Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal Paliatif

Dosen Pengampu : Suryani, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :
1. Dhita Sukma Angraeni (2002009)
2. Diaz Nur Aini (2002054)
3. Diyana Putri (2002013)
4. Eliya Desi Nursanti (2002014)
5. Eva Selvia (2002016)
6. Laila Dwi Rahmawati (2002024)
7. Sarah Tri Setyaningrum (2002074)
8. Siti Halimatus Sa’diyah (2002038)
9. Sofia Nur Azizah (2002075)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

TAHUN 2022/2023

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani maupun rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien Dengan Hipertensi”.

Dalam proses penyusunan tak lepas dari bantuan arahan dan masukan dari berbagai
pihak, untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan yang penulis peroleh.
Meski demikian, penulis menyadari masih banyak sekali kesalahan dan kekurangan didalam
penyusunan makalah ini. Sehingga penulis meminta saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak.

Purwodadi, 08 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................iv

A. Latar Belakang.....................................................................................................................iv

B. Rumusan Masalah................................................................................................................iv

C. Tujuan...................................................................................................................................v

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................1

A. Definisi.................................................................................................................................1

B. Anatomi Fisiologi.................................................................................................................2

C. Etiologi.................................................................................................................................3

D. Patofisiologi..........................................................................................................................7

E. Manifestasi Klinis.................................................................................................................8

F. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................................9

G. Penatalaksanaan....................................................................................................................9

BAB III KONSEP RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian…………………………………………………………………………………10
B. Masalah Keperawatan……………………………………………………………………..12
C. Penanganan Secara Paliatif Pada Pasien Hipertensi…………………………………........12
D. Rencana Asuhan Keperawatan…………………………………………………………….13

BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................14

A. Kesimpulan.........................................................................................................................14

B. Saran...................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit system kardiovaskuler yang banyak
dijumpai dimasyarakat. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten,
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Saat
ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi. Angka prevalensi
hipertensi di Indonesia berdasarkan riskesdas (riset kesehatan dasar) 2007 mencapai 30%
dari populasi.
Penyebab kematian di Indonesia pada tahun 2016 berdasarkan data IHME
(Institute for Health and Evaluation) didapatkan total kematian sebesar 1,5 juta dengan
penyebab kematian terbanyak adalah penyakit kardiovaskuler 36,9%, kanker 9,7%,
penyakit DM dan endokrin 9,3% dan tuberkulosa 5,9%. Institute for Health Metrics and
Evaluation (IHME) juga menyebutkan bahwa dari total 1,7 juta kematian di Indonesia
didapatkan factor risiko yang menyebabkan kematian adalah tekanan darah (hipertensi)
sebesar 23,7% (Sartika et al.,2020;Andri et al.,2018;Exchange, 2018).
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6)%, umur 45-54 tahun
(45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi berdasarkan riwayat
minum obat sebesar 8,8% didapatkan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak
minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukan bahwa sebagian
besar penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi sehingga tidak
mendapatkan pengobatan (Andri et al.,2021;Kemenkes RI, 2018).
B. Rumusan Masalah
Dalam asuhan keperawatan penulis memaparkan masalah mengenai :
1. Konsep Dasar Teori Penyakit Hipertensi
2. Asuhan Keperawatan Paliatif Penyakit Hipertensi
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar teori dan asuhan
keperawatan paliatif penyakit Hipertensi

iv
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Teori Penyakit Hipertensi
b. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Paliatif Penyakit Hipertensi

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu
lama). Hipertensi umumnya berkembang dengan lambat, pada kebanyakan kasus dimulai
dengan tekanan darah normal yang berkembang menjadi prahipertensi lalu akhirnya menuju
hipertensi tahap satu.(Suiraoka 2012).
Hipertensi dikenal sebagai the silent kiler karena sering tanpa keluhan, sehingga
penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah
terjadinya komplikasi. Kerusakan organ target akibat komplikasi hipertensi akan tergantung
kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati (Kemenkes, 2019).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderita rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis,
sosial, atau spiritual (WHO, 2016).
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam
mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah dan menghilangkan
penderita. Perawatan paliatif mencakup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi
pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative
Care, 2013).

1
B. Etiologi
Penyebab hipertensi pada lanjut usia dikarenakan terjadinya perubahan perubahan pada:
elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, sehingga
kontraksi dan volumenya pun ikut menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah karena
kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigen, meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer (Brunner& Suddarth, 2000).

Meskipun hipertensi primer belum diketahui pasti penyebabnya, namun beberapa data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan hipertensi, yaitu :

1. Faktor Keturunan
Jika seseorang memiliki orang-tua atau saudara yang memiliki tekanan darah
tinggi, maka kemungkinan ia menderita tekanan darah tinggi lebih besar. Statistik
menunjukkan bahwa masalah tekanan darah tinggi lebih tinggi pada kembar identik
daripada yang kembar tidak identik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen
yang diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi. Faktor genetik tampaknya bersifat
mulifaktorial akibat defek pada beberapa gen yang berperan pada pengaturan tekanan
darah.
2. Ciri Perseorangan Usia
Penelitian menunjukkan bahwa seraya usia seseorang bertambah, tekanan darah
pun akan meningkat. Anda tidak dapat mengharapkan bahwa tekanan darah anda saat
muda akan sama ketika anda bertambah tua. Namun anda dapat mengendalikan agar
jangan melewati batas atas yang normal. Jenis kelamin; laki – laki lebih mudah terkena
hipertensi dari pada perempuan. Ras; ras kulit hitam lebih banyak terkena hipertensi
daripada ras kulit putih.
3. Kebiasaan Hidup
Konsumsi garam tinggi (lebih dari 30 gram); garam dapat meningkatkan tekanan
darah dengan cepat pada beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes, penderita
hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan mereka yang berkulit hitam. Makan
berlebihan (kegemukan); orang yang memiliki berat badan di atas 30 persen berat badan
ideal, memiliki kemungkinan lebih besar menderita tekanan darah tinggi. Kandungan

2
lemak yang berlebih dalam darah Anda, dapat menyebabkan timbunan kolesterol pada
dinding pembuluh darah.

Hal ini dapat membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan darah akan
meningkat.

a) Stres
Stres dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu tekanan darah tinggi.
b) Merokok
Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah menjadi tinggi. Kebiasan merokok
dapat meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung dan stroke. Karena itu,
kebiasaan merokok yang terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi,
merupakan kombinasi yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakitpenyakit
yang berkaitan dengan jantung dan darah.
c) Alkohol
Konsumsi alkohol secara berlebihan juga menyebabkan tekanan darah tinggi.
d) Minum obat – obatan (aphidrine, prednison, epinefrin).

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah: lesi pada arteri renalis, displasia
fibrovaskular, kerusakan ginjal/kelainan ginjal, kelainan endokrin, kerusakan saraf, sleep-
apnea, drug - induced atau drug-related hypertension, penyakit ginjal kronik, aldosteronisme
primer, penyakit renovaskular, terapi steroid jangka lama dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, dan penyakit thyroid atauatau parathyroid (Brunner &
Suddarth, 2000).

C. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Jantung
Jantung merupakan organ muskular berongga, bentuknya menyerupai piramid atau
jantung pisang yang merupakan pusat sirkulasi darah keseluruh tubuh, terletak dalam
rongga toraks pada bagian mediastinum. Ujung jantung mengarah ke bawah, ke depan
bagian kiri. Basis jantung mengarah ke atas, ke belakang, dan sedikit ke arah kanan.
Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah dan
pembuluh balik paru (Muttaqin, 2009).

3
Gambar 1 Anatomi jantung
(Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012)

Jantung adalah sebuah rongga, berbentuk kerucut, organ otot berongga berukuran
kira-kira sebesar kepalan tangan. Berkontraksi sekitar 2,5 miliar kali dan memompa
sekitar 50 juta galon darah dalam waktu hidup rata-rata. Bagian bawah, yang disebut
bagian atas apex (puncak), miring kedepan dan kebawah kearah sisi kiri tubuh dan
menempel pada diafragma. Bagian atas jantung, disebut base (basis/dasar),
berada/terletak di bawah tulang rusuk kedua. Karena posisi jantung miring, sekitar 2/3
dari organ berada di sebelah kiri garis tengah, dan 1/3 ke kanan (Nursalam, 2013).
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk
oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel
kanan dan kiri. Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-
kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih
besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam
masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter
darah (Fauziah 2015).
Struktur dan Fungsi Jantung(Muttaqin, 2009).
1) Vena Cava
Berfungsi sebagai reservoir dan jalan darah menuju atrium kanan.
2) Atrium Kanan
Atrium kanan memiliki lapisan dinding yang tipis berfungsi sebagai tempat
penyimpanan darah dan mengalirkan darah dari vena-vena sirkulasi sistematis ke

4
dalam ventrikel kanan dan kemudian ke paru-paru.
3) Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan berfungsi untuk menghasilkan kontraksi bertekanan darah, yang
cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteri polmunalis.
4) Atrium Kiri
Atrium kiri berfungsi untuk menerima darah yang sudah di oksigenasi dari paru-paru
melalui vena polmunalis.
5) Vetrikel Kiri
Ventrikel kiri berfungsi untuk memompa darah yang mengandung oksigen ke
sirkulasi sistemis.
6) Katup Atrioventrikuler
Katup atrioventrikuler terletak pada atrium dan ventrikel. Katup yang terletak antara
atrium kanan dan ventrikel kanan ini mempunyai 3 buah katup yang disebut katup
trikuspidalis. Sedangkan katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai dua buah daun katup yang disebut katup mitral. Katup atrioventrikuler
memungkinkan darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada fase
diastolik ventrikel (dilatasi) dan mencegah aliran balik pada fase sistolik ventrikel
(kontraksi).
7) Katup Semilunar
Katup semilunar berfungsi mencegah aliran balik selama ventrikel melakukan
relaksasi (diastolik).
8) Vena Pulmonar
Vena pulmonar berfungsi mengalirkan yang mengandung oksigen ke atrium kiri.
9) Aorta
Aorta berfungsi mengalirkan darah yang mengandung oksigen ke sirkulasi sistemis.
2. Fisiologi Jantung
Jantung terdiri dari tiga tipe otot utama yaitu otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot
khusus pengantar rangsangan, sebagai pencetus rangsangan. Tipe otot atrium dan
ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka dengan kontraksi
otot yang lebih lama. Sedangkan serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan
berkontraksi dengan lemah sekali, sebab serat-serat ini hanya mengandung sedikit serat

5
kontraktif. Serat ini menghambat irama dan berbagai kecepatan konduksi, sehingga serat
ini bekerja sebagai suatu sistem pencetus rangsangan bagi jantung (Syaifuddin, 2011).
1) Sifat ritmisitas/otomatis: otot jantung secara potensial dapat berkontraksi tanpa
adanya rangsangan dari luar. Jantung dapat membentuk rangsangan (impuls) sendiri.
Pada keadaan fisiologis sel-sel miokardium memiliki daya kontraktilitas yang tinggi.
2) Mengikuti hokum gagal atau tuntas: bila impuls yang dilepas mencapai ambang
rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi maksimal, sebab
susunan otot jantung sensitif sehingga impuls jantung segera dapat mendapat semua
bagian jantung. Jantung selalu berkontraksi dengan kekuatan yang sama. Kekuatan
kontraksi dapat berubah-ubah bergantung pada faktor tertentu. Misalnya serat otot
jantung, suhu, dan hormon tertentu.
3) Tidak dapat berkontraksi tetanik: Refraktor absolut pada otot jantung berlangsung
sampai sepertiga masa relaksasi jantung merupakan upaya tubuh untuk melindungi
diri.
4) Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot: bila seberkas otot rangka di
regang kemudian dirangsang secara maksimal, otot tersebut akan berkontraksi dengan
kekuatan tertentu. Serat otot jantung akan bertambah panjang bila volume
diastoliknya bertambah. Bila peningkatan diastolic melampaui batas tertentu
kekuatan kontraksi akan menurun kembali.

Jantung adalah organ yang berfungsi memommpa darah untuk memenuhi kebutuhan
suplai oksigen bagi seluruh jaringan. Darah akan mengalir melalui vena cava superior
dan inferior darah dari sistem vena sistemik masuk ke dalam atrium kanan. Setelah itu,
di pompa keventrikel kanan melalui katup trikuspidal. Selanjutnya, ventrikel kanan akan
memompa darah ke dalam arteri pulmonal melalui katup pulmonal. Setelah mencapai
kapiler alveoli, darah yang telah berikatan dengan oksigen akan dialirkan ke dalam vena
pulmonalis dan masuk ke atrium kiri. Selanjutnya, darah dipompakan ke ventrikel kiri
melalui katup mitral. Darah yang terkumpul diventrikel kiri kemudian akan dipompakan
ke seluruh tubuh melalui katup aorta dan sistem vaskular sistemik. Dalam rangka
memenuhi fungsi tersebut, maka jantung mempunyai struktur yang spesifik baik secara
mikroskopis, makroskopis atau anatomis. (Udjianti, 2013).

6
D. Patofisiologi
Dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth (2000)
menjelaskan patofisiologi hipertensi terdapat pada, mekanisme yang mengatur atau
mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasonator. Pada
medula otak, dari pusat vasomotor inilah bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna, medula spinalis ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meski tidak diketahui dengan
jelas mengapa bisa terjadi hal tersebut.

Pada saat yang bersamaan, sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang. Hal ini mengakibatkan
tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya
untuk memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal dan memicu pelepasan renin. Pelepasan renin inilah yang
merangsang pembentukan angiotensin I yang akan diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat yang nantinya akan merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
sehingga terjadi peningkatan volume intra vaskular. Semua faktor ini dapat mencetus
terjadinya hipertensi.

Pada keadaan gerontologis dengan perubahan struktural dan fungsional sistem


pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah usia lanjut.
Perubahan itu antara lain aterosklerosis hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah. Akibatnya akan mengurangi kemampuan
aorta dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung

7
(volume secukupnya) dan curah jantung pun ikut menurun, sedangkan tahanan perifer
meningkat (Darmojo & Hadimartono, 1999).

E. Manifestasi Klinis
Pada hipertensi tanda dan gejala dibedakan menjadi :

1. Tidak bergejala
Maksudnya tidak ada gejala spesifik yang dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain pementuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Jika kelainan tidak di
ukur maka hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa.
2. Gejala yang lazim
Gejala yang lazim menyertai hioertensi adalah nyeri kepala, kelelahan, namun hal ini
menjadi gejala yang terlazim pula pada kebanyakan pasien yang mencari pertolongan
medis. Menurut Rokhlaeni (2001).
Manifestasi klinis pada pasien hipertensi diantaranya : mengeluh sakit kepala, pusing,
lemas, kelelahan, gelisah, mual dan muntah, epistaksis, kesadaran menurun. Gejala lainnya
yang sering ditemukan : marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sobel (1999) sebagai berikut :
1. Pemeriksaan laboratorium
Hb/Ht untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan faktor resiko seperti : hipokoagulabitas, anemia. BUN/Kreatinin
memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal. Glukosa : hiperglikemi (DM adalah
pencetus hipertensi )dapat di akibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin. Urinalisa :
darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
2. CT Scan
Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. EKG
Dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas peninggian gelombang P adalah salah
satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4. IU

8
Mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti ; batu ginjal, perbaikan ginjal.
5. Poto dada
Menunjukkan distruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung

G. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi antihipertensi adalah mempertahankan tekanan sistolik dalam batas
normal. Mempertahankan tekanan darah sistolik dan diastolik kurang dari 140/90 mmHg
berhubungan dengan menurunnya komplikasi penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan
hipertensi yang disertai diabetes dan penyakit ginjal, target tekanan darahnya adalah 130/80
mmHg. Penatalaksanaan medis menurut Sobel (1999), yaitu:

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Adopsis gaya hidup sehat oleh semua individu penting dalam pencegahan
meningkatnya tekanan darah seperti mengurangi berat badan berlebih, mengurangi atau
bahkan berhenti mengkonsumsi alkohol, mengurangi intake garam pada makanan, dan
melakukan olahraga yang ringan.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian
atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu: mempunyai efektivitas yang tinggi, mempunyai
toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal, memungkinkan penggunaan obat
secara oral, tidak menimbulkan intoleransi, harga obat relatif murah sehingga terjangkau
oleh klien, dan memungkinkan penggunaan jangka panjang. Saat ini, pemberian terapi
farmakologis menunjukkan penurunan morbiditas dan mortalitas pada lansia penderita
hipertensi. Berdasarkan penelitian terbaru pada obat- obat antihipertensi yang tersedia
sekarang ini angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE inhibitor), angiotensin-
receptor blocker (ARBs), calcium channel blocker, diuretik tipe Tiazid, beta-blocker,
semua menurunkan komplikasi penyakit hipertensi.

9
BAB III
PENUTUP
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Umum : Nama, Umur, Jenis Kelamin, agama, Alamat, Pekerjaan,
Pendidikan, Status Perkawinan, Suku Bangsa dst.
b. Riwayat Penyakit Masalalu
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Status Kesehatan Saat ini
e. Pengobatan yang sedang dan Pernah dilakukan :
f. Kemoterapi paliatif, Pembedahan Paliatif, Radioterapi paliatif, pengobatan Nyeri,
Anti RetroViral (ARV) dan keluhan lain.
g. Sirkulasi Cairan
h. Pernafasan
i. Neueosensori
j. Sistem pencernaan
k. Eliminasi
l. Integumen
m. Reproduksi
n. Mobilisasi
o. Makan dan Minum
p. Kebutuhan hygiene
q. Kebutuhan istirahat tidur
r. Komunitas
s. Faktor keamanan dan lingkungan
t. Faktor psikologis, sosia, ekonomi
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan kesadaran
b. Tanda-tanda Vital
c. Pemeriksaan dari ujung rambut sampai ujung kaki

10
d. Pemeriksaan Khusus pada kasus Paliatif : luka, stoma, dekubitus, udema
ekstremitas/anasarka
B. Masalah Keperawatan
1. Nyeri
2. Intoleransi aktifitas
3. Resiko tinggi penurunan curah jantung
C. Penanganan Secara Paliatif Pada Pasien Hipertensi

1. Fisik
Petugas kesehatan harus memberikan kesempatan pengobatan yang sesuai untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien, terapi lain meliputi pendidikan, penyuluhan
pada keluarga, dukungan teman sebaya, terapi musik dan lain sebagainya (Commitee
on Bioethic dand Commitee on Hospital Care, 2000 dalam Ningsih, 2011).
Upaya-upaya tersebut yang dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama dalam tim
perawatan paliatif, dan adapun tindakan yang dapat dilakukan perawat dalam
menangani masalah fisik pasien untuk menunjang kerjasama antar tim yaitu
melakukan pemeriksaan fisik, mengkaji dan memonitor tanda-tanda vital, mengkaji
dan memenuhi kebutuhan pasien, pemberian posisi, ambulasi, dan lain sebagainya
yang dapat mengurangi masalah fisik pasien (Tarwoto & Wartonah, 2011).
2. Psikologis
Pemberian perawatan paliatif, baik fisik, psikologis dan sosial, dilakukan secara
berkala sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Dengan adanya perawatan dan
pendampingan psikologis yang dibutuhkan kepada pasien dan keluarga pasien,
berupa konseling, pemberian dukungan dan nasihat, maka akan dapat membantu
pasien dan keluarga pasien dalam menghadapi dan melewati masalah-masalah
psikologis yang dialaminya dalam menghadapi penyakitnya. Kondsi psikologis yang
normal dan stabil, secara langsung ataupun tidak langsung, akan dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien menjadi lebih baik (Damayanti.dkk, 2008).
Selain itu tindakan perawat lainnya dalam menangani masalah psikologi pasien
diantaranya, melakukan pendekatan dengan membina hubungan saling percaya
antara perawat dengan pasien maupun dengan keluarga pasien, mengkaji riwayat
psikososial untuk mengidentifikasi faktor penyebab cemas atau gangguan psikologi

11
lainnya pada pasien, mengkaji tingkat kecemasan, memberikan tindakan
nonfarmakologi untuk mengatasi stres, memotovasi serta membrikan dukungan yang
paliatif terhadap pasien maupun keluarga pasien (Idris, 2007).
3. Sosial
Dalam melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan pengobatan dan fungsi
psikososial umum, awalnya tim perawat paliatif melakukan assesment terlebih
dahulu terhadap pasien dan keluarga pasien yang akan menjalani perawatan paliatif.
Dari hasil assesment yang dilakukan, tim paliatif dapat mengatahui kondisi sosial,
fisik, psikologi pasien dan keluarga sehingga tim paliatif dapat mengetahui
mengenai perawatan fisik, pendampingan sosial, psikologi yang dibutuhkan pasien
dan keluarga pasien.
4. Spiritual
Perawat melakukan kegiatan spiritual care, jenis dan frekuensi dari intervensi
tidak diketahui karena spiritual care jarang bahkan tidak pernah didokumentasikan.
Kegiatan perawat dalam memberikan spiritual care dikategorikan menjadi 10
kategori yaitu : Fasilitas kegiatan spiritual, dukungan spiritual, kehadiran,
mendengarkan dengan aktif, humor, sentuhan, terapi sentuhan, peningkatan
kesadaran diri, rujukan, dan terapi musik (Balldachino, 2006 dalam sianturi, 2014).
Menurut Kozier et al (2004) dalam buku sianturi (2014) perawat perlu juga
merujuk pasien kepada pemuka agama. Rujukan mungkin diperlukan ketika perawat
membuat diagnosa distres spiritual, perawat dan pemuka agama dapat bekerjasama
untuk memnuhi kebutuhan spiritual pasien.

12
D. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN


INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN (SDKI) KRITERIA HASIL
(SLKI)
Dx. 1 Nyeri Kronis Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (l.08238)
(D.0078) keperawatan selama 1x24 Observasi :
Definisi : Pengalaman jam diharapkan Tingkat 1. Identifikasi lokasi,
sensorik atau emosional Nyeri Menurun (L.08066) karakteristik, durasi,
yang berkaitan dengan dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
kerusakan jaringan actual 1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
atau fungsional, dengan 2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
onset mendadak atau lambat 3. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri
dan berintensitas ringan 4. Kesulitas tidur menurun non verbal
hingga berat dan konstan, 5. Muntah menurun 4. Identifikasi faktor yang
yang berlangsung lebih dari 6. Mual menurun memperberat dan
tiga bulan. 7. Nafsu makan membaik memperingan nyeri
8. Pola tidur membaik 5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang udah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

13
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dana
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitoring
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan

14
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Dx. 2 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan intervensi Manajemen energi
(D.0056) keperawatan selama 1x24 (I.05178)
Pengertian: Ketidak jam diharapkan Tingkat Observasi :
cukupan energi untuk Toleransi Ativitas 1. Mengidentifikasi
melakukan aktivitas sehari- Meningkat (L.05047) gangguan fungsional
hari. dengan kriteria hasil : yang mengakibatkan
1. Frekuensi nadi kelelahan
meningkat 2. Monitor kelelahan
2. Saturasi oksigen fisik dan emosional
meningkat 3. Monitor pola dan
3. Kemudahan dalam jam tidur
melakukan aktivitas 4. Monitor lokasi dan
sehari-hari ketidak nyamanan
meningkat selama melakukan
4. Keluhan lemah aktivitas
menurun
Terapeutik :

1. Sediakan
lingkungan nyaman
dan rendah stimulus
(mis. cahaya, suara,
kunjungan)
2. Lakukan latihan
rentang gerak pasif

15
dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
4. Fasilitasi duduk di
sisi tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
berjalan

Edukasi :

1. Anjurkan tirah
baring
2. Anjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Anjurkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan
asupan makanan

16
Dx.3 Risiko Penurunan Setelah dilakukan intervensi Perawatan Jantung
Curah Jantung (D. 0011) keperawatan selama 1x24 (I.02075)
jam diharapkan Curah
Definisi :Berisiko Observasi :
Jantung Meningkat
mengalami pemompaan
(L.02008) dengan kriteria 1. Identifikasi tanda dan
jantung yang tidak adekuat
hasil : gejala primer penurunan
untuk memenuhi kebutuhan
curah jantung (meliputi
metabolisme tubuh. 1. Kekuatan nadi perifer
dispnea, kelelahan,
meningkat
edema, ortopnea,
2. Palpitasi menurun
paroxysmal nocturnal
Faktor Risiko :
3. Brakikardi menurun
dyspnea, peningkatan
1. Perubahan afterload 4. Takikardi menurun
CVP)
2. Perubahan frekuensi 5. Gambaran EKG aritmia
2. Identifikasi tanda/gejala
jantung menurun
sekunder penurunan
3. Perubahan irama 6. Lelah menurun
curah jantung (meliputi
jantung 7. Edema menurun
peningkatan berat
4. Perubahan kontraklititas 8. Dispnea menurun
badan, hepatomegaly,
5. Perubahan preload 9. Pucat/slanosis menurun
destensi vena jugularis,
10. Tekanan darah membaik
batuk, kulit pucat)
Kondisi Klinis Terkait :
3. Monitor tekanan darah
1. Gagal jantung kongestif 4. Monitor intake dan
2. Sindrom koroner akut output cairan
3. Gangguan katub jantung 5. Monitor berat badan
4. Atria/ventricular septal setiap hari pada waktu
defect yang sama
5. Aritmia 6. Monitor saturasi
oksigen
7. Monitor keluhan nyeri
dada (mis. intensitas,
lokasi, radiasi)

17
8. Monitor EKG 12
sadapan
9. Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi)
10. Monitor nilai
laboratorium jantung
Terapeutik :

1. Posisikan pasien semi-


fowler atau fowler
dengan kaki dibawah
atau posisi nyaman
2. Berikan diet jantung
yang sesuai (mis. batasi
asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan
tinggi lemak)
3. Gunakan stoking alastis
atau pneumatic
intermiten
4. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
5. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stress
6. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
7. Berikan oksigen untuk
mempertahankan

18
saturasi oksigen >94%
Edukasi :

1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
3. Anjurkan berhenti
merokok
4. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
berat badan harian
5. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output cairan
harian
Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitas jantung

19
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah
suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu
lama.(Suiraoka 2012). Pencegahan penyakit degeratif hipertensi yaitu dengan pola hidup
yang sehat dan meminum obat anti hipertensi. Penatalaksanaan dengan melakukan edukasi
pada masyarakat usia lansia atau yang memiliki penyakit degeneratif.
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderita rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis,
sosial, atau spiritual (WHO, 2016).

B. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini disarankan kepada penulis dan pembaca agar lebih
memperdalam lagi pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit degenerative dan konsep
dasar asuhan keperawatan paliatif dengan penyakit degenerative hipertensi. Diharapkan kita
sebagai mahasiswa perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu mempraktekan asuhan
keperawatan paliatif dengan baik dan benar sesuai ketentuan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Fridalni, Nova. 2019. “Pengenalan Dini Penyakit Degeneratif.” Jurnal Abdimas Saintika 1: 45–
50.

Ibrahim. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Hipertensi Hypertension in The
Elderly Hypertension Akhirnya Menjadi Istilah Kedokteran Yang Populer Untuk Menyebut
Penyakit Tekanan Darah Tinggi.” Idea Nursing Jurnal II (1): 60–70.
https://core.ac.uk/download/pdf/292076499.pdf.

Suiraoka, I.P. 2012. “Penyakit Degeneratif, Mengenal, Mencegah Dan Mengurangi Faktor
Resiko 9 Penyakit Degeneratif.”

Hidayah, Nurul, Lingling Marinda Palupi, Esti Widiani, Ira Rahmawati, and Poltekkes
Kemenkes Malang. 2022. “Degenartif Pada Lanjut Usia” 6 (1): 33–38.

Bar, Arvida. 2022. “Dukungan Keluarga Dan Self Efikasi Terhadap Self Manajemen Penderita
Hipertensi.” Jurnal Keperawatan Silampari 5 (2): 750–57.
https://doi.org/10.31539/jks.v5i2.3445.

21

Anda mungkin juga menyukai