Anda di halaman 1dari 121

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN “PS” DENGAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI


PENDENGARAN DI RUANG KUNTI
RSJ PROVINSI BALI
TANGGAL 25 - 29 APRIL 2016

Diajukan oleh:
PUTU KRISNA ARI KARTINI
NIM.13E11038

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN “PS” DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANG KUNTI
RSJ PROVINSI BALI TANGGAL
25 – 29 APRIL 2016

LAPORAN KASUS
Diajukan sebagai salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi DIII Keperawatan STIKES Bali

Diajukan Oleh
PUTU KRISNA ARI KARTINI
NIM. 13E11038

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
2016
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Laporan kasus dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN “PS”

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

PENDENGARAN DI RUANG KUNTI RSJ PROVINSI BALI TANGGAL 25 –

29 APRIL 2016 ”, telah mendapat persetujuan pembimbing dan dapat diajukan

kehadapan Tim Penguji Laporan Kasus pada Program Studi DIII Keperawatan

STIKES BALI.

Denpasar, Mei 2016


Pembimbing

(Ibu Ns. I A Putri Wulandari, S.Kep)


NIR.13115

ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Laporan kasus dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN “PS”

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

PENDENGARAN DI RUANG KUNTI RSJ PROVINSI BALI TANGGAL 25 –

29 APRIL 2016 ”, telah mendapat persetujuan pembimbing dan dapat diajukan

kehadapan Tim Penguji Laporan Kasus pada Program Studi DIII Keperawatan

STIKES BALI.

Denpasar, Mei 2016


Pembimbing

(Ns. Ni Ketut Pariatni, S.Kep)


NIP. 19730325 199903 2009

iii
PERNYATAAN PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN “PS”

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

PENDENGARAN DI RUANG KUNTI RSJ PROVINSI BALI TANGGAL 25 –

29 APRIL 2016”, telah disajikan di depan dewan penguji pada tanggal 15 Juni

2016 dan diterima serta disahkan oleh Dewan Penguji Ujian Akhir Program dan

Ketua STIKES BALI.

Denpasar, 23 Juni 2016


Disahkan Oleh :
Dewan Penguji Ujian Akhir Program

1. Ns. I.G.A Rai Rahayuni, S.Kep, MNS ..................................


NIR/ NIDN. 01047/ 0806048001

2. Ns. Ni Ketut Pariatni, S.Kep ..................................


NIP. 1973025 199903 2009

3. Ns. Ida Ayu Putri Wulandari, S.Kep ..................................


NIR. 13115

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan BALI


Ketua,

Drs. I Ketut Widia, BN.Stud.,MM


NIP. 1951 0904 197903 1001
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNyalah penulis dapat menyusun
laporan kasus yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PS
DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANG KUNTI RSJ PROVINSI BALI PADA
TANGGAL 25 – 29 APRIL 2016 ”. Laporan ini disusun sebagai salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi D III Keperawatan
STIKES BALI.
Dalam penyusunan Laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan, bantuan dari semua pihak, sehingga laporan kasus ini
dapat diselesaikan tepat pada waktu. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Drs. I Ketut Widia, BN. Stud. MM, selaku ketua STIKES Bali
Denpasar beserta staf yang telah memberikan ijin praktek dan petunjuk
kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini dan segala dukungan
yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan.
2. dr. Gede Bagus Darmayasa, M. Repro selaku direktur RSJ Provinsi Bali
beserta staf yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
mengadakan laporan kasus di RSJ Provinsi Bali serta memberikan informasi
yang penulis perlukan dalam penyusunan laporan kasus ini.
3. Bapak Ns. I Gede Satria Astawa, S.Kep, selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan STIKES Bali, beserta staf yang telah memberikan berbagai ilmu
pengetahuan dan keterampilan kepada penulis, khususnya terkait dengan
laporan kasus ini.
4. Ibu Ns. I A Putri Wulandari, S.Kep, selaku pembimbing penyusunan laporan
kasus yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk materi, teknik dan
motivasi dalam penyusunan laporan kasus ini.

v
5. Ibu Ns. Ni Ketut Pariatni, S.Kep, selaku CI ruang Kunti RSJ Provinsi Bali
dan selaku pembimbing praktek yang telah mengarahkan penulis selama
penyusunan laporan kasus.
6. Ibu Ns. I G A Rai Rahayuni, S.Kep, MNS, selaku penguji satu yang telah
memberikan masukan – masukan pada laporan kasus ini.
7. Staf dan pegawai di ruang Kunti yang telah banyak memberikan masukan dan
bimbingan dalam penyusunan laporan kasus ini.
8. Klien PS dan keluarga yang telah bersedia penulis jadikan kasus dan banyak
memberikan informasi sehubungan dengan penyusunan laporan kasus ini.
9. Bapak, Ibu, dan Adik tersayang yang telah memberikan bantuan moril
maupun materil kepada penulis dalam penyusunan laporan kasus ini.
10. Rekan – rekan mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKES Bali
yang telah membantu dan memberikan dorongan selama kuliah maupun
dalam penyusunan laporanmkasus ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, yang
telah banyak membantu dalam proses penyelesaian laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan laporan kasus ini jauh dari
sempurna, baik dari materi maupun susunan kata – katanya. Untuk itu dengan hati
terbuka penulis menerima kritik dan saran guna kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan
yang sepantasnya dari Tuhan Yang Maha Esa, dan laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Denpasar, Mei 2016

Penulis

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................ i


PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii
PERNYATAAN PENGESAHAN ................................................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................... 5
C. Metode Penulisan ......................................................................... 6
D. Sistematika Penulisan ................................................................... 6
BAB II TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS ..................... 7
A. Tinjauan Teoritis .......................................................................... 7
1. Konsep Dasar Teori ............................................................... 7
a. Skizofrenia ....................................................................... 7
1) Pengertian .................................................................... 7
2) Proses Terjadi .............................................................. 10
3) Tanda dan Gejala ......................................................... 12
4) Tife Skizofrenia ........................................................... 15
5) Penatalaksanaan Medis........................................... .... 16
b. Halusinasi .......................................................................... 19
1) Pengertian ..................................................................... 19
2) Jenis - jenis Halusinasi.................................................. 20
3) Psikopatologi ................................................................ 21
4) Etiologi ......................................................................... 25
5) Tanda dan Gejala .......................................................... 28
vii
c. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan .................................. 29
1) Pengkajian ..................................................................... 29
2) Diagnosa................................................................. ...... 37
3) Perencanaan .................................................................. 37
4) Pelaksanaan ................................................................... 40
5) Evaluasi ......................................................................... 42
B. Tinjauan Kasus ............................................................................. 43
1. Pengkajian .............................................................................. 43
2. Diagnosa................................................................................. 63
2. Perencanaan ........................................................................... 64
3. Pelaksanaan ............................................................................ 78
4. Evaluasi .................................................................................. 91
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 95
A. Pengkajian .................................................................................... 95
B. Diagnosa ....................................................................................... . 98
C. Perencanaan .................................................................................. . 99
D. Pelaksanaan .................................................................................. 101
E. Evaluasi ........................................................................................ 103
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 105
A. Kesimpulan ................................................................................... 105
B. Saran ............................................................................................. 108
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Rentang Respons Neurobiologik Halusinasi ...................................... 22
2. Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran 36
3. Genogram Keluarga Klien PS Dengan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran ……………………………………………... 48
4. Pohon Masalah Pada Klien PS Dengan Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi Pendengaran ...................................................................... 62

ix
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 FASE – FASE HALUSINASI, KARAKTERISTIK


DENGAN PERILAKUNYA……………………………… 23

2.2 STRATEGI PELAKSANAAN ........................................ 41

2.3 ANALISA DATA KEPERAWATAN KLIEN PS


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG KUNTI
RSJ PROVINSI BALI TANGGAL 25 – 26 APRIL
2016…………………………………………...................... 59

2.4 PERENCANAAN KEPERAWATAN KLIEN PS


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG KUNTI
RSJ PROVINSI BALI TANGGAL 25 – 29 APRIL
2016…………………………………………...................... 64

2.5 PELAKSANAAN KEPERAWATAN KLIEN PS


DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG KUNTI
RSJ PROVINSI BALI TANGGAL 25 – 29 APRIL
2016.............................................................................. 78

2.6 EVALUASI KEPERAWATAN KLIEN PS DENGAN


GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANG KUNTI RSJ PROVINSI
BALI TANGGAL 29 APRIL 2016................................... 91

x
DAFTAR LAMPIRAN

1. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Klien “PS” Dengan Gangguan


Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Di Ruang Kunti RSJ Provinsi Bali.
2. Surat Tugas Kunjungan Rumah Klien “PS”.
3. Laporan Kunjungan Rumah Penderita Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali.
4. Satuan Acara Penyuluhan.
5. Leaflet
6. Lembar Bimbingan Penyusunan Kasus KTI.

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi adalah suatu era dimana tidak ada lagi pembatas antara

negara-negara khususnya dibidang informasi, ekonomi, dan politik.

Perkembangan IPTEK yang begitu cepat dan perdagangan bebas yang

mertupakan ciri era ini, berdampak pada semua sektor termasuk sektor

kesehatan. Saat ini pemberi pelayanan kesehatan (care provider) termasuk

kesehatan jiwa harus mampu bersaing, karena konsumen akan memilih

pemberian pelayanan yang lebih berkualitas yang bisa menjamin kesembuhan

mereka (Yosep, 2014).

Kesehatan jiwa adalah kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh

berkembang dan mempertahankan keselarasan dalam pengendalian diri, serta

terbebas dari stres yang serius (Rosdahi, 1999 dalam Farida, 2010).

Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktik keperawatan yang

menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri

sendiri secara terapiutik dalam meningkatkan, mempertahankan, serta

memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana

klien berada (Farida, 2010).

Menurut WHO, jika 10% dari populasi mengalami masalah kesehatan

jiwa maka harus mendapatkan perhatian karena termasuk rawan kesehatan

jiwa. Sejalan dengan paradigma sehat yang dicanangkan Departemen

Kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif melakukan pencegahan

1
2

daripada menunggu di rumah sakit, kini orientasi upaya kesehatan jiwa lebih

pada pencegahan (preventif) dan promotif. Upaya ini melibatkan banyak

profesi, selain psikiater dokter juga perawat, psikologi, sosiolog, antropolog,

guru, ulama, jurnalis, dan lainnya. Penanganan kesehatan jiwa bergeser dari

hospital base menjadi community base. (Yosep, 2014).

Bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah gangguan

jiwa Skizofrenia. Menurut Faisal, (2008) dalam Prabowo (2012), penyakit

skizofrenia atau schizophrenia artinya kepribadian yang terpecah antara

pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam artian apa yang dilakukan tidak sesuai

dengan pikiran dan perasaanya. Secara spesifik skizofernia adalah orang yang

mengalami gangguan emosi, pikiran, dan prilaku. Perilaku yang nampak pada

penderita Skizofrenia adalah halusinasi. Halusinasi adalah salah satu gejala

gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi,

merasakan sensai palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau

penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebetul- betulnya tidak ada

( Damaiyanti, 2008).

Berdasarkan data WHO, pada tahun 2013 jumlah penderita skizofernia

mencapai 450 juta jiwa di seluruh dunia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang

ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6%

untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi

gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau

sekitar 400.000 orang. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya


3

tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental

itu tidak mendapatkan perawatan (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan laporan

tahunan RSJ Provinsi Bali tahun 2016 dari bulan Januari – Maret diperoleh

data bahwa 1387 orang klien yang dirawat, terdiri dari 917 (66,12%) laki-laki,

470 (33,88%) perempuan. Terdapat 1057 (76,2%) orang klien mengalami

skizopernia diantaranya yaitu 715 (67,6%) laki-laki dan 342 (32,4%)

perempuan. Sedangkan laporan tahunan di ruang Kunti RSJ Provinsi Bali

tahun 2016 jumlah klien pada 3 bulan terakhir (Januari – Maret 2016)

berjumlah : 186 klien dari total klien rumah sakit jiwa sebanyak 1387 klien.

Klien dengan diagnosa keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan 19 klien

(10,21%), Halusinasi 52 klien (27,96%), Isolasi Sosial sebanyak 8 klien

(4,30%), Waham 16 klien (8,60%), dan Defisit Perawatan Diri 91 klien

(48,92%).

Halusinasi yang telah kronis dan tidak mendapatkan pengobatan yang

tepat, individu tersebut akan diperintah oleh pikirannya serta tidak manpu

untuk mengontrolnya lagi, dan individu tersebut bisa saja melakukan tindakan

kekerasan baik pada dirinya maupun orang lain bahkan lingkungan, selain itu

dengan memperkenalkan cara mengenal halusinasi, mengontrol halusinasi,

melakukan aktivitas, mengevaluasi aktivitas, melatih klien mengendalikan

halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan cara tersebut klien bisa

mengontrol halusinasinya. Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik

mengambil studi kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa dengan

Gangguang Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran pada Klien “PS” di


4

RSJ Provinsi Bali pada tanggal 25-29 April 2016.

Manfaat yang ingin dicapai penulis adalah dapat memberikan Asuhan

Keperawatan pada klien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran, agar laporan kasus ini berguna bagi Dunia Keperawatan dan

teori yang didapat maupun diaplikasikan sehingga dapat meningkatkan mutu

pelayanan khususnya di rumah sakit jiwa. Selain itu dengan penulisan laporan

kasus ini diharapkan bermanfaat terhadap pelayanan keperawatan khususnya

dalam bidang asuhan keperawatan jiwa. Manfaat bagi perawat khususnya

perawat di ruang Kunti mampu memberikan perawatan yang optimal pada

klien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran nantinya

mampu mempercepat proses penyembuhan bagi klien, sedangkan manfaat

untuk keluarga yaitu keluarga mampu memberikan perawatan kepada klien,

dan yang terakhir manfaat untuk klien yaitu klien mampu melakukan

perawatan secara mandiri untuk mengontrol halusinasinya.


5

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Agar Penulis memperoleh gambaran secara umum Asuhan Keperawatan

Jiwa Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Pada

Klien “PS” di Ruang Kunti RSJ Provinsi Bali pada tanggal 25-29 April

2016 melalui pendekatan proses keperawatan, sebagai salah satu syarat

dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi DIII Keperawatan

STIKES Bali Denpasar.

2. Tujuan Khusus

Penulis mampu :

a. Melakukan pengkajian keperawatan dengan Gangguan Persepsi

Sensori : Halusinasi Pendengaran pada Klien “PS” di Ruang Kunti RSJ

Provinsi Bali.

b. Menetapkan diagnosa keperawatan dengan Gangguan Persepsi sensori

: Halusinasi Pendengaran pada Klien “PS” di Ruang Kunti RSJ

Provinsi Bali.

c. Menyusun perencanaan perawatan dengan Gangguan Persepsi Sensori

: Halusinasi Pendengaran pada Klien “PS” di Ruang Kunti RSJ

Provinsi Bali.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan dengan Gangguan Persepsi

sensori : halusinasi Pendengaran pada Klien “PS” di Ruang Kunti RSJ

Provinsi Bali.
6

e. Mengevaluasi tindakan keperawatan dengan Gangguan Persepsi

Sensori : Halusinasi Pendengaran pada Klien “PS” di Ruang Kunti RSJ

Provinsi Bali.

C. Metode Penulisan

Laporan kasus ini ditulis dengan metode deskriptif dengan teknik

pengumpulan data melalui observasi, wawancara, pemeriksaan fisik, catatan

medik pasien, pemeriksaan penunjang, serta kunjungan ke rumah keluarga

klien pada tanggal 29 April 2015 di Denpasar.

D. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan kasus ini, secara garis besar dibagi menjadi 4

(empat) BAB. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut : BAB I yaitu

pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, tujuan dan metode serta

sistematika penulisan, BAB II yaitu mencakup tinjauan teoritis dan tinjauan

kasus, dimana tinjauan teoritis meliputi konsep dasar kasus dan konsep dasar

asuhan keperawatan kasus. Konsep dasar teori menguraikan pengertian

skizofrenia, etiologi skizofrenia, tanda dan gejala skizofrenia, tipe skizofrenia,

diagnosa keperawatan skizofrenia, pengertian halusinasi, jenis halusinasi,

psikopatologi halusinasi, etiologi halusinasi, tanda dan gejala halusinasi,

penatalaksanaan medis halusinasi. BAB III yaitu pembahasan, yang membahas

mengenai kesenjangan antara asuhan keperawatan yang diberikan di lapangan

dengan teori yang seharusnya dilaksanakan. BAB IV yaitu penutup yang

terdiri dari kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN TEORI DAN TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Teoritis

1. Konsep Dasar Teori Skizofrenia

a. Pengertian

Skizofrenia atau Schizophrenia adalah kepribadian yang

terpecah antara pikiran, perasaan, perilaku. Dalam artian apa yang

dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan perasaannya. Secara

spesifik Skizofrenia adalah orang yang mengalami gangguan emosi,

pikiran dan perilaku. (Prabowo, 2014)

Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada

fungsi otak. Menurut Nancy Andreasen (2008) dalam Broken Brain,

The Biological Revolution in Psychiatry, bahwa bukti-bukti terkini

tentang serangan skizofrenia merupakan suatu hal yang melibatkan

banyak sekali faktor yang meliputi perubahan struktur fisik otak,

perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik. (Yosep, 2014)

b. Etiologi

Luana, (2007) dalam Prabowo, (2014) menjelaskan penyebab

dari skizofrenia dalam model diatesis-stres, bahwa skizofrenia timbul

akibat faktor psikososial dan lingkungan. Di bawah ini

pengelompokan penyebab skizofrenia, yakni :


7
8

1) Faktor Biologi

a) Komplikasi kelahiran

Bayu laki-laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan

sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan

meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

b) Infeksi

Perubahan anatomi pada susunan saraf pusat akibat infeksi

virus pernah dilaporkan pada orang dengan skizofrenia.

Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada

trimester ke-2 kehamilan akan meningkatkan seseorang

menjadi skizofrenia.

c) Hipotesis Dopamin

Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang

berkontribusi terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat

psikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor

dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem

dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan

pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala-gejala

skizofrenia disebebkan oleh hiperaktivitas sistem

dopaminergik.
9

d) Hipotesis Serotonin

Gaddum, Wooley, dan Show tahun 1954 mengobservasi efek

lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat

campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini

menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal.

Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali

mengemuka karena penelitian obat antipsikotik atipikal

clozapine yang ternyata mempunyai afinitas terhadap reseptor

serotonin 5-HT lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin

D2.

e) Struktur Otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah

sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita

skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal,

ventrikel terlihat melebar, penurunan masa abu-abu dan

beberapa area terjadi peningkatan peningkatan maupun

penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan mikriskopis dan

jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel

otak yang timbul pada amasa prenatal karena tidak

ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah

lahir.
10

2) Faktor Genetika

Para ilmuan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia

diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada

masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama

seperti orang tua, kaka laki-laki ataupn perempuan dengan

skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat

ke dua seperti paman, bibi, kakek/nenek dan sepupu

dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum.

Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita

skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan

kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu

orang tua 12%.

Sebagian ringkasan hingga sekarang kita belum

mengetahui dasar penyebab skizofrenia. Dapat dikatakan

bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh/faktor yang

mempercepat yang menjadikan manifestasi/faktor pencetus

seperti penyakit badaniah/stress psikologis.

c. Proses Terjadinya Skizofrenia (Yosep, 2014)

Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap

sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskan maupun menerima

pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut

melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmiter yang membawa


11

pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke ujung sambungan sel

yang lain. Di dalam otak yang terserang skizofrenia, terdapat

kesalahan atau kerusakan pasa sistem komunikasi tersebut.

Bagi keluarga dengan penderita skizofrenia di dalamnya, akan

mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita skizofrenia dengan

membandingkan otak dengan telepon. Pada orang yang normal, sistem

switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang

datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan

sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya melakukan

tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak klien skizofrenia, sinyal-

sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak berhasil

mencapai sumbangan sel yang dituju.

Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun

klien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya

dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini

yang akhirnya menjadi skizoprenia yang tersembunyi dan berbahaya.

Gejala yang timbul perlahan-lahan ini bisa saja menjadi skizofrenia.

Periode skizofrenia akut adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang

meliputi halusinasi, penyesatan fikiran (dilusi), dan kegagalan berfikir.

Kadang kala menyerang secara tiba-tiba. Perubahan perilaku

yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu.

Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode akut


12

secara cepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur hidup,

tapi banyak juga yang bisa kembali hidup secara normal dalam periode

akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan,

menderita depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi sebagai mana

layaknya orang normal dalam lingkungannya. Dalam beberapa kasus,

serangan dapat meningkat menjadi apa yang disebut skizofrenia

kronis. Klien menjadi buas, kehilangan karakter sebagai manusia

dalam kehidupn sosial, tidak memiliki motivasi sama sekali, depresi,

dan tidak memiliki kepekaan tentang perasaannya sendiri.

d. Tanda dan Gejala Skizofrenia (Yosep, 2014)

1) Gejala Positif

Halusinai selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak

mampu menginterprestasikan dan merespon pesan atau rangsangan

yang datang. Klien skizofrenia mungkin mendengar suara-suara

atau melihat seseuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami

suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya.

Auditoryhallucinations, gejala yang biasanya timbul yaitu klien

merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang suara itu

dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi kadang

suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangt berbahaya

seperti bunuh diri.


13

Penyesatan firan atau delusi adalah kepercayaan yang kuat

dalam menginterpretasikan sesuatu yang kadang berlawanan

dengan kenyataan. Misalnya, pada penderita skizofrenia lampu

trafik di jalan raya yang berwarna merah-kuning-hijau, dianggap

sebagai suatu isyarat dari luar angkasa. Beberapa penderita

skizofrenia berubah menjadi seorang paranoid. Mereka selalu

merasa sedang diamat-amati, diintai, atau hendak diserang.

Kegagalan berfikir mengarah kepada masalah dimana klien

skizofrenia tidak mampu memproses dan mengatur pikirannya.

Kebanyakan klien tidak mampu memahami hubungan antara

kenyataan dan logika. Karena klien skizofrenia tidak mampu

mengatur pikirannya membuat mereka berbicara secara

serampangan dan tidak bisa ditangkap secara logika. Ketidak

mampuan dalam berfikir mengakibatkan ketidakmampuan

mengendalikan emosi dan perasaan. Hasilnya, kadang penderita

skizofrenia tertawa atau berbicara sendiri dengan keras tanpa

mempedulikan sekelilingnya.

Semua itu membuat penderita skizofrenia tidak bisa

memahami siapa dirinya, tidak berpakaian dan tidak mengerti apa

itu manusia. Dia juga tidak bisa mengeri kapan dia lahir, dimana

dia berada dan sebagainya.


14

2) Gejala Negatif

Klien skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti

kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat klien

menjadi orang yang malas. Karena klien skizofrenia hanya

memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal

yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat

emosi klien skizofrenia menjadi datar. Klien skizofrenia tidak

memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan tangannya,

seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini tidak

berarti bahwa klien skizofrenia tidak bisa merasakan perasaan

apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian perhatian

orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka.

Depresi yang tidak mengenal perasaan ingin tolong dan

berharap, selalu menjadi bagian dari hidup klien skizofrenia.

Mereka tidak merasa memiliki perilaku yang menyimpang, tidak

bisa membina hubungan relasi dengan orang lain, dan tidak

mengenal cinta. Perasaan depresi adalah suatu yang sangat

menyakitkan. Disamping itu, perubahan otak secara biologis juga

memberi andil dalam depresi. Depresi yang berkelanjutan akan

membuat klien skizofrenia menarik diri dari lingkungannya.

Mereka selalu merasa aman bila sendirian. Dalam beberapa kasus,

skizofrenia menyerang manusia usia muda antara 15 hingga 30


15

tahun, tetapi serangan kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun

keatas. Skizofrenia bisa menyerang siapa saja tanpa mengenal jenis

kelamin, ras, maupn tingkat sosial ekonomi. Diperkirakan

penderita skizofrenia sebanyak 1 % dari jumlah manusia yang ada

di bumi.

e. Jenis Skizofrenia (Direja, 2011)

1) Skizofrenia simplex

Dengan gejala utama kedangkalan emosi dan kemunduran

kemauan.

2) Skizofrenia hebefrenik

Gejala utama gangguan proses fikir gangguan kemauan dan

depersonalisasi. Banyak terdapat waham dan halusinasi.

3) Skizofrenia katatonik

Dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun gaduh

gelisah katatonik.

4) Skizofrenia Paranoid

Dengan gejala utama kecurigaan yang ekstrim disertai waham kejar

atau kebesaran.

5) Episode Skizofrenia Akut (Lir Skizofrenia)

Adalah kondisi akut mendadak yang disertai dengan perubahan

kesadaran, kesadaran mungkin berkabut.


16

6) Skizofrenia Psiko-afektif

Yaitu gejala utama skizofrenia yang menonjol dengan disertai

gejala depresi atau mania.

7) Skizofrenia residual

Adalah skizofrenia dengan gejala-gejala primernya dan muncul

setelah beberapa kali serangan skizoprenia.

f. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga

sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien

dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang

sangat penting didalam merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga

yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Maramis, 2004).

1) Farmakoterapi

Obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran

yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat anti

psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah

Fenotiniazin Asetofenazin (Tindal), Klopromazin (Thorazine),

Flufenazine (Prolixine, Permitil), Mesoridazin (Serentil), Perfenazin

(Trilafon), Proklorperazin (Compazine), Promazin (Sparine), Tiodazin

(Mallaril), Trifluoperazin (Stelazine), Trifluopromazin (Vesprin) 60-

120 mg, Tioksanten Klorprotiksen (Taractan), Tiotiksen (Navane) 75-

600 mg, Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg, Dibenzodiazepin


17

Klozapin (Clorazil) 300-900 mg, Dibenzokasazepin Loksapin

(Loxitane) 20-150 mg, Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225

mg.

2) Terapi Kejang Listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan

kejang grandmall secara artifical dengan melawan aliran listrik melalui

electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang

listrik dapat diberikan pada skizopernia yang tidak mampu dengan

terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis teraapi kejang listrik 4-5

joule/detik. diberikan lebih jarang atau lebih sering.

3) Psikoterapi

Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah

emosional seorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang terlatih

dalam hubungan profesional secara sukarela dengan maksud hendak

menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala- gejala yang ada,

mengoreksi perilaku yang terganggu dan mengembangkan

pertumbuhan kepribadian secara positif.

4) Rehabilitasi

Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan

orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia

tidak mengasingkan diri lagi karena bila tidak menarik diri dia dapat

membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk


18

mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005). Di

dalam rehabilitas terdapat terapi aktivitas kelompok yang dibagi

menjadi empat yaitu : terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau

persepsi (klien dilatih untuk mempersepsikan stimulus yang

disediakan atau stimulus yang pernah dialami), terapi aktivitas

kelompok stimulasi sensori (aktivitas digunakan sebagai stimulus pada

sensori klien), terapi aktivitas kelompok orientasi realitas (klien

diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri

sendiri, orang lain dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan

dengan klien), terapi aktivitas kelompok sosislisasi (klien dibantu

untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien)

(Keliat, 2005).
19

2. Konsep Dasar Teori Halusinasi

b. Pengertian

1) Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien

mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa

suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghidungan klien

merasakan stimulasi yang sebetul-betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008).

Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa

ada rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera

terjadi pada saat kesadaran individu penuh / baik (Depkes, 2000 dalam

Dermawan, 2013).

Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien

mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu p-enerapan

panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayalan yang

dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:

persepsi palsu (Maramis, 2005 dalam Prabowo, 2014).

2) Jenis – Jenis Halusinasi

Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik

tertentu, diantaranya:

a) Halusinasi Pendengaran (akustik, audiotorik)


20

Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara orang,

biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa

yang sedang dipikirkanya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b) Halusinasi Penglihatan (visual)

Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran

cahaya, gambaran geometrik, gambaran kartundan/ atau panoram yang

nluas dan kompleks. Bayangan bias bias menyenangkan atau

menakutkan.

c) Halusinasi Penciuman (olfaktori)

Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya

bau busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti: darah, urin atau feses.

Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan

stroke, tumor, kejang dan dementia.

d) Halusinasi Pengecapan (gustatorik)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang

busuk, amis dan menjijikkan.

e) Halusinasi Raba (taktil)

Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau

tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi

listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

f) Halusinasi Sinestetik
21

Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakn funsi tubuh

seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau

pembentukan urin (Yosep, 2007 dalam Probowo, 2014).

3) Psikopatologi

a) Psikopatologi dari halusinasi yang diketahui. Banyak teori yang

diajaukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,

fisiologik dan lain-lain. Beberapa orang mengatakan bahwa situasi

keamanan di otak normal dibombardir oleh aliran stimulus yang bersal

dari tubuh atau dari luar tubuh. Jika masukan akan terganggu atau

tidak ada sama sekali saat bertemu dalam keadaan normal atau

patologis, materi berada dalam prasadar dapat unconsicious atau

dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa

halusinasi dimulai dengan keinginan yang direpresi ke unconsicious

dan kemudian karena ke pribadian rusak dan kerusakan pada realitas

tingkat kekuatan keinginan sebelum diproyeksikan keluar dalam

bentuk stimulus eksternal (Damaiyanti, 2012).


22

Rentang respon tersebut dapat digambarkan sebagai berikut

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Waham

 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi

 Emosi konsisten  Emosi  Kerusakan proses

dengan  Perilaku emosi

pengalaman aneh/tidak biasa  Perilaku tidak

 Perilaku cocok  Menarik diri terorganisir

 Berhubungan  Isolasi sosial

sosial

Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi

Sumber: Direja, 2011


23

b) Halusinasi dibagi didalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang

dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya, yaitu :

TABEL 2.1
FASE – FASE HALUSINASI, KARAKTERISTIK
DENGAN PERILAKUNYA

Fase Halusinasi Karakterisrik Perilaku Klien


1 2 3
Fase 1 : NON PSIKOTIK
Comforting
Ansietas sedang, Klien mengalami 1. Tersenyum atau
Halusinasi menye- pera-saan mendalam tertawa yang tidak
nangkan seperti ansietas, sesuai,
kesepian, rasa 2. Menggerakkan
bersalah takut dan bibir tanpa suara,
mencoba untuk 3. Pergerakan mata
berfokus pada pikiran yang cepat,
menyenangkan untuk 4. Respon verbal yang
meredakan ansietas. lambat jika sedang
Individu mengenali asyik,
bahwa pikiran – 5. Diam dan asyik
pikiran dan sendiri.
pengalaman sensori
jika ansietas dapat
ditangani.
Fase 2 : PSIKOTIK RINGAN
Condeming
Ansietas berat, 1. Pengalaman 1. Meningkatnya
Halusinasi sensori tanda – tanda
menjadi menjijikkan dan sistem syaraf
menjijikkan menakutkan. otonom akibat
2. Klien mulai lepas ansietas seperti
kendali dan peningkatan denyut
mungkin jantung, perna-
mencoba untuk fasan dan tekanan
mengambil jarak darah.
dirinya dengan 2. Rentang perhatian
sumber yang menyempit.
dipersepsikan. 3. Asyik dengan
3. Klien mungkin pengalaman
24

Fase Halusinasi Karakterisrik Perilaku Klien


1 2 3
mengalami sensori dan
dipermalukan kehilangan
oleh pengalaman kemampuan
sensori dan membedakan
menarik diri dari halusinasi dengan
orang lain. realita.
4. Mulai merasakan 4. Menyalahkan
kehilangan 5. Menarik diri dari
kontrol orang lain
5. Tingkat 6. Konsentrasi ter-
kecemasan berat, hadap pengalaman
secara umum sensori kerja
halusinasi me-
nyebabkan
perasaan antipati
Fase 3 : PSIKOTIK
Controlling
Ansietas berat, 1. Klien berhenti 1. Kemauan yang
Pengalaman menghentikan dikendalikan
sensori menjadi perlawanan halusinasi akan
berkuasa terhadap lebih diikuti.
halusinasi dan 2. Kesukaran
menyerah pada berhubungan
halusinasi dengan orang lain.
tersebut. 3. Rentang perhatian
2. Isi halusinasi hanya beberapa
menjadi menarik. detik atau menit.
Klien mungkin 4. Adanya tanda –
mengalami tanda fisik ansietas
penga-laman berat : berkeringat,
kesepian jika tremor, tidak
sensori halusinasi mampu mematuhi
berhenti. perintah.
3. Klien mungkin 5. Isi halusinasi
mengalami menjadi atraktif
pengalaman 6. Perintah halusinasi
kesepian jika ditaati
sensori halusinasi 7. Tidak mampu
berhenti mengikuti perintah
dari perawat,
25

Fase Halusinasi Karakterisrik Perilaku Klien


1 2 3
tremor dan
berkeringat
Fase 4 : PSIKOTIK BERAT 1. Perilaku teror
Conquering akibat panik.
Panik 1. Pengalaman 2. Potensi kuat
Umumnya sensori menjadi suicide atau
menjadi melebur mengancam jika homicide.
dalam klien mengikuti 3. Aktivitas fisik
Halusinasinya perintah merefleksikan isi
halusinasi. halusinasi seperti
2. Halusinasi perilaku
berakhir dari kekerasan, agitasi,
beberapa jam atau menarik diri atau
hari jika tidak ada katatonia.
intervensi 4. Tidak mampu
terapeutik. berespon terhadap
perintah yang
komplek.
5. Tidak mampu
berespon lebih dari
satu orang.
6. Agitasi atau
kataton

4) Etiologi

a) Faktor Predisposisi menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien

dengan halusinasi adalah:

(1) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol

dan kehangatan keluarga menyebabkanklien tidak mampu mandiri

sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan

terhadap stres.
26

(2) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi

(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak

percaya pada lingkungannya.

(3) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya

stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia

seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress

berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

(4) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

pada depannya ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan

yang tepat demi masa depan. Klien lebih memilih kesenangan sesaat

dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

(5) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang

tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi

menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit.


27

b) Faktor Presipitasi

Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor

presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

(1) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur

proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk

dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara

selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk

diinterprestasikan.

(2) Stress Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

(3) Sumber Koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi

stress.

c) Mekanisme Koping

Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008) mekanisme koping yang

sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :

(1) Regresi, menjadi malas beraktivitas

(2) Proyeksi, mencoba menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan

berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.


28

(3) Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan

stimulus internal.

5) Tanda dan Gejala

Bicara sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri, menggerakkan bibir

tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat,

menarik diri dari orang lain, berusaha untuk menghindari orang lain,

tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, terjadi peningkatan

denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan

lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik, berkonsentrasi

dengan pengalaman sensori, sulit berhubungan dengan orang lain,

ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah, tidak

mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat,

perilaku panik, agitasi dan kataton, curiga dan bermusuhan, bertindak

merusak diri, orang lain dan lingkungan, ketakutan, tidak dapat mengurus

diri, biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang ( Hamid, 2000

dalam Damaiyanti, 2012).


29

c. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Proses Keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan

sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan optimal.

Dengan menggunakan proses keperawatan dapat terhindar dari tindakan

keperawatan yang bersifat rutin, intuisi tidak unik bagi individu klien (Direja,

2011).

Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama

dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa. Hal ini

penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu

klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki. Proses Keperawatan terdiri atas 4 langkah yang sistematis yang

dijabarkan sebagai berikut :

1) Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan

kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,

psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada pengkajjian kesehatan jiwa

dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian

terhadap stresor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien

(Stuart dan Larai, 2001), cara ini yang akan dipakai pada uraian berikut. Cara

pengkajian lainb berfokus pada 5 (lima) dimensi, yaitu fidik, emosional,

intelektual, sosial, dan spiritual.


30

a) Pengumpulan data

(1) Persepsi dan harapan klien dan keluarga terhadap masalah dan

pemecahannya. Klien biasanya tidak menyadari dirinya sakit dan tidak

menyadari adanya masalah. Persepsi keluarga terhadap masalah

biasanya dipengaruhi oleh latar belakang budaya dan keperawatannya.

b) Pengkajian psikologis

(1) Status emosi

Biasanya klien bicara sendiri, sering membentak teman, sering

mengamuk, sering bengong, kalau diajak berbicara pandangan

tajam, kecemasan berat atau panik.

(2) Konsep diri

(a) Gambaran diri (body image)

Merupakan sikap klien terhadap tubuhnya baik disadari

maupun tidak disadari yang meliputi ukuran, fisik,

penampilan dan potensi tubuh.

(b) Ideal diri (self ideal)

Merupakan persepsi klien tentang bagaimana dia bertingkah

laku berdasarkan standar pribadi, gambaran diri, aspirasi,

tujuan yang ingin dicapai.


31

(c) Harga diri

Merupakan pendapat klien tentang kesejahteraan atau nilai

yang telah dicapai dengan menganalisa berapa banyak

kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya.

(d) Peran diri

Merupakan serangkain pola tingkah laku yang diharapkan

oleh masyarakat yang dihubungkan dengan fungsi klien dalam

kelompok sosialnya.

(e) Identitas diri

Merupakan kesadaran klien untuk menjadi diri sendiri yang

tidak ada duanya dengan mensintesa semua gambaran diri

sebagai suatu kesatuan utuh dan perasaan berbeda dengan

orang lain.

(3) Gaya komunikasi

Bicaranya cepat, sering terjadi penyimpangan komunikasi,

bicaranya keras.

(4) Pola interaksi

Interaksi akan menjadi terbatas dan hanya terjadi dengan orang

yang dipercaya, sering bengong.

(5) Pola pertahanan yang sering dipakai adalah ngamuk.

c) Pengkajian sosial

(1) Pendidikan dan pekerjaan


32

Hal ini tidak mutlak mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa atau

perubahan perilaku.

(2) Hubungan sosial

Klien sulit untuk melakukan hubungan sosial dengan

lingkungannya.

(3) Faktor sosial budaya

Budaya tertentu dapat mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa,

biasanya klien berasal dari masyarakat yang mempunyai berbagai

aturan yang menekan seperti pingitan.

d) Pengkajian keluarga

Klien biasanya mempunyai keluarga yang menderita kelainan jiwa.

Hubungan atau komunikasi dalam keluarga juga mempengaruhi

gangguan jiwa. Klien lebih banyak berasal dari keluarga yang hubungan

interen dan antara keluarganya kurang baik serta kurangnya perhatian

dan kasih sayang orang tua atau pasangan.

e) Pengkajian kesehatan fisik

Kesehatan fisik seseorang tidak mutlak dapat mempengaruhi terjadinya

gangguan jiwa.

f) Status mental

(1) Kebenaran data

Informasi yang diberikan biasanya sulit dipahami dan dianalisis

karena sering memberikan keterangan yang tidak sesuai.


33

(2) Status sensorik

Perhatiannya cepat berubah, klien sering melamun, tersenyum dan

menangis tanpa sebab.

(3) Status persepsi

Halusinasi ada, klien mengatakan mendengarkan bisikan – bisikan.

(4) Status motorik

Klien biasanya mengalami peningkatan aktivitas.

(5) Afek

Sering terjadi penumpulan afek, pendataran afek atau afek yang

tidak sesuai.

(6) Orientasi

Sering mengalami disorientasi baik disorientasi tempat, waktu dan

orang.

(7) Pikiran

Sering mengalami gangguan dalam arus pikiran atau tindakannya

bukan berasal dari dirinya.

(8) Delusi atau waham

Biasanya terjadi delusi atau waham terutama waham curiga.

(9) Insight

Penghayatan terhadap dirinya kurang, klien tidak mampu

menghayati berbagai hal yang dapat menimbulkan berbagai masalah

bagi dirinya.
34

Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis

halusinasinya, apakah halusinasinya merupakan halusinasi pendengaran,

penglihatan, penghidu, pengecapan, peraba, kinestetik atau chanesthetik.

Apabila perawat mengidentifikasikan adanya tanda - tanda dan perilaku

halusinasi, maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya

sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja, validasi informasi tentang

halusinasinya sangat diperlukan meliputi :

a) Isi halusinasi yang dialami klien

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar,

berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi pendengaran,

atau bentuk bayangan yang dilihat oleh klien bila halusinasinya adalah

halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi

penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau

merasakan apa yang dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.

b) Waktu dan frekwensi halusinasi

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan

pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau

sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Bila memungkinkan klien

diminta menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut.

Informasi ini penting untuk mengidentifikasikan pencetus halusinasi

dan menentukan bila mana klien perlu diperhatikan saat mengalami

halusinasi.
35

c) Situasi pencetus halusinasi

Perawat mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum

mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada

klien kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu

perawat juga dapat mengobservasi apa yang dialami klien menjelang

muncul halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

d) Respon klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi

klien, bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien

saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien mampu

mengontrol stimulasi halusinasi atau sudah tidak berdaya terhadap

stimulasi.

1) Analiasa data

Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data

untuk merumuskan masalah – masalah yang dihadapi klien. Data tersebut

diklasifikasikan menjadi data subyektif dan obyektif.

a) Data subyektif

Menyatakan mendengar suara – suara dan melihat sesuatu yang

tidak nyata, tidak percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat

memusatkan perhatian dan konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan

bingung terhadap halusinasi, perasaan tidak aman, merasa cemas, takut

dan kadang – kadang panik kebingungan.


36

b) Data obyektif

Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata,

pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal, sulit membuat

keputusan, tidak perhatian terhadap perawatan dirinya, sering

manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari adanya masalah,

ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak gelisah,

insight kurang, tidak ada minat untuk makan.

2) Pohon Masalah

Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan

prinsip sebab dan akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab

dan akibat Prabowo, 2014.

Risiko Tinggi Perilaku


Akibat
Kekerasan

Masalah Gangguan persepsi sensori :


Utama halusinasi pendengaran

Penyebab Isolasi Sosial

Gambar 2.2 Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran

Sumber: Prabowo, 2014


37

3) Diagnosa keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul klien dengan

Gangguan Persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran yaitu :

(Damaiyanti, 2012).

a) Risiko Perilaku Kekerasan terhadap diri sendiri

b) Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

c) Isolasi Sosial

2) Perencanaan

Dalam menyusun rencana keperawatan terlebih dahulu dirumuskan

perioritas diagnosa keperawatan. Prioritas diagnosa keperawatan ditentukan

berdasarkan urutan kebutuhan Maslow berdasarkan berat ringannya masalah.

Hal tersebut tidak terlepas dari keadaan dan kondisi klien saat menyusun

rencana keperawatan.

Adapun prioritas diagnosa keperawatan adalah :

a) Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

(1) Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain,

lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah.

(2) Tujuan Khusus :

(a) Klien dapat membina hubungan saling percaya untuk

mengendaliakan emosinya.

Tindakan Keperawatan :

i. Bina hubungan saling percaya


38

ii. Ciptakan lingkungan yang hangat

iii. Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengucapkan perasaan

iv. Mau berjabat tangan

v. Menunjukkan rasa senang, kontak mata ada

(b) Klien dapat mengenal halusinasinya

i. Adakan kontak sering dan singkat.

ii. Observasi perilaku (verbal dan non verbal) yang berhubungan

dengan halusinasi

iii. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak

nyata bagi perawat

iv. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi dan

frekwensi timbulnya halusinasi

v. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaanya ketika halusinasi

muncul

vi. Diskusikan dengan klien mengenai perasaanya saat terjadi

halusinasi

(c) Klien dapat mengendalikan halusinasinya

Tindakan Keperawatan :

i. Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan bila

suara-suara tersebut ada

ii. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang positif
39

iii. Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya

halusinasi

iv. Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi

Contoh : Bicara dengan orang lain, melakukan kegiatan,

mengatakan pada suara saya tidak mau dengar.

v. Dorong klien untuk memilih cara yang akan digunakannya dalam

menghadapi halusinasinya.

vi. Beri penguatan dan pujian terhadap pilihan klien yang benar.

vii. Dorong klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan cara yang

telah dipilih dalam menghadapi halusinasi.

viii. Diskusikan dengan klien hasil upaya yang telah dilakukan .

ix. Beri penguatan atas upaya yang berhasil dan beri jalan keluar

supaya yang belum berhasil .

(d) Klien mendapat dukungan untuk mengendalikan halusinasinya.

Tindakan keperawatan :

i. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga

ii. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang

dilakukan dalam merawat klien.

iii. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang positif

iv. Diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda dan cara

merawat klien di rumah.

v. Anjurkan keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien di rumah


40

vi. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang tepat.

(e)Klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan halusinasinya.

i. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat untuk

mengendalikan halusinasi.

ii. Bantu klien untuk pastikan bahwa klien minum obat sesuai dengan

program dokter.

iii. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping obat.

iv. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan samping obat.

3) Pelaksanaan

Pelaksanaan dikerjakan oleh tim keperawatan sesuai dengan rencana

tindakan yang telah dibuat bersama klien, antara lain : membina hubungan

saling percaya, mendorong klien untuk mengungkapkan masalahnya, melatih

klien untuk mengenal dan mengendalikan halusinasi, mengkaji pengetahuan

keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan dalam merawat

klien, mendiskusikan dengan klien dan keluarga tentang manfaat

berhubungan dengan orang lain, memberi kesempatan pada klien untuk

mengungkapkan perasaan penyebab klien tidak mau bergaul dan mengkaji

penyebab tidak mau komunikasi dengan orang lain.

Pelaksanaan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi dalam bentuk strategi pelaksanaan (SP) (Damaiyanti, 2012).


41

TABEL 2.2
STRATEGI PELAKSANAAN

STRATEGI PELAKSAAN
SPIP SP1K
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan masalah
klien yang dirasakan keluarga
2. Mengidentifikasi isi halusinasi klien dalam merawat klien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi 2. Memberikan pendidikan
klien kesehatan tentang
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pengertian halusinasi ,
klien jenis halusinasi yang
5. Mengidentiikasi situasi yang dapat dialami klien, tanda dan
menimbulkan halusinasi klien gejala halusinasi, serta
6. Mengidentifikasi respon klien proses terjadinya
terhadap halusinasi klien halusinasi
7. Mengajarkan klien menghardik 3. Menjelaskan cara
halusinasi merawat klien dengan
8. Menganjurkan klien memasukkan cara halusinasi
menghardik ke dalam kegiatan harian
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga
klien mempraktikkan cara
2. Melatih klien mengendalikan merawat klien dengan
halusinasi dengan cara bercakap-cakap halusinasi
dengan orang lain 2. Melatih keluarga
3. Menganjurkan klien memasukkan ke melakukan cara merawat
dalam jadwal kegiatan harian langsung kepada klien
halusinasi
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga
klien membuat jadwal
2. Melatih klien mengendalikan aktivitas dirumah
halusinasi dengan cara melakukan termasuk minum obat
kegiatan (discharge planning)
3. Menganjurkan klien memasukkan 2. Menjelaskan Pollow Up
kedalam jadwal kegiatan harian klien setelah pulang
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien
2. Memberikan penkes tentang
42

penggunaan obat secara teratur


3. Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian.

Tabel strategi pelaksanaan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

Sumber : Damayanti, 2012

4) Evaluasi

Evaluasi yang ingin dicapai diantaranya yaitu : klien tidak melakukan

tindakan yang dapat melukai dirinya sendiri dan orang lain, klien dapat

meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya, klien mampu

menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan saat halusinasi muncul, klien

dapat mengenal dan mengendalikan halusinasinya, klien mau

mengungkapkan perasaannya dan klien dapat menjaga kebersihan diri.


43

B. Tinjauan Kasus

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada hari Senin tanggal 25 April 2016 pukul

10.00 Wita di ruang Kunti RSJ Provinsi Bali dengan sumber informasi

dari klien: wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, catatan medik klien,

pemeriksaan penunjang, kunjungan ke rumah keluarga klien “PS” pada

tanggal 29 April 2016 di Denpasar.

a. Pengumpulan Data

1) Identitas Klien Penanggung Jawab

Nama : “PS” “MN”

Umur : 38 tahun 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Laki-laki

Agama : Hindu Hindu

Status : Belum kawin Kawin

Pendidikan : SMP SMA

Pekerjaan :- Wiraswasta

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia Bali/Indonesia

Alamat : Denpasar Denpasar

CM : 0203xx
44

2) Alasan masuk

a) Keluhan Utama Saat MRS

Klien masuk RSJ pada tanggal 2 Maret 2016. Klien diantar ke

RSJ Provinsi Bali oleh adik iparnya. Klien dibawa ke RSJ

Provinsi Bali karena mengamuk dan melempar benda disekitar.

b) Keluhan Saat Pengkajian

Klien mengatakan kadang-kadang mendengar suara kaki dan

suara yang mengatakan “aku tidak suka kamu”.

c) Riwayat Penyakit Sebelumnya

Sebelum klien dirawat di RSJ Provinsi Bali klien sempat

dibawa ke dukun terdekat untuk berobat, karena tidak kunjung

sembuh kelurga memutuskan klien di bawa ke RSJ Provinsi

Bali untuk dirawat. Klien dikeluhkan mendengar suara-suara

yang menyuruh untuk mengamuk dan melempari barang-

barang yang ada disekitarnya. Akhirnya klien dibawa ke RSJ

Provinsi Bali. Keluarga klien mengatakan sebelumnya klien

sudah pernah dibawa ke RSJ Provinsi Bali. Keluarga klien

mengatakan sudah 5 kali dirawat di RSJ Provinsi Bali. Pertama

selama dua bulan pada usia 37 tahun karena mengamuk dan

melempari barang-barang didekatnya. Yang kedua dirawat

selama 6 bulan dari tanggal 5 Juni 2015 sampai 11 September

2015 karena mengamuk dan kesal kepada ayahnya tanpa alasan

yang jelas. Yang ketiga klien hanya dirawat selama satu bulan
45

yaitu 30 September 2015 sampai 25 Oktober 2015 karena

mendengar suara-suara dan mengamuk karena tidak dibolehkan

keluar rumah oleh orang tuanya. Pada tanggal 27 Oktober 2015

yang keempat kalinya klien dibawa lagi ke RSJ Provinsi Bali

karena mengamuk dan tidak suka diam dirumah karena merasa

diatur-atur oleh orang tuanya, sampai tanggal 7 Januari 2016

klien diajak pulang oleh keluarganya. Untuk kelima kalinya

pada tanggal 2 Maret 2016 klien dibawa ke RSJ Provinsi Bali

dan di terima di IGD, karena klien mengeluh mendengar suara-

suara aneh, mengamuk dan melempari barang-barang yang

disekitarnya, di IGD klien mendapatkan terapi Abilifly 1x10

mg. Pada tanggal 3 Maret 2016 klien dibawa ke Ruang Kunti

dan mendapatkan terapi Lodomer 5 mg, Diazepam 10 mg,

Clozapine 2x25 mg, Setraline 1x25 mg.

3) Faktor predisposisi

Menurut keluarga klien awal klien masuk RSJ Provinsi Bali

karena biasa ngamuk secara tiba- tiba, keluarga klien juga

mengatakan klien susah minum obat dirumah. Klien kumat

karena menurut keluarga klien, setiap klien pulang kerumah

selalu meminum-minuman kemasan sehari mencapai 10

kemasan. Klien mengatakan tidak pernah melakukan,

mengalami ataupun menyaksikan penganiayaan fisik, seksual

dan penolakan dari lingkungan. Klien mengatakan mempunyai


46

pengalaman yang menyedihkan pada saat klien SD sering

diejek sama temannya karena kaki kanan klien menderita polio.

Klien tinggal bersama kedua orang tuanya, dan adik pertama

klien. Klien mengatakan jarang bergaul dengan warga di

lingkungan rumah hanya sebagian warga saja yang diajak

akrab.

4) Faktor Presipitasi

Klien mengatakan pada saat dirumah klien dilarang untuk

keluar rumah karena klien senang nongkrong di warung dari

pagi sampai sore, maka dari itu klien dikurung dirumah dan

sering mengamuk.

1. Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Suhu : 36,50C

Nadi : 82x/mnt

Respirasi : 22x/mnt

b. Ukuran-ukuran

Berat badan : 65 kg

Tinggi badan : 147 cm

IMT : BB/TB2(m)

= 65/1,472

= 65/2,10 = 22,10
47

Normal IMT = 18,5 – 22,9

BB Ideal : (TB(CM)-100)-(10%(TB-100)

= (147-100)-(10%(147-100)

= 47-4,7

= 42,3

c. Keluhan fisik

Klien mengatakan tidak merasakan nyeri pada kaki kanannya

namun klien mengatakan kurang menyukai kaki kanannya

karena kaki kanan klien mengalami polio sejak berumur 2

tahun.
48

2. Psikososial

a. Genogram

38
th

Gambar 2.3 Genogram Keluarga Klien “PS” dengan Gangguan Persepsi

Sensori : Halusianasi Pendengaran

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

: Orang yang terdekat

: Tinggal serumah

: Menderita penyakit yang sama


49

Penjelasan :

Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara, klien tinggal

bersama kedua orang tuanya dan adik pertamanya. Orang yang

paling dekat dengan klien adalah ibunya. Klien belum

berkeluarga.

b. Konsep diri

1) Citra tubuh

Klien mengatakan dari semua bagian tubuhnya klien

kurang menyukai kaki kananya karena kaki kanan klien

mengalami polio.

2) Identitas diri

Klien mengatakan senang dengan dirinya sebagai seorang

perempuan. Klien mengatakan belum menikah. Klien

mampu menyebutkan nama, alamat dan dimana sekarang

berada.

3) Peran diri

Klien mengatakan dirinya berperan sebagai seorang anak

dari orang tuanya. Klien anak ke 1 dari 3 bersaudara

didalam keluarganya, adik pertama klien belum menikah

sedangkan adik kedua klien sudah menikah dan memiliki 2

anak perempuan. Klien mengatakan sudah mulai senang

dengan lingkungan yang ada disini. Klien mengatakan

sebelum sakit biasa membatu orang tuanya membersihkan


50

rumah dan membantu ibunya membuat canang (ceper).

Klien berusia 38 tahun dan saat ini klien belum menikah.

4) Ideal diri

Klien mengatakan ingin pulang dan berkumpul dengan

keluarga dan ingin membantu ibunya membuat ceper

(canang).

5) Harga diri

Klien mengatakan merasa tidak malu dengan diri sendiri

dan keluarganya walaupun sudah 5 kali dirawat di RSJ

Provinsi Bali.

c. Hubungan sosial

(1) Orang yang terdekat

Klien mengatakan orang yang paling dekat dengan dirinya

hanya ibunya.

(2) Peran serta dalam masyarakat

Klien mengatakan sebelum sakit klien sesekali aktif dalam

kegiatan di lingkungan rumahnya, saat di rumah sakit klien

mengatakan biasa mengikuti kegiatan yang dilakukan di

ruangan seperti TAK.

(3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan jarang bergaul dengan warga di

lingkungan rumah hanya sebagian warga saja yang diajak

akrab. Klien mengatakan dia merupakan orang yang


51

tertutup dan bila ada masalah klien tidak pernah

menceritakan kepada keluarga dan orang lain. Klien tampak

lebih sering menyendiri dan bengong diluar ruangan. Saat

diruangan klien jarang bergaul dan berkomunikasi dengan

temannya, klien juga mudah marah jika teman klien

mengambil makanannya dan klien mengatakan emosinya

meningkat jika dia diganggu oleh temannya.

a) Spiritual

(1) Nilai dan keyakinan

Klien mengatakan dirinya beragama Hindu dan percaya

dengan adanya Tuhan. Masyarakat sekitar tempat tinggal

klien menerima klien kembali walaupun klien memiliki

riwayat gangguan jiwa dan belum bisa sembuh.

(2) Kegiatan ibadah

Klien mengatakan sebelum sakit biasa sembahyang

dirumah pada saat hari raya saja. Selama dirawat klien

mengatakan tidak pernah bersembahyang dan tidak hafal

mantra puja tri sandhya.

3. Status mental

a) Penampilan

Klien berpenampilan tampak kurang bersih dengan memakai

celana seperempat berwarna hijau, baju lengan pendek


52

berwarna hijau muda, klien menggunakan sendal dan rambut

klien terurai.

b) Pembicaraan

Klien tampak lebih banyak diam, mau bicara apabila ditanya.

Pembicaraan klien sesuai, kontak mata ada, klien mau diajak

berinteraksi, klien cukup kooperatif, kadang-kadang klien

tertawa sendiri atau komat-kamit sendiri.

c) Aktivitas motorik

Klien tampak lesu dan murung saat pengkajian, kadang

mondar-mandir dan sering duduk menyendiri.

d) Alam perasaan

Klien mengatakan tidak takut dengan suara-suara dan klien

mengatakan berusaha untuk melawan suara-suara yang

didengar tersebut nyata atau tidak, klien mudah marah dan

klien juga mengatakan sedih dan klien ingin pulang ke rumah.

e) Afek

Afek klien tampak sesuai. Klien mengatakan masuk RSJ

karena mengamuk secara tiba-tiba, bingung mendengar suara-

suara yang didengar nyata atau tidak.

f) Interaksi selama wawancara

Klien cukup kooperatif, kontak mata klien cukup, klien mampu

menjawab sesuai apa yang ditanyakan.


53

g) Persepsi

Klien mengatakan sering mendengar suara-suara kaki atau

suara yang mengatakan “aku tidak suka kamu”. Suara kadang-

kadang didengar tidak terlalu jelas, sehari bisa muncul 1-2 kali,

klien mengatakan mendengar suara itu saat mau tidur dan pada

saat bengong. Suara yang didengar tidak terlalu lama cuma 1

menit. Setiap muncul suara tersebut klien tidak merasa takut,

klien berusaha untuk melawan suara-suara yang didengar

tersebut nyata atau tidak dengan cara menutup kedua telinga

dan mengatakan “pergi-pergi kamu tidak nyata”.

h) Proses pikir

Pembicaraan klien dapat dipahami dengan baik, tidak berbelit-

belit. Klien menjawab pertanyaan sesuai dengan pertanyaan

yang dianjurkan oleh perawat.

i) Isi pikiran

Klien tidak mempunyai keinginan diluar kemampuannya, klien

hanya ingin cepat sembuh dari penyakitnya sekarang dan bisa

membantu ibunya membuat ceper (canang).

j) Tingkat kesadaran

Klien masih bisa mengenal waktu, orang dan tempat. Klien

dapat menyebutkan nama perawat yang diajak bicara, klien

tahu bahwa dirinya berada di RSJ Provinsi Bali untuk

menjalani pengobatan.
54

k) Memori

Klien mampu mengingat alasan kenapa dirinya diajak ke RSJ,

tetapi klien tidak ingat kapan pertama kali kerumah sakit jiwa

dan klien ingat dengan kegiatan yang dilakukannya kemarin.

l) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Klien mampu berkonsetrasi dengan baik, klien mampu

menjawab semua pertanyaan yang diberikan. Mampu berhitung

yang sederhana seperti 4 ditambah 4 sama dengan 8.

m) Kemampuan penilaian

Klien mampu mengambil keputusan sederhana tanpa bantuan

orang lain, seperti klien mengatakan cuci tangan dulu baru

makan.

n) Daya tilik diri

Klien mengatakan dirinya mengalami sakit jiwa dan sekarang

berada di RSJ untuk menjalani pengobatan.

4. Kebutuhan persiapan pulang

a. Makan dan minum

Klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi nasi, lauk

pauk dan buah, klien menyukai menu yang disediakan. Selesai

makan sisa makanan dibuang ketempat sampah dan peralatan

dicuci ditempat penyucian. Klien mengatakan minum 4-5 gelas

sehari.
55

b. Eliminasi

Klien mengatakan BAB dan BAK tanpa bantuan perawat.

Klien BAB 1x sehari dan BAK ± 3x sehari. Setelah BAB dan

BAK klien biasa menyiram kotorannya, cebokan dan memakai

celana kembali.

c. Mandi

Klien mengatakan mandi 1x sehari menggunakan sabun, sehari

gosok gigi 1x sehari dan klien keramas 1x seminggu tanpa

menggunakan shampo cukup dengan sabun, kuku klien panjang

dan agak kotor. Kebersihan klien tampak kurang.

d. Berpakaian

Saat pengkajian pakaian klien menggunakan baju hijau

memakai pakaian sendiri, klien tampak kurang bersih, ganti

baju dan celana tidak menentu dan klien biasa memakai alas

kaki (sandal).

e. Istirahat dan tidur

Klien mengatakan biasa tidur malam pukul 20.00 wita, sebelum

tidur klien tidak pernah gosok gigi, cuci kaki dan berdoa. Klien

bangun pagi pukul 06.00 wita dan klien hanya merapikan

tempat tidur kalau disuruh oleh petugas. Klien mengatakan

tidak pernah tidur pada siang hari.


56

f. Penggunaan obat

Klien mengatakan diruangan mau minum obat tapi masih

diarahkan dan saat minum obat masih diawasi oleh petugas.

g. Pemeliharaan kesehatan

Klien mengerti tentang penyakitnya dan klien tahu harus teratur

minum obat sesuai resep dokter. Keluarga klien mengatakan

kalau klien sudah sembuh dan boleh pulang, keluarga akan

rajin mengingatkan klien minum obat dan bila obat habis

keluarga akan membawa klien kontrol kembali.

h. Kegiatan di dalam rumah

Klien mengatakan pada saat dirumah kadang-kadang

membantu ibunya membuat ceper (canang).

i. Kegiatan diluar rumah

Klien mengatakan kadang-kadang mengikuti kegiatan yang ada

di banjar.

5. Mekanisme koping

Klien mengatakan bila punya masalah selalu memendamnya

sendiri, jarang menceritakan masalahnya kepada keluarga, klien

lebih senang menyendiri, klien termasuk orang yang tertutup.

6. Masalah psikososial dan lingkungan

Klien mengatakan dia merupakan orang yang tertutup dan bila ada

masalah klien jarang menceritakannya kepada keluarga. Klien


57

tampak lebih sering menyendiri dan klien mengatakan mudah

marah.

7. Pengetahuan

Klien tamatan SMP, klien menyadari bahwa diriya sakit dan

memerlukan pengobatan agar cepat sembuh.

8. Aspek medik

Diagnosa medis : Skizofrenia Hebefrenik

Terapi saat MRS: tanggal 2 Maret 2016

Abilifly 1 x 10 mg (intra oral)

Terapi saat di ruang Kunti: 3 Maret 2016

Lodomer 5 mg (intra muskular)

Diazepam 10 mg (intra muskular)

Clozapine 2 x 25 mg (intra oral)

Setraline 1 x 25 mg (intra oral)

Terapi Saat Pengkajian: 25 April 2016

Clozapine 2 x 25 mg (intra oral)

Setraline 1 x 25 mg (intra oral)


58

b. Analisa Data

TABEL 2.3
ANALISA DATA KEPERAWATAN KLIEN “PS”
DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG KUNTI RSJ PROVINSI BALI
TANGGAL 25 – 29 APRIL 2015

Kesimpu-
No Data Subyektif Data Obyektif
lan

1 2 3 4
1. - Klien mengatakan men- - Klien kadang-kadang Gangguan
dengar suara kaki dan suara tertawa sendiri. persepsi
yang mengatakan “aku tidak - Klien tampak duduk sensori :
suka kamu” sendirian. halusinasi
- Klien mengatakan suara itu - Klien kadang-kadang pendengar
didengar kadang-kadang, komat-kamit sendirian. an
sehari bisa muncul 1-2 kali - Klien tampak mondar
- Klien mengatakan saat mau mandir diruangan
tidur.
- Klien mengatakan suara
yang didengar tidak lama
Cuma 1 menit.
- Klien mengatakan setiap
muncul klien tidak merasa
takut, klien berusaha untuk
melawan suara-suara yang
didengar tersebut nyata atau
tidak
2. - Klien mengatakan dia - Klien tampak lebih Isolasi
merupakan orang yang sering menyendiri Sosial
tertutup diluar ruangan
- Klien mengatakan jarang sendirian
bergaul dengan warga di - Klien tampak lebih
lingkungan rumah hanya banyak diam, mau
sebagian warga saja yang bicara apabila ditanya
diajak akrab.
59

1 2 3 4
3. - Klien mengatakan kurang - Klien tampak kurang Harga Diri
suka dengan kaki kanannya melakukan aktivitas Rendah
karena mengalami polio karena kaki kanan klien
- Klien mengatakan waktu SD mengalami polio
pernah diejek karena - Klien tampak
polionya memegang kaki yang
mengalami polio
4. - Klien mengatakan bila - Saat di ruangan klien Koping
punya masalah selalu jarang bergaul dan individu
memendamnya sendiri dan berkomunikasi dengan tidak
jarang menceritakan temannya. efektif
masalahnya kepada keluarga - Klien tampak lebih
dan orang lain. sering menyendiri.
- Klien mengatakan dia orang
yang tertutup.
5. - Klien mengatakan mudah - Klien tampak mudah Resiko
marah marah Perilaku
- Klien mengatakan emosinya - Emosi klien mudah Kekerasa
meningkat jika diganggu berubah n
temannya - Klien memiliki riwayat
Resiko perilaku
kekerasan

6. - Klien mengatakan sudah 5 - Klien sudah pernah Regiment


kali dirawat dirawat sebanyak 5 Therapeu
- Keluarga mengatakan bila kali. tik
dirumah susah untuk minum inefektif
obat karena klien lebih
sering diam di warung.
- Keluarga klien mengatakan
sebelum masuk RSJ
Provinsi Bali klien sempat
dibawa ke dukun.

7. - Klien mengatakn mandi 1x - Kebersihan klien Defisit


sehari menggunakan sabun, tampak kurang Perawa-
kadang-kadang klien tidak - Pakaian klien tampak tan Diri
mandi sehari gosok gigi 1x kurang bersih, ganti
sehari dan klien keramas 1x baju dan celana tidak
seminggu tanpa menentu
menggunakan shampo - Klien berpenampilan
cukup dengan sabun tampak kurang bersih
60

1 2 3 4
- Kuku klien panjang dan
agak kotor
- Klien hanya merapikan
tempat tidur kalau
disuruh oleh petugas

- Sebelum tidur tidak


pernah gosok gigi, cuci
kaki dan berdoa

1) Rumusan Masalah

a) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

b) Isolasi Sosial

c) Harga Diri Rendah

d) Koping Individu Tidak Efektif

e) Resiko Perilaku Kekerasan

f) Ragiment Therapeutik Inefektif

g) Defisit Perawatan Diri


61

2) Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan (RPK)

(Akibat)

Regiment Gangguan persepsi sensori : Defisit


Therapeutik Perawatan
inefektif halusinasi pendengaran
Diri

(Core Problem)

Isolasi Sosial

(Etiologi)

Harga Diri Rendah

Koping Individu
Tak Efektif

Gambar 2.4 : Pohon Masalah Pada Klien “PS” Dengan Gangguan


Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
62

3) Diagnosa Keperawatan

a) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

b) Isolasi Sosial

c) Harga Diri Rendah

d) Koping Individu Tidak Efektif

e) Resiko Perilaku Kekerasan

f) Regimen Therapeutik Inefektif

g) Defisit Perawatan Diri

c. Perencanaan

1) Prioritas Diagnosa Keperawatan

Prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan masalah utama yang

diperoleh dari pengkajian dan akibat dari masalah utama sebagai

berikut :

a) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

b) Isolasi Sosial

c) Harga Diri Rendah

d) Resiko Perilaku Kekerasan

e) Koping Individu Tidak Efektif

f) Regiment Therapeutik Inefektif

g) Defisit Perawatan Diri


TABEL 2.4
RENCANA KEPERAWATAN KLIEN “PS”
DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG KUNTI RSJ PROVINSI BALI
TANGGAL 25 - 29 MEI 2015

Hari/Tgl/ Diagnosa
NO Keperaw Rencana Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Jam atan

1 2 3 4 5 6 7

1 Senin, Gangguan Setelah diberikan


Persepsi asuhan keperawatan
25 April Sensori : jiwa selama 5 kali
2016, Halusinasi pertemuan masing-
Pukul Pendenga- masing pertemuan
10.00 ran 15 menit diharapkan
Wita klien :

1. Klien dapat 1. Ekspresi wajah 1.1.1 Bina hubungan


membina hubu- klien bersahabat, saling percaya Hubungan saling
ngan saling Menunjukkan rasa dengan percaya meru-
percaya senang, ada mengungkap- pakan dasar untuk

64
kontak mata, Mau kan prinsip kelancaran untuk
berjabat tangan, komunikasi interaksi
therapiutik : selanjutnya

Dilanjutkan
Lanjutkan

1 2 3 4 5 6 7
mau menjawab salam, a. Sapa klien
klien mau duduk dengan Ramah
berdampingan dengan baik verbal
perawat, mau maupun non
mengutarakan masalah verbal.
yang dihadapi b. Perkenalkan diri
dengan sopan.
c. Tanyakan nama
lengkap klien
dan nama
panggilan yang
disukai klien.
d. Jelaskan tujuan
pertemuan
e. Jujur dan mene-
pati janji
f. Tunjukkan sikap
empati dan
menerima klien
apa adanya
Dilanjutkan

65
Lanjutan

1 2 3 4 5 6 7
g. Beri perhatian
pada klien dan
perhatikan
kebutuhan dasar
klien

Setelah diberikan 2.1 Klien dapat 2.1.1 Adakan kon- - Kontak sering
asuhan keperawatan menyebutkan tak sering tapi singkat
jiwa selama 5 kali waktu, isi, dan singkat selain mem-
pertemuan masing- frekuensi secara ber- bina hu-bungan
masing pertemuan timbulnya tahap. saling percaya,
15 menit diharapkan halusinasi. juga dapat
klien : memutuskan
2. Klien dapat me- halusinasi.
ngenal halusi-
nasinya. 2.1.2 - Mengenal
2.2 Klien dapat Observasi tingkah prilaku pada
menyebutkan laku klien terkait saat halusinasi
waktu, isi, dengan halusi- timbul memu-
frekuensi tim- nasinya ; tertawa dan dahkan pera-
bulnya bicara tanpa wat dalam
halusinasinya stimulus, melakukan
memandang kekiri intervensi

66
Dilanjutkan
Lanjutan

1 2 3 4 5 6 7
atau kekanan
atau kedepan
seolah-olah ada
teman bicara

2.1.3 Bantu klien - Mengenal


mengenali halusinasi me-
halusinasinya. mungkinkan
a. Jika mene- klien untuk
mukan yang menghindar-
sedang halu- kan faktor
sinasi, Ta- pencetus tim-
nyakan apa bulnya halu-
ada suara sinasi
yang
didengar.
b. Jika klien
menjawab
apa yang
dikatakan.
c. Katakan bah-
wa perawat
percaya klien
mendengar
suara itu,

67
Dilanjutkan
Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7

namun
perawat sen-
diri tidak
mendengarka
nnya(dengan
nada bersa-
habat tanpa
menuduh
atau meng-
hakimi)
d. Katakan bah-
wa klien ada
juga yang
seperti klien
Dilanjutkan

68
Lanjutan

1 2 3 4 5 6 7

2.1.4 Diskusikan dengan - Dengan


klien mengetahui
a. Situasi yang waktu, isi dan
menimbulkan frekuensi mun-
atau tidak me- culnya halu-
nimbulkan halu- sinasi mem-
sinasi permudah tin-
b. Waktu dan dakan kepe-
frekuensi terja- rawatan klien
dinya halusinasi yang akan
(Pagi, siang, sore dilakukan
dan malam atau perawat.
jika sendiri,
jengkel atau
sedih)

2.1.5 Diskusikan - Untuk mengi-


dengan klien apa dentifikasi pe-
yang dirasakan ngaruh halu-
jika terjadi sinasi klien
halusinasi (ma-
rah atau takut,
sedih, senang)
beri kesempatan
mengungkapkan
perasaannya.

69
Dilanjutkan
Lanjutan

1 2 3 4 5 6 7

Setelah diberikan 3.1 Klien dapat 3.1.1Identifikas - Upaya untuk


asuhan keperawatan menyebut-kan i bersama memutuskan
jiwa selama 5 kali tinda-kan yang klien cara siklus halusi-
pertemuan masing- biasa dila-kukan tindakan nasi sehingga
masing pertemuan 15 untuk mengen- yang dila- halusinasi
menit diharapkan klien : dalikan halusinasi- kukan jika tidak ber-
3. Klien dapat nya terjadi lanjut
mengontrol halusinasi
halusinasi-nya (tidur, ma-
rah, menyi-
3.2 Klien dapat menye-
bukkan diri
butkan cara baru
dll)
3.1.2Diskusika - Reinforce-
n manfaat ment positif
cara yang akan
dilakukan meningkat
klien, jika harga diri
berman- klien
faat beri
pujian.

Dilanjutkan

70
Lanjutan

1 2 3 4 5 6 7
3.3Klien da- 3.1.3Diskusikan - Memberikan
pat memi- cara baru alternatif
lih cara untuk me- pilihan bagi
mengatasi mutus atau klien untuk
halusinasi mengon- mengontrol
seperti trol halusinasi
yang telah halusinasi:
didiskusik
an dengan a.Katakan ”saya
klen. tidak mau
mendengar
kamu” (pada
saat halusinasi
terjadi)
b.Menemui
orang lain
(perawat/ te-
man / anggota
keluarga)
untuk ber-
cakap-cakap
atau menga-
takan halu-
sinasi yang

71
terdengar

Dilanjutkan
Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7
c. Membuat
jadwal
kegiatan
sehari-hari
agar halu-
sinasi tidak
muncul.
d. Minta kelu-
arga/ teman/
perawat jika
nampak bica-
ra sendiri

- Memotivasi
3.1.4Bantu dapat me-
klien me- ningkatkan
milih dan kegiatan kli-
melatih en untuk
cara me- mencoba
mutus memilih
halusinasi salah satu
secara cara me-
bertahap. ngendalikan
halusinasi
dan dapat

72
meningkat-
Dilanjutkan
Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7
Kan harga
diri klien

4.1Klien da-pat 4.1.1 Anjurkan - Untuk men-


Setelah diberikan
mem-bina klien dapatkan
asuhan keperawatan
hubu-ngan untuk bantuan
jiwa selama 5 kali
sa-ling mem-ber keluarga
pertemuan masing-
perca-ya tahu mengontrol
masing pertemuan
dengan keluarga halusinasi
15 menit
perawat jika me-
diharapkan klien :
ngalami
halusinasi
4.Klien dapat
dukungan dari
4.2Keluarga 4.1.2 Diskusi- - Untuk
keluarga dalam
dapat kan de- mengetahui
mengontrol
menye- ngan ke- pengetahu-
halusinasi
butkan luarga an keluarga
pengertian, (pada saat dan
tanda dan berkun- mening-
kegiatan jung / katkan
untuk pada saat kemam-
mengen- kunju- puan
dalikan ngan penge-
halusinasi rumah): tahuan
tentang

73
halusinasi
Dilanjutkan
Lanjutan

1 2 3 4 5 6 7
a. Gejala halu-
sinasi yang
dialami klien
b. Cara yang dapat
dila-kukan klien
dan keluarga
untuk me-mutus
halusinasi
c. Cara mera-wat
anggota keluarga
un-tuk me-mutus
halu-sinasi di
rumah, beri
kegiatan, ja-ngan
biar-kan sendiri,
makan ber-sama,
be-pergian ber-
sama

Dilanjutkan

74
Lanjutan

1 2 3 4 5 6 7

d. Beri infor-
masi waktu
follow up
atau kapan
perlu
mendapat
bantuan :
halusinasi
terkontrol
dari resiko
mencederai
orang lain
Setelah diberikan 5.1 klien dan 5.1.1Diskusikan - Dengan
asuhan keperawatan keluarga dengan klien menyebutka
jiwa selama 5 kali dapat dan keluarga n dosis,
pertemuan masing- menyebut tentang dosis,
frekuensi
masing pertemuan 15 kan frekuensi
menit diharapkan manfaat, manfaat obat dan manfaat
klien : dosis dan obat.
5. klien dapat efek
memanfaatkan obat samping
dengan baik obat.

Dilanjutkan

75
Lanjutan

1 2 3 4 5 6 7

5.2 Klien 5.1.2 anjurkan - Diharapkan


dapat klien minta klien
mendem sendiri obat melaksanakan
onstrasi pada perawat programj
kan dan merasakan pengobatan
penggun manfaatnya. menilai
aan obat kemampuan
secara klien dalam
benar pengobatannya
sendiri.

5.3 klien
dapat - Dengan
5.1.3 Anjurkan
informasi mengetahui
klien bicara
tentang efek efek samping
dengan dokter
samping obat obat klien akan
tentang
tahu apa yang
manfaat dan
harus dilakukan
efek samping
setelah minum
obat yang
obat.
dirasakan

Dilanjutkan

76
Lanjutan

1 2 3 4 5 6 7

5.4 Klien 5.1.4Diskusika - Program


dapat n akibat pengobatan
memah berhenti dapat berjalan
ami minum obat sesuai rencana.
akibat tanpa
berhenti konsultasi.
minum
obat.

- Dengan
5.5 klien
dapat 5.1.5 Bantu mengetahui
klien pinsip
menyebutkan
menggunakan penggunaan
prinsip 5
benar obat dengan obat, maka
prinsip benar kemandirian
penggunaan
klien untuk
obat.
pengobatan
dapat
ditingkatkan
secara bertahap

77
Lanjutan

TABEL 2.5

PELAKSANAAN KEPERAWATAN KLIEN “PS” DENGAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :HALUSINASI PENDENGARAN

DI RUANG KUNTI PROVINSI BALI

TANGGAL 25-29 APRIL 2016

No. Diagnosa
Hari/Tgl/ Rencana
Diagno Keperawa Tindakan Keperawatan Evaluasi Paraf
Jam Keperawatan
sa Tan
1 2 3 4 5 6 7
Senin, 25 I Gangguan SP BHSP Melakukan SP BHSP S : Klien mengatakan Krisna
April Persepsi Gangguan Halusinasi Pendengaran : “nama saya PS”, alamat
2016 Sensori: Persepsi 1. Menyapa klien saya di Iman Bonjol,
Pukul halusinasi Sensori: dengan nama, baik O:
11.00 wita Pendengaran halusinasi verbal maupun non - Kontak mata
Pendengaran verbal. klien cukup.
2. Memperkenalkan - Kilen mau
diri dengan sopan. berjabat tangan.
3. Menanyakan nama - Klien mau
lengkap klien dan menyebutkan
nama panggilan namanya.
klien. - Klien cukup

78
4. Menjelaskan Tujuan kooperatif.
Dilanjutkan
Lanjutan

pertemuan. - Klien menerima


5. Jujur dan menempati pembicara
janji. - Klien tampak
6. Menunjukan sifat santai
empati dari A : SP BHSP tercapai
menerima klien apa
adanya P : Perawat
7. Memberi perhatian Lanjutkan SP1P
kepada klien dan Halusinasi
perhatian kebutuhan Pendengaran pada
dasar klien. pertemuan ke2 pada
hari Selasa, 26 April
2016 di ruang Kunti.

Klien
Pertahankan BHSP
klien

Selasa, 26 1 Gangguan SP1P Melakukan SP1P S: Klien mengatakan Krisna


April Persepsi Gangguan Gangguan Persepsi bahwa mendengar
2016 Sensori: Persepsi Sensori : Halusinasi suara-suara kaki dan
Pukul halusinasi Sensori: pendengaran suara “aku tidak
10.00 wita Pendengaran halusinasi 1. Mengidentifikasi suka kamu”, suara
Pendengaran isi halusinasi klien tersebut terdengar
2. Mengidentifikasi ketika klien
waktu halusinasi bengong dan akan
klien tidur, suaranya

79
3. Mengidentifikasi hanya 1 menit.

Dilanjutkan
Lanjutan

frekuensi Klien berusaha


halusinasi klien menolak suara
4. Mengidentifikasi tersebut dengan cara
situasi yang dapat menutup telinganya
menimbulkan dengan kedua
halusinasi klien. tangannya, klien
5. Mengidentifikasi tidak mau
respon klien menceritakan apa
terhadap. yang dikatakan oleh
halusinasi suara tersebut hanya
6. Mengajak klien saja klien
menghardik mengatakan suara
halusinasi. tersebut tidak
7. Menganjurkan menyuruhnya apa-
klien memasukkan apa.
kedalam kegiatan O:
harian. - Klien mampu
menyebutkan
apa yang
dialami.
- Kontak mata
cukup
- Cukup
kooperatif
- Klien dapat
melakukan cara
mengontrol

80
halusinasi

Dilanjutkan
Lanjutan

dengan cara
menghardik
- Klien dapat
melakukan
latihan
menghardik ke
dalam jadwal
hariannya yaitu
pada pukul

A: SPIP Tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP2P
Gangguan Persepsi
Sensori:Halusinasi
Pendengaran pada
pertemuan ke 3
pada hari Rabu, 27
April 2016, Pukul
10.00 Wita di ruang
Kunti.

Klien:
Memotivasi klien
mengontrol
halusinasi dengan

81
cara menghardik

Dilanjutkan
Lanjutan

dan melaih sesuai


jadwal.

Rabu, 27 1 Gangguan SP2P Melakukn SP2P S: Klien mengatakan


April Persepsi Gangguan Gangguan Persepsi tidak ada men- Krisna
2016 Sensori: Persepsi Sensori:Halusinasi dengar suara-suara
Pukul halusinasi Sensori: Pendengaran: lagi. Klien
10.00 wita Pendengaran halusinasi 1. Mengevaluasi jadwal mengatakan
Pendengaran kegiatan harian klien sekarang mau
2. Melatih klien bercakap- cakap
mengendalikan denga orang lain
halusinasi dengan cara dan klien mau
bercakap-cakap mempraktekkan
dengan orang lain cara- cara yang
3. Menganjurkan klien diajarkan oleh
memasukkan kedalam perawat.
kegiatan harian. O:
- Klien mampu
menyebutkan
kegiatan harian
- Kontak mata
cukup
- Klien cukup
kooperatif
- Klien dapat
melakukan cara
mengontrol

82
halusinasi

Dilanjutkan
Lanjutan

dengan cara
menghardik
- Klien dapat
melakukan cara
mengontrol
halusinasi
dengan cara
bercakap
- Klien dapat
memasukkan
latihan
menghardik ke
dalam jadwal
hariannya.

A: SP2P Tercapai

P: Perawat:
Lanjutkan SP3P
Halusinasi
Pendengaran pada
pertemuan ke 4
pada hari Rabu, 27
April 2016, Pukul
13.10 WITA
diruang Kunti

83
Klien:

Dilanjutkan
Lanjutan

Motivasi klien
mengontrol
halusinasinya
dengan bercakap-
cakap sesuai
dengan jadwal
harian.

Rabu, 27 Gangguan SP3P Melakukan SP3P S: Klien mengatakan “


April 1 Persepsi Gangguan Gangguan Persepsi saya biasanya
2016 Sensori: Persepsi Sensori: Halusinasi mengambil makan
pukul Halusinasi Sensori: Pendengaran di dapur ruangan”,
13.10 wita Pendengaran Halusinasi klien juga
Pendengaran 1. Mengevaluasi jadwal mengatakan “saya
kegiatan harian klien. juga biasanya
2. Melatih klien menonton TV”
mengontrol halusinasi
dengan cara O:
melakukan kegiatan. - Klien mampu
3. Menganjurkan klien menyebutkan
memasukkan ke kegiatan
dalam jadwal kegiatan hariannya yaitu
harian. membersihkan
tempat tidur,
mandi, minum
obat dan
menonton TV.

84
- Klien mema-

Dilanjutkan
Lanjutan

sukkan kegiatan
menonton TV
dan minum obat
ke dalam jadwal
harian klien.
A: SP3P Tercapai

P: Perawat:
Lanjutkan SP4P
Gangguan persepsi
Sensori: Halusinasi
Pendengaran pada
pertemuan ke-4 pada
hari Kamis, 28 April
2016 pukul 10.00 di
ruang Kunti.

Melakukan SP4P S: Klien mengatakan


Kamis, 28 Gangguan SP4P Gangguan Persepsi sudah minum obat
April 1 Persepsi Gangguan Sensori: Halusinasi warnanya kuning
2016 Sensori: Persepsi Pendengaran: sebanyak 2 butir
Pukul Halusinasi Sensori: yaitu obat
10.00 wita Pendengaran Halusinasi 1. Mengevaluasi jadwal penenang dan
Pendengaran kegiatan harian klien. vitamin. Klien
2. Memberikan mengatakan
pendidikan kesehatan minum obat
tentang penggunaan. secara teratur

85
obat secara teratur.

Dilanjutkan
Lanjutan

3. Menganjurkan klien O:
memasukkan ke - Klien mampu
dalam jadwal kegiatan meklakukan
harian. jadwal harian
yang sudah
dibuat.
- Klien
memasukkan
minum obat ke
dalam jadwal
harian klien
pada pukul
07.00 dan 17.00
WITA.
- Kontak mata
cukup
- Klien mampu
menunjukkan
dan
menyebutkan
warna obat
- Afek susuai
- Klien cukup
kooperatif

A: SP4P Tercapai

86
P: Perawat:

Dilanjutkan
Lanjutan

Evaluasi jadwal
klien . lanjutkan
SP1K.
Klien:
Memotivasi klien
mengontrol
halusinasi dengan
cara minum obat.

Jumat, 29 Gangguan SP1K Melakukan SP1K S: Keluarga klien


April 1 Persepsi Gangguan Gangguan Pesepsi menceritakan awal
2016 Sensori : Persepsi Sensori : Halusinasi dari klien masih
pukul Halusinasi Sensori : Pendengaran sehat, sudah sakit,
14.00 wita Pendengaran Halusinasi 1. Mendiskusikan dukungan keluarga
Pendengaran masalah yang kepada klien.
dirasakan ke-luarga
dalam merawat klien. O: Keluarga tampak
2. Memberikan pen- mengerti dengan
didikan kesehatan ten- penjelasan yang
tang pengertian Halu- diberikan.
sinasi, jenis Halusnasi
yang dialami klien, A: SP1K Tercapai
tanda dan gejala
Halusinasi, serta proses P:
terjadinya Halusinasi. Perawat:
3. Menjelaskan cara me- Lanjutkan SP2K

87
rawat klien dengan Gangguan Persepsi

Dilanjutkan
Lanjutan

halusinasi. Sensori :
Halusinasi
Pendengaran pada
hari Jumat, 29
April 2016, Pukul
16.25 Wita

Keluarga:
Menjelaskan
masalah dan
perawatan klien di
rumah.

Jumat, 29 Gangguan SP2K Melakukan SP2K S:


April 1 persepsi Gangguan Gangguan Persepsi - Keluarga
2016 sensori: Persepsi Sensori : Halusinasi mengatakan
pukul Halusinasi Sensori : Pendengaran klien tidak
16.25 wita Pendengaran Halusinasi 1. Melatih keluarga pernah putus
Pendengaran mempraktekkan cara obat.
merawat klien dengan - Keluarga klien
Halusinasi. mengatakan
2. Melatih keluarga mengerti
melakukan cara tentang
merawat langsung informasi yang
kepada klien diberikan

88
Halusinasi. perawat.

Dilanjutkan
Lanjutan

O: Keluarga tampak
kooperatif dan keluarga
klen dapat
memperagakan cara
merawat klien
halusinasi.

A: SP2K Tercapai
sebagian

P: Perawat:
Lanjutkan SP3K
Gangguan Persepsi
Sensori :
Halusinasi
Pendengaran pada
hari Jumat,29 April
2016, Pukul 17.30
Wita

Keluarga:
Menjelaskan
masalah dan
perawatan klien di
rumah.

89
Dilanjutkan
Lanjutan

Jumat, 29 1 Gangguan SP3K Melakukan SP3K


April Persepsi Gangguan Gangguan Persepsi S: keluarga klien
2016 Sensori : Persepsi Sensori : Halusinasi mengatakan mengerti
pukul Halusinasi Sensori : Pendengaran tentang informasi yang
17.30 wita Pendengaran Halusinasi 1. Membuat keluarga diberikan perawat.
Pendengaran membuat jadwal
aktivitas dirumah O: Keluarga mau
termasuk minum mengikuti saran yang
obat. diberikan
2. Menjelaskan
follow up klien A: SP3K Tercapai
setelah pulang
P: Perawat:
Evaluasi
pengetahuan
keluarga klien.

Keluarga:
Menjelaskan
masalah klien,
perawatan klien,
serta pemberian obat
di rumah.

90
Dilanjutkan
91
Lanjutan

5. Evaluasi

TABEL 2.6
EVALUASI KEPERAWATAN KLIEN “PS” DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG KUNTI RSJ PROVINSI BALI
TANGGAL 29 MEI 2015

Hari/Tg Diagnosa
Evaluasi Paraf
l/jam Keperawatan
1 2 3 4
Jumat, Gangguan Persepsi S: Krisna
29 April Sensori : SP BHSP : Klien
2016 Halusinasi mengatakan “nama saya
Pukul Pendengaran. PS”, alamat saya di Iman
18.00 Bonjol,

SP1P : Klien mengatakan


bahwa mendengar suara-
suara kaki dan suara aku
tidak suka kamu, suara
tersebut terdengar ketika
klien bengong dan akan
tidur, suaranya hanya
beberapa menit. Klien
berusaha menolak suara
tersebut dengan cara
menutup telinganya dengan
kedua tangannya, klien
tidak mau menceritakan
apa yang dikatakan oleh
suara tersebut hanya saja
klien mengatakan suara
tersebut tidak
menyuruhnya apa-apa.

SP2P : Klien mengatakan


tidak ada mendengar suara-
suara lagi. Klien
mengatakan sekarang mau
bercakap- cakap denga
orang lain dan klien mau
mempraktekkan cara- cara
yang diajarkan oleh
perawat. Klien mengatakan
“ saya biasanya mengambil
Dilanjutkan
Dilanjutkan
92
Lanjutan

makan di dapur ruangan``.

SP3P : Klien mengatakan


sudah minum obat
warnanya kuning sebanyak
2 butir yaitu obat
penenang dan vitamin.
Klien mengatakan minum
obat secara teratur.

SP1K : Keluarga klien


menceritakan awal dari
klien masih sehat, sudah
sakit, dukungan keluarga
kepada klien.

SP2K : Keluarga
mengatakan klien tidak
pernah putus obat.
Keluarga klien mengatakan
mengerti tentang informasi
yang diberikan perawat.

SP3K : keluarga klien


mengatakan mengerti
tentang informasi yang
diberikan perawat.

O:
SP BHSP : Kontak mata
klien cukup. Kilen mau
berjabat tangan. Klien mau
menyebutkan namanya.
Klien tampak kooperatif.
Klien menerima
pembicara. Klien tampak
santai.

SP1P : Klien mampu


menyebutkan apa yang
dialami. Kontak mata
kurang Kooperatif. Klien
dapat melakukan cara
mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik.
Klien dapat melakukan
Dilanjutkan
93
Lanjutan

latihan menghardik ke
dalam jadwal hariannya
yaitu pada pukul.

SP2P : Klien mampu


menyebutkan kegiatan
harian. Kontak mata cukup.
Klien kooperatif. Klien
dapat melakukan cara
mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik.
Klien dapat melakukan
cara mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap.
Klien dapat memasukkan
latihan menghardik ke
dalam jadwal hariannya
yaitu pada pukul
WITA.

SP3P : Klien mampu


menyebutkan kegiatan
hariannya yaitu
membersihkan tempat
tidur, mandi, minum obat
dan menonton TV. Klien
mema-sukkan kegiatan
menonton TV dan minum
obat ke dalam jadwal
harian klien.

SP4P : Klien mampu


meklakukan jadwal harian
yang sudah dibuat. Klien
memasukkan minum obat
ke dalam jadwal harian
klien pada pukul 07.00 dan
17.00 WITA. Kontak mata
cukup. Klien mampu
menunjukkan dan
menyebutkan warna obat.
Afek susuai. Klien
kooperatif.

SP1K : Keluarga tampak


mengerti dengan
Dilanjutkan
94
Lanjutan

penjelasan yang diberikan.

SP2K : Keluarga tampak


kooperatif dan keluarga
klen dapat memperagakan
cara merawat klien
halusinasi.

SP3K : Keluarga mau


mengikuti saran yang
diberikan

A: SP BHSP, SP1P, SP2P,


SP3P, SP4P, SP1K, SP3K
tercapai, SP2K tercapai
Sebagian.

P: Pertahankan kondisi
klien dan serahkan kembali
klien kepada perawat
ruangan untuk melanjutkan
asuhan keperawatan jiwa.

Dilanjutkan
95

BAB III

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menguraikan kesenjangan yang ada pada tinjauan teori

dengan kenyataan serta kesesuaian teori dengan kenyataan yang terjadi pada tinjauan

kasus, argumentasi atas kesenjangan yang terjadi dan solusi yang diambil untuk

mengatasi masalah yang terjadi saat memberikan asuhan keperawatan klien “PS”

dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di Ruang Kunti RSJ

Provinsi Bali. Pembahasan ini meliputi keseluruhan langkah-langkah dalam proses

keperawatan meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang

dilaksanakan pada klien “PS” melalui beberapa teknik yaitu wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik, catatan medis pasien, pemeriksaan penunjang,

kunjungan ke rumah keluarga klien “PS” pada tanggal 29 April 2016 di Denpasar.

Menurut teori, pada pengkajian terdapat pengumpulan data, alasan dirawat

(keluhan utama saat MRS, saat pengkajian, riwayat penyakit sebelumnya, faktor

predisposisi, dan faktor presipitasi), pemeriksaan fisik, pengkajian psikososial

(genogram), konsep diri (citra tubuh, identitas diri, peran diri, ideal diri, harga

diri), hubungan sosial, spiritual, status mental (penampilan, pembicaraan, aktivitas

motorik, alam perasaan, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir,

isi pikiran, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung,


95
96

kemampuan penilaian, daya tilik diri dan kebutuhan persiapan pulang. Terdapat

analisa data (data subyektif dan data obyektif), pohon masalah dan rumusan

masalah. Secara teori tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan Gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran adalah bicara sendiri, senyum sendiri,

ketawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang

cepat, respon verbal yang lambat, menarik diri dari orang lain, berusaha

untuk menghindari orang lain, tidak dapat membedakan yang nyata dan

tidak nyata, terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan

darah, perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik,

berkonsentrasi dengan pengalaman sensori, sulit berhubungan dengan orang

lain, ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah, tidak

mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat,

perilaku panik, agitasi dan kataton, curiga dan bermusuhan, bertindak

merusak diri, orang lain dan lingkungan, ketakutan, tidak dapat mengurus

diri, biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang. Gejala yang

muncul pada klien “PS” yaitu pergerakan bola mata cepat, respon verbal

lambat, menarik diri dari orang lain, berusaha untuk menghindari orang lain,

dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata, perhatian dengan lingkungan

yang kurang atau hanya beberapa menit, sulit berkomunikasi dengan orang lain,

tidak dapat mengurus diri, tertawa sendiri, komat-kamit sendiri, mudah

tersinggung ada riwayat mengamuk dan mondar- mandir sendiri. Kesenjangan

yang ada di teori yang tidak ditemukan pada klien “PS” yaitu bicara sendiri,
97

senyum sendiri, terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan

darah, berkonsentrasi dengan pengalaman sensori, jengkel dan marah, tidak

mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat,

perilaku panik, agitasi dan kataton, curiga dan bermusuhan, bertindak

mengurus diri, orang lain dan lingkungan, ketakutan, biasa terdapat

disorientasi waktu, tempat dan orang. Kesenjangan diatas dapat terjadi karena

manusia itu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan manusia merupakan

makhluk yang unik sehingga respon tiap-tiap individu tidak akan sama dalam

menanggapi stres dan halusinasi yang dialami olek kilen “PS” masih bisa

dikendalikan. Serta kepribadian setiap individu untuk menjalani kehidupannya

sendiri berbeda-beda. Disamping itu klien juga sudah mendapatkan perawatan

selama ± 2 bulan di RSJ Provinsi Bali dengan terapi clozapine 2 x 25 mg dan

setraline 1 x 25 mg sudah diberikan dan mampu mengendalikan keadaan klien

sehingga beberapa gejala tidak muncul.

Clozapine ( 2x 25 mg) dimana indikasi dari obat ini merupakan terapi

untuk anti psikosis yang biasanya digunakan untuk mengobati skizofrenia parah.

Sedangkan setraline merupakan obat anti depresan.


98

B. Diagnosa

Pada tinjauan teori di rumuskan tiga diagnosa keperawatan yaitu Resiko

Tinggi Perilaku Kekerasan, Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran,

Isolasi Sosial. Sedangkan masalah keperawatan yang muncul pada klien “PS”

yaitu Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran, Isolasi Sosial, Harga

Diri Rendah, Resiko Perilaku Kekerasan, Koping Individu Tidak Efektif, Defisit

Perawatan Diri dan Regimen Therapeutik Inefektif. Jadi dari masalah

keperawatan terdapat kesenjangan yang ada di dalam tinjauan kasus yang

tidak ada dalam teori diagnosa keperawatan yang muncul yaitu, pertama Harga

Diri Rendah klien kurang menyukai kaki kanannya karena mengalami polio,

sewaktu SD klien sering diejek karena polionya. kedua Koping Individu Tidak

Efektif karena klien tidak pernah menceritakan masalah yang dialami kepada

keluarga ataupun orang lain. Klien juga jarang berinteraksi dan berkomunikasi

dengan orang lain, dan lebih banyak menyendiri. ketiga yaitu Defisit Perawatan

Diri, karena klien dalam melakukan ADL tidak rajin. Klien hanya mandi 1 kali

sehari, kadang- kadang klien sehari gosok gigi 1 kali sehari dan keramas 1 kali

seminggu tanpa menggunakan shampoo cukup dengan sabun. Kuku klien juga

terlihat panjang dan kotor serta klien juga tidak menentu dalam mengganti baju

dan celana. Dan yang keempat yaitu Regimen Terapetik Inefektif, karena klien

sudah 5 kali dirawat, dan dirumah klien susah untuk minum obat.
99

C. Perencanaan

Pada perencanaan terdiri dari prioritas diagnosa keperawatan dan rencana

keperawatan. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan

kasus yang menjadi prioritas utama adalah Gangguan Persepsi Sensori :

halusinasi pendengaran. Diagnosa lainnya disesuaikan berdasakan susunan pohon

masalah. Dalam tinjauan kasus, prioritas diagnosa keperawatan sudah sesuai

dengan tinjauan teori.

Dalam kasus prioritas diagnosa keperawatan dan rencana

keperawatan di tulis berdasarkan masalah utama (core problem). Masalah

utama pada klien “PS” adalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran. Dimana efek yang ditimbulkan dari masalah utama klien “PS”

adalah Resiko Perilaku Kekerasan. Rencana keperawatan pada masalah

utama asuhan keperawatan disusun pada hari Senin, 25 April 2016 pukul

11.00 Wita berdasarkan atas tujuan khusus pada diagnosa keperawatan

Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi pendengaran ada lima tujuan khusus

terdiri dari TUK I klien dapat membina hubungan saling percaya dengan

intervensi: bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip

komunikasi terapeutik. TUK II klien dapat mengenali halusinasinya dengan

intervensi: adakah kontak sering dan singkat secara bertahap; observasi

tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa

stimulus, memandang ke kiri atau ke kanan atau ke depan seolah- olah ada

teman bicara; bantu klien mengenal halusinasinya, diskusikan dengan klien


100

situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi dan waktu

dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jik a

sendiri, jengkel atau sedih); diskusikan dengan klien apa yang dirasakan

jika terjadi halusinasi (marah atau takut, sedih, senang) beri kesempatan

mengungkapkan perasaannya. TUK III klien dapat mengontrol

halusinasinya dengan intervensi identifikasi bersama klien cara tindakan

yang dilakukan jika terjadi halusinasinya (tidur, marah, menyibukkan diri

dll); diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri

pujian; diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi;

bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.

TUK IV klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi

dengan intervensi anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika

mengalami halusinasi; diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung /

pada saat kunjungan rumah). TUK V klien dapat memanfaatkan obat

dengan baik dengan intervensi diskusikan dengan klien dan keluarga

tentang dosis, frekuensi, manfaat obat; anjurkan klien minta sendiri obat

pada perawat dan merasakan manfaatnya; anjurkan klien bicara dengan

dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang dirasakan; diskusikan

akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi; bantu klien menggunakan

obat dengan prinsip benar.

Dari tinjauan teori dan rencana tujuan tidak terdapat kesenjangan, karena

pada tinjauan kasus menggunakan rencana tujuan sama seperti pada tinjauan teori.
101

D. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan tindakan keperawatan sebagai realisasi dari

perencanaan, dimana telah disesuaikan dengan rencana keperawatan dan strategi

pelaksanaan yang sebelumnya telah tersusun. Pelaksanaan tindakan keperawatan

pada klien PS dilaksanakan selama empat hari yaitu dari tanggal 25 sampai

dengan 29 April 2016.

Pada tinjauan teori penulis menyusun rencana keperawatan berdasarkan SP.

Pada implementasi atau pelaksanaan menggunakan strategi pelaksanaan (SP)

untuk strategi pelaksanaan I pasien “PS” (SP BHSP) dilakukan pada hari senin,

25 April 2016 pukul 11.00 Wita pelaksanaan yang dilakukan adalah menyapa

klien dengan nama, baik verbal maupun non verbal, memperkenalkan diri

dengan sopan, menanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan klien,

menjelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menempati janji, menunjukan sifat

empati dari menerima klien apa adanya, memberi perhatian kepada klien dan

perhatian kebutuhan dasar kilen. Strategi pelaksanaan I pasien (SP1P)

dilakukan pada hari Selasa, 26 April 2016 pukul 10.00 Wita pelaksanaan yang

dilakukan adalah mengidentifikasi isi halusinasi klien, mengidentifikasi isi

halusinasi klien, mengidentifikasi waktu halusinasi klien, mengidentifikasi

frekuensi halusinasi klien, mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan

halusan klien, mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi, mengajak

klien menghardik halusinasi, menganjurkan klien memasukkan kedalam

kegiatan harian. Strategi pelaksanaan II pasien (SP2P) dilakukan pada hari


102

Rabu, 27 April 2016 pukul 10.00 Wita pelaksanaan yang dilakukan adalah

mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, melatih klien mengendalikan

halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan klien

memasukkan kedalam kegiatan harian. Strategi pelaksanaan III Pasien (SP3P)

dilakukan pada hari Rabu, 27 April 2016 pukul 13.10 Wita pelaksanaan yang

dilakukan mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, melatih klien mengontrol

halusinasi dengan cara melakukan kegiatan, menganjurkan klien memasukkan

ke dalam jadwal kegiatan harian.

Strategi pelaksanaan IV (SP4P) dilakukan pada hari Kamis, 28 April 2016

pukul 10.00 Wita pelaksanaan yang dilakukan mengevaluasi jadwal kegiatan

harian klien, memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat

secara teratur, menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan

harian. Strategi pelaksanaan I keluarga (SP1K) dilakukan pada hari Jumat, 29

April 2016 pukul 14.00 Wita pelaksanaan yang dilakukan mendiskusikan

masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien, memb erikan

pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusnasi yang

dialami klien, tanda dan gejala halusinasi, serta proses terjadinya halusinasi,

menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi. Strategi pelaksanaan II

keluarga (SP2K) dilakukan pada hari Jumat, 29 April 2016 Pukul 16.25 Wita

pelaksanaan yang dilakukan melatih keluarga mempraktekkan cara merawat

klien dengan halusinasi, melatih keluarga melakukan cara merawat langsung

kepada klien halusinasi. Untuk poin kedua pada SP3K tidak dapat dilaksanakan
103

karena klien masih dirawat di RSJ Provinsi Bali. Strategi pelaksanaan III

keluarga (SP3K) dilakukan pada hari jumat, 29 April 2016 pukul 17.30 Wita

pelaksanaan yang dilakukan membuat keluarga membuat jadwal aktivitas

dirumah termasuk minum obat (discharge planning), menjelaskan follow up

klien setelah pulang.

Secara umum semua tindakan keperawatan sesuai dengan teori, dalam melaksanakan

tindakan keperawatan pada klien, guna mencegah timbulnya halusinasi, karena

perawatan yang diberikan pada klien dengan gangguan jiwa memerlukan waktu yang

lama dan secara kontinyu.

Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan untuk mengetahui sejauh

mana keberhasilan dari asuhan keperawatan yang diberikan pada klien selama

melakukan asuhan keperawatan. Dimana untuk mengatasi masalah tersebut penulis

menyusun strategi pelaksanaan (SP) untuk diagnosa prioritas, kemudian dilaksanakan

sesuai strategi pelaksanaan yang telah tercapai selama 5 x 24 jam. Penulis

mengevaluasi strategi pelaksanaan yang telah dilaksanakan. Untuk SP BHSP

tercapai, SP1P tercapai, SP2P tercapai, SP3P tercapai, SP4P tercapai, SP1K tercapai,

SP2K tercapai sebagian, SP3K tercapai.

Untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan keadaan klien memerlukan tindakan

yang intensif dan memerlukan waktu yang lama, maka pelaksanaan rencana

perawatan dengan diagnosa Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

akan diserahkan kembali kepada perawat ruangan Kunti RSJ Provinsi Bali. disertai
104

dengan dukungan dari keluarga untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses

penyembuhan dan sering mengunjungi klien karena keluarga merupakan faktor

penunjang yang sangat penting dalam mendukung kesembuhan klien, serta kesadaran

dari klien sendiri untuk selalu dapat mengontrol emosi dan selalu bergaul atau

berinteraksi dengan orang lain serta jangan sampai putus obat.


105

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, penulis memperoleh gambaran tentang

asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan Gangguan Persepsi Sensori:

Halusinasi pendengaran yang dilakukan pada klien “PS” di ruang Kunti RSJ

Provinsi Bali pada tanggal 25 – 29 April 2016, dimana data diperoleh melalui

teknik wawancara, onservasi, pemeriksaan fisik, catatan medik klien,

pemeriksaan penunjang, kunjungan ke rumah keluarga klien “PS” pada tanggal 29

April 2016 di Denpasar, dan menggunakan asuhan keperawatan yang terdiri dari

lima tahapan yaitu: pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

keperawatan.

Setelah data terkumpul kemudian dianalisis sehingga dirumuskan

masalahnya kemudian disusun diagnosa keperawatan. Saat pengkajian pada klien

“PS” dapat dilakukan dengan baik, klien mampu memberikan data sesuai dengan

yang ditanyakan, respok klien cukup kooperatif selama wawancara, hingga pada

analisa masalah dapat dilakukan dengan baik berdasarkan data yang didapatkan

pada saat wawancara. Pada pengkajian kasus klien “PS” dimana tanda dan gejala

pada teori tidak semua muncul pada kasus, tanda dan gejala yang didak muncul

pada kasus adalah bicara sendiri, senyum sendiri, terjadi peningkatan denyut

jantung, pernafasan dan tekanan darah, berkonsentrasi dengan pengalaman


105
106

sensori, jengkel dan marah, tidak mampu mengikuti perintah dari perawat,

tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton, curiga

dan bermusuhan, bertindak mengurus diri, orang lain dan lingkungan,

ketakutan, biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang, ini

dikarenakan respon dan karakteristik yang terjadi pada setiap klien yang

menderita Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran berbeda-

beda.

Diagnosa dari data - data tersebut didapat tujuh diagnosa yang muncul

pada kasus, empat diagnosa tidak ada dalam tinjauan teori dan empat diagnosa

baru muncul pada tinjauan kasus tidak ada dalam tinjauan teori. Adapun diagnosa

keperawatan yang muncul pada klien “PS” adalah Gangguan Sensori Persepsi :

Halusinasi Pendengaran, Isolasi Sosial, Harga Diri Rendah, Resiko Perilaku

Kekerasan, Koping Individu Tidak Efektif, Defisit Perawatan Diri dan Regimen

Therapeutik Inefektif.

Perencanaan dibuat pada tanggal 25-29 April 2016 pada klien “PS”

dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran difokuskan pada

masalah utama (core Problem). Penyusunan rencana dilakukan dengan

menggunakan landasan teori yang sudah ada dan disesuaikan dengan keadaan

klien. Perencanaan dibuat dengan teori yang sudah ada sehingga ini dapat menjadi

panduan dalam melakukan pelaksanaan. Setelah perencanaan dibuat berdasarkan

TUK pada perencanaan dilakukan dua kegiatan yaitu merumuskan prioritas

diagnosa dan pembuatan rencana keperawatan. Adapun prioritas pertama


107

dirumuskan adalah diagnosa keperawatan pada klien dengan Gangguan Persepsi

Sensori: Halusinasi Pendengaran. Untuk mencegah atau mengatasi masalah,

rencana tindakan difokuskan pada TUK yang telah disusun dan ingin dicapai.

Pelaksanaan yang dilakukan selama 5 hari yaitu dari tanggal 25-29 April

2016, sudah tercapai semua, dimana pada kasus, pelaksanaan yang telah

dilakukan sudah sesuai dengan perencanaan, karena dari delapan SP hanya tujuh

SP yang tercapai semuanya. Empat SP ke klien tercapai dan satu SP ke keluarga

tercapai sebagian. SP yang tercapai yaitu: SP BHSP, SP1P, SP2P, SP3P, SP4P,

SP1K, dan yang terakhir SP3K sedangkan SP2K tercapai sebagian karena klien

masih dirawat di RSJ Provinsi Bali. Setiap harinya kurang lebih dua – tiga SP bisa

dilakukan karena klien “PS” mampu mempraktekkan semua kegiatan yang

tercantum dalam SP. Semua SP keperawatan dapat dilaksanakan dan ini

merupakan kerjasama dengan perawat ruangan dan keluarga. Kemudian

kunjungan ke rumah klien bertujuan untuk memberikan pendidikan kesehatan

sehingga keluarga mampu ikut dalam perawatan klien dirumah, respon dari

kelurarga baik.

Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan

tindakan keperawatan sesuai dengan waktu yang ditentukan dalam rencanan

tujuan. Penulis mengevaluasi strategi pelaksanaan yang telah dilaksanakan. Untuk

SP terdiri dari SP BHSP, SP1P, SP2P, SP3P, SP4P, SP1K, SP2K, dan SP3K.

Semua SP yang lakukan kepada klien “PS” dan keluarga klien dapat dilaksanakan

dengan baik. Semua rencana tujuan telah tercapai.


108

B. Saran

Dalam rangka meningkatkan pelayanan keperawatan klien “PS” dengan

Gangguan Persepsi Sensoru : Halusinasi Pendengaran diruang Kunti RSJ Provinsi

Bali dan mengingat permasalahan yang ditemukan selama pelaksanaan

keperawatan, maka penulis dapat menyampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada staf perawatan di ruang Kunti RSJ Provinsi Bali, diharapkan dapat

mempertahankan pemberian asuhan keperawatan yang sudah dilakukan dan

meningkatkan kondisi klien “PS” guna mencegah timbulnya halusinasinya,

karena perawatan yang diberikan pada klien dengan gangguan jiwa

memerlukan waktu yang lama dan secara kontinyu. Serta dapat menerapkan

5B (berkomunikasi, beristirahat, berobat, berkegiatan dan berdoa) dan

mengoptimalkan kegiatan terapi aktivitas kelompok (TAK) pada klien.

Diharapkan untuk perawat Ruang Kunti untuk melanjutkan tindatan

perawatan yang belum tercapai. Manfaat yang diperoleh adalah meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan dan mempercepat proses penyembuhan klien

khususnya klien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

di RSJ Provinsi Bali di Bangli.

2. Kepada Klien “PS” diharapkan kedepannya tetap teratur untuk minum obat,

selalu mengingat cara menghardik halusinasi, selalu melakukan aktivitas

sesuai jadwal yang sudah dibuat, mengontrol halusinasinya dengan cara

mengobrol dengan teman-temannya dan kooperatif terhadap tenaga kesehatan,

agar proses penyembuhan klien menjadi lebih cepat.


109

3. Kepada keluarga klien diharapkan selalu memberi support/dukungan atau

motivasi kepada klien karena keluarga merupakan unit paling berperan

terhadap kesembuhan klien, selain itu keluarga agar memberi perhatian yang

lebih kepada klien saat klien kembali berada dirumah terutama saat pemberian

obat. Keluargalah yang membantu dalam mempercepat proses penyembuhan

klien.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2016). Gangguan Jiwa. Diperoleh tanggal 10 Mei 2016, dari


http://eprints.ums.ac.id/30909/3/4_BAB_I.pdf

Dermawan, Deden & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep Dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi 1. Yogyakarta : Gosyen

Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Yogyakarta

Iskandar & Damaiyanti, M. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika


Aditama

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Stop Stigma dan Diskriminasi


terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Diperoleh tanggal 10
Mei 2016, dari
http://www.depkes.go.id/article/view/201410270011/stop-stigma-dan-
diskriminasi-terhadap-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj.html

Keliat, B.A (2015). Model Praktek Keperawatan Professional Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati & Haryanto (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika.

RSJ Provinsi Bali, (2016). Laporan Bulanan Klien Rawat Inap. Bangli: Rekam
Medik Rumah Sakit jiwa.

Yosep & Sutini (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.

110

Anda mungkin juga menyukai