NIM P1337420214026
2017
i
LAPORAN KASUS
KTI
Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir Pada
Program Studi D III Keperawatan Purwokerto
NIM P1337420214026
2017
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
NIM : P1337420214026
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan kasus yang saya tulis ini adalah
benar – benar merupakan hasil karya saya sendiri; bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil
tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan kasus ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Dewan Penguji
Mengetahui
v
PRAKATA
vi
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan kasus ini, masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak. Besar harapan penulis semoga semua laporan
kasus ini dapat bermanfaat. Aamiin.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
LAMPIRAN ........................................................................................................ xi
1. Pengkajian ........................................................................................ 11
viii
3. Fokus Intervensi.. ............................................................................. 13
B. Sampel ................................................................................................. 17
C. Lokasi .................................................................................................. 18
E. Analisa ................................................................................................. 18
A. Hasil .................................................................................................... 19
B. Pembahasan ......................................................................................... 41
A. Simpulan ............................................................................................. 42
B. Saran .................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
2. Lembar Bimbingan
5. Strategi Pelaksanaan ( SP )
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisai saat ini, kesehatan itu penting bagi setiap orang alasannya
kesehatan sebagai suatu syarat untuk mewujudkan perkembangan jasmani, rohani,
dan sosial yang serasi. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional,
psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan
perilaku dan koping individu efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan
emosional (Johnsons, 1997 dalam Videback, 2008). Kesehatan jiwa juga mempunyai
sifat yang harmonis dan memperhatikan semua segi dalam kehidupan manusia dalam
berhubungan dengan manusia lainnya yang akan mempengaruhi perkembangan fisik,
mental, dan sosial individu secara optimal yang selaras dengan perkembangan
masing-masing individu.
WHO (World Health Organization) tahun (2013) menegaskan jumlah klien
gangguan jiwa di dunia mencapai 450 juta orang dan paling tidak 1 dari 4 orang di
dunia mengalami masalah gangguan jiwa.Prevalensi klien dengan gangguan jiwa di
Indonesia sebanyak 1,7 per mil penduduk. Sedangkan di Provinsi Jawa Tengah
khususnya kabupaten Banyumas prevalensi klien yang mengalami gangguan jiwa
berkisar antara 2-2,3 per mil penduduk. 946 jiwa penduduk Banyumas menderita
gangguan jiwa, penyebarannya adalah sekitar 60% karena gaya hidup dari setiap
masyarakat yang berbeda meliputi faktor sosial ekonomi dan kemiskinan. Bahkan ada
penyebab lain seperti keturunan atau pembawaan genetik sejak lahir cukup sedikit.
Dan klien yang mengalami gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia 1,7 per 1.000
penduduk. Angka kejadian gangguan jiwa berat di Jawa Tengah lebih tinggi dari
angka tersebut, yaitu sebanyak 2,3 per 1.000 penduduk. Hai ini menunjukkan, angka
kejadian gangguan jiwa berat di Jateng cukup tinggi (Riskesdas,2013).
1
2
Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi
dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan ketegangan-ketegangan
sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, suatu
organ, atau sistem kejiwaan mental (Erlinafsiah, 2010). Salah satu jenis gangguan
jiwa berat adalah skizofrenia.
Skizofrenia merupakan gangguan pada pola pikir ataupun perilaku dari
individu. Gejala skizofrenia dibagi dalam dua kategori yaitu gejala positif dan gejala
negatif. Gejala positif skizofrenia terdiri atas delusi dan halusinasi. Sedangkan gejala
negatif (defisit perilaku) skizofrenia meliputi menarik diri dari pergaulan isolasi sosial
dalam masyarakat,afek tumpul dan datar, kontak mata kurang, tidak mampu
mengekspresikan perasaan, tidak mampu berhubungan dengan orang lain, motivasi
menurun, tidak ada spontanitas. Gejala negatif pada skizofrenia menyebabkan klien
mengalami gangguan fungsi sosial dan isolasi (Videback,2008).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan
dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman
(Balitbang, 2007 dalam Fitria 2010).
Jika terdapat klien yang mengalami gangguan isolasi sosial atau menarik diri
namun tidak ditangani dengan tepat maka akan mengakibatkan dampak yang lebih
buruk yaitu klien akan mengalami gangguan persepsi : halusinasi bahkan sampai
gangguan perilaku kekerasan.
Dalam asuhan keperawatan yang harus dapat dilakukan pada klien dengan
gangguan isolasi sosial yaitu mengkaji stressor yang menyebabkan klien menarik diri
dari lingkungannya. Kemudian membantu klien untuk mencari penyelesaian masalah
(koping) yang bisa digunakan klien. Di butuhkan pula kolaborasi dengan pemberian
obat sesuai dengan ketentuan rumah sakit atau prosedur. Berdasarkan berbagai data
3
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Melaporkan hasil pengelolaan keperawatan isolasi sosial pada Tn N dengan
skizofrenia di Ruang Nakula RSUD Banyumas.
2. Tujuan Khusus :
a. Menggambarkan pengkajian, masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan
yang akan dilakukan untuk mengatasi isolasi sosial pada klien dengan skizofrenia,
serta evaluasi masalah setelah dilakukan tindakan pemecahan masalah.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi peneliti
Sebagai kajian dalam pemberian bahan ajar tentang asuhan keperawatan isolasi
sosial pada pasien skizofrenia guna menambah pengetahuan khususnya mahasiswa
Keperawatan.
4. Bagi masyarakat
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
2. Fase skizofrenia
Menurut Carman dan Copel (2007) p. 118 ada beberapa fase penyakit skizofrenia
yaitu:
6
a. Fase Prodromal
Kemunduran waktu (6 sampai 12 bulan) dalam tingkat fungsi
perawatan diri, sosial, waktu luang, pekerjaan,atau akademik. Dan pada fase
ini mulai timbul gejala positif dan negatif dengan periode kebingungan pada
klien dan keluarga.
b. Fase aktif
Merupakan permulaan asuhan kesehatan, khususnya hospitalisasi
dengan pengenalan pemberian obat dan modalitas terapeutik lainnya. Bahkan
perawatan difokuskan pada rehabilitasi psikiatrik saat klien belajar untuk
hidup dengan penyakit yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku.
c. Fase Residual
1. Pengertian
Sedangkan menurut Rawlin (1993) dikutip dalam buku Ah. Yusuf, Rizky
Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati (2015 p. 104) menyatakan bahwa isolasi
sosial adalah suatu keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.
7
2. Faktor predisposisi
d. Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya dalam gangguan
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi
otak, serta perubahan ukutan dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah
kortikal.
3. Faktor presipitasi
a. Faktor Internal
Stresor yang berasal dari dalam individu seperti stresos psikologis
yaitu stress yang terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.
Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
b. Faktor eksternal
Stresor yang berasal dari luar individu seperti stresor sosial budaya
yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya misalnya keluarga.
4. Rentang Respon
Berikut ini akan dijelaskan mengenai respons yang terjadi pada isolasi sosial (
Fitria, 2010) p. 32.
a. Respons Adaptif
10
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Respon adaptif
diantaranya sebagai berikut:
1) Menyendiri
2) Otonomi
3) Bekerjasama
4) Interdependen
b. Respons Maladaptif
1) Menarik diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan
Seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi
11
4) Curiga
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
1. Pengkajian
Menurut Keliat dan Akemat (2010) p. 240 dalam mengkaji klien dengan
isolasi sosial kita dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi pada
klien dan keluarga. Data yang akan diperoleh saat pengkajian menurut Yosep
dan Sutini (2014) adalah sebagai berikut:
a. Data subjektif:
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Data Objektif:
1) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang lain
2) Ekspresi datar dan dangkal
12
2. Diagnosis Keperawatan
Pohon masalah Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati (2015)
p. 104.
3. Fokus intervensi
Tindakan yang di berikan pada klien dengan isolasi sosial adalah berupa
tindakan keperawatan yang melibatkan keluarga serta berkolaborasi dengan tim
medis.
a. Tindakan keperawatan
b. Terapi Farmakologi
1) Clorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. Mempunyai efek samping gangguan otonom (hypotensi)
antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung (Andrey. 2010).
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung (Andrey. 2010).
3) Trihexyphenidil ( THP)
TAK yang dapat di lakukan pada klien isolasi sosial adalah TAK
sosialisasi yang terdiri dari tujuh sesi yang meliputi:
4. Evaluasi
a. SP klien:
b. SP keluarga:
c. Terapi farmakologi
BAB III
METODA
A. Metoda Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis dalam menyusun pengelolaan
Asuhan Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial pada Tn X dengan Skizofrenia di Ruang
Bima RSUD Banyumas menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah
bagian dari jenis penelitian observasional yang dilakukan melalui pengamatan atau
observasi baik secara langsung atau tidak langsung tanpa ada perlakuan atau
intervensi (Hidayat, 2010, p. 31).
B. Sampel
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan penulis pada klien yang sudah
dirawat di RS 1x24 jam, serta klien didampingi anggota keluarga. Sehingga penulis
menggunakan teknik convenience sampling method, cara penetapan sampel ini
dengan mencari subjek atas dasar kemudahan dan tersedianya kasus yang ada
dilapangan dengan prevalensi penyakit yang masih ada. Dalam laporan kasus ini,
penulis mengambil responden sebagai sampel yaitu klien Tn X dengan Skizofrenia di
Ruang Bima RSUD Banyumas.
18
C. Lokasi
Lokasi pengelolaan kasus yang digunakan penulis dalam penyusunan Asuhan
Keperawatan Jiwa Isolasi Sosial pada klien Tn Z dengan Skizofrenia di RSUD
Banyumas.
E. Analisis
Proses analisis data dalam penulisa KTI laporan kasus ini yaitu hasil dari
proses asuhan keperawatan jiwa dengan isolasi sosial yang meliputi pengkajian,
perumusan masalah, diagnosa yang dibuat menggunakan kata-kata sederhana
sehingga diperoleh suatu kesimpulan.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Dalam bab ini penulis akan melaporkan hasil asuhan keperawatan jiwa isolasi
sosial pada Sdr.N dengan skizofrenia di ruang Nakula RSUD Banyumas. Asuhan
keperawatan jiwa ini didokumentasikan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang dimulai dari tahap pengkajian, analisa data, penyusunan intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan tahap evaluasi. Asuhan keperawatan
jiwa ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 30 April 2017 sampai hari Selasa
tanggal 2 Mei 2017.
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan hari Minggu tanggal 30 April 2017 pada pukul 08.30
WIB sampai pukul 14.00 WIB di ruang Nakula RSUD Banyumas. Data diperoleh dari
hasil wawancara dan observasi terhadap klien dan keluarga. Sebagai data primer ini
didapatkan dari klien dan data sekunder diperoleh dari keluarga dan catatan rekam
medik klien.
a. Biodata klien
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari keluarga dan klien serta catatan
rekam medik didapatkan data bahwa klien bernama Sdr. N dengan nomor rekam
medik 779 236, berumur 27 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Klien mengenyam
pendidikan terakhir di SLTA dan klien bekerja. Klien beralamat di Karangcengis dan
di diagnosis menderita penyakit skizofrenia paranoid.
Penanggung jawab klien di rumah sakit bernama Tn.J yang berumur 35 tahun,
beralamat di karangcengis dan hubungan dengan klien adalah kakak kandung.
20
b. Riwayat Keperawatan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, keluarga klien mengungkapkan
bahwa alasan (faktor presipitasi) klien di bawa ke rumah sakit karena klien berdiam
diri dan tidak berkomunikasi dengan orang lain jika tidak ada yang perlu dibicarakan,
hingga di dua minggu terakhir klien susah tidur dan suka bengong ,melamun, marah-
marah dan klien mengungkapkan bahwa dirinya merasa tertekan sehingga akhirnya di
putuskan untuk di bawa ke rumah sakit. Sedangkan faktor predisposisi yang
melatarbelakangi adalah banyak pikiran selama 10 bulan terakhir sejak ibunya sakit-
sakitan. Keluarga mengungkapkan juga bahwa klien sudah tidak memiliki teman
dekat karena temannya sudah menikah semua dan dirinya belum diusianya 27 tahun
yang membuat klien slalu diejek oleh tetangga-tetangganya sehingga klien lebih suka
mengurung diri dikamar.
Keluarga mengemukakan klien juga ingin membahagiakan orang tuanya tetapi
belum mendapatkan pekerjaan yang tetap karena setiap mendaftar kerja tidak
diterima. Bahkan klien baru pernah mengalami gangguan jiwa dan dirawat di bangsal
jiwa RSUD Banyumas.
c. Pemeriksaan fisik
Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan tidak ada keluhan fisik yang
dirasakan dan tidak memiliki kelainan fisik, dilakukan juga pemeriksaan tanda-tanda
vital pada klien dan didapatkan hasil bahwa berat badan klien 70 kg, tinggi badannya
165 cm, tekanan darah klien adalah 110/ 70 mmHg, Suhunya 36 ᵒ C, nadinya
84x/menit dan respirasi klien 20x/menit.
d. Psikososial
Berdasarkan silsilah keluarga klien yang di kaji selama tiga generasi, klien merupakan
anak terakhir dari tujuh bersaudara, ayah klien sudah meninggal dan saat ini klien
21
tinggal serumah dengan ibu dan keponakannya. Keluarga klien tidak menerapkan
aturan yang mengekang.
Klien mensyukuri apa yang telah dimilikki dalam tubuhnya sebagai anugrah
dari Allah SWT.
Klien adalah seorang laki-laki berusia 27 tahun yang belum menikah , sudah
tidak bekerja dan masih tinggal dengan ibunya yaitu di karangcengis.
Di dalam keluarganya klien adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara. Walau
klien sebagai anak terakhir alm. ayahnya memanjakan klien sedangkan ibunya tidak
terlalu memanjakan klien , namun demikian klien tetap bekerja membantu ibunya.
Klien berperan didalam keluarga sebagai anak namun jarang berkomunikasi dengan
keluarga. Keluarga mengatakan sebenarnya klien ingin menikah diusianya saat ini dan
bisa membahagiakan ibunya. Keluarga klien juga mengungkapkan sebelum sakit klien
juga rajin mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu dan mengepel bahkan
bertani.
Orang yang berarti bagi klien adalah keluarga khususnya orangtua namun
ayahnya sudah meninggal dan klien saat ini hanya tinggal bersama ibunya, sehingga
klien ingin segera sembuh dan bisa kembali bekerja dan membantu ibunya.
Klien merasa malu dan minder karena belum menikah seperti teman –
temannya yang lain, klien selalu diejek oleh tetangga – tetangganya. Sehingga klien
tidak mau keluar rumah lebih baik diam dirumah mengurung diri dikamar dan
menonton televisi. Bahkan klien juga jarang berkomunikasi dengan orang lain, tidak
mau menceritakan masalahnya dengan orang lain, tidak mau bergaul dengan orang.
Klien tidak mau untuk bicara dan lebih menghindari pembicaraan karena klien slalu
malu jika diejek.
Klien mempunyai hubungan yang tidak harmonis dengan tetangganya, karena
klien slalu diejek sehingga tidak pernah lagi untuk bergaul. Klien mengatakan bahwa
klien dirumah juga slalu mengurung diri di kamar kalau tidak hanya menonton televisi
22
, malas keluar rumah dan keluarga mengatakan bahwa keluarga meminta klien untuk
di rawat di Rumah sakit agar sembuh dan bisa hidup normal kembali.
Keluarga klien mengungkapkan bahwa sebelum sebelum dibawa kerumah
sakit klien slalu diam, terkadang marah membanting gelas, tidak mau berkomunikasi,
hanya bengong. Sejak dirawat klien tidak marah-marah lagi.
e. Status mental
Saat dilakukan interaksi klien terlihat bingung dan sering menunduk. Klien
hanya menjawab jika di tanya, saat menjawab pertanyaan hanya seperlunya
saja,terkadang pembicaraannya inkoheren dengan pertanyaan yang diajukan, klien
tidak dapat memulai pembicaraan dan diam jika tidak ditanya. Klien lebih sering
menunduk bahkan mengalihkan pandangannya apalagi jika ada klien lain dialihkan
kurang fokus,kontak mata kurang, lebih banyak diam. Klien banyak diam dan
berusaha menghindari pembicaraan dengan memilih diam menunduk. Klien
menunjukan afek yang datar. Saat dilakukan wawancara klien mau menatap walau
kadang pandangan dialihkan. Klien pun mengatakan merasa minder terhadap
perempuan, takut jika ditolak.
Klien mengungkapkan dulu mendengar suara orang yang mengatakan dirinya
untuk menjalankan shollat dan mengatakan bahwa dirinya sudah tidak punya ayah,
anak yatim, suara tersebut seperti suara perempuan dan datang saat setiap habis
maghrib klien sedang sendirian. Klien juga merasa takut dan merasa tidak aman
berada didekat orang lain.
Klien tidak memiliki waham ataupun obsesi, slalu berpikir untuk pulang dan
klien terlihat melamun, bingung dengan lingkungan dan orang-orang di sekitar dan
klien lebih suka menyendiri. Klien tidak memiliki masalah dengan ingatannya namun
klien memiliki masalah dengan tingkat konsentrasinya karena klien selalu meminta
agar pertanyaan yang diajukan di ulangi. Klien juga tidak mampu untuk mengambil
23
keputusan saat di ajukan pertanyaan antara makan dan mandi mana dulu yang akan
dilakukan.
g. Mekanisme Koping
Apabila ada masalah klien tidak bercerita pada siapapun, lebih memilih untuk
diam jika tidak ada yang perlu dibicarakan dan mengurung diri di kamar, jarang
berkomunikasi dengan orang lain.Klien mengatakan jika klien tidak dapat
menyelesaikan masalah klien marah-marah, setelah itu klien tidak ingat dan
menyendiri lagi.
24
i. Kurang pengetahun
Klien tidak mengetahui tentang penyakit jiwa yang klien alami sekarang, klien
belum mengetahui cara pengobatan yang dilakukan.
j. Aspek Medis
Klien di diagnosa mengalami penyakit skizofrenia paranoid, ketika di kelola
selama tiga hari yaitu dari tanggal 30 April – 02 Mei 2017 klien mendapat terapi obat
yang sama yaitu Clozapin 2 mg 3x1, Risperidone 2 mg 3x1, Clobazam 70 mg 3x1,
Sertalin 50 mg 1x1. Sedangkan pada tanggal 22 April klien mendapat program terapi
ECT yang pertama, tanggal 24 April mendapat program terapi ECT yang kedua, 26
April mendapat program terapi ECT yang ketiga dan tanggal 02 Mei mendapat
program terapi ECT yang keempat.
2. Perumusan masalah
Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data subjektif maupun data objektif,
dari data subjektif klien menyatakan malu minder karena belum menikah diusianya
saat ini yang tidak bisa seperti temannya yang lain. Sedangkan dari data objektif klien
25
3. Intervensi
Setelah merumuskan analisa data dan membuat diagnosa utama, langkah
selanjutnya yaitu menyusun intervensi dengan fokus utama adalah tindakan
keperawatan yang melibatkan keluarga serta berkolaborasi dengan tim medis lain.
Untuk tindakan keperawatan pada kasus ini berpedoman pada Strategi Pelaksanaan
(SP) yang dibagi menjadi SP klien dan SP keluarga. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan (SP) diharapkan klien dapat membina hubungan saling percaya, klien
dapat menyadari perilaku isolasi sosial,mengetahui keuntungan berinteraksi dengan
orang lain dan kerugian jika tidak berinteraksi dengan orang lain dan klien dapat
berinteraksi dengan orang lain secara bertahap. Dan diharapkan keluarga mampu
merawat klien isolasi sosial di rumah. Adapun SP untuk klien yang pertama yaitu
membina hubungan saling percaya dengan rinciannya adalah mengucapkan salam
setiap kali berinteraksi dengan klien, berkenalan dengan klien, menanyakan perasaan
dan keluhan saat ini, buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama klien,
berapa lama akan di kerjakan, dan tempatnya dimana, jelaskan bahwa perawat akan
merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi, setiap saat
tunjukan sikap empati pada klien, penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi.
Yang kedua Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial dengan rinciannya
adalah menanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain,
menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain,
mendiskusikan keuntungan jila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka, mendiskusikan kerugian jila klien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain, jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik
klien. Kemudian melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap dengan rinciannya adalah jelaskan pada klien cara berinteraksi dengan orang
27
lain, berikan contoh cara berbicara dengan orang lain, berikan kesempatan klien
mempraktekan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan
perawat, mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu teman atau anggota keluarga,
bila klien sudah menunujukan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua,
tiga, empat orang dan seterusnya, beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang
telah dilakukan klien, siap dengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi
dengn orang lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan
interaksinya. Kemudian diskusikan dengan klien tentang kelebihan dan kekurangan
yang di miliki, inventarisir kelebihan klien yang dapat di jadikan motivasi untuk
membangun kepercayaan diri klien dalam pergaulan, ajarkan pada klien koping
mekanisme yang konstruktif, libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok
secara bertahap (TAKS), dan yang terakhir adalah dengan eksplorasi keyakinan
agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya sosialisasi dengan lingkungan
sekitar. Sedangkan untuk tindakan SP keluarga diantaranya adalah menjelaskan
tentang masalah sosial dan dampaknya pada klien, menjelaskan tentang penyebab
isolasi sosial, menjelaskan tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien
mengatasi isolasi sosialnya, menjelaskan pengobatan yang berkelanjutan dan
mencegah putus obat, menjelaskan tentang tempat rujukan dan fasilitas kesehatan
yang tersedia bagi klien, memperagakan cara berkomunikasi dengan klien dan yang
terakhir adalah memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikan cara
berkomunikasi dengan klien.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan selama 3 hari yaitu mulai tanggal 30 April 2017
sampai dengan tanggal 02 Mei 2017. Untuk hari pertama penulis melakukan tindakan
yang mengacu pada intervensi menurut Yosep dan Sutini (2014), tindakan dilakukan
jam 08.30 wib yaitu membina hubungan saling percaya dengan klien dengan
urutannya di mulai dari mengucapkan salam, berkenalan dengan klien, menanyakan
28
perasaan dan keluhan saat ini, membuat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan
bersama klien, berapa lama akan di kerjakan, dan tempatnya dimana, menjelaskan
tujuan interaksi, menjelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi, mengkaji masalah klien,dan membantu klien
menyadari perilaku isolasi sosial, menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak
ingin berinteraksi dengan orang lain, mendiskusikan keuntungan bila klien memiliki
banyak teman dan bergaul akrab dengan orang lain, dan mendiskusikan kerugian bila
klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain dengan memenuhi
kebutuhan dasar klien saat berinteraksi serta melakukan kolaborasi pemberian obat
pada pukul 12.10 wib yaitu obat clozapin 2 mg, Clobazam 70 mg, sertalin 50 mg dan
risperidone 2 mg.
Hari kedua penulis kembali berinteraksi dengan klien dan keluarga untuk
melaksanakan tindakan keperawatan yang telah di rencanakan pada jam 08.30
kemudian memulai intervensi yang sudah direncanakan yaitu melatih klien cara-cara
berinteraksi dengan orang lain secara bertahap (dengan orang pertama- perawat) :
menjelaskan pada klien cara berinteraksi dengan satu orang , memberikan contoh cara
berbicara dengan satu orang perawat, memberikan kesempatan klien mempraktekan
cara berinteraksi dengan satu orang perawat, membantu klien berinteraksi dengan satu
perawat yang ada di ruangan, memberikan pujian untuk setiap kemajuan interaksi
yang telah dilakukan klien (Yosep dan Sutini 2014). Serta melakukan kolaborasi
pemberian obat pada pukul 12.10 wib yaitu obat clozapin 2 mg, Clobazam 70 mg,
sertalin 50 mg dan risperidone 2 mg.
Hari ketiga atau hari terakhir penulis kembali berinteraksi dengan klien dan
keluarga sebagai interaksi yang terakhir. Penulis melakukan tindakan sesuai dengan
yang sudah direncanakan, namun tindakan yang sudah direncanakan sedikit terganggu
karena pada pukul 08.30 wib penulis membantu perawat mempersiapkan klien untuk
ECT yang keempat, kemudian setelah tindakan ECT selesai penulis melanjutkan
rencana keperawatan yang sudah disusun dimulai dari pukul 09.30 wib yaitu
29
5. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi selama 3 hari, adapun hasil evaluasi yang
diperoleh pada hari Minggu, 30 April 2017 pukul 08.30 wib yaitu klien
mengungkapkan namanya nurchamidin, klien mengungkapkan bingung, malu ketika
ditanya, bahkan klien mengungkapkan kalau klien banyak tidur,diam klien dapat
menyebutkan keuntungan dan kerugian mempunyai teman. Namun klien masih
terlihat bingung, belum mau untuk berkenalan, klien tidak mampu untuk
berkonsentrasi dan selalu meminta pertanyaannya diulangi. Klien juga terlihat banyak
diam dan bingung dalam menjawab pertanyaan serta tidak bicara ketika tidak di tanya
dan tidak ada kontak mata kurang ketika berinteraksi, tidak fokus mudah mengalihkan
pandangan, pergi disaat untuk berkenalan dari data yang didapatkan menandakan
masalah isolasi sosial belum teratasi, untuk itu penulis melanjutkan intervensi di hari
30
kedua yaitu melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama- perawat), kolaborasi pemberian obat.
Evaluasi yang didapatkan pada hari kedua yaitu pada hari Senin, 01 Mei 2017
pada pukul 08.30 wib adalah keluarga klien mengungkapkan kalau klien tidak mau
berkomunikasi dengan orang lain. Klien belum mau untuk berkenalan dengan orang
pertama karena malu, untuk berkenalan dengan satu perawat terus menunduk dan
pergi, klien terlihat kontak mata kurang, tidak berkonsentrasi, pasif, afek datar, tidak
mampu memulai pembicaraan. Berdasakan data yang didapatkan di evaluasi pada
hari kedua dapat disimpulkan bahwa masalah isolasi sosial klien belum teratasi, untuk
itu penulis melanjutkan kembali intervensi yang telah di rencanakan yaitu melatih
klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap (berkenalan dengan
orang kedua – pasien), kolaborasi pemberian obat.
Evaluasi yang dilakukan pada hari terakhir yaitu pada hari Selasa, 02 Mei 2017
pada pukul 09.30 wib didapatkan bahwa klien sudah mau berkenalan dengan pasien
perawat walaupun masih dibantu oleh perawat, sudah ada sedikit kontak mata, klien
mau melihat ke arah lawan bicara, mau mengulurkan tangan terlebih dahulu, keluarga
sudah mengetahui tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien, keluarga
sudah mengetahui tentang penyebab isolasi sosial, keluarga sudah mengetahui
tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnya
dan mendiskusikan kekurangan serta kelebihan yang dimilikki klien.
Berdasarkan data yang didapatkan di hari terakhir pengelolaan dapat
disimpulkan bahwa masalah isolasi sosial klien sudah teratasi sebagian, untuk itulah
penulis memutuskan untuk mempertahankan intervensi yang sudah dilakukan yaitu
membantu klien untuk berkenalan dengan satu, dua, tiga orang dan seterusnya,
Jelaskan pada keluarga tentang pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus
obat, peragakan cara berkomunikasi dengan klien, beri kesempatan pada keluarga
untuk mempraktikan cara berkomunikasi dengan klien serta untuk tetap melakukan
kolaborasi pemberian obat.
31
B. PEMBAHASAN
Pembahasan ini difokuskan pada diagnosa utama yaitu isolasi sosial dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang di mulai dari tahap pengkajian,
perumusan masalah, perencanaan atau intervensi, implementasi serta evaluasi. Di sini
penulis akan membahas mengenai hasil pengelolaan asuhan keperawatan jiwa isolasi
sosial pada Sdr.N dengan skizofrenia di RSUD Banyumas yang telah di laksanakan
selama 3 hari di mulai dari 30 April 2017- 02 Mei 2017. Selain itu juga di sini penulis
akan menguraikan kendala-kendala yang di hadapi ketika melakukan pengelolaan
asuhan keperawatan.
1. Pengkajian
Menurut Keliat dan Akemat (2010) dalam mengkaji klien dengan isolasi sosial
kita dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi pada klien dan keluarga.
Sesuai dengan teori tersebut bahwa data-data yang diperoleh saat pengkajian
merupakan data hasil wawancara terhadap klien dan keluarga serta dengan
mengobservasi tingkah laku klien saat dilakukan interaksi. Pengkajian terhadap klien
dilakukan pada hari Minggu, 30 April 2017 pukul 08.30 wib sampai pukul 14.00 wib.
Namun di sini penulis juga melihat catatan rekam medik untuk melengkapi
pengkajian tersebut.
Data hasil wawancara dengan keluarga didapatkan bahwa alasan (faktor
presipitasi) klien di bawa ke rumah sakit karena klien berdiam diri dan tidak
berkomunikasi dengan orang lain jika tidak ada yang perlu dibicarakan, hingga di dua
minggu terakhir klien susah tidur dan suka bengong ,melamun, marah-marah dan
klien mengungkapkan bahwa dirinya merasa tertekan sehingga akhirnya di putuskan
untuk di bawa ke rumah sakit. Sedangkan menurut Fitria (2010) bahwa faktor
presipitasi dari klien dengan isolasi sosial bisa di bagi menjadi dua yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah adanya stresor yang berasal dari
dalam diri individu, contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres yang terjadi
32
sering melamun, afek klien datar, klien lebih banyak menyendiri di kamar,klien tidak
mau menatap lawan bicara (kontak mata kurang) saat di ajak bicara, menjawab
pertanyaan hanya seperlunya saja, klien hanya menjawab jika di tanya, klien tidak
dapat memulai pembicaraan saat diajak bicara, klien banyak diam dan berusaha
menghindari pembicaraan dengan memilih menundukkan kepala. Berdasarkan data
tersebut diatas terlihat ada beberapa kesenjangan yang terjadi, bahwa tidak semua
klien dengan isolasi sosial tidak merawat diri karena pada kasus ini klien masih bisa
merawat diri terbukti di pengkajian kebutuhan perencanaan pulang bahwa klien dapat
melakukan personal hygiene mandi dan BAB/BAK secara mandiri. Klien mandi 2 x
sehari menggunakan sabun mandi tanpa bantuan keluarga / mandiri. Dan klien juga
dapat berpakain rapi dan sesuai.
Namun dari data subjektif maupun data objektif yang ditemukan pada klien
juga sudah sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Keliat dan Akemat (2010)
bahwa data subjektif yang mungkin ditemukan pada klien dengan isolasi sosial
diantaranya adalah pasien klien menceritakan perasaan malu dan minder berada
didekat dengan orang lain, respon verbal kurang dan sangat singkat, klien tidak
mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, klien mengatakan hubungan yang
tidak berarti dengan orang lain, klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
Sedangkan untuk data objektif yang mungkin didapatkan adalah klien tidak memilki
teman dekat , menarik diri, tidak komunikatif, tindakan berulang dan tidak bermakna,
asyik dengan pikirannya sendiri, tidak ada kontak mata, tampak sedih dan afek datar.
Dari data-data tersebut diatas sebagian besar ditemukan pada klien seperti yang sudah
disebutkan.
Saat dilakukan pengkajian klien cukup kooperatif namun terjadi sedikit
hambatan karena klien tidak mampu untuk berkonsentrasi dan klien selalu meminta
agar pertanyaan yang di ajukan diulangi. Namun proses pengkajian berjalan lancar
karena keluarga sangat kooperatif dan membantu sekali dalam kelengkapan data
pengkajian.
35
Penulis melakukan semua intervensi yang telah disusun tetapi ada beberapa
yang tidak dilakukan terutama pada SP keluarga karena keterbatasan waktu untuk
bertemu dengan keluarganya dan keluarga sudah menerima keadaan klien dan
intervensi tersebut tetap di lanjutkan oleh perawat ruangan dalam mendelegasikan SP
keluarga yang belum terlaksana oleh penulis. Pelaksanaan tindakan keperawatan
sudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien. Dalam kendala tersebut penulis
juga mengingatkan keluarga untuk mendukungan dan memberi motivasi untuk
membantu klien dalam perawatannya. Sehingga klien dapat memenuhi kebutuhan
secara optimal.
2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan pohon masalah menurut Dalami, dkk (2009) bahwa diagnosa
keperawatan isolasi sosial berawal dari adanya harga diri rendah yang kronik, hal ini
sesuai dengan diagnosa harga diri rendah kronik yang berhasil dirumuskan dengan
melihat data dari pengkajian yaitu klien mengungkapkan malu minder selalu diejek
oleh tetangganya karena lien belum menikah diusianya saat ini dari data objektif
klien terlihat sedih, bingung dan sering menunduk,diam. Data ini di masukan sebagai
pendukung dari diagnosa keperawatan harga diri rendah kronik karena perasaan malu
yang klien alami sudah lebih dari 10 bulan terakhir.
Kemudian menurut Dalami, dkk (2009) dari harga diri rendah yang sudah
berlangsung kronik tersebut munculah diagnosa keperawatan isolasi sosial yang
merupakan diagnosa keperawatan utama atau core problem. Diagnosa ini di dukung
dengan adanya data- data yang diperoleh saat melakukan pengkajian baik melalui
teknik wawancara waupun teknik observasi yang mengarah ke diagnosa tersebut
diantaranya klien mengungkapkan merasa takut, malu dan merasa tidak aman berada
didekat orang lain, klien tidak mau berbicara dan berdiam diri terus di kamar, Afek
klien datar. Klien mengisolasi diri di kamar, klien tidak mau menatap lawan bicara
36
saat di ajak bicara (kontak mata kurang) dan saat dilakukan interaksi klien terlihat
pasif, bingung serta klien juga tidak dapat berkonsentrasi dan mengambil keputusan.
Dari diagnosa keperawatan isolasi sosial tersebut menurut Dalami, dkk (2009)
berakibat pada munculnya diagnosa keperawatan halusinasi. Dan pada kasus ini klien
mengalami halusinasi khususnya halusinasi pendengaran. Diagnosa ini di dukung
dengan ditemukannya data bahwa klien mengungkapkan dulu mendengar suara orang
yang mengatakan dirinya sudah tidak punya ayah, anak yatim, dan mengajak untuk
sholat, suara tersebut seperti suara perempuan dan datang saat setelah maghrib saat
klien sedang sendirian. Data objektifnya klien terlihat bingung, sedih, diam dan
sering melamun.
3. Intervensi
Intervensi yang di berikan pada klien dengan isolasi sosial adalah berupa tindakan
keperawatan yang melibatkan keluarga serta berkolaborasi dengan tim medis. Dalam
kasus ini intervensi keperawatan yang penulis susun adalah dengan melakukan
implementasi kepada klien dan keluarga dengan strategi pelaksanaan (SP) serta
dengan berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antipsikosis. Intervensi
SP yang dilakukan mengacu pada tujuan SP yang dikemukaan oleh Fitria, (2010)
yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat menyadari perilaku
isolasi sosial, klien dapat berinterksi dengan orang lain secara bertahap. Sedangkan
untuk tindakan strategi pelaksanaannya mengacu pada Yosep dan Sutini, (2014) yaitu
membina hubungan saling percaya dengan rinciannya adalah mengucapkan salam
setiap kali berinteraksi dengan klien, berkenalan dengan klien, menanyakan perasaan
dan keluhan saat ini, buat kontrak asuhan : apa yang akan dilakukan bersama klien,
berapa lama akan di kerjakan, dan tempatnya dimana, jelaskan bahwa perawat akan
merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi, setiap saat tunjukan
sikap empati pada klien, penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi. Dan
membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial dengan rinciannya adalah
37
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan selama tiga hari, yaitu pada tanggal 30 April
2017 sampai 02 Mei 2017 mengacu pada intervensi menurut Yosep dan Sutini
(2014) yaitu membina hubungan saling percaya, membantu klien menyadari perilaku
isolasi sosialnya, melatih klien berinteraksi secara bertahap dengan orang lain,
mendiskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka, dan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Y. Susilowati, Afandi,
A.R.Yuliana, (2014) bahwa rasional dilakukannya BHSP pada klien dengan isolasi
sosial adalah agar saling mengenal dan saling percaya antara perawat dengan klien,
kemudian untuk rasional dari membatu klien menyadari perilaku isolasi sosialnya
adalah supaya klien mengetahui apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui
penyebab tidak mampu berinteraksi dengan orang lain sehingga di harapkan nantinya
klien mempunyai kemauan dari dalam diri sendiri untuk mengatasi permasalahannya.
Selanjutnya untuk rasional dari melatih klien berinteraksi secara bertahap dengan
orang lain adalah agar nantinya klien terbiasa untuk berinteraksi dengan orang lain.
Selanjutnya untuk rasional dari mendiskusikan keuntungan dan kerugian jika
memiliki dan tidak memiliki teman adalah agar klien dapat menyadari manfaat dari
memiliki banyak teman dan akhirnya timbul keinginan dari dalam diri klien untuk
belajar membuka diri terhadap orang lain. Kemudian untuk rasional dari
mendiskusikan kelebihan dan kekurangan yang dimilki adalah agar klien dapat
39
meningkatkan rasa percaya dirinya dan agar klien menyadari bahwa semua orang
tercipta dengan kelebihan dan kekurangan. Selain itu penulis juga melakukan tindakan
kepada keluarga supaya keluarga mampu merawat klien dirumah yang diantaranya
adalah menjelaskan pada keluarga tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya pada
klien, menjelaskan pada keluarga tentang penyebab isolasi sosial serta menjelaskan
pada keluarga tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi
isolasi sosialnya. Dan tidak lupa pula kolaborasi pemberian obat antipsikosis untuk
mengurangi gejala psikosis , seperti yang di kemukakan oleh Maslim, (2003); Dipiro
et al, (2011) dalam Fahrul, Mukaddas, A., Faustine, I., (2014) bahwa obat yang
digunakan untuk klien dengan isolasi sosial adalah obat haloperidol karena
mempunyai efek sedatif lemah. Dan untuk Sdr N juga mendapat obat obat Clozapin 2
mg, Clobazam 70 mg, Sertalin 50 mg dan Risperidone 2 mg. Sedangkan pada tanggal
22 April klien mendapat program terapi ECT yang pertama, tanggal 24 April
mendapat program terapi ECT yang kedua, 26 April mendapat program terapi ECT
yang ketiga dan tanggal 02 Mei mendapat program terapi ECT yang keempat.
Selama pelaksanaan berlangsung, klien selalu kooperatif dengan tindakan yang
sudah direncanakan bersama, meskipun awalnya klien terlihat menolak untuk
berhubungan dengan perawat terhadap tindakan yang di berikan dan juga klien sama
sekali tidak mau menatap lawan bicara, namun saat dilakukan implementasi yang
terakhir klien sudah mau sedikit menatap lawan bicara walau kadang suka
mengalihkan pandangan.
Sedangkan keluarga dalam pelaksanaan tindakan juga selalu kooperatif dan
terbuka terhadap penulis sehingga saangat membantu dalam melengkapi data-data
pengkajian terhaadap klien, karena klien lebih cenderung diam jadi data-data yang
tergali sebagian besar karena mewawancarai keluarga.
Dalam pelaksanaan penulis melakukan semua intervensi yang telah disusun
tetapi ada beberapa yang tidak dilakukan dalam SP keluarga yaitu menjelaskan
pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat, menjelaskan tentang
40
tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien, memperagakan cara
berkomunikasi dengan klien, memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktikan cara berkomunikasi dengan klien. Karena keterbatasan waktu untuk
bertemu dengan keluarganya dan keluarga sudah menerima keadaan klien dan
intervensi tersebut tetap di lanjutkan oleh perawat ruangan dalam mendelegasikan SP
keluarga yang belum terlaksana oleh penulis. Pelaksanaan tindakan keperawatan
sudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi yang didapatkan dari klien selama dilakukan tindakan sudah sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Fitria (2010). Dimana menurut Fitria (2010)
bahwa evaluasi yang diharapkan dari intervensi yang telah dilakukan adalah klien
mampu membina hubungan saling percaya, klien mampu menyadari perilaku isolasi
sosial, klien mampu berinteraksi secara bertahap dengan orang lain. Sedangkan untuk
SP keluarganya adalah keluarga mampu menjelaskan tentang masalah isolasi sosial
dan dampaknya pada klien, mampu menjelaskan tentang penyebab isolasi sosial,
mampu menjelaskan tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien
mengatasi isolasi sosialnya,mampu menjelaskan pengobatan yang berkelanjutan dan
mencegah putus obat bagi klien, mampu menjelaskan tentang tempat rujukan dan
fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien, mampu memperagakan cara
berkomunikasi dengan klien.
Setelah dilakukan implementasi selama tiga hari mulai dari hari minggu, 30
April 2017 sampai hari selasa 02 Mei 2017 kemudian dilakukan evaluasi dan
didapatkan bahwa klien sudah dapat membina hubungan saling percaya terbukti dari
data objektif yang didapatkan yaitu klien sudah mau menatap lawan bicara saat bicara
41
walaupun hanya sekilas, kemudian klien juga bisa menyebutkan keuntungan dan
kerugian jika mempunyai banyak teman, dan yang terakhir klien sudah bisa
berkenalan dengan satu perawat walaupun masih dibantu oleh perawat. Sedangkan
untuk SP Keluarga, keluarga sudah mengetahui tentang masalah isolasi sosial dan
dampaknya pada klien, keluarga sudah mengetahui tentang penyebab isolasi sosial,
keluarga sudah mengetahui tentang bagaimana sikap keluarga untuk membantu klien
mengatasi isolasi sosialnya.
Dalam pelaksanaan penulis melakukan semua intervensi yang telah disusun
tetapi ada beberapa yang tidak dilakukan dalam SP keluarga yaitu menjelaskan
pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat, menjelaskan tentang
tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien, memperagakan cara
berkomunikasi dengan klien, memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktikan cara berkomunikasi dengan klien. Karena keterbatasan waktu untuk
bertemu dengan keluarganya dan keluarga sudah menerima keadaan klien dan
intervensi tersebut tetap di lanjutkan oleh perawat ruangan dalam mendelegasikan SP
keluarga yang belum terlaksana oleh penulis. Pelaksanaan tindakan keperawatan
sudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien.
42
BAB V
A. SIMPULAN
Pada bab ini penulis akan membuat kesimpulan berdasarkan laporan yang telah
diuraikan tentang asuhan keperawatan jiwa isolasi sosial pada Sdr. N dengan
skizofrenia di ruang nakula RSUD Banyumas. Beberapa simpulan yang didapat yaitu
:
1. Pengkajian
Pada pengkajian yang sudah dilakukan terhadap Sdr. N terdapat dua
kesenjangan yang terjadi, yang pertama di faktor predisposisi dimana tidak semua
klien dengan isolasi sosial khususnya Sdr.N mengalami gangguan karena adanya
faktor sosial budaya dan faktor komunikasi dalam keluarga . Yang kedua yaitu
kesenjangan yang terjadi di data objektif dimana tidak semua klien dengan isolasi
sosial tidak merawat diri karena pada kasus ini klien masih bisa merawat diri terbukti
di pengkajian kebutuhan perencanaan pulang bahwa klien dapat melakukan personal
hygiene BAB/BAK secara mandiri, klien dapat melakukan personal hygiene mandi
secara mandiri, mandi 2 x sehari menggunakan sabun mandi tanpa bantuan keluarga,
dan klien dapat berpakaian rapi serta sesuai.
2. Perumusan Masalah
Untuk diagnosa keperawatan sudah sesuai antara teori dan data-data yang di
temukan dimana diagnosa keperawatan isolasi sosial merupakan diagnosa utama atau
core problem, dan ditemukan juga diagnosa harga diri rendah yang bertindak sebagai
43
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan yang direncanakan selama 3 x 24 jam yang dimulai
dari tanggal 30 April 2017 - 02 Mei 2017 sudah sesuai dengan teori yang ada, karena
terbatasnya waktu intervensi tersebut tetap di lanjutkan oleh perawat ruangan dalam
mendelegasikan SP keluarga yang belum terlaksana oleh penulis. Walaupun begitu
seharusnya dalam merencanakan tindakan keperawatan harus memepertimbangkan
waktu, situasi dan kondisi sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang optimal.
4. Evaluasi
Evaluasi yang didapatkan setelah melakukan implementasi selama 3 hari sudah
sesuai dengan teori yang ada yaitu klien mampu membina hubungan saling percaya,
klien mampu menyadari perilaku isolasi sosial, klien mampu berinteraksi secara
bertahap dengan orang lain. Sedangkan untuk SP keluarganya adalah keluarga mampu
menjelaskan tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien, mampu
menjelaskan tentang penyebab isolasi sosial, mampu menjelaskan tentang bagaimana
sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnya.
B. SARAN
Penulis telah melakukan studi kasus pada klien dengan isolasi sosial. Selama
melaksanakan asuhan keperawatan penulis menemui beberapa kendala yang dapat
penulis atasi sehingga studi kasus ini selesai. Tentunya, penulis ingin memberikan
saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis, pasien dan keluarga, rumah
sakit dan institusi pendidikan.
44
1. Penulis
3. Rumah sakit
4. Institusi pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, Hanik Endang Nihayati (2015). Buku Ajar
Andrey. (2010). Asuhan Keperawatan (Askep) Isolasi Sosial. Diunduh pada tanggal
keperawatan-askep-isolasi-sosial.html
Carman, L.., & Copel. (2007). Kesehatan jiwa & psikiatri : pedoman klinis perawat.
Jakarta: EGC.
Erlinafsiah. 2010. Model Perawat Dalam Praktek Keperawatan Jiwa. Jakarta : TIM.
Fitria, N.(2010). Prinsip dasar dan aplikasi penulisan: laporan pendahuluan dan
Medika.
Mdeika.
46
Keliat, B.A., & Akemat. (2010). Model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta
:EGC
Keliat, B.A., & Akemat. (2014). Keperawatan jiwa : terapi aktivitas kelompok.
Jakarta: EGC.
Salemba Medika
kemampuan berinteraksi pada kien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Pusat
http://darsananursejiwa.blogspot.com/2010/05/strategi-pelaksanaan-tindakan.html
Yosep, I., & Sutini, T.(2014). Buku ajar keperawatan jiwa. Bandung : PT Refika
Aditama
47
48
49
50
51
A. IDENTITAS
1. Nama Lengkap : Eka Linda Wahyuni
2. NIM : P1337420214026
3. Tanggal Lahir : 08 Oktober 1995
4. Tempat Lahir : Banjarnegara
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Alamat Rumah
a. Jalan : Jl.Raya Klampok - Mandiraja
b. Kelurahan : Panggisari
c. Kecamatan : Mandiraja
d. Kab / Kota : Banjarnegara
e. Provinsi : Jawa Tengah
7. Telefon
a. Rumah :-
b. HP : 085 385 184 740
c. E-mail : wekalinda@gmail.com
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pendidikan SD di SD Negeri 1 Panggisari, lulus tahun 2007.
2. Pendidikan SLTP di SMP Negeri 3 Purwareja Klampok, lulus tahun 2010.
3. Pendidikan SLTA di MAN 1 Banjarnegara, lulus tahun 2013.
C. RIWAYAT ORGANISASI
1. Anggota Osis,PMR,Pramuka SMP Negeri 1 Purwareja Klampok periode 2008-
2010
2. Anggota PMR MAN 1 Banjarnegara periode 2011-2013
3. Anggota FKDS Kelurahan Panggisari periode 2016-2017
52
D. DAFTAR PRESTASI
1. Juara Tenis Meja Aksioma antar Provinsi Jawa Tengah periode 2013
2. Juara 2 Disnatalis Futsal Putri Poltekkes Kemenkes Semarang periode 2017
NIM P1337420214026
2017
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL. PADA Tn N
DENGAN SKIZOFRENIA DI RUANG NAKULA RSUD BANYUMAS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Sdra. N
Umur : 27 th
No Cm : 779236
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan terakhir : Bertani
Tanggal masuk RS : 19 April 2017
Tanggal masuk ruangan : 19 April 2017
Alamat : Karangcengis rt 03/09 Bokateja Purbalingga
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Laki-laki Meninggal
: Perempuan Meninggal
: Pasien
: Menikah
: Garis keturunan
DO :
-Klien tampak menyendiri
-Klien tampak bingung dalam
menjawab pertanyaan
-Klien tampak menunduk saat
menjawab pertanyaan
-Kontak mata kurang
-Menolak berhubungan dg orang lain
C. Pohon Masalah
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Effect
D. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial : Menarik Diri
2. Gangguan konsep : Harga diri rendah
E. Intervensi
2.Diskusikan
dengan klien
penyebab menarik
diri / tidak mau
bergaul dengan
orang lain
3.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya
3.Libatkan klien
dalam terapi
aktivitas
kelompok
sosialisasi
4.Diskusikan
jadwal harian
yang dilakukan
untuk
meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi
5.Beri motivasi
klien untuk
melakukan
kegiatan sesuai
jadwal yang telah
dibuat
6.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
memperluas
pergaulanya
melalui aktifitas
yang
dilaksanakan
2.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaaanya
4.Latih keluarga
cara merawat
klien menarik diri
5.Tanyakan
perasaan keluarga
setelah mencoba
cara yang
dilatihkan
6.Beri motivasi
keluarga agar
membantu klien
bersosialisasi
7.Beri pujian pada
keluarga atas
keterlibatannya
merawat klien
dirumah sakit
2 Harga Diri TUM : Setelah dilakukan tindakan 1.Bina hubungan Hubungan
rendah Klien dapat keperawatan selama 3x 24 saling percaya saling percaya
melakukan jam Klien mampu a.sapa klien akan
hubungan sosial mempertahankan aspek dengan ramah, menimbulkan
secara bertahap positif yang dimiliki : baik verbal kepercayaan
1.kebutuhan klien terpenuhi maupun klien pada
TUK 1 : 2.klien dapat melakukan nonverbal perawat
Klien dapat aktivitas terarah b.perkenalkan diri sehingga akan
membina dengan sopan memudahkan
hubungan saling c.tanya nama dalam
percaya lengkap klien dan pelaksanaan
nama panggilan tindakan
yang disukai klien selanjutnya
d.jelaskan tujuan
pertemuan, jujur
dan menepati janji
e.tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
f.beri perhatian
pada klien
2.beri kesempatan
untuk
mengungkapkan
perasaannya
tentang penyakit
yang dideritanya
3.sediakan waktu
untuk
mendengarkan
klien
4.katakan pada
klien bahwa ia
adalah seorang
yang berharga dan
bertanggungjawab
serta mampu
menolong dirinya
sendiri
1 Mei 2017 Isolasi Sosial S: Pasien mengatakan masih belum ingin berkenalan
08.30 O:
-Pasien tampak bingung,dan mulai mau berkenalan
-Tampak pasif
A: Melatih pasien melakukan bersosialisasi secara
bertahap (berkenalan dg orag pertama-Perawat)
tercapai
Pperawat:
-Lanjutkan untuk kontak singkat tapi sering
-Lanjutkan untuk melatih cara berkenalan dengan
orang kedua
-Memberikan motivasi dan membantu pasien
berinteraksi
Klien:
-Menganjurkan pasien untuk meningkatkan
kemampuanya dalam berkomunikasi dengan orang
lain
2 Mei 2017 Isolasi Sosial S: Pasien mengatakan malu untuk berkenalan dengan
08.30 teman seruanganya
O:
- sudah ada sedikit kontak mata
- klien mau melihat ke arah lawan bicara walaupun
hanya sekilas
A: Melatih pasien melakukan bersosialisasi secara
bertahap (berkenalan dg orang kedua-Pasien) tercapai
Pperawat:
-Lanjutkan untuk kontak singkat tapi sering
-Memberikan motivasi dan membantu pasien
berinteraksi
Klien:
-Menganjurkan pasien untuk meningkatkan
kemampuanya dalam berkomunikasi dengan orag
lain
Strategi Pelaksanaan