Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASPEK PSIKOSOSIAL PADA LANSIA DEMENSIA DAN ASPEK


PSIKOSOSIAL PADA LANSIA KEHILANGAN

MATA KULIAH : GERONTIK


Koordinator : Ns. Yenni Lukita, S.kep, M.Pd
Dosen Pengampu : Ns. Yenni Lukita, S.kep, M.Pd

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
F. B. NYANGKO NIM. PL2321001
RIYANI ADI ARTI NIM. PL2321015

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN RPL TIPE A


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KALIMANTAN BARAT
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan Judul “Aspek
Psikososial Pada Lansia Demensia Dan Aspek Psikososial Pada Lansia Kehilangan”.
Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam
mengikuti pembelajaran dengan Mata Kuliah Gerontik. Makalah ini terwujud atas
bimbingan dan pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bias penulis
sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Ns. Haryanto, S.KEP, MSN, Ph.D selaku Rektor Institut Teknologi dan
Kesehatan Muhammadiyah Kalimantan Barat.
2. Ibu Ns. Indah Dwi Rahayu, M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners Institut
Teknologi dan Kesehatan Muhammadiyah Kalimantan Barat.
3. Ibu Ns. Almumtahanah, M. Kep selaku wali kelas RPL Tipe A, yang telah
sangat membantu dalam memberikan saran serta masukan.
4. Ibu Ns. Yenni Lukita, S.kep, M.Pd selaku Koordinator Mata Kuliah Gerontik
yang telah membimbing dalam proses penyelesaian makalah ini.
5. Rekan-rekan Mahasiswa/I RPL Tipe A yang telah membantu dan bekerjasama
serta saling memberikan dukungan moril.
Penulis berharap agar Makalah ini dapat memberikan manfaat serta informasi
mengenai “Aspek Psikososial Pada Lansia Demensia Dan Aspek Psikososial Pada
Lansia Kehilangan”. Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan, Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan Makalah ini.

Sintang, 08 Oktober 2023


Penulis

KELOMPOK 9

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
.............................................................................................................................................
i............................................................................................................................................
KATA PENGANTAR
.............................................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
.............................................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
.................................................................................................................................
5
1.2 Tujuan Penulisan
.................................................................................................................................
8
1.3 Rumusan Masalah
.................................................................................................................................
8
1.4 Sistematika Penulisan
.................................................................................................................................
8

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Lansia
2.1.1 Pengertian
.....................................................................................................................
9

iii
2.1.2 Batasan Lansia
.....................................................................................................................
10
2.1.3 Proses Penuaan
.....................................................................................................................
11
2.1.4 Teori Penuaan
.....................................................................................................................
12
2.1.5 Aspek Psikososial pada Lansia
2.1.5.1 Perubahan Psikososial
..........................................................................................................
17
2.1.5.2 Perubahan Psikologis
..........................................................................................................
18
2.1.6 Lansia Dengan Dimensia
2.1.6.1 Pengetian
..........................................................................................................
20
2.1.6.2 Penyebab
..........................................................................................................
21
2.1.6.3 Jenis
..........................................................................................................
21
2.1.6.4 Gejala
..........................................................................................................
22
2.1.6.5 Pengobatan
..........................................................................................................
22

iv
2.1.7 Lansia Dengan Kehilangan
2.1.7.1 Pengertian
..........................................................................................................
23
2.1.7.2 Tahap Kehilangan
..........................................................................................................
23
2.1.8 Perubahan Aspek Psikososial Lansia Dimensia dan Kehilangan
2.1.8.1 Dimensia
..........................................................................................................
25
2.1.8.2 Kehilangan
..........................................................................................................
26
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.................................................................................................................................
28
3.2 Saran
.................................................................................................................................
28

DAFTAR PUSTAKA
.............................................................................................................................................
v

v
vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia mengalami proses menua yang merupakan suatu proses bersifat
alami, progresif dan ireversibel (Pessoa et al., 2019). Penuaan membuat usia
harapan hidup lansia berkurang, terjadi gangguan fungsi tubuh, dan berkurangnya
kondisi kesehatan secara umum (Andrieieva et al., 2019. Masalah psikososial
lansia dapat diperbaiki dengan dukungan sosial yang optimal (Stuart, 2014).
Depresi pada lansia yang merupakan bagian dari masalah psikososial dapat
dicegah dengan kondisi spritualitas yang baik (Mahwati, 2017).1
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Dengan
demikian maka penuaan adalah apabila seseorang manusia yang telah memasuki
umur 60 tahun keatas dan sudah tidak produktif lagi dan system tubuhnya sudah
mengalami penurunan fungsi serta mengalami perubahan aktivitas dan proses
setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Di kawasan Asia
Tenggara populasi lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa.Pada tahun 2050
diperkirakan populasi lansia meningkat 3 kali lipat dari tahun 2013. Pada tahun
2000 jumlah lansia sekitar 5.300.000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada
tahun 2010 jumlah lansia 24.000.000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020
diperkirakan jumlah lansia mencapai 28.800.000 (11,34%) dari total populasi.
Menurut hasil Susenas tahun 2010 jumlah lansia sudah 18,1 juta jiwa atau 9,6%
jumlah penduduk, Menurut BPS RI-Susenas 2011, sebaran penduduk lansia
menurut provinsi, persentase penduduk lansia di atas 10% ada di provinsi D.I.
Yogyakarta 2 (14,02%), Jawa Tengah (10,99%), Jawa Timur (10,92%) dan Bali
(10,79%) (Komnas Lansia, 2010). Sedangkan pada tahun 2012 jumlah lansia
sudah mencapai 19 juta jiwa atau sekitar 8,5% dari jumlah penduduk. Hal ini
1
Esti Widiani, Nurul Hidayah, and Abdul Hanan, ‘Gambaran Masalah Psikososial Lanjut Usia Saat
Pandemi Covid-19’, Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 6.2 (2022), 151
<https://doi.org/10.52020/jkwgi.v6i2.4120>.

5
menunjukkan peningkatan jumlah lansia dan diproyeksikan akan terus meningkat
sehingga diperkitakan pada tahun 2025 akan menjadi 28,8 juta jiwa.2
Aspek fisik dan psikososial pada proses penuaan memiliki keterkaitan yang
erat. Perubahan fisik yang dialami lansia berpengaruh pada masalah psikologis
lansia. Masalah fisik dengan perubahan postur tubuh yang dialami lansia
menimbulkan masalah sosial dan ekonomi karena lansia mulai mengalami masa
pensiun. Selain itu proses degeneratif mempengaruhi produktivitas kinerja,
sehingga lansia di anggap sudah tidak berkerja maksimal. Perubahan yang terjadi
pada lansia akan menjadi suatu stressor bagi lansia, yang menyebabkan masalah
atau gangguan psikologis pada lansia, salah satunya rasa takut kematian, merasa
bosan dan tidak berguna. Semula lansia memiliki kebiasaan bertemu dengan rekan
kerja sekarang lansia hanya berdiam diri dirumah tanpa melakukan kegiatan
apapun, serta adanya penyakit membuat lansia kurang bersosialisasi dengan
lingkungan (Nurwijayanti, Qomarullaah & Iqomah, 2020).3

2
Hasjuni Husen, ‘Identifikasi Perubahan Psikososial Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kendari Tahun 2016’, Politeknik Kesehatan Kendari, 2016.
3
Yaslina Yaslina, Maidaliza Maidaliza, and Rada Srimutia, ‘Aspek Fisik Dan Psikososial Terhadap Status
Fungsional Pada Lansia’, Prosiding Seminar Kesehatan Perintis, 4.2 (2021), 68–73
<https://jurnal.upertis.ac.id/index.php/PSKP/article/view/724>.
6
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum


Agar mahasiswa/i keperawatan mengetahui mengenai “Aspek
Psikososial Pada Lansia Demensia Dan Aspek Psikososial Pada Lansia
Kehilangan”.
1.2.2 Tujuan Khusus
Agar mahasiswa/i keperawatan mampu memahami dan menjelaskan
mengenai :
a. Pengertian Lansia
b. Batasan Lansia
c. Proses Menua
d. Teori Penuaan
e. Aspek dan Masalah Psikologis Pada Lansia
f. Aspek Psikologis Pada Lansia Demensia
g. Aspek Psikologis Pada Lansia Kehilangan
h. Tatalaksana
i. Peran Perawat

1.3 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bagian yaitu, bagian awal, inti
dan akhir. Adapun bagian awal dari makalah ini meliputi Judul, Kata Pengantar,
Daftar Isi.
Bagian inti terdiri dari :
BAB I Pendahuluan : Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan
Penulisan dan Sistematika Penulisan Makalah yang penulis jabarkan secara naratif.
BAB II Landasan Teori : Landasa Teori yang terdiri Pengertian Lansia, Batasan
Lansia, Proses Menua, Teori Penuaan.
BAB III Aspek Psikologis pada Lansia : Demensia, Kehilangan dan Peran Perawat.
BAB IV Penutup : Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran untuk
mendukung serta memberikan manfaat informatif pada makalah ini.
Bagian akhir yang terdiri dari Daftar Pustaka.

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Lansia


2.1.1 Pengertian
Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini
akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termaksuk
kesehatannya.
World Health Organization (WHO) dan Undag-Undang Nomor 13
Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2
menyebutkan bahwa umur 60 Tahun adalah usia permulaan tua
(Nugroho,W 2008). Sedangkan menurut dokumen pelembagaan lanjut
usia dalam kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial
dalam rangka perencanaan Hari Lanjut Nasional tanggal 29 Mei 1996
oleh prsiden RI, batas usia lanjut adalah 60 tahun atau lebih. (Fatimah,
2010).
Lanjut usia merupakan proses akhir kehidupan dan ditandai dengan
adanya gangguan adaptasi terhadap tekanan lingkungan sekitarnya dan
bukan suatu penyakit. Proses menua dimulai dari sejak lahir dan terjadi
terus menerus secara alamiah dan dialami oleh semua makhluk hidup
(Wahyudi, 2000).4
Pengertian lanjut usia menurut undang-undang No.13/1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi “ Lanjut Usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
Menurut Santrock (2002), ada dua pandangan tentang definisi
orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan
orang Indonesia. Pandangan orang barat menyebutkan bahwa yang
tergolong lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun ke atas,
dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah

4
Husen.
8
lanjut usia. Di pihak lain, pandangan orang Indonesia menyebutkan
bahwa lansia adalah orang yang berumur 60 tahun ke atas. Pada umur 60
tahun seseorang sudah mulai tampak ciri-ciri ketuaan.5

2.1.2 Batasan Lansia


Di Indonesia lanjut usia adalah usia 60 tahun keatas. Hal ini
dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho,2008).6
Pengertian penduduk yang dikemukakan di atas tampaknya sejalan
dengan konsep Badang Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa
lansia adalah penduduk berumur 60 tahun ke atas. Begitu pula menurut
Hardywinoto dan Setiabudhi (1999: 8), menggunakan pengertian
kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun
ke atas. Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994),
digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu: (1) Kelompok lansia dini
(55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia; (2)
Kelompok lansia (65 tahun ke atas); dan (3) Kelompok lansia resiko
tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia
menjadi 4 yaitu: Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia
(elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat
tua (very old) di atas 90 tahun.7

5
Ni Kadek Andini, Desak Putu Eka Nilakusmawati, and Made Susilawati, ‘Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Penduduk Lanjut Usia Masih Bekerja’, Piramida, 9.1 (2013), 44–49.
6
Rulban Larandang, Sudirman Sudirman, and Ahmad Yani, ‘Gizi Lanjut Usia (Lansia)’, Jurnal Ilmu
Kesehatan, 1 (2019), 9–21 <http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3641/4/Chapter2.pdf>.
7
Andini, Nilakusmawati, and Susilawati.
9
2.1.3 Proses Penuaan
Proses penuaan biologis ini terjadi secara perlahan-lahan dan dibagi
menjadi beberapa tahapan, antara lain:
1) Tahap Subklinik (Usia 25 – 35 tahun) Usia ini dianggap usia muda
dan produktif, tetapi secara biologis mulai terjadi penurunan kadar
hormon di dalam tubuh, seperti growth hormone, testosteron dan
estrogen. Namun belum terjadi tanda-tanda penurunan fungsi-fungsi
fisiologis tubuh.
2) Tahap Transisi (Usia 35 – 45 tahun) Tahap ini mulai terjadi gejala
penuaan seperti tampilan fisik yang tidak muda lagi, seperti
penumpukan lemak di daerah sentral, rambut putih mulai tumbuh,
penyembuhan lebih lama, kulit mulai berkeriput, penurunan
kemampuan fisik dan dorongan seksual hingga berkurangnya gairah
hidup. Radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat
bermanisfestasi pada berbagai penyakit. Terjadi penurunan lebih jauh
kadar hormon-hormon tubuh yang mencapai 25% dari kadar optimal.
3) Tahap Klinik (Usia 45 tahun ke atas) Gejala dan tanda penuaan
menjadi lebih nyata yang meliputipenurunan semua fungsi sistem
tubuh, antara lain sistem imun, metabolisme, endokrin, seksual dan
reproduksi, kardiovaskuler, gastrointestinal, otot dan saraf. Penyakit
degeneratif mulai terdiagnosis, aktivitas dan kualitas hidup berkurang
akibat ketidakmampuan baik fisik maupun psikis yang sangat
terganggu.8

2.1.4 Teori Penuaan


8
Tria Coresa, ‘Gambaran Fungsi Kognitif Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang Gading Semarang’,
Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran Diponegoro), 2015, 1–11.
10
Studi yang dilakukan Nies untuk mengidentifikasi pola makan dan pola
hidup yang mempengaruhi kehidupan yang sehat di usia tua, melibatkan
1091 laki-laki dan 1109 perempuan usia 70-75 tahun. Hasilnya
menunjukkan, pola hidup tidak sehat seperti kebiasaan merokok, diet
tidak sehat, aktivitas fisik rendah meningkatkan risiko kematian.15
Modifikasi gaya hidup seperti tidak merokok, meningkatkan aktivitas
fisik, dan pola hidup sehat merupakan salah satu strategi untuk memiliki
kualitas hidup yang tetap baik meski usia telah lanjut.9
Terdapat empat teori utama yang menjelaskan terjadinya proses
penuaan18 :
1) Teori Wear and Tear
Tubuh dan selnya menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan
disalahgunakan. Organ tubuh, seperti hati, lambung, ginjal, kulit, dan
yang lain, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan,
konsumsi berlebihan lemak,gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena
sinar ultraviolet, dan karena stress fisik dan emosional. Tetapi
kerusakan ini tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di
tingkat sel. Hal ini berarti walaupun seseorang tidak pernah merokok,
minum alkohol, dan hanya mengonsumsi makanan alami, dengan
menggunakan organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya terjadi
kerusakan.
2) Teori Neuroendokrin
Teori ini menyangkut peranan berbagai hormon bagi fungsi organ
tubuh.Pada usia muda berbagai hormon bekerja dengan baik
mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh. Karena itu pada masa
muda fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal, seperti
kemampuan bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan
motorik, fungsi seksual, dan fungsi memori. Hormon bersifat vital
untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh. Ketika manusia
menjadi tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit
sehingga kadarnya menurun. Akibatnya berbagai fungsi tubuh

9
Coresa.
11
terganggu. Growth hormone yang membantu pembentukan massa
otot, Human Growth Hormon (HGH), testosteron, dan hormon tiroid,
akan menurun tajam ketika menjadi tua.
3) Teori Kontrol Genetika
Faktor genetik memiliki peran besar untuk menentukan kapan
menjadi tua dan umur harapan hidup, dapat dianalogikan individu
lahir seperti mesin yang telah diprogram sebelumnya untuk merusak
diri
sendiri. Tiap individu memiliki jam biologi yang telah diatur
waktunya untuk dapat hidup dalam rentang waktu tertentu. Ketika
jam biologi tersebut berhenti, merupakan tanda individu tersebut
mengalami proses
penuaan kemudian meninggal dunia, waktu dalam jam biologi sangat
bervariasi tergantung pada peristiwa yang terjadi dalam kehidupan
individu tersebut dan pola hidupnya.
4) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan suatu molekul yang mempunyai satu atau
lebih elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya, dapat bereaksi
dengan molekul lain, menimbulkan reaksi berantai yang sangat
destruktif. Radikal bebas bersifat sangat reaktif. Radikal bebas akan
merusak membran sel, Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), dan protein.
Banyak studi mendukung ide bahwa radikal bebas mempunyai
kontribusi yang besar pada terjadinya penyakit yang berhubungan
dengan proses penuaan seperti kanker, penyakit jantung dan proses
penuaan.10

2.1.5 Aspek Psikososial Pada Lansia

10
Coresa.
12
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
(homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan/ kemerosotan
(deteriorisasi) yang progresifterutama aspek psikologis yang
mendadak,misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya
bersumber dari munculnyastressor psikososial yang paling berat,misalnya
kematian pasangan hidup, kematiansanak keluarga dekat, terpaksa
berurusandengan penegak hukum, atau trauma psikis. Penelitian yang
dilakukan oleh (Sudaryanto, 2008) ada beberapa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia.Adapun beberapa faktor
yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa
mereka adalah sebagai berikut:11
1. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti:

a) Gangguan jantung
b) Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus
c) Vaginitis
d) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
e) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu
sangat kurang
f) Obat-obatan tertentu antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :


a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual
pada lansia
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam
kehidupannya .
d. Pasangan hidup telah meninggal, Disfungsi seksual karena
perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya

11
B A B Ii, ‘Hubungan Hambatanl…, AFRIZAL RAHMA M.P, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019’, 2008,
13–35.
13
misalnya cemas, depresi, pikun dsb. Perubahan Aspek Psikososial
pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia
mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi
dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi
psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang
berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.Dengan adanya
penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia.

2. Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi
proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-
lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga
mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan
keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:12
A. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya
tipeini tidak banyak mengalami gejolak,tenang dan mantap sampai
sangat tua.
B. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini
ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika
pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat

12
Ii.
14
memberikan otonomi pada dirinya
C. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini
biasanya sangatdipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
D. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini
setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonominya menjadi morat-marit.
E. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia
tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit
dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

3. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat
menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya
sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status
dan harga diri.

4. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat


Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,
gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau
bahkan kecacatan pada lansia .Misalnya badannya menjadi bungkuk,
pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya
sehingga sering menimbulkan keterasingan.13

5. Penurunan Kondisi Fisik


Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai

13
Ii.
15
dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda
(multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb.
Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa
lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua
dapat menimbulkan gangguanatau kelainan fungsi fisik, psikologik
maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada oranglain. Dalam kehidupan lansia agar dapat
tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun
sosial,sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi
kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus
mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,misalnya makan, tidur,
istirahat dan bekerja secara seimbang.14

2.1.5.1 Perubahan Psikososial Pada Lansia


Macam-macam perubahan psikososial pada lansia menurut Anonim
(2008) antara lain :
a. Perubahan fungsi sosial
Perubahan yang dialami oleh lansia yang berhubungan dengan
aktivitas-aktivitas sosial pada tahap sebelumnya baik itu dengan
lingkungan keluarga atau masyarakat luas.
b. Perubahan peran sesuai dengan tugas perkembangan
Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses
tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila pada tahap
perkembangan sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari
dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi
dengan orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut akan tetap
melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap
perkembangan sebelumnya.

14
Ii.
16
c. Perubahan tingkat depresi
Tingkat depresi adalah kemampuan lansia dalam menjalani hidup
dengan tenang, damai, serta menikmati masa pensiun bersama
anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih sayang.
d. Perubahan stabilitas emosi
Kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi
tekanan atau konflik akibat perubahan – perubahan fisik, maupun
sosial – psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk
mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan
tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan
mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat
sehingga dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan dirinya
tanpa menimbulkan masalah baru.15

2.1.5.2 Perubahan Psikologis Pada Lansia


Sedangkan, perubahan psikologis yang terjadi pada lansia
diaantaranya sebagai berikut16 :
a. Depresi Perasaan sedih dan penurunan motivasi hidup merupakan
salah satu yang paling banyak ditemui pada lansia. Seiring dengan
bertambahnya umur dan berkurangnya peran dalam masyarakat
juga berpengaruh terhadap keparahan depresi. Secara umum gejala
depresi ini adalah:
1. Penurunan motivasi
2. Perasaan sedih berkelanjutan
3. Kecemasan berkelanjutan
4. Sulit tidur
5. Sering terjadinya perubahan emosi tanpa sebab pasti
b. Amnesia Gangguan ingatan pada lansia menjadi hal yang juga
paling sering terjadi yang diakibatkan oleh banyak faktor
diantaranya karena penurunan kinerja fungsi syaraf otak. Beberapa
tanda/ gejala amnesia adalah:
15
Ii.
16
Tetap Bahagia, ‘Masalah Umum Psikologis Lansia Dan Pencegahannya’.
17
1. Menurunnya daya ingat baik sementara maupun permanen
2. Sering mengalami kebingungan
3. Kesulitan dalam mengenal lokasi
Amnesia bisa disebabkan oleh berbagai alasan seperti neurologis
dan organik, seperti kerusakan otak karena benturan benda
tumpul/kecelakaan. Amnesia juga bisa disebabkan oleh
psikogenik.
c. Demensia Merupakan kumpulan penyakit dengan berbagai gejala
yang mana mengakibatkan perubahan pada lansia dalam cara
berpikir dan berinteraksi dengan orang lain. Biasanya, memori
jangka pendek, pikiran, kemampuan berbicara dan kemampuan
motorik juga terganggu, bahkan dapat mengubah kepribadian
seseorang. Tanda dari dementia ini antara lain perubahan suasana
hati dan munculnya sikap apatis. Secara umum ciri dari dementia
ini mirip dengan amnesia yaitu berupa penurunan ingatan dan
fungsi otak, hal ini terjadi karena kematian sel otak. Kematian sel
otak ini bisa disebabkan oleh kekurangan oksigen/vitamin, infeksi,
dan tumor.
d. Insomnia dan sleep apnea Seiring dengan bertambahnya usia maka
jumlah jam tidur juga akan terpengaruh. Pada lansia biasanya jam
tidur akan lebih pendek dibanding dengan usia muda,yang ditandai
dengan menurunnya kualitas tidur seseorang. Insomnia secara
umum ditandai dengan beberapa kondisi antara lain:
1. Kesulitan tidur ini terjadi setidaknya tiga kali setiap
minggunya, dan telah berlangsung selama setidaknya satu
bulan.
2. Kesulitan tidur tetap ada meskipun ada situasi dan kesempatan
yang optimal untuk tidur.17
3. Kesulitan tidur ini juga diasosiasikan dengan kesusahan dan
gangguan di siang harinya.18

17
Bahagia.
18
Bahagia.
18
4. Kesulitan tidur, atau tidur namun tidak memberikan efek
perbaikan badan. Selain itu kesulitan tidur ini juga bisa terjadi
karena halangan pada saluran pernapasan bagian atas, dan
banyak ditemui pada lansia khususnya para perokok.
e. Alzheimer’s Disease Penyakit ini merupakan yang paling berisiko
bagi lansia karena penderita dapat mengalami penurunan ukuran
dan jaringan otak. Bagi penderita yang mengalami ini ada
kemungkinan untuk tidak mengingat dan tidak merasionalisasikan
setiap pertistiwa yang dialami sehingga komunikasi akan sangat
terganggu.

2.1.6 Lansia Dengan Demensia


2.1.6.1 Pengertian
Menurut artikel Siloam Hospital Demensia adalah suatu kondisi
menurunnya cara berpikir dan daya ingat seseorang yang biasanya
terjadi pada lansia (usia 65 tahun ke atas). Kondisi ini pun dapat
memengaruhi gaya hidup, aktivitas sehari-hari, hingga
kemampuan bersosialisasi penderitanya.
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom
neurodegeneratif yang timbul karena adanya kelainan yang
bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan fungsi
luhur multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan
mengambil keputusan.

2.1.6.2 Penyebab
Penyebab demensia adalah kerusakan pada sel-sel saraf otak
(dapat terjadi pada beberapa area otak). Gangguan pada fungsi
otak ini dapat muncul dalam berbagai kondisi yang berbeda pada
setiap orang, tergantung dari area otak yang terdampak. Selain itu,
menurunnya daya ingat karena demensia juga bisa disebabkan

19
oleh berkurangnya aliran darah dalam pembuluh darah otak.
Kondisi ini dapat dipicu oleh berbagai hal, seperti stroke, infeksi
katup jantung, atau gangguan pada pembuluh darah lainnya.

2.1.6.3 Jenis Demensia


Berdasarkan penyebabnya, demensia terbagi menjadi beberapa
jenis, di antaranya sebagai berikut:
a. Alzheimer, yaitu jenis demensia yang paling sering terjadi.
Kondisi ini bisa terjadi karena mutasi gen yang diturunkan
orang tua atau terbentuknya plak atau gumpalan protein di
otak.
b. Demensia vaskular, yaitu gangguan fungsi otak yang terjadi
karena kurangnya aliran darah di otak. Kondisi ini dapat
dipicu oleh stroke atau gangguan lainnya.
c. Lewy body dementia, yaitu salah satu jenis demensia
progresif yang disebabkan oleh adanya endapan protein
dalam sel saraf otak, sehingga fungsi otak dalam
mengantarkan sinyal menjadi terhambat.
d. Demensia frontotemporal, yaitu sekelompok penyakit yang
ditandai dengan kerusakan sel saraf di lobus frontal temporal
otak atau bagian depan. Kondisi ini dapat memengaruhi
perilaku, kepribadian, dan kemampuan berbahasa
penderitanya.
e. Kombinasi demensia, yaitu kondisi ketika seseorang
menderita dua atau lebih jenis demensia.

2.1.6.4 Gejala Demensia


Beberapa gajala yang disebabkan oleh demensia adalah sebagai
berikut:
a. Kehilangan memori (biasanya gejala ini disadari oleh orang-
orang terdekatnya).
b. Kesulitan dalam berkomunikasi atau berbahasa.

20
c. Kesulitan merencanakan sesuatu.
d. Sering merasa bingung.
e. Kesulitan menyelesaikan tugas yang kompleks.
f. Kesulitan berkoordinasi dan penurunan fungsi motorik.
Demensia juga bisa menimbulkan gejala berupa perubahan
psikologis, seperti;
a. Perubahan kepribadian.
b. Gelisah.
c. Berperilaku aneh.
d. Halusinasi.
e. Agitasi.
f. Mengalami ketakutan berlebihan.

2.1.6.5 Pengobatan Demensia Pada Lansia


Beberapa pengobatan yang dilakukan untuk mengurangi gejala-
gejala demensia adalah sebagai berikut:
a. Inhibitor kolinesterase: Obat untuk meningkatkan zat kimia
asetilkolin yang berguna menunda gejala Alzheimer agar
tidak semakin memburuk.
b. Memantine: Obat untuk menunda munculnya gejala kognitif
dan perilaku pada orang dengan Alzheimer sedang atau berat.
c. Terapi perilaku: Bertujuan menekan perubahan perilaku yang
tidak terkendali.
d. Terapi kognitif: Bertujuan menstimulasi daya ingat, serta
meningkatkan kemampuan berbahasa dan memecahkan
masalah.
e. Terapi okupasi: Bertujuan mengajarkan cara melakukan
aktivitas secara aman.
Kemudian, salah satu hal yang tak kalah penting dalam
mengatasi demensia adalah dukungan dari keluarga. Adanya
dukungan yang kuat dari keluarga akan membantu menjaga
kualitas hidup pasien kedepannya.

21
2.1.7 Kehilangan
2.1.7.1 Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik
terjadi sebagian atau keseluruhan.

2.1.6.2 Tahapan Kehilangan atau Berduka


Lansia yang berduka pada umumnya akan merasakan perubahan-
perubahan perasaan pada tahapan duka yang berbeda. Dikutip
situs Alodokter, terdapat 5 tahapan duka yang umumnya
dirasakan yaitu:
1. Tahapan menyangkal, Pada tahapan ini orang yang berduka
cenderung menyangkal perasaan dan kondisi mereka yang
sedang berduka atau dalam keadaan yang tidak baik. Hal ini
merupakan respons alami yang diciptakan untuk mengurangi
rasa sakit dan luka batin yang dirasakan oleh orang tersebut.
2. Tahapan marah, Tahapan selanjutnya dari berduka adalah
marah. Pada tahap ini mereka yang berduka akan merasa
marah dan tidak menerima keadaan duka yang mereka
hadapi. Pada tahap ini seseorang akan menjadi lebih mudah
marah, frustrasi, sensitif, tidak sabaran, dan acap kali terjadi
perubahan mood.
3. Tahapan "tawar menawar", Setelah kemarahan mereda,
tahapan duka selanjutnya ialah tahap tawar menawar.
Tahapan ini berguna sebagai bentuk pertahanan emosional
agar mereka yang berduka dapat memegang kembali kendali
kehidupan mereka. Pada tahap ini seseorang cenderung
merasa bersalah, baik dengan diri sendiri maupun dengan
orang lain. Mereka juga akan merumuskan langkah
pencegahan apa yang harus dilakukan untuk menghindari
kejadian serupa dikemudian hari.

22
4. Tahapan depresi, Tahapan keempat dari berduka adalah tahap
depresi, yaitu ketika mereka gagal mengubah keadaan setelah
segala upaya penolakan yang dilakukan. Di tahap ini orang
akan merasakan sedih, putus asa, dan kecewa yang dalam.
Gejala lainnya yaitu kendala sulit tidur, kehilangan atau
berlebihan dalam hal nafsu makan, tidak bersemangat
melakukan apapun, mudah lelah dan sering menangis.
Tahapan depresi ini adalah bagian dari proses terbentuknya
luka batin yang umum terjadi.
5. Tahapan penerimaan, Tahap terakhir dari berduka adalah
tahap penerimaan. Meskipun masih merasakan kesedihan,
kecewa, dan penyesalan, namun pada tahap ini mereka sudah
dapat menerima fakta bahwa kehilangan yang mereka alami
tidak dapat diubah. Di tahap ini pula orang yang berduka
sudah dapat menyesuaikan diri dan belajar untuk menerima
bahwa kehilangan ini adalah bagian dari perjalanan hidup
mereka.

2.1.8 Perubahan Aspek Psikososial Lansia dengan Demensia dan Kehilangan


Menurut Santrock (2000) dan Kusumiati (2009) bahwa perubahan psikososial
yang terjadi pada lansia adalah hidup sendiri akibat anak-anak sudah menikah
dan mulai meninggalkan rumah serta kehilangan pasangan. Kondisi ini menjadi
alasan atau penyebab lansia tinggal sendiri di rumah.

2.1.8.1 Lansia Dengan Demensia


Adapun perubahan aspek psikososial yang kerap kali timbul ataupun
terjadi pada lansia dengan demensia/pikun adalah sebagai berikut :
a. Kehilangan memori kerap kali terjadi pada lansia dengan kepikuan.
lansia akan mengalami kehilangan memori ingat, mulai dari lupa
akan nama, lupa orang-orang sekitar, bahkan keluarganya sendiri.

23
Hal ini biasanya disadari oleh keluarga terdekat atau serumah,
perubahan prilaku dan daya ingat lansia dengan demensia.
b. Kesulitan dalam berkomunikasi dan berbahasa pada keluarga
maupun orang sekitar. Sehingga lansia dengan demensia akan
mengalami perubahan psikososial dengan orang-orang terdekat
dalam berkomunikasi. Orang sekitas kerap kali merasa bingung
dengan maksud yang ingin disampaikan oleh penderita.
c. Kesulitan merencanakan sesuatu dan sering kali merasa bingung
ketika akan melakukan suatu hal. Sehingga lansia dengan demensia
akan merasa kesulitan dalam merencanakan serta menyelesaikan
tugas yang bersifat komplek dalam satu waktu.
d. Perubahan psikososial lain yang dialami lansia dengan demensia
yaitu perasaan gelisah, berperilaku aneh, mengalami ketakutan atau
ansietas secara berlebihan terhadap sesuatu yang mungkin belum
terjadi. Dalam kondisi ini lansia akan merasa bahwa dirinya hidup
sendiri dan tidak diperdulikan oleh keluarga.
e. Sering tersesat meskipun berada pada lingkungan yang familiar, hal
ini seringkali terjadi pada lansia dengan demensia. Karena ingatan
yang menurun lansia akan mengalami kesulitan dalam mengingat
suatu tempat atau jalan pulang meski pada lingkungan sehari-hari.
f. Sering menggunakan istilah yang tidak umum ketika
mendeskripsikan benda yang familiar.
Peran Keluarga dalam mendorong maupun mendukung kesembuhan
lansia dengan demensia tentunya bagian terpenting dalam kehidupan
lansia, selain therapy farmakologis hal yang dapat dilakukan keluarga.
Dilansir dari Mayo Clinic, demensia tidak bisa disembuhkan, namun ada
beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh pengasuh atau keluarga untuk
meringankan gejala yang muncul, seperti:
a. Melakukan komunikasi yang melibatkan kalimat yang sederhana,
gestur tubuh, serta tidak mendesak respon dari penderita.

24
b. Mendorong penderita untuk melakukan olahraga karena sudah
terbukti bermanfaat untuk memperlambat progres penurunan
kemampuan otak.
c. Melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama, seperti
berkebun, memasak, dan bernyanyi.
d. Menerapkan pola hidup sehat, seperti mengurangi konsumsi kafein
per hari serta menghindari penggunaan alat elektronik sebelum
tidur.
e. Menggunakan kalender sebagai pengingat terhadap acara yang
penting.
f. Melibatkan penderita untuk merencanakan kegiatan di masa depan,
termasuk pengobatan yang akan dilakukan.

2.1.7.2 Lansia Dengan Kehilangan


Kehilangan pada lansia sering kali dikaitkan dengan kehilangan
orang terkasih atau bahkan pasangan hidup mereka seperti perpisahan,
dan hal terburuk kehilangan karena kematian yang disebakan suatu
penyakit atau kehilangan tiba-tiba seperti kecelakaan, hal ini tentunya
akan berpengaruh pada aspek psikososial yang dialami lansia. Adapun
perubahan aspek psikososial lansia dengan kehilangan yaitu :
a. Lansia akan mengalami perubahan psikososial karena suatu
insiden/kejadian kehilangan orang terdekat. Contohnya suami/istri.
Lansia akan mengalami rasa marah, emosi yang tak terkendali
bahkan selalau mengingat momen kehilangan secara berlebihan.
b. Lansia dengan kehilangan sering kali murda merasa emosi atau
bahkan kehilangan semangat hidup dan memilih menyendiri seletah
mengalami kehilangan.
c. Perubahan sikap terhadap orang terdekat, keluarga atau bahkan
lingkungan sekitar
d. Mudah tersinggung jika ada perkataan-perkataan tertentu yang
dianggap mengingatkan akan masa lalu terburuk mereka, atau
momen bersedih karena kehilangan.

25
e. Murung dan kehilangan gairah hidup dan lamban untuk
menyesuaikan dengan kondisi perubahan yang baru.
f. Membatasi diri dari lingkungan sekitar, dan lebih memilih untuk
sendiri dan menutup diri.
Lansia dengan kehilangan tidak dapat dibiarkan begiru saja, tentu
perlu pern keluarga untuk mendukung kehidupan psikososial lansia gar
kembali pulih seperti sedia kala. Lantas apa yang dapat keluarga lakukan
ketika menghadapi lansia yang sedang mengalami duka dan kehilangan
yaitu :

 ‘Hadir’ dan ada untuk mereka. Pada beberapa orang yang sedang
berduka, terkadang mereka tidak membutuhkan masukan, didengar,
ataupun berbicara hal lainnya. Mereka cuma ingin kita ada di
samping mereka agar mereka merasa tidak sendirian dalam melalui
proses duka ini.
 Membiarkan lansia dan orang yang sedang berduka untuk
meluapkan emosi yang mereka rasakan
 Bersabar, pengertian, dan tidak bersikap menggurui ketika
membersamakan mereka. Tidak bertindak seolah-olah kita
mengetahui beratnya duka yang mereka rasakan. Selain itu, jangan
memaksa orang yang sedang berduka untuk menceritakan perasaan
mereka.
 Tidak perlu khawatir untuk menyebutkan nama maupun kenangan
indah bersama dengan mereka yang meninggal. Orang yang
ditinggalkan pun memikirkan dan mengenang hal tersebut. Jadi,
wajar-wajar saja menyebutkan nama dan kenangan mereka yang
telah tiada, selama hal ini tidak memicu hal yang tidak
menyenangkan pada lansia dan mereka yang sedang berduka.
 Perlu diingat bahwa proses duka ini membutuhkan waktu. Berikan
waktu dan perhatian kepada mereka selagi mereka berusaha
melewati tahapan tahapan duka tersebut.

26
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami
perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya.
27
Lansia juga kerap kali mengalami perubahan bahkan gangguan secara
kehidupan psikososial mereka dikarenakan berbagai hal diantaranya karena
dimensia/kepikunan dan kehilangan. Lansia dengan dimensia dan kehilangan
akan mengalami perubahan dari sisi psikologis dan psikososial mereka,
perubahan ini lantaran membuat lansia perlu dukungan dari orang-orang
dertekat mereka yaitu keluarga sebagai pemberi suport terbaik dan lingungan
sekitar yang juga memberikan andil agar lansia dapt mengoptimalkan
kehidupan mereka dalam bersosial di masyarakat.

3.2 Saran

Diharapkan bagi lansia dapat memahami perubahan psikososial yang

dialaminya seperti demensia dan kehilangan dengan baik. Sehingga para lansia

dimasa tuanya dapat lebih produktif dari segi apapun dan mampu beradaptasi

dengan baik dimasa tuanya. Serta peran penting dari keluarga dan anak dalam

memahami lansia yang mengalami perubahan psikologis maupun psikososial

baik dimensia maupun kehilangan, memberikan dan sebagai support system

terbaik baik lansia.

28
DAFTAR PUSTAKA

Andini, Ni Kadek, Desak Putu Eka Nilakusmawati, and Made Susilawati, ‘Faktor-
Faktor Yang Memengaruhi Penduduk Lanjut Usia Masih Bekerja’, Piramida, 9.1
(2013), 44–49

Bahagia, Tetap, ‘Masalah Umum Psikologis Lansia Dan Pencegahannya’

Coresa, Tria, ‘Gambaran Fungsi Kognitif Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Pucang
Gading Semarang’, Diponegoro Medical Journal (Jurnal Kedokteran
Diponegoro), 2015, 1–11

Husen, Hasjuni, ‘Identifikasi Perubahan Psikososial Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kendari Tahun 2016’, Politeknik Kesehatan Kendari, 2016

Ii, B A B, ‘Hubungan Hambatanl…, AFRIZAL RAHMA M.P, Fakultas Ilmu Kesehatan


UMP, 2019’, 2008, 13–35

Larandang, Rulban, Sudirman Sudirman, and Ahmad Yani, ‘Gizi Lanjut Usia (Lansia)’,
Jurnal Ilmu Kesehatan, 1 (2019), 9–21
<http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3641/4/Chapter2.pdf>

Widiani, Esti, Nurul Hidayah, and Abdul Hanan, ‘Gambaran Masalah Psikososial
Lanjut Usia Saat Pandemi Covid-19’, Jurnal Keperawatan Widya Gantari
Indonesia, 6.2 (2022), 151 <https://doi.org/10.52020/jkwgi.v6i2.4120>

Yaslina, Yaslina, Maidaliza Maidaliza, and Rada Srimutia, ‘Aspek Fisik Dan
Psikososial Terhadap Status Fungsional Pada Lansia’, Prosiding Seminar
Kesehatan Perintis, 4.2 (2021), 68–73
<https://jurnal.upertis.ac.id/index.php/PSKP/article/view/724>

Anda mungkin juga menyukai