Anda di halaman 1dari 93

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL. PADA Tn N


DENGAN SKIZOFRENIA DI RUANG NAKULA RSUD BANYUMAS
KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir Pada
Program Studi D III Keperawatan Purwokerto

Eka Linda Wahyuni

NIM P1337420214026

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK

KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017

i
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL. PADA Tn N


DENGAN SKIZOFRENIA DI RUANG NAKULA RSUD BANYUMAS

KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir Pada
Program Studi D III Keperawatan Purwokerto

Eka Linda Wahyuni

NIM P1337420214026

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK

KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017

ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Eka Linda Wahyuni

NIM : P1337420214026

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan kasus yang saya tulis ini adalah
benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri; bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan kasus ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, 24 Januari 2017

Yang membuat Pernyataan,

Eka Linda Wahyuni

iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Hasil laporan kasus oleh Eka Linda Wahyuni NIM P1337420214026


dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial Pada Tn N Dengan
Skizofrenia Di Ruang Nakula RSUD Banyumas ini telah diperiksa dan
disetujui untuk diuji pada tanggal 24 Januari 2017.

Purwokerto, 24 Januari 2017

Pembimbing

Petrus Nugroho DS, S.Kp.MMR

NIP 19670913 200112 1 001

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Hasil laporan kasus oleh Eka Linda Wahyuni NIM P1337420214026


dengan judul Asuhan Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial pada Tn N dengan
Skizofrenia Di Ruang Nakula RSUD Banyumas ini telah dipertahankan di
depan dewan penguji pada tanggal 24 Januari 2017.

Dewan Penguji

Herry Prasetyo, MN Ketua (.............................................)

NIP.19730613 19903 1 001

Mukhadiono, SSiT., MH Anggota

NIP.19590121 19403 2 003

Petrus Nugroho DS, S.Kp.MMR Anggota (.............................................)

NIP 19670913 200112 1 001

Mengetahui

v
PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT yang senantiasa melimpahan rahmat dan hidayah – Nya sehingga
penulis mampu menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Asuhan
Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial pada Tn N dengan Skizofrenia di Ruang
Nakula RSUD Banyumas. Penyusunan laporan kasus ini, merupakan salah satu
syarat mata kuliah tugas akhir pada Program Studi D III Keperawatan Purwokerto
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.

Penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, motivasi, serta do’a dari


berbagai pihak dalam menyusunan laporan kasus ini. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :

1. Sugiyanto, S.Pd, M.App.Sc selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Kemenkes Semarang.
2. Putrono, S.Kep, Ners, M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang.
3. Walin, SST, M.Kes selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Purwokerto.
4. Petrus Nugroho DS, S.Kp.MMR selaku dosen pembimbing Karya
Tulis Ilmiah (KTI).
5. Keluarga tercinta bapak, ibu, nenek yang selalu memberikan semangat,
dukungan dan nasehat.
6. Dosen dan staf karyawan Program Studi D III Keperawatan
Purwokerto Politeknik Kesehatan Semarang yang telah memberikan
kenyamanan menuntut ilmu bagi penulis.
7. Rekan – rekan mahasiswa tingkat 3A,3B,3C Program Studi DIII
Keperawatan Purwokerto.
8. Sahabat-sahabat yang telah membantu mendoakan dan memberikan
semangat, motivasi dalam pembuatan proposal laporan kasus ini.
9. Pihak – pihak yang telah memberikan saran dan bantuan dalam
penyelesaian laporan kasus ini.

vi
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan kasus ini, masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak. Besar harapan penulis semoga semua laporan
kasus ini dapat bermanfaat. Aamiin.

Purwokerto, 24 Januari 2017

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ................................. iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iv

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ v

PRA KATA ......................................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x

LAMPIRAN ........................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah. ...................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ................................................................................... 3

C. Manfaat Penulisan ................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5

A. Konsep Dasar Skizofrenia ................ ....................................................5

B. Konsep Dasar Isolasi Sosial ................................................................ 6

C. Konsep Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial ..................................... 11

1. Pengkajian ........................................................................................ 11

2. Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 12

viii
3. Fokus Intervensi.. ............................................................................. 13

4. Evaluasi............................. ............................................................. ..15

BAB III METODA ............................................................................................ 17

A. Metoda Penelitian ............................................................................... 17

B. Sampel ................................................................................................. 17

C. Lokasi .................................................................................................. 18

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 18

E. Analisa ................................................................................................. 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 19

A. Hasil .................................................................................................... 19

B. Pembahasan ......................................................................................... 41

BAB V SIMPULAN .......................................................................................... 42

A. Simpulan ............................................................................................. 42

B. Saran .................................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Tugas perkembangan berhubungan dengan Pertumbuhan


Interpersonal..........................................................................................................7

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Rentang Respons Isolasi Sosial...........................................................9

2.2 Pohon Masalah Isolasi Sosial ..........................................................12

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat Keterangan Pengambilan Kasus

2. Lembar Bimbingan

3. Daftar Riwayat Hidup

4. Asuhan Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial dengan Skizofrenia

5. Strategi Pelaksanaan ( SP )

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisai saat ini, kesehatan itu penting bagi setiap orang alasannya
kesehatan sebagai suatu syarat untuk mewujudkan perkembangan jasmani, rohani,
dan sosial yang serasi. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional,
psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan
perilaku dan koping individu efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan
emosional (Johnsons, 1997 dalam Videback, 2008). Kesehatan jiwa juga mempunyai
sifat yang harmonis dan memperhatikan semua segi dalam kehidupan manusia dalam
berhubungan dengan manusia lainnya yang akan mempengaruhi perkembangan fisik,
mental, dan sosial individu secara optimal yang selaras dengan perkembangan
masing-masing individu.
WHO (World Health Organization) tahun (2013) menegaskan jumlah klien
gangguan jiwa di dunia mencapai 450 juta orang dan paling tidak 1 dari 4 orang di
dunia mengalami masalah gangguan jiwa.Prevalensi klien dengan gangguan jiwa di
Indonesia sebanyak 1,7 per mil penduduk. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah
khususnya kabupaten Banyumas prevalensi klien yang mengalami gangguan jiwa
berkisar antara 2-2,3 per mil penduduk. 946 jiwa penduduk Banyumas menderita
gangguan jiwa, penyebarannya adalah sekitar 60% karena gaya hidup dari setiap
masyarakat yang berbeda meliputi faktor sosial ekonomi dan kemiskinan. Bahkan ada
penyebab lain seperti keturunan atau pembawaan genetik sejak lahir cukup sedikit.
Dan klien yang mengalami gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia 1,7 per 1.000
penduduk. Angka kejadian gangguan jiwa berat di Jawa Tengah lebih tinggi dari
angka tersebut, yaitu sebanyak 2,3 per 1.000 penduduk. Hai ini menunjukkan, angka
kejadian gangguan jiwa berat di Jateng cukup tinggi (Riskesdas,2013).
1
2

Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi
dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan ketegangan-ketegangan
sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, suatu
organ, atau sistem kejiwaan mental (Erlinafsiah, 2010). Salah satu jenis gangguan
jiwa berat adalah skizofrenia.
Skizofrenia merupakan gangguan pada pola pikir ataupun perilaku dari
individu. Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori yaitu gejala positif dan gejala
negatif. Gejala positif skizofrenia terdiri atas delusi dan halusinasi. Sedangkan gejala
negatif (defisit perilaku) skizofrenia meliputi menarik diri dari pergaulan isolasi sosial
dalam masyarakat,afek tumpul dan datar, kontak mata kurang, tidak mampu
mengekspresikan perasaan, tidak mampu berhubungan dengan orang lain, motivasi
menurun, tidak ada spontanitas. Gejala negatif pada skizofrenia menyebabkan klien
mengalami gangguan fungsi sosial dan isolasi (Videback,2008).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan
dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman
(Balitbang, 2007 dalam Fitria 2010).
Jika terdapat klien yang mengalami gangguan isolasi sosial atau menarik diri
namun tidak ditangani dengan tepat maka akan mengakibatkan dampak yang lebih
buruk yaitu klien akan mengalami gangguan persepsi : halusinasi bahkan sampai
gangguan perilaku kekerasan.
Dalam asuhan keperawatan yang harus dapat dilakukan pada klien dengan
gangguan isolasi sosial yaitu mengkaji stressor yang menyebabkan klien menarik diri
dari lingkungannya. Kemudian membantu klien untuk mencari penyelesaian masalah
(koping) yang bisa digunakan klien. Di butuhkan pula kolaborasi dengan pemberian
obat sesuai dengan ketentuan rumah sakit atau prosedur. Berdasarkan berbagai data
3

dan alasan diatas, untuk menunjang keberhasilan keperawatan bahkan mencegah


gangguan jiwa lebih lanjut maka penulis tertarik untuk mengambil laporan kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial pada Tn N dengan
Skizofrenia di Ruang Nakula RSUD Banyumas”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Melaporkan hasil pengelolaan keperawatan isolasi sosial pada Tn N dengan
skizofrenia di Ruang Nakula RSUD Banyumas.

2. Tujuan Khusus :
a. Menggambarkan pengkajian, masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan
yang akan dilakukan untuk mengatasi isolasi sosial pada klien dengan skizofrenia,
serta evaluasi masalah setelah dilakukan tindakan pemecahan masalah.

b. Menganalisa / membahas hasil pengkajian, masalah keperawatan, perencanaan,


tindakan yang ditekankan pada prosedur-prosedur keperawatan – SOP, dan
evaluasi dari tindakan yang dilakukan untuk mengatasi isolasi sosial pada klien
dengan skizofrenia.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi peneliti

Untuk menambah pengetahuan dalam pengelolaan kasus keperawatan isolasi


sosial pada pasien skizofrenia.

2. Bagi rumah sakit

Sebagai referensi guna peningkatan kualitas pelayanan terhadap kasus gangguan


jiwa asuhan keperawatan isolasi sosial pada pasien skizofrenia.
4

3. Bagi institusi pendidikan.

Sebagai kajian dalam pemberian bahan ajar tentang asuhan keperawatan isolasi
sosial pada pasien skizofrenia guna menambah pengetahuan khususnya mahasiswa
Keperawatan.

4. Bagi masyarakat

Untuk memberikan informasi serta pengetahuan terhadap masyarakat mengenai


gangguan jiwa khususnya tentang isolasi sosial pada pasien skizofrenia.
5

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep dasar Skizofrenia

1. Pengertian

Menurut Videback (2008) skizofrenia merupakan gangguan pada pola pikir


ataupun perilaku dari individu. Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori yaitu
gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif terdiri atas delusi dan halusinasi.
Sedangkan gejala negatif (defisit perilaku) meliputi menarik diri dari pergaulan
isolasi sosial dalam masyarakat, afek tumpul dan datar, kontak mata kurang, tidak
mampu mengekspresikan perasaan, tidak mampu berhubungan dengan orang lain,
motivasi menurun, tidak ada spontanitas. Gejala negatif pada skizofrenia
menyebabkan klien mengalami gangguan fungsi sosial dan isolasi.
Sedangkan menurut Herman (2008) dalam Yosep dan Sutini (2014 p. 217)
menyatakan bahwa skizofrenia adalah suatu penyakit neurologis yang
mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi dan perilaku sosialnya.
Pada penyakit skizofrenia secara general di tandai dengan dua kategori gejala
utama yaitu positif dan negatif. Gejala positif diantaranya adalah waham,
halusinasi,bicara tidak teratur, dan kekacauan menyeluruh. Sedangkan gejala
negatif diantaranya adalah klien menunjukan afek tumpul, datar, kontak mata kurag,
ekspresi wajah tidak responsif, dan terbatasnya bahasa tubuh (Carman dan
Copel,2007) p. 114 .

2. Fase skizofrenia

Menurut Carman dan Copel (2007) p. 118 ada beberapa fase penyakit skizofrenia
yaitu:
6

a. Fase Prodromal
Kemunduran waktu (6 sampai 12 bulan) dalam tingkat fungsi
perawatan diri, sosial, waktu luang, pekerjaan,atau akademik. Dan pada fase
ini mulai timbul gejala positif dan negatif dengan periode kebingungan pada
klien dan keluarga.
b. Fase aktif
Merupakan permulaan asuhan kesehatan, khususnya hospitalisasi
dengan pengenalan pemberian obat dan modalitas terapeutik lainnya. Bahkan
perawatan difokuskan pada rehabilitasi psikiatrik saat klien belajar untuk
hidup dengan penyakit yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku.
c. Fase Residual

Adalah fase pengalaman sehari-hari dengan penanganan gejala,


pengurangan dan penguatan serta adaptasi.

B. Konsep dasar Isolasi Sosial

1. Pengertian

Isolasi sosial merupakan suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang


karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam terhadap dirinya
(Townsend, 1998 dalam Fitria, 2010 p. 30).

Sedangkan menurut Rawlin (1993) dikutip dalam buku Ah. Yusuf, Rizky
Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati (2015 p. 104) menyatakan bahwa isolasi
sosial adalah suatu keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.
7

2. Faktor predisposisi

a. Faktor tumbuh kembang

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu atau tugas


perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi
maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah (Fitria,2010) p. 33.
Tugas perkembangan berhubungan dengan Pertumbuhan Interpersonal
Tabel 1.1
Tahap Perkembangan Tugas
Masa Bayi Menetapkan rasa percaya
Masa Bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa Prasekolah Belajar menunjukan insiatif, rasa tanggung jawab,
dan hati nurani
Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama dan
berkompromi
Masa Praremaja Menjalin hubungan intim dengan sesama jenis
kelamin
Masa Remaja Menjadi intim dengan lawan jenis atau tergantung
pada orang tua
Masa Dewasa Muda Menjadi saling bergantung antara orang tua, teman,
mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak
Masa Tengah Baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah
dilalui
Masa Dewasa Tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan keterkaitan dengan budaya
8

b. Faktor komunikasi dalam keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung


terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk
masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (doule
bind) yaitu suatu keadaan di mana seorang anggota keluarga menerima pesan
yang saling bertentangan dalam keluarga menghambat untuk berhubungan
dengan lingkungan diluar keluarga.
c. Faktor sosial budaya

Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan


suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, di mana setiap
anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis,
dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.

d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya dalam gangguan
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi
otak, serta perubahan ukutan dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah
kortikal.

3. Faktor presipitasi

Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan


oleh faktor internal dan faktor internal seorang.

Menurut Fitria (2010) p. 35 menyatakan bahwa faktor presipitasinya dapat di


kelompokan sebagai berikut:
9

a. Faktor Internal
Stresor yang berasal dari dalam individu seperti stresos psikologis
yaitu stress yang terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.
Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
b. Faktor eksternal
Stresor yang berasal dari luar individu seperti stresor sosial budaya
yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya misalnya keluarga.

4. Rentang Respon

Menurut Stuart Sundeen rentang respon klien ditinjau dari interaksinya


dengan lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentuk antara
respons adaptif dengan respons maladaptif sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Merasa depresi Menarik diri


Onotomi Depedensi Ketergantungan
Bekerjasama Curiga Manipulasi
Interdependen Curiga
Gambar 2.1 Rentang Respons Isolasi Sosial

Sumber: (Townsend, 1998 dalam Fitria, 2010)

Berikut ini akan dijelaskan mengenai respons yang terjadi pada isolasi sosial (
Fitria, 2010) p. 32.

a. Respons Adaptif
10

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Respon adaptif
diantaranya sebagai berikut:

1) Menyendiri

Respons yang di butuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang


telah terjadi dalam kehidupan sosialnya.

2) Otonomi

Kemampuan individu untuk menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan


dalam hubungan sosial.

3) Bekerjasama

Kemampuan individu untuk saling membutuhkan satu sama lain.

4) Interdependen

Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam


membina hubungan interpersonal.

b. Respons Maladaptif

Respons maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma


sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang
termasuk respons maladaptif.

1) Menarik diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.

2) Ketergantungan
Seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain.

3) Manipulasi
11

Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu


sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

4) Curiga
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial

1. Pengkajian

Menurut Keliat dan Akemat (2010) p. 240 dalam mengkaji klien dengan
isolasi sosial kita dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi pada
klien dan keluarga. Data yang akan diperoleh saat pengkajian menurut Yosep
dan Sutini (2014) adalah sebagai berikut:

a. Data subjektif:
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3) Repon verbal kurang dan sangat singkat

4) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

5) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain

6) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

b. Data Objektif:
1) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain
2) Ekspresi datar dan dangkal
12

3) Klien banyak berdiam diri dikamar


4) Apatis
5) Tidak mengikuti kegiatan
6) Mengisolasi diri
7) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8) Masukan makanan dan minuman terganggu
9) Retensi urine dan feses
10) Rendah diri
11) Postur tubuh berubah
12) Klien banyak diam dan tidak mau bicara

2. Diagnosis Keperawatan

Pohon masalah Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati (2015)
p. 104.

Resiko perubahan persepsi sensori : Halusinasi

Isolasi sosial : Menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Gambar 2.2 Pohon masalah isolasi sosial

Berdasarkan pohon masalah dapat disimpulkan bahwa diagnosa


keperawatan utama pada pohon masalah tersebut adalah isolasi sosial.
13

3. Fokus intervensi

Tindakan yang di berikan pada klien dengan isolasi sosial adalah berupa
tindakan keperawatan yang melibatkan keluarga serta berkolaborasi dengan tim
medis.

a. Tindakan keperawatan

Menurut Yosep dan Sutini (2014) tindakan keperawatan yang di lakukan


pada klien dengan isolasi sosial sebagai berikut :

1) Membina hubungan saling percaya


2) Membantu klien menyadari perilaku, isolasi sosialnya
3) Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap,
4) Diskusikan dengan klien tentang kelebihan dan kekurangan yang di
miliki,
5) Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi untuk
membangun kepercayaan diri klien dalam pergaulan,
6) Ajarkan pada klien koping mekanisme yang konstruktif,
7) Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap,
8) Diskusikan dengan keluarga pentingnya interaksi klien yang dimulai
dengan keluarga terdekat,
9) Eksplorasi keyakinan agar klien dalam menumbuhkan sikap
pentingnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bahkan ada pula tindakan
yang dilakukan pada keluarga yaitu menjelaskan tentang penyebab isolasi
sosial, menjelaskan tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu
klien mengatasi isolasi sosialnya, menjelaskan pengobatan yang
berkelanjutan dan mencegah putus obat, menjelaskan tentang rujukan dan
fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien, memperagakan cara
berkomunikasi dengan klien, memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktikkan cara berkomunikasi dengan klien.
14

b. Terapi Farmakologi

Untuk tindakan medis berupa kolaborasi pemberian obat-obatan


antipsikosis tipikal sesuai dengan instruksi dokter. Obat-obatan antipsikosis
antara lain :

1) Clorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. Mempunyai efek samping gangguan otonom (hypotensi)
antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung (Andrey. 2010).

2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung (Andrey. 2010).

3) Trihexyphenidil ( THP)

Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan


idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan
kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia,
dilatasi, ginjal, retensi urine.
Sedangkan yang digunakan untuk klien dengan isolasi sosial adalah
haroperidol karena mempunyai efek sedatif lemah (Andrey. 2010).
15

c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK )

TAK yang dapat di lakukan pada klien isolasi sosial adalah TAK
sosialisasi yang terdiri dari tujuh sesi yang meliputi:

1) Sesi 1 : kemampuan memperkenalkan diri


2) Sesi 2 : kemampuan berkenalan
3) Sesi 3 : kemampuan bercakap-cakap
4) Sesi 4 : kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
5) Sesi 5 : kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
6) Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
7) Sesi 7 : evaluasi kemampuan sosialisasi

4. Evaluasi

Evalusi keperawatan pada klien isolasi sosial menurut

Fitria (2010) adalah:

a. SP klien:

1) Klien mampu membina hubungan saling percaya.

2) Mampu menyadari perilaku isolasi sosial.

3) Mampu berinteraksi secara bertahap dengan orang lain.

b. SP keluarga:

1) Keluarga mampu menjelaskan tentang masalah isolasi sosial dan


dampaknya pada klien.

2) Mampu menjelaskan tentang penyebab isolasi sosial.

3) Mampu menjelaskan tentang bagaimana sikap keluarga untuk


membantu klien mengatasi isolasi sosialnya.
16

4) Mampu menjelaskan pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah


putus obat bagi klien.

5) Mampu menjelaskan tentang tempat rujukan dan fasilitas kesehatan


yang tersedia bagi klien.

6) Mampu memperagakan cara berkomunikasi dengan klien.

c. Terapi farmakologi

Pada penatalaksanaan medis klien diberikan terapi farmakologi


dimana dalam penggunaan obat-obatan tersebut dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat (SSP) secara langsung dan selanjutnya mempengaruhi
perilaku, persepsi, pemikiran dan emosi. Bahkan terapi farmakologi
yang di berikan dapat menolong untuk mengurangi gejala psikosis pada
klien sehingga bisa memudahkan klien untuk berinteraksi dengan yang
lain.
17

BAB III

METODA

A. Metoda Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis dalam menyusun pengelolaan
Asuhan Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial pada Tn X dengan Skizofrenia di Ruang
Bima RSUD Banyumas menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah
bagian dari jenis penelitian observasional yang dilakukan melalui pengamatan atau
observasi baik secara langsung atau tidak langsung tanpa ada perlakuan atau
intervensi (Hidayat, 2010, p. 31).

B. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan penulis pada klien yang sudah
dirawat di RS 1x24 jam, serta klien didampingi anggota keluarga. Sehingga penulis
menggunakan teknik convenience sampling method, cara penetapan sampel ini
dengan mencari subjek atas dasar kemudahan dan tersedianya kasus yang ada
dilapangan dengan prevalensi penyakit yang masih ada. Dalam laporan kasus ini,
penulis mengambil responden sebagai sampel yaitu klien Tn X dengan Skizofrenia di
Ruang Bima RSUD Banyumas.
18

C. Lokasi
Lokasi pengelolaan kasus yang digunakan penulis dalam penyusunan Asuhan
Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial pada klien Tn Z dengan Skizofrenia di RSUD
Banyumas.

D. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan
karakteristik subjek dalam suatu penelitan (Nursalam, 2009, p. 111). Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Wawancara
Pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan dialog dengan klien maupun
keluarga klien untuk mendapatkan informasi mengenai status kesehatan maupun
masalah yang dihadapi klien.
2. Observasi
Observasi dilakukan dengan mengamati serta menganalisa berbagai aspek klien
salah satunya sikap dan tingkah laku klien yang sesuai dengan kasus.
3. Studi pustaka
Pengumpulan data dengan mencari literatur atau referensi dari berbagai sumber
seperti buku-buku, jurnal, ataupun internet yang berhubungan dengan kasus.

E. Analisis
Proses analisis data dalam penulisa KTI laporan kasus ini yaitu hasil dari
proses asuhan keperawatan jiwa dengan isolasi sosial yang meliputi pengkajian,
perumusan masalah, diagnosa yang dibuat menggunakan kata-kata sederhana
sehingga diperoleh suatu kesimpulan.
19

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Dalam bab ini penulis akan melaporkan hasil asuhan keperawatan jiwa isolasi
sosial pada Sdr.N dengan skizofrenia di ruang Nakula RSUD Banyumas. Asuhan
keperawatan jiwa ini didokumentasikan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang dimulai dari tahap pengkajian, analisa data, penyusunan intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan tahap evaluasi. Asuhan keperawatan
jiwa ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 30 April 2017 sampai hari Selasa
tanggal 2 Mei 2017.

1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan hari Minggu tanggal 30 April 2017 pada pukul 08.30
WIB sampai pukul 14.00 WIB di ruang Nakula RSUD Banyumas. Data diperoleh dari
hasil wawancara dan observasi terhadap klien dan keluarga. Sebagai data primer ini
didapatkan dari klien dan data sekunder diperoleh dari keluarga dan catatan rekam
medik klien.

a. Biodata klien
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari keluarga dan klien serta catatan
rekam medik didapatkan data bahwa klien bernama Sdr. N dengan nomor rekam
medik 779 236, berumur 27 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Klien mengenyam
pendidikan terakhir di SLTA dan klien bekerja. Klien beralamat di Karangcengis dan
di diagnosis menderita penyakit skizofrenia paranoid.
Penanggung jawab klien di rumah sakit bernama Tn.J yang berumur 35 tahun,
beralamat di karangcengis dan hubungan dengan klien adalah kakak kandung.
20

b. Riwayat Keperawatan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, keluarga klien mengungkapkan
bahwa alasan (faktor presipitasi) klien di bawa ke rumah sakit karena klien berdiam
diri dan tidak berkomunikasi dengan orang lain jika tidak ada yang perlu dibicarakan,
hingga di dua minggu terakhir klien susah tidur dan suka bengong ,melamun, marah-
marah dan klien mengungkapkan bahwa dirinya merasa tertekan sehingga akhirnya di
putuskan untuk di bawa ke rumah sakit. Sedangkan faktor predisposisi yang
melatarbelakangi adalah banyak pikiran selama 10 bulan terakhir sejak ibunya sakit-
sakitan. Keluarga mengungkapkan juga bahwa klien sudah tidak memiliki teman
dekat karena temannya sudah menikah semua dan dirinya belum diusianya 27 tahun
yang membuat klien slalu diejek oleh tetangga-tetangganya sehingga klien lebih suka
mengurung diri dikamar.
Keluarga mengemukakan klien juga ingin membahagiakan orang tuanya tetapi
belum mendapatkan pekerjaan yang tetap karena setiap mendaftar kerja tidak
diterima. Bahkan klien baru pernah mengalami gangguan jiwa dan dirawat di bangsal
jiwa RSUD Banyumas.

c. Pemeriksaan fisik
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang
dirasakan dan tidak memiliki kelainan fisik, dilakukan juga pemeriksaan tanda-tanda
vital pada klien dan didapatkan hasil bahwa berat badan klien 70 kg, tinggi badannya
165 cm, tekanan darah klien adalah 110/ 70 mmHg, Suhunya 36 ᵒ C, nadinya
84x/menit dan respirasi klien 20x/menit.

d. Psikososial
Berdasarkan silsilah keluarga klien yang di kaji selama tiga generasi, klien merupakan
anak terakhir dari tujuh bersaudara, ayah klien sudah meninggal dan saat ini klien
21

tinggal serumah dengan ibu dan keponakannya. Keluarga klien tidak menerapkan
aturan yang mengekang.
Klien mensyukuri apa yang telah dimilikki dalam tubuhnya sebagai anugrah
dari Allah SWT.
Klien adalah seorang laki-laki berusia 27 tahun yang belum menikah , sudah
tidak bekerja dan masih tinggal dengan ibunya yaitu di karangcengis.
Di dalam keluarganya klien adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara. Walau
klien sebagai anak terakhir alm. ayahnya memanjakan klien sedangkan ibunya tidak
terlalu memanjakan klien , namun demikian klien tetap bekerja membantu ibunya.
Klien berperan didalam keluarga sebagai anak namun jarang berkomunikasi dengan
keluarga. Keluarga mengatakan sebenarnya klien ingin menikah diusianya saat ini dan
bisa membahagiakan ibunya. Keluarga klien juga mengungkapkan sebelum sakit klien
juga rajin mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu dan mengepel bahkan
bertani.
Orang yang berarti bagi klien adalah keluarga khususnya orangtua namun
ayahnya sudah meninggal dan klien saat ini hanya tinggal bersama ibunya, sehingga
klien ingin segera sembuh dan bisa kembali bekerja dan membantu ibunya.
Klien merasa malu dan minder karena belum menikah seperti teman –
temannya yang lain, klien selalu diejek oleh tetangga – tetangganya. Sehingga klien
tidak mau keluar rumah lebih baik diam dirumah mengurung diri dikamar dan
menonton televisi. Bahkan klien juga jarang berkomunikasi dengan orang lain, tidak
mau menceritakan masalahnya dengan orang lain, tidak mau bergaul dengan orang.
Klien tidak mau untuk bicara dan lebih menghindari pembicaraan karena klien slalu
malu jika diejek.
Klien mempunyai hubungan yang tidak harmonis dengan tetangganya, karena
klien slalu diejek sehingga tidak pernah lagi untuk bergaul. Klien mengatakan bahwa
klien dirumah juga slalu mengurung diri di kamar kalau tidak hanya menonton televisi
22

, malas keluar rumah dan keluarga mengatakan bahwa keluarga meminta klien untuk
di rawat di Rumah sakit agar sembuh dan bisa hidup normal kembali.
Keluarga klien mengungkapkan bahwa sebelum sebelum dibawa kerumah
sakit klien slalu diam, terkadang marah membanting gelas, tidak mau berkomunikasi,
hanya bengong. Sejak dirawat klien tidak marah-marah lagi.

e. Status mental
Saat dilakukan interaksi klien terlihat bingung dan sering menunduk. Klien
hanya menjawab jika di tanya, saat menjawab pertanyaan hanya seperlunya
saja,terkadang pembicaraannya inkoheren dengan pertanyaan yang diajukan, klien
tidak dapat memulai pembicaraan dan diam jika tidak ditanya. Klien lebih sering
menunduk bahkan mengalihkan pandangannya apalagi jika ada klien lain dialihkan
kurang fokus,kontak mata kurang, lebih banyak diam. Klien banyak diam dan
berusaha menghindari pembicaraan dengan memilih diam menunduk. Klien
menunjukan afek yang datar. Saat dilakukan wawancara klien mau menatap walau
kadang pandangan dialihkan. Klien pun mengatakan merasa minder terhadap
perempuan, takut jika ditolak.
Klien mengungkapkan dulu mendengar suara orang yang mengatakan dirinya
untuk menjalankan shollat dan mengatakan bahwa dirinya sudah tidak punya ayah,
anak yatim, suara tersebut seperti suara perempuan dan datang saat setiap habis
maghrib klien sedang sendirian. Klien juga merasa takut dan merasa tidak aman
berada didekat orang lain.
Klien tidak memiliki waham ataupun obsesi, slalu berpikir untuk pulang dan
klien terlihat melamun, bingung dengan lingkungan dan orang-orang di sekitar dan
klien lebih suka menyendiri. Klien tidak memiliki masalah dengan ingatannya namun
klien memiliki masalah dengan tingkat konsentrasinya karena klien selalu meminta
agar pertanyaan yang diajukan di ulangi. Klien juga tidak mampu untuk mengambil
23

keputusan saat di ajukan pertanyaan antara makan dan mandi mana dulu yang akan
dilakukan.

f. Kebutuhan Perencanaan Pulang


Klien dapat memenuhi kebutuhan dalam perawatan kesehatan dan dapat
meningkatkan nafsu makan dengan frequensi tiga kali sehari. Klien dan keluarga juga
sudah mengetahui kapan saja waktu minum obat dan obat apa saja yang harus
diminum walau tidak mengetahui jenis obat dan manfaatnya. Klien mengatakan jika
klien sakit dan membutuhkan perawatan maka akan berobat ke puskesmas namun bila
menurut pasien sakitnya biasa saja, klien tidak pergi ke dokter (seperti masuk angin,
dll).
Klien dapat melakukan personal hygiene mandi dan BAB/BAK secara
mandiri. Klien mandi 2 x sehari menggunakan sabun mandi tanpa bantuan keluarga /
mandiri. Dan klien juga dapat berpakain rapi dan sesuai. Klien mengatakan
mempunyai waktu tidur yang cukup di malam hari dan di siang harinya klien juga
tidur siang. Kegiatan di dalam rumah yang bisa klien lakukan adalah menyapu dan
mengepel lantai jika disuruh oleh ibunya sedangkan kegiatan di luar rumah yang biasa
dilakukan klien adalah bertani.

g. Mekanisme Koping
Apabila ada masalah klien tidak bercerita pada siapapun, lebih memilih untuk
diam jika tidak ada yang perlu dibicarakan dan mengurung diri di kamar, jarang
berkomunikasi dengan orang lain.Klien mengatakan jika klien tidak dapat
menyelesaikan masalah klien marah-marah, setelah itu klien tidak ingat dan
menyendiri lagi.
24

h. Masalah Psikososial dan Lingkungan


Klien memiliki hubungan yang tidak baik dengan tetangganya semenjak
tetangganya mengejek klien. Sehingga klien tidak mau lagi keluar rumah dan tidak
mau bergaul.
Klien dalam keluarga maupun lingkungan juga termasuk orang pendiam klien
terlihat menyendiri, memiliki kekurangan dalam berinteraksi dengan orang lain klien
mengatakan malas berinteraksi, pasien berbicara jika ada yang mengajak bicara
dahulu.

i. Kurang pengetahun
Klien tidak mengetahui tentang penyakit jiwa yang klien alami sekarang, klien
belum mengetahui cara pengobatan yang dilakukan.

j. Aspek Medis
Klien di diagnosa mengalami penyakit skizofrenia paranoid, ketika di kelola
selama tiga hari yaitu dari tanggal 30 April – 02 Mei 2017 klien mendapat terapi obat
yang sama yaitu Clozapin 2 mg 3x1, Risperidone 2 mg 3x1, Clobazam 70 mg 3x1,
Sertalin 50 mg 1x1. Sedangkan pada tanggal 22 April klien mendapat program terapi
ECT yang pertama, tanggal 24 April mendapat program terapi ECT yang kedua, 26
April mendapat program terapi ECT yang ketiga dan tanggal 02 Mei mendapat
program terapi ECT yang keempat.

2. Perumusan masalah
Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data subjektif maupun data objektif,
dari data subjektif klien menyatakan malu minder karena belum menikah diusianya
saat ini yang tidak bisa seperti temannya yang lain. Sedangkan dari data objektif klien
25

terlihat sedih, bingung dan menunduk sehingga memunculkan diagnosa keperawatan


harga diri rendah.
Dari data subjektif didapatkan bahwa sejak klien banyak pikiran dan juga
selalu diejek oleh tetangganya, 10 bulan terakhir sejak ibunya sakit-sakitan. Keluarga
mengungkapkan juga bahwa klien sudah tidak memiliki teman dekat karena temannya
sudah menikah semua dan dirinya belum yang membuat klien slalu diejek oleh
tetangga-tetangganya sehingga klien lebih suka mengurung diri dikamar.
Sedangkan dari data objektif diperoleh klien terlihat bingung,suka menyendiri,
terlihat sedih dan sering melamun bahkan juga tidur. Klien menunjukan afek datar.
Klien lebih banyak menyendiri di kamar dan klien juga tidak mau menatap lawan
bicara saat di ajak bicara dan klien juga tidak dapat berkonsentrasi. Klien selalu
mengungkapkan agar pertanyaannya di ulangi.
Saat dilakukan interaksi klien tidak fokus, menunduk, kontak mata kurang,
mudah mengalihkan pandangan klien hanya menjawab jika di tanya, klien tidak
mampu untuk memulai pembicaraan Saat diajak bicara, klien banyak diam dan
berusaha menghindari pembicaraan dengan memilih menundukkan kepalanya,kadang
juga lebih suka tidur. Dari data yang ditemukan maka dapat di tarik diagnosa
keperawatan isolasi sosial.
Dari data subjektif klien mengungkapkan dulu sering mendengar suara orang
yang mengajaknya untuk shollat dan mengatakan bahwa dirinya sudah tidak punya
ayah, anak yatim. Suara itu muncul setelah maghrib terdengar suara yang
membisikinya suara perempuan saat klien sedang sendirian.Namun selama dirawat
klien sudah tidak mendengar suara. Sedangkan dari data objektif klien terlihat
bingung, sedih dan sering melamun bahkan juga lebih suka tidur. Dari data tersebut
didapatkan diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran.
Dari data-data tersebut di atas diperoleh tiga diagnosa keperawatan yaitu harga
diri rendah, isolasi sosial, dan halusinasi pendengaran dan dari tiga diagnosa
26

keperawatan tersebut didapatkan diagnosa keperawatan utamanya adalah isolasi


sosial.

3. Intervensi
Setelah merumuskan analisa data dan membuat diagnosa utama, langkah
selanjutnya yaitu menyusun intervensi dengan fokus utama adalah tindakan
keperawatan yang melibatkan keluarga serta berkolaborasi dengan tim medis lain.
Untuk tindakan keperawatan pada kasus ini berpedoman pada Strategi Pelaksanaan
(SP) yang dibagi menjadi SP klien dan SP keluarga. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan (SP) diharapkan klien dapat membina hubungan saling percaya, klien
dapat menyadari perilaku isolasi sosial,mengetahui keuntungan berinteraksi dengan
orang lain dan kerugian jika tidak berinteraksi dengan orang lain dan klien dapat
berinteraksi dengan orang lain secara bertahap. Dan diharapkan keluarga mampu
merawat klien isolasi sosial di rumah. Adapun SP untuk klien yang pertama yaitu
membina hubungan saling percaya dengan rinciannya adalah mengucapkan salam
setiap kali berinteraksi dengan klien, berkenalan dengan klien, menanyakan perasaan
dan keluhan saat ini, buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama klien,
berapa lama akan di kerjakan, dan tempatnya dimana, jelaskan bahwa perawat akan
merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi, setiap saat
tunjukan sikap empati pada klien, penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi.
Yang kedua Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial dengan rinciannya
adalah menanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain,
menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain,
mendiskusikan keuntungan jila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka, mendiskusikan kerugian jila klien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain, jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik
klien. Kemudian melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap dengan rinciannya adalah jelaskan pada klien cara berinteraksi dengan orang
27

lain, berikan contoh cara berbicara dengan orang lain, berikan kesempatan klien
mempraktekan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan
perawat, mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu teman atau anggota keluarga,
bila klien sudah menunujukan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua,
tiga, empat orang dan seterusnya, beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang
telah dilakukan klien, siap dengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi
dengn orang lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan
interaksinya. Kemudian diskusikan dengan klien tentang kelebihan dan kekurangan
yang di miliki, inventarisir kelebihan klien yang dapat di jadikan motivasi untuk
membangun kepercayaan diri klien dalam pergaulan, ajarkan pada klien koping
mekanisme yang konstruktif, libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok
secara bertahap (TAKS), dan yang terakhir adalah dengan eksplorasi keyakinan
agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya sosialisasi dengan lingkungan
sekitar. Sedangkan untuk tindakan SP keluarga diantaranya adalah menjelaskan
tentang masalah sosial dan dampaknya pada klien, menjelaskan tentang penyebab
isolasi sosial, menjelaskan tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien
mengatasi isolasi sosialnya, menjelaskan pengobatan yang berkelanjutan dan
mencegah putus obat, menjelaskan tentang tempat rujukan dan fasilitas kesehatan
yang tersedia bagi klien, memperagakan cara berkomunikasi dengan klien dan yang
terakhir adalah memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikan cara
berkomunikasi dengan klien.

4. Implementasi
Implementasi dilakukan selama 3 hari yaitu mulai tanggal 30 April 2017
sampai dengan tanggal 02 Mei 2017. Untuk hari pertama penulis melakukan tindakan
yang mengacu pada intervensi menurut Yosep dan Sutini (2014), tindakan dilakukan
jam 08.30 wib yaitu membina hubungan saling percaya dengan klien dengan
urutannya di mulai dari mengucapkan salam, berkenalan dengan klien, menanyakan
28

perasaan dan keluhan saat ini, membuat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan
bersama klien, berapa lama akan di kerjakan, dan tempatnya dimana, menjelaskan
tujuan interaksi, menjelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi, mengkaji masalah klien,dan membantu klien
menyadari perilaku isolasi sosial, menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak
ingin berinteraksi dengan orang lain, mendiskusikan keuntungan bila klien memiliki
banyak teman dan bergaul akrab dengan orang lain, dan mendiskusikan kerugian bila
klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain dengan memenuhi
kebutuhan dasar klien saat berinteraksi serta melakukan kolaborasi pemberian obat
pada pukul 12.10 wib yaitu obat clozapin 2 mg, Clobazam 70 mg, sertalin 50 mg dan
risperidone 2 mg.
Hari kedua penulis kembali berinteraksi dengan klien dan keluarga untuk
melaksanakan tindakan keperawatan yang telah di rencanakan pada jam 08.30
kemudian memulai intervensi yang sudah direncanakan yaitu melatih klien cara-cara
berinteraksi dengan orang lain secara bertahap (dengan orang pertama- perawat) :
menjelaskan pada klien cara berinteraksi dengan satu orang , memberikan contoh cara
berbicara dengan satu orang perawat, memberikan kesempatan klien mempraktekan
cara berinteraksi dengan satu orang perawat, membantu klien berinteraksi dengan satu
perawat yang ada di ruangan, memberikan pujian untuk setiap kemajuan interaksi
yang telah dilakukan klien (Yosep dan Sutini 2014). Serta melakukan kolaborasi
pemberian obat pada pukul 12.10 wib yaitu obat clozapin 2 mg, Clobazam 70 mg,
sertalin 50 mg dan risperidone 2 mg.
Hari ketiga atau hari terakhir penulis kembali berinteraksi dengan klien dan
keluarga sebagai interaksi yang terakhir. Penulis melakukan tindakan sesuai dengan
yang sudah direncanakan, namun tindakan yang sudah direncanakan sedikit terganggu
karena pada pukul 08.30 wib penulis membantu perawat mempersiapkan klien untuk
ECT yang keempat, kemudian setelah tindakan ECT selesai penulis melanjutkan
rencana keperawatan yang sudah disusun dimulai dari pukul 09.30 wib yaitu
29

membantu dan mengevaluasi kemampuan klien dalam menyadari penyebab isolasi


sosial, melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
(berkenalan dengan orang kedua- pasien) : menjelaskan pada klien cara berinteraksi
dengan orang lain, memberikan contoh cara berbicara dengan orang lain, memberikan
kesempatan klien mempraktekan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan
di hadapan perawat, membantu klien berinteraksi dengan satu, dua perawat atau
teman yang ada di ruangan, memberikan pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang
telah dilakukan klien (Yosep dan Sutini 2014). Pada pukul 12.45 penulis melakukan
tindakan mendiskusikan dengan klien tentang kelebihan dan kekurangan yang di
miliki, menjelaskan pada keluarga tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya pada
klien, menjelaskan pada keluarga tentang penyebab isolasi sosial serta menjelaskan
pada keluarga tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi
isolasi sosialnya. Namun sebelumnya pada pukul 12.05 erta melakukan kolaborasi
pemberian obat yaitu obat clozapin 2 mg, Clobazam 70 mg, sertalin 50 mg dan
risperidone 2 mg.

5. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi selama 3 hari, adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada hari Minggu, 30 April 2017 pukul 08.30 wib yaitu klien
mengungkapkan namanya nurchamidin, klien mengungkapkan bingung, malu ketika
ditanya, bahkan klien mengungkapkan kalau klien banyak tidur,diam klien dapat
menyebutkan keuntungan dan kerugian mempunyai teman. Namun klien masih
terlihat bingung, belum mau untuk berkenalan, klien tidak mampu untuk
berkonsentrasi dan selalu meminta pertanyaannya diulangi. Klien juga terlihat banyak
diam dan bingung dalam menjawab pertanyaan serta tidak bicara ketika tidak di tanya
dan tidak ada kontak mata kurang ketika berinteraksi, tidak fokus mudah mengalihkan
pandangan, pergi disaat untuk berkenalan dari data yang didapatkan menandakan
masalah isolasi sosial belum teratasi, untuk itu penulis melanjutkan intervensi di hari
30

kedua yaitu melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama- perawat), kolaborasi pemberian obat.
Evaluasi yang didapatkan pada hari kedua yaitu pada hari Senin, 01 Mei 2017
pada pukul 08.30 wib adalah keluarga klien mengungkapkan kalau klien tidak mau
berkomunikasi dengan orang lain. Klien belum mau untuk berkenalan dengan orang
pertama karena malu, untuk berkenalan dengan satu perawat terus menunduk dan
pergi, klien terlihat kontak mata kurang, tidak berkonsentrasi, pasif, afek datar, tidak
mampu memulai pembicaraan. Berdasakan data yang didapatkan di evaluasi pada
hari kedua dapat disimpulkan bahwa masalah isolasi sosial klien belum teratasi, untuk
itu penulis melanjutkan kembali intervensi yang telah di rencanakan yaitu melatih
klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap (berkenalan dengan
orang kedua – pasien), kolaborasi pemberian obat.
Evaluasi yang dilakukan pada hari terakhir yaitu pada hari Selasa, 02 Mei 2017
pada pukul 09.30 wib didapatkan bahwa klien sudah mau berkenalan dengan pasien
perawat walaupun masih dibantu oleh perawat, sudah ada sedikit kontak mata, klien
mau melihat ke arah lawan bicara, mau mengulurkan tangan terlebih dahulu, keluarga
sudah mengetahui tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien, keluarga
sudah mengetahui tentang penyebab isolasi sosial, keluarga sudah mengetahui
tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnya
dan mendiskusikan kekurangan serta kelebihan yang dimilikki klien.
Berdasarkan data yang didapatkan di hari terakhir pengelolaan dapat
disimpulkan bahwa masalah isolasi sosial klien sudah teratasi sebagian, untuk itulah
penulis memutuskan untuk mempertahankan intervensi yang sudah dilakukan yaitu
membantu klien untuk berkenalan dengan satu, dua, tiga orang dan seterusnya,
Jelaskan pada keluarga tentang pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus
obat, peragakan cara berkomunikasi dengan klien, beri kesempatan pada keluarga
untuk mempraktikan cara berkomunikasi dengan klien serta untuk tetap melakukan
kolaborasi pemberian obat.
31

B. PEMBAHASAN
Pembahasan ini difokuskan pada diagnosa utama yaitu isolasi sosial dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang di mulai dari tahap pengkajian,
perumusan masalah, perencanaan atau intervensi, implementasi serta evaluasi. Di sini
penulis akan membahas mengenai hasil pengelolaan asuhan keperawatan jiwa isolasi
sosial pada Sdr.N dengan skizofrenia di RSUD Banyumas yang telah di laksanakan
selama 3 hari di mulai dari 30 April 2017- 02 Mei 2017. Selain itu juga di sini penulis
akan menguraikan kendala-kendala yang di hadapi ketika melakukan pengelolaan
asuhan keperawatan.

1. Pengkajian
Menurut Keliat dan Akemat (2010) dalam mengkaji klien dengan isolasi sosial
kita dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi pada klien dan keluarga.
Sesuai dengan teori tersebut bahwa data-data yang diperoleh saat pengkajian
merupakan data hasil wawancara terhadap klien dan keluarga serta dengan
mengobservasi tingkah laku klien saat dilakukan interaksi. Pengkajian terhadap klien
dilakukan pada hari Minggu, 30 April 2017 pukul 08.30 wib sampai pukul 14.00 wib.
Namun di sini penulis juga melihat catatan rekam medik untuk melengkapi
pengkajian tersebut.
Data hasil wawancara dengan keluarga didapatkan bahwa alasan (faktor
presipitasi) klien di bawa ke rumah sakit karena klien berdiam diri dan tidak
berkomunikasi dengan orang lain jika tidak ada yang perlu dibicarakan, hingga di dua
minggu terakhir klien susah tidur dan suka bengong ,melamun, marah-marah dan
klien mengungkapkan bahwa dirinya merasa tertekan sehingga akhirnya di putuskan
untuk di bawa ke rumah sakit. Sedangkan menurut Fitria (2010) bahwa faktor
presipitasi dari klien dengan isolasi sosial bisa di bagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah adanya stresor yang berasal dari
dalam diri individu, contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres yang terjadi
32

akibat kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan


kemampuan individu untuk mengatasinya. Berdasarkan data faktor presipitasi yang
didapatkan pada kasus ini dapat di katakan bahwa yang dialami klien adalah karena
faktor external yaitu sesuai dengan penuturan keluarga klien bahwa klien tertekan
dirinya belum menikah diusianya 27 tahun yang membuat klien slalu diejek oleh
tetangga-tetangganya. Sedangkan untuk data faktor predisposisi yang didapatkan
melalui wawancara dengan keluarga klien diantaranya adalah banyak pikiran selama
10 bulan terakhir sejak ibunya sakit-sakitan. Keluarga mengungkapkan juga bahwa
klien sudah tidak memiliki teman dekat karena temannya sudah menikah semua dan
dirinya belum diusianya 27 tahun yang membuat klien slalu diejek oleh tetangga-
tetangganya sehingga klien lebih suka mengurung diri dikamar. Klien juga ingin
membahagiakan orang tuanya tetapi belum mendapatkan pekerjaan yang tetap karena
setiap mendaftar kerja tidak diterima. Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukakan
oleh Fitria (2010) bahwa salah satu faktor predisposisi dari klien dengan isolasi sosial
adalah Faktor sosial budaya karena adanya Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari
lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh
keluarga, di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut,
berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya. Hal
ini juga sama seperti yang di tuturkan oleh Yosep dan Sutini (2014) bahwa proses
terjadinya gangguan isolasi sosial adalah Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari
lingkungan sosial yang disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh
keluarga, di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut,
berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
Fitria (2010) adalah karena Faktor komunikasi dalam keluarga. Gangguan
komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi
sehingga menimbulkan ketidakjelasan (doule bind) yaitu suatu keadaan di mana
seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam keluarga
33

menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga. Namun ada


beberapa kesenjangan yang terjadi pada faktor predisposisi dimana tidak semua klien
dengan isolasi sosial khususnya Sdr.N mengalami gangguan karena adanya faktor
sosial budaya dan faktor komunikasi dalam keluarga.
Menurut Amin dan Hardhi (2015) bahwa isolasi sosial adalah kesepian yang
dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan
sebagai pernyataan negatif dan mengejek. Hal ini sesuai dengan data yang terkaji di
psikososial khususnya di hubungan sosial poin hambatan berhubungan dengan orang
lain, di situ di sebutkan bahwa keluarga klien mengatakan karena adanya tekanan dari
tetangganya yaitu selalu diejek oleh tetangganya karena belum menikah diusianya 27
tahun sehingga klien menjadi bersikap aneh dan akhirnya klien merasa malu jika
keluar rumah.
Menurut Yosep dan Sutini (2014) data subjektif yang akan diperoleh saat
pengkajian pada klien adalah klien menceritakan perasaan malu dan minder berada
didekat dengan orang lain, respon verbal kurang dan sangat singkat, klien tidak
mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, klien mengatakan hubungan yang
tidak berarti dengan orang lain, klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
Dan untuk data subjektif yang penulis temu kan pada klien hanya beberapa dari yang
disebutkan di teori diantaranya klien mengungkapkan merasa takut dan malu dan
minder berada didekat orang lain, klien tidak mampu untuk berkonsentrasi karena
pada saat di tanya klien terlihat bingung dan selalu meminta agar pertanyaannya di
ulangi.
Sedangkan untuk data objektif menurut Yosep dan Sutini (2014) yang dapat
ditemukan adalah klien banyak diam dan tidak mau bicara, klien menyendiri dan tidak
mau berinteraksi dengan orang terdekat, ekspresi datar dan dangkal, apatis, klien
banyak berdiam diri di kamar, tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya, tidak mengikuti kegiatan, tidak merawat diri. Dan untuk data objektif yang
penulis temukan pada kasus ini adalah klien terlihat bingung, sedih , murung dan
34

sering melamun, afek klien datar, klien lebih banyak menyendiri di kamar,klien tidak
mau menatap lawan bicara (kontak mata kurang) saat di ajak bicara, menjawab
pertanyaan hanya seperlunya saja, klien hanya menjawab jika di tanya, klien tidak
dapat memulai pembicaraan saat diajak bicara, klien banyak diam dan berusaha
menghindari pembicaraan dengan memilih menundukkan kepala. Berdasarkan data
tersebut diatas terlihat ada beberapa kesenjangan yang terjadi, bahwa tidak semua
klien dengan isolasi sosial tidak merawat diri karena pada kasus ini klien masih bisa
merawat diri terbukti di pengkajian kebutuhan perencanaan pulang bahwa klien dapat
melakukan personal hygiene mandi dan BAB/BAK secara mandiri. Klien mandi 2 x
sehari menggunakan sabun mandi tanpa bantuan keluarga / mandiri. Dan klien juga
dapat berpakain rapi dan sesuai.
Namun dari data subjektif maupun data objektif yang ditemukan pada klien
juga sudah sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Keliat dan Akemat (2010)
bahwa data subjektif yang mungkin ditemukan pada klien dengan isolasi sosial
diantaranya adalah pasien klien menceritakan perasaan malu dan minder berada
didekat dengan orang lain, respon verbal kurang dan sangat singkat, klien tidak
mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, klien mengatakan hubungan yang
tidak berarti dengan orang lain, klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
Sedangkan untuk data objektif yang mungkin didapatkan adalah klien tidak memilki
teman dekat , menarik diri, tidak komunikatif, tindakan berulang dan tidak bermakna,
asyik dengan pikirannya sendiri, tidak ada kontak mata, tampak sedih dan afek datar.
Dari data-data tersebut diatas sebagian besar ditemukan pada klien seperti yang sudah
disebutkan.
Saat dilakukan pengkajian klien cukup kooperatif namun terjadi sedikit
hambatan karena klien tidak mampu untuk berkonsentrasi dan klien selalu meminta
agar pertanyaan yang di ajukan diulangi. Namun proses pengkajian berjalan lancar
karena keluarga sangat kooperatif dan membantu sekali dalam kelengkapan data
pengkajian.
35

Penulis melakukan semua intervensi yang telah disusun tetapi ada beberapa
yang tidak dilakukan terutama pada SP keluarga karena keterbatasan waktu untuk
bertemu dengan keluarganya dan keluarga sudah menerima keadaan klien dan
intervensi tersebut tetap di lanjutkan oleh perawat ruangan dalam mendelegasikan SP
keluarga yang belum terlaksana oleh penulis. Pelaksanaan tindakan keperawatan
sudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien. Dalam kendala tersebut penulis
juga mengingatkan keluarga untuk mendukungan dan memberi motivasi untuk
membantu klien dalam perawatannya. Sehingga klien dapat memenuhi kebutuhan
secara optimal.

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pohon masalah menurut Dalami, dkk (2009) bahwa diagnosa
keperawatan isolasi sosial berawal dari adanya harga diri rendah yang kronik, hal ini
sesuai dengan diagnosa harga diri rendah kronik yang berhasil dirumuskan dengan
melihat data dari pengkajian yaitu klien mengungkapkan malu minder selalu diejek
oleh tetangganya karena lien belum menikah diusianya saat ini dari data objektif
klien terlihat sedih, bingung dan sering menunduk,diam. Data ini di masukan sebagai
pendukung dari diagnosa keperawatan harga diri rendah kronik karena perasaan malu
yang klien alami sudah lebih dari 10 bulan terakhir.
Kemudian menurut Dalami, dkk (2009) dari harga diri rendah yang sudah
berlangsung kronik tersebut munculah diagnosa keperawatan isolasi sosial yang
merupakan diagnosa keperawatan utama atau core problem. Diagnosa ini di dukung
dengan adanya data- data yang diperoleh saat melakukan pengkajian baik melalui
teknik wawancara waupun teknik observasi yang mengarah ke diagnosa tersebut
diantaranya klien mengungkapkan merasa takut, malu dan merasa tidak aman berada
didekat orang lain, klien tidak mau berbicara dan berdiam diri terus di kamar, Afek
klien datar. Klien mengisolasi diri di kamar, klien tidak mau menatap lawan bicara
36

saat di ajak bicara (kontak mata kurang) dan saat dilakukan interaksi klien terlihat
pasif, bingung serta klien juga tidak dapat berkonsentrasi dan mengambil keputusan.
Dari diagnosa keperawatan isolasi sosial tersebut menurut Dalami, dkk (2009)
berakibat pada munculnya diagnosa keperawatan halusinasi. Dan pada kasus ini klien
mengalami halusinasi khususnya halusinasi pendengaran. Diagnosa ini di dukung
dengan ditemukannya data bahwa klien mengungkapkan dulu mendengar suara orang
yang mengatakan dirinya sudah tidak punya ayah, anak yatim, dan mengajak untuk
sholat, suara tersebut seperti suara perempuan dan datang saat setelah maghrib saat
klien sedang sendirian. Data objektifnya klien terlihat bingung, sedih, diam dan
sering melamun.

3. Intervensi
Intervensi yang di berikan pada klien dengan isolasi sosial adalah berupa tindakan
keperawatan yang melibatkan keluarga serta berkolaborasi dengan tim medis. Dalam
kasus ini intervensi keperawatan yang penulis susun adalah dengan melakukan
implementasi kepada klien dan keluarga dengan strategi pelaksanaan (SP) serta
dengan berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antipsikosis. Intervensi
SP yang dilakukan mengacu pada tujuan SP yang dikemukaan oleh Fitria, (2010)
yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat menyadari perilaku
isolasi sosial, klien dapat berinterksi dengan orang lain secara bertahap. Sedangkan
untuk tindakan strategi pelaksanaannya mengacu pada Yosep dan Sutini, (2014) yaitu
membina hubungan saling percaya dengan rinciannya adalah mengucapkan salam
setiap kali berinteraksi dengan klien, berkenalan dengan klien, menanyakan perasaan
dan keluhan saat ini, buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama klien,
berapa lama akan di kerjakan, dan tempatnya dimana, jelaskan bahwa perawat akan
merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi, setiap saat tunjukan
sikap empati pada klien, penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi. Dan
membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial dengan rinciannya adalah
37

menanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain,


menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain,
diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan
mereka, diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain, jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.
Kemudian melatih klien cara-cara berinteraksi dengan satu orang dan orang lain yang
lebih dari satu orang secara bertahap dengan rinciannya adalah jelaskan pada klien
cara berinteraksi dengan orang lain, berikan contoh cara berbicara dengan orang lain,
berikan kesempatan klien mempraktekan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan perawat, mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu teman
atau anggota keluarga, bila klien sudah menunujukan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya, beri pujian untuk setiap
kemajuan interaksi yang telah dilakukan klien, siap dengarkan ekspresi perasaan klien
setelah berinteraksi dengn orang lain. Mungkin klien akan mengungkapkan
keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar klien tetap
semangat meningkatkan interaksinya. Kemudian diskusikan dengan klien tentang
kelebihan dan kekurangan yang di miliki, inventarisir kelebihan klien yang dapat di
jadikan motivasi untuk membangun kepercayaan diri klien dalam pergaulan, ajarkan
pada klien koping mekanisme yang konstruktif, libatkan klien dalam interaksi dan
terapi kelompok secara bertahap (TAKS). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Hasriana, Nur, M., Angrain, S., (2013) bahwa dengan dilakukannya TAK sosialisasi
maka klien dapat meningkatkan hubungan sosial secara bertahap dari interpersonal
(satu dan satu), kelompok dan masyarakat.
Dan untuk tujuan dari SP keluarga adalah supaya keluarga dapat merawat
klien dengan isolasi sosial di rumah. Dan tindakan yang dilakukan meliputi
menjelaskan tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien, menjelaskan
tentang penyebab isolasi sosial, menjelaskan tentang bagaimana sikap keluarga untuk
membantu klien mengatasi isolasi sosialnya, menjelaskan pengobatan yang
berkelanjutan dan mencegah putus obat, menjelaskan tentang tempat rujukan dan
38

fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien, memperagakan cara berkomunikasi


dengan klien, memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikan cara
berkomunikasi dengan klien.
Sedangkan untuk tujuan dari kolaborasi pemberian obat antipsikosis adalah
untuk untuk mengurangi gejala psikosis pada klien sehingga bisa memudahkan klien
untuk berinteraksi dengan orang lain.

4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan selama tiga hari, yaitu pada tanggal 30 April
2017 sampai 02 Mei 2017 mengacu pada intervensi menurut Yosep dan Sutini
(2014) yaitu membina hubungan saling percaya, membantu klien menyadari perilaku
isolasi sosialnya, melatih klien berinteraksi secara bertahap dengan orang lain,
mendiskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka, dan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Y. Susilowati, Afandi,
A.R.Yuliana, (2014) bahwa rasional dilakukannya BHSP pada klien dengan isolasi
sosial adalah agar saling mengenal dan saling percaya antara perawat dengan klien,
kemudian untuk rasional dari membatu klien menyadari perilaku isolasi sosialnya
adalah supaya klien mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui
penyebab tidak mampu berinteraksi dengan orang lain sehingga di harapkan nantinya
klien mempunyai kemauan dari dalam diri sendiri untuk mengatasi permasalahannya.
Selanjutnya untuk rasional dari melatih klien berinteraksi secara bertahap dengan
orang lain adalah agar nantinya klien terbiasa untuk berinteraksi dengan orang lain.
Selanjutnya untuk rasional dari mendiskusikan keuntungan dan kerugian jika
memiliki dan tidak memiliki teman adalah agar klien dapat menyadari manfaat dari
memiliki banyak teman dan akhirnya timbul keinginan dari dalam diri klien untuk
belajar membuka diri terhadap orang lain. Kemudian untuk rasional dari
mendiskusikan kelebihan dan kekurangan yang dimilki adalah agar klien dapat
39

meningkatkan rasa percaya dirinya dan agar klien menyadari bahwa semua orang
tercipta dengan kelebihan dan kekurangan. Selain itu penulis juga melakukan tindakan
kepada keluarga supaya keluarga mampu merawat klien dirumah yang diantaranya
adalah menjelaskan pada keluarga tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya pada
klien, menjelaskan pada keluarga tentang penyebab isolasi sosial serta menjelaskan
pada keluarga tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi
isolasi sosialnya. Dan tidak lupa pula kolaborasi pemberian obat antipsikosis untuk
mengurangi gejala psikosis , seperti yang di kemukakan oleh Maslim, (2003); Dipiro
et al, (2011) dalam Fahrul, Mukaddas, A., Faustine, I., (2014) bahwa obat yang
digunakan untuk klien dengan isolasi sosial adalah obat haloperidol karena
mempunyai efek sedatif lemah. Dan untuk Sdr N juga mendapat obat obat Clozapin 2
mg, Clobazam 70 mg, Sertalin 50 mg dan Risperidone 2 mg. Sedangkan pada tanggal
22 April klien mendapat program terapi ECT yang pertama, tanggal 24 April
mendapat program terapi ECT yang kedua, 26 April mendapat program terapi ECT
yang ketiga dan tanggal 02 Mei mendapat program terapi ECT yang keempat.
Selama pelaksanaan berlangsung, klien selalu kooperatif dengan tindakan yang
sudah direncanakan bersama, meskipun awalnya klien terlihat menolak untuk
berhubungan dengan perawat terhadap tindakan yang di berikan dan juga klien sama
sekali tidak mau menatap lawan bicara, namun saat dilakukan implementasi yang
terakhir klien sudah mau sedikit menatap lawan bicara walau kadang suka
mengalihkan pandangan.
Sedangkan keluarga dalam pelaksanaan tindakan juga selalu kooperatif dan
terbuka terhadap penulis sehingga saangat membantu dalam melengkapi data-data
pengkajian terhaadap klien, karena klien lebih cenderung diam jadi data-data yang
tergali sebagian besar karena mewawancarai keluarga.
Dalam pelaksanaan penulis melakukan semua intervensi yang telah disusun
tetapi ada beberapa yang tidak dilakukan dalam SP keluarga yaitu menjelaskan
pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat, menjelaskan tentang
40

tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien, memperagakan cara
berkomunikasi dengan klien, memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktikan cara berkomunikasi dengan klien. Karena keterbatasan waktu untuk
bertemu dengan keluarganya dan keluarga sudah menerima keadaan klien dan
intervensi tersebut tetap di lanjutkan oleh perawat ruangan dalam mendelegasikan SP
keluarga yang belum terlaksana oleh penulis. Pelaksanaan tindakan keperawatan
sudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien.

5. Evaluasi
Evaluasi yang didapatkan dari klien selama dilakukan tindakan sudah sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Fitria (2010). Dimana menurut Fitria (2010)
bahwa evaluasi yang diharapkan dari intervensi yang telah dilakukan adalah klien
mampu membina hubungan saling percaya, klien mampu menyadari perilaku isolasi
sosial, klien mampu berinteraksi secara bertahap dengan orang lain. Sedangkan untuk
SP keluarganya adalah keluarga mampu menjelaskan tentang masalah isolasi sosial
dan dampaknya pada klien, mampu menjelaskan tentang penyebab isolasi sosial,
mampu menjelaskan tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien
mengatasi isolasi sosialnya,mampu menjelaskan pengobatan yang berkelanjutan dan
mencegah putus obat bagi klien, mampu menjelaskan tentang tempat rujukan dan
fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien, mampu memperagakan cara
berkomunikasi dengan klien.
Setelah dilakukan implementasi selama tiga hari mulai dari hari minggu, 30
April 2017 sampai hari selasa 02 Mei 2017 kemudian dilakukan evaluasi dan
didapatkan bahwa klien sudah dapat membina hubungan saling percaya terbukti dari
data objektif yang didapatkan yaitu klien sudah mau menatap lawan bicara saat bicara
41

walaupun hanya sekilas, kemudian klien juga bisa menyebutkan keuntungan dan
kerugian jika mempunyai banyak teman, dan yang terakhir klien sudah bisa
berkenalan dengan satu perawat walaupun masih dibantu oleh perawat. Sedangkan
untuk SP Keluarga, keluarga sudah mengetahui tentang masalah isolasi sosial dan
dampaknya pada klien, keluarga sudah mengetahui tentang penyebab isolasi sosial,
keluarga sudah mengetahui tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien
mengatasi isolasi sosialnya.
Dalam pelaksanaan penulis melakukan semua intervensi yang telah disusun
tetapi ada beberapa yang tidak dilakukan dalam SP keluarga yaitu menjelaskan
pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat, menjelaskan tentang
tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien, memperagakan cara
berkomunikasi dengan klien, memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktikan cara berkomunikasi dengan klien. Karena keterbatasan waktu untuk
bertemu dengan keluarganya dan keluarga sudah menerima keadaan klien dan
intervensi tersebut tetap di lanjutkan oleh perawat ruangan dalam mendelegasikan SP
keluarga yang belum terlaksana oleh penulis. Pelaksanaan tindakan keperawatan
sudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien.
42

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Pada bab ini penulis akan membuat kesimpulan berdasarkan laporan yang telah
diuraikan tentang asuhan keperawatan jiwa isolasi sosial pada Sdr. N dengan
skizofrenia di ruang nakula RSUD Banyumas. Beberapa simpulan yang didapat yaitu
:

1. Pengkajian
Pada pengkajian yang sudah dilakukan terhadap Sdr. N terdapat dua
kesenjangan yang terjadi, yang pertama di faktor predisposisi dimana tidak semua
klien dengan isolasi sosial khususnya Sdr.N mengalami gangguan karena adanya
faktor sosial budaya dan faktor komunikasi dalam keluarga . Yang kedua yaitu
kesenjangan yang terjadi di data objektif dimana tidak semua klien dengan isolasi
sosial tidak merawat diri karena pada kasus ini klien masih bisa merawat diri terbukti
di pengkajian kebutuhan perencanaan pulang bahwa klien dapat melakukan personal
hygiene BAB/BAK secara mandiri, klien dapat melakukan personal hygiene mandi
secara mandiri, mandi 2 x sehari menggunakan sabun mandi tanpa bantuan keluarga,
dan klien dapat berpakaian rapi serta sesuai.

2. Perumusan Masalah
Untuk diagnosa keperawatan sudah sesuai antara teori dan data-data yang di
temukan dimana diagnosa keperawatan isolasi sosial merupakan diagnosa utama atau
core problem, dan ditemukan juga diagnosa harga diri rendah yang bertindak sebagai
43

causa serta diagnosa keperawatan halusinasi khususnya halusinasi pendengaran untuk


kasus ini yang bertindak sebagai effect.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang direncanakan selama 3 x 24 jam yang dimulai
dari tanggal 30 April 2017 - 02 Mei 2017 sudah sesuai dengan teori yang ada, karena
terbatasnya waktu intervensi tersebut tetap di lanjutkan oleh perawat ruangan dalam
mendelegasikan SP keluarga yang belum terlaksana oleh penulis. Walaupun begitu
seharusnya dalam merencanakan tindakan keperawatan harus memepertimbangkan
waktu, situasi dan kondisi sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang optimal.

4. Evaluasi
Evaluasi yang didapatkan setelah melakukan implementasi selama 3 hari sudah
sesuai dengan teori yang ada yaitu klien mampu membina hubungan saling percaya,
klien mampu menyadari perilaku isolasi sosial, klien mampu berinteraksi secara
bertahap dengan orang lain. Sedangkan untuk SP keluarganya adalah keluarga mampu
menjelaskan tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien, mampu
menjelaskan tentang penyebab isolasi sosial, mampu menjelaskan tentang bagaimana
sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnya.

B. SARAN
Penulis telah melakukan studi kasus pada klien dengan isolasi sosial. Selama
melaksanakan asuhan keperawatan penulis menemui beberapa kendala yang dapat
penulis atasi sehingga studi kasus ini selesai. Tentunya, penulis ingin memberikan
saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis, pasien dan keluarga, rumah
sakit dan institusi pendidikan.
44

1. Penulis

Setelah melakukan tindakan keperawatan penulis diharapkan mampu


meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan dalam merawat pasien dengan isolasi
sosial di masa yang akan datang.

2. Pasien dan keluarga

Pasien mampu melakukan koping yang konstruktif dalam setiap kali


menyelesaikan masalah,sehingga tidak menyendiri, dan mau berkomunikasi
dengan orang lain. Kemudian bagi keluarga pasien diharapkan mampu
memberikan dukungan positif serta motivasi bagi pasien sehingga pasien dapat
memiliki nilai yang positif .

3. Rumah sakit

Rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan salah satunya pelayanan


kesehatan jiwa seperti pada RSUD Banyumas di Ruang Nakula sebagai bangsal
Jiwa sudah melakukan asuhan keperawatan dengan baik, melakukan pengobatan
yang sesuai dengan program terapi serta menggunakan sentuhan terapeutik.
Sebagai institusi yang khususnya pada bangsal jiwa diharapkan dapat mendekatkan
sentuhan terapeutik kepada klien dan sebagai tempat refrensi bagi mahasiswa
dalam menambah pengetahuan.

4. Institusi pendidikan

Institusi pendidikan diharapkan mampu meningkatkan keilmuan dan kajian


dalam asuhan keperawatan jiwa, termasuk RSUD Banyumas sebagai lahan praktik
bagi mahasiswa di bidang kesehatan salah satunya adalah pelayanan kesehatan
jiwa.
45

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat A.A.,2010.Metode Penelitian Kesehatan Pradigma Kuantitatif.

Jakarta : Heath Books

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati (2015). Buku Ajar

Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Andrey. (2010). Asuhan Keperawatan (Askep) Isolasi Sosial. Diunduh pada tanggal

16 Desember 2016 dari http://andreyrsj.blogspot.com/2010/06/asuhan-

keperawatan-askep-isolasi-sosial.html

Badan Pengembangan dan Peneleitian Kemenkes RI (2013). Laporan riset kesehatan

dasar. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Carman, L.., & Copel. (2007). Kesehatan jiwa & psikiatri : pedoman klinis perawat.

Jakarta: EGC.

Erlinafsiah. 2010. Model Perawat Dalam Praktek Keperawatan Jiwa. Jakarta : TIM.

Fitria, N.(2010). Prinsip dasar dan aplikasi penulisan: laporan pendahuluan dan

strategi pelaksanaan:tindakan keperawatan (LP dan SP). Jakarta:Salemba

Medika.

Kusmawati, F.,& Hartono, Y. (2010.Buku ajar : keperawatan jiwa Jakarta : Salemba

Mdeika.
46

Keliat, B.A., & Akemat. (2010). Model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta

:EGC

Keliat, B.A., & Akemat. (2014). Keperawatan jiwa : terapi aktivitas kelompok.

Jakarta: EGC.

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika

Setya, T. (2009). Pengaruh terapi aktifitas kelompok : sosialisasi terhadap

kemampuan berinteraksi pada kien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Pusat

Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta.Diakses tanggal 6 Desember 2016 dari

http://darsananursejiwa.blogspot.com/2010/05/strategi-pelaksanaan-tindakan.html

Videbeck, Shella L.(2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :EGC

WHO. 2013. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. Online. Diakses tanggal 22

Desember 2016 dari http://www.depkes.go.id/resources/download/profil

Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Yosep, I., & Sutini, T.(2014). Buku ajar keperawatan jiwa. Bandung : PT Refika

Aditama
47
48
49
50
51

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS
1. Nama Lengkap : Eka Linda Wahyuni
2. NIM : P1337420214026
3. Tanggal Lahir : 08 Oktober 1995
4. Tempat Lahir : Banjarnegara
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat Rumah
a. Jalan : Jl.Raya Klampok - Mandiraja
b. Kelurahan : Panggisari
c. Kecamatan : Mandiraja
d. Kab / Kota : Banjarnegara
e. Provinsi : Jawa Tengah
7. Telefon
a. Rumah :-
b. HP : 085 385 184 740
c. E-mail : wekalinda@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan SD di SD Negeri 1 Panggisari, lulus tahun 2007.
2. Pendidikan SLTP di SMP Negeri 3 Purwareja Klampok, lulus tahun 2010.
3. Pendidikan SLTA di MAN 1 Banjarnegara, lulus tahun 2013.

C. RIWAYAT ORGANISASI
1. Anggota Osis,PMR,Pramuka SMP Negeri 1 Purwareja Klampok periode 2008-
2010
2. Anggota PMR MAN 1 Banjarnegara periode 2011-2013
3. Anggota FKDS Kelurahan Panggisari periode 2016-2017
52

D. DAFTAR PRESTASI
1. Juara Tenis Meja Aksioma antar Provinsi Jawa Tengah periode 2013
2. Juara 2 Disnatalis Futsal Putri Poltekkes Kemenkes Semarang periode 2017

Purwokerto, 15 Mei 2016

Eka Linda Wahyuni


NIM P1337420214026
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL. PADA Tn N
DENGAN SKIZOFRENIA DI RUANG NAKULA RSUD BANYUMAS
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir Pada Program Studi
D III Keperawatan Purwokerto

Eka Linda Wahyuni

NIM P1337420214026

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK

KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL. PADA Tn N
DENGAN SKIZOFRENIA DI RUANG NAKULA RSUD BANYUMAS

Nama : Eka Linda Wahyuni


NIM : P1337420214026
Tanggal Pengkajian : 30 April 2017

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Sdra. N
Umur : 27 th
No Cm : 779236
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan terakhir : Bertani
Tanggal masuk RS : 19 April 2017
Tanggal masuk ruangan : 19 April 2017
Alamat : Karangcengis rt 03/09 Bokateja Purbalingga

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. J
Umur : 35 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Hub dg klien : Kakak kandung
Alamat : Karangcengis rt 03/09 Bokateja Purbalingga
3. Alasan Masuk
Pasien datang ke IGD RSUD Banyumas pada tanggal 19 April 2017 dengan
adanya perubahan perilaku sejak ibunya mengalami sakit yang parah dengan
perilaku mudah emosi,marah-marah. Bahkan keluarganya mengatakan bahwa
pasien suka bengong,diam,menyendiri,menunduk saat ditanya, tidak mau
berkomunikasi.
4. Faktor Prespitasi
Pasien mengatakan merasa tertekan karena melihat temanya sudah pada menikah
dan selalu diejek oleh tetangga
5. Faktor Predisposisi
Pasien baru pertama kali dirawatdi RSUD Banyumas karna mengalami gangguan
jiwa . Pasien tinggal bersama ibunya yang sakit-sakitan yang membuatnya banyak
pikiran selama 10 bulan terakhir .
6. Konsep Diri
a. Citra tubuh
Pasien mensyukuri apa yang telah dimiliki dalam tubuhnya sebagai anugerah
dari Allah SWT
b. Identitas
Pasien mengatakan bahwa dirinya laki-laki, belum menikah, tidak bekerja
sejak dirinya sakit dan dirawat
c. Peran
Pasien mengatakan didalam keluarganya berperan sebagai anak tetapi jarang
komunikasi dg anggota keluarganya.
d. Ideal diri
Pasien mengatakan seharusnya diusianya kini sudah menikah dan sudah bisa
membahagiakan orang tuanya
e. Harga diri
Pasien mengatakan malu minder karena tidak seperti teman-temanya sehingga
lebih memilih sendiri dan tidak pernah ingin menceritakannya pada orang lain
7. Hubungan sosial
a. Orang yang sangat berarti
Pasien mengatakan bahwa orang yang berarti dalam hidupnya adalah orang
tuanya. Namun ayahnya sudah meninggal dan pasien hanya tinggal bersama
ibunya.
8. Genogram

Keterangan :

: Laki-Laki

: Perempuan
: Laki-laki Meninggal

: Perempuan Meninggal

: Pasien

: Menikah

: Tinggal dalam satu rumah

: Garis keturunan

a. Pola pengambilan keputusan


Keluarga mengatakan bahwa dalam keluarga yang mengambil keputusan adalah
ibunya setelah dirundingkan dengan saudara-saudaranya.
b. Persepsi peran keluarga
Pasien mengatakan bahwa keluarga mempunyai peranan yang penting dalam
hidupnya.
c. Persepsi kemampuan keluarga
Keluarga mengatakan akan slalu berusaha untuk memberikan perawatan yang
baik untuk pasien.
9. Persepsi & harapan klien dan keluarga
a. Persepsi klien atas masalahnya
Pasien merasa sedih dan minder dengan keadaannya saat ini
b. Persepsi keluarga atas masalahnya
Keluarga mengatakan klien sakit dan membutuhkan perawatan serta
pengobatan untuk kesembuhanya
c. Harapan klien sehubungan dengan pemecahan masalah
Pasien mengatakan sudah tidak betah dan ingin cepat pulang
d. Harapan keluarga dg pemecahan masalah
Keluarga mengatakan bahwa keluarga berharap klien agar cepat sembuh dan
bisa hidup normal kembali
10. M asalah Budaya
a. Masalah dg hubungan kelompok / masyarakat
Pasien mendapat dukungan dari keluarganya walaupun dirawat di bagsal jiwa
RSUD Banyumas. Hal ini di buktikan dengan datangnya keluarga klien untuk
menjenguk.
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan
Pasien termasuk orang pendiam ,terlihat menyendiri, memiliki kekurangan
dalam berinteraksi dengan orang lain ,pasien mengatakan malas berinteraksi,
pasien berbicara jika ada yang mengajak bicara dahulu.
c. Masalah dalam pendidikan
Pasien sudah lulus SLTA, pasien tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi, karena ingin langsung bekerja.
d. Masalah pekerjaan
Pasien mengatakan tidak mengalami masalah dalam pekerjaannya yang hanya
bertani
e. Masalah perumahan
Pasien mengatakan dirumah tinggal dengan ibunya, beserta keponakannya
f. Masalah ekonomi
Pasien merasa belum bisa mencukupi kehidupan sehari-harinya
g. Masalah dg pelayanan kesehatan
Pasien kurang kooperatif ,dan kurang terbuka saat ditanya bingung dalam
menjawab. Namun, kooperatif dg tindakan yg diberikan
11. Status Mental
a. Penampilan
Pasien berpenampilan rapi, berpakaian rapi,rambut pendek,
b. Pembicaraan
Pasien tidak pernah memulai pembicaraan terlebih dahulu pada lawan
bicara.Pasien menjawab pertanyaan seperlunya saja, terkadang pembicaraan
inkoheren dengan pertanyaan yang diajukan.
c. Aktivitas Motorik
Ketika berbincang-bincang, kontak mata kurang, pasien lebih banyak diam
ketika tidak ditanya,dan menunduk.
d. Alam perasaan
Pasien mengatakan perasaannya takut, sedih.
e. Afek
Datar, karena selama interaksi pasien banyak diam, menjawab pertanyaan
seperlunya.
f. Interaksi selama wawancara
Pasien kurang kooperatif saat diwawancarai, tidak ada kontak mata. Pasien
berbicara hanya saat diberi pertanyaan oleh perawat, setelah itu pasien
kembali diam, mudah dialihkan bila ada klien lain, pembicaraanya kacau,
terkadang tidak jelas.
g. Persepsi
Pasien dulu sering mendengar suara bisikan setiap habis maghrib dan saat ini
sudah tidak mendengar suara bisikan sehingga membuatnya bisa tidur.
h. Isi pikir
Pasien saat ini berpikir untuk pulang, tidak memiliki waham
i. Proses pikir
Pasien sering terlihat melamun, tidak suka memulai pembicaraan. Pasien lebih
suka menyendiri. Saat interaksi selama wawancara kontak mata pasien tidak
fokus,dialihkan bila ada klien lain, pembicaraanya kacau terkadang tidak jelas.
j. Tingkat kesadaran
Selama berinteraksi dg perawat tampak bingung
k. Memori
Pasien mampu mengingat kejadian yang telah lalu dan baru-baru terjadi.
Pasien mengalami gangguan daya ingat jagka panjang.
l. Tingkat konsentrasi & berhitung
Pasien mampu berhitung dengan baik, saat diberi soal penambahan, klien
mampu menjawab dengan baik.
m. Kemampuan menilai
Pasien dapat menilai yang baik dan yang buruk.
n. Daya tilik diri
Pasien tidak menyadari tentang apa yang diderita klien saat ini. Klien merasa
sehat tidak perlu pengobatan khusus untuk dirinya.
12. Mekanisme koping
Pasien mengatakan lebih sering diam jika tidak ada yang perlu dibicarakan, dan
jarang berkomunikasi dengan orang lain.
13. Pemeriksaan fisik
a. TTV
TD : 110/70 mmHG
N : 84 x/m
S : 36C
R : 20 x/m
b. Ukur
BB : 70 kg
TB : 165 cm
c. Keluhan fisik
Pasien mengatakan tidak memiliki kelainan fisik dan keluhan fisik
14. Aspek Medis
a. Diagnosa medis : Skizofrenia Paranoid
b. Terapi yg diberikan
ECT 4x
Obat oral :
- Clozapin 2 mg 3x1
- Rizperidone 2 mg 3x1
- Clobazam 70 mg 3x1
- Sertalin 50 mg 1x1
15. Kebutuhan perencanaan pulang
a. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Melatih pemenuhan kebutuhan pasien, perawatan kesehatan
b. Kehidupan sehari-hari
Bantuan minimal perawatan diri seperti
mandi,makan,BAB/BAK,kebersihan,berpakaian
c. Nutrisi
Meningkatkan nafsu makan dalam frekuensi makan sehari 3x
d. Tidur & Istirahat
Pasien mengatakan sudah tidak mengalami masalah dalam istirahatnya
e. Penggunaan obat
Pasien minum obat secara mandiri, pasien minum obat secara teratur dengan
dosis yang benar. Klien tidak tahu jenis dan manfaat obat yang diminum.
f. Pemeliharaan kesehatan
Pasien mengatakan apabila sakit pergi berobat ke puskesmas. Bila menurut
pasien sakitnya biasa saja, klien tidak pergi ke dokter (seperti masuk angin,
dll). Dan saat ini klien mengatakan rutin minum obat dan obat yang diminum
sesuai dengan yang diberikan oleh perawat.
g. Aktivitas dirumah
Pasien mengatakan didalam rumah sering menonton televisi dan mengurung
diri dikamar
h. Aktivitas diluar
Memotivasi pasien untuk meningkatkan interaksi dengan orang lain,dan
kadang bertani.
B. Analisa Data
Dx Data Fokus Etiologi Problem
1 DS : Isolasi Sosial
-Klien mengatakan lebih baik diam
jika tidak ada yang perlu dibicarakan
-Keluarga klien mengatakan jika klien
lebih sering diam dan jarang
berkomunikasi dg orang lain

DO :
-Klien tampak menyendiri
-Klien tampak bingung dalam
menjawab pertanyaan
-Klien tampak menunduk saat
menjawab pertanyaan
-Kontak mata kurang
-Menolak berhubungan dg orang lain

2 DS : Klien mengatakan malu & Gangguan konsep


minder belum bisa bahagiakan ibunya harga diri rendah
& belum menikah
DO:
-Klien tampak suka menyendiri
-Klien tidak mudah percaya dengan
orang lain

C. Pohon Masalah
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Effect

Isolasi Sosial : Menarik diri Core problem

Gangguan konsep Harga diri rendah Cause

D. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial : Menarik Diri
2. Gangguan konsep : Harga diri rendah

E. Intervensi

No. DX. Rencana Rasional


Keperawatan Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1. Isolasi TUM : Klien Setelah dilakukan tindakan 1. Bina hubungan Hubungan


Sosial mampu keperawatan selama 3 X 24 saling percaya saling percaya
berinteraksi jam interaksi klien dengan : merupakan
dengan orang menunjukan tanda-tanda - beri salam setiap langkah awal
lain percaya kepada atau berinteraksi untuk
terhadap perawat : - Perkenalkan melakukan
TUK 1 : Klien - Wajah cerah, tersenyum nama, nama interaksi
dapat membina - Mau berkenalan panggilan
hubungan saling - Ada kontak mata perawat, dan
percaya - Bersedia menceritakan tujuan perawat
perasaan berkrnalan
- Berseddia mengungkapkan - Tanyakan dan
masalahnya panggil nama
kesukaan klien
- Tunjukan sikap
jujur dan
menepati janji
setiap kali
berinteraksi
- Tanyakan
perasaan dan
masalah yang
dihadapi klien
- Buat kontrak
interaksi yang
jelas
- Dengarkan
dengan penuh
perhatian ekspresi
perasaan klien

TUK 2 : Setelah dilakukan tindakan 1.Tanyakan pada Dengan


Klien mampu keperawatan selama 3 X 24 klien tentang : mengetahu
menyebutkan jam interaksi klien dapat - Orang yang tanda-tanda dan
penyebab tanda menyebutkan minimal satu tinggal serumah gejala, kita
dan gejala penyebab menarik diri : atau dengan dapat
isolasi sosial - Diri Sendiri sekamar klien menentukan
- Orang lain - Orang yang langkah
- Lingkungan paling dekat intervensi
- dengan klien selanjutnya
dirumah atau
diruangan
perawatan
- Apa yang
membuat klien
dekat dengan
orang tersebut
- Orang yang
tidak dekat
dengan klien
dirumah atau
diruangan
perawat
- Apa yang
membuat klien
tidak dekat
dengan orang
tersebut
- Upaya yang
sudah dilakukan
agar dekat dengan
orang tersebut

2.Diskusikan
dengan klien
penyebab menarik
diri / tidak mau
bergaul dengan
orang lain

3.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya

TUK 3 : Setelah dilakukan tindakan 1.Tanyakan pada Reinforcement


Klien mampu keperawatan selama 3 X 24 klien tentang : dpat
menyebutkan jam interaksi dengan klien - Manfaat meningkatkan
keuntungan dapat menyebutkan hubungan sosiial harga diri klien
berhubungan keuntungan berhubungan - Kerugian
sosial dan sosial, misalnya : menarik diri
kerugian - -Banyak teman
menarik diri - Tidak kesepian 2.Diskusikan
- Saling menolong bersama klien
tentang manfaat
Dean kerugian menarik diri berhubungan
misalnya : sosial dan
- Sendiri kerugian menarik
- Kesepian diri
- Tidak bisa diskusi
- 3.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya

TUK 4 : Setelah dilakukan tindakan 1.Observasi Mengetahui


Klien dapat keperawatan selama 3 X 24 perilaku klien sejauh mana
melaksanakan interaksi klien dapat tentang pengetahuan
hubungan sosial melaksanakan hubungan berhubungan klien tentang
secara bertahap soosial secara bertahaap sosial berhubungan
(berkenalan dengan : dengan orang
dengan orang - Perawat 2.Beri motivasi lain
pertama- - Perawat lain dan bantuu klien
perawat) - Kelompok untuk berkenalan
/ berkomunikasi
dengan perawat
lain, klien lain,
kelompok

3.Libatkan klien
dalam terapi
aktivitas
kelompok
sosialisasi

4.Diskusikan
jadwal harian
yang dilakukan
untuk
meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi

5.Beri motivasi
klien untuk
melakukan
kegiatan sesuai
jadwal yang telah
dibuat
6.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
memperluas
pergaulanya
melalui aktifitas
yang
dilaksanakan

TUK 5 : Setelah dilakukan tindakan 1.Diskusikan Agar klien lebih


Klien dapat keperawatan selama 3 X24 dengan klien percaya diri
melaksanakan jam interaksi klien dapat tentang untuk
hubungan sosial melaksanakan hubungan perasaanya berhungan
secara bertahap soosial secara bertahaap setelah dengan orang
(berkenalan dengan : berhbungan sosial lain
dengan orang - Orang lain dengan :
kedua- pasien) - Kelompok -Orang lain
- Kelompok

2.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaaanya

TUK : 6 Setelah dilakukan tindakan 1.Diskusikan Agar klien lebih


Klien mendapat keperawatan selama 2 kali pentingnya peran percaya diri dan
dukungan pertemuan, keluarga dapat serta keluarganay tau akibat tidak
keluarga dalam menjelaskan : sebagai berhubungan
memperluas -pengertian menarik diri pendukung untuk dengan orang
hubungan sosial -tanda dan gejala menarik mengatasi lain
diri perilaku menarik
-penyebab dan akibat diri
menarik diri 2.Diskusikan
-cara merawat klien menarik potensi keluarga
diri untuk membantu
klien mengatasi
perilaku menarik
diri
Setelah 2 kali pertemuan, 3.Jelaskan pada
keluarga dapat keluarga tentang :
mempraktekkan cara -pengertian
merawat klien menarik diri menarik diri
-tanda dan gejala
menarik diri
-penyebab dan
akibat menarik
diri
-cara merawat
klien menarik diri

4.Latih keluarga
cara merawat
klien menarik diri

5.Tanyakan
perasaan keluarga
setelah mencoba
cara yang
dilatihkan

6.Beri motivasi
keluarga agar
membantu klien
bersosialisasi
7.Beri pujian pada
keluarga atas
keterlibatannya
merawat klien
dirumah sakit
2 Harga Diri TUM : Setelah dilakukan tindakan 1.Bina hubungan Hubungan
rendah Klien dapat keperawatan selama 3x 24 saling percaya saling percaya
melakukan jam Klien mampu a.sapa klien akan
hubungan sosial mempertahankan aspek dengan ramah, menimbulkan
secara bertahap positif yang dimiliki : baik verbal kepercayaan
1.kebutuhan klien terpenuhi maupun klien pada
TUK 1 : 2.klien dapat melakukan nonverbal perawat
Klien dapat aktivitas terarah b.perkenalkan diri sehingga akan
membina dengan sopan memudahkan
hubungan saling c.tanya nama dalam
percaya lengkap klien dan pelaksanaan
nama panggilan tindakan
yang disukai klien selanjutnya
d.jelaskan tujuan
pertemuan, jujur
dan menepati janji
e.tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
f.beri perhatian
pada klien

2.beri kesempatan
untuk
mengungkapkan
perasaannya
tentang penyakit
yang dideritanya

3.sediakan waktu
untuk
mendengarkan
klien

4.katakan pada
klien bahwa ia
adalah seorang
yang berharga dan
bertanggungjawab
serta mampu
menolong dirinya
sendiri

TUK 2 : Setelah dilakukan tindakan 1.Diskusikan Pujian akan


Klien dapat keperawatan selama 3 x 24 kemampuan dan meningkatkan
mengidentifikasi jam klien mampu aspek positif yang harga diri klien
kemampuan dan beraktivitas sesuai dimiliki klien dan
aspek positif kemampuan beri pujian
yang dimiliki 2.klien mengikuti terapi /reinforcement
aktivitas kelompok atas kemampuan
mengungkapkan
perasaannya
2.saat bertemu
klien, hindarkan
memberi
penilaian negatif.
Utamakan
memberi pujian
yang realistis

TUK 3 : Setelah dilakuka tindakan 1. Diskusikan Peningkatan


Klien dapat keperawatan selama 3 x 24 kemampuan klien kemampuan
menilai jam Klien mampu yangmasih dapat mendorong
kemampuan beraktivitas sesuai digunakan selama klien untuk
yang dapat kemampuan sakit mandiri
digunakan 2.diskusikan juga
kemampuan yang
dapat dilanjutkan
penggunaan di
rumah sakit dan
dirumah nanti
F. Implementasi

Dx Waktu Implementasi Evaluasi Koping Paraf


Isoasi 30 April -Membina hubungan saling S: Pasien diam
Sosial 2017, SP 1 percaya O: Pasien tampak
08.30 -Mengajak berkenalan diam,bingung

09.00 -Mengidentifikasi penyebab S: pasien senang


ditemanin
O: Pasien mau bertatap
muka,mau menjawab
pertanyaan walau
bingung,sering diam jika
tidak ditanya,pasien
belum mampu
mengungkapkan
penyebab isolasi sosial
09.30 -Memperlihatkan sikap S: Pasien senang
menerima dengan kontak O: Pasien mulai fokus
singkat tapi sering untuk percaya,mau
ditemani
10.40 -Mendiskusikan tentang S: Pasien mengatakan
penyebab tanda gejala isolasi jika tidak punya teman
sosial,mengenai keuntungan dan akan ketinggalan
kerugian tidak berinteraksi dg informasi,kalau punya
orang lain teman jadi tau
informasi,tidak kesepian
O:Pasien tampak ceria
karena ada yang
menemani
ngobrol,tampak dp
mengungkapkan
pikirannya walau haya
sedikit
11.20 -Mengajak pasien berkenalan S: Pasien diam
dengan orang lain O: Pasien tampak
menolak,dan berjalan
pergi

1 Mei -Mengajak pasien melakukan S: Pasien mau


2017, hubungan secara bertahap berkenalan
SP 2 ( berkenalan dengan orang O: Pasien tampak mulai
08.30 pertama- perawat) mau untuk berkenalan
walau sedikit malu,dan
memangalihkan
09.00 -Beri motivasi pasien dan bantu pandangan
pasien untuk berkomunikasi S: Pasien senang
dengan yang lain O:Pasien tampak ceria
09.30 -Diskusikan dengan pasien
jadwal harian untuk S: Pasien mau menerima
meningkatkan bersosialisasi O:Pasien tampak tenang,
10.10 -Beri pujia terhadap
kemampuannya yang sudah S: Pasien merasa senang
mulai mau berinteraksi kenal dengan temannya
O:Pasien tampak masih
malu ,tidak mampu
memulai pembicaraan
setelah berkenalan
2 Mei 2017 - Mengajak pasien melakukan S: Pasien mau
SP 3 hubunga sosial secara bertahap berkenalan
09.15 ( berkenalan dengan orang O:Pasien sudah tampak
kedua- Seorang pasien) tidak malu lagi

09.35 -Beri motivasi klien dan bantu


untuk berkomunikasi dengan S: Pasien senang
orang lain ditemani
O:Pasien tampak ceria
09.55 -Diskusikan dengan pasien
jadwal harian untuk S: Pasien mau untuk
meningkatkan bersosialisasi meningkatkan
kemampuanya
O:Pasien tampak tidak
10.15 -Beri pujian atas kemampuanya bingung lagi
telah melakukan tindakan S:Pasien merasa senang
berkenalan bisa kenal dengan teman
seruangannya
O:Pasien tampak mau
bergaul

Harga 30 April - Bina hubungan saling percaya S: Pasien diam


Diri 2017, SP 1 O: Pasien tampak
Rendah 08.30 diam,bingung

09.00 - Beri kesempatan untuk S: Pasien mengatakan


mengungkapkan perasaannya malu
tentang penyakit yang O: Pasien tampak
dideritanya bingung

09.30 -Sediakan waktu untuk S: Pasien mau


mendengarkan klien mendengarkan
O: Pasien tenang,
memperhatikan walau
kadang mengalihkan
pandangan
10.40 - katakan pada klien bahwa ia
adalah seorang yang berharga S: Pasien minder,malu
dan bertanggungjawab serta O:Pasien tampak
mampu menolong dirinya menunduk
sendiri

1 Mei - Diskusikan kemampuan dan S: Pasien bercerita


2017, aspek positif yang dimiliki klien O: Pasien tampak malu
SP 2
08.30

-Beri pujian /reinforcement atas S: Pasien senang


09.00 kemampuan mengungkapkan O:pasien ceria
perasaannya

2 Mei 2017 - Diskusikan kemampuan klien S: Pasien bercerita


SP 3 yang masih dapat digunakan O: Pasien tampak malu
09.15 selama sakit

09.35 - diskusikan juga kemampuan S: Pasien senang


yang dapat dilanjutkan O:Pasien tampak
penggunaan di rumah sakit dan memahami apa yang
dirumah nanti disampaikan
G. Evaluasi

Waktu DX Evaluasi Paraf


30 April Isolasi Sosial S:
2017 -Pasien mengatakan masih ingat dengan nama
08.30 perawat
-Pasien mengatakan perasaannya takut,sedih
O:
-Pasien tampak menyendiri,
-Pasien tampak pasif
-Pasien tidak mampu memulai pembicaraan
-Afek datar
-Pasien lebih sering menghindari komunikasi
A:
-BHSP dengan pasien tercapai
-Identifikasi penyebab isolasi sosial tercapai
-Pasien tau keuntunga dan kekurangan jika tidak
berhubungan dg orang lain tercapai
-Pasien belum mau berkenalan denga orang lain
,lanjut Sp2
Pperawat:
-Lanjutkan untuk kontak singkat tapi sering
-Lanjutkan untuk melatih cara berkenalan
Klien:
-Menganjurkan pasien untuk mengingat penyebab
isolasi sosial,keuntungan dan kerugian berhubungan
dengan orang lain
-Menganjurka pasien untuk berkenalan dg orang lain

Harga diri S: Pasien mengatakan malu dan minder


rendah O:
-Pasien tampak menyendiri,
-Pasien tampak pasif
-Pasien tidak mampu memulai pembicaraan
-Afek datar
-Pasien lebih sering menghindari komunikasi
A:
-BHSP dengan pasien tercapai
- Mengajarkan mengatakan klien bahwa ia adalah
seorang yang berharga dan bertanggungjawab serta
mampu menolong dirinya sendiri
Pperawat:
-Lanjutkan untuk kontak singkat tapi sering
-Lanjutkan untuk melatih cara berkenalan
Klien:
-Menganjurkan klien untuk tidak minder lagi

1 Mei 2017 Isolasi Sosial S: Pasien mengatakan masih belum ingin berkenalan
08.30 O:
-Pasien tampak bingung,dan mulai mau berkenalan
-Tampak pasif
A: Melatih pasien melakukan bersosialisasi secara
bertahap (berkenalan dg orag pertama-Perawat)
tercapai
Pperawat:
-Lanjutkan untuk kontak singkat tapi sering
-Lanjutkan untuk melatih cara berkenalan dengan
orang kedua
-Memberikan motivasi dan membantu pasien
berinteraksi
Klien:
-Menganjurkan pasien untuk meningkatkan
kemampuanya dalam berkomunikasi dengan orang
lain

Harga diri S: Pasien mengataka bahwa dirinya masih malu


rendah untuk mengobrol
O: Pasien tampak meunduk, kontak mata mudah
beralih
A:
- Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif
Pperawat :
-Lanjutkan untuk kontak singkat tapi sering
-Memberikan motivasi
Klien:
-Mengajurkan pasien untuk mengungkapka
perasaannya

2 Mei 2017 Isolasi Sosial S: Pasien mengatakan malu untuk berkenalan dengan
08.30 teman seruanganya
O:
- sudah ada sedikit kontak mata
- klien mau melihat ke arah lawan bicara walaupun
hanya sekilas
A: Melatih pasien melakukan bersosialisasi secara
bertahap (berkenalan dg orang kedua-Pasien) tercapai
Pperawat:
-Lanjutkan untuk kontak singkat tapi sering
-Memberikan motivasi dan membantu pasien
berinteraksi
Klien:
-Menganjurkan pasien untuk meningkatkan
kemampuanya dalam berkomunikasi dengan orag
lain

Harga diri S: Pasien mengataka bahwa dirinya masih malu


rendah untuk mengobrol
O: Pasien tampak meunduk, kontak mata mudah
beralih,diam jika tidak ditanya
A:
- Mendiskusikan kemampuan klien yangmasih dapat
digunakan selama sakit
Pperawat :
-Lanjutkan untuk kontak singkat tapi sering
-Memberikan motivasi
Klien:
-Mengajurkan pasien untuk mengungkapka
perasaannya
Lampiran 1

STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL

Strategi Pelaksanaan

1. Strategi pelaksanaan pada klien


Tujuan :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat menyadari perilaku isolasi sosial
c. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

Tindakan keperawatan pada klien :

a. Membina hubungan saling percaya


1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien
2) Berkenalan dengan klien : perkenalkan nama dan nama panggilan yang di
sukai, serta tanyakan nama dan nama panggila klien.
3) Menanyakan perasaan dan keluhan saat ini.
4) Buat kontrak asuhan : apa yang akan di lakukan bersama klien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi.
6) Setiap saat tunjukan sikap empati pada klien
7) Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi.
b. Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial
1) Menanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain.
2) Menanyakan klien apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
3) Diskusikan keuntungan bila klien memilikki banyak teman dan bergaul
akrab dengan mereka.
4) Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak mau
bergaul dengan orang lain.
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.
c. Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
1) Jelaskan pada klien cara berinteraksi dengan orang lain.
2) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
3) Berikan kesempatan klien mempraktekan cara berinteraksi dengan orang
lain yang dilakukan di hadapan perawat.
4) Mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu teman atau angggota
keluarga.
5) Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
6) Berika pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah di lakukan klien.
7) Siap dengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang
lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.
d. Diskusikan dengan klien tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki
e. Inventarisir kelebihan klien yang dapat di jadikan motivasi untuk membangun
kepercayaan diri klien dalam pergaulan.
f. Ajarkan pada klien koping mekanisme yang konstruktif
g. Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap.
h. Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya
sosialisasi dengan lingkungan sekitar.
2. Strategi pelaksanaan pada keluarga
Tujuan :
a. Keluarga mampu merawat klien isolasi sosial di rumah

Tindakan keperawatan pada keluarga

a. Menjelaskan tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien


b. Menjelaskan tentang penyebab isolasi sosial
c. Menjelaskan tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien
mengatasi isolasi sosialnya
d. Menjelaskan pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat
e. Menjelaskan tentang tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
klien
f. Memperagakan cara berkomunikasi dengan klien
g. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikan cara
berkomunikasi dengan klien.

Anda mungkin juga menyukai