekuensi Menyusui

Frekuensi menyusui adalah kekerapan bayi menyusu pada

ibu. Setiap bayi mempunyai pola menyusu yang unik, tidak sama

satu diantara yang lain, beberapa bayi biasanya mengisap

sedikit atau hanya sebentar akan tetapi dengan frekuensi yang

sering. beberapa bayi juga menyusu lebih lama namun dengan

frekuensi yang jarang. Pengisapan anak mempunyai peranan

penting dalam produksi air susu ibu, karena memiliki pengaruh

dalam pengeluaran hormon pituirin. Isapan anak akan

merangsang otot polos yang terdapat dalam buah dada. Untuk

berkontraksi yang kemudian merangsang susunan syaraf di

sekitarnya dan meneruskan rangsangan ini ke otak. Otak akan

memerintahkan kelenjar hypophyse bagian belakang untuk

mengeluarkan pituirin lebih banyak, akan mempengaruhi kuatnya

kontraksi otot-otot polos buah dada dan uterus. Kontraksi otot-

otot polos pada buah dada berguna untuk pembentukan air susu

ibu, sedangkan kontraksi otot-otot polos pada uterus berguna

untuk mempercepat involusi (Wiyati, 2008).

9
10

ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan

refleks. Selama periode menyusui ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi produksi ASI salah satunya adalah frekuensi

menyusui, dalam konsep frekuensi pemberian ASI sebaiknya

bayi disusui tanpa di jadwal (on demand), karena bayi akan

menentukan sendiri kebutuhannya. Karena menyusui yang

dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi

sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya.

Dengan menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan

dapat mencegah timbulnya masalah menyusui (Sujiyatini, 2010).

Hal ini menunjukkan tingginya jumlah berapa kali bayi

menyusu dalam satu hari, dikarenakan setiap bayi memiliki

refleks mengisap untuk menelan ASI dari payudara ibunya

(Arief,2009). Pada awalnya, bayi akan menyusu dengan jadwal

yang tidak teratur, dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2

minggu kemudian. Menyusui yang dijadwalkan akan

mengakibatkan kurang baik. Hal ini disebabkan oleh isapan bayi

sanggat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI

selanjutnya. Dengan menyusui ASI tanpa jadwal dan sesuai

kebutuhan bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin

timbul. Kegiatan menyusui bayi dimalam hari akan sangat

berguna bagi ibu yang berkerja. Hal ini akan memacu produksi
11

ASI dan mendukung keberhasilan penundaan kehamilan

(Bahiyatun, 2009).

Menyusui merupakan suatu proses alamiah manusia dalam

mempertahankan dan melanjutkan kelangsungan hidup

keturunannya. Organ tubuh yang ada pada seorang wanita

menjadi sumber utama kehidupan untuk menghasilkan ASI yang

merupakan sumber makanan bayi yang paling penting terutama

pada bulan-bulan pertama kehidupan. Perkembangan zaman

membawa perubahan bagi kehidupan manusia, dengan

bertambahnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin

pesat membuat pengetahuan manusia mengetahui pentingnya

ASI bagi kehidupan bayi. Menyusui merupakan suatu

pengetahuan yang sudah ada sejak lama yang mempunyai

peranan penting dalam mempertahankan kehidupan manusia

(Astuti, 2013). Sedangkan menurut (Varney dkk, 2008) menyusui

adalah cara yang optimal dalam memberikan nutrisi dan

mengasuh bayi, dan dengan penambahan makanan pelengkap

pada paruh kedua tahun pertama, kebutuhan nutrisi, imunologi,

dan psikososial dapat terpenuhi hingga tahun kedua dan tahun-

tahun berikutnya.

b. Air Susu Ibu (ASI)

Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi

bayi karena mengandung kebutuhan energi dan zat yang


12

dibutuhkan selama enam bulan pertama kehidupan bayi.

Seseorang ibu sering mengalami masalah dalam pemberian ASI

eksklusif, salah satu kendala utamanya yakni produksi ASI yang

tidak lancar. Hal ini akan menjadi faktor penyebab rendahnya

cakupan pemberian ASI eksklusif kepada bayi baru lahir

(Handayani, 2011).

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan pertama, utama,

dan terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. ASI mengandung

berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan

dan perkembangan bayi. ASI mengandung kolostrum yang kaya

akan antibodi karena mengandung protein untuk daya tahan

tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi (Amiruddin,

2007). Pemberian ASI mempunyai peran yang sangat kuat

terhadap hubungan emosional antara ibu dan bayi. Saat

memberikan ASI ibu dan bayi akan merasakan ketenangan dan

meningkatkan jalinan kasih sayang. Bayi yang diberikan ASI

akan lebih sering berada dalam dekapan ibu hingga bayi dapat

merasakan detakan jantung ibu yang telah dikenalnya sejak

dalam kandungan, kasih sayang yang dirasakan bayi akan

menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan dapat membentuk

kepribadian yang percaya dan dasar spiritual yang baik (Roesli,

2009).
13

ASI mengandung antibodi dalam jumlah besar yang berasal

dari tubuh seorang ibu. Antibodi tersebut membantu bayi menjadi

tahan terhadap penyakit, selain itu juga meningkatkan sistem

kekebalan tubuh bayi. Karena ASI memiliki banyak keunggulan

kandungan zat-zat penting yang terkandung didalamnya yang

membuat bayi berkembang dengan optimal. ASI juga

mempunyai keunggulan lain untuk pembentukan sistim Imun

sang bayi. Sistem imum merupakan sistim yang sangat krusial

untuk sang bayi, semakin baik sistim imun anak maka akan

membuat anak jarang sakit. Dibandingkan bayi yang tidak

mendapatkan asupan ASI, bayi yang mendapatkan asupan ASI

mempunyai sistim imun atau sistim kekebalan tubuh yang jauh

lebih baik.

Proses pembentukan ASI dimulai sejak awal kehamilan. ASI

(Air Susu Ibu) di produksi karena pengaruh faktor hormonal,

proses pembentukan ASI di mulai dari proses terbentuknya

laktogen dan hormon-hormon yang mempengaruhi terbentuknya

ASI, proses terbentuknya laktogen dan hormon produksi ASI

sebagai berikut :

1) Laktogenesis I

Pada fase aktif kehamilan, payudara perempuan

memasuki fase pembentukkan laktogenesis I, dimana

payudara mulai memproduksi kolostrum yang berupa cairan


14

kuning kental. Pada fase ini payudara perempuan juga

membentuk penambahan dan pembesaran lobulus-alveolus.

Tingkat progresteron yang tinggi dapat menghambat

produksinya ASI. Pada fase ini kolostrum yang keluar pada

saat hamil atau sebelum bayi lahir tidak menjadikan masalah

sedikit atau banyaknya ASI yang akan di produksi.

2) Laktogenesis II

Pada saat melahirkan dan plasenta keluar

menyebabkan menurunnya hormon progresterone, estrogen

dan human placental lactogen (HPL) secara tiba-tiba, akan

tetapi kadar hormone prolaktin tetap tinggi yang

menyebabkan produksi ASI yang berlebih dan fase ini

disebut fase laktogenesis II.

Pada fase ini, apabila payudara dirangsang, kadar

prolaktin dalam darah akan meningkat dan akan bertambah

lagi pada periode waktu 15 menit, dan akan kembali ke level

semula sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Hormon

prolaktin yang keluar dapat menstimulasi sel di dalam alveoli

untuk memproduksi ASI lebih banyak, yaitu pada pukul 2

pagi sampai 6 pagi, akan tetapi kadar prolaktin akan

menurun jika payudara terasa penuh.

Selain hormon prolaktin, hormon lainnya seperti

hormon insulin, tiroksin dan kortisol terdapat dalam proses


15

produksi ASI, tetapi peran hormon tersebut tidak terlalu

dominan. Penanda biokimia mengidikasikan jika proses

laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan,

akan tetapi ibu yang setelah melahirkan merasakan

payudara penuh sekitar 2-3 hari setelah melahirkan. Jadi dari

proses laktogenesis II menujukkan bahwa produksi ASI itu

tidak langsing diproduksi setelah melahirkan. Kolostrum yang

dikonsumsi oleh bayi sebelum ASI, mengandung sel darah

putih dan antibody yang tinggi dari pada ASI sebenarnya,

antibody pada kolostrum yang tinggi adalah immunoglobulin

A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih

rentan dan mencegah kuman masuk pada bayi. IgA juga

mencegah alergi terhadap makanan, dalam dua minggu

setelah melahirkam, kolostrum akan mulai berkurang dan

tidak ada, dan akan digantikan oleh ASI seutuhnya.

3) Laktogenesis III

Fase laktogenesis III merupakan fase dimana system

control hormon endokrin mengatur produksinya ASI selama

kehamilan dan beberapa hari setelah melahirkan. Pada saat

produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai.

Pada tahap ini apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara

akan memproduksi ASI lebih banyak. Payudara akan

memproduksi ASI lebih banyak lagi jika ASI sering banyak


16

dikeluarkan, selain itu refleks menghisap bayi pula akan

dapat mempengaruhi produksi ASI itu sendiri.

c. Hormon-hormon pembentuk ASI

1) Hormon progesteron

Hormon progresterone ini mempengaruhi

pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progresteron akan

menurun sesaat setelah melahirkan dan hal ini dapat

mempengaruhi produksi ASI berlebih.

2) Estrogen

Hormon estrogen ini menstimulasi saluran ASI untuk

membesar. Hormon estrogen akan menurun saat melahirkan

dan akan tetapi rendah selama beberapa bulan selama

masih menyusui. Pada saat hormon estrogen menurun dan

ibu masih menyusui, dianjurkan untuk menhindari KB

hormonal berbasis hormon estrogen karena dapat

menghambat produksinya ASI.

3) Prolaktin

Hormon prolaktin merupakan suatu hormon yang

disekresikan oleh grandula pituitary. Hormon ini berperan

dalam membesarnya alveoli saat masa kehamilan. Hormon

prolaktin memiliki peran penting dalam memproduksi ASI,

karena kadar hormon ini meningkat selama kehamilan.

Kadar hormon prolaktin terhambat oleh plasenta, saat


17

melahirkan dan plasenta keluar hormone progresteron dan

estrogen mulai menurun sampai tingkat dilepaskan dan

diaktifkannya hormon prolaktin. Peningkatan hormon

prolaktin akan menghambat ovulasi yang bisa dikatakan

mempunyai fungsi kontrasepsi alami, kadar prolaktin yang

paling tinggi adalah pada malam hari.

4) Oksitosin

Hormon oksitosin berfungsi mengencangkan otot

halus pada rahim pada saat melahirkan dan setelah

melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus pada

sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu.

Hormon oksitosin juga berperan dalam proses turunnya

susu.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keluarnya

hormon oksitosin, yaitu:

a) Isapan bayi saat menyusu

b) Ada kenyamanan diri pada ibu menyusui

c) Diberikan pijatan pada punggung atau pijat oksitosin ibu

yang sedang menyusui

d) Dukungan suami dan keluarga pada ibu yang sedang

dalam masa menyusui eksklusif pada bayinya

e) Keadaan psikologi ibu menyusui yang baik.

(Nia Umar S.Sos, 2014).


18

5) Human Placental Lactogen (HPL)

Hormone ini dilepaskan oleh plasenta sejak bulan

kedua kehamilan. Hormon ini berperan dalam pertumbuhan

payudara, putting, dan areola sebelum melahirkan. Pada

bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap

memproduksi ASI.

Pada saat proses laktasi terdapat dua refleks yang

berperan, yaitu refleks prolaktin dan reflex let down/reflek

aliran yang akan timbul karena rangsangan isapan bayi pada

puting susu. Berikut penjelasan kedua refleks tersebut.

a) Reflek Prolaktin

Pada saat kehamilan, hormon prolaktin berperan

untuk pembentukkan kolostrum, akan tetapi jumlah

kolostrum terbatas karena aktivitas hormon prolaktin

terhambat oleh hormon estrogen dan hormon

progresteron yang kadarnya masih tinggi. Tetapi setelah

melahirkan dan lepasnya plasenta, maka hormon

estrogen dan hormon progresteron akan berkurang.

Selain itu dengan isapan bayi dapat merangsang puting

susu dan kalang payudara, yang akan merangsang

ujung-ujung saraf sensori yang mempunyai fungsi

sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini akan

dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis,


19

sehingga hipotalamus akan menekan pengeluaran

faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan

sebaliknya juga kan merangsang pengeluaran faktor-

faktor yang akan memacu sekresi prolactin akan

merangsang hipofisis sehingga dapat dikeluarkannya

prolaktin dan hormon prolaktin dapat merangsang sel-sel

alveoli yang fungsinya untuk membuat air susu. Pada ibu

menyusui, kadar hormon prolaktin akan mengalami

peningkatan jika ibu bayi dalam keadaan stres (pengaruh

psikis), anastesi, operasi, rangsangan puting susu,

hubungan seksual dan obat-obatan.

b) Reflek Aliran/Let Down

Proses pembentukkan prolaktin oleh

adenhipofisis, rangsangan yang berasal dari isapan bayi

dan akan dilanjutkan kehipofisis posterior yang kemudian

akan mengeluarkan hormon oksitosin, melalui aliran

darah hormon ini akan dibawa ke uterus yang akan

menimbulkan kontaksi pada uterus sehingga dapat

terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi yang terjadi

tersebut akan merangsang diperasnya air susu yang

telah diproses dan akan dikeluarkan melalui alveoli

kemudian masuk ke sistem duktus dan dialirkan melalui

duktus laktiferus dan kemudian masuk pada mulut bayi.


20

Menurut Dewi Maritalia (2017), stadium pembentukan

laktasi, ASI terbagi menjadi tiga stadium, yaitu :

1) Kolostrum

Kolostrum adalah air susu yang pertama kali

keluar. Kolostrum ini disekresi oleh kelenjar

payudara pada hari pertama sampai hari ke empat

pasca persalinan. Kolostrum merupakan cairan

dengan viskositas kental, lengket dan berwarna

kekuningan. Kolostrum mengandung tinggi protein,

mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih

dan antibodi yang tinggi dari pada ASI matur.

Selain itu, kolostrum masih mengandung rendah

lemak dan laktosa. Protein utama pada kolostrum

adalah imunoglobulin (IgD, IgA, dan IgM),

digunakan sebagai zat antibodi untuk mencegah

dan menetralisir bakteri, virus, jamur,dan parasit.

Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurut

ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada

dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi

yang berusia 1-2 hari. Volume kolostrum antara

150-300 ml/24 jam. Kolostrum juga merupakan

pencar ideal untuk membersihkan zat yang tidak

terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan


21

mempersiapkan saluran pencernaan makanan bagi

bayi makanan yang akan datang.

2) Asi Transisi/ Peralihan

Asi peralihan adalah ASI yang keluar setelah

kolostrum sampai sebelum ASI matang, yaitu sejak

hari ke-4 sampai hari ke-10. Selama dua minggu,

volume air susu bertabah banyak dan berubah

warna serta komposisinya. kadar imunoglobin dan

protein menurun, sedangkan lemak dan laktosa

meningkat.

3) Asi Matur

ASI matur di sekresi pada hari kesepuluh dan

seterusnya. ASI matur tampak berwarna putih.

Kandungan ASI matur relatif konstan, tidak

menggumpal bila dipanaskan. Air susu yang

mengalir pertama kali atau saat lima menit pertama

disebut foremilk. Foremilk lebih encer, dan

mempunyai kandungan rendah lemak dan tinggi

Laktosa, gula, protein, meneral dan air.

Selanjutnya, air susu berubah menjadi hindmilk.

Hindmilk kaya akan lemak dan nutrisi. Hindmilk

membuat bayi akan lebih cepat kenyang, dengan


22

demikian, bayi akan membutuhkan keduanya, baik

foremilk maupun hindmilk.

Kandungan Kolustrum Transisi ASI matur

Energi ( kgkal) 57,0 63,0 65,0

Laktosa (gr/100 6,5 6,7 7,0

ml)

Lemak (gr/100 2,9 3,6 3,8

ml)

Protein (gr/100 1,195 0,965 1,325

ml)

Mineral (gr/100 0,3 0,3 0,2

ml)

Immunoglubin :

Ig A (mg/100 335,9 - 119,6

ml)

Ig G (mg/100 5,9 - 2,9

ml)

Ig M (mg/100 17,1 - 2,9

ml)

Lisosing(mgs/1 14,2-16,4 - 24,3-27,5

00 ml)

Laktoferin 420-520 - 250-270


23

Tabel 1 : Kandungan Kolostrum, ASI Transisi Dan ASI Matur

(Dewi Maritalia, 2017)

d. Kandungan dalam ASI

1) Karbohidrat

Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa (gula susu)

dan jumlahnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan susu

sapi. Laktosa berfungsi sebagai salah satu sumber untuk

otak, mempertinggi absorbsi kalsium dan merangsang

pertumbuhan Lactobasillus bifidus.Bakteri ini menjaga

keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat

pertumbuhan bakteri yang merugikan.

2) Lemak

Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak. Sekitar

50% kalori ASI berasal dari lemak. Kadar lemak dalam ASI

antara 3,5-4,5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi,

tetapi mudah diserap oleh bayi karena trigliserida dalam ASI

lebih dulu dipecah menjadi asam lemak dan gliserol oleh

enzim lipase yang terdapat dalam ASI.

3) Protein

Protein dalam susu adalah kasein dan Whey. Kadar

protein ASI sebesar 0.9%, 60% diantaranya adalah Whey

yang lebih mudah dicerna dibanding kasein (protein utama


24

susu sapi). Protein berguna untuk pembentukan sel pada

bayi yang baru lahir.

4) Vitamin

ASI cukup untuk mengandung vitamin yang

diperlukan bayi. Vitamin K yang berfungsi sebagai katalisator

dalam proses pembentukan darah terdapat dalam ASI dalam

jumlah cukup dan mudah diserap, vitamin D berfungsi untuk

pembentukan tulang bayi baru lahir, vitamin E berfungsi

penting untuk ketahanan dinding sel darah merah, vitamin A

berfungsi untuk kesehatan mata, selain itu untuk mendukung

pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. Selain

itu ada pula vitamin B, asam folat, dan vitamin C yang larut

dalam air.

5) Zat besi

Bayi aterm normal biasanya lahir dengan hemoglobin

tinggi (16-22 gr/dl), yang berkurang cepat setelah lahir. Bayi

memiliki persediaan zat besi dalam jumlah banyak cukup

untuk setidaknya 4-6 bulan.

6) Mineral

Kadar mineral dalam ASI tidak begitu dipengaruhi

oleh makanan yang dikonsumsi ibu dan tidak pula

dipengaruhi oleh status gizi ibu. Mineral di dalam ASI


25

mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih mudah diserap

dibandingkan dengan mineral yang terdapat di dalam susu

sapi. Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah

kalsium yang mempunyai fungsi untuk pertumbuhan jaringan

otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan

darah. Walaupun kadar kalsium ASI lebih rendah dari susu

sapi, tetapi tingkat penyerapannya lebih besar. Penyerapan

kalsium ini dipengaruhi oleh kadar fosfor, magnesium,

vitamin D dan lemak. Mineral yang juga tinggi kadarnya

dalam ASI dibandingkan susu formula adalah selenium, yang

sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan cepat pada bayi

(Wijaya, 2018).

e. Manfaat ASI

1. Bagi bayi

Dapat membantu memulai kehidupannya dengan

baik. Bayi yang diberi ASI mempunyai kenaikan berat badan

yang baik setalah lahir, pertumbuhan setelah periode

perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas.

a. Mengandung antibody

b. ASI mengandung komposisi yang tepat

c. Mengurangi kejadian karies dentis

d. Memberi rasa nyaman dan aman pada bayi dan adanya

ikatan atara ibu dan bayi.


26

e. Terhindar dari alergi

f. ASI meningkatkan kecerdasan bagi bayi

(Weni K, 2009).

2. Bagi Ibu

a) Aspek Kontrasepsi

Hisapan mulut bayi pada putting susu merangsang

ujung syaraf sensorik sehingga post anterior hipofise

mengeluarkan prolaktin, prolaktin masuk ke indung telur,

menekan produksi estrogen akibatnya tidak ada evulasi.

b) Aspek Kesehatan Ibu

Isapan bayi pada payudara akan merangsang

terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin

membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya

pendarahan pasca persalinan.

c) Aspek penurunan berat badan

Ibu yang memberikan ASI eksklusif teryata lebih

mudah dan lebih cepat kembali keberat badan semula

seperti sebelum hamil.

d) Aspek psikologis

Ibu yang menyusui akan merasa bangga dan

diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manisia

(Weni S, 2009).
27

3. Bagi keluarga

a) Aspek Ekonomi

ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang

seharusnya digunakan untuk membeli susu formula

dapat digunakan untuk digunakan keperluan lain.

b) Aspek psikologis

Kebahagian keluarga bertambah, karena kelahiran

lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan

dapat mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.

c) Aspek kemudahan

Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana

saja dan kapan saja (Weni S, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan

produksi ASI antara lain:

1) Makanan Ibu

Makanan yang dimakan seorang ibu yang sedang

dalam masa menyusui tidak secara langsung

mempengaruhi mutu atau pun jumlah air susu yang

dihasilkan. Dalam tubuh terdapat cadangan berbagai zat

gizi yang dapat digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan.

Akan tetapi jika makanan ibu terus menerus tidak

mengandung cukup zat gizi yang diperlukan tentu pada


28

akhirnya kelenjar-kelenjar pembuat air susu dalam buah

dada ibu tidak akan dapat bekerja dengan sempurna dan

akhirnya akan berpengaruh terhadap produksi ASI Ada

beberapa kandungan makanan yang harus dikonsumsi ibu

menyusui seperti di bawah ini.

Pedoman untuk ibu menyusui adalah sebagai berikut:

a) Makan teratur dengan menu sehat untuk ibu

menyusui. Bila ibu lapar bayi juga lapar.

b) Hindari makanan siap saji, karena terlalu banyak

mengandung garam dan kekurangan gizi dan kurang

berserat.

c) Hindari makanan terlalu banyak gula (manis), karena

gula adalah zat gizi kosong, artinya hanya zat tenaga

saja.

d) Makanlah makanan alami, karena kandungannya

tidak banyak yang rusak, namun harus dijaga

kebersihannya.

e) Seringlah berkonsultasi pada tenaga kesehatan untuk

kepentingan asupan gizi seimbang, baik bidan,

perawat atau dokter.

Unsur gizi dalam satu liter ASI setara dengan

unsur gizi yang terdapat dalam dua piring nasi ditambah satu

butir telur. Jadi diperlukan kalori yang setara dengan jumlah


29

kalori yang diberikan satu piring nasi untuk membuat satu

liter ASI. Agar Ibu menghasilkan satu liter ASI diperlukan

makanan tambahan disamping untuk keperluan dirinya

sendiri, yaitu setara dengan dua piring nasi dan satu butir

telur. Apabila ibu yang sedang menyusui bayinya tidak

mendapat tambahan makanan, maka akan terjadi

kemunduran dalam pembuatan ASI. Terlebih jika pada masa

kehamilan ibu juga mengalami kekurangan gizi. Karena itu

tambahan makanan bagi seorang ibu yang sedang menyusui

anaknya mutlak diperlukan. Walaupun tidak jelas pengaruh

jumlah air minum dalam jumlah yang cukup. Dianjurkan

disamping bahan makanan sumber protein seperti ikan, telur

dan kacang-kacangan, bahan makanan sumber vitamin juga

diperlukan untuk menjamin kadar berbagai vitamin dalam

ASI.

Dalam penelitian Arifin (2013) mengatakan ibu yang

kekurangan gizi akan mengakibatkan menurunnya jumlah

ASI dan akhirnya berhenti. Hal ini menyebabkan pada masa

kehamilan jumlah pangan yang dikonsumsi ibu tidak

memungkinkan untuk menyimpan cadangan lemak dalam

tubuhnya, yang kelak akan digunakan sebagai salah satu

komponen ASI dan sebagai sumber energi selama menyusui

Menurut Kristiyanasari ada beberapa hal yang


30

mempengaruhi produksi ASI yaitu makanan yang dimakan

ibu. Apabila makanan ibu secara secara teratur mengandung

gizi yang diperlukan maka akan berpengaruh pula pada

produksi ASI, karena kelenjar pembuat ASI tidak dapat

bekerja dengan sempurna tanpa makanan yang cukup.

Untuk membentuk produksi ASI yang baik, makanan ibu

harus memenuhi jumlah kalori, protein, lemak, mineral dan

vitamin yang cukup dan ibu dianjurkan untuk minum lebih

banyak kira-kira 8-12 gelas sehari karena ibu sering merasa

haus pada saat ibu menyusui bayinya

2) Frekuensi Menyusui

ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara

hormon dan refleks. Selama periode menyusui ada

beberapa hal yang dapat mempengaruhi produksi ASI

salah satunya adalah frekuensi menyusui, dalam konsep

frekuensi pemberian ASI sebaiknya bayi disusui tanpa di

jadwal (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri

kebutuhannya. Karena menyusui yang dijadwalkan akan

berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat

berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya.

Dengan menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi,

akan dapat mencegah timbulnya masalah menyusui

(Sujiyatini, 2010).
31

Hal ini menunjukkan tingginya jumlah berapa kali bayi

menyusu dalam satu hari, dikarenakan setiap bayi

memiliki refleks mengisap untuk menelan ASI dari

payudara ibunya (Arief,2009). Pada awalnya, bayi akan

menyusu dengan jadwal yang tidak teratur, dan akan

mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian.

Menyusui yang dijadwalkan akan mengakibatkan kurang

baik. Hal ini disebabkan oleh isapan bayi sanggat

berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya.

Dengan menyusui ASI tanpa jadwal dan sesuai kebutuhan

bayi, akan mencegah banyak masalah yang mungkin

timbul. Kegiatan menyusui bayi dimalam hari akan sangat

berguna bagi ibu yang berkerja. Hal ini akan memacu

produksi ASI dan mendukung keberhasilan penundaan

kehamilan (Bahiyatun, 2009).

3) Perawatan Payudara

Perawatan payudara pada kehamilan (Breast Care

Antenatal) adalah usaha untuk memperlancar aliran ASI,

dan mencegah masalah-masalah yang mungkin muncul

pada saat menyusui seperti puting nyeri atau lecet,

payudara bengkak, saluran susu tersumbat. Perawatan

payudara tidak hanya dilakukan sebelum melahirkan

tetapi juga dilakukan setelah melahirkan. Perawatan


32

payudara dilakukan sehari dua kali saat mandi dan bila

ada masalah dengan menyusui juga dilakukan dua kali

sehari Perawatan payudara merupakan hal yang penting

yang harus diperhatikan sebagai persiapan menyusui

karena mempunyai beberapa manfaat antara lain

Merangsang kelenjar-kelenjar air susu sehingga produksi

ASI banyak dan lancar, Menjaga kebersihan payudara,

terutama kebersihan putting susu, Melenturkan dan

menguatkan putting susu sehingga memudahkan bayi

untuk Menyusu, Mempersiapkan mental (psikis) ibu untuk

menyusui.

Perawatan payudara yang dimulai dari kehamilan

bulan ke 7-8 memegang peranan penting dalam menyusui

bayi. Payudara yang terawat akan memproduksi ASI yang

cukup untuk memenuh kebutuhan bayi dan dengan

perawatan payudara yang baik, maka putting tidak akan

lecet sewaktu diisap bayi Perawatan payudara setelah

melahirkan bertujuan untuk memelihara kebersihan

payudara agar terhindar dari infeksi dan meningkatkan

produksi ASI dengan merangsang kelenjar air susu

melalui pemijatan. Selain itu, perawatan ini juga berguna

untuk mencegah bendungan ASI/pembengkakan

payudara, persiapan psikis ibu menyusui serta


33

melenturkan dan menguatkan puting. Kita juga dapat

mengetahui secara dini kelainan puting susu serta dapat

melakukan usaha untuk mengatasinya Indikasi perawatan

payudara ini dilakukan pada payudara yang tidak

mengalami kelainan dan yang mengalami kelainan seperti

bengkak, lecet dan puting inverted.

Terdapat beberapa cara dalam melakukan

perawatan payudara pada ibu menyusui, salah satunya

adalah pemijatan payudara yang dapat dilakukan 2 kali

sehari sejak hari kedua pasca persalinan Faktor lain yang

mempengaruhi produksi ASI adalah Inisisasi Menyusui

Dini (IMD). Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses

alami pada bayi untuk menyusu, yaitu dengan

memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari dan

mengisap putting ibu dalam satu hingga 2 jam pertama

masa kehidupannya. Bayi yang diberi kesempatan untuk

menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI

eksklusif dan produksi ASI lancar.

4) Berat Lahir

Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai

kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding

bayi yang berta lahir normal (bayi yang lahir lebih dari
34

2500 gr atau 2,5 kg). Bayi yang dengan berat lahir rendah

memiliki kemampuan mengisap ASI, frekuensi, dan lama

penyusuan yang lebih rendah, dibanding bayi berat lahir

normal yang pada akhirnya akan mempengaruhi stimulasi

hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.

Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-

2500 gram; Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR)

dengan berat lahir 1000-1500 gram; Bayi berat lahir

ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari

1000 gram.

Prentice mengamati hubungan berat lahir bayi

dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan

untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan

dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari

kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan

kekuatan mengisap yang mengakibatkan perbedaan inti

yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De

Carvalho menemukan hubungan positif berat lahir bayi

dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14 hari

pertama setelah lahir.Bayi berat lahir rendah (BBLR)

mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah

dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr).

Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi


35

frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah

dibanding bayi berat lahir normal yang akan

mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin

dalam memproduksi ASI.

5) Umur dan paritas ibu

Umur ibu berpengaruh terhadap produksi ASI. Ibu

yang umurnya muda lebih banyak memproduksi ASI

dibandingkan dengan ibu yang sudah tua (Soetjaningsih,

2005). Dan menurut Bizncuzzo (2003) bahwa ibu-ibu yang

lebih muda atau umurnya kurang dari 35 tahun lebih

banyak memproduksi ASI daripada ibu yang berumur

lebih tua.

Ibu yang melahirkan lebih dari satu kali mampu

memproduksi ASI lebih banyak dibandingkan yang

melahirkan pertama kali (Kodrat, 2010). Seorang yang

baru melahirkan pertama kali biasanya mempunyai

pengetahuan dan pengalaman yang kurang dalam hal

menyusui, sedangkan ibu yang telah melahirkan lebih dari

sekali tentu sudah menpunyai pengalaman dalam hal

menyusui sehingga manajemen laktasi akan dijalankan

dengan baik.
36

2. Daun Kelor (Moringa oliefera L)

a. Definisi daun kelor

Tanaman kelor memiliki klasifikasi sebagai berikut;

Kingdom: Plantae (Tumbuhan); Subkingdom: Tracheobionta

(Tumbuhan berpembuluh); Super Divisi: Spermatophyta

(Menghasilkan biji); Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga);

Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil); Sub Kelas:

Dilleniidae; Ordo: Capparales; Famili: Moringaceae; Genus:

Moringa; Spesies: Moringa oleifera Lam (Krisnadi, 2013).

Gambar 1 : Daun kelor

Kelor adalah pohon merunggai, daunnya dibuat sayur atau

obat. Kelor merupakan tanaman perdu yang tinggi pohonnya

dapat mencapai 10 meter. Timbuh subur mulai dari dataran

rendah sampai dengan ketinggian 1000 m diatas permukaan

laut. Kelor adalah tanaman super nutrisi. Kandungan nutrisi

tersebar dalam seluruh bagian tanaman kelor dan seluruh bagian

tanamannya dapat dikonsumsi, mulai dari daun, kulit, batang,

bunga, buah, sampai dengan akarnya yang seperti lobak.


37

Senyawa tersebut meliputi nutrisi, mineral, vitamin dan asam

amino (Indri Seta Septadina, dkk, 2018). Daun kelor juga

mengandung senyawa fitosterol yakni, alkaloid, saponin dan

flavanoid yang berfungsi meningkatkan dan memperlancar

produksi ASI (Mutiara, 2011).

Hasil penelitin yang dilakukan oleh indri pratiwi tentang

Pengaruh Pemberian Pudding Daun Kelor (Moringa Oleifera)

Terhadap Produksi Air Susu Ibu (ASI) Pada Ibu Menyusui di

Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cawang Jakarta Timur

diperoleh pemberian pudding daun kelor yang diberikan kepada

ibu menyusui sebanyak 250 g/hari selama 7 hari dapat

memperlancar produksi ASI berdasarkan indikator penambahan

berat badan bayi.

Hasil penelitin yang juga dilakukan oleh Herni Johan dkk,

tentang Potensi Minuman Daun Kelor Terhadap Peningkatan

Produksi ASI Pada Ibu Postpartum diperoleh adanya

peningkatan produksi ASI pada ibu postpartum yang diberikan

minuman seduhan dau kelor pada pagi, siang dan malam hari

selama tujuh hari, hal ini terbukti dari peningkatan berat badan

bayi, peningkatan frekuensi BAK dan BAB bayi, dan frekuensi

menyusui.

Kelor dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan

WHO telah memperkenalkan kelor sebagai salah satu pangan


38

alternatif untuk mengatasi masalah gizi (malnutrisi) (Broin, 2010).

Di Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai

suplemen yang kaya zat gizi untuk ibu menyusui dan anak pada

masa pertumbuhan. Semua bagian dari tanaman kelor memiliki

nilai gizi, berkhasiat untuk kesehatan dan manfaat dibidang

industri (Syarifah, 2015).

Tanaman kelor kaya akan vitamin A dan C, khususnya

carotene, yang akan diubah menjadi vitamin A dalam tubuh dan

secara nyata berpengaruh terhadap hepatoprotective. Pada saat

ini telah diteliti pengaruh ekstrak daun kelor terhadap kadar

alkohol dalam darah tikus untuk mengatasi akibat tindakan

kimiawi (Bharali, Tabassum, Azad. 2003) Daun kelor merupakan

sumber protein (dengan asam amino metionin dan cystine),

vitamin A dan vitamin C serta mineral (besi dan kalsium), juga

sumber vitamin B. Memiliki kandungan lemak yang rendah

(Fahey, 2005) Kelor (Moringa oleifera Lam) merupakan famili

Moringaceae yang tumbuh didaerah tropis, berasal dari India

bagian barat dan tersebar di wilayah Pakistan, Bangladesh dan

Afganistan. Tanaman kelor memiliki tinggi sekitar 7 hingga 12 m,

akar berumbi, batang berkayu, berongga dan lunak, batang

pendek (25 cm) dan cabang mudah patah, digunakan untuk

tanaman pagar (Reyes, 2006). Daunnya majemuk, menyirip

ganda, dan berpinak daun membundar kecil-kecil. Bunganya


39

berwarna putih kekuningan. Buahnya panjang dan bersudut-

sudut pada sisinya. Kelor dibudidayakan sebagai tanaman

sayuran, pendukung tanaman lada tau sirih, tanaman makanan

ternak (Winarno, 2003)

b. Nutrisi daun kelor

Kelor telah digunakan untuk mengatasi malnutrisi, terutama

untuk balita dan ibu menyusui. Daun dapat dikonsumsi dalam

kondisi segar, dimasak, atau disimpan dalam bentuk tepung

selama beberapa bulan tanpa pendinginan dan dilaporkan tanpa

terjadi kehilangan nilai nutrisi. Kelor merupakan bahan pangan

yang sangat menjanjikan terutama pada daerah tropis karena

pada musim yang kering masih dapat tumbuh subur. Daun kelor

mengandung Vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan wortel,

kandungan kalsium lebih tinggi dari susu, zat besi lebih tinggi

dibandingkan bayam, Vitamin C lebih tinggi dibandingkan jeruk,

dan potassium lebih banyak dibanding pisang. Sedangkan

kualitas protein daun kelor setara dengan susu dan telur.

Kandungan nutrisi yang cukup tinggi menjadikan kelor memiliki

sifat fungsional bagi kesehatan serta mengatasi kekurangan

nutrisi. Oleh karena kelor disebut Miracle Tree dan Mother’s Best

Friend. Selain itu kelor berpotensi sebagai bahan baku dalam

industri kosmetik, obat-obatan dan perbaikan lingkungan yang

terkait dengan cemaran dan kualitas air bersih. Senyawa bioaktif


40

dalam kelor memyebaban kelor memiliki sifat farmakologis.

Selain itu telah diintifikasi bahwa daun kelor mengandung

antioksidan tinggi dan antimikrobia. Hal ini menyebabkan kelor

dapat berfungsi sebagai pengawet alami dan memperpanjang

masa simpan olahan berbahan baku daging yang disimpan pada

suhu 4 0C tanpa terjadi perubahan warna selama penyimpanan.

Kandungan nutrisi mikro sebanyak 7 kali vitamin C jeruk, 4 kali

vitamin A wortel, 4 gelas kalsium susu, 3 kali potassium pisang,

dan protein dalam 2 yoghurt. Oleh karena itu kelor berpotensi

sebagai minuman probiotik untuk minuman kesehatan, atau

ditambahkan dalam pangan sebagai fotifikan untuk memperkaya

nilai gizinya (Syarifah, 2015).

c. Manfaat tanaman Kelor

Di negara berkembang, tanaman kelor digunakan untuk

mengatasi malnutrisi, karena tingginya kandungan vitamin dan

mineral. Bahkan di Afrika, tanaman kelor menjadi sangat populer

dan diproduksi sebagai suplemen nutrisi bagi orang yang

menderita HIV, dan dikembangkan karena mudah dan murah. Di

samping itu tanaman kelor telah berhasil digunakan untuk

mengatasi malnutrisi pada anak-anak dan wanita hamil. Pada

wanita hamil menunjukan produksi susu yang lebih tinggi bila

mengkonsumsi daun kelor yang ditambahkan pada makanannya

dan pada anak-anak menunjukan pertambahan berat badan


41

yang signifikan. Di India, jus daun kelor diyakini memiliki efek

menstabilkan tekanan darah dan digunakan untuk mengobati

kecemasan. Di Senegel, infus jus daun kelor diyakini dapat

mengendalikan kadar glukosa pada penderita diabetes. Dengan

penambahan madu dan santan kelapa, dengan dikonsumsi 2-3

kali sehari digunakan untuk mengobati diare, disentri dan colitis.

Pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) diduga

dapat meningkatkan kadar hormon menyusui dalam peningkatan

kuantitas dan kualitas ASI. Banyaknya kandungan nutrisi di

dalam daun kelor (Moringa oleifera) salah satunya seperti

senyawa fitosterol (efek laktogogum) dalam meningkatkan kadar

hormon menyusui dan zat besi dapat memberikan dampak positif

bagi kesehatan bayi. Berdasarkan penelitan bahwa Volume

ASI yang lebih tinggi pada kelompok intervensi didukung oleh

ekstrak daun kelor yang mengandung antioksidan non-

enzimatik seperti vitamin A (beta carotene), vitamin C dan

vitamin E yang dapat mengurangi kerusakan DNA17 serta

senyawa fitosterol (Kuswanto, 2020).


42

Gambar 2 : Sayur daun kelor

Daun kelor (Moringa oleifera) merupakan bahan makanan

lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam kuliner

ibu menyusui, karena mengandung senyawa fitosterol yang

berfungsi meningkatkan dan memperlancar produksi ASI (efek

laktagogum). Secara teoritis, senyawa- senyawa yang

mempunyai efek laktagogum diantaranya adalah sterol. Sterol

merupakan senyawa golongan steroid. Daun kelor mengandung

protein lengkap (mengandung 9 asam amino esensial), kalsium,

zat besi, kalium, magnesium, zink dan vitamin A, C, E serta B

yang memiliki peran besar pada sistem imun (Kuswanto, 2020).

B. Landasan Teori

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang disekresikan oleh kelenjar

payudara ibu berupa makanan alamiah atau susu terbaik bernutrisi dan

berenergi tinggi yang diproduksi sejak masa kehamilan (Wiji, 2013).

Kandungan gizi dari ASI sangat khusus dan sempurna serta sesuai

dengan kebutuhan tumbuh kembang bayi. ASI mudah dicerna, karena

selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim


43

untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI

mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan bayi

sampai enam bulan kecuali vitamin K, karen bayi baru lahir ususnya masih

belum mampu membentuk vitamin K. maka setelah lahir biasanya bayi

diberikan ambahan vitamin K dari luar (Maryunani, 2012).

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik

bagi bayi yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang

dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi.ASI

mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung

protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi

(Amiruddin, 2007). Pemberian ASI mempunyai peran yang sangat kuat

terhadap hubungan emosional antara ibu dan bayi. Saat memberikan ASI

ibu dan bayi akan merasakan ketenangan dan meningkatkan jalinan kasih

sayang. Bayi yang diberikan ASI akan lebih sering berada dalam dekapan

ibu hingga bayi dapat merasakan detakan jantung ibu yang telah

dikenalnya sejak dalam kandungan, kasih sayang yang dirasakan bayi

akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan dapat membentuk

kepribadian yang percaya dan dasar spiritual yang baik (Roesli, 2009

dalam Ihsani, 2011).

ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks.

Selama periode menyusui ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi

produksi ASI salah satunya adalah frekuensi menyusui, dalam konsep

frekuensi pemberian ASI sebaiknya bayi disusui tanpa di jadwal (on


44

demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Karena

menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan

bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya.

Dengan menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan dapat

mencegah timbulnya masalah menyusui (Sujiyatini, 2010).

Pada keadaan fisiologis menyusui, kebutuhan gizi ibu meningkat

karena kebutuhan untuk memproduksi ASI. Rahayu (Zakaria dkk, 2016)

menyatakan bahwa faktor makanan berpengaruh signifikan terhadap

produksi ASI selain faktor psikis dan isapan bayi.

a. Faktor penghambat ASI

Keluarnya ASI sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor

utama yang mempengaruhinya adalah faktor hormonal, yaitu prolaktin

yang berperan dalam produksi ASI dan oksitosin yang berperan

merangsang keluarnya ASI. Hormon prolaktin ini diproduksi oleh

kelenjar pituari yang berada didalam otak dan berpengaruh terhadap

berbagai fungsi fisiologis tubuh. Jumlah hormon prolaktin dipengaruhi

oleh jumlah nutrisi yang dikonsumsi ibu, serta yang dipengaruhi juga

oleh frekuensi isapan bayi, sementara hormon oksitosin yang

merangsang keluarnya ASI, Sering disebut sebagai hormon cinta,

karena hormon ini dipengaruhi oleh suasana hati ibu, oleh karena ibu

penting sekali bagi ibu yang menyusui untuk menjaga suasana hati

dan jiwa gara tetap dalam kondisi baik dan bahagia. Keadaan ibu

yang lelah dan stres akan mempengaruhi hormon oksitosin dan akan
45

menghambat produksi ASI. Berikut ini faktor lain yang dapat

mempengaruhi produksi dan kelancaran ASI:

a. Asupan makanan

b. Kondisi psikis

c. Perawatan payudara

d. Frekuensi bayi menyusu

e. Bayi kurang bisa menghisap ASI

f. Alat kontrasepsi

b. Tanda-tanda bayi cukup ASI

1) Kenaikan berat badan bayi

Sebelum menyusui, timbanglah berat badan bayi

dengan timbangan digital, setelah menyusui 15 menit untuk

setiap payudara timbanglah kembali bayi dengan timbangan

yang sama. Selisih berat badannya, menunjukkan jumlah ASI

yang diminum selama 30 menit tersebut. Cara ini hanya dapat

dignakan bila tersedia timbangan digital. Setiap bulannya

periksakanlah berat badan bayi.Tanda bayi cukup ASI adalah

kenaikan 400 gram hingga 1 kg setiap bulannya.

2) Jumlah dan warna pup

Bayi yang meminum ASI memiliki pup berwarna

kuning cerah dan lebih encer, sedangkan bayi yang minum

susu formula pupnya hijau kaya sufor banyak mengandung zat

bezi. Tanda bayi cukup ASI adalah pup minimal 1 kali dalam
46

sehari, bila ia tidak pup dalam beberapa hari anda perlu curiga

bahwa bayi kurang ASI.

3) Tekanan bayi ketika bayi menyusu

Hal ini dilakukan untuk mengetes apakah ASI kita

keluar ketika si bayi sedang menyusu. Caranya ketika ia

sedang menyusu peraslah pelahan payudara anda kearah

putting. ASI akan menyembur dan mengganggu kenyamanan si

bayi yang sedang menyusu. Bila ia tidak terlihat terganggu,

berarti tidak ada semburan ASI.

Salah satu makanan yang baik untuk dikonsumsi bagi

ibu menyusui adalah kelor. Manfaat daun kelor untuk ibu

menyusui diantaranya memperbanyak produksi ASI,

meningkatkan kualitas ASI, mengurangi gangguan perut,

menjaga berat badan ibu menyusui, menghalangi terjadinya

infeksi bakteri, meningkatkan daya tahan tubuh, memperlancar

sistem pencernaan, menyehatkan kulit, mencegah terjadinya

diabetes, menstabilkan emosi dan mood ibu menyusui.

Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan bahan makanan

lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam kuliner

ibu menyusui, karena mengandung senyawa fitosterol yang

berfungsi meningkatkan dan memperlancar produksi ASI (efek

laktagogum). Secara teoritis, senyawa-senyawa yang


47

mempunyai efek laktagogum diantaranya adalah sterol. Sterol

merupakan senyawa golongan steroid (Zakaria, 2016).

C. Kerangka Teori

Faktor- faktor yang


mempengaruhi produksi ASI dari
Faktor dari bayi :
Ibu:
• Isapan bayi
• Makanan Ibu
• Frekuensi menyusui
• Perawatan payudara

Kelancaran

Frekuensi menyusui

Gambar 1. Bagan Kerangka Teori

Sumber : Khasanah (2011); Soetjiningsih (2014); Arifin (2013)


48

D. Kerangka konsep

Olahan daun kelor Frekuensi menyusui

Keterangan

Varibel bebas : Olahan daun kelor


Variable terikat : frekuensi menyusui

E. Hipotesis Penelitian

Ada Pengaruh Konsumsi Olahan Daun Kelor Terhadap

Peningkatan Frekuensi Menyusui Pada Ibu Menyusui Di Wilayah

Kerja Puskesmas Soropia Tahun 2021.


49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan

desain Two Group Pretest Posttest yakni rancangan eksperimen yang

dilakukan pada dua kelompok berbeda. Kelompok eksperimen menerima

perlakuan (X) yang diikuti dengan pengukuran kedua. Hasil observasi ini

kemudian dikontrol atau dibandingkan dengan hasil observasi pada

kelompok kontrol, yang tidak menerima program atau intervensi

(Notoatmodjo, 2012).

Rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Table 2. Kelompok Rancangan two group pre-post test

Subjek test Perlakuan test

S1 → pre-test → Olahan daun kelor → post-test

S2 → pre-test → Sayuran selain kelor → post-test

Keterangan :

S1 : Kelompok intervensi yang diberikan olahan daun kelor

S2 : Kelompok kontrol yang diberikan sayuran selain kelor

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia

Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe


50

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada bulan Mei tahun 2021

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya

(Nursalam, 2016).

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang

menyusui bayi 0-6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia

yaitu sebanyak 30 orang.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total

sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel

dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007).

Sehingga jumlah sampel adalah 30 orang, kemudian sampel

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 15 orang kelompok intervensi

dan 15 orang kelompok kontrol. Kelompok intervensi diberikan

olahan daun kelor dan kelompok kontrol diberikan sayuran selain

kelor. Cara menentukan kelompok intervensi dan kelompok

kontrol dengn cara simple random sampling yaitu dengan

memberi nomor urut pada sampel dan menentukan nomor urut


51

ganjil sebagai kelompok intervensi dan genap sebagai kelompok

kontrol.

D. Variable Penelitian

1. Variable Independen (Bebas) yaitu olahan daun kelor

2. Variable Dependen (Terikat) yaitu frekuensi menyusui

E. Definisi Operasional

1. Frekuensi menyusui adalah kekerapan bayi menyusu pada ibu.

ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan

refleks (Sulistyawati, 2012). Kriteria objektif :

a. Frekuensi menyusui lancar : Jika frekuensi menyusu bayi > 6

kali sehari.

b. Frekuensi menyusui tidak lancar : Jika frekuensi menyusu bayi

< 6 kali sehari.

c. Olahan daun kelor yang dimaksud adalah daun kelor yang

dimasak sebagai sayur dan diberikan kepada ibu menyusui dua

kali sehari pada pagindan sore hari sebanyak 250 gr/hari

selama tujuh hari berturut-turut.

F. Jenis dan Sumber Data Penelitian

a. Data primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada ibu menyusui

tentang frekuensi menyusui yaitu sebelum dan sesudah diberi

olahan daun kelor.


52

b. Data sekunder

Meliputi gambaran umum lokasi penelitian meliputi data ibu

menyusui, ketenagaan, sarana dan prasarana di Wilayah kerja

Puskesmas Soropia kecamatan Soropia.

G. Instrument Penelitian

Instrument adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan

data. Instrument yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

a. Standar Operasional Prosedur (SOP) pembuatan olahan daun

kelor.

b. Kuisioner atau lembar observasi untuk Mengukur frekuensi

menyusui, frekuensi BAB dan BAK bayi sebelum dan sesudah

pemberin olahan daun kelor.

c. Format persetujuan kesediaan untuk menjadi responden (informed

consent).
53

H. Alur Penelitian

Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut :

Mengidentifikasi populasi dalam penelitian untuk di jadikan sampel

Menentukan jumlah sampel dengan total sampling

Pengumpulan dan pengelolahan data

Menganalisis Data

Menyajikan hasil analisis data

Gambar 3 Alur penelitian

I. Analisis Data

Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat yaitu :

1. Analisis univariat

Diolah dan disajikan kemudian dipresentasikan dan uraikan

dalam bentuk tabel dengan menggunakan rumus:


x
X = 𝑓𝑛 K

Keterangan :

f : variabel yang diteliti

n : jumlah sampel penelitian

k : konstanta (100%)

X : Persentase hasil yang dicapai


54

2. Analisis bivariate

a. Uji Normalitas

Peneliti melakukan uji normalitas terlebih dahulu. Karena

responden berjumlah ≤50 responden, jumlah sampel yang

digunakan sebanyak 30 responden maka yang digunakan

adalah uji Shapiro-Wilk. Jika Hasil uji normalitas data

berdistribusi normal (P- value>0,05) maka menggunakan uji

parametric statictic yaitu Paired T-test.

Namun Jika Hasil uji normalitas data berdistribusi tidak normal

(P-value<0,05) maka menggunakan uji non parametric statictic

yaitu Wilcoxon.

Kemudian dilakukan uji kelompok tidak berpasangan untuk

mengetahui lebih berpengaruh mana antara olahan daun kelor

dan sayuran selain daun kelor. Jika data berdistribusi normal (P-

value>0,05) digunakan uji parametric independent T tes tetapi,

jika tidak berdistribusi normal (P- value<0,05) maka akan

dilakukan uji parametric mann whitney.

b. Uji Hasil Statistik

Berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan data

berdistribusi tidak normal sehingga untuk mengetahui frekuensi

menyusui sebelum dan sesudah pemberian olahan daun kelor

menggunakan uji beda kelompok berpasangan yaitu uji Wilcoxon.

Derajat kepercayaan dalam penelitian ini adalah 95% ( α = 0,05).


55

Diperoleh p value ≤ 0,05, maka hipotesis nol (H0) ditolak dan

hipotesa alternatif (Ha) diterima, artinya signifikan.

Tabel 3

Tabel Uji Normalitas dan Uji Statistik

Uji
Variabel P value Teori Keterangan
Stastistik

Sebelum
0.000 >0.05 Tidak Normal
pemberian
Kel.
Sesudah Uji Wilcoxon
Intervensi
pemberian 0.000 >0.05 Tidak Normal

Sebelum
0.000 >0.05 Tidak Normal
pemberian
Kel.
Sesudah Uji Wilcoxon
Kontrol
pemberian 0.000 >0.05 Tidak Normal

Pemberian
olahan daun 0.000 >0.05 Tidak Normal
kelor
Uji Mann
Selisih Pemberian Whitney
olahan
0.000 >0.05 Tidak Normal
selain daun
kelor

J. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan surat izin

permohonan penelitian kepada kepala desa Mekar kecamatan

Soropia dengan memperhatikan etika penelitian yaitu (Hidayat, 2007).


56

1. Lembar Persetujuan ( Informed consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dan responden peneliti dengan memberikan lembar

persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum

penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden.Tujuan informed consent adalah agar

subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui

dampaknya.

2. Tanpa Nama ( Anomity)

Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang

memberikan jaminan dalam menggunakan subjek penelitian

dengan cara tidak memberikan atau tidak mencamtumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Pada saat penelitian, peneliti memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

masalah lainnya yang berhubungan dengan responden.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Visi dan Misi Puskesmas Soropia

a. Visi :

Mewujudkan Masyarakat Kecamatan Soropia yang Mandiri,

Hidup Sehat, Sejahtera dan Berdaya Saing.

b. Misi :

1. Menggerakkan dan memberdayakan kemandirian

masyarakat untuk hidup sehat.

2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang

bermutu, merata, dan terjangkau terutama bagi masyarakat

miskin.

4. Memlihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga,

masyarakat serta lingkungan.

2. Letak Geografis

Puskesmas Soropia, ± 110 km dari ibu Kota kabupaten

konawe, secra geografis terletak di bagian selatan khatulistiwa,

melintang dari utara ke selatan antara º45 dan º14 lintang selatan,

membujur dari barat ke timur antara 15º dan 30º bujur timur.

57
58

Batas wilayah sebelah utara berbatasan dngan pulau

masadiang, sebelah timur berbatasan dengan laut banda, sebelah

selatan berbatasan dengan kecamatan lalonggasu meeto.

a. Kependudukan

Jumlah penduduk di Kecamatan Soropia Tahun 2020

sebesar 9.552 jiwa. Yang terdiri dari 2.406 KK. Persebaran

penduduk yang paling tinggi yaitu di Desa saponda Laut

sebanyak 859 jiwa, dan yang paling rendah terdapat di Desa

tapulaga yaitu sebanyak 382 jiwa.

b. Data ketenagaan di puskesmas Soropia

1) Tenaga medis meliputi dokter, dan dokter gigi.

2) Tenaga keperawatan terdiri atas perawat Profesional

(Ners), perawat ahli (D3) dan perawat gigi.

3) Tenaga bidan ialah bidan yang telah menyelesaikan

pendidikan.

4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, dan tenaga teknis

kefarmasian.

5) Tenaga kesehatan masyarakat epidemiolog kesehatan,

tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing

kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan

kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta

tenaga kesehatan reproduksi san keluarga.


59

6) Tenaga kesehatan lingkungan terdiri atas tenaga sanitasi

lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog

kesehatan.

7) Tenaga gizi terdiri dari nutrisionis dan dietisien.

8) Tenaga kesehatan lain terdiri atas tenaga kesehatan yang

ditetapkan oleh menteri yang membidangi urusan

kesehatan.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini meneliti tentang Pengaruh Konsumsi Olahan

Daun Kelor Terhadap Peningkatan Frekuensi Menyusui pada Ibu

Menyusui 0-6 Bulan.

1. Karakteristik Responden

Adapun karakterstik responden dalam penelitian ini dibagi

menjadi kelompok umur, pekerjaan, tingkat pendidikan dan

paritas, sebagaimana diuraikan pada tabel dibawah ini.


60

a. Karakteristik responden kelompok intervensi dan kelompok

kontrol.

Tabel 4
Karakteristik Responden

Karakteristik Keterangan f %

Pekerjaan IRT 30 100

Total 30 100

Umur 20-25 thn 7 23,3

26-30 thn 9 30.0

31-35 thn 7 23,3

36-40 thn 7 23,3

Total 30 100

Pendidikan SD 1 3,3

SMP 9 30,0

SMA 15 50

D-III 5 16,6

Total 30 100

Sumber : data primer 2021

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 30 responden kelompok

intervensi dan kelompok kontrol seluruhnya bekerja sebagai IRT

(100%). Dari 30 responden menunjukkan berbagai usia yaitu usia

yang paling banyak adalah berusia 26-30 tahun yaitu sebanyak 9

orang (30,0%), usia 20-25 tahun sebanyak 7 orang (23,3%), usia

31-35 tahun sebanyak 7 orang (23,3%), usia 36-40 tahun


61

sebanyak 7 orang (23,3%). Tingkat pendidikan yang paling

banyak adalah SMA yaitu sebanyak 15 orang (50%), tingkat

pendidikan SMP sebanyak 9 orang (30,0%), tingkat pendidikan

DIII sebanyak 5 orang (16,6%), dan yang paling sedikit adalah

pendidikan SD yaitu sebanyak 1 orang (3,3%).

2. Analisis univariat

Adapun hasil pengolahan data tentang variabel penelitian

dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 5

Frekuensi Menyusui Sebelum dan Sesudah

Peberian Olahan Daun Kelor

Frekuensi Sebelum Sesudah


Menyusui
f % f %

Lancar 6 40 13 86,7

Tidak 9 60 2 13,3
Lancar

Total 15 100 15 100

Sumber : data primer 2021

Berdasarkan tabel 4 frekuensi menyusui ibu yang lancar

sebelum pemberian olahan daun kelor sebanyak 6 orang (40%),

dan frekuensi menyusui ibu yang tidak lancar sebelum pemberian

olahan daun kelor sebanyak 9 orang (60%). Frekuensi menyusui

ibu yang lancar setelah diberikan olahan daun kelor menjadi 13

orang (86%), dan frekuensi menyusui ibu yang tidak lancar


62

setelah pemberian olahan daun kelor sebanyak 2 orang (13,3%).

Maka dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan olahan

daun kelor terhadap peningkatan frekuensi menyusui.

3. Analisis Bivariat

Tabel 6
Uji Wilcoxon Pada Kelompok Intervensi (Olahan Daun Kelor)

Mean
Variabel p-value
Rank

Frekuensi menyusui sebelum pemberian olahan


daun kelor 0.00

0.001
Frekuensi menyusui sesudah pemberian olahan
daun kelor 6.50

Keterangan: Uji Statistik Wilcoxon

Berdasarkan tabel 5, hasil uji statistic bivariate

menggunakan uji Wilcoxon didapatkan hasil mean rank pada

frekuensi menyusui sebelum pemberian olahan daun kelor

adalah 0,00, dan mean rank pada frekuensi menyusui sesudah

diberikan olahan daun kelor adalah 6,50. Berdasarkan hasil uji

wilcoxon didapatkan nilai p-value yaitu 0,001 (<0,05). Maka Ho

ditolak dan Ha diterima yang artinya ada pengaruh pemberian

olahan daun kelor terhadap peningkatan frekuensi menyusui.


63

Tabel 7

Uji Wilcoxon Pada Kelompok Kontrol (Olahan Selain Daun

Kelor)

Mean
Variabel p-value
Rank

Frekuensi menyusui sebelum pemberian olahan


selain daun kelor 0.00

0.014
Frekuensi menyusui sesudah pemberian olahan
selain daun kelor 3.50

Keterangan: Uji Statistik Wilcoxon

Berdasarkan tabel 6, hasil uji statistic didapatkan hasil mean

rank pada frekuensi menyusui sebelum pemberian olahan selain

daun kelor adalah 0,00, dan mean rank pada frekuensi menyusui

sesudah diberikan olahan selain daun kelor adalah 3,50.

Berdasarkan hasil uji wilcoxon didapatkan nilai p-value yaitu

0,014 (<0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya ada

pengaruh yang signifikan terhadap frekuensi menyusui ibu

sebelum dan sesudah pemberian olahan selain daun kelor.


64

Tabel 8

Analisis Perbedaan Frekuensi Menyusui pada Kelompok

Intervensi dan Kelompok Kontrol

Variabel N Mean Rank P value

Selisih frekuensi
menyusui pada
15 18.70
kelompok
intervensi 0.022

Selisih frekuensi
menyusui pada 15 12.30
kelompok kontrol

Keterangan : Uji Stastistik Mann Whitney


Berdasarkan tabel 7 diperoleh hasil uji mann whitney

didapatkan nilai p value yaitu 0.022 (< 0.05) H0 ditolak dan Ha

diterima yang artinya ada perbedaan frekuensi menyusui pada

kelompok intervensi (olahan daun kelor) dengan kelompok

kontrol (olahan selain daun kelor).

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Pengaruh Konsumsi

Olahan Daun Kelor Terhadap Peningkatan Frekuensi Menyusui pada

Ibu Menyusui di Wilayah Kerja Puskesmas Soropia tahun 2021, maka

dapat dijelaskan sebagai berikut :


65

1. Frekuensi menyusui sebelum dan sesudah pemberian

olahan daun kelor.

Berdasarkan tabel 4.3 Hasil penelitian dapat diketahui

bahwa frekuensi menyusui ibu yang lancar sebelum pemberikan

olahan daun kelor sebanyak 6 orang (40%), dan frekuensi

menyusui ibu yang tidak lancar sebelum pemberian olahan daun

kelor adalah sebanyak 9 orang (60%). Frekuensi menyusui ibu

yang lancar setelah diberikan olahan daun kelor sebanyak 13

orang (86%), dan frekuensi menuyusui ibu yang tidak lancar

sebanyak 2 orang (13,3%). Maka dapat disimpulkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan olahan daun kelor terhadap

peningkatan frekuensi menyusui.

Ibu menyusui yang mengalami permasalahan tentang

kelancaran pengeluaran ASI yang disebabkan oleh produksi ASI

yang sedikit di Wilayah Kerja puskesmas Soropia kabupaten

Konawe, pendidikan terakhir yang ditempuh sampai jenjang

perguruan tinggi/akademik, dan terbanyak memiliki pekerjaan

sebagai ibu rumah tangga.

Menurut analisa peneliti, terjadinya produksi ASI yang sedikit

disebabkan oleh faktor makanan atau gizi yang seimbang yang

dikonsumsi dapat menyebabkan produksi ASI kurang. Selain

makanan dan pekerjaan ibu, umur ibu juga berpengaruh

terhadap produksi ASI. Ibu yang umurnya muda lebih banyak


66

memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang sudah tua

(Soetjaningsih, 2005).

ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan

refleks. Selama periode menyusui ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi produksi ASI salah satunya adalah frekuensi

menyusui, dalam konsep frekuensi pemberian ASI sebaiknya

bayi disusui tanpa di jadwal (on demand), karena bayi akan

menentukan sendiri kebutuhannya. Karena menyusui yang

dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi

sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya.

Dengan menyusui tanpa dijadwal, sesuai kebutuhan bayi, akan

dapat mencegah timbulnya masalah menyusui (Sujiyatini, 2010).

Pengisapan anak mempunyai peranan penting dalam

produksi air susu ibu, karena memiliki pengaruh dalam

pengeluaran hormon pituirin. Isapan anak akan merangsang otot

polos yang terdapat dalam buah dada. Untuk berkontraksi yang

kemudian merangsang susunan syaraf di sekitarnya dan

meneruskan rangsangan ini ke otak. Otak akan memerintahkan

kelenjar hypophyse bagian belakang untuk mengeluarkan pituirin

lebih banyak, akan mempengaruhi kuatnya kontraksi otot-otot

polos buah dada dan uterus. Kontraksi otot-otot polos pada buah

dada berguna untuk pembentukan air susu ibu, sedangkan


67

kontraksi otot-otot polos pada uterus berguna untuk

mempercepat involusi (Wiyati, 2008).

Semakin sering ASI diberikan kepada bayi maka produksi

ASI pun akan semakin lancar dan kebutuhan bayi akan nutrisi

yang berasal dari ASI pun juga terpenuhi (Jacqueline, et. Al

2016). Produksi ASI merujuk pada volume ASI dikeluarkan oleh

payudara dan banyaknya ASI tersebut diasumsikan sama

dengan produksi ASI. Meningkat dan menurunnya produksi ASI

dapat dipengaruhi 47 beberapa faktor seperti makanan yang

dikonsumsi ibu, ketenangan jiwa dan fikiran, penggunaan alat

kontrasepsi, perawatan payudara anatomis payudara faktor

fisiologis, pola istirahat, faktor isapan anak atau frekuensi

penyusuan, berat lahir bayi, umur kehamilan saat melahirkan,

dan konsumsi rokok serta alkohol (Utami, 2016).

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah menyusui

pada ibu postpartum adalah pemberian terapi farmakologis dan

nonfarmakologis. Salah satu terapi nonfarmakologis yang dapat

dilakukan adalah memanfaatkan tanaman yang dapat

merangsang pengeluaran ASI (Mortel, 2013).

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa daun

kelor dapat dimanfaatkan untuk membantu produksi ASI karena

kandungan laktagagum, steroid, polifenol didalamnya kandungan


68

senyawa tadi yang mampu meningkatkan kadar prolaktin yang

dapat memproduksi ASI (Katarina, 2014).

Daun kelor mengandung senyawa fitosterol yakni alkaloid,

saponin dan flavonoid yang berfungsi meningkatkan dan

memperlancar produksi ASI (Mutiara, 2011). Penelitian yang

dilakukan oleh Zakaria menunjukkan bahwa volume ASI pada

ibu yang diberikan ekstrak daun kelor meningkat pesat (Zakaria,

2016).

Sejalan juga dengan hasil penelitian Kristina (2014) daun

kelor mengandung fitosterol yang dapat meningkatkan produksi

ASI bagi wanita yang sedang menyusui. Daun kelor

mengandung Fe 5,49 mg/100 g, dan fitosterol yakni sitosterol

1,15%/100 g, dan stigmasterol 1,52%/100 g yang merangsang

produksi ASI.

2. Menganalisis pengaruh konsumsi olahan daun kelor

terhadap peningkatan frekuensi menyusui.

Berdasarkan tabel 4.3 Hasil penelitian didapatkan mean rank

pada frekuensi menyusui sebelum pemberian olahan daun kelor

adalah 0,00, dan mean rank pada frekuensi menyusui sesudah

diberikan olahan daun kelor adalah 6,50. Berdasarkan hasil uji

wilcoxon didapatkan nilai p-value yaitu 0,001 (<0,05) maka dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap


69

frekuensi menyusui ibu sebelum dan sesudah pemberian olahan

daun kelor. Ho ditolak dan Ha diterima.

Berdasarkan penelitian, responden mengalami peningkatan

frekuensi menyusui setelah mengkonsumsi olahan daun kelor,

namun masih terdapat pula responden yang tidak lancar

frekuensi menyusuinya, hal ini kemungkinan dikarenakan adanya

beberapa faktor yaitu salah satunya tidak rutin mengkonsumsi

olahan daun kelor yang diberikan oleh peneliti.

Kelor adalah tanaman super nutrisi. Kandungan nutrisi

tersebar dalam seluruh bagian tanaman kelor dan seluruh bagian

tanamannya dapat dikonsumsi, mulai dari daun, kulit, batang,

bunga, buah, sampai dengan akarnya yang seperti lobak.

Senyawa tersebut meliputi nutrisi, mineral, vitamin dan asam

amino (Indri Seta Septadina, dkk, 2018). Daun kelor juga

mengandung senyawa fitosterol yakni, alkaloid, saponin dan

flavanoid yang berfungsi meningkatkan dan memperlancar

produksi ASI (Mutiara, 2011).

Hasil penelitin yang dilakukan oleh indri pratiwi tentang

Pengaruh Pemberian Pudding Daun Kelor (Moringa Oleifera)

Terhadap Produksi Air Susu Ibu (ASI) Pada Ibu Menyusui di

Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cawang Jakarta Timur

diperoleh pemberian pudding daun kelor yang diberikan kepada

ibu menyusui sebanyak 250 g/hari selama 7 hari dapat


70

memperlancar produksi ASI berdasarkan indikator penambahan

berat badan bayi.

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Agus Dwi Djajanti

tentang efek uji efek pelancar ASI air rebusan daun Kelor

(Moringa oleifera) Lamk pada mencit pada bulan Juli 2013 di

Makasar. Digunakan 12 ekor mencit dibagi atas 4 kelompok

perlakuan. Kelompok I diberi air suling sebagai pembanding,

kelompok II, kelomok III, kelompok IV diberikan rebusan Daun

Kelor dengan konsentrasi 10%, 20%, 40% masing-masing

kelompok diberi diberi rebusan daun kelor selama 7 hari berturut-

turut setelah melahirkan, kemudian janin diamati dan produksi

ASI permenyusui. Hasil penelitian bahwa Rebusan Daun Kelor

pada konsentrasi 10%, 20%, 40% dapat meningkatkan produksi

ASI pada mencit. Rebusan Daun Kelor dengan konsentrasi 40%

menunjukan efek yang optimal.

Hasil penelitin yang juga dilakukan oleh Herni Johan dkk,

tentang Potensi Minuman Daun Kelor Terhadap Peningkatan

Produksi ASI Pada Ibu Postpartum, diperoleh adanya

peningkatan produksi ASI pada ibu postpartum yang diberikan

minuman seduhan dau kelor pada pagi, siang dan malam hari

selama tujuh hari, hal ini terbukti dari peningkatan berat badan

bayi, peningkatan frekuensi BAK dan BAB bayi, dan frekuensi

menyusui.
71

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zakaria,

Baharudin dan Veni Hadju pada 03 September tahun 2016 di

Makasar tentang pengaruh pemberian ekstrak daun kelor

terhadap kuantitas dan kualitas air susu ibu (ASI) pada ibu

menyusui bayi 0-6 bulan bulan. Bertujuan untuk menilai efek dari

ekstrak daun kelor terhadap kuantitas dan kualitas ASI pada ibu

menyusui. Diberikan pada dua kelompok, yaitu kelompok

pertama yang diberikan ekstrak Kelor 2 kali 800 mg/kapsul dan

kelompok lainnya diberikan tepung kelor dengan dosis yang

sama. Hasil penelitian ini menunjukan peningkatan volume ASI

lebih tinggi pada kelompok yang diberikan ekstrak kelor

dibandingkan tepung kelor tanpa mengubah kualitas ASI (besi,

vitamin C, vitamin E).

3. Analisis Perbedaan Frekuensi Menyusui pada Kelompok

Intervensi dan Kelompok Kontrol

Berdasarkan tabel 4.5 hasil penelitian didapatkan mean rank

selisih frekuensi menyusui pada kelompok intervensi yaitu 18.70

dan mean rank selisih frekuensi pada kelompok kontrol

yaitu12.30. Hasil uji mann whitney didapatkan nilai p value yaitu

0.022 (< 0.05) H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya ada

perbedaan frekuensi menyusui pada kelompok eksperimen

(olahan daun kelor) dengan kelompok kontrol (olahan selain

daun kelor).
72

Di Indonesia tanaman kelor merupakan bahan makanan

lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam kuliner

ibu menyusui karena mengandung senyawa fitosterol yang

berfungsi meningkatkan dan memperlancar produksi ASI (efek

laktogogum). Penggunaan dalam meningkatkan produksi ASI

adalah dengan mengkonsumsi daun tanaman baik dikukus

ataupun direbus sebagai sayuran, dapat juga menggunakan

tepung kelor untuk dibuat minuman. Hasil penelitian menyatakan

bahwa tepung daun kelor nyata dapat meningkatkan produksi air

susu. Pemberian dosis tepung kelor diatas 42 mg/kg berat badan

tikus putih galur wistar, nyata meningkatkan sekresi air susu

induknya dan berat badan anak tikus (Indri Seta Septadina,

2018).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Indri Seta

Septadina, Krisna Murti, dan Neliza Utari pada 1 januari tahun

2018 Serbuk kelor mengandung :Vitamin A, 10 kali lebih banyak

dibandingkan wortel, Beta Carotene, 4 kali lebih banyak

dibanding wortel, Vitamin B1, 4 kali lebih banyak dibanding

daging babi, Vitamin B2, 50 kali lebih banyak dibanding sardines,

Vitamin B3, 50 kali lebih banyak dibanding kacang, Vitamin E, 4

kali lebih banyak dibanding minyak jagung, Protein, 2 kali lebih

banyak dibanding susu, Protein, 9 kali lebih banyak dibanding

yoghurt, Asam amino, 6 kali lebih banyak dibanding bawang


73

putih, Zat besi, 25 kali lebih banyak dibanding bayam, Kalium, 15

kali lebih banyak dibanding pisang, Kalsium, 17 kali lebih banyak

dibanding susu, Zinc, 6 kali lebih banyak dibanding almond,

Serat (Dietary Fiber), 5 kali lebih banyak dibanding sayuran pada

umumnya, GABA (Gamma-aminobutyric acid), 100 kali lebih

banyak dibanding beras merah, Polyphenol, 2 kali lebih banyak

dibanding red wine. Banyaknya kandungan nutrisi di dalam daun

kelor (Moringa oleifera) salah satunya seperti senyawa fitosterol

(efek laktogogum) dalam meningkatkan kadar hormon prolaktin

dan zat besi dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan

bayi karena ASI merupakan makanan alamiah bayi paling utama

dan terbaik

Sejalan juga dengan penelitian Warjidin Aliyanto,

Rosmadewi (2019), didapatkan bahwa mengkonsumsi sayur

daun kelor lebih efektif meningkatkan produksi ASI dibandingkan

dengan mengkonsumsi sayur papaya muda dengan p value

0,001. Hal ini dapat dilihat dengan indicator rata-rata

penambahan berat badan bayi usia 30 hari pada ibu postpartum

primipara yang mengkonsumsi sayur daun kelor lebih banyak

bila dibandingkan dengan ibu postpartum yang mengkonsumsi

sayur papaya muda. Rata-rata penambahan berat badan bayi

pada ibu yang mengkonsumsi sayur daun kelor sebanyak 1270

gram, sedangkan pada ibu postpartum yang mengkonsumsi


74

sayur papaya muda sebanyak 930 gram. Hal ini mendukung

hasil penelitian Zakaria, dkk (2016) yang mengatakan bahwa

mengkonsumsi daun kelor dapat meningkatkan kuantitas ASI

dengn p value 0,001.

D. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti mengalami keterbatasan yang

dialami dalam melaksanakan penelitian serta saat penyajian. Hal ini

karena penelitian ini merupakan penelitian awal dari peneliti. Adapun

keterbatasan dalam penelitian ini antara lain meliputi :

Peneliti memiliki keterbatasan dalam mengajak responden untuk

makan olahan daun kelor yang diberikan oleh peneliti. Sehingga

peneliti memberikan penjelasan tentang manfaat daun kelor untuk

peningkatan frekuensi menyusui yang sangat baik untuk bayi, serta

manfaat daun kelor lainnya. Kemudian keterbatasan lainnya yaitu

hanya ada beberapa responden yang bersedia untuk

didokumentasikan saat penelitian berlangsung.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka

penelitian ini dapat disimpulkan :

1. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi menyusui ibu yang lancar

sebelum pemberikan olahan daun kelor sebanyak 6 orang (40%),

dan frekuensi menyusui ibu yang tidak lancar sebelum pemberian

olahan daun kelor adalah sebanyak 9 orang (60%). Frekuensi

menyusui ibu yang lancar setelah diberikan olahan daun kelor

sebanyak 13 orang (86%), dan frekuensi menyusui ibu yang tidak

lancar sebanyak 2 orang (13,3%).

2. Hasil penelitian menunjukkan mean rank pada frekuensi menyusui

sebelum pemberian olahan daun kelor adalah 0,00, dan mean

rank pada frekuensi menyusui sesudah diberikan olahan daun

kelor adalah 6,50. Berdasarkan hasil uji wilcoxon didapatkan nilai

p-value yaitu 0,001 (<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan terhadap frekuensi menyusui ibu

sebelum dan sesudah pemberian olahan daun kelor.

3. Hasil uji statistic didapatkan hasil mean rank pada frekuensi

menyusui sebelum pemberian olahan selain daun kelor adalah

0,00, dan mean rank pada frekuensi menyusui sesudah diberikan

75
76

olahan selain daun kelor adalah 3,50. Berdasarkan hasil uji

wilcoxon didapatkan nilai p-value yaitu 0,014 (<0,05) maka Ho

ditolak dan Ha diterima, yang artinya ada pengaruh yang

signifikan terhadap frekuensi menyusui ibu sebelum dan sesudah

pemberian olahan selain daun kelor.

B. Saran

1. Ibu menyusui

Diharapkan ibu menyusui dapat memanfaatkan tanaman

kelor untuk kelancaran produksi ASI, selain banyak manfaatnya

kelor juga mudah diolah, serta mudah ditemui dengan harga yang

terjangkau.

2. Tenaga kesehatan

Sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan

agar dapat memberikan informasi tentang cara meningkatkan

produksi ASI untuk kelancaran frekuensi menyusui yaitu dengan

memanfaatkan tanaman kelor.

3. Peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan menambah dan memperluas

pengetahuan penelitian mengenai pengaruh mengkonsumsi

olahan daun kelor terhadap peningkatan frekuensi menyusui pada

ibu menyusui dan dapat digunakan pada penelitian selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Aguw, M., Malonda, N. S. H., Mayulu, N., Kesehatan, F., Universitas, M.,
& Ratulangi, S. (2019). Hubungan Antara Status Imunisasi Dan
Pemberian Asi Eksklusif Dengan Status Gizi Balita Usia 24-59 Bulan
Di Desa Tateli Weru Kecamatan Mandolang Kabupaten Minahasa
Pendahuluan Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan pengguna. 8(7), 258–265.
Am, S., Nut, K., & Tanam, S. F. (2015). Syarifah Am inah et. al. :

Kandungan Nut risi dan Sifat Fungsional Tanam an Kelor ( M oringa

oleifera ). 5(30), 35–44.

buku hormon yang mempengaruhi ASI.pdf. (n.d.).

Buton Provinsi Sulawesi Tenggara Karya Tulis Ilmiah Diajukan sebagai

Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Studi

Diploma III Gizi Oleh : Wiani Jurusan Gizi Prodi D-III. (2019).

Devita, A., & Dewi, C. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ayu

Devita Citra Dewi Prodi Diii Kebidanan , Stik Bina Husada Palembang

Pendahuluan Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui sampai

menelan muliadari proses ASI , ASI diproduksi dan di negara

berkembang hanya 39 % ibu-ibu. 4.

Di, E., & Magersari, K. (n.d.). Influencing Factors Of The Intentions

Mothers Breastfeeding Exclusively In Kelurahan Magersari , Sidoarjo.

11–21.

Hadju, V., As, S., Bahar, B., & Gizi, J. (2016). Pengaruh Pemberian

Ekstrak Daun Kelor Terhadap Kuantitas Dan Kualitas Air Susu Ibu (

77
78

Asi ) Pada Ibu Menyusui Bayi 0-6 Bulan Effect of Extract Moringa

Oleifera on Quantity and Quality of Breastmilk In Lactating Mothers ,

Infants 0-6 Month. 12(3), 161–169.

Jintan, P., Terhadap, H., Asi, P., Ibu, P., Di, M., Kasih, I., & Medan, K.

(2017). Pengaruh jintan hitam terhadap kelancaran produksi asi pada

ibu menyusui di kelurahan indra kasih kecamatan medan tembung

tahun 2017. 3(2), 279–283.

Johan, H., Anggraini, R. D., & Noorbaya, S. (n.d.). Potensi Minuman Daun

Kelor Terhadap Peningkatan Produksi Air Susu Ibu ( Asi ) Pada Ibu

Postpartum. 192–194.

Kimati, R., Engkeng, S., Kesehatan, F., Universitas, M., & Ratulangi, S.

(2020). 42 pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan ibu dalam

pemberian asi eksklusif pada bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan di

wilayah kerja puskesmas tuminting. 9(5), 42–48.

Kuliah, T. M. (n.d.). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Buku Ajar Asuhan

Kebidanan Nifas.

Lor, K., Arjasa, K., & Jember, K. (2006). Gambaran Faktor Pemberian ASI

Eksklusif .............................. Zayniyyatul Ma’rufah , hal. 280 - 284.

4(1), 280–284.

Nova Yulita, Sellia Juwita, & Ade Febriani. (2020). Perilaku Ibu Nifas

Dalam Meningkatkan Produksi ASI. Oksitosin : Jurnal Ilmiah


79

Kebidanan, 7(1), 53–61. https://doi.org/10.35316/oksitosin.v7i1.619

Penyusun, T. I. M., Sit, S., Panduan, B., & Asi, A. (n.d.). AYAH ASI.

Sebayang, W., & Simanjuntak, C. T. (2020). Pengaruh Hypnobreasfeeding

Terhadap Produksi Volume Asi Ibu Nifas Di Rumah Sakit Imelda

Pekerja Indonesia Medan. Jurnal Ilmiah Kebidanan Imelda, 6(2), 63–

66.

Simanjuntak, C. T., & Info, A. (2020). Produksi Volume Asi Ibu Nifas Di

Rumah. 6(2), 63–66.

Wilayah, D. I., Puskesmas, K., & Padang, S. R. I. (2018). Politeknik

kesehatan kemenkes ri medan jurusan kebidanan medan prodi d-iv

kebidanan tahun 2018.

Wulandari, L. P., Santoso, B., & Purwanto, B. (2017). Kadar

Malondialdehid tikus model Sindroma Ovarium Polikistik dengan daun

kelor ( Moringa oleifera ). 19(3), 224–236.

Rini Yuli Astutik, S. M. (2014) Payudara dan Laktasi, Jakarta: Salemba


Medika
Kemenkes RI (2018) Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI

Weni. S. 2009. ASI, Menyusui, dan Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika


Wiji, 2013. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika
WHO. World Breastfeeding Week 2020: World Health Organization: 2020
82
83
LAMPIRAN 1

SURAT PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Poltekkes

Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan, Program Studi D.IV Kebidanan :

Nama : Wida Ristanti

NIM : P00312017049

Bermaksud akan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Konsumsi Daun Kelor Tehadap Peningkatan Produksi ASI Pada Ibu

Menyusui di Desa Mekar Kecamatan Soropia”, maka saya mohon dengan

hormat kepada Ibu untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam kuisioner

(angket penelitian) yang telah disediakan. Diharapkan Ibu memberi

jawaban dengan apa adanya sesuai pilihan jawaban. Untuk kelancaran

penelitian ini, saya mengharapkan partisipasi ibu untuk menjadi

responden. Adapun segala sesuatu yang berkaitan dengan penelitian ini,

kerahasiaan merupakan segala sesuatu yang sangat saya utamakan.

Atas kesediaan dan bantuannya saya ucapkan terima kasih.

Demikian permohonan ini saya buat, atas perhatian dan kesediaan

waktunya saya ucapkan terima kasih.

Kendari,........................2021

Wida Ristanti
LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Dalam rangka penyusunan skripsi mahasiswi pogram studi D. IV

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kendari dengan judul: “Pengaruh

Konsumsi Olahan Daun Kelor Terhadap Peningkatan Produksi ASI pada

Ibu Menyusui di Desa Mekar Kecamatan Soropia Tahun 2021”, maka saya

yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama/inisial :

Pekerjaan :

Umur :

Pendidikan :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Soropia,……………2021

Hormat saya,

(………………)

Responden
LAMPIRAN 3

PROTAP PEMBUATAN DAN PEMBERIAN OLAHAN DAUN KELOR

1. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan, manfaat serta

prosedur pemberian olahan daun kelor.

2. Melakukan informed consent

3. Peneliti mengkaji kelancaran ASi ibu melalui frekuensi menyusui

4. Peneliti mengkaji frekuensi menyusui ibu sebelum diberikan olahan

daun kelor dengan menggunakan lembar kuisioner untuk

mengetahui frekuensi menyusui, frekuensi BAK dan BAB bayi,

serta alat penimbang badan bayi untuk mengetahui berat badan

bayi secara langsung.

5. Daun kelor akan diolah atau dimasak disalah satu rumah ibu

menyusui di Desa Mekar kecamatan Soropia.

6. Peneliti memberikan olahan daun kelor yang diberikan sebanyak

250 gram/hari selama tujuh hari berturut-turut.

7. Peneliti mengkaji frekuensi menyusui pada responden yang telah

diberikan olahan daun kelor dengan menggunakan lembar

kuisioner untuk mengetahui frekuensi menyusui, frekuensi BAK dan

BAB bayi, serta alat penimbang badan bayi untuk mengetahui berat

badan bayi secara langsung.

8. Menganalisis data yang sudah terkumpul dan disajikan dalam

bentuk tabel.
LAMPIRAN 4

CARA MEMBUAT SAYUR BENING DAUN KELOR UNTUK

MEMPERLANCAR PRODUKSI ASI

Bahan-bahan :

1. Air

2. Daun kelor

3. Tomat

4. Kopi gandu

5. Jagung muda

6. Bawang merah 2 buah

7. Bawang putih 1 buah

8. Garam 1 sdt

9. Gula Pasir 1 sdt

Langkah-langkah :

1. Pilih daun kelor yang masih muda, kemudian pisahkan daun

kelor dengan batangnya.

2. Kupas bawang merah, bawang putih lalu cuci bersih.

3. Cuci bahan yang akan dimasak sampai bersih. Kemudian ambil

air didihkan dalam panci.

4. Setelah air mendidih, masukan irisan bawang merah, bawang

putih, yang sudah ditumbuk. Lanjutkan merebus sampai

mengeluarkan aroma harum.


5. Boleh ditambahkan wortel, kopigandu atau jagung manis,

masak terus sampai kedua bahan ini menjadi empuk.

6. Tambahkan tomat, garam, dan gula pasir, lanjutkan memasak

sampai mendidih.

7. Terakhir, masukan daun kelornya dan masak sampai lunak atau

matang dengan api sedang.

8. Angkat dan sajikan.


LAMPIRAN 5

LEMBAR KUISIONER
KELANCARAN PENGELUARAN ASI PADA IBU MENYUSUI 0-6
BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SOROPIA
KABUPATEN KONAWE
TAHUN 2021

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :
Umur :
Jumlah anak :

B. PETUNJUK PENGISIAN
1. Tuliskan identitas anda pada tempat yang sudah di sediakan
2. Bacalah setiap pertanyaan dengan baik dan teliti. Dan isilah
setiap pertanyaan sesuai dengan keadaan Anda yang
sesungguhnya.
3. Berilah tanda centang )✓ ) pada kolom yang telah disediakan
Keterangan :
1. 1 berarti Tidak
2. 2 berarti Ya

3. Jawaban
4. N Pertanyaan 1 2
o

1 Ibu menyusui bayi 8 sampai 10 kali


sehari

2 Ibu menetapkan jadal khusus untuk


menyusui bayi

3 Ibu menyusui selama 5 menit setiap


kali menyusui
4 Ibu memberikan ASI saat bayi
menunjukkan minat untuk menyusu
(menangis dan menghisap jari atau
mulutnya mencari-cari payudara)

5 Ibu menunda pemberian ASi saat


malam hari

6 Ibu berhenti menyusui saat bayi


melepaskan sendiri mulutnya dai
puting

7 ASI yang banyak atau penuh dapat


meerembes keluar melalui putting

8 Payudara ibu terasa tegang sebelum


disusukan

9 Payudara terasa lembut dan kosong


setiap kali selesai menyusui

1 Ibu hanya memberikan satu payudara


0 setiap kali menyusui

1 Bayi dapat menempelkan mulutnya


1 pada areola (daerah lingkaran
berwarna agak kehitaman) saat bayi
menyusu.

1 Ibu merasa geli karena terasa aliran


2 ASI setiap kali menyusui

1 Ibu yakin dapat memberikan ASI


3 sesuai kebutuhan bayi
Bayi akan tertidur atau tenang selama
1 3-4 jam setelah disusui
4

1 Bayi tetap rewel setelah disusui


5

1 Bayi buang air kecil 6-8 kali dalam


6 sehari
1 Bayi buang air besar satu kali dalam
7 sehari
Sumber: Bobak (2005), Mansyur (2014), dan Wulandari (2011)

Keterangan :
1. 1-6 : Sangat kurang
2. 8-16 : Kurang
3. 17-23 : Sedang
4. 24-30 : Sering
LAMPIRAN 6

Lembar Observasi Frekuensi Menyusui Kelomok Intervensi Sebelum


Diberikan Olahan Daun Kelor
LAMPIRAN 7

Lembar Observasi Frekuensi Menyusui Kelomok Intervensi Sesudah


Diberikan Olahan Daun Kelor
LAMPIRAN 8

DOKUMENTASI PENELITIAN
LAMPIRAN 9

HASIL UJI NORMALITAS

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Frekuensi menyusui
sebelum diberikan olahan 15 100.0% 0 0.0% 15 100.0%
daun kelor
Frekuensi Menyusui Setelah
pemberian olahan daun 15 100.0% 0 0.0% 15 100.0%
kelor

Descriptives

Statistic Std. Error

Mean 6.00 .239

95% Confidence Interval for Lower Bound 5.49


Mean Upper Bound 6.51

5% Trimmed Mean 6.00

Median 6.00

Frekuensi menyusui Variance .857

sebelum diberikan olahan Std. Deviation .926


daun kelor Minimum 5

Maximum 7

Range 2

Interquartile Range 2

Skewness .000 .580

Kurtosis -1.974 1.121


Mean 8.60 .388

Frekuensi Menyusui Setelah 95% Confidence Interval for Lower Bound 7.77

pemberian olahan daun Mean Upper Bound 9.43


kelor 5% Trimmed Mean 8.72

Median 9.00
Variance 2.257

Std. Deviation 1.502

Minimum 5

Maximum 10

Range 5

Interquartile Range 2

Skewness -1.242 .580

Kurtosis 1.267 1.121

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Frekuensi menyusui
sebelum diberikan olahan .260 15 .007 .756 15 .001
daun kelor
Frekuensi Menyusui Setelah
pemberian olahan daun .211 15 .070 .833 15 .010
kelor

a. Lilliefors Significance Correction

TABEL UJI NORMALITAS

Variabel Mean p- Teori Keterangan

value

Frekuensi menyusui 6,00 0,001 < Tidak


sebelum diberikan olahan 0,05 Normal
daun kelor
Frekuensi menyusui 8,60 0,010 < Tidak
setelah diberikan olahan 0,05 Normal
daun kelor

Berdasarkan hasil uji normalitas data, didapatkan data terdistribusi tidak


normal karena nilai p-value <0,05 sehingga uji statistik menggunakan uji
non parametric yaitu uji wilcoxon (satu kelompok yang sama).
UJI NON PARAMETRIC (WILCOXON)

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Frekuensi Menyusui Setelah Negative Ranks 0a .00 .00


pemberian olahan daun Positive Ranks 13b 7.00 91.00
kelor - Frekuensi menyusui Ties 2c
sebelum diberikan olahan
Total 15
daun kelor

a. Frekuensi Menyusui Setelah pemberian olahan daun kelor < Frekuensi menyusui sebelum
diberikan olahan daun kelor
b. Frekuensi Menyusui Setelah pemberian olahan daun kelor > Frekuensi menyusui sebelum
diberikan olahan daun kelor
c. Frekuensi Menyusui Setelah pemberian olahan daun kelor = Frekuensi menyusui sebelum
diberikan olahan daun kelor

Test Statisticsa

Frekuensi
Menyusui
Setelah
pemberian
olahan daun
kelor -
Frekuensi
menyusui
sebelum
diberikan
olahan daun
kelor

Z -3.193b
Asymp. Sig. (2-tailed) .001

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on negative ranks.
TABEL UJI NON PARAMETRIC (WILCOXON)

Mean
Variabel Median p-value
Rank

Frekuensi menyusui sebelum diberikan 6,00 0,00


olahan daun kelor
0,001
Frekuensi menyusui setelah diberikan 9,00 7,00
olahan daun kelor

Keterangan: Uji Statistik Wilcoxon

Berdasarkan hasil uji non parametric menggunakan uji wilcoxon,


didapatkan nilai p-value 0,001 (<0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh konsumsi olahan daun kelor terhadap
peningkatan frekuensi menyusui.

Anda mungkin juga menyukai