Anda di halaman 1dari 28

Gerakan dalam Biopsikologi

Dosen Pembimbing :
Emilliana Luh Damayanti, S.Kep,Ners., M.psi.

Disusun Oleh :
Devi Sistia Wulansari (1512300100)
Kelas B Biopsikologi

Fakultas Psikologi
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, serta
taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah yang berjudul “
Gangguan Psikologi “ dengan sebaik-baikmya. Saya sampaikan juga Terima kasih
kepada dosen pembimbing favorit saya dalam mata kuliah ‘Biopsikologi” yang telah
memberi saya dukungan.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa hasil laporan ini masih jauh
dari kata sempurna. Sehingga saya selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca yaitu Ibu Emil tersayang . Akhir kata Semoga
makalah yang saya susun ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Surabaya,06 Oktober 2023

Devi Sistia Wulansari

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
2.1 Penyalahgunaan Zat Kimia....................................................................................
2.2 Penguatan dan Nucleus Accumbens......................................................................
2.3 Kecanduan Sebagai Peningkatan ‘Menginginkan "...............................................
2.4 Sensinitasi Nucleus Accumbens............................................................................
2.5 Akohol Dan Ketergantungan Alkohol...................................................................
2.6 Pengobatan Melawan Penyalahgunaan Zat Kimia................................................
2.7 Metadon.................................................................................................................
2.8 Gangguan Mood....................................................................................................
2.9 Gangguan Depresi Mayor....................................................................................
2.10 Hormon................................................................................................................
2.11 Abnormalitas Dominasi Belahan Otak................................................................
2.12 Virus....................................................................................................................
2.13 Obat Antidepresi..................................................................................................
2.13.1 Tipe-tipe Obat Antidepresi......................................................................
2.13.2 Bagaimana Tepatnya Cara Kerja Obat Antidepresi?...............................
2.14 Terapi Elektrokonvulsif (ECT)............................................................................
2.15 Gangguan Bipolar................................................................................................

ii
2.15.1 Genetika...................................................................................................
2.15.2 Pengobatan...............................................................................................
2.16 Gangguan Afektif Musiman................................................................................
2.17 Skizofrenia...........................................................................................................
2.17.1 Gejala pada Perilaku................................................................................
2.18 Gangguan Tourette..............................................................................................
2.18.1 Mendeskripsikan bagaimana Gangguan Tourette ditangani....................
BAB III PENGALAMAN PRIBADI........................................................................................
3.1 Pengalaman Prribadi............................................................................................
3.2 Upaya yang dilakukan.........................................................................................
3.3 Harapan kedepannya............................................................................................
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan psikologis memiliki latar belakang yang kompleks, melibatkan
interaksi antara faktor-faktor biologis, psikologis, dan lingkungan. Faktor
genetik dapat memainkan peran dalam kerentanan terhadap gangguan,
sementara perubahan neurobiologis dalam otak juga bisa berkontribusi.
Pengalaman trauma, stres, atau lingkungan yang tidak mendukung dapat
memicu atau memperburuk gangguan psikologis. Selain itu, faktor psikologis
seperti pola pikir dan mekanisme koping juga turut berpengaruh. Kombinasi
kompleks dari faktor-faktor ini membentuk latar belakang yang beragam
untuk munculnya gangguan psikologi

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan gangguan Psikologis?

2. Ada berapa jenis gangguan psikologis?

3. Bagaimana cara menghindari gangguan psikologis?

4. Adakah pengalaman psikologis yang pernah dialami oleh penulis?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai gangguan psikologis

2. Untuk mengetahui jenis-jenis gangguan psikologis

3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengindari gangguan psikologis

1
4. Untuk mengetahui pengalaman psikologis apa yang telah terjadi pada
penulis

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyalahgunaan Zat Kimia


Penyalahgunaan zat kimia sebagai pola penggunaan suatu zat kimia yang
tidak adaptif dan menyebabkan gangguan klinis yang signifikan atau stres. Hal yang
membingungkan dari kecanduan adalah bahwa individu (yang kecanduan) sadar
bahwa perilaku kecanduan mereka tidak lagi menyenangkan (atau jarang sangat
menyenangkan). Mereka menyadari bahwa perilaku tersebut berbahaya, namun
mereka merasakan sebuah dorongan tidak tertahankan untuk melanjutkan perilaku
kecanduan tersebut. Untuk memahami kecanduan, dapat ditempuh dengan memahami
banyak hal tentang motivasi secara umum. ^Sinapsis, Penguatan, dan Kecanduan
Kokain, heroin, dan zat candu lainnya memiliki satu persamaan, yaitu meningkatkan
aktivitas sinapsis dopamin pada area-area otak tertentu.Latar belakang penemuan
fakta tersebut diawali dari sepasang psikolog yang sedang berusaha untuk menjawab
sebuah pertanyaan yang jauh berbeda.

2.2 Penguatan dan Nucleus Accumbens


James Olds dan Peter Milner (1954) ingin menguji apakah stimulasi terhadap
area otak tertentu dapat memengaruhi arah putaran tubuh seekor tikus. pada tikus,
tikus tersebut berdiri, melihat ke sana ke mari, dan mengendus-endus, seolah-olah
bereaksi terhadap sebuah stimulus yang disukainya. Olds dan Milner selanjutnya

2
meletakkan tikus di dalam kotak Skinner, tempat tikus tersebut dapat menghasilkan
stimulasi otak mandiri dengan cara menekan sebuah tuas untuk mendapatkan
stimulasi listrik pada otak. Semua area otak tersebut secara langsung
atau tidak langsung menstimulasi akson yang melepaskan dopamin di nucleus
accumbens (Wise, 1996).

2.3 Kecanduan Sebagai Peningkatan ‘Menginginkan "


Untuk menjelaskan hasil pengamatan tersebut, Kent Berridge dan Terry
Robinson (1998) membedakan antara "menyukai" dan "menginginkan". Berdasarkan
pandangan mereka, aktivitas di nucleus accumbens berkaitan dengan menginginkan.
Peningkatan kecanduan berarti peningkatan besarnya keinginan kita akan sesuatu,
tidak selalu disertai dengan besarnya kesukaan kita terhadap sesuatu tersebut. Sesuatu
yang Anda inginkan akan menguasai perhatian anda. Untuk menguji ide tersebut,
peneliti mempelajari sekelompok mencit yang mengalami mutasi sehingga
meningkatkan dan memperpanjang pengaruh dopamin. Untuk menguji seberapa besat
mencit "menyukai" cita rasa manis, peneliti mengamati ekspresi wajah mencit
tersebut. Mencit membuat pergerakan mulut khusus ketika mereka memakan sesuatu
yang sedap. Pergerakan tersebut bukan seperti senyuman, tetapi sebuah ekspresi
wajah yang sangat khusus. Mencit yang mengalami peningkatan dopamin tidak
memperlihatkan ekspresi wajah yang menyukai, tidak lebih banyak daripada mencit
normal.

2.4 Sensinitasi Nucleus Accumbens


Kesadaran Nucleus Accumbens Ketika kecanduan seseorang terhadap
sesuatu meningkat, hal itu akan mendominasi perhatiannya dan nukleus accumbens
akan bereaksi keras terhadapnya. Artinya, nukleus accumbens mengalami sensitisasi
Penggunaan kokain secara berulang akan meningkatkan kemungkinan kokain

3
melepaskan dopamin dalam nukleus accumbens dan juga akan meningkatkan
kemungkinan kokain mengaktifkan bagian korteks prefrontal kanan dan
kecenderungan individu untuk mencari sumber kecanduan (kokain)(Robinson &
Berridge, 2001;Volkow dkk, 2005) Sementara itu, individu bereaksi kurang normal
terhadap hal-hal lain, termasuk seks Salah satu hipotesisnya adalah bahwa biasanya
korteks prefrontal mengirimkan sinyal rangsang ke inti lateral untuk mendukung
aktivitas yang berpotensi memperkuat. Namun, penggunaan narkoba berulang kali
meningkatkan penghambatan latar belakang di korteks prefrontal, sehingga hanya
rangsangan terkuat yang dapat mengatasinya Kecuali pada rangsangan terkuat, sema
tidak dapat menembus inti sel (Kalivas, Volkow, & Seamans, 2005) Kapan dan
bagaimana otak menjadi sensitif terhadap zat adiktif , Para peneliti memberi
kesempatan kepada sekelompok tikus untuk belajar cara menekan tuas untuk
menyuntik dirinya sendiri dengan heroin.

Para peneliti kemudian meminta beberapa tikus menyuntik dirinya sendiri


dengan heroin selama periode penghentian, sementara tikus lain menjalani periode
penghentian tanpa menggunakan heroin Kemudian, ketika tikus melewati tahap
penarikan kedua, mereka memiliki opsi untuk menekan tuas untuk mencoba
mendapatkan heroin, namun kali ini tuas tersebut tidak berfungsi meskipun kedua
kelompok tikus menekan tuas, kelompok tikus yang disuntik heroin selama fase
pertama penarikan lebih sering menekan tuas (Hutcheson, Everitt, Robbins, &
Dickinson, 2001).

Ternyata penggunaan narkoba pada saat putus obat merupakan pengalaman yang
sangat kuat, yang mengarah pada kesadaran memang benar, pengguna narkoba –
tikus atau manusia – mengetahui bahwa obat tersebut mengurangi stres akibat putus
obat, dan pada saat itu, obat tersebut memiliki efek yang sangat kuat Tikus dan
manusia yang telah berhenti menggunakan narkoba menunjukkan keinginan mencari
obat yang sangat kuat (strong wish) selama periode stres atau setelah diingatkan akan

4
narkoba (Ciccocioppo, Martin-Fardon, & Weiss, 2004; Ghitza, Fabbricatore,
Prokopenko, Pawlak , & Tay, 2003;Kruzich, Congleton, & See, 2001)

2.5 Akohol Dan Ketergantungan Alkohol


Sepanjang sejarah, alkohol telah banyak
dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk
dunia.Alkohol dalam jumlah sedang dapat
membantu seseorang rileks dan bahkan kecil di
antara 265 orang dengan depresi yang diuji;
Namun, di antara 105 orang normal, tidak ada
yang membawa virus tersebut. Sejak itu, ribuan orang telah diuji di Eropa, Asia, dan
Amerika Utara. Virus Borna terdapat pada 2% orang normal, 30% orang dengan
depresi berat, dan 13-14% orang dengan ensefalopati kronis (Bode, Ferszt, & Czech,
1993; Bode, Riegel, Lange, & Ludwig, 1992); Terayama dkk., 2003). Namun, virus
Borna juga terdapat pada orang dengan penyakit mental selain depresi (Herzog et al.,
1997). Ternyata virus Borna menyebabkan kecenderungan penyakit mental secara
umum, bukan hanya depresi pada khususnya. Mengganggu penilaian, sertamerusak
kehidupan. Ketergantungan alkohol atau kecanduan alkohol adalah pengonsumsian
alkohol secara berkepanjangan, meskipun terdapat bahaya terhadap keschatan
ataupun kehidupan sosial, yang dapat muncul bahkan setelah seseorang memutuskan
untuk berhenti atau menurunkan konsumsi.

Ingatlah pembahasan tentang kemunculan penyakit Parkinson pada masa muda yang
memiliki dasar genetika yang jelas, tetapi kemunculannya pada masa tua tidak
memiliki dasar genetika yang jelas. Hal yang sama juga terjadi pada penyakit
Alzheimer. Sementara pada penyakit Huntington, orang yang memiliki banyak
pengulangan C-A-G pada gen yang mengode protein huntingtin akan
mengembangkan gejala penyakit tersebut, dasar-dasar genetika merupakan faktor
kuat yang memengaruhi munculnya ketergantungan alkohol pada usia muda,
terutama pada pria. Para peneliti membagi ketergantungan alkohol menjadi dua tipe,

5
walaupun batasannya tidak begitu jelas pada tiap individu (J.Brown, Babor, Litt, &
Kranzler, 1994; Devor, Abell, Hoffman, Tabakoff, & Cloninger, 1994).

Ketergantungan Alkohol Ketergantungan Alkohol


Tipe I (Tipe A). Tipe II (Tipe B)
Muncul di usia lebih tua. Muncul di usia lebih muda
(biasanya di atas umur 25 tahun) (biasanya di bawah umur 20 tahun)

Bukti adanya dasar genetik untuk ketergantungan alkohol, antara lain (a) penemuan
bahwa kembar monozigot lebih memiliki persamaaan dalam hal penyalahgunaan
alkohol daripada kembar dizigot (True dkk., 1999) dan (b) anak kandung dari orang
tua yang ketergantungan alkohol memiliki risiko yang lebih besar untuk menjadi
pecandu alkohol, meskipun jika mereka diadopsi oleh orang tua yang bukan pecandu
alkohol (Cloninger, Bohman, & Sigvardsson, 1981; Vaillant & Milofsky, 1982).
Faktor Risiko
Apakah sebagian individu lebih mudah mengalami masalah ketergantungan
alkohol yang parah? Jika ya dan kita dapat mengidentifikasi masalah tersebut,
mungkin psikolog dapat melakukan tindakan lebih awal untuk mencegah
ketergantungan alkohol.
Penelitian yang ideal mengharuskan adanya studi terhadap sejumlah besar
individu dalam waktu yang lama: mengukur sebanyak mungkin faktor pada
kelompok anak-anak atau remaja. dan terungkap bahwa ketergantung alkohol lebih
mungkin terjadi pada individu yang di masa kecilnya digambarkan sebagai individu
yang impulsif, pecinta risiko, mudah bosan, pencinta sensasi, dan terbuka (Dick,
Johnson, Viken, & Ro2000; Legrand, lacono, & McGue, 2005). Putra pecandu
alkohol memperlihatkan intoksikasi yang lebih rendah dari intoksikasi rata-rata
setelah mengonsumsi alkohol dalam jumlah menengah. Mereka melaporkam merasa
tidak terlalu mabuk, memperlihatkan ayunan tubuh yang lebih sedikit,

6
memperlihatkan lebih sedikit perubahan pada EEG (Schuckit & Smith, 1996; Volav
dkk., 1996). Kemungkinan, seseorang merasa gamang setelah mengonsumsi segel
minuman beralkohol akan berhenti.Pada situasi yang sulit, alkohol akan menurunkan
stres pada sebagian individu. Namun, penurunan stres terjadi lebih besar pada putra
pecandu alkohol (Levenson, Oyama, & Meek, 1987). • Putra pecandu alkohol
memiliki sejumlah keanehan otak, termasuk ukuran amigdala belahan otak kanan
yang lebih kecil dari normal (Hill dkk., 2001). Pria-pria muda tersebut belum menjadi
pecandu alkohol, sehingga adanya abnormalitas otak merepresentasikan predisposisi
terhadap alkohol dan bukan hasil dari kecanduan alkohol.

2.6 Pengobatan Melawan Penyalahgunaan Zat Kimia


Banyak individu yang berusaha menanggulangi penyalahgunaan zat kimia
bergabung dengan Alcoholic Anonymous, Narcotics Anonymous, dan organisasi
serupa lainnya. peneliti telah berusaha mencari pengobatan yang mungkin dapat
mengurangi dorongan yang tidak tertahankan.Banyak kemungkinan yang mash ada
dalam tahap eksperimen (Vocci, Acri, & Elkashef, 2005). Berikut kita akan
membahas antabus dan metadon. Antabus
Setelah seseorang meminum etil alkohol, enzim di hati akan segera
memetabolismenya menjadi asetaldehida, yaitu sebuah zat beracun. Sebuah enzim
yang bernama asetaldehida dehidrogenase akan mengubah asetaldehida menjadi asam
asetat.
Asetaldehida Dehidrogenase Etil alkohol -→ Asetaldehida -→Asam asetat
Individu-individu yang memiliki gen yang lebih lemah untuk asetaldehida
dehidrogenase,memetabolisme asetaldehida lebih lambat. Jika mereka mengonsumsi
alkohol, maka mereka akan mengakumulasi asetaldehida yang dapat menimbulkan
kepucatan pada wajah, peningkatan detak jantung, mual-mual, pusing kepala,nyeri
perut, dan kerusakan pada organ internal.Sebagian besar studi mengungkapka bahwa
Antabus hanya menimbulkan efektivitas moderat (Hughes & Cook, 1997). Ketika

7
Antabus bekerja, maka obat tersebut menjadi suplemen bagi komitmen pecandu
alkohol untuk berhenti mengonsumsi alkohol.

2.7 Metadon
Heroin adalah bahan kimia buatan yang
ditemukan pada abad ke-19 sebagai alternatif
yang "lebih aman" bagi orang yang ingin
berhenti menggunakan morfin ( opiat).
Faktanya, banyak dokter menyarankan untuk
mengganti konsumsi alkohol dengan penggunaan heroin (Siegel, 1987). Mereka
kemudian meninggalkan gagasan itu ketika sudah jelas betapa adiktifnya heroin
namun, gagasan awal tetap ada bahwa jika penggunaan opiat tidak dapat dihentikan
sepenuhnya, ada kemungkinan untuk beralih ke obat yang tidak terlalu berbahaya.
Metadon mirip dengan heroin dan morfin, namun memiliki keunggulan yaitu dapat
dikonsumsi dalam bentuk pil (bila heroin dan morfin dikonsumsi dalam bentuk pil,
sebagian besar dipecah oleh asam lambung) Metadon dalam bentuk pil secara
bertahap memasuki aliran darah dan kemudian otak, dan kenaikan kadarnya terjadi
secara perlahan, menghindari pengalaman "paku" (terburu-buru) karena metadon
dimetabolisme secara perlahan, gejala putus obat terjadi secara bertahap selain itu,
pengguna metadon menghindari penggunaan jarum suntik yang terinfeksi
Buprenorfin dan levomesadyl acetate (LAAM) adalah obat tambahan yang mirip
dengan metadon yang juga digunakan untuk mengobati kecanduan opiat rata-rata
orang yang menggunakan obat-obatan ini hidup lebih lama, lebih sehat, dan lebih
mungkin untuk tetap bekerja dibandingkan pengguna heroin atau morfin (Vocci et al,
2005). Orang yang berhenti menggunakan metadon dan obat-obatan serupa mungkin
merasakan dorongan yang tidak dapat ditolak untuk meminum obat tersebut. Apa
yang dapat Anda lakukan untuk menghentikan pecandu narkoba yang melarutkan
tablet metadon dalam air dan menyuntikkannya hingga menghasilkan efek seperti

8
heroin Dokter telah menemukan cara dengan menggabungkan metadon dengan obat
yang disebut nalokson, yang menghambat efek opiat (Vocci et al, 2005)
Ketika seseorang meminum pil yang menggabungkan metadon dan nalokson,
sebagian besar nalokson dipecah oleh asam lambung dan metadon terus bekerja
sebagaimana dimaksud semula namun, jika tablet dilarutkan dan disuntikkan, asam
lambung tidak dapat memecah nalokson sehingga menghambat efektivitas metadon.
Bahasan Penutup: Kecanduan
Kecanduan menimbulkan paradoks yang menarik. Individu yang kecanduan
alkohol dan obat-obatan lain bersikeras bahwa mereka telah "kehilangan kendali" atas
perilaku mereka. Apakah arti pernyataan tersebut? Jika mereka tidak mengendalikan
perilaku mereka sendiri, siapa atau apa yang mengendalikannya? secara harfiah,
pernyataan tersebut tidak benar. Semua perilaku seseorang adalah produk dari
otaknya. Akan tetapi, dari cara pandang yang berbeda, penyataan tersebut benar.
Sebagai contoh, seseorangmemutuskan "Saya akan berhenti" dan kemudian beberapa
minggu atau bahkan beberapa jam kemudian ia tidak dapat menahan keinginan untuk
kembali ke perilaku adiktif mereka.

2.8 Gangguan Mood


Individu yang depresi terlihat depresi,
bertindak depresi, dan berkata bahwa mereka
depresi (gambar 15.5). Permasalahannya,
gejala yang sama dapat timbul karena
gangguan hormon, luka pada kepala
(Holsinger dkk., 2002), tumor otak, dan
penyakit lainnya. Banyak penderita depresi yang dibarengi oleh penyalahgunaan zat
adiktif, kecemasan, skizofrenia, atau penyakit Parkinson. Konsekuensi bagi penelitian
(terhadap depresi) adalah ketidakkonsistenan hasil, karena adanya perbedaan antara
sampel pasien.

9
2.9 Gangguan Depresi Mayor
Hampir semua individu pernah merasakan sedih, terpuruk, tak semangat di
waktu-wakti tertentu. Depresi mayor adalah pengalaman yang intensitasnya lebih
tinggi serta berlangsung lebil lama. Berdasarkan DSM-IV (American Psychiatric
Association, 1994), penderita depresi mayor merasa sedih dan tidak bahagia setiap
hari selama berminggu-minggu. Mereka memiliki sedikit energi merasa tak berguna,
mempertimbangkan untuk bunuh diri, sulit tidur, tidak dapat berkonsentrasi hanya
mendapatkan sedikit kenikmatan dari kegiatan seks dan makanan,
Gejala yang lebih mudah dilihat adalah hilangnya rasa bahagia daripada peningkatan
rasa sedih.
Depresi mayor dua kali lebih banyak didiagnosis pada wanita dibanding pria. Depresi
mayor dapat terjadi pada umur berapa pun, walaupun tidak umum ditemukan pada
anak-anak. Sebuah survei di Amerika Serikat melaporkan bahwa dari seluruh
penduduk dewasa, 5% menderita depresi yang"secara klinis signifikan" (cukup parah)
(Narrow, Rae, Robins, & Regier, 2002). Seiring dengan perjalanan waktu, lebih dari
10% (penduduk dewasa di Amerika Serikat) menderita depresi.

2.10 Hormon
Depresi terjadi lebih banyak dalam kurun
waktu tertentu daripada terus menerus. Depresi
berlangsung selama berbulan-bulan, hilang
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan
kemudian kembali lagi. Salah satu kemungkinan
pemicunya adalah stres, yang akan melepaskan kortisol, seperti yang telah

10
dideskripsikan pada Bab 12. Kortisol menyiapkan tubuh untuk bertindak, tetapi kadar
tinggi kortisol dalam jangka panjang akan menguras energi tubuh, mengganggu tidur,
mengganggu sistem imunitas, dan memicu terjadinya depresi.
Peran hormon seks kurang begitu jelas. Sebagian besar wanita merasakan penurunan
emosi sehari atau dua hari setelah melahirkan. Sekitar 20% wanita mengalami depresi
postpartum, yaitu depresi setelah melahirkan. sebagian wanita lebih rentan terhadap
depresi, sementara sebagian lain tidak. Pada wanita yang rentan, perubahan hormon
dapat memicu sebuah episode depresi. Studi lain mengungkapkan bahwa suplemen
estradiol yang dikonsumsi olen wanita paruh baya yang menjalani menopause dapat
mengurangi depresi (Soares, Almeida, Joffe, & Cohen, 2001).

2.11 Abnormalitas Dominasi Belahan Otak


Studi terhadap individu-individu normal mengungkapkan adanya kaitan erat
antara suasana hati bahagia dan peningkatan aktivitas pada korteks prafrontal kiri
(Jacobs & Snyder, 1996). Sebagian besar penderita depresi mengalami penurunan
aktivitas pada korieks prafrontal kiri dan peningkatan aktivitas pada korteks
prafrontal kanan (Davidson, 1984; Pizzagalli dkk., 2002).Sebagian besar individu
normal ketika mengerjakan uji verbal akan memandang ke arah kanan,tetapiSebagian
besar penderita depresi akan memandang ke kiri, hal yang mengindikasikan adanya
dominasibelahan otak kanan (Lenhart & Katkin, 1986)

2.12 Virus
Banyak virus yang dapat tertular dari
manusia ke spesies lain, walaupun pengaruhnya
pada spesies bukan manusia mungkin berbeda.
Pada tahun 1985, peneliti melaporkan hasil
pengujian darah terhadap 370 orang (Amsterdam

11
dkk., 1985). Hanya 12 orang yang memperlihatkan hasil positif terhadap penyakit
Borna, tetapi kedua belas orang tersebut menderita depresi mayor atau kelainan
bipolar. Sejak saat itu, telah dilakukan pengujian terhadap ribuan orang di Eropa,
Asia, dan Amerika Utara. Virus Borna ditemukan pada 2% dari individu normal, 30%
dari penderita depresi parah, dan 13-14% dari penderita penyakit otak kronis (Bode,
Ferszt, & Czech, 1993; Bode, Riegel, Lange, & Ludwig, 1992; Terayama dkk.,
2003). Akan tetapi, virus Borna juga ditemukan pada penderita penyakit kejiwaan
lain selain depresi (Herzog dkk., 1997).

2.13 Obat Antidepresi


Hal yang logis untuk berasumsi bahwa hal pertama yang dilakukan peneliti
adalah mencari penyebab kelainanpsikologis dan kemudian mengembangkan
pengobatan untuk menanggulanginya. Akan tetapi, justru yang lebih umum terjadi
adalah sebaliknya. Iproniazid adalah obat antidepresi pertama.
Awalnya obat tersebut dijual untuk mengobati tuberkulosis, sampai suatu saat dokter
menyadari, bahwa obat tersebut mengurangi depresi. Begitu pula dengan
klorpromazin, obat antipsikotik pertama.
Obat ini juga dimanfaatkan untuk tujuan yang berbeda, sampai ketika dokter
menyadari kemampuan klorpromazin untuk mengurangi gejala skizofrenia. Selama
berpuluh-puluh tahun, peneliti telah mencari obat baru. sepenuhnya melalui uji coba.
Saat ini peneliti mengevaluasi obat baru yang berpotensi di dalam tabung reaksi atau
sampel jaringan, sampai mereka menemukan sebuah obat yang memiliki potensi
untuk memberikan pengaruh yang lebih kuat atau lebih spesifik terhadap transmisi
neuron. Hasil proses tersebut adalah berkurangnya penggunaan hewan laboratorium.

2.13.1 Tipe-tipe Obat Antidepresi


Obat-obatan antidepresi dapat dibagi menjadi empat kategori utama; trisiklik,
selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), monoamine oxidase inhibitor (MAOl),

12
dan antidepresi atipikal. Kategori trisiklik (imipramin, nama dagang Tofranil) bekerja
dengan cara mencegah neuron prasinaptik mengabsorpsi ulang serotonin,dopamin,
atau norepinefrin setelah neuron tersebut melepaskan neurotransmiter tersebut.

2.13.2 Bagaimana Tepatnya Cara Kerja Obat Antidepresi?


Telah diketahui bahwa obat antidepresi kategori SSRI menurunkan gejala
depresidengan cara menghambat pengambilan ulang serotonin. Kita mungkin
berasumsi bahwa depresi diakibatkan oleh kurangnya serotonin yang juga disertai
kurangnya dopamin dan neurotransmiter lainnya. Akan tetapi, situasinya tidak
mungkin seederhana itu. Sampel darah pasien penderita depresi memperlihatkan
kadar perputaran serotonin normal(Reddy, Khanna, Subhash, Channabasavanna, &
Rao, 1992).Selain itu, kita dapat menurunkan kadar serotonin secara tiba-tiba dengan
cara mengonsumsi semua asam amino, kecuali triptofan yang merupakan prekursor
serotonin.Obat antidepresi membantu banyak individu, tetapi tidak semuanya. Sekitar
50-60% dari semua pasien penderitadepresi yangmengonsumsiobatantidepresi
dalam beberapa bulan, memperlihatkan perubahan yang signifikan. Walaupun
beragam obat antidepresi memiliki efek samping yang berbeda, obat-obatan tersebut
hanya berbeda sedikit dalam hal persentase jumlah orang yang merasakan
manfaatnya. Selain itu, sekitar 30% pasien pengidap depresi yang mengonsumsi obat
plasebo juga mengalami perubahan dalam waktu yang sama (Hollon, Thase, &
Markowitz, 2002), sebuah alternatif dari obat antidepresi adalah terapi kognitif atau
psikoterapi lainnya. Pemindaian otak memperlihatkan bahwa obat antidepresi dan
psikoterapi meningkatkan metabolisme pada area otak yang sama (Brody dikk, 2001;
S. D. Martin dkk.,2001).
Seperti halnya obat antidepresi, manfaat psikoterapi dirasakan oleh 50-60% dari
semua pasien dalam kurun waktu beberapa bulan (Hollon dkk., 2002). Persentase

13
yang sama juga dirasakan oleh pasien yang menerima obat-obatan antidepresi dan
psikoterapi. Bahkan, sebuah program latihan rutin yang ringan dapat menurunkan
gejala pada kasus-kasus depresi ringan (Leppämäki, Partonen, & Lönnqvist, 2002).
Ternyata dari 30% penderita depresi mengalami perubahan tanpa perlakuan apa pun,
kemudian 20-30% penderita depresi yang lain memberi respons yang baik terhadap
perlakuan dan sisanya lebih menantang (karena tidak mengalami perubahan).

2.14 Terapi Elektrokonvulsif (ECT)


Perlakuan dengan melakukan serangan ke otak menggunakan
listrik dikenal dengan nama terapi elektrokonvulsif (electroconvulsive
therapy-ECT), yang memiliki sejarah yang kacau (Fink, 1985).
Umumnya ECT digunakan 2 minggu sekali, terkadang dalam kurun
waktu lebih lama. Pasien diberikan obat pennang otot atau anestesi untuk mengurangi
ketidaknyamanan dan kemungkinan terjadinya luka (gambar 15.10). Risiko pemicuan
serangan jantung sudah lebih rendah karena kejutan listrik yang digunakan
intensitasnya lebih rendah dibanding tahun-tahun awal penggunaan ECT, risiko
tersebut mungkin masih ada untuk pasien usia lanjut. Efek samping yang umum dari
penggunaan ECT adalah kehilangan memori. Bila dokter membatasi kejutan listrik
hanya di belahan otak kanan, maka efek antidepresi akan muncul tanpa adanya
gangguan terhadap memori (Mckiliney dk., 1995)
Peneliti belum dapat menjelaskan bagaimana pengurangan tidur menghasilkan
perubahan suasana hati yang bermanfaat. Pemahaman yang lebih baik mengenai hal
tersebut mungkin akan menginspirasi adanya pengobatan lain terhadap depresi.

2.15 Gangguan Bipolar


Depresi dapat berupa gangguan unipolar atau bipolar.

14
Penderita gangguan unipolar keadannya berseling antara keadaan normal dan depresi.
PenderitaGangguan bipolar yang dulu dikenal dengan nama gangguan manik depresif
(manic-depressive disorder), keadaannya berseling antara depresi dan kebalikannya,
yaitu mania. Mania ditandai dengan adanya aktivitas resah, kegembiraan, tertawa,
percaya diri, bicara tidak terfokus, dan hilangnya kendali diri.Beberapa penderita
mania berbahaya bagi dirinya sendiri dan bagi individu yang lain.Individu yang
menderita periode mania penuh disebut dengan penderita gangguan bipolar 1
Individu penderita gangguan bipolar II memilki periode mania yang lebih ringan yang
disebut hipomania, ditandai sebagian besar dengan adanya agitasi dan kecemasan.
Sekitar 1% populasi paling tidak menderita kasus kelainan bipolar ringan dalam
hidup mereka, rata-rata kasus tersebut muncul di usia muda, sekitar awal umur 20-an
(Craddock & Jones, 1999).

2.15.1 Genetika
Sejumlah bukti mendukung adanya dasar genetika (pewarisan karakter) untuk
gangguan bipolar (Craddock & Jones, 1999). Jika salah satu kembaran monozigot
menderita gangguan bipolar, maka kembaran yang lain paling tidak memiliki 50%
kesempatan untuk menderita gangguan yang sama.
Sementara itu, kembaran dizigot, saudara kandung atau anak dari penderita gangguan
bipolar memiliki probabilitas sebesar 5-10%. Anak asuh yang menderita gangguan
bipolar mungkin memiliki kerabat biologis yang menderita gangguan mood (mood
disorder).

2.15.2 Pengobatan
Pengobatan gangguan bipolar pertama yang berhasil dan masih umum
digunakan hingga saat ini, yaitu menggunakan garam litium. Manfaat litium
ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang peneliti Australia bernama J.E. Cade,
yang yakin bahwa asam urat mungkin mengurangi mania dan depresi. Cade

15
mencampur asam urat (sebuah komponen dari urine) dengan garam litium untuk
membantu melarutkan asam urat dan kemudian memberikan larutan tersebut kepada
sejumlah pasien. Larutan tersebut memang bermanfaat, walaupun akhirnya para
peneliti menyadari bahwa zat aktif yang berguna adalah litium dan bukan asam urat.
Sementara penggunaan dosis tinggi akan bersifat racun (Schou, 1997). Dua obat lain
yang juga efektif adalah valproate (nama dagangnya adalah; Depakene, Depakote,
dan lain-lainnya) dan karbamazepin. Valproate dan karbamazepin awalnya dijual
untuk pengobatan epilepsi. Keduanya juga direkomendasi untuk pengobatan
gangguan bipolar II yang ditandai dengan periode mania ringan. Tampakya litium
lebih efektif untuk penderita gangguan bipolar 1 (Kleindienst & Greil, 2000).
Peneliti berspekulasi bahwa sinar buatan, televisi, dan teknologi yang ada di dalam
masyarakat akan menggoda kita untuk tetap terjaga hingga larut malam sehingga
dapat meningkatkan prevalensi gangguan bipolar.

2.16 Gangguan Afektif Musiman


Bentuk lain depresi adalah gangguan afektif musiman (seasonal affective
disorder-SAD), yaitu depresi yang secara teratur muncul pada musim-musim tertentu,
misalnya ketika musim dingin. Prevalensi tertinggi SAD terdapat di daerah kutub,
daerah yang malamnya berlangsung lebih lama ketika musim dingin (Haggarty dkk.,
2002), jarang terjadi di daerah dengan iklim subtropis, dan tidak pernah tercatat
muncul di daerah tropis. Gangguan afektif musiman (SAD) berbeda dengan tipe
depresi-depresi lainnya dalam berbagai hal. Sebagai contoh, penderita SAD memiliki
tidur fase tertunda (phase delayed) dan ritme suhu-menjadi lebih mengantuk dan
bangun dari tidur lebih lambat dari biasanya yang berbeda dengan penderita depresi
lainnya, yang ritmenya dipercepat (phase advanced) (Teicher dkk., 1997) Gangguan
afektif musiman juga jarang menjadi separah depresi mayor. Pengobatan SAD dapat
dilakukan dengan menggunakan lampu yang sangat terang selama satu jam atau lebih
setiap hari.Perlakuan menggunakan lampu yang terang efektif jika dilakukan di pagi,

16
sore, atau malam hari (Eastman, Young, Fogg, Liu, & Meadan, 1998;Lewy dkk.,
1998; Terman, Terman, & Ross, 1998).Penjelasan yang paling dapat diterima
mengenai penggunaan lampu yang terang tersebut adalah bahwa lampu yang terang
memengarubi sinapsis serotonin dan mengubah ritme sirkadian. Terlepas dari
bagaimana cara kerjanya, perlakuan tersebut memberikan manfaat yang nyata.

2.17 Skizofrenia
Penderita skizofrenia mengatakan dan
melakukan hal-hal yang sulit dimengerti oleh orang
lain (termasuk penderita skizofrenia
lainnya).Peryebab kelainan ini belum jelas
dimengerti, tetapi sepertinya kelainan tersebut
meliputi banyak sekali komponen biologis. Karekteristik berdasarkan DSM-IV,
skizofrenia adalah suatu kelainan yang ditandai oleh penurunan kemampuan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari karena adanya suatu kombinasi dari halusinasi,
delusi, gangguan pikiran, gangguan pergerakan, dan ekspresi emosi yang tidak sesuai
(American Psychiatric Association, 1994). Gejala yang timbul sangat beragam. Pada
sebagiar penderita, halusinasi dan delusi sangat menonjol. Pada sebagian penderita
lain gangguan pikiran merupakan hal yang menonjol. Sebagian penderita lain
memperlihatkan tanda-randa kerusakan otak yang jelas, tetapi sebagian penderita lain
tidak memperlihatkan tanda-tanda yang sama. Singkatnya, kita dapat menemukan
beberapa individu yang teiah didiagnosis mangidap skizoirenia, walaupun tak satupur
persamaan di antara mereka (Andreasen, 1999). Skizofrenia dapat berupa kondisi
akut ataupun kronis. Kondisi akut kemunculannya terjadi secara tiba-tiba dan

17
pemulihannya berprospek baik. Kondisi kronis kemunculannya terjadi secara
bertahap dan berlangsung dalam jangka panjang.

2.17.1 Gejala pada Perilaku


Skizofrenia ditandal oleh gejala positif (perilaku yang muncul, tetapi
seharusnya tidak ada) dan gejala negatif (perilaku yang tidak. muncul, tapi
seharusnya ada). Gejala-gejala negatif meliputi lemahnya interaksi sosial, ekspresi
emosi, bicara, dan memori kerja. Biasanya gejala negatif akan menjadi stabill dari
waktu ke waktu dan sulit diobati.
Gejala positif dibagi dalam dua kelompok, yait psikotik dan disorganized
(Andreasen, Arndt, Alliger, Miller, & Flaum, 1995). Kelompok gejala psikotik terdiri
dari delusi (keyakinan yang tidak terbukti, misalnya; pencerita seolah-olah sedang
dianiaya atau penderita yang menyatakan bahwa makhluk luar angkasa sedang
berusaha mengendalikan perilakunya) dan halusinasi (pengalaman sensoris yang
tidak normal, misalnya; pasien mendengar suara ketika ia sendirian). Pindal PET
telah memperlihatkan bahwa halusinasi terjadi dalam periode peningkatan akilvitas
pada talamus, hipokampus, dan sejumlah bagian pada korteks, termasuk area-area
yang mengalami, aktivasi ketika mendengar sesuatu yang nyata (Shergili, Bramme,
Williams, Murray, & McGuire, 2000; Silbersweig dkk, 1995).

2.18 Gangguan Tourette


adalah Gangguan tics (gerakan alau vokalisasi stereotip dan repetitif di luar
kehen-dak). Gangguan ini biasanya dimulai pada usia dini biasanya pada masa kanak-
kanak atau remaja-de-ngan tics motorik sederhana, misalnya mata berkedip-kedip
atau kepala bergerak-gerak, tetapi gejalanya cenderung semakin kompleks dan berat
ketika umur pasien semakin bertambah. Tics motorik kompleks biasanya termasuk
membuat gerakan cabul, memukul, menyentuh benda-benda, berjongkok, melompat-
lom-pat, dan berputar-putar. Tics verbal yang lazim termasuk bunyi-bunyi inarticulate

18
(misalnya, menyalak, batuk-batuk, mengorok), coprolalia (menggumamkan kata-kata
cabul), echolalia (mengulangi kata-kata orang lain, dan palitalia (mengulangi kata-
katanya sendiri).Gejala-gejalanya mencapai puncaknya setelah beberapa tahun, dan
sering kali mereda secara gradual ketika usia pasien bertambah matang
Gangguan Tourette berkembang pada kira-kira 0,3-1 persen dari seluruh
populasi (lihat Serajee & Huq, 2015). Gangguan ini empat kali lebih sering ter jadi
pada anak laki-laki daripada perempuan (lihal Hallett, 2015), namun perbedaan jenis
kelamin ini tidak menonjol pada pasien-pasien dewasa (lihat Jackson elal., 2014).

Ada sebuah komponen genetik signifikan: Angka konkordansinya sebesar


50% untuk kembar monozigotik dan 10% untuk kembar dizigotik (lihat Serajee &
Huq, 2015). Sebagian pasien gangguan Tourette juga memperlihatkan tanda-tanda
attention-deficit/hyperactivity disorder (gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivi-
tas), gangguan obsesif-kompulsif, atau keduanya (lihat Serajee & Huq, 2015).

2.18.1 Mendeskripsikan bagaimana Gangguan Tourette ditangani


Meskipun tics adalah fitur penentu Gangguan Tourette, penanganan
biasanya dimulai dengan memfokuskan pada aspek-aspek lainnya. Pertama, pasien,
anggota keluarga, teman, dan guru dididik tentang sifat sindrom itu. Kedua, penangan
Implikasi Klinisannya memfokuskan pada masalah-masalah emosional tambahannya
(misalnya, kecemasan dan depresi). Begitu kedua langkah ini diambil, perhatian
dialikan pada menangani ticsnya.

19
BAB III
PENGALAMAN PRIBADI

3.1 Pengalaman Prribadi


Saya mempunyai pengalaman pribadi yang cukup membuat saya traumatis. Saya
merasa tidak bisa berbicara secara langsung dengan mama saya sendiri, saat saya
berusaha mengajak berbicara saya merasa seperti mama saya tidak bisa menerima itu
pasti akan diakhiri dengan emosi yang sangat hebat. Papa saya sendiri pernah
melakukan kekerasan terhadap saya seperti memukul, karena mungkin beliau pada
saat itu tersulut emosi yang berakibat fatal. Saya selalu diam dan dianggap ngambek
ketika tidak menggubris mama saya. Dan ketika saya menjawab selalu saya
disalahkan dianggap menentang orang tua. Saya merasa tidak pernah menjadi orang
yang benar dimata mereka. Pukulan dan amarah beliau membuat saya menjadi
pribadi yang sangat emosional mudah bersedih ketika mendengar suara yang cukup

20
kencang, saya merasa mudah sekali berubah moodnya bisa saja 5 menit tiba-tiba
tersenyum bisa jadi tiba-tiba tertawa.

3.2 Upaya yang dilakukan


Upaya yang saya lakukan berusaha berbicara dan jujur atas perasaan saya sendiri
terhadap mama saya kemudian saya mencoba mengerti bagaimana cara pandang
mereka dalam menjalani hidup. Meskipun tidak diterima dengan baik setidaknya saya
hanya berusaha meluapkan hal yang saya pendam.

3.3 Harapan kedepannya


Harapan saya hanya ingin orang tua saya melihat tentang apa yang saya usahakan
ini, saya hanya berharap bisa sembuh dan mencoba mengatur emosi dengan baik,
saya berusaha merubah itu untuk memperbaiki kehidupan saya di masa mendatang.
Agar kelak anak saya tidak merasakan apa yang saya rasakan ini.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan buku "Biopsikologi" karya JW Kalat, dan John Pinel kesimpulan
utama tentang gangguan psikologis adalah bahwa banyak dari mereka dapat
dijelaskan melalui perspektif biologis dan proses neurobiologis dalam otak manusia.
Kalat menjelaskan bagaimana faktor genetik, neurotransmiter, dan struktur otak dapat
berkontribusi pada berbagai gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan
skizofrenia. Secara keseluruhan, pendekatan biopsikologis membantu memahami
dasar biologis dari gangguan psikologis. Kesimpulan tentang gangguan psikologis
adalah bahwa mereka dapat bervariasi dari gangguan kecil hingga kondisi serius,
memengaruhi kesehatan mental seseorang, dan memerlukan penanganan yang sesuai,
baik melalui terapi, obat-obatan, atau kombinasi keduanya.

21
22
DAFTAR PUSTAKA

Kalat J. W. Buku Biopsikologi edisi 13


Jakarta:Pustaka Salemba Humanika 2010

Pinel, Jhon P.J Biopsikologi, Yogyakarta:Pustaka


Pelajar 2016

23
24

Anda mungkin juga menyukai