COVER HALAMAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.N DENGAN DIAGNOSA MEDIS
MENINGITIS TB DI RUANG POLI ANAK
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
berjudul “Asuhan Keperawatan pada An.N dengan Diagnosa Medis Meningitis TB di Ruang
Poli Anak”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
Kelompok 2
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ..................................................................... 20
BAB 4 PENUTUP .................................................................................................................. 42
4.1 Kesimpulan .......................................................................................................................... 42
4.2 Saran .................................................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 43
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk
komplikasi yang sering muncul pada penyakit paru. Infeksi primer yang muncul di paru
dapat menyebar secara hematogen maupun limfogen ke berbagai bagian tubuh diluar paru,
seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman TB yang
menyerang susunan saraf pusat ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis,
tuberkuloma, dan araknoiditis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB dengan
kasus terbanyak berupa Meningitis TB.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi TB yang cukup tinggi juga
sering ditemukan adanya kasus Meningitis Tuberkulosis. Meningitis merupakan masalah
kesehatan terutama dalam bidang kesehatan anak dan sebagian besar terjadi pada negara-
negara yang sedang berkembang karena tingginya angka kematian dan kecacatan. Secara
geografis, pada tahun 2020 Asia Tenggara merupakan wilayah dengan jumlah kasus TB
tertinggi di dunia, yaitu sebesar 43% dari jumlah kasus. Indonesia merupakan negara ke-3
di dunia setelah India dan China sebagai penyumbang kasus TB terbanyak. TB disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tubeculosis dan merupakan penyakit menular yang
penularannya terjadi melalui udara. Apabila infeksi terjadi di paru dinamakan TB pulmonal
sedangkan apabila terjadi pada organ lain dinamakan TB ekstrapulmonal.1 Bentuk paling
umum dari tuberkulosis di Sistem Saraf Pusat (SSP) yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis adalah meningitis tuberkulosis (meningitis TB).
Meningitis TB biasanya ditandai dengan adanya peradangan pada meninges di otak atau
sumsum tulang belakang. Meskipun insiden meningitis TB hanya 1% dari total keseluruhan
kasus TB, penyakit ini memiliki tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi terutama
pada anak - anak. Selain itu, Meningitis TB juga merupakan bentuk yang paling berat dari
tuberkulosis ekstra paru. Penetapan diagnosis TB terutama TB ekstra paru pada anak
merupakan tantangan yang cukup sulit walaupun sudah adanya kemajuan teknologi dalam
mendeteksi meningitis TB. Hal ini menyebabkan kurangnya jumlah data secara global dari
berbagai jenis TB ekstra paru pada anak termasuk data mengenai meningitis TB. Meskipun
demikian, terdapat beberapa laporan mengenai kejadian meningitis TB secara lokal di
beberapa negara, diantaranya yaitu di sebuah rumah sakit di Greece (Yunani), dimana
terdapat 43 orang anak yang terdiagnosa meningitis TB diantara tahun 1984 - 2008.
Berdasarkan penelitian di Beijing, diantara 1212 anak yang telah mendapatkan perawatan
TB diantara 2002 - 2010, setengah dari mereka (54%) menderita TB ekstra paru dan 38,8%
menderita meningitis TB.
Insidens meningitis TB sebanding dengan TB primer, pada umumnya bergantung pada
sosio-ekonomi, hygiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan
respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi,
penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan Diabetes melitus.
1
Meningitis Tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak
diobati. Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian
besar memberikan gejala sisa, hanya 18% yang akan kembali normal secara neurologi dan
intelektual. Prognosis meningitis TB tergantung stadium klinis. Pasien yang mendapat
pengobatan saat stadium awal memiliki prognosis sangat baik. Akan tetapi, pasien yang
baru mendapat pengobatan di stadium akhir dan berhasil selamat biasanya akan menderita
disabilitas permanen seperti buta, tuli, paraplegia, diabetes insipidus, atau retardasi mental.
Oleh karena itu, mengenali penyakit ini sejak stadium awal sangat penting karena
keterlambatan pengobatan akan menyebabkan luaran yang buruk, seperti gangguan tumbuh
kembang, kecacatan permanen hingga kematian.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana konsep penyakit meningitis tuberkulosis?
2) Bagaimana konsep pertumbuhan dan perkembangan anak?
3) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anak dengan meningitis tuberkulosis?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari laporan ini yaitu untuk menerapkan asuhan keperawatan pada An.N
dengan diagnosa medis meningitis TB di ruang Poli Anak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui konsep penyakit meningitis TB
2) Untuk mengetahui konsep pertumbuhan dan perkembangan anak
3) Untuk melakukan asuhan keperawatan pada An.N dengan diagnosa medis
meningitis TB di Poli Anak
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dalam
keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan keperawatan pada
pasien dengan meningitis TB. Laporan kasus ini juga diharapkan dapat menjadi
informasi bagi tenaga kesehatan lain, terutama dalam pengelolaan kasus yang
bersangkutan
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan di
perpustakaan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga berhubungan dengan
pemberian asuhan keperawatan pada pasien anak meningitis TB.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Tumbuh Kembang Anak
2.2.1 Definisi Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia
bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga
remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain
mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan
pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat (Soetjiningsih,
2013).
3
• Memahami perintah sederhana.
• Menggunakan kata “Tidak” meskipun menyetujui permintaan.
d) Sosial/kognisi.
• Menoleransi perpisahan dengan orang tua.
• Dapat meniru orang tua membersihkan rumah (menyapu, mengelap,
melipat pakaian).
• Makan sendiri dan sedikit tumpah.
• Mencium dan memeluk orang tua, gambar dalam buku.
4
c) Bahasa.
• Menggunakan kata ganti aku, kamu dan saya dengan benar.
• Siap mendengar cerita yang lebih kompleks dengan karakter lebih
beragam.
• Mulai memahami tata bahasa sederhana dalam mengucapkan kata
pendek.
d) Sosial/Kognisi.
• Mencoba membedakan benda dari tinggi dan besarnya, meski belum
tentu benar.
• Menuturkan cerita-cerita sederhana dari hasil imajinasinya.
• Dapat mengingat apa yang dilakukannya pada masa lalu dan
menceritakannya.
5
b) Motorik halus.
• Mengikat tali sepatu.
• Menggunakan gunting, alat sederhana, atau pensil dengan baik.
c) Bahasa.
• Perbendaharaan kata sampai 2.500 kata.
• Menggunakan kalimat dengan 6-8 kata.
• Menyebutkan empata atau lebih warna.
• Mengetahui nama-nama hari dalam seminggu, bulan dan kata yang
berhubungan dengan waktu lainnya.
d) Sosial/Kognisi.
• Kurang memberontak di banding sewaktu umur 4 tahun.
• Lebih tenang dan berhasrat untuk menyelesaikan urusan.
• Mandiri tapi dapat dipercaya, tidak kasar, lebih bertanggung jawab.
• Sangat ingin tau tentang informasi factual mengenai dunia.
(Adriyana, 2011).
6
2.2 Konsep Penyakit Meningitis TB
2.1.1 Definisi
TB meningen atau yang lebih dikenal dengan meningitis tuberkulosis adalah
penyakit radang otak dan selaput otak akibat penyebaran hematogen dari M.TB
(Kemenkes RI, 2020). Meningitis tuberkulosis merupakan infeksi selaput otak
(meningen) oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tingkat morbiditas dan
mortalitas penyakit ini lebih tinggi di kalangan anak dibandingkan orang dewasa
(Juliawan and Purnamawati, 2023). Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak
umur enam bulan sampai dengan empat atau enam tahun, jarang ditemukan pada
umur di bawah enam bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah
tiga bulan (Handryastuti and Latifah, 2023).
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan derajatnya, Medical Research Council (MRC) membagi
meningitis TB menjadi 3 stadium yang mempengaruhi pilihan tata laksana dan
prognosis pasien, yaitu (Kemenkes RI, 2020):
1) Stadium I: Glasgow Coma Scale (GCS) 15 tanpa defisit neurologis fokal
2) Stadium II: GCS 11-14 atau GCS 15 dengan defisit neurologis fokal
3) Stadium III: GCS ≤10
2.1.3 Etiologi
Penyakit meningitis TB disebabkan oleh infeksi bakteri M. tuberculosis yang
masuk ke dalam tubuh melalui kontak udara. Bakteri penyebab tuberkulosis yang
masuk ke dalam paru-paru jika dibiarkan bisa menyebar ke bagian tubuh
lain. Sebelum menyerang organ tubuh lain, bakteri tuberkulosis akan menyebar
melalui aliran darah. Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah (Kemenkes RI,
2020):
1) Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.
2) Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu panjang.
3) Perokok
4) Konsumsi alkohol tinggi
5) Anak usia <5 tahun dan lansia
6) Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang infeksius.
7) Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis (contoh: lembaga
permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)
Selain itu, faktor kondisi sosial ekonomi , status gizi, umur, jenis kelamin, dan
faktor toksis pada manusia, menjadi faktor penting dari penyebab penyakit
tuberkulosis (Budiartani, 2020).
7
1) Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi di sini sangat erat kaitannya dengan kondisi rumah,
kepadatan huinian, lingkungan perumahan, serta lingkungan dan sanitasi tempat
bekerja yang buruk. Semua faktor tersebut dapat memudahkan penularan
penyakit tuberkulosis. Pendapatan keluarga juga sangat erat dengan penularan
penyakit tuberkulosis, karena pendapatanyang kecil membuat orang tidak dapat
hidup layak, yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2) Status Gizi
Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan lai-lain (malnutrisi), akan
mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap penyakit,
termasuk tuberkulosis paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
3) Umur
Penyakit tuberkulosis paling sering ditemukan pada usia muda atau usia
produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi,
menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut,
lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat
rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis paru.
4) Jenis Kelamin
Menurut WHO penyakit tuberculosis lebih banyak di derita oleh laki-laki
dari pada perempuan, hal ini dikarenakan pada laki-laki lebih banyak merokok
dan minum alcohol yang dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga
wajar jika perokok dan peminum beralkohol sering disebut agen dari penyakit
tuberculosis paru
8
opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat. Nyeri kepala bertambah berat dan progresif
menyebabkan anak berteriak, menangis dengan nada yang khas yaitu meningeal
crying, dan dapat ditemukan kesadaran yang makin menurun. Terdapat
gangguan saraf kranialis II, III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam stadium ini dapat
terjadi defisit neurologis fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark
otak dan rigiditas deserebrasi. Pada funduskopi dapat ditemukan atrofi saraf
kranial II dan koroid dan ukurannya sekitar setengah diameter papil.
3) Pada anak yang mengalami MTB stadium III dapat ditemukan suhu tubuh tidak
teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh terganggunya regulasi pada
diensefalon. Pernapasan dan nadi juga tidak teratur dan terdapat gangguan
dalam bentuk Cheyne-Stokes atau Kussmaul. Gangguan miksi berupa retensi
atau inkontinesia urin juga dapat ditemukan. Selain itu, dapat ditemukan adanya
gangguan kesadaran yang makin menurun sampai koma yang dalam. Pada
stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak
memperoleh pengobatan sebagaimana mestinya.
2.1.5 Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis dapat terjadi melalui dua tahapan. Tahap pertama
adalah ketika basil M.tuberculosis masuk melalui inhalasi droplet menyebabkan
infeksi terlokalisasi di paru dengan penyebaran ke kelenjar limfe regional. Basil
tersebut dapat masuk ke jaringan meningen atau parenkim otak membentuk lesi
metastatik kaseosa fokus sub-ependimal yang disebut fokus Rich. Tahap kedua
adalah bertambahnya ukuran fokus Rich sampai kemudian ruptur ke dalam ruang
subarakhnoid dan mengakibatkan meningitis. Ruptur terjadi ketika daya tahan
tubuh menurun seperti gizi buruk, penyakit imunokompromais (penyakit HIV),
campak, dan pertusis.
Secara patologi ada tiga keadaan yang terjadi pada meningitis TB. Pertama
adalah araknoiditis proliferatif, terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan
massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh
darah. Kedua adalah vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah
kortikomeningeal yang melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim
otak. Hal ini menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark
serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat.
Kelainan ketiga adalah hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke
sisterna basalis yang akan mengganggu sirkulasi dan resorbsi CSS.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Meningitis TB sulit didiagnosis pada stadium awal. Hasil uji tuberkulin
negatif pada 50% kasus, dan pada 20%-50% kasus menunjukkan hasil foto polos
paru normal. Pemeriksaan penunjang diagnosis meningitis TB adalah (Juliawan and
Purnamawati, 2023) :
1) Pungsi lumbal harus dilakukan pada setiap pasien berisiko tinggi meningitis TB,
contohnya pasien dengan tanda rangsang meningeal positif atau pasien TB
9
milier. Hasil analisis cairan serebrospinal pada meningitis TB biasanya akan
memperlihatkan jumlah leukosit 10-500 sel/uL dengan limfosit dominan. Kadar
glukosa cairan serebrospinal biasanya menurun hingga <40 mg/dl dengan kadar
protein meningkat menjadi 400-5.000 mg/dL. Pada stadium pertama meningitis
TB, hasil pemeriksaan cairan serebrospinal masih menyerupai meningitis viral
aseptik, seiring perjalanan penyakit dalam beberapa minggu kemudian hasil
analisis cairan serebrospinal akan makin khas mengarah pada meningitis TB.
2) Pewarnaan Ziehl-Neelsen dan kultur juga dapat dilakukan, namun hasil positif
sangat bergantung pada volume cairan serebrospinal yang didapat. Sebanyak 5-
10 mL cairan serebrospinal umumnya akan menunjukkan hasil positif hingga
30% pada pewarnaan Ziehl-Neelsen (pewarna bakteri tahan asam) dan 50%-
70% pada kultur.12
3) CT scan dengan kontras untuk menentukan luas kelainan di daerah basal serta
menentukan luasnya hidrosefalus. Pada pasien yang menunjukkan gambaran
klinis TB, temuan di daerah basal atau temuan hidrosefalus akan sangat
membantu diagnosis TB. Pada tahap awal, gambaran CT scan atau MRI dapat
normal, tetapi seiring progresivitas penyakit dapat ditemukan enhancement di
daerah basal, hidrosefalus komunikans disertai edema otak atau iskemia fokal.
Dapat juga ditemukan gambaran tuberkuloma di daerah talamus atau korteks
otak
2.1.7 Penatalaksanaan
Jika anak telah dipastikan terinfeksi TB, obat anti-tuberkulosis (OAT) harus
segera diberikan, lamanya pemberian tergantung lokasi infeksi TB. Mengingat pada
umumnya anak memiliki jumlah bakteri lebih sedikit dibandingkan dewasa, secara
umum hanya diberikan 3 macam OAT, yaitu isoniazid (H), rifampicin (R), dan
pyrazinamide (Z). Secara khusus, jenis OAT lain yaitu ethambutol (E), hanya
diberikan pada kasus tertentu, yaitu anak dengan TB paru BTA positif, TB berat
seperti TB milier, perikarditis TB, peritonitis TB, dan meningitis TB.4 Pada
meningitis TB, OAT harus diberikan selama 12 bulan, 2 bulan pertama (fase
intensif ) diberi keempat jenis obat (RHZE), dan 10 bulan berikutnya (fase lanjutan)
diberi 2 jenis obat (RH). Mengingat banyaknya jenis obat yang diberikan dalam 1
hari, untuk mempermudah serta meningkatkan ketaatan pasien, dibuat sediaan OAT
kombinasi dosis tetap (KDT) yang sudah berisi gabungan obat OAT (kecuali
ethambutol), oleh karena itu, anak dengan meningitis TB yang mendapat OAT KDT
harus diberi tambahan ethambutol. Setiap OAT KDT fase intensif mengandung R
75 mg, H 50 mg, dan Z 150 mg. Sedangkan, untuk OAT KDT fase lanjutan
mengandung hanya 2 jenis obat, yaitu R 75 mg dan H 50 mg. Selain pemberian
OAT, anak dengan meningitis TB juga harus diberi corticosteroid untuk
mengurangi inflamasi otak dan pembuluh darah sekitar otak, sehingga diharapkan
dapat mengurangi tekanan intrakranial. Jenis corticosteroid yang sering digunakan
adalah prednisone 2–4 mg/kgBB/hari (maksimal 60 mg/hari) selama 4 minggu,
dilanjutkan dengan penurunan dosis bertahap. Setiap anak yang memiliki komorbid
10
infeksi HIV dan malnutrisi berat juga harus mendapat suplementasi vitamin B6 atau
pyridoxine untuk mencegah neuritis perifer akibat efek samping isoniazid.
2.1.8 Komplikasi
Meningitis tuberkulosis yang tidak segera ditangani dapat berakibat fatal pada
penderita. Beberapa komplikasi yang terjadi pun berpotensi mengancam nyawa.
Komplikasi yang diakibatkan oleh penyakit meningitis TB di antaranya adalah:
1) Hiponatremia
2) Kejang
3) Kehilangan pendengaran
4) Hidrosefalus
5) Tuberkulosis ensefalopati
6) Stroke
7) Kematian
11
2.1.9 WOC
Mycobacterium Tuberculosis
Bakteri masuk ke jaringan serebral melalui saluran nasofaring, telinga bagian tengah dan saluran mastoid
MENINGEAL TB
Permeabilitas darah otak meningkat Disfungsi nervus Terjadi Respon Proses sakit
kranialis III, VI dan Peradangan pada anak
VII
Edema serebral dan peningkatan tekanan
intrakranial Peningkatan Anak dirawat
Gangguan Bicara suhu tubuh di RS
D. 0017 Adhesi Kinerja otak
Risiko membuat menurun
Perfusi kelumpuhan Demam Dampak
D.0106 hospitalisasi
Serebral saraf
Keterlambatan Gangguan
Tidak
Perkembangan dan Komunikasi
Efektif keseimbangan
Pertumbuhan Verbal D.0130 D.0112 D.0080
tubuh menurun
Hipertermia Kesiapan Ansietas
12 Peningkatan
D.0106 Gangguan
D.0143 Risiko Manajemen
Tumbuh Kembang
Jatuh Kesehatan
2.3 Asuhan Keperawatan Teoritis Meningitis Tuberculosis
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi:
1) Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal lahir/umur,jenis
kelamin, beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, anak ke,
jumlah saudara dan identitas orang tua.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit
kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala dan
demam.Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian
lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering
menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak 20 Poltekkes
Kemenkes Padang mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran,
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan
penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi;
infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya
pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji
tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui seperti
pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian tentang
riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah
mengalami penyakit infeksi pada saat hamil.
d. Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ
yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan sensorik,
maka kemungkinan besar anak mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan
perkembangan seperti retardasi mental, gangguan kelemahan atau
ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis). Akibat
gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai
kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
3) Pemeriksaan Fisik
a. Tingkat Keadaran
Kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang
berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15).
13
b. Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh
lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah biasanya
normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK.(suhu normal 36,5-
37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan < 50 x/menit, 12
bulan-< 40x/menit).
c. Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang
lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal pada anak
dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan
pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala
pada anak.
d. Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil
biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan kesadaran
tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di
temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
e. Hidung
Biasanya tidak ditemukan kelainan.
f. Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
g. Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan
meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan oleh
infeksi.
h. Dada
a) Thoraks
• Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
• Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya
tidak ditemukan kelainan.
• Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada
pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari
paru.
b) Jantung
Penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut jantung
yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100- 140x/i).
i. Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi purpura
sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami penurunan
akibat peningkatan kehilangan cairan.
14
j. Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut anak
mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat gerak.
k. Genitalia
Jarang di temukan kelainan.
l. Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak ada
kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan
TIK berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien dengan
meningitis yang tidak disertai penurunan 23 Poltekkes Kemenkes Padang
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah
mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil
akan di dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis pada
otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya
usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi serta indra pengecap normal.
m. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat gerak,
anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise.
n. Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski
Tanda ini didapatkan apabila leher pasien di fleksikan, dengan hasil fleksi
lutut dan pinggul, bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi yang berlawanan
15
4) Pemeriksaan Penunjang
a. Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari 100/mm3
(normal : < 6/µL).
b) Pewarnaan gram CSS
c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan pada
meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya normal. (normal
kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa).
d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada meningtis
virus protein sedikit meningkat. Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal
pada bayi dan anak. Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan
anak Normal Meningitis viral Meningitis bakterial Penampakan Jernih Jernih
atau agak keruh Berkabut atau purulen Sel (mm3 ) 0-4 20-100 500-5000 Tipe
Limfosit Limfosit Neutrofil Protein g/L 0,2-0,4 ↑ ↑↑ Glukosa mmol/L 3-6 3-
6 ↓ 25 Poltekkes Kemenkes Padang
b. Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan trombosit,
protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit diperlukan untuk
menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan leukopenia
mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk terutama pada penyakit
akibat meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan
memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang di sertai
trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit
normal : 5000-10000/mm3 , trombosit normal : 150.000-400.000/mm3 , Hb
normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl).
b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl).
c. Pemeriksaan cairan dan elektrolit
a) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum (Na+ )
naik, kalium serum (K+ )turun. (Na+ normal : 136- 145mmol/L, K+ normal :
3,5-5,1 mmol/L).
b) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
d. Pemeriksaan kultur
a) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
b) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
c) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
e. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis meningitis
namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam mengenali faktor resiko. CT scan
dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf
16
2.3.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2018),diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul antara lain:
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
dibuktikan dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, bunyi
nafas tambahan (D0001)
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan dibuktikan
dengan penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas
abnormal (D0005)
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, frekuensi nadi meningkat
(D0077)
4) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan suhu tubuh diatas
nilai normal (D0130)
5) Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan aneurisma serebri (D0017)
6) Resiko cedera berhubungan dengan kegagalan mekanisme pertahanan tubuh (kejang)
(D0136)
17
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 (I01014)
depresi pusat pernafasan jam diharapkan Pola Nafas Observasi
dibuktikan dengan membaik (L01004) dengan 1. Monitor frekuensi, irama,
penggunaan otot bantu kriteria hasil : kedalaman dan upaya
pernafasan, fase ekspirasi 1. Dispnea menurun nafas
memanjang, pola nafas 2. Penggunaan otot bantu 2. Monitor pola nafas
abnormal (D0005) nafas menurun 3. Monitor kemampuan
3. Pemanjangan fase batuk efektif
ekspirasi menurun 4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi nafas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor hasil X-Ray
thoraks
Edukasi
10. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
11. Informasikan hasil
pemantauan
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I08238)
dengan agen pencedera keperawatan selama 1 x 8 Observasi
fisiologis dibuktikan jam diharapkan Tingkat 1. Identifikasi lokasi,
dengan mengeluh nyeri, Nyeri menurun (L08066) karakteristik, durasi,
tampak meringis, bersikap dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
protektif, frekuensi nadi 1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
meningkat (D0077) 2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Bersikap protektif 3. Identifikasi respon nyeri
menurun non verbal
4. Frekuensi nadi Terapeutik
membaik 4. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkunagn yang
memperberart rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan
tidur
18
7. Jelaskan penyebab dan
periode pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
9. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
analgetik
19
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
Pengkajian tgl. : 3 Januari 2024 Jam : 10.30 WIB
MRS tanggal : 3 Januari 2024 No. RM : 214XXX
Ruang/Kelas : Poli Anak Diagnosa Masuk : Meningeal Tuberkulosis
20
Keluhan Utama : orang tua klien mengatakan tidak ada keluhan saat ini, datang ke poli
hanya untuk kontrol
Riwayat Penyakit Sekarang : klien datang ke poli anak bersama orang tuanya untuk
kontrol pengobatan TB dan mengambil obat karena obat sudah habis. Orang tua klien
mengatakan sekitar kurang lebih 1 tahun lalu, anak mengalami gangguan penglihatan,
mengeluh nyeri kepala, sering demam, hingga pingsan dan mengalami kelumpuhan
ekstremitas kiri kemudian dilakukan beberapa terapi dan dirujuk ke Surabaya untuk
MRI dan ternyata terdapat infeksi berupa kista dan perdarahan serta terdapat gambaran
hidrosefalus. Kemudian disarankan untuk operasi kraniotomi 4 bulan yang lalu di kepala
kanan. Ibu mengatakan jaringan yang diambil seperti tumor di otak sebesar wadah
eskrim di 3 bulan yang lalu Hasil CT scan post op didapat jaringan tuberculoma di lobus
parietal kanan. Selanjutnya, pasien menjalani pengobatan TB hingga sekarang sudah
masuk bulan ke 4 sejak bulan September (fase lanjutan). Hingga saat ini klien
mengalami gangguan penglihatan, gangguan bicara, dan gangguan motorik padahal
sebelumnya anak sudah dapat bersekolah di PAUD dan sudah mengalami pertumbuhan
dan perkembangan sesuai usia. Orang tua mengatakan sekarang anak sudah sedikit
membaik dalam sedang belajar untuk motorik dan bahasa, terapi untuk sudah
Riwayat Sakit dan kesehatan
21
Riwayat nutrisi
➢ Nafsu makan: √ Baik O Tidak O Mual O Muntah
➢ Pola makan : O 2x/hari √ 3x/hari O >3x/hari
➢ Minum: Jenis: Air putih , jumlah: ±1000 cc/hari
➢ Pantangan makan : O Ya (Jenis:………………………………..) √ Tidak
➢ Menu makanan : nasi, telur, tempe, tahu
Riwayat Pertumbuhan
➢ BB saat ini : 14,5 Kg, TB : 98,5cm
➢ BB Lahir : 3300 gr,
➢ Panjang Lahir: 45 cm IMT :14,9 ( IMT/U: 0 SD > Z > -1 SD)
➢ Status Gizi:Gizi normal ( TB/U: Z ˂ -3SD BB/U: -2 SD > Z > -3 SD)
Riwayat Perkembangan
➢ Pengkajian Perkembangan (DDST) : delay, anak mengalami gangguan
bahasa, personal sosial, motorik kasar dan motorik halus. Orang tua
mengatakan anak mulai belajar bicara, sudah dapat menyebut mama papa
dan susu. Anak mulai belajar berjalan dengan berpegangan, dapat mengambil
air sendiri saat mandi.
➢ Tahap Perkembangan Psikososial : mengalami perlambatan, anak seperti
pada fase otonomi vs ragu-ragu (1-3 tahun) sedang dalam perkembangan dan
keterampilan motorik dan bicara.
➢ Tahap Perkembangan Psikoseksual : mengalami perlambatan
➢ MK:Gangguan Tumbuh Kembang, Gangguan Komunikasi Verbal
22
Kardiovakuler B2 Irama jantung: √ teratur O tidak teratur S1/S2 tunggal √ Ya O Tidak
Nyeri dada: O ya √ tidak
Bunyi jantung: √ Normal O Murmur O Gallop OLain-lain:-
(Blood)
Penglihatan (mata)
Pupil : √ Isokor O Anisokor O Lain-lain:
Persarafan & Penginderaan B3
23
Kebersihan: √ Bersih O Kotor
Urin: Jumlah: 4-6x /hr: Warna:kuning jernih Bau: bau khas
Alat bantu (kateter, dan lain-lain): tidak ada
Perkemihan B4
24
Tyroid: Membesar O Ya √ Tidak
Hiperglikemia O Ya √ Tidak
Hipoglikemia O Ya √ Tidak
Endorin
Lain-lain:
Masalah : Tidak ada masalah keperawatan
25
Data Penunjang (Lab, Foto, USG, dll)
26
Surabaya, 3 Januari 2024
Ners
(kelompok 2)
27
Ringkasan Kasus :
1. Identitas Anak: pasien Bernama An. N berusia 6 tahun 2 bulan, anak ke 3 dari 3
bersaudara. Tempat tinggal pasien di Banyuwangi. Diagnosa medis pasien adalah
Meningeal Tuberculosis. Pasien datang diantar orangtua dan kakaknya untuk kontrol tiap
bulan di Poli Anak RSUA untuk pengobatan tuberculosis.
2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik: pasien datang untuk kontrol rutin di Poli anak terkait
pengobatan meningeal tuberculosis, pengobatan sejak September 2023 (bulan ke 4
sekarang), pengobatan fase lanjutan. Pasien memiliki riwayat demam tinggi, pingsan dan
kelumpuhan bagian tubuh sinistra pada tahun 2022. Pada 4 bulan yang lalu dilakukan
operasi kepala dekstra. Pada saat ini menjalani pengobatan 9 bulan TB. Kondisi pasien
terdapat tanda-tanda kelumpuhan otak: gangguan bicara, gangguan motoric, gangguan
penglihatan , B1, B2, B4, B5, B6 tidak ada masalah fisiologis. Gangguan yang didapat
pada B3, riwayat pertumbuhan dan perkembangan:
- Kosa kata bicara 1-4 kata
- Pembicaraan tidak jelas atau sulit dipahami
- Komunikasi terhambat
- Tidak dapat mengutarakan keinginannya
- Penglihatan tidak fokus pada satu titik
- Kontak mata beralih
- Gaya berjalan ada gangguan
- Saat berjalan menjinjit
- Tidak ada keseimbangan berdiri sendiri
- Postur tubuh tidak sesuai garis tubuh
3. Pemeriksaan penunjang:
CT scan (7 September 2023 – post op craniotomy)
- IVH yang mengisi cornu posterior ventrikel lateralis kiri disertai pneumohydrocephalus
cummunicans
- Surgical defek di regio parieto-occipital kanan disertai fluid collection, pneumocephaly
dan focci perdarahan di sekitarnya
- Fluid collection di subgaleal area regio parieto-occipital kanan dengan ketebalan maks
±1,4 cm yang telah terpasang drain tube insitu disertai soft tissue swelling di sekitarnya
- Tuberculoma ukuran ±0,7 x 0,4 cm di subcortical lobus parietal kanan
- Encephalomalaceal cyst disertai gliosis di cortical subcortical lobus parieto-occipital
kanan
28
- Eritrosit 3,9 x 10^6/ul (4-6)
- Hematokrit 30,7 (35-47)
- Trombosit 155 x 10^3/ul (150-440)
4. Terapi:
Rifampisin-Iosinazid 75-50 mg (KDT 1x1 PO)
Apyalis 100 mg sirup PO
ANALISA DATA
29
- Ibu pasien mengatakan obat manajemen
OAT diminum rutin, tidak ada Lesi nekrotik di otak kesehatan
yang dimuntahkan (D.0112)
- Ibu pasien mengatakan anak Pengobatan OAT 9 bulan
mau minum obat setiap hari
- Ibu pasien mengatakan nafsu Keluarga dan pasien
makan anak membaik dan koopertif terhadap
perkembangan anak sudah pengobatan
membaik
- Ibu pasien mengatakan ingin Kepatuhan pengobatan
anak dapat kembali seperti baik
dulu dan melanjutkan
bersekolah dan menerima
perkembangan anak secara Kesiapan peningatan
sedikit demi sedikit manajemen kesehatan
DO:
- BB pasien tidak ada
penurunan
- BB: 14,5 kg
30
- Respon social lambat (saat Gangguan tumbuh
dajak berinteraksi ) kembang
- Kontak mata terbatas dan
mudah beralih, tidak focus
- TB/U: Z ˂ -3SD
- BB/U: -2 SD > Z > -3 SD)
3 Januari DS: Meningeal tuberculosis Gangguan
2024 - Orang tua mengatakan komunikasi verbal
kemampuan bicara terganggu (D.0119)
hanya dapat menyebut Lesi nekrotik di otak
namanya, memanggil mama ,
papa dan minta susu
- Orang tua mengatakan anak Gangguan pemahaman
belum bisa mengucapkan apa kata-kata
yang diinginkannya dengan
jelas
DO: Gangguan komunikasi
- Pembicaraan tidak jelas, sulit verbal
dipahami, idak mampu
berbicara
- Verbalisasi tidak tepat
- Tidak ada kontak mata
- Sulit menggunakan ekspresi
wajah
3 Januari Faktor risiko; Meningeal tuberculosis Risiko Jatuh
2024 - Gangguan penglihatan (D.0143)
- Gangguan keseimbangan
Kerusakan saraf motoric
- Perubahan fungsi kognitif
- Lingkungan tidak aman
DS; Gangguan keseimbangan
- Ibu pasien mengatakan
penglihatan anak terganggu Gangguan proses berjalan
saat jarak dekat
DO;
- Penglihatan anak tampak Risiko jatuh
tidak fokus
- Saat berjalan menjinjit
- Gaya berjalan tidak
seimbang
- Saat berjalan dengan
berpegangan
31
DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN
32
RENCANA INTERVENSI
33
Setelah dilakukan tindakan 6. Fasilitasi anak melatih keterampilan 6. Agar kemampuan
keperawatan selama 1x1 jam, pemeuhan kebutuhan perkembangan pasien untuk
maka kinerja pengasuhan 7. Motivasi anak berinteraksi ADL meningkat
meningkat (L.13117) dengan Edukasi 7. Meningkatkan kemampuan
kriteria hasil: 8. Jelaskan orang tua tentang perkembangan bersosial
a. Pemenuhan kebutuhan dan perilaku anak 8. Meningkatkan pemahaman
fisik, emosional, dan 9. Anjurkan orang tua berinteraksi dengan dan mengurangi kecemasan
sosial anak meningkat anaknya orang tua
b. Stimulasi 10. Ajarkan anak dan orang tua keterampilan 9. Meningkatkan perlekatan
perkembangan kognitif, berinteraksi dengan orang tua
sosial dan emosi anak Edukasi Stimulasi Anak (I.12448) 10. Meningkatkan kemampuan
meningkat Edukasi bersosialisasi
c. Hubungan saling 11. Jelaskan anak memberikan isyarat 11. Meningkatkan kemampuan
menicntai meningkat perilaku yang menunjukkan keinginannya pengasuhan orang tua agar
d. Verbalisasi positif pada 12. Jelaskan stimulus yang dapat membantu mengerti kemauan anak
anak meningkat mengoptimalkan perkembangan anak 12. Meningkatkan pengetahuan
13. Ajarkan cara stimulasi perkembangan orang tua agar dapat
motorik kasar, motorik halus dan bahasa memberikan stimulus secara
mandiri di rumah
13. Meningkatkan stimulasi
perkembangan secara mandiri
oleh orang tua
Rabu/ 10.30 Kesiapan peningkatan Promosi Kepatuhan Pengetahuan (I.12468) 1. Mengetahui pemahaman dan
3 WIB manajemen kesehatan d.d ibu Observasi mengidentifikasi kepatuhan
Januari mengatakan selalu 1. Identifikasi tingkat pemahaman pada pengobatan yang dijalani
2024 mendampingi anak selama penyakit dan pengobatan yang dianjurkan 2. Meningkatkan pengetahuan
pengobatan, ingin anak dapat 2. Jelaskan pentingnya mengikuti tentang manfaat pengobatan
kembali seperti semula, pengobatan sesuai program
pengobatan OAT dilakukan
34
sesuai jadwal, OAT tidak 3. Jelaskan akibat yang dapat terjadi jika 3. Meningkatkan kesadaran
pernah dimuntahkan, tidak ada tidak mematuhi pengobatan pasien dan keluarga terhadap
hambatan selama pengobatan. 4. Jelaskan strategi memperoleh obat secara pengobatan
(D.0112) kontinu 4. Mencegah kehabisan obat
5. Ajarkan strategi untuk mempertahankan 5. Meningkatkan kepatuhan
Setelah dilakukan tindakan kepatuhan pengobatan pengobatan
keperawatan selama 1x1 jam, 6. Anjurkan jadwal minum obat dengan 6. Memastikan pengobatan tidak
maka manajemen kesehatan menyesuaikan aktivitas sehari-hari terganggu dan terambat karena
meningkat (L.12104) dengan aktivitas
kriteria hasil:
a. Menerapkan program
perawatan dan
pengobatan meningkat
b. Verbalisasi kesulitan
pengobatan menurun
c. Aktivitas sehari-hari
memenuhi tujuan
kesehatan meningkat
Rabu/ 10.30 Gangguan komunikasi verbal Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492) 1. Mengetahui kemampuan
3 WIB b.d gangguan neuromuskular Observasi bicara dan bahasa pasien
Januari d.d tidak mampu bicara hanya 1. Monitor kecepatan, kuantitas, volume dan 2. Mengetahui perilaku non
2024 1-4 kata, pembicaraan kata sulit diksi bicara verbal pasien untuk
tidak dipahami, sulit 2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik komunikasi
menggunakan ekspresi wajah. sebagai bentuk komunikasi 3. Memudahkan berkomunikasi
(D.0119) 3. Sesuaikan gaya komunikasi dengan 4. Pasien dapat menangkap
kebutuhan pembicaraan
Setelah dilakukan tindakan 4. Ulangi apa yang disampaikan pasien 5. Pasien dapat memahami
keperawatan selama 1x1 jam, 5. Anjurkan berbicara perlahan maksud pembicaraan
maka komunikasi verbal
35
meningkat (L.13118) dengan 6. Ajarkan keluarga proses kogitif, anatomis 6. Meningkatkan pengetahuan
kriteria hasil: dan fisiologis yang berhubungan dengan keluarga terhadap proses
a. Kontak mata meningkat kemampuan bicara penyebab gangguan
b. Kemampuan bicara komunikasi
meningkat
c. Pemahaman
komunikasi meningkat
d. Dukungan keluarga
meningkat
Rabu/ 10.30 Risiko jatuh d.d gangguan Pencegahan Jatuh (I.14540) 1. Mengetahui kemungkinan
3 WIB penglihatan, gangguan Observasi penyebab jatuh
Januari keseimbangan, perubahan 1. Identifikasi faktor risiko 2. Mengetahui kondisi
2024 fungsi kognitif, lingkungan 2. Identifikasi faktor lingkungan yang lingkungan yag
tidak aman (D.0143) meningkatkan risiko jatuh membahayakan
3. Hitung risiko jatuh 3. Mengetahui tingkat risiko
Setelah dilakukan tindakan Edukasi jatuh
keperawatan selama 1x1 jam, 4. Anjurkan menggunakan alas kaki yang 4. Mencegah pasien tergelincir
maka keamanan lingkungan tidak licin 5. Meningkatkan keseimbangan
rumah meningkat (L.14126) 5. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki 6. Menjaga anak dalam
dan tingkat jatuh menurun Edukasi Keamanan Anak (I.12378) pengawasan orang tua
(L....) dengan kriteria hasil: Edukasi 7. Mencegah cedera akibat
a. Kejadian jatuh menurun 6. Anjurkan memantau anak saat di tempat terkena perabotan rumah
b. Pemeliharaan rumah berisiko tangga
dan lingkungan 7. Anjurkan mengatur perabotan rumah 8. Mencegah terjadinya cedera
meningkat tangga karena benda tajam/berbahaya
c. Keamanan area bermain 8. Anjurkan menyimpan benda berbahaya 9. Mencegah terkena aliran listrik
anak meningkat 9. Anjurkan menutup sumber listrik yang
terjangkau
36
No.
Hari/Tanggal Waktu Implementasi Paraf Waktu Evaluasi Paraf
Diagnosis
Rabu, D.0017 08.00 1. Monitor tanda – tanda vital S: Ibu pasien mengatakan
03/01/2024 WIB S : 36,4 C perkembangan anak sudah jauh
N : 90 x/menit lebih baik dari tahun kemarin
2. Monitor tingkat kesadaran dan anak aktif mengeksplor hal
GCS 456 baru
3. Memonitor gerakan motorik, gaya
berjalan. Gerakan motorik :bebas, gaya O : Gaya berjalan tedapat
berjalan menjinjit, tidak simetris gangguan motorik, ada
4. Memonitor gangguan visual gangguan bicara
Ibu pasien mengatakan anak dapat
melihat jarak dekat, jarak jauh tidak A : Masalah resiko perfusi
terlihat, pergerakan mata tidak fokus serebral tidak efektif belum
melihat, satu titik teratasi
5. Memonitor karakteristik bicara
Artikulasi tidak jelas, sulit dipahami, P : Lanjutkan intervensi, pasien
kosakata kurang, banyak diam pulang, rencana kontrol bulan
6. Memonitor kekuatan pegangan depan
Anak tampak dapat menggenggam
tetapi tidak kuat, genggaman cepat
terlepas
Rabu, D. 0106 1. Mengidentifikasi pencapaian tugas S : Orang tua pasien
03/01/2024 perkembangan. Hasil : mengatakan memahami
Orangtua mengatakan anak bisa anjuran yang diberikan dan
mengucapkan 2-3 kata, dapat berjalan anak sudah lebih baik dari
dengan dipegangi, dapat menggerakkan sebelumnya.
ekstremitas secara mandiri saat
telentang, dapat memegang dan
37
menggenggam, memahami instruksi O : Anak dapat menyebutkan
yang diberikan namanya saat ditanya, anak
2. Menjelaskan orangtua tentang dapat mengikuti instruksi, anak
perkembangan dan perilaku anak. dapat berjalan dengan
Hasil : orangtua memahami adanya pegangan
gangguan perkembangan anak karena
sakit A : Gangguan tumbuh kembang
3. Menganjurkan untuk memfasilitasi anak belum teratasi
melatih keterampilan pemenuhan
kebutuhan. Hasil : P :Intervensi dihentikan, pasien
Orangtua mengatakan anak sudah dapat pulang, rencana kontrol
mengambil air sendiri saat mandi, dapat 01/02/2024
memegang sendok saat makan
4. Menganjurkan untuk orangtua
berinteraksi dengan anak. Hasil :
Orangtua memahami mengatakan selalu
mengajak anak berbicara
5. Mengajarkan orangtua cara stimulasi
perkembangan motorik kasar, motorik
halus dan bahasa. Hasil : orangtua
memahami anjuran yang diberikan
6. Menganjurkan anak untuk menstimulasi
keterampilan berinteraksi. Hasil :
orangtua dapat memahami
Rabu, D.0112 1. Mengidentifikasi pemahaman dan S : orangtua memahami anjuran
03/01/2024 kepatuhan pengobatan. Hasil : Ibu dan penjelasan yang diberikan,
pasien mengatakan obat diminum pengobatan teratur, obat tidak
sesuai jadwal, tiap hari rutin diminum, ada yang dimuntahkan, obat
tidak ada yang dimuntahkan
38
2. Menjelaskan pentingnya mengikuti sisa 2 butir sesuai jadwal
pengobatan. Hasil : ibu klien kontrol
memahami penjelasan yang diberikan
3. Menjelaskan akibat yang dapat terjadi O : tidak ada gejala berat
karena ketidakpatuhan pengobatan.
Hasil : orangtua memahami penjelasan A : Masalah kesiapan
4. Menjelaskan strategi memperoleh obta peningkatan manajemen
secara kontinu. Hasil : orangtua telah kesehatan teratasi
melakukan kontrol tiap bulan agar tidak
kehabisan obat P : intervensi dihentikan, pasien
5. Menganjurkan jadwal minum obat pulang rencana kontrol bulan
secara teratur dengan menyesuaikan depan.
aktivitas sehari-hari. Hasil : obat OAT
diminum malam hari sekitar
magrib/setelah makan
Rabu, D.0119 1. Memonitor kecepatan, kauntitas, S : Orang tua mengatakan
03/01/2024 volume dan diksi bicara. memahami anjuran yang
Hasil : anak dapar mengucapkan 1-3 diberikan
kata, belum dpaat menyusun kalimat,
pengucapan kata tidak jelas, volume O : ada kontak mata, mudah
lemah-keras dapat didengar teralih. Kemampuan bicara 1-3
2. Mengidentifikasi perilaku emosional kata, pemahaman komunikasi
dan fisik sebagai bentuk komunikasi. cukup, dukungan keluarga
Hasil : anak belum bisa mengutarakan dalam interaksi stimulasi baik.
keinginan secara spesifik dengan kata –
kata, menangis, marah – marah, A : Masalah gangguan
menunjuk dan melihat pada sesuatu komunikasi verbal belum
3. Menganjurkan berbicara perlahan. teratasi.
Hasil : pasien dapat memahami
39
4. Mengajarkan keluarga proses kognitif, P : Intervensi dihentikan,
aatomis psikologis yang berhubungan pasien pulang.
dengan kemampuan bicara.
Hasil : orangtua memahami penjelasan
perawat
5. Menganjurkan orangtua untuk selalu
memberikan stimulasi bahasa kepada
anak.
Hasil : orangtua memahami anjuran.
Rabu, D.0143 1. Mengidentifkasi faktor resiko jatuh. S : Orang tua pasien selalu
03/01/2024 Hasil : anak ada gangguan penglihatan, memahami penjelasan yang
dan gangguan keseimbangan saat diberikan
berjalan, belum bisa berjalan secara
mandiri. O : Tidak ada kejadian jatuh,
2. Mengidentifikasi faktor lingkungan keseimbangan saat berjalan
yang meningkatkan resiko jatuh. kurang, keamanan lingkungan
Hasil : lingkungan ramai, licin dan tidak cukup
datar
3. Hitung resiko jatuh. A : Masalah resiko jatuh belum
Hasil : Humpty Dumpty : 16 (resiko teratasi
tinggi)
4. Menganjurkan menggunakan alas kaki P : Intervensi dihentikan
yang tidak licin
Hasil : orangtua memahami penjelasan
perawat
5. Menganjurkan memantau anak
Hasil : orangtua selalu mendampingi
6. Menganjurkan menyimpan benda
berbahaya dan sumber listrik
40
Hasil : orangtua memahami
7. Menganjurkan mengatur perabotan
rumah tangga
Hasil : orangtua memahami penjelasan
perawat.
41
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Meningitis tuberkulosis adalah penyakit radang otak dan selaput otak akibat dari
penyebaran hematogen dari M.TB (Kemenkes RI, 2020). Meningeal tuberkulosis
merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri M. tuberculosis yang masuk ke
dalam tubuh melalui kontak udara dan masuk ke dalam paru-paru serta menyebar melalui
aliran darah. Keluhan utama An. orang tua klien mengatakan tidak ada keluhan saat ini
serta datang ke poli hanya untuk kontrol. Diagnosa yang ditegakkan yaitu Risiko perfusi
serebral tidak efekif, Kesiapan peningatan manajemen kesehatan, Gangguan tumbuh
kembang, Gangguan komunikasi verbal, dan Risiko Jatuh. Dengan rencana intervensi
keperawatan yaitu Pemantauan Neurologis, Perawatan Perkembangan, Edukasi Stimulasi
Anak, Promosi Kepatuhan Pengetahuan, Promosi Komunikasi: Defisit Bicara, Pencegahan
Jatuh, dan Edukasi Keamanan Anak yang selanjutnya dilakukan implementasi sesuai
intervensi yang ditentukan.
4.2 Saran
Berdasarkan pemaparan kasus tersebut, saran bagi perawat dan tenaga kesehatan
lainnya adalah memahami lebih dalam penanganan meningitis TB dengan memerhatikan
kondisi penyerta pasien sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan atau penanganan
yang tepat dan dapat menghindari risiko komplikasi lebih lanjut
42
DAFTAR PUSTAKA
Budiartani, N. L. P. Y. (2020) ‘Konsep Dasar Tuberkulosis Paru’, Repository Poltekkes
Denpasar, pp. 7–29.
Elistri, S. Y. (2023) ‘FAKTOR RISIKO MORTALITAS PASIEN MENINGITIS
TUBERKULOSIS PADA ANAK DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN
2018 - 2022’, Scholar Universitas Andalas.
Handryastuti, S. and Latifah, D. (2023) ‘Perbandingan Berbagai Sistem Skoring untuk
Diagnosis Meningitis Tuberkulosis pada Anak’, Sari Pediatri, 24(6), p. 425. doi:
10.14238/sp24.6.2023.425-32.
Juliawan, N. G. and Purnamawati, I. A. P. (2023) ‘Meningitis Tuberkulosis Pada Anak’,
Cermin Dunia Kedokteran, 50(10), pp. 544–548. doi: 10.55175/cdk.v50i10.759.
Kemenkes RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak
ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. 2018
Kemenkes RI (2020) Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.
Jakarta.
Sunarsih T. Tumbuh Kembang Anak. Pertama. (Sw A, Ed.). Pt.Remaja Rosdakarya; 2018. 2
Syahailatua J, Kartini K. Pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang berhubungan dengan
perkembangan anak usia 1-3 tahun. J Biomedika dan Kesehat. 2020;3(2):77-83.
doi:10.18051/jbiomedkes.2020.v3.77-83
UNICEF. Status Anak Dunia. https://www.unicef.org/indonesia/id/status-anakdunia-2019 4
Yunita, A. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS MENINGITIS
DI RUANG RAWAT ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAKRSUP Dr. M. DJAMIL
PADANG.
43