Dosen Pembimbing :
Emilliana Luh Damayanti, S.Kep,Ners., M.psi.
Disusun Oleh :
Devi Sistia Wulansari (1512300100)
Kelas B Biopsikologi
Fakultas Psikologi
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, serta
taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah yang berjudul “
Gangguan Psikologi “ dengan sebaik-baikmya. Saya sampaikan juga Terima kasih
kepada dosen pembimbing favorit saya dalam mata kuliah ‘Biopsikologi” yang telah
memberi saya dukungan.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa hasil laporan ini masih jauh
dari kata sempurna. Sehingga saya selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca yaitu Ibu Emil tersayang . Akhir kata Semoga
makalah yang saya susun ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
2.1 Penyalahgunaan Zat Kimia....................................................................................
2.2 Penguatan dan Nucleus Accumbens......................................................................
2.3 Kecanduan Sebagai Peningkatan ‘Menginginkan "...............................................
2.4 Sensinitasi Nucleus Accumbens............................................................................
2.5 Akohol Dan Ketergantungan Alkohol...................................................................
2.6 Pengobatan Melawan Penyalahgunaan Zat Kimia................................................
2.7 Metadon.................................................................................................................
2.8 Gangguan Mood....................................................................................................
2.9 Gangguan Depresi Mayor....................................................................................
2.10 Hormon................................................................................................................
2.11 Abnormalitas Dominasi Belahan Otak................................................................
2.12 Virus....................................................................................................................
2.13 Obat Antidepresi..................................................................................................
2.13.1 Tipe-tipe Obat Antidepresi......................................................................
2.13.2 Bagaimana Tepatnya Cara Kerja Obat Antidepresi?...............................
2.14 Terapi Elektrokonvulsif (ECT)............................................................................
2.15 Gangguan Bipolar................................................................................................
ii
2.15.1 Genetika...................................................................................................
2.15.2 Pengobatan...............................................................................................
2.16 Gangguan Afektif Musiman................................................................................
2.17 Skizofrenia...........................................................................................................
2.17.1 Gejala pada Perilaku................................................................................
2.18 Gangguan Tourette..............................................................................................
2.18.1 Mendeskripsikan bagaimana Gangguan Tourette ditangani....................
BAB III PENGALAMAN PRIBADI........................................................................................
3.1 Pengalaman Prribadi............................................................................................
3.2 Upaya yang dilakukan.........................................................................................
3.3 Harapan kedepannya............................................................................................
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
4. Untuk mengetahui pengalaman psikologis apa yang telah terjadi pada
penulis
BAB II
PEMBAHASAN
2
meletakkan tikus di dalam kotak Skinner, tempat tikus tersebut dapat menghasilkan
stimulasi otak mandiri dengan cara menekan sebuah tuas untuk mendapatkan
stimulasi listrik pada otak. Semua area otak tersebut secara langsung
atau tidak langsung menstimulasi akson yang melepaskan dopamin di nucleus
accumbens (Wise, 1996).
3
melepaskan dopamin dalam nukleus accumbens dan juga akan meningkatkan
kemungkinan kokain mengaktifkan bagian korteks prefrontal kanan dan
kecenderungan individu untuk mencari sumber kecanduan (kokain)(Robinson &
Berridge, 2001;Volkow dkk, 2005) Sementara itu, individu bereaksi kurang normal
terhadap hal-hal lain, termasuk seks Salah satu hipotesisnya adalah bahwa biasanya
korteks prefrontal mengirimkan sinyal rangsang ke inti lateral untuk mendukung
aktivitas yang berpotensi memperkuat. Namun, penggunaan narkoba berulang kali
meningkatkan penghambatan latar belakang di korteks prefrontal, sehingga hanya
rangsangan terkuat yang dapat mengatasinya Kecuali pada rangsangan terkuat, sema
tidak dapat menembus inti sel (Kalivas, Volkow, & Seamans, 2005) Kapan dan
bagaimana otak menjadi sensitif terhadap zat adiktif , Para peneliti memberi
kesempatan kepada sekelompok tikus untuk belajar cara menekan tuas untuk
menyuntik dirinya sendiri dengan heroin.
Ternyata penggunaan narkoba pada saat putus obat merupakan pengalaman yang
sangat kuat, yang mengarah pada kesadaran memang benar, pengguna narkoba –
tikus atau manusia – mengetahui bahwa obat tersebut mengurangi stres akibat putus
obat, dan pada saat itu, obat tersebut memiliki efek yang sangat kuat Tikus dan
manusia yang telah berhenti menggunakan narkoba menunjukkan keinginan mencari
obat yang sangat kuat (strong wish) selama periode stres atau setelah diingatkan akan
4
narkoba (Ciccocioppo, Martin-Fardon, & Weiss, 2004; Ghitza, Fabbricatore,
Prokopenko, Pawlak , & Tay, 2003;Kruzich, Congleton, & See, 2001)
Ingatlah pembahasan tentang kemunculan penyakit Parkinson pada masa muda yang
memiliki dasar genetika yang jelas, tetapi kemunculannya pada masa tua tidak
memiliki dasar genetika yang jelas. Hal yang sama juga terjadi pada penyakit
Alzheimer. Sementara pada penyakit Huntington, orang yang memiliki banyak
pengulangan C-A-G pada gen yang mengode protein huntingtin akan
mengembangkan gejala penyakit tersebut, dasar-dasar genetika merupakan faktor
kuat yang memengaruhi munculnya ketergantungan alkohol pada usia muda,
terutama pada pria. Para peneliti membagi ketergantungan alkohol menjadi dua tipe,
5
walaupun batasannya tidak begitu jelas pada tiap individu (J.Brown, Babor, Litt, &
Kranzler, 1994; Devor, Abell, Hoffman, Tabakoff, & Cloninger, 1994).
Bukti adanya dasar genetik untuk ketergantungan alkohol, antara lain (a) penemuan
bahwa kembar monozigot lebih memiliki persamaaan dalam hal penyalahgunaan
alkohol daripada kembar dizigot (True dkk., 1999) dan (b) anak kandung dari orang
tua yang ketergantungan alkohol memiliki risiko yang lebih besar untuk menjadi
pecandu alkohol, meskipun jika mereka diadopsi oleh orang tua yang bukan pecandu
alkohol (Cloninger, Bohman, & Sigvardsson, 1981; Vaillant & Milofsky, 1982).
Faktor Risiko
Apakah sebagian individu lebih mudah mengalami masalah ketergantungan
alkohol yang parah? Jika ya dan kita dapat mengidentifikasi masalah tersebut,
mungkin psikolog dapat melakukan tindakan lebih awal untuk mencegah
ketergantungan alkohol.
Penelitian yang ideal mengharuskan adanya studi terhadap sejumlah besar
individu dalam waktu yang lama: mengukur sebanyak mungkin faktor pada
kelompok anak-anak atau remaja. dan terungkap bahwa ketergantung alkohol lebih
mungkin terjadi pada individu yang di masa kecilnya digambarkan sebagai individu
yang impulsif, pecinta risiko, mudah bosan, pencinta sensasi, dan terbuka (Dick,
Johnson, Viken, & Ro2000; Legrand, lacono, & McGue, 2005). Putra pecandu
alkohol memperlihatkan intoksikasi yang lebih rendah dari intoksikasi rata-rata
setelah mengonsumsi alkohol dalam jumlah menengah. Mereka melaporkam merasa
tidak terlalu mabuk, memperlihatkan ayunan tubuh yang lebih sedikit,
6
memperlihatkan lebih sedikit perubahan pada EEG (Schuckit & Smith, 1996; Volav
dkk., 1996). Kemungkinan, seseorang merasa gamang setelah mengonsumsi segel
minuman beralkohol akan berhenti.Pada situasi yang sulit, alkohol akan menurunkan
stres pada sebagian individu. Namun, penurunan stres terjadi lebih besar pada putra
pecandu alkohol (Levenson, Oyama, & Meek, 1987). • Putra pecandu alkohol
memiliki sejumlah keanehan otak, termasuk ukuran amigdala belahan otak kanan
yang lebih kecil dari normal (Hill dkk., 2001). Pria-pria muda tersebut belum menjadi
pecandu alkohol, sehingga adanya abnormalitas otak merepresentasikan predisposisi
terhadap alkohol dan bukan hasil dari kecanduan alkohol.
7
Antabus bekerja, maka obat tersebut menjadi suplemen bagi komitmen pecandu
alkohol untuk berhenti mengonsumsi alkohol.
2.7 Metadon
Heroin adalah bahan kimia buatan yang
ditemukan pada abad ke-19 sebagai alternatif
yang "lebih aman" bagi orang yang ingin
berhenti menggunakan morfin ( opiat).
Faktanya, banyak dokter menyarankan untuk
mengganti konsumsi alkohol dengan penggunaan heroin (Siegel, 1987). Mereka
kemudian meninggalkan gagasan itu ketika sudah jelas betapa adiktifnya heroin
namun, gagasan awal tetap ada bahwa jika penggunaan opiat tidak dapat dihentikan
sepenuhnya, ada kemungkinan untuk beralih ke obat yang tidak terlalu berbahaya.
Metadon mirip dengan heroin dan morfin, namun memiliki keunggulan yaitu dapat
dikonsumsi dalam bentuk pil (bila heroin dan morfin dikonsumsi dalam bentuk pil,
sebagian besar dipecah oleh asam lambung) Metadon dalam bentuk pil secara
bertahap memasuki aliran darah dan kemudian otak, dan kenaikan kadarnya terjadi
secara perlahan, menghindari pengalaman "paku" (terburu-buru) karena metadon
dimetabolisme secara perlahan, gejala putus obat terjadi secara bertahap selain itu,
pengguna metadon menghindari penggunaan jarum suntik yang terinfeksi
Buprenorfin dan levomesadyl acetate (LAAM) adalah obat tambahan yang mirip
dengan metadon yang juga digunakan untuk mengobati kecanduan opiat rata-rata
orang yang menggunakan obat-obatan ini hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih
mungkin untuk tetap bekerja dibandingkan pengguna heroin atau morfin (Vocci et al,
2005). Orang yang berhenti menggunakan metadon dan obat-obatan serupa mungkin
merasakan dorongan yang tidak dapat ditolak untuk meminum obat tersebut. Apa
yang dapat Anda lakukan untuk menghentikan pecandu narkoba yang melarutkan
tablet metadon dalam air dan menyuntikkannya hingga menghasilkan efek seperti
8
heroin Dokter telah menemukan cara dengan menggabungkan metadon dengan obat
yang disebut nalokson, yang menghambat efek opiat (Vocci et al, 2005)
Ketika seseorang meminum pil yang menggabungkan metadon dan nalokson,
sebagian besar nalokson dipecah oleh asam lambung dan metadon terus bekerja
sebagaimana dimaksud semula namun, jika tablet dilarutkan dan disuntikkan, asam
lambung tidak dapat memecah nalokson sehingga menghambat efektivitas metadon.
Bahasan Penutup: Kecanduan
Kecanduan menimbulkan paradoks yang menarik. Individu yang kecanduan
alkohol dan obat-obatan lain bersikeras bahwa mereka telah "kehilangan kendali" atas
perilaku mereka. Apakah arti pernyataan tersebut? Jika mereka tidak mengendalikan
perilaku mereka sendiri, siapa atau apa yang mengendalikannya? secara harfiah,
pernyataan tersebut tidak benar. Semua perilaku seseorang adalah produk dari
otaknya. Akan tetapi, dari cara pandang yang berbeda, penyataan tersebut benar.
Sebagai contoh, seseorangmemutuskan "Saya akan berhenti" dan kemudian beberapa
minggu atau bahkan beberapa jam kemudian ia tidak dapat menahan keinginan untuk
kembali ke perilaku adiktif mereka.
9
2.9 Gangguan Depresi Mayor
Hampir semua individu pernah merasakan sedih, terpuruk, tak semangat di
waktu-wakti tertentu. Depresi mayor adalah pengalaman yang intensitasnya lebih
tinggi serta berlangsung lebil lama. Berdasarkan DSM-IV (American Psychiatric
Association, 1994), penderita depresi mayor merasa sedih dan tidak bahagia setiap
hari selama berminggu-minggu. Mereka memiliki sedikit energi merasa tak berguna,
mempertimbangkan untuk bunuh diri, sulit tidur, tidak dapat berkonsentrasi hanya
mendapatkan sedikit kenikmatan dari kegiatan seks dan makanan,
Gejala yang lebih mudah dilihat adalah hilangnya rasa bahagia daripada peningkatan
rasa sedih.
Depresi mayor dua kali lebih banyak didiagnosis pada wanita dibanding pria. Depresi
mayor dapat terjadi pada umur berapa pun, walaupun tidak umum ditemukan pada
anak-anak. Sebuah survei di Amerika Serikat melaporkan bahwa dari seluruh
penduduk dewasa, 5% menderita depresi yang"secara klinis signifikan" (cukup parah)
(Narrow, Rae, Robins, & Regier, 2002). Seiring dengan perjalanan waktu, lebih dari
10% (penduduk dewasa di Amerika Serikat) menderita depresi.
2.10 Hormon
Depresi terjadi lebih banyak dalam kurun
waktu tertentu daripada terus menerus. Depresi
berlangsung selama berbulan-bulan, hilang
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan
kemudian kembali lagi. Salah satu kemungkinan
pemicunya adalah stres, yang akan melepaskan kortisol, seperti yang telah
10
dideskripsikan pada Bab 12. Kortisol menyiapkan tubuh untuk bertindak, tetapi kadar
tinggi kortisol dalam jangka panjang akan menguras energi tubuh, mengganggu tidur,
mengganggu sistem imunitas, dan memicu terjadinya depresi.
Peran hormon seks kurang begitu jelas. Sebagian besar wanita merasakan penurunan
emosi sehari atau dua hari setelah melahirkan. Sekitar 20% wanita mengalami depresi
postpartum, yaitu depresi setelah melahirkan. sebagian wanita lebih rentan terhadap
depresi, sementara sebagian lain tidak. Pada wanita yang rentan, perubahan hormon
dapat memicu sebuah episode depresi. Studi lain mengungkapkan bahwa suplemen
estradiol yang dikonsumsi olen wanita paruh baya yang menjalani menopause dapat
mengurangi depresi (Soares, Almeida, Joffe, & Cohen, 2001).
2.12 Virus
Banyak virus yang dapat tertular dari
manusia ke spesies lain, walaupun pengaruhnya
pada spesies bukan manusia mungkin berbeda.
Pada tahun 1985, peneliti melaporkan hasil
pengujian darah terhadap 370 orang (Amsterdam
11
dkk., 1985). Hanya 12 orang yang memperlihatkan hasil positif terhadap penyakit
Borna, tetapi kedua belas orang tersebut menderita depresi mayor atau kelainan
bipolar. Sejak saat itu, telah dilakukan pengujian terhadap ribuan orang di Eropa,
Asia, dan Amerika Utara. Virus Borna ditemukan pada 2% dari individu normal, 30%
dari penderita depresi parah, dan 13-14% dari penderita penyakit otak kronis (Bode,
Ferszt, & Czech, 1993; Bode, Riegel, Lange, & Ludwig, 1992; Terayama dkk.,
2003). Akan tetapi, virus Borna juga ditemukan pada penderita penyakit kejiwaan
lain selain depresi (Herzog dkk., 1997).
12
dan antidepresi atipikal. Kategori trisiklik (imipramin, nama dagang Tofranil) bekerja
dengan cara mencegah neuron prasinaptik mengabsorpsi ulang serotonin,dopamin,
atau norepinefrin setelah neuron tersebut melepaskan neurotransmiter tersebut.
13
yang sama juga dirasakan oleh pasien yang menerima obat-obatan antidepresi dan
psikoterapi. Bahkan, sebuah program latihan rutin yang ringan dapat menurunkan
gejala pada kasus-kasus depresi ringan (Leppämäki, Partonen, & Lönnqvist, 2002).
Ternyata dari 30% penderita depresi mengalami perubahan tanpa perlakuan apa pun,
kemudian 20-30% penderita depresi yang lain memberi respons yang baik terhadap
perlakuan dan sisanya lebih menantang (karena tidak mengalami perubahan).
14
Penderita gangguan unipolar keadannya berseling antara keadaan normal dan depresi.
PenderitaGangguan bipolar yang dulu dikenal dengan nama gangguan manik depresif
(manic-depressive disorder), keadaannya berseling antara depresi dan kebalikannya,
yaitu mania. Mania ditandai dengan adanya aktivitas resah, kegembiraan, tertawa,
percaya diri, bicara tidak terfokus, dan hilangnya kendali diri.Beberapa penderita
mania berbahaya bagi dirinya sendiri dan bagi individu yang lain.Individu yang
menderita periode mania penuh disebut dengan penderita gangguan bipolar 1
Individu penderita gangguan bipolar II memilki periode mania yang lebih ringan yang
disebut hipomania, ditandai sebagian besar dengan adanya agitasi dan kecemasan.
Sekitar 1% populasi paling tidak menderita kasus kelainan bipolar ringan dalam
hidup mereka, rata-rata kasus tersebut muncul di usia muda, sekitar awal umur 20-an
(Craddock & Jones, 1999).
2.15.1 Genetika
Sejumlah bukti mendukung adanya dasar genetika (pewarisan karakter) untuk
gangguan bipolar (Craddock & Jones, 1999). Jika salah satu kembaran monozigot
menderita gangguan bipolar, maka kembaran yang lain paling tidak memiliki 50%
kesempatan untuk menderita gangguan yang sama.
Sementara itu, kembaran dizigot, saudara kandung atau anak dari penderita gangguan
bipolar memiliki probabilitas sebesar 5-10%. Anak asuh yang menderita gangguan
bipolar mungkin memiliki kerabat biologis yang menderita gangguan mood (mood
disorder).
2.15.2 Pengobatan
Pengobatan gangguan bipolar pertama yang berhasil dan masih umum
digunakan hingga saat ini, yaitu menggunakan garam litium. Manfaat litium
ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang peneliti Australia bernama J.E. Cade,
yang yakin bahwa asam urat mungkin mengurangi mania dan depresi. Cade
15
mencampur asam urat (sebuah komponen dari urine) dengan garam litium untuk
membantu melarutkan asam urat dan kemudian memberikan larutan tersebut kepada
sejumlah pasien. Larutan tersebut memang bermanfaat, walaupun akhirnya para
peneliti menyadari bahwa zat aktif yang berguna adalah litium dan bukan asam urat.
Sementara penggunaan dosis tinggi akan bersifat racun (Schou, 1997). Dua obat lain
yang juga efektif adalah valproate (nama dagangnya adalah; Depakene, Depakote,
dan lain-lainnya) dan karbamazepin. Valproate dan karbamazepin awalnya dijual
untuk pengobatan epilepsi. Keduanya juga direkomendasi untuk pengobatan
gangguan bipolar II yang ditandai dengan periode mania ringan. Tampakya litium
lebih efektif untuk penderita gangguan bipolar 1 (Kleindienst & Greil, 2000).
Peneliti berspekulasi bahwa sinar buatan, televisi, dan teknologi yang ada di dalam
masyarakat akan menggoda kita untuk tetap terjaga hingga larut malam sehingga
dapat meningkatkan prevalensi gangguan bipolar.
16
sore, atau malam hari (Eastman, Young, Fogg, Liu, & Meadan, 1998;Lewy dkk.,
1998; Terman, Terman, & Ross, 1998).Penjelasan yang paling dapat diterima
mengenai penggunaan lampu yang terang tersebut adalah bahwa lampu yang terang
memengarubi sinapsis serotonin dan mengubah ritme sirkadian. Terlepas dari
bagaimana cara kerjanya, perlakuan tersebut memberikan manfaat yang nyata.
2.17 Skizofrenia
Penderita skizofrenia mengatakan dan
melakukan hal-hal yang sulit dimengerti oleh orang
lain (termasuk penderita skizofrenia
lainnya).Peryebab kelainan ini belum jelas
dimengerti, tetapi sepertinya kelainan tersebut
meliputi banyak sekali komponen biologis. Karekteristik berdasarkan DSM-IV,
skizofrenia adalah suatu kelainan yang ditandai oleh penurunan kemampuan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari karena adanya suatu kombinasi dari halusinasi,
delusi, gangguan pikiran, gangguan pergerakan, dan ekspresi emosi yang tidak sesuai
(American Psychiatric Association, 1994). Gejala yang timbul sangat beragam. Pada
sebagiar penderita, halusinasi dan delusi sangat menonjol. Pada sebagian penderita
lain gangguan pikiran merupakan hal yang menonjol. Sebagian penderita lain
memperlihatkan tanda-randa kerusakan otak yang jelas, tetapi sebagian penderita lain
tidak memperlihatkan tanda-tanda yang sama. Singkatnya, kita dapat menemukan
beberapa individu yang teiah didiagnosis mangidap skizoirenia, walaupun tak satupur
persamaan di antara mereka (Andreasen, 1999). Skizofrenia dapat berupa kondisi
akut ataupun kronis. Kondisi akut kemunculannya terjadi secara tiba-tiba dan
17
pemulihannya berprospek baik. Kondisi kronis kemunculannya terjadi secara
bertahap dan berlangsung dalam jangka panjang.
18
(misalnya, menyalak, batuk-batuk, mengorok), coprolalia (menggumamkan kata-kata
cabul), echolalia (mengulangi kata-kata orang lain, dan palitalia (mengulangi kata-
katanya sendiri).Gejala-gejalanya mencapai puncaknya setelah beberapa tahun, dan
sering kali mereda secara gradual ketika usia pasien bertambah matang
Gangguan Tourette berkembang pada kira-kira 0,3-1 persen dari seluruh
populasi (lihat Serajee & Huq, 2015). Gangguan ini empat kali lebih sering ter jadi
pada anak laki-laki daripada perempuan (lihal Hallett, 2015), namun perbedaan jenis
kelamin ini tidak menonjol pada pasien-pasien dewasa (lihat Jackson elal., 2014).
19
BAB III
PENGALAMAN PRIBADI
20
kencang, saya merasa mudah sekali berubah moodnya bisa saja 5 menit tiba-tiba
tersenyum bisa jadi tiba-tiba tertawa.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan buku "Biopsikologi" karya JW Kalat, dan John Pinel kesimpulan
utama tentang gangguan psikologis adalah bahwa banyak dari mereka dapat
dijelaskan melalui perspektif biologis dan proses neurobiologis dalam otak manusia.
Kalat menjelaskan bagaimana faktor genetik, neurotransmiter, dan struktur otak dapat
berkontribusi pada berbagai gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan
skizofrenia. Secara keseluruhan, pendekatan biopsikologis membantu memahami
dasar biologis dari gangguan psikologis. Kesimpulan tentang gangguan psikologis
adalah bahwa mereka dapat bervariasi dari gangguan kecil hingga kondisi serius,
memengaruhi kesehatan mental seseorang, dan memerlukan penanganan yang sesuai,
baik melalui terapi, obat-obatan, atau kombinasi keduanya.
21
22
DAFTAR PUSTAKA
23
24