Anda di halaman 1dari 82

APLIKASI TINDAKAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN

SUHU TUBUH PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. M DENGAN


DENGUE HEMORAGIC FEVER DI KAMPUNG CIKARET

RT 02 RW 01 DESA SUKAMAJU KECAMATAN CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR

Disusun Oleh :
LENINA NURANI

NIM. 029PA13258

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN YAPKESBI
SUKABUMI
2016
APLIKASI TINDAKAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN
SUHU TUBUH PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. M DENGAN
DENGUE HEMORAGIC FEVER DI KAMPUNG CIKARET

RT 02 RW 01 DESA SUKAMAJU KECAMATAN CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR

Karya Tulis Ilmiah


Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh :
LENINA NURANI

NIM. 029PA13258

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN YAPKESBI
SUKABUMI
2016

i
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini


Nama : LENINA NURANI
NIM : 029PA13258
Program Studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : APLIKASI TINDAKAN KOMPRES HANGAT
TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. M
DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER DI KAMPUNG CIKARET RT 02 RW 01
DESA SUKAMAJU KECAMATAN CIANJUR KABUPATEN CIANJUR

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang
saya akui sebagaitulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan,
maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan
akademik yang berlaku

Cianjur, Mei 2016

Lenina Nurani
NIM. 029PA13258
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah Ini diajukan oleh:


Nama : LENINA NURANI
NIM : 029PA13258
Program Studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : APLIKASI TINDAKAN KOMPRES HANGAT
TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. M
DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER DI KAMPUNG CIKARET RT 02 RW 01
DESA SUKAMAJU KECAMATAN CIANJUR KABUPATEN CIANJUR

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi D III Keperawatan Poltekes YAPKESBI

Ditetapkan di : Poltekes YAPKESBI


Hari/Tanggal : Senin Mei 2016

Pembimbing : Ns. Asep Suryadin, S.Kep., M.Pd. ( )


NIDN. 3415068101
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Ini diajukan oleh:


Nama : LENINA NURANI
NIM : 029PA13258
Program Studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : APLIKASI TINDAKAN KOMPRES HANGAT
TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ASUHAN KEPERAWATAN An. M
DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER DI KAMPUNG CIKARET RT 02 RW 01
DESA SUKAMAJU KECAMATAN CIANJUR KABUPATEN CIANJUR

Telah diujikan dan dipertahanakan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi D III Keperawatan Poltekes YAPKESBI
Ditetapkan di : Sukabumi
Hari/Tanggal : Kamis Juni 2016

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns. Asep Suryadin, S.Kep., M.Pd. ( )


NIDN. 3415068101

Penguji : Ns. Joko. M.Kep. ( )


NIDN. 3412345601

Mengetahui,
Direktur Poltekes Yapkesbi,
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.


Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul APLIKASI TINDAKAN KOMPRES AIR
HANGAT TERHADAP PENURUNAN SUHU TUBUH PADA ASUHAN
KEPERAWATAN An. M DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER DI DI
KAMPUNG CIKARET RT 02 RW 01 DESA SUKAMAJU KECAMATAN
CIANJUR KABUPATEN CIANJUR.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M. Si, selaku Direktur Poltekes YAPKESBI
Sukabumi
2. Ibu Ns. Atiek Murhayati, M.Kep., selaku Ketua Program studi D III
Keperawatan Poltekes YAPKESBI Sukabumi.
3. Ibu Ns. Anissa Cindy Nurul Afni, M.Kep., sebagai pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan serta memberikan masukan
dengan cermat dan perasaan yang nyaman dalam bimbingan, sehingga
membantu penulis dalam penyusun dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
4. Ibu Ns. Intan Maharani S. Batubara, S.Kep. selaku penguji yang telah

memberikan banyak masukan dan saran, serta memberikan motivasi pada

penulis untuk menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

v
5. Seluruh dosen dan staff Prodi D III Keperawatan Poltekes YAPKESBI
Sukabumi atas segala bantuan yang telah diberikan. Terima kasih atas segala
kasih sayang selama ini, selalu memberikan semangat, doa, pengorbanan,
bimbingan serta bantuan material dan spiritual, sehingga putramu ini mampu
menyelesaikan tugas akhiri ni.
6. Kedua orang tua saya yang terhormat, saya haturkan beribu-ribu Terimakasih
atas segala kasih sayang selama ini, selalu memberikan semangat, doa,
pengorbanan, bimbingan serta bantuan material dan spiritual, sehingga
putrimu ini mampu menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Teman-teman mahasiswa prodi DIII Keperawatan Poltekes YAPKESBI
Sukabumi dan semua pihak yang terkait didalamnya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam menyusun tugas di kasus
ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Waalaikumsalam. Wr. Wb

Sukabumi, Mei 2016

Penulis,
vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME .......................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
B. Tujuan Penulisan ............................................................................. 4
C. Manfaat Penulisan ........................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ................................................................................ 7
1. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) ...................................... 7
a. Definisi ............................................................................ 7
b. Klasifikasi ....................................................................... 7
c. Etiologi ............................................................................ 8
d. Tanda dan Gejala ............................................................ 8
e. Patofisiologi .................................................................... 9
f. Fase Perjalanan Penyakit Demam Berdarah .................... 10
g. Pemeriksaan Diagnostik ................................................. 12
h. Komplikasi ...................................................................... 14
2. Asuhan keperawatan pada anak DHF...................................... 14
a. Pengkajian ............................................................... 14
b. Diagnosa keperawatan ............................................. 18
c. Perencanaan ............................................................. 18
3. Suhu Tubuh ............................................................................. 17
a. Pengertian ....................................................................... 21
b. Menurut Kusyati tujuan mengetahui suhu tubuh ............. 22

vii
c. Menurut Kusyati Pengeluaran panas .............................. 22
d. Cara Pengukuran ............................................................. 22
4. Kompres Air Hangat .............................................................. 24
a. Definisi ..................................................................... 22
b. Menurut Deden Pengelueran panas ......................... 22
c. Menurut Kusyati tujuan pemberian kompres air
hangat ...................................................................... 24
B. Kerangka Teori ............................................................................... 26
C. Kerangka Konsep .................................................................. 26
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subyek Aplikasi Riset ........................................................ 27
B. Tempat dan Waktu ............................................................... 27
C. Media dan Alat yang Digunakan.......................................... 27
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset................... 27
E. Alat Ukur Evaluasi ............................................................... 29
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ............................................................................ 30
B. Analisa Data ........................................................................ 34
C. Prioritas Diagnosa Keperawatan ......................................... 35
D. Rencana Keperawatan .......................................................... 36
E. Implementasi Keperawatan ................................................. 37
F. Evaluasi ................................................................................ 49
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .......................................................................... 41
B. Diagnosa Keperawatan......................................................... 44
C. Intervensi.............................................................................. 46
D. Implementasi ........................................................................ 50
E. Evaluasi ................................................................................ 55

viii
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................57
B. Saran.........................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................................... 25


Gambar 2.2 Kerangka Konsep ................................................................ 25
DAFTAR GAMBAR

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Pendelegasian


Lampiran 2 Lembar Log Book
Lampiran 3 Lembar Konsultasi
Lampiran 4 Surat Pernyataan
Lampiran 5 Usulan Judul
Lampiran 6 Asuhan Keperawatan
Lampiran 7 Jurnal Pemberian Kompres Hangat
Lampiran 8 Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR LAMPIRAN

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

World Health Organization (WHO) menunjukan bahwa pada tahun

2007 penyakit DHF merupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO,

2009). Terhitung sebanyak 158.912 (13,0%) kematian terjadi akibat penyakit

ini di seluruh dunia. Sangat sering terjadi DHF per tahun di Kamboja (satu

kejadian tiap 2 menit) 100.000 kematian (Soedarto, 2012).

Indonesia merupakan negara berkembang dimana prevelansi penyakit

Demam berdarah dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama DHF. Di

Indonesia pada tahun 2010, penyakit DHF merupakan penyebab kematian

pertama, dengan angka mortalitas 156.086 (0.87%). Di Indonesia, daerah

endemis demam berdarah dengue dan mengalami epidemi sekali 4-5 tahun

yang menyebabkan demam berdarah (Soedarto, 2012). Di Cianjur pada bulan

maret tahun 2014 sampai bulan Maret 2015, terdapat 543 pasien DHF

(Rekam Medis, 2015).

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue

adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan

melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua

orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak. Mekanisme

sebenarnya mengenai patofisiologi, dan biokimia DHF hingga kini belum

diketahui secara pasti. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat

1
2

penyakit yang membedakan DHF dari dengue klasik adalah meningkatkan

premabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, serta

terjadinya hipotensi, trombositopeni dan diastesis hemorhagik

(Nursalam, 2015).

Salah satu manifestasi klinis yang khas pada DHF adalah terjadinya

demam. Demam ini muncul pada musim peralihan, baik dari musim kemarau

ke penghujan maupun sebaliknya. Demam pada DHF harus segera ditangani

(hipertermi). Menurunkan atau tepatnya mengendalikan dan mengontrol

demam dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan

cara kompres hangat (Maryunani, 2010).

Kompres air hangat adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan

suhu tubuh bila anak demam. Manfaat kompres air hangat, menurunkan panas

38,80C menjadi 37,50C, untuk memperlebar pembuluh darah (vasodilator),

oksigen untuk sel, membantu meningkatkan suplai darah ke area-area tubuh.

Tindakan kompres hangat merupakan salah satu tindakan mandiri dari

perawat, tetapi sering diabaikan bahkan sering dibebankan pada keluarga

pasien (Djuwariyah dkk, 2012).

DHF dapat menyerang semua lapisan umur, salah satunya adalah anak

Anak yang menderita DHF perlu dilakukan pemeriksaan dan perawatan tepat,

sehingga rumah sakit merupakan salah satu pilihan yang efektif dalam

menangani kasus DHF. Namun, di sisi lain, momok rumah sakit pada anak

masih dianggap sebagai suatu hal yang dapat menimbulkan kekhawatiran

dalam diri anak. Hospitalisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor perubahan


lingkungan yang berbeda dengan lingkungan rumah, kehilangan kendali atas

tubuhnya, ancaman dari penyakit serta adanya persepsi yang tidak

menyenangkan tentang rumah sakit seperti pengalaman dirawat sebelumnya

maupun pengalaman orang lain (Hidayat, 2005 dalam Aizah dan Wati, 2014).

Kekawatiran anak sering muncul kehilangan kontrol yang disebabkan

oleh pembatasan fisik, ketergantungan yang harus anak patuhi, karena anak

memandang semua pengalaman dari sudut pandang anak sendiri. Salah satu

khayalan khas untuk menjelaskan alasan sakit, karena akan terjadi

kekawatiran pada anak karena harus menyesuikan dengan tempat di rumah

sakit (Hockenberry dan Wilson, 2009).

Secara tidak langsung muncul beberapa stressor yang menyebabkan

anak merasa cemas akibat berpisah dengan orang tuanya, yang akan

menimbulkan perasaan kehilangan. Hal tersebut diungkapakan dengan

berbagai protes berupa menendang, berteriak, melempar benda-benda

disekitarnya dan memukul. Perasaan takut dan traumapun timbul akibat rasa

nyeri pada bagian tubuhnya (Aurum, 2014).

Prinsip untuk mencegah terjadinya trauma pada anak dalam

hospitalisasi yaitu mencegah dampak perpisahan dari keluarga, karena dapat

mengakibatkan gangguan psikologi seperti (kecemasan, ketakutan, kurangnya

kasih sayang), meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol

perawatan pada anak, mencegah atau mengurangi injuri dan nyeri, tidak

melakukan kekerasaan pada anak, modifikasi lingkungan fisik yang

bernuansa akan dapat meningkatkan


kecerian (merasa aman dan nyaman bagi lingkungan anak, sehingga anak

dapat berkembang dengan baik) ( Hidayah, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djuwariyah dkk (2012)

menunjukkan bahwa kompres air hangat efektif untuk menurunkan suhu

tubuh pada anak dengan DHF. Hasil observasi yang dilakukan pada pasien di

RSDM menunjukkan bahwa pasien DHF mengalami kenaikan suhu tubuh di

atas rentang normal atau 37,50C. Selain itu, penatalaksanaan yang dilakukan

untuk mengatasi demam di rumah sakit hanya mengandalkan antipiretik

sesuai dengan advis dokter. Oleh karena itu, peran perawat dalam

memberikan teknik non farmakologi sangat penting dalam mengatasi masalah

demam pada pasien DHF. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas

penulis tertarik untuk mengaplikasikan terapi kompres air hangat dalam

menurunkan suhu tubuh pada anak dengan DHF (Dengue Haemorrhagic

Fever).

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Mengaplikasikan tindakan kompres air hangat terhadap penurunan suhu

tubuh pada asuhan keperawatan An. M dengan dengue haemorrhagic

fever.

2. Tujuan khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An.M

dengan Denge Haemorrhagic Fever (DHF) .


b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An.M

dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) pada An.M.

b. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada An.M dengan

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).

c. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada An.M

dengan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).

d. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An.M

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF).

e. Penulis mampu menganalisa hasil aplikasi tindakan kompres air

hangat dalam menurunkan suhu tubuh pada An.M dengan Dengue

Haemorrhagic Fever (DHF).

C. Manfaat Penulisan Perawat

Manfaat penulisan ini dimaksudkan memberikan kontribusi laporan

kasus bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah

khususnya dalam bidang atau profesi keperawatan :

1. Bagi keluarga pasien

Aplikasi ini diharapkan dapat memberikan referensi baru bagi pelayanan

asuhan keperawatan di rumah sakit untuk mengelola pasien dengan DHF

(Dengue Haemorrhagic Fever).


2. Bagi Puskesmas

Penulisan ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan di

jadikan intervensi mandiri bagi perawat dalam kompres air hangat dalam

menurunkan Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) pada An.M.

3. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Hasil penulis dapat digunakan sebagai referensi dan sumber bacaan

mengenai pneumonia pada anak usia prasekolah dan sebagai acuan untuk

penelitian berikutnya.

4. Bagi penulis

Penulis mampu menulis secara langsung ilmu yang diperoleh selama

pendidikan dan melaksanakan pendidikan secara langsung mengenai

Pengaruh kompres hangat dalam menurunkan Dengue Haemorrhagic

Fever (DHF) pada An.M.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Dengue Haemorrhagic Fever(DHF)

a. Definisi

Demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi dari

biasannya atau suhu di atas normal. Umumnya terjadi ketika

seseorang mengalami ganguan kesehatan. Suhu badan normal

biasanya berkisar 360-370C. Jadi seseorang dikatakan demam

setelah suhu badan mencapai 37,50C atau lebih (Widjaja, 2005).

Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam

tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Suriadi, 2010).

b. Klasifikasi

Klasifikasi pada demam berdarah dengue menurut Rita (2010) yaitu :

1) Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau

perdarahan spontan, uji turniket positif,

trombosiopenia dan hemokonsentrasi.

2) Derajat II : Derajat 1 disertai perubahan spontan

dikulit dan atau perdarahan lain.

3) Derajat III : kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan

lemah hipotensi, kulit dingin lembab, gelisah.


7
8

4) Derajat IV : renjatan berat, denyut nadi dan

tekanan darah tidak dapat diukur.

c. Etiologi

Beberapa hal yang menimbulkan gangguan DHF tersebut diantaranya

1) Demam tinggi selama 5 7 hari.

2) Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit.

3) Epistaksis, Hematemesis, melena, abdomen, diare,


konstipasi.

4) Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati.

5) Sakit kepala.

6) Pembengkakan sekitar mata.

d. Tanda dan Gejala

Gejala klinis pada pasien demam dengue haemorrhagic fever

menurut Soedarto (2012) yaitu :

1) Nyeri perut yang berat dan berlangsung terus menerus.

2) Terjadi perdarahan dari hidung, mulut dan gusi.

3) Sering muntah dengan atau tanpa darah

4) Tinja berwarna hitam, seperti aspal cair atau petis.

5) Penderita merasa sangat haus dan mulut terasa kering.

6) Kulit terasa dingin dan tampak pucat

7) Penderita mengalami sukar tidur, sulit beristirahat, dan selalu

gelisah.
e. Patofisiologi

Virus dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan

nyamuk aedes aegypti dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi

dan terbentuknya kompleks virus antibody, dalam sirkulasi akan

mengaktivitaskan sistem komplement. Akibat aktivitas C3 akan C5

akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk

melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor

meningginya premeabilitas dinding pembuluh darah dan

menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu (Suriadi, 2010) .

Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan

menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, V11, 1X, X dan

fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat,

terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF

(Suriadi, 2010).

Yang mentukan beratnya penyakit adalah meningginya

permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,

terjadinya hipotensi, trobositopenia dan diatesis hemoragik. Renjatan

terjadi seacara akut (Suriadi, 2010) .

Nilai hematokrit meningkat bersaman dengan hilangnya

plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan

hilangnya plasma klien mengalami hypovolemik. Apabila tidak

diatasi biasa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan

kematian (Suriadi, 2010) .


f. Fase Perjalanan Penyakit Demam Berdarah

Terdapat tiga fase perjalanan penyakit demam berdarah yang akan

dijelaskan sebagai berikut :

1) Fase Demam

Fase demam berlangsung 2 7 hari suhu tubuh saat demam

berkisar 390C samapai 400C, kemudian pada fase akut biasanya

disertai dengan warna kemerahan pada wajah, eritema pada

kulit, rasa nyeri pada seluruh tubuh dan sakit kepala, adapun

beberapa pasien juga mengeluh kesulitan menelan, nyeri faring,

dan nyeri konjungtiva, selain itu gejala yang dirasakan oleh

pasien yaitu: sering mengeluh tidak nafsu makan, mual, muntah,

untuk fase demam diperlukan pengobatan untuk menghilangkan

gejala yang timbul, karena selama fase awal demam sulit

dibedakan antara demam dengue dengan DHF perbedaannya

yaitu, pada pasien dengan demam dengue setelah terbebas dari

demam 24 jam tanpa penurun panas makan pasien akan

memasuki fase penyembuhan, sedangkan pada DHF setelah fase

demam selesai maka akan memasuki fase kritis. (Setawati,

2011)

2) Fase kritis

Suhu tubuh pada fase kritis menurun sekitar 37,50C sampai

380C atau justru berada dibawahnya, umumnya terjadi pada hari

ketiga sampai kelima demam, kemudian pada fase kritis terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran


plasma,karena fase kritis berlangsung antara 24 jam sampai 48

jam, apabila tidak terjadi kebocoran plasma maka kondisi pasien

memburuk, namun jika terjadi kebocoran plasma yang

berkepanjangan dan keterlambatan penanganan dapat

menyebabkan pasien mengalami syok. (Setiawati, 2011)

Pasien harus dirawat dirumah sakit pada saat fase kritis

karena memerlukan pengawasan khusus yang lebih intensif

yaitu, pengawasaan kusus seperti : tingkat kesadaran, tanda-

tanda vital, intake dan output cairan, nyeri abdomen, terjadi

akumulasi cairan pada rongga tubuh, adanya peleburan hati 2

cm, dan perdarahan yang timbul, kemudian ada fase ini dapat

terjadi efusi pleura dan asites, selain itu pemeriksaan darah

dilakukan secara berkala meliputi hematokrit, trombosit,

hemoglobin, dan leukosit, adapun pemeriksaan rontgen dan

pemeriksaan Ultra Sonografi (USG) yang dapat dilakukan pada

fase kritis. (Setiawati, 2011)

3) Fase Penyembuhan

Pasien yang telah melewati fase kritis, terjadi proses

penyerapan kembali cairanyang berlebih pada rongga tubuh

dalam waktu 2 samapai 3 hari dan secara terhadap kondisi

pasien secara keseluruhan akan membaik. (Setiawati, 2011)

Fase penyembuhan berlangsung antara 2-7 hari, umumnya

penderita demam berdarah yang telah berhasil melewati fase

kritis akan sembuh tanpa komplikasi dalam waktu kurang lebih


24 8 jam setelah syok, kemudian fase penyembuhan ditandai

dengan kondisi umum penderita yang mulai membaik, nafsu

makan yang mulai meningkat, dan tanda-tanda vital yang stabil,

selain itu pada fase ini pemberian cairan infuse biasanya mulai

dihentikan, kemudian diganti dengan pemberian nutrisi secara

oral (Anggraeni, 2010).

g. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nursalam (2005) Pemeriksaan diagnostik yang dapat

dilakukan untuk menegakkan diagnosa medis yaitu :

1) Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan darah

b) Hb dan PCV meningkat (>20%)

c) Trambositopenia (< 100.000/ml)

d) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis).

e) Ig.D. dengue positif.

f) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan:

hipoproteinemia, hipokloremia, hiponatremia.

g) Urium dan pH darah mungkin meningkat.

h) Asidosis metabolik: pCO2<35-40 mmHg dan HCO3 rendah

i) SGOT/SGPT mungkin meningkat.

j) Pemeriksaan rumple leed menurut Cahaya (2011) .

(1) Bendung lengan atas dengan sfigmomanometer sampai

tekanan 100 mmHg.


(2) Jika tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg, bendung

lengan atas pada pertengahan tekanan sistolik dan

diastolik.

(3) Pertahankan tekanan sampai sistolik dan diastolik.

(4) Jika percobaan dilakukan dilakukan masa perdarahan

cara, lama bendungan 5 menit.

(5) Lepaskan ikatan bendungan, tunggu sampai tanda-tanda

stasis darah tidak ada lagi.

(6) Hitung banyaknya petachiae yang timbul dalam

lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari

fossa kubiti.

(a) Cara penilaian rumple leed

(1) Hasil negatif bila dalam lingkaran beragris

tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fosa

kubiti terdapat < 20 petechiae

(2) Hasil positif bila dalam lingkaran bergaris

tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa

kubiti terdapat lebih dari 20 petechiae

(3) Jika pada waktu melakukan masa perdarhan

dengan telah terjadi petechie, maka hasil

percobaan pembendungan Rumple leed

dinyatakn positif juga.


h. Komplikasi

Menurut Soedarto (2012) komplikasi klinik pada pasien dengue

haemorrhagic fever yaitu :

1) Resiko persisten bakteremia

2) Resiko ke arah keseriusan penyakit

3) Kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis.

4) Kejang-kejang kadang-kadang terlihat pada waktu fase demam

pada bayi .

5) Mengalami hipotermia.

6) Flebitis akibat pencemaran bakteri gram negatif.

2. Asuhan keperawatan pada anak DHF

Menurut Yura (2012), proses keperawatan adalah tindakan yang

berurutan yang dilakukan secara sistemik untuk menentukan masalah

klien dengan membuat perencanan untuk mengatasinya,

melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap

masalah yang diatasinya tersebut.

a. Pengkajian

Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari

tahapan proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus

memperhatikan data dasar dari pasien, untuk informasi yang

diharapakan dari pasien.

Menurut Nursalam dkk, (2005), fokus pengkajian pada pasien

DHF :
1) Identitas klien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak

dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,

pendidikan,nama orang tua, pendidikan orang tua, dan

pekerjaan orang tua.

2) Keluhan utama.

Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien demam untuk

datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.

3) Riwayat penyakit sekarang.

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai

mengigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunya

panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin

lemah, kadang-kadang disertai dengan batuk pilek, nyeritelan,

mual, muntah anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala,

nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola

mata terasa pegal, serta adanya manifestai perdarahan pada

kulit, gusi (grade III, IV), hematemesis.

4) Riwayat penyakit yang pernah diderita .

Penyakit apa saja yang pernah diderita pada dhf, anak bisa

mengalami seranganulangan DHF dengan tipe virus yang lain.

5) Riwayat imunisasi.

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka

kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihidarkan.


6) Riwayat gizi.

Status gizi anak yang menderita DHf dapat bervariasi. Semua

anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko,

apabila terdapat faktor predisposisinya.

7) Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan

perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan

tingkatan (grade), keadaan fisik anak adalah sebagai berikut :

a) Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan

umum lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah.

b) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan

umum lemah, ada perdarahan spontan petekia,

perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah,

kecil, dan tidak teratur.

c) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan

umum lemah, nadi lemah, kecil, dan tidak

teratur, serta tensi menurun.

d) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital:

nadi tidak teraba, tensi tidak teratur, pernapasan

tidak teratur, ekstermitas dingin, berkeringat,

dan kulit tampak biru.

8) Sistem integumen.

a) Adanya turgor kulit menurun, dan muncul keringat

dingin, dan lembab.


b) Kuku sianosis/tidak.

c) Kepala dan leher.

Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena

demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami

perdarahan (epistaksis) pada grade II,III,IV. Pada mulut

didapatkan bahwa mukosa mulut kering,terjadi pendarahan

gusi, dan nyeri tekan.

d) Dada

Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak.

e) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran

hati (hepatomegali) dan asites.

f) Ekstermitas, akral dingin, serta terjadi nyeri otot,

sendi, serta tulang.

k) Pemeriksaan rumple leed menurut Cahaya (2011) .

9) Pemeriksaan laboratorium.

a) Hb dan PCV meningkat

b) Trambositopenia

c) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)

d) Urium dan pH darah mungkin meningkat

e) Asidosis metabobik

f) SGOT atau SGPT mungkin meningkat

g) Pemeriksaan Rumple leed


b. Diagnosa keperawatan

Masalah yang dapat ditemukan pada pasien DHF antara lain :

1) Peningkatan suhu tubuh

2) Nyeri

3) Potensial terjadi perdarahan intra abdominal

4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

5) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit

6) Gangguan aktivitas sehari-hari

7) Potensial untuk terjadinya reaksi transfuse

c. Perencanaan

1) Peningkatan suhu tubuh

a) Kaji suhu timbulnya demam.

b) Observasi tanda-tanda vital: suhu, nadi, tensi,

dan pernapasan.

c) Memberikan penjelasaan mengenai penyebab demam.

d) Memberikan kompres air hangat.

e) Memberikan obat-obatan sesuai dengan perintah

dokter melalui intravena.

2) Gangguan rasa nyaman nyeri

a) Mengkaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala nyeri

(0- 10)

b) Berikan posisi yang yang nyaman dan usahan situasi

yang tenang.
c) Memberikan suasana yang gembira pada klien.

d) Memberikan obat-obatan analgetik (kolaborasi

dengan dokter).

3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

a) Monitor kesadaaran umum klien.

b) Observasi tanda-tanda vital

c) Apabila terjadi tanda-tand syok hipovolemik,

baringkan pasien telentang tanpa bantal.

d) Pasang infus dan beri terapi cairan intravena.

4) Kurangnya pengetahuan keluarga tentang proses penyakit.

a) Memberikan kesempatan kepada keluarga klien untuk

bertanya tentang hal-hal yang ingin diketahui sehubungan

dengan penyakit.

b) Menjelaskan sesma prosedur yang akan dilakukan.

c) Menjelaskan tentang proses penyakit.

5) Potensial terjadinya perdarahan lebih lanjut sehubungan dengan

trombositopenia :

a) Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai dengan tanda

klinis.

b) Monitor jumlah trombosit setiap hari.

c) Berikan penjelasan mengenai pengaruh trombositopenia pada

pasien.

d) Anjurkan pasien untuk banyak istirahat.


6) Gangguan aktivitas sehari-hari

a) Bantulah pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya

sehari-hari seperti : mandi, makan, dan eliminasi sesuai

dengan tingkat keterbatasan pasien.

b) Berikan penjelasan mengenai hal-hal yang dapat membantu

dan meningkatkan kekuatan fisik pasien.

c) Siapkan bel dekat pasien.

7) Potensial untuk terjadinya reaksi tranfusi

a) Pesan darah/komponen darah sesuai dengan instruksi medis.

b) Cek ulang formulir permintaan darah sebelum dikirim.

c) Sebelum pemberian trasfusi yakinkan bahwa pada daerah

tusukan infuse tidak tampak tanda-tanda phlebitis dan aliran

infus lancar.

d) Gunakan blood set untuk pemberian tranfusi.

e) Berikan cairan normal saline (NaCl) sebelum pemberian

transfusi.

f) Jangan tunda pemberian transfusi lebih dari 30 menit setelah

darah diterima dari bank darah.

g) Cek ulang/yakinkan bahwa darah yang akan diberikan sesuai

dengan kebutuhan pasien (perhatikan jenis darah, golongan

darah, jumlah darah, dan masa kadaluwarsa). Perhatikan dan

cocokan kode yang tertulis pada kantung darah dengan label

darah yang ada.


h) Minta perawat lain untuk bersama-sama mengecek ulang,

jangan mengecek seorang diri.

i) Jelaskan tentang tanda-tanda atau reaksi yang mungkin muncul

selama pemberian transfusi.

j) Anjurkan pasien/keluarga untuk segera melaporkan jika ada

tanda-tanda atau reaksi transfusi.

3. Suhu Tubuh.

a. Pengertian

Pemeriksaan suhu adalah salah satu pemeriksaan yang

digunakan untuk menilai kondisi metabolisme dalam tubuh, dimana

tubuh menghasilkan panas secara kimiawi melalui metabolisme

darah. Suhu dalam tubuh perlu dijaga keseimbangannya, yaitu

diproduksi. Proses pengaturan suhu terletak pada hypothalamus

dalam sistem saraf pusat. Bagian hypohotalamus belakang mengatur

upaya penyimpanan panas (Kusyati, 2006).

Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Suhu

tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back)

yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Titik

tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37 0C.

Upaya- upaya yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh

yaitu
mengenakan pakaian tipis, banyak minum, banyak istirahat, beri

kompres (Djuwariyah dkk, 2012).

b. Menurut Kusyati (2006) tujuan mengetahui suhu tubuh.

a) Menilai kondisi metabolisme dalam tubuh.

b) Memberikan rasa nyaman terhadap pasien.

c) Menurunkan suhu tubuh.

d) Mencegah peradangan meluas.

c. Menurut Kusyati (2006) pembuangan atau pengeluaran panas dapat

terjadi melalui beberapa proses diantaranya.

1) Radiasi yaitu proses panas melalui gelombang electromagnet.

2) Konveksi yaitu proses penyebaran panas karena pergeseran

antara daerah yang kepadatanya tidak sama seperti dari tubuh

pada udara dingin yang bergerak tau pada air.

3) Evavorasi yaitu proses perubahan cairan menjadi uap.

4) Konduksi yaitu proses pemindahan panas pada objek lain

dengan langsung tanpa gerakan yang jelas,seperti bersentuhan

dengan permukaan yang dingin dan lain-lain.

d. Cara pengukuran.

Menurut Kusyati (2006) teknik pengukuran suhu dapat

dilakukan melalui oral, rectal dan aksila yang digunakan untuk

menilai keseimbangan suhu tubuh serta membantu menentukan.

1) Thermometer

a) Tiga buah botol


b) Botol pertama berisi larutan sabun.

c) Botol ke dua berisi larutan desinfektan.

d) Botol ke tiga berisi air bersih.

e) Bengkok

f) Kertas atau tisu.

2) Pemeriksaan suhu secara oral :

a) Menjelaskan prosedur pada pasien

b) Mengatur posisi pasien dengan posisi sim atau miring.

c) Pakaian di turunkan di bawah glutea.

d) Menentukan thermometer, standarkan pada nilai nol.

e) Letakakan telapak tangan pada sisi glatea pasien dan

masukkan thermometer ke dalam rectal. Menjaga agar tidak

terubah tempatnya dan ukur suhu tubuh.

f) Setelah 3-5 menit angkat thermometer.

3) Pemeriksaan suhu secara rektal.

a) Menjelaskan prosedur pada pasien.

b) Mengatur posisi pasien.

c) Tentukan letak bawah lidah.

d) Tentukan suhu thermometer di bawah 34-350C

e) Letakkan thermometer dibawah lidah sejajar dengan guzi.

f) Menganjurkan mulut dikatupkan selama 3-5 menit.

g) Membacakan hasilnya.

h) Membersihkan thermometer dengan kertas tisu.


4. Kompres Air Hangat

a. Definisi

Kompres air hangat yaitu salah satu metode fisik untuk

menurunkan suhu tubuh bila anak demam (Djuwariyah dkk, 2012).

Kompres air hangat adalah sepotong balutan kasa yang dilembabkan

dengan air hangat yang telah diprogramkan. Panas dari kompres

panas dapat menguap dengan cepat. Untuk mempertahankan suhu

yang konstan. Timbul dapat mentoleransi suhu dalam rentang yang

luas. Suhu normal permukaan kulit adalah 340C, tetapi reseptor suhu

biasanya dapat cepat beradaptasi dengan suhu lokal antara 450

sampai 150C (Potter & Perry, 2006).

b. Menurut Kusyati (2006) tujuan pemberian kompres air hangat.

1) Memperlancar sirkulasi darah.

2) Mengurangi rasa sakit.

3) Memberi rasa hangat, nyaman, dan tenang pada klien.

4) Merangsang peristatik.

5) Mencegah peradangan meluas.

6) Mengurangi perdarahan setempat.

c. Hubungan kompres hangat dalam menurunkan suhu tubuh

Hasil penelitian Djuwariyah, Sodikin, Yulistiani (2012),

menyebutkan bahwa kompres air hangat lebih efektif untuk

menurunkan suhu tubuh pada anak dengan demam. Hal ini

dikarenakan kompres air hangat mempunyai fungsi untuk


memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi), oksigen untuk sel,

membantu meningkatkan suplai darah ke area-area tubuh, sehingga

dapat menurunkan suhu tubuh.

B. Kerangka Teori

Demam adalah Mengakibatkan


suatu kondisi reaksi infeksi
oleh virus,
saat suhu badan , bakteri, jamur.

Kejang

Melakukan tindakan Hipertermi


kompres air hangat.

Gamabar 2.1 Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep

Kompres air hangat. Suhu tubuh pasien


demam.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET

A. Subjek Aplikasi Riset

Subjek aplikasi riset adalah An.M dengan DHF.

B. Tempat dan Waktu

Aplikasi riset dilaksanakan di Kp. Cikaret RT 02 RW 01 Desa Sukamaju

Kecamatan Cianjur kabupaten Cianjur pada tanggal 21 dan 22 April 2016.

C. Media dan Alat yang Digunakan

1. Kompres air hangat.

2. Alat pengukur suhu atau thermometer.

3. Waslap dan handuk yang bersih.

4. Baskom yang berisi air hangat.

D. Prosedur Tindakan

Menurut Purwanti dan Ambarwati (2008) prosedur yang dilakukan

yaitu pemeriksaan tekanan darah terlebih dahulu, suhu tubuh, kemudian

diberikan tindakan kompres air hangat dengan langkah sebagai berikut :

1. Fase orientasi

a. Memberikan salam

b. Memperkenalkan diri
26
27

c. Kontrak waktu

d. Menjelaskan tujuan tindakan dan langkah prosedur

e. Menyiapkan alat.

2. Fase Kerja

a. Mencuci tangan.

b. Mengecek terlebih dahulu air hangat dengan menggunakan jari

tangan (hangat suam suam kuku).

c. Membantu klien pada posisi yang nyaman, terlentang, posisi duduk,

atau tergantung kondisi klien.

d. Mengukur suhu tubuh sebelum diberikan kompres hangat

e. Kompres air hangat dilakukan sebelum pemberian antipiretik.

Kompres air hangat dilakukan sebanyak 3 kali.

f. Mengukur pengukuran suhu tubuh kembali setelah diberikan

kompres hangat

g. Merapikan pasien

h. Merapikan alat

i. Mencuci tangan

3. Fase Terminasi

a. Melakukan evaluasi tindakan

b. Melakukan kontrak waktu untuk rencana tindak lanjut

c. Berpamitan
E. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam aplikasi riset adalah thermometer.


BAB IV

LAPORAN

KASUS

Dalam BAB ini penulis akan melaporkan Asuhan Keperawatan yang

dilakukan pada An. M dengan DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) di Kp. Cikaret

RT 02 RW 01 Desa Sukamaju Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur selama 2

hari, mulai tanggal 21-22 April 2016. Asuhan Keperawatan ini meliputi

pengkajian data, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi dan evaluasi keperawatan.. Pengkajian yang dilakukan pada pasien

menggunakan metode pengkajian autoanamnesa dan alloanamnesa.

A. Pengkajian

1. Identitas pasien

Dari pengkajian tersebut terdapat hasil identitas pasien bernama

An.M berusia 4 tahun dengan diagnose DHF(Dengue Haemorrhagic

Fever), beralamat di Kp. Cikaret RT 02 RW 01 Desa Sukamaju

Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur dan beragama Islam. Kepala

Keluarga Tn.A sekaligus ayah pasien An.M dengan alamat Kp. Cikaret

RT 02 RW 01 Desa Sukamaju Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur

pekerjaan sebagai wiraswasta.

2. Keluhan utama

Ibu klien mengetakan anaknya masih demam, suhu tubuh


38,60C.

3. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit dahulu pasien sebelumnya pernah dirawat

dirumah sakit, kemudian An.M juga tidak mempunyai riwayat alergi obat

29
30

maupun makanan, Ny.Y juga mengatakan An.M sudah mendapatkan

imunisai dasar lengkap.

4. Riwayat sosial

Pengkajian menurut riwayat sosial dari struktur keluarga memiliki

komposisi keluarga dengan tinggal satu rumah bersama ayah, ibu, dan

anak. Lingkungan rumah dan komunitas yaitu penghuni rumah ada 3

orang, mempunyai 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi, suasana lingkungan

aman dan terpelihara. Pendidikan dan pekerjaan dalam keluarga ayah

(Tn.A) yang bekerja sebagai wiraswasta, pendidikan Tn.A lulusan SMA

dan ibu (Ny.Y) yang lulusan SLTA bekerja sebagai wiraswasta dan ibu

rumah tangga. Tradisi budaya dan agama masih menggunakan budaya/

etnis yang dilakukan di lingkungan rumahnya yaitu budaya jawa dan

agama islam. Bahasa yang digunakan dalam keluarga adalah bahasa

Sunda dan Indonesia. Fungsi keluarga dalam interaksi dan keluarga

lancar, saling memperhatikan satu sama lain antara anggota keluarga

rukun, tidak ada permusuhan dan saling mengasihi. Pembuatan

keputusan dalam keluarga diserahkan kepada ayah (Tn.A) dalam

pengambilan keputusan terkadang diskusikan dengan istri (Ny.Y).

5. Riwayat Penyakit

Keluarga mengatakan 3 hari sebelum masuk Rumah sakit

mengalami demam. Kemudian klien dibawa ke Rumah Sakit dan di

Rawat Selama lima hari.


6. Pemeriksaan Fisik

Pengkajian fisik didapatkan pada An.M keadaan umum baik dengan

tingkat kesadaran penuh (Composmentis). Pemeriksaan tanda-tanda vital

meliputi suhu 38,6C, nadi 98 kali per menit, pernafasan 22x kali per

menit. Bentuk kepala mesochepal, fontanel anterior lunak, sutura

sagitalis tepat, gambaran wajah simetris, tidak terdapat molding, dan

tidak ada kelainan pada kepala. Pada pemeriksaan mata didapatkan hasil

simestris kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,

ada reflek (+) terhadap cahaya . Pada pemeriksaan hidung simetris antara

kanan dan kiri, tidak terdapat polip, tidak ada pernafasan nafas cuping

hidung, bersih tidak ada sekret. Pada pemeriksaan telinga simetris kanan

dan kiri,daun telinga dan lubang telinga ada kanan dan kiri, tidak terdapat

serumen. Pada pemeriksaan mulut bersih, simetris antara kanan dan

kiri,membrane mukosa lembab, tidak ada stomatitis. Pada pemeriksaan

leher didapatkan kulit sawo matang, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,

tidak ada kaku kuduk.

Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil saat dilakukan

pemeriksaan inspeksi bentuk dada simetris kanan dan kiri, tidak

menggunakan otot bantu pernafasan, saat dilakukan palpasi vocal

fremitus kanan dan kiri sama. Pada saat dilakukan perkusi suara sonor,

saat dilakukan auskultasi tidak ada suara tambahan, suara nafas

vesikuler. Pada
pemeriksaan jantung saat inspeksi didapatkan ictus cordis tidak tampak,

saat dilakukan palpasi didapatkan ictus cordis teraba pada intercosta ke

V. saat dilakukan perkusi didapatkan bunyi pekak, saat dilakukan

auskultasi bunyi jantung satu terdengar lup, bunyi jantung dua terdengar

dup dan tidak ada suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen saat di

inspeksi didapatkan bentuk datar, tidak ada luka, saat dilakukan

auskultasi didapatkan bising usus 25x/menit, saat di perkusi tympani,

saat dilakukan palpasi tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan.

Pada pemeriksaan genetalia didapatkan hasil bersih, tidak ada

udema, tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan anus didapatkan hasil tidak

ada kelainan pada anus. Pada pemeriksaan ekstremitas bergerak terbatas

karena terpasang infus, terbatas pada ekstremitas bawah bagian kanan

bergerak bebas.

7. Hasil Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan penunjang laboratorium yang dilakukan pada tanggal

16 April 2016 yaitu Hemoglobin 11,5 g/dl (nilai normal 11,5-13,5),

Hematokrit 39% (nilai normal 34-40), Leukosit 8,9 ribu/ul (nilai normal

5,5-17,0), Trombosit 150 ribu/ul (nilai normal 150-450), Eritrosit 4,16

juta/ul (nilai normal 3,90-5,30), MCV 69,8 /um (nilai normal 80,0-96,0),

MCH 27,5 pg (nilai normal 22-34), MCHC 35,2 g/dl (nilai normal 32-

36), RDW 13,2 fL (nilai normal 181-521), HDW 5,0% (nilai normal 2,2-

2,3), MPV 8,7% (nilai normal 7,2-11,1), PDW 47 (nilai normal 25-65),

Eosinofil 10,3% (0,00-4,00), Basofil 0,80% (nilai normal 0,00-1,00),


Netrofil 27,20% (nilai normal 29-00-72,00), Limfosit 7-40% (nilai normal

60,00-66,00), Glukosa Darah Sewaktu 81 mg/dl (nilai normal 50-80),

Bilirubin total 0,92 mg/dl (nilai normal 0,00-1,00), Bilirubin direx 0,91

mg/dl (0,00-1,00).

8. Jenis terapi

Pada tanggal 16-17 April 2016 jenis terapi obat yang diberikan

pada An.M adalah jam 12 masuk injeksi asam traneksamat

200mg/12jam, golongan obat yang mempengaruhi darah, untuk

mengurangi perdarahan abnormal dan gejala penyakit hemoragik. Obat

Paracetamol 100mg/12jam diberikan saat pasien panas tinggi, golongan

antipiretik, fungsi meringankan rasa sakit pada sakit kepala dan sakit

gigi, serta menurunkan demam.

B. Analisa Data

Dari hasil pengkajian pada hari Kamis tanggal 21 April 2016 jam 16.00

WIB didapatkan data subjektif Ny.Y mengatakan An.M mengatakan demam,

data objektif suhu 38,60C pernafasan 22 kali per menit, Nadi 98 kali per

menit. Berdasarkan analisa data diatas maka dapat dirumuskan diagnosa

keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (Virus). Proses

penyakit yang masuk kedalam tubuh yaitu virus dengue (arbovirus) yang

masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti.


Dari hasil pengkajian pada hari Jumat tanggal 22 April 2016 Pukul

17.00 WIB ditemukan data subjektif Ny.Y mengatakan setelah dirawat

dirumah sakit An.M menjadi rewel dan merasa takut jika melihat perawat

atau dokter takut, data objektif klien terlihat diam dan ketakutan, menagis

saat diajak komunikasi, kontak mata kurang. Penulis dapat menegakkan

diagnosa keperawatan Ansietas (cemas) berhubungan dengan proses

hospitalisasi.

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan rumusan masalah keperawatan di atas dapat

memprioritaskan diagnosa utama yaitu adalah Hipertermi berhubungan denga

proses penyakit (Virus) Proses penyakit yang masuk kedalam tubuh yaitu

virus dengue (arbovirus) yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk

aedes aegypti, diagnosa keperawatan kedua Ansietas (Cemas) berhubungan

dengan proses hospitalisasi, keadaan dimana pasien untuk beradaptasi dengan

lingkungan baru yaitu rumah sakit, sehingga faktor tersebut menjadi faktor

stresor bagi anak.

D. Rencana Keperawatan

Pada diagnosa pertama yaitu hari Kamis tanggal 21 April 2016 penulis

membuat tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 2x24 jam terjadi penurunan suhu tubuh atau tidak terjadi penurunan

suhu tubuh normal 36,5 37,50 C, akral teraba hangat, keadaan umum pasien
membaik, Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut intervensi

keperawatan yang ditegakkan oleh penulis yaitu observasi tanda-tanda vital

dirasionalisasikan untuk memantau suhu, nadi, pernafasan, akral pasein,

kompres air hangat dan keadaan umum pasien membuat nyaman.

Pada diagnosa yang kedua tanggal 22 Maret 2016 penulis membuat

tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24

jam diharapkan kecemasan klin berkurang dengan kriteria hasil : keadaan

umum klien membaik, mempertahankan penampilan dan peran yang baik,

mengatakan tidak ada gangguan persepsi sensori, manifestasi kecemasaan

secara fisik, manifestasi perilaku akibat kecemasaan tidak ada. Intervensi

diagnosa keperawatan yang kedua yaitu observasi keadaan umum, melakukan

pendekatan (BHSP), kaji hal-hal yang disukai pasien, libatkan keluarga untuk

mendampingi pasien selama aplikasi, mendongengkan pasien untuk

mengilangkan rasa takut, dirasionalisasikan untuk memberikan motivasi pada

klien.

E. Implementasi Keperawatan.

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada hari Kamis tanggal 21

April 2016 pada diagnosa pertama jam 16.00 mengobservasi tanda-tanda vital

dengan respon subjektif ibu klien mengatakan mau anaknya di periksa tanda-

tanda vitalnya respon objektif suhu 38,6 C, nadi 98 kali per menit,

pernafasan

22 kali per menit, akral teraba hangat. Pada diagnosa keperawatan yang
pertama pada jam 12.00 ibunya telah memberikan obat sirop anti phiretik,

respon objektif klien tampak mau. Pada diagnosa keperawatan yang pertama pada

jam 16.00 memberikan kompres air hangat subjektif ibu klien mengatakan

anaknya bersedia untuk dikompres air hangat, respon objektif klien tampak

kooperatif melakukan intraksi dengan ibunya.

Pada diagnosa kedua tanggal 22 April 2016, 17.00 mengobservasi

keadaan umum klien dengan respon subjektif ibu klien mengatakan anaknya

masih demam respon objektif akral teraba hangat suhu 38,0 C, nadi 98 kali

per menit, pernafasan 22 kali per menit, pada diagnosa keperawatan yang

kedua pada jam 17.00 menjalin hubungan saling percaya (BHSP), respon

obyektif klien kurang kontak mata saat diajak ngobrol dengan ibunya ataupun

penulis. Pada diagnosa keperawatan yang kedua jam 17.00 mengkaji hal-hal

yang disukai klien subjektif ibu klien mengatakan anaknya suka mainan

klereng, respon objektif klien masih kelihatan takut dengan ibumnya. Pada

diagnosa keperawatan yang kedua jam 17.00 mengkaji tingkat kecemasaan

klien dengan respon subjektif klien tampak mau mengikuti instruksi dari

ibunya, respon klien tampak kooperatif dan anak tampak nyaman. Pada

diagnosa keperawatan yang kedua pada jam 17.00 menganjurkan ibu klien

untuk mendongengkan anaknya untuk menghilangkan rasa takutnya dengan

respon subjektif ibu klien


bersedia untuk mendongengkan anaknya, respon objektif klien tampak

koperatif.

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 22

Maret 2016 pada diagnosa pertama jam 17.00 mengobservasi tanda-tanda

vital dengan respon subjektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya

diperiksa, respon objektif suhu 37,6C, nadi 98 kali per menit, pernafasan 22

kali per menit, pada diagnosa keperawatan yang kedua pada jam 17.00

mengkaji tingkat kecemasaan klien dengan respon subjektif anak M

mengatakan sudah tidak merasa takut dengan lingkungan rumahnya , respon

objektif klien tampak kooperatif, anak tampak nyaman. Pada diagnosa

keperawatan yang pertama pada jam 12.00 ibu kloien memberikan obat sirup

anti phiretik dengan respon subjektif klien tampak bersedia, respon objektif

obat diminum, klien tampak nyaman. Pada diagnosa keperawatan yang

pertama pada jam 17.00 mengobservasi tanda-tanda vital anak dengan respon

subjektif ibu klien bersedia anaknya diperiksa, respon objektif suhu 37,0C,

nadi 98 kali per menit. Pada diagnosa keperawatan yang kedua Jam 16.00

memberikan pendidikan pada ibu untuk melakukan kompres air hangat di

rumah dengan respon subjektif ibu mengatakan mengerti dengan apa yang

disampaikan, respon objektifnya ibu anak tampak kooperatif.


F. Evaluasi keperawatan.

Evaluasi keperawatan dengan menggunakan metode SOAP pada hari

Kamis tanggal 21 April 2016 pada diagnosa pertama jam 16.00 hasil evaluasi

sebagai berikut, untuk subjektif ibu klien mengatakan demam, objektif suhu

38,60C , pernafasan 22 kali per menit, nadi 98 kali per menit. Analisa masalah

keperawatan belum teratasi, perencanaan keperawatan dilanjutkan yaitu kaji

keadaan umum klien, monitor ttv, memberikan obat asam traneksamat injeksi

200mg/12jam dan kompres air hangat. Pada diagnosa keperawatan yang

kedua jam 17.00 hasil evaluasi sebagai berikut, untuk subjektif ibu klien

mengatakan anaknya tidak suka dengan lingkungan rumahnya ataupun

dengan ibunya, obyektif tingkat kecemasan sedang, masalah belum teratasi,

lanjutkan intervensi, kaji tingkat kecemasan, berikan bimbingan tentang cara

mendongengkan, pertahankan intervensi, pantau tanda dan gejala kecemasan.

Pada hari Jumat tanggal 22 April 2016 hasil evaluasi diagnosa yang

kedua Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi pada Jam 16.00

evaluasi untuk diagnosa yang pertama, ibu pasien mengatakan anaknya sudah

tidak panas, obyektif akral teraba hangat suhu :37,50 C, nadi 98x/menit, rr :

22x/menit, masalah teratasi, lanjutkan intervensi anjurkan ibu untuk kompres

air hangat bila anak demam. Pada diagnosa keperawatan yang kedua hasil

evaluasi jam 17.00 sebagai berikut, subyektif ibu pasien mengatakan anak

menjadi rewel setelah dirawat, obyektif klien rewel, masalah teratasi,

lanjutkan intervensi anjurkan kepada keluarga untuk mendongengkan anak

jika rewel.
BAB V

PEMBAHASA

Dalam bab ini penulis akan membahas tentang aplikasi tindakan pemberian

kompres air hangat untuk menurunkan demam pada klien pada asuhan

keperawatan An. M dengan Demam yang dilakukan penulis di RT 02 RW 01 Desa

Sukamaju Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur pada tanggal 21-22 April 2016.

A. Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian pada kasus diperoleh dengan cara

alloanamnesa dan autoanamnesa. Dalam pengkajian perawat terhadap An. M

didapatkan data bahwa pasien demam, Berdasarkan hasil dari pengkajian An.

M dengan demam telah sesuai dengan teori yang ditemukan oleh penulis.

Demam adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya,

dan merupakan gejala dari suatu penyakit (Maryunani, 2010).

Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami ganguan kesehatan.

Suhu badan normal biasanya berkisar 360-370C. Jadi seseorang dikatakan

demam setelah suhu badan mencapai 37,50C atau lebih (Widjaja, 2005). Dari

hasil observasi anak M didapatkan hasil pemeriksaan suhu 38,60C dan anak

M dikatakan demam.

Menurut Soedarto (2012) gejala klinis pada pasien dengue

haemorrhagic fever yaitu : Nyeri perut yang berat dan berlangsung terus

menerus, terjadi perdarahan dari hidung, mulut dan gusi, sering muntah

dengan atau tanpa darah, tinja berwarna hitam, seperti aspal cair atau petis,

penderita merasa
39
40

sangat haus dan mulut terasa kering, kulit terasa dingin dan tampak pucat,

penderita mengalami sukar tidur, sulit beristirahat, dan selalu gelisah. Pada

pasien anak M merasa sangat haus, klien juga tampak pucat, klien juga

mengalami sukar tidur dan sulit beristirahat.

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hasil pemeriksaan inspeksi,

perut datar, umbilikus bersih, tidak ada jejas, auskultasi : suara peristaltik

usus 16 x/menit, perkusi: suara pekak pada quadran I (hati), suara tympani

pada quadran II (lambung), suara tympani pada quadran III (usus besar),

suara tympani pada quadran IV (usus buntu) suara tympani, palpasi : tidak

ada nyeri tekan. Hasil pemeriksaan abdomen yang didapat pada klien tidak

sesuai, ada kesenjangan karena pada pasien anak DHF tidak mengalami nyeri

tekan pada abdomen, pada teori DHf seharusnya mengalami nyeri tekan pada

abdomen (Sujono, 2013).

Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan

menurunnya faktor koagulasi (protrombin, faktor V, V11, 1X, X dan

fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama

perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Tanda dan gejala pada demam

mempunyai ciri-ciri fisik, seperti demam tinggi, mual muntah, tidak ada nafsu

makan, sakit kepala (Suriadi dan Rita, 2010). Pada pasien anak M muncul

tanda demam tinggi, tidak nafsu makan. hasil laboratorium Hemoglobin 11,5

g/dl (Nilai normal 11,5-13,5), leukosit 8,9 ribu/ul (Nilai normal 5,5-17,0),

trombosit 150 ribu/ul (Nilai normal 150-450), RDW yang menurun 13,2%

(Nilai normal 181-521) .


Dari hasil pengkajian pada An.M tersebut sesuai dengan teori, keluhan

yang bisa ditemukan pada pasien adalah DHF suatu penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh

melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Suriadi, 2010).

Pada An.M ditemukan tanda dan gejala ibu pasien mengatakan demam

tinggi, tidak ada nafsu makan, yang ditandai dengan tanda-tanda vital suhu:

38,60C, nadi : 98 kali permenit, pernafasaan 22 kali permenit, muncul peteki

dikaki, hemoglobin, leukosit, trombosit, rdw.

Hasil pengkajian lainnya yang didapat pada An.M menunjukan An.M

tidak memiliki riwayat DHF sebelumnya, dan tidak ada anggota keluarga

yang mengalami DHF. Kondisi lingkungan rumah pasien juga bersih. DHF

dapat muncul akibat lingkungan yang kotor, di lekukan kloset, di tempat-

tempat gelap lain yang ada di dalam rumah, di wadah berair yang terdapat di

dalam dan di luar rumah dan genangan air lainnya (Soedarto, 2012).

Hasil laboratorium An.M menunjukan terdapat penurunan nilai normal

pada RDW dan Trombsit yang hampir turun, hematokrit hampir naik 39%

nilai normal 34-40. Biasanya pada pasien dengan DHF akan terjadi

trombosipenia hal ini menyebabkan nilai trombosit dan RDW menurun.

Pada pasien anak M terjadi Nilai hematokrit meningkat bersaman

dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan

dengan hilangnya plasma klien mengalami hypovolemik. Apabila tidak

diatasi biasa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian

(Suriadi, 2010).
Red Cell Distribution Width (RDW) merupakan koefisien variasi dari

volume eritrosit. RDW yang tinggi dapat mengidikasikan ukuran eritrosit

yang heterogen, trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi

membantu dalam proses pembekuan darah dan menjaga integritas vaskuler.

Hematokrit merupakan ukuran yang mentukan banyak jumlah sel darah

merah dalam 100 ml darah yang dinyatakan dalam persen (Cahyo, 2010).

Hasil pemeriksaan fisik menunjukan tidak terdapat masalah pada

pasien, seluruhnya dalam batas normal, secara teori An.M berada pada DHF

grade II. Hasil pemeriksaan fisik pasien DHF grade II, menunjukan kesadaran

kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia,

perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur

(Nursalam dkk, 2005). Namun pada An.M hanya muncul tanda peteki. Pada

pasien DHF seharusnya dilakukan pemeriksaan Rumple Leed, tetapi pada

pasien An.M tidak dilakukan karena perawat tidak menemukan mansed di

rumah sakit.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respons

individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses

kehidupan yang aktual atau potensial yang merupakan dasar untuk memilihan

intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung

jawab perawat (Deden, 2012).

Pada teori ini didapat penulis, diagnosa keperawatan yang sering

muncul pada kasus DHF adalah hipertermia berhubungan dengan proses

penyakit,
ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi. Diagnosa pertama yang

diambil penulis adalah hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

(virus). Definisi hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas kisaran

normal (Herdman, 2012). Batasan karakteristik hipertermia konvulsi, kulit

kemerahan, peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kejang, takikardi,

takipnea, kulit terasa hangat. Data yang mendukung diagnosa hipertermia

didapatkan suhu tubuh diatas batas normal. Data subyektif anak M demam

selama 3 hari, data obyektif Suhu tubuh yaitu 38,6 0 C, pasien tampak lemah,

sehingga didapatkan masalah keperawatan hipertermia (peningkatan suhu

tubuh diatas batas normal).

Diagnosa keperawatan kedua yang diambil penulis adalah Ansietas

berhubungan dengan proses hospitalisasi. Ansietas adalah Perasaan tidak

nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber

sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu) hal ini

merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya

bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.

Berdasarkan batasan karakteristik ansietas berdasarkan NANDA 2012-2014

yaitu perilaku, afektif, fisiologis, simpatik, para simpatik, kognitif. Pada

diagnosa Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi muncul pada An.

M berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 21 April 2016 didapatkan klien

selama dirawat dirumah sakit menanggis terus dan tidak mau melihat perawat

ataupun dokternya. Pada diagnosa kedua penulis menuliskan diagnosa

Ansietas berhubungan dengan proses hospitalisasi (Herdman, 2012).


Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari

mesin yang digunakan dan bau yang khas, dapat menimbulkan kecemasan

dan ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua (Utami, 2014).

Hospitalisasi adalah suatu proses karena suatu alasan darurat atau

berencana mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi

dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah (Jovans, 2008).

Hospitalisai adalah bentuk stessor individu yang berlangsung selama individu

tersebut dirawat dirumah sakit (Utami, 2014).

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah kategori dan perilaku keperawatan

dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan

ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut.

Selama perencanaan, dibuat prioritas dengan kolaborasi dengan klien dan

keluarga, perawat dengan anggota tim kesehatan lainnya,

menelaah literature, memodifikasi asuhan, dan mencatat

informasi yang relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan

penatalaksanaan klinik (Potter & Perry, 2005). Penentuan tujuan rencana

tindakan seharusnya didasarkan pada prinsip SMART yaitu, S : Spesific atau

tidak menimbulkan ganda, M : Measurable atau dapat diukur, A :

Achieveble atau harus dapat dicapai, R : Reasonable/ Realistic atau harus

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, T : Time atau

kriteria batasan waktu (Deden, 2012).


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam diharapkan

suhu tubuh pasien normal dengan kriteria hasil : Suhu dalam rentang normal,

suhu tubuh dalam batas normal 36,00 C- 37,00 C. Intervensi: observasi

keadaan umum, monitor ttv, monitor hb pada pasien, memberikan kompres

air hangat saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh, anjurkan pada

klien untuk minum yang banyak tapi sering untuk mencegah dehidrasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam diharapakan

kecemasan berkurang dengan kriteria hasil: suhu tubuh dalambatas normal,

mempertahankan penampilan dan peran yang baik, mengatakan tidak ada

gangguan persepsi sensori, manifestasi perilaku akibat kecemasaan tidak ada

Pada pasien DHF harus di observasi tanda-tanda vital (TTV), Tanda-

tanda vital pada pasien DHF cenderung menuju perubahan pada suhu tubuh,

jika tidak ditangani akan berakibat vatal dan kematian.

Pengukuran suhu dilakukan untuk mengetahui tidak adanya pada fase

kritis, karena pada fase kritis terjadi peningkataan permeabilitas kapiler yang

menyebabkan kebocoran plasma dan untuk mengontrol kondisi kesehatan

penderita. Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis pada

diagnosa keperawatan yang pertama kasus An.M dengan tujuan dan kriteria

hasil yang sudah ditetapkan. Tujuan yang dibuat penulis diharapkan

hipertermia dengan kriteria hasil suhu dalam batas normal (36,5-37,5 C),

akral teraba hangat, keadaan umum membaik (Setiawati, 2011).

Salah satu intervensi yang disusun adalah pemberian infus D5%. Infus

D5% adalah Larutan garam fisiologis, berfungsi sebagai larutan elektrolit


untuk mengembalikan keseimbangan. Intervensi lain yang disusun yaitu

Kolaborasi pemberian obat Asam Traneksamat 200mg/12jam, merupakan

obat yang mempengaruhi darah (hemostatik) diberikan pada pasien untuk

mencegah perdarahan abnormal, perdarahan setelah ekstra gigi pada pasien

hemofil. Paracetamol merupkan analgesik, terdiri dari paracetamol

250 mg yang diberikan kepada pasien untuk menghilangkan nyeri dan

demam (ISO, 2013). Intervensi berikutnya yaitu kompres air hangat.

Kompres air hangat mempengaruhi suhu tubuh dengan cara memperlebar

pembuluh darah (vasodilator), oksigen untuk sel dan membuang sampah-

sampah tubuh, meningkatkan suplai darah ke area-area tubuh, mempercepat

penyembuhan dan dapat menyejukan. Selain itu pemberian kompres air

hangat akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang

belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus

dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang berkeringat dan

vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat

vasomotor pada medulla oblongata pada tangkai otak, dibawah pengaruh

hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya

vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan atau kehilangan energy atau panas

melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan

suhu tubuh sehingga mencapai keadaan

normal kembali (Arifanto, 2007 dalam Djuwariyah, 2012).

Kompres air hangat adalah salah satu metode untuk menurunkan suhu

tubuh bila anak demam (Tamsuri, 2007, dalam Djuwariyah, 2012) untuk

menurunkan pada pasien demam sesuai dengan teori.


Untuk Intervensi pada diagnosa keperawatan yang kedua yang akan

dilakukan penulis, dengan tujuan dan kriteria hasil yang akan dicapai penulis

yaitu mempertahankan penampilan dan peran yang baik, keadaan umum

membaik.

Intervensi yang akan dilakukan penulis observasi keadaan umum anak,

melakukan pendekatan pada klien (BHSP) karena untuk pendeketan pada

anak M agar anak M tidak merasa ketakutan pada perawat mengajak ngobrol

dan mendongengakan pasien, rencankan program terapi dongeng atau

bercerita, libatkan keluarga untuk mendampingi pasien. Terapi bercerita

sebagai distraksi pada anak untuk mengalihkan perhatian dan membuat anak

lebih nyaman di Rumah sakit. Pada pasien anak M mengalami ketakutan jika

melihat perawat ataupun dokter yang lainnya, karena anak butuh beradaptasi

dengan rumah sakit.

Pengaruh untuk pemberian terapi bercerita untuk menurunkan

kecemasan pada pasien disebabkan oleh suara berkaitan dengan proses

implus suara yang bertansmisikan kedalam tubuh. Suara yang diterima oleh

telinga kemudian dikirim ke sistem saraf pusat kemudian ditransmisikan ke

seluruh tubuh (Mayrani dan Hartati, 2013). Pada pasien anak M untuk

membuat anak M tidak menjadi faktor stresor bagi anak.

D. Implementasi keperawatan

Pada pasien anak M merasa ketakutan dengan perawat atau pun dokter

dan hospitalisasi saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini

terjadi
karena anak berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan baru yaitu rumah

sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stresor bagi anak baik

terhadap anak maupun orang tua dan keluarga yang dapat menimbulkan

kecemasaan (Wong, 2009).

Pada pasien anak M pelayanan perawatan terapeutik dalam tatanan

pelayanan kesehatan anak melalui penggunaan tindakan yang mengurangi

distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun orang tua

(Supartini, 2004).

Implementasi dilakukan pada pasien anak M dilakukan selama 2 hari

untuk masalah keperawatan implementasi yang dilakukan melakukan tanda-

tanda vital, terutama suhu pada pasien DHF. Pengukuran hari pertama suhu

tubuh 38,60C, pada hari kedua mengalami penurunan 38,00C. karena setelah

dilakukan tindakan kompres air hangat.

Penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan diagnosa

keperawatan yang muncul pada klien sesuai dengan tujuan, kriteria hasil dan

rencana yang ditetapkan.

Pada pasien anak M masuk dalam fase kritis berlangsung 3 5 hari

suhu tubuh saat demam berkisar 380C sampai 400C. kemudian pada fase kritis

terjadi peningkatan permeabilitis kapiler yang menyebabkan kebocoran

plasma (Setiawati, 2011). pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan setiap 3

jam sekali atau lebih sering lagi (Nursalam dkk, 2008).

Pada hari pertama tanggal 21 April 2016, penulis melakukan tindakan

keperawatan pada masalah hipertermia, mengobservasi tanda-tanda vital


hasilnya suhu 38,6C, nadi 98 kali per menit, respiratory rate 22 kali per

menit, akral teraba hangat, pasien tampak gelisah.

Mengobservasi keadaan umum klien, suhu klien. Menjalin hubungan

saling percaya (BHSP) dengan pasien karena untuk pasien anak itu sangat

penting untuk membiasakan anak M agar tidak takut dengan perawat ataupun

dokter. Setelah dilakukan pemberian kompres air hangat klien tampak lebih

nyaman, manfaat kompres air hangat untuk pasien menurunkan panas, setelah

diberikan kompres air hangat pasien terlihat senang dan pasien tidak rewel.

Hal itu sesuai dengan teori Glaser (2000) dalam Wibowo (2011),

bahwa perawat memberikan informed consent pada tindakan yang akan

dilakukan, selain itu seorang perawat juga harus membina hubungan saling

percaya dengan anak dan orang tua akan terapi yang akan diberikan. Senada

dengan teori Susilaningrum dkk (2013 : 23), bahwa peran perawat sangat

penting dalam meminimalkan kecemasan anak akibat hospitalisasi.

Selanjutnya penulis melakukan tindakan yaitu, mengkaji hal hal

yang disukai oleh pasien. Hasil dari respon objektif, yaitu pasien

menyukaimainan kelereng dengan teman-temannya (sepiderman, ultramen,

tom and jerry, spongebob, dll), kemudian untuk musik didapatkan hasil

bahwa pasien menyukai musik anak-anak seperti kring-kring ada sepeda,

balonku ada lima, dll.


Kecemasan pada anak yang dirawat di rumah sakit terkadang membuat

orang tua menjadi cemas untuk meninggalakan anaknya dan membuat orang

tua khawatir dengan efek dari tindakan medis yang akan dilakukan pada

anaknya, kemudian perawat memberikan informed consenst pada tindakan

yang akan dilakukan, selain itu juga seorang perawat juga harus membina

hubungan saling percaya dengan anak dan orang tua akan terapi yang akan

diberikan (Wibowo, 2011). Pada pasien anak M mengalami kecemasan

karena pasien takut dengan tindakan medis yang akan diberikan oleh rumah

sakit.

Pada pasien anak M untuk menurunkan suhu tubuh diberikan tindakan

selanjutnya yang dilakukan oleh penulis yaitu, merencanakan program

kompres air hangat yang akan diberikan. Waktu penerapan pemberian

kompres air hangat diberikan selama 2 hari dimana setiap harinya dilakukan

dengan frekuensi 3 kali dan setiap pemberian aplikasi selama 5 menit

(Partikya, 2007 dalam Djuwariyah dkk, 2012). Selama pemberian terapi

kompres air hangat penulis mengalami hambatan, karena pasien saat

dilakukan pemberian kompres air hangat pasien terlihat rewel.

Secara umum, enam puluh persen panas yang akan dilepas secara

radiasi, yaitu transfer dari permukaan kulit yang akan melalui permukaan luar

dengan gelombang electromagnet. Konveksi adalah pemindahan panas

melalui penggerakan udara yang menyelimuti permukaan kulit, sedangkan

konduksi adalah pemindahan panas antara dua objek secara langsung pada

suhu berbeda. Pada kompres air hangat ini merupakan pelepasan panas

melalui penguapan dari kulit (Djuwariyah dkk, 2012).


Susunan saraf sebagai pusat pengatur suhu tubuh yaitu daerah spesifik
IL-

1 preoptik dan hipotalamus anterior, mengandung dari sekelompok saraf

termosentif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, yang disebut juga

sebagai korpus kalosum lamina terminalis yaitu batas antar sirkulasi dan otak.

Saraf termosensitif terpengaruh daerah yang dialiri darah dan masukan dari

reseptor kulit dan otot. Saraf sensitive terhadap hangat terpengaruhi akan

meningkat dengan penghangatan, sedangkan saraf sensitive terhadap dingin

yang akan meningkat (Nursanti, 2009 dalam Djuwariyah dkk, 2012).

Dari hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan

thermostatic set point yang akan memberi syarat serabut saraf eferen,

terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas (vasokontriksi) dan

produksi panas (menggigil). Vasopresin (AVP) bereaksi dalam susunan saraf

pusat untuk mengurangi pyrogen induced fevers. Kembalinya suhu menjadi

normal diawali oleh vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan melalui

peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan serabut simpatis

(Djuwariyah dkk, 2012).

Mengobservasi keadaan umum klien untuk memantau keadaan klien

agar tidak terjadinya kejang pada klien secara tiba-tiba, teori ini sesuai

dengan Masulili (2011), bahwa untuk pasien dengan DHF itu harus dimonitor

setiap suatu saat.


Tindakan yang dilakukan pada An. M untuk hari kedua penulis

sesuaikan dengan rencana keperawatan yaitu memberikan tindakan

mengobservasi tanda-tanda vital dengan hasil suhu 38,0C, akral teraba

hangat, pasien tampak gelisah. Memberikan kompres air hangat kepada klien.

Mengkaji hal-hal yang disukai klien dengan hasil klien menyampaikan

dengan senang.

Tindakan yang dilakukan pada An. M untuk diagnosa kedua penulis

menganjurkan pada keluarga untuk melakukan menghilangkan perasaan takut

dengan cara mendengarkan dongeng. Setelah klien didongengkan ibunya

klien trlihat senang dan klien tidur dengan nyaman (Angraeni, 2010).

Melibatkan keluarga untuk mendampingi pasien selama aplikasi

memberikan edukasi keluarga untuk selalu menemani pasien sangat penting,

orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit,

terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan orang tua, hal tersebut akan

berdampak pada hubungan keluarga tercipta hubungan saling mempercayai

dan anak menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita,

tempat bertanya, dan mengeluarkan keluhan-keluhan saat anak mengalami

permasalahan. Semua itu dapat mengurangi efek negatif dari stress atau

cemas dalam sistem kekebalan tubuh (Wibowo, 2010).


E. Evaluasi

Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap

tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan

(Poter and Perry, 2005).

Hasil evaluasi yang pertama pada diagnosa pertama pada diagnosa

pertama diperoleh hasil sebagai berikut subyektif ibu pasien mengatakan

anaknya masih demam, obyektif akral teraba panas, suhu 38,6 oC , nadi 98

kali permenit, pernafasan 22 kali permenit. Analisa masalah belum teratasi.

Planning lanjutkan intervensi kaji keadaan umum pasien, observasi tanda-

tanda vital pasien, beri obat asam traneksamat, beri kompres hangat.

Evaluasi pada hari Jumat tanggal 22 April 2016 jam 17.00 WIB respon

subyektif ibu pasien mengatakan demam anaknya mulai menurun, obyektif

akral teraba hangat, suhu 37,5oC, nadi 98 kali permenit, pernafasan 22 kali

permenit. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning intervensi dilanjutkan

observasi tanda- tanda vital, memberikan kompres hangat.

Pada diagnosa kedua jam 16.00 WIB respon subyektif ibu pasien

mengatakan anaknya sudah mau berinteraksi tapi terkadang masih takut,

obyektif pasien tampak tenang. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning

intervensi dilanjutkan observasi tingkat kecemasan


Berdasarkan hasil evaluasi analisa pemberian kompres air hangat dalam

waktu 2 hari pengelola komperes air hangat dapat menurunkan suhu tubuh.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Djuwariyah dkk (2012)

yang menyebutkan bahwa, kompres air hangat efektif untuk menurunkan

suhu tubuh.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa,

perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Asuhan Keperawatan An. M

dengan DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) di Kp Cikaret RT 02 RW 01

Desa Sukamaju Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur metode

mengaplikasikan hasil metode pemberian kompres air hangat pada pasien

DHF maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Pengkajian

Keluhan utama yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian

kelurarga pasien mengatakan anak M dengan DHF (Dengue

Haemorrhagic Fever) mengalami keluhan demam selama 3 hari suhu

38,60C. diagnosa kedua keluarga mengatakan selama dirawat dirumah

sakit pasien menjadi rewel karena tidak suka melihat perawat ataupun

dokter yang memeriksanya, pasien juga tidak bisa tidur dengan nyenyak

karena lingkungan rumah sakit yang ramai.

2. Diagnosa

Hasil perumusan masalah sesuai dengan pengkajian keperawatan

pada An. M ditegakakan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan

hirarki
55
56

kebutuhan dasar menurut maslow yaitu prioritas diagnosa muncul pada

An. M dengan DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) yaitu hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit (Virus) dan Ansietas berhubungan

dengan proses hospitalisasi.

3. Intervensi

Diagnosa keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses

penyakit. pada An. M dengan DHF memantau tanda-tanda vital , ajarkan

terapi kompres air hangat pasien, menganjurkan klien untuk minum yang

banyak untuk mencegah dehidrasi, berkolaborasi pemberian obat asam

traneksamat.

Diagnosa keperawatan ansitas berhubungan dengan proses

hospitalisai. Mengobservasi keadaan umum pasien, kaji tingkat

kecemasan pada pasien anak M tingkat kecemasannya < dari 20 artinya

kecemasan ringan, terapi mendongengkan atau bercerita.

4. Implementasi

Dalam asuhan keperawatan An. M dengan DHF meliputi

memberikan kompres air hangat, memberikan obat anti phiretik,

memantau tanda-tanda vital, mengajarkan untuk tidak merasas takut di

rumah. Pemberian kompres air hangat untuk menurunkan Dhf 3 kali

dalam sehari dalam 2 hari kelolaan.


5. Evaluasi

Hasil evaluasi masalah keperawatan masalah hipertermia belum

teratasi dintadai dengan klien masih panas, masih terlihat gelisah. Maka

dari itu intervensi yang perlu dilanjutkan adalah memantau tanda-tanda

vital, suhu 37,50C, memberikan tindakan kompres air hangat.

Masalah keperawtan kedua ansietas (cemas) berhubungan dengan

peroses hospitalisasi. Kaji tingkat kecemasan klien, Pada pasien anak M

tingkat kecemasannya < dari 20 artinya kecemasan ringan, terapi

mendongengkan atau bercerita. Untuk masalah hasil yang maksimal

intervensi keperawatan dipertahankan anjurkan kepada klien untuk

mendongengkan klien secara mandiri yang dilakukan oleh orang tua

klien.

6. Analisa Hasil

Analisa hasil implementasi aplikasi jurnal penelitian yang telah

dilakukan oleh Djuwariyah, Sodikin, Mustiah Yulistiani (2012) dengan

judul Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Air

Hangat Pada Pasien Dengue Haeoragic Fever. Pemberian terapi non

farmakologi teknik kompres air hangat dapat menurunkan pada pasien

dengan DHF.
B. SARAN

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan

DHF, penulis akan memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya

dibidang kesehatan antara lain:

1. Bagi Puskesmas

Diharapkan Puskesmas dapat memberikan pelayanan kesehatan dan

mempertahankan kerjasama baik antar tim kesehatan maupun dengan

pasien sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat mendukung

kesembuhan pasien.

2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan ketrampilan yang

baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam memberikan

asuhan keperawatan keluarga, perawat dan tim kesehatan lain mampu

membantu dalam kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya.

3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan bisa lebih meningkatkan pelayanan pendidikan yang lebih

berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat yang

terampil, inovatif, dan professional yang mampu memberikan asuhan

keperawatan.
4. Bagi Penulis

Diharapkan bisa memberikan tindakan pengelolaan selanjutnya pada

pasien dengan DHF dalam pemberian terapi non farmakologi

mengajarkan teknik pemberian kompres air hangat untuk menurunkan

demam.
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan D. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja.


Yogyakarta: Goysing Publising.
Djuwariyah, dkk. 2012. Efektivitas penurunan suhu tubuh menggunakan kompres
air hangat dan kompres plaster pada anak demam. Jakarta: EGC.
Herdman, T. H. 2012. Nursing diagnoses: definitions and Classification. Jakarta:
EGC.
ISO. 2012. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta: PT ISFI.
Kris Cahyo, 2010. Pemeriksaan fisik. http://www. Itd. Unair. ac Kris Cahyo,
2010. Pemeriksaan fisik. Www. Itd. Unair. ac. id. Diakses pada tanggal
18 Mei 2015.
Kusyati, 2006. Tujuan pemberian kompres air hangat. http://www. ac. id. Diakses
pada tanggal 18 Mei 2015.
Nursalam, dkk. 2015. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: EGC.
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: Mosby
EGC.
Soedarto. 2012. Buku ajar demam berdarah dengue haemorhagic fever. Jakarta :
EGC
Suriadi dan R. Yuliani. 2010. Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : CV.
Widjaja S & Putri M. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Teori dan contoh askep.
Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai