Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN MOOD


& RESIKO BUNUH DIRI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatn Jiwa
Dosen Pengampu : Ns.Ratra FS.,S.Kep.M.Pd.

Disusun Oleh :

Anisa Ristiana (12210038)


Geriswa Maajil A.M (12210083 )
Neng Deris Helmansyah (12210100 )
Rudiansyah (12210114 )
Teddy Maulana Rahman (12210130 )

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN INDONESIA (STKINDO)


WIRAUTAMA PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah “ Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien dengan Masalah
Gangguan Mood & Risiko Bunuh Diri” ini tepat pada waktunya. Adapun makalah
ini merupakan salah satu tugas dari keperawatan jiwa .
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari
semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku
dan beberapa sumber lainnya sehingga tugas ini bias terwujud. Oleh karena itu, melalui
media ini kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh
dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami
miliki. Maka itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang
dapat memotivasi saya agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Cianjur, 09 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................6
1.3 Tujuan..................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Gangguan Mood.................................................................7
1. Pengertian.........................................................................................7
2. Macam-Macam Gangguan Mood & Ciri-Cirinya............................7
3. Etiologi Gangguan Mood.................................................................11
4. Penatalaksanaan...............................................................................14
B. Konsep Dasar Resiko Bunuh Diri................................................………..15
1. Pengertian........................................................................................16
2. Jenis-Jenis Bunuh Diri.....................................................................16
3. Rentang Bunuh Diri.........................................................................16
4. Resiko Bunuh Diri...........................................................................17
5. Etiologi............................................................................................17
6. Kemampuan Mengatasi Bunuh Diri................................................20
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.........................................................24
1. Pengkajian........................................................................................24
2. Pohon Masalah.................................................................................31
3. Diagnosa keperawatan.....................................................................31
4. Intervensi Keperawatan....................................................................32
5. Implementasi Keperawatan..............................................................37
6. Evaluasi Keperawatan......................................................................39
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................40
3.2 Saran....................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................41

iii
BAB I
PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di
negara-negara berkembang. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai
gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut
dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan
individu dalam berperilaku yang dapat menghambat pembangunan karena mereka
tidak produktif.
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa tidak hanya
terbatas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua
orang. Kesehatan jiwa adalah sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh,
berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi
sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan (Yosep, 2007).
Setiap manusia memiliki caranya masing-masing untuk mengekspresikan apa
yang dirasakan oleh dirinya. menyebabkan kerugian, baik secara fisik maupun
psikologis bagi individu tersebut. Sulitnya atau ketidakmampuan individu dalam
mengontrol emosinya tidak hanya berimbas pada kondisi fisik dan psikologis individu
tersebut, namun juga berimbas pada kondisi lingkungan tempat individu bersosialisasi.
terlalu berlebihan dalam mengekspresikan emosinya, sehingga hal ini dapat membuat
individu dikucilkan, merasa sendirian, terasing, dan merasa tidak-dipedulikan.
Permasalahan pada suatu individu dalam mengalami gangguan jiwa sangatlah
kompleks antara satu dengan lainnya saling berkaitan. Mekanisme koping yang tidak
efektif merupakan salah satu faktor seseorang dapat mengalami gangguan jiwa.
Menurut Yahoda seseorang dapat dikatakan sehat jiwanya apabila seseorang tersebut
memenuhi kriteria sebagai berikut : sikap positif terhadap diri sendiri, tumbuh
kembang dan aktualisasi diri, integrasi (keseimbangan atau keutuhan), otonomi,
persepsi realitas, environmental mastery (kecakapan dalam adaptasi dengan
lingkungan).
Saat ini bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak Negara,
baik Negara maju maupun Negara berpendapatan menengah dan rendah. Bunuh diri
merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stress yang tinggi

4
dan menggunakan koping yang maladaptive. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat
ide bunuh diri tim*bul secara berulang tanpa rencana yang spesifik untuk bunuh diri
(Yosep,2010).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Mencederai diri adalah tindakan agresi yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008). Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah
mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alcohol, orang-oramg yang
berpisah atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup sebatang
kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin, kelompok
professional tertentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog (Sujono dan Teguh,
2010).
Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim
kesehatan diantaranya suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam setting
rawat inap dirumah sakit jiwa, faktor-faktor yang berhubungan dengan staf antara lain
kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf
yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi informasi
tentang pasien. Selanjutnya pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu
selama dirawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan
pengobatan atau treatmen lainnya. Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien
serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya
resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah
sakit (Jenny, dkk. 2010).

5
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat pada makalah ini adalah
sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan gangguan mood dan bunuh diri?

b. Apa saja gejala dan simtom gangguan mood dan bunuh diri?

c. Apa saja tipe dan karakteristik gangguan mood dan bunuh diri?

d. Apa saja teori tentang gangguan mood dan bunuh diri?

e. Bagaimana perspektif gangguan mood dan bunuh diri?

f. Bagaimana terapi dan penanganan gangguan mood dan bunuh diri?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui pengertian gangguan mood dan bunuh diri.

b. Untuk mengetahui gejala dan simtom gangguan mood dan bunuh diri.

c. Untuk mengetahui tipe dan karakteriktik gangguan mood dan bunuh diri.

d. Untuk mengetahui teori mengenai gangguan mood dan bunuh diri.

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Gangguan Mood

1. Pengertian
Alam perasaan (mood) adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang
mempengaruhi seluruh kepribadian dari fungsi kehidupan seseorang. Gangguan
alam perasaan adalah gangguan emosional yang disertai gejala mania dan depresi.
(Ernawati Dalami, 2009). Perubahan tersebut akibat adanya suatu pikiran yang
negative secara menyeluruh, di mana seseorang memangdang diri sendiri, dunia
dan masa depan sebagai suatu kegagalan yang menyimpang. Hal ini
dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan dalam menginterprestasikan sebuah
pengalaman sehingga merasa terbebani dan menganggapdirinya tidak mampu dan
tidak kompeten, serta tidak bertangguang jawab.
Maniac adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan adanya alam
perasaan yang meningkat. Keadaan ini diiringi dengan prilaku berupa peningkatan
kegiatan, banyak bicara, ide – ide yang meloncat, senda gurau, tertawa berlebihan,
penyimpangan seksual. (Ernawati Dalami, 2009)
Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan
sedih dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan. Depresi adalah gangguan
mental umum yang menyajikan dengan mood depresi, kehilangan minat atau
kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau nafsu makan,
energi rendah, dan hilang konsentrasi. (Ernawati Dalami, 2009).
2. Macam-macam gangguan mood dan ciri-cirinya
Ada beberapa jenis dalam gangguan mood yang terjadi pada manusia ini
umumnya digolongkan sesuai dengan tingkat seberapa lamanya gangguan ini
terjadi, yaitu :
a. Episode manic
Periode ini biasanya muncul secara tiba-tiba, mengumpulkan kekuatan
dalam beberapa hari. Selama satu episode manic ornag tersebut mengalami
elevasi atau ekspansi mood yang tiba-tiba dan merasakan kegembiraan,
euphoria, atau optimism yang tidak biasa. Orang yang mengalami episode
manic ini akan memperolok orang lain dengan memberikan lelucon yang
keterlaluan atau bahkan cenderung memperlihatkan penilaian yang buruk dan
7
menjadi argumentative, dan terkadang bertindak afektif. Tak hanya itu orang
yang mengalami episode manic ini umumnya mengalami self-esteem yang
meningkat, mulai berkisar dari self-confidance yang ekstreem hingga delusi
total akan kebesaran diri sendiri (Nevid, 2003: 237-238).
Dalam episode maniac terdapat kesamaan karakteristik dalam afek yang
meningkat disertai dengan peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas
fisik dan mental dalam berbagai derajat keparahan. Dalam episode manic
terdapat tipe hipomania dimana pada gangguan ini derajat gangguan yang
lebih ringan dari mania. Tipe hipomania ini dapat ditandai dengan adanya afek
yang meninggi atau berubah disertai dengan aktivitas, menetap selama
sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, dan tidak disertai halusinasi
atau waham.
b. Gangguan Depresi (gangguan Unipolar
Depresi merupakan suatu perasaan yang bias muncul dalam berbagai cara
dan mempunyai sejumlah penyebab,tidak memedulikan jenis kelamin dan
pekerjaan, dan bias menyerang kapanpun dari remaja sampai paruh baya.
Dimana usia paruh baya ini merupakan usia puncak dari depresi. Pada setiap
orang depresi ini berbeda-beda bentuknya. Kondisi ini bisa disertai dengan
kecemasan, gelisah, dan berbicara gugup atau bias beralih menjadi periode
mania (mood yang meningkat), berbicara terputus-putus, serta aktivitas
kompulsif yang dinamakan pasien “manic depresif. Dalam proses berjalannya
gangguan depresi, depresi ini merupakan gangguan yang dapat dibagi menjadi
tiga tahap yang dimulai dari gejala yang ringan, sedang hingga berat.

1) Depresi ringan
Depresi ringan ini di identikkan dengan depresi minor yang merupakan
perasaan melankolis yang berlangsung sebentar dan disebabkan oleh
sebuah kejadian yang tragis atau mengandung ancaman, atau kehilangan
sesuatu yang penting dalam kehidupan si penderita (Meier, 2000: 20-21).
Orang dengan depresi ringan ini setidaknya memiliki 2 dari gejala lainnya
dan 2-3 dari gejala utama. (Maslim, 2003, 64).
2) Depresi sedang
Depresi sedang ini di alami oleh penderita selama kurang 2 minggu, dan
orang dengan depresi sedang ini mengalami kesulitan nyata untuk

8
meneruskan kegiatan social, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Orang
dengan depresi sedang ini setidaknya memiliki 2-3 dari gejala utama dan 3-
4 dari gejala lainnya (Maslim, 2003: 64)
3) Depresi mayor
Depresi mayor merupakan salah satu gangguan yang prevalensinya paling
tinggi di antara berbagai gangguan (Davidson, 2006: 374). Depresi mayor
adalah kemurungan yang dalam dan menyebar luas. Perasaan murung ini
mampu menyedot semangat dan energy serta menyelubungi kehidupan si
penderita seperti asap yang tebak dan menyesakkan dada. Depresi mayor ini
dapat berlangsung cukup lama mulai dari empat belas hari sampai beberapa
tahun
Gejala atau ciri-ciri utama seseorang dengan depresi adalah afek depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju
meningkatnya keadaan yang mudah lelah dan menurunnya aktivitas.
Gejala atau ciri lainnya :
1) Konsentrasi dan perhatian berkurang,
2) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
3) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
4) Pandangan tentang masa depan yang suram dan pesimistis,
5) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri,
6) Tidur terganggu,Nafsu makan berkurang (Maslim, 2003: 64)

c. Gangguan distimik atau distimia


Gangguan distimik ini merupakan gangguan mood yang berpola depresi
ringan (tetapi nungkin saja menjadi mood yang menyulitkan pada anak-anak
atau remaja) yang terjadi dalam suatu rentang waktu—pada orang dewasa,
biasanya dalam beberapa tahun (Nevid, 2003: 229). Gangguan distimik pada
anak-anak dan remaja terdiri dari mood yang terdepresi atau mudah
tersinggung untuk sebagaian besar hari, lebih banyak hari dibandingkan tidak,
selama periode sekurangnya satu tahun. Pada anak-anak dan remaja, mood
yang mudah tersinggung dapat menggantikan criteria mood terdepresi untuk
orang dewasa dan bahwa criteria durasi adalah bukan dua tahun tetapi satu
tahun utnuk anak-anak dan remaja (Kaplan, dkk, 1997: 813).

9
Ada beberapa gejala atau cirri yang dapat ditandai saat gejala ini muncul,

1) Kehilangan nafsu makan atau justru makan berlebihan,


2) Sulit tidur atau kebanyakan tidur (sulit bangun),
3) Tingkat energy rendah atau mudah lelah,
4) Citra diri yang rendah,
5) Daya konsentrasi yang rendah atau sulit mengambil keputusan,
6) Perasaan putus asa.

d. Gangguan perubahan mood (bipolar)


Gangguan bipolar adalah gangguan mental berat, tanpa memandang apakah ada
perubahan mental antara mania dan depresi secara full brown. Gangguan bipolar
merupakan suatu psikosis afektif, ada gangguan emosi, baik akibat kebiasaan
maupun menyembunyikan kecemasan dan perasaan malu. Pada fase depresi,
pendiam, mendendam perasaan, emosional sensitive. Pada fase mania perilakunya
sangat berlawanan, sangat ekstrover. Pada beberapa kasus keadaaan ini
mengandung unsure fanatic dan religious (Jacoby, 2009: 27).
Gangguan bipolar ini sendiri dibagi menjadi dua, yaitu gangguan bipolar 1 dan
gangguan bipolar 2. Gangguan bipolar 1 ini terjadi pada seseorang yang
mengalami setidaknya satu episode manic secara penuh. Di mana seseorang
mengalami perubahan mood antara rasa girang dan depresi dnegan diselingi
periode antara berupa mood yang normal. Sedangkan, gangguan bipolar 2 ini
diasosiasikan dengan suatu bentuk maniak yang lebih ringan. Pada gangguan
bipolar 2 ini sesorang mengalami satu atau lebih episode-episode depresi mayor
dan paling tidak satu episode hipomanik (Nevid, 2003: 237).
e. Gangguan Siklotimik
Gangguan siklotimik ini berasal dari kata Yunani kyklos “lingkaran” dan
thymos “spirit”. Jadi dapat diartikan bahwa siklotimik ini merupakan spirit yang
bergerak secara berputar di mana dapat diartikan sebagai suatu deskripsi yang
tepat dari siklotimik karena gangguan ini melibtatkan suatu pola melingkar yang
kronis dari gangguan mood yang ditandai oleh perubahan mood ringan paling tidak
selama 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak dan remaja)(Nevid, 2003: 239).

f. Kehilangan

10
Kehilangan adalah keadaan duka cita yang berhubungan dengan kematian
seseorang yang dicintai yang dapat ditemukan dengan gejala yang karakteristik dari
episode depresif berat. Orang dengan kehilangan ini umumnya dapat dikenali dari
gejala-gejala berikut :
1) Perasaan sedih,
2) Insomnia,
3) Menghilangnya nafsu makan,
4) Dan di beberapa kasus terjadi penurunan berat badan.

g. Bunuh Diri
Perilaku bunuh diri bukanlah suatu gangguan psikologis, tetapi sering
merupakan cirri atau symptom dari gangguan psikologis yang mendasarinya, dan
biasanya adalah gangguan mood yang menjadi alasan dibalik perilaku percobaan
bunuh diri. Orang yang mempertimbangkan untuk bunuh diri pada saat stress
kemungkinan kurang memiliki keterampilan memecahkan masalah dan kurang
dapat menemukan cara- cara alternative untuk copping dengan stressor yang
mereka hadapi. Dalam kaitannya, bunuh diri ini terkait dengan suatu jaringan yang
kompleks dari beberapa factor. Namun, jelas bahwa kebanyakan kasus bunuh diri
ini dapat dicegah bila orang dengan perasaan ingin bunuh diri menerima
penanganan untuk gangguan yang mendasari perilaku bunuh diri, termasuk
didalamnya adalah depresi, skizofrenia, serta penyalahgunaan alcohol dan zat
(Nevid, 2003: 262-266). sejumlah pergeseran mood. Dan pada beberapa remaja
siklotimik dapat memungkinkan untuk menjadi gangguan bipolar 1(Kaplan, dkk,
1997: 814).
3. Etiologi Gangguan Mood
Dilihat dari beberapa sudut pandang, ada beberapa hal ynag
menyebabkan seseorang itu mengalami gangguan mood, dan diantara factor-
faktor tersebut adalah :
a. Faktor Biologis
1) Pengaruh Keluarga dan Genetik
Dalam kaitannya dengan gangguan mood adalah dalam studi
keluarga, para peneliti melihat adanya prevaliansi gangguan tertentu
pada anggota-anggota keluarga keluarga tingkat-pertama dari orang-
orang yang diketahui memiliki gangguan. Dan mereka menemukan
anggota keluarga kelompok control yang tidak memiliki gangguan
11
perasaan. Namun, perlu diketahui bahwa jika salah satu di antara
pasangan memiliki gangguan unipolar, maka kemungkinan pasangan
kembarnya untuk memiliki gangguan bipolar yang sangat tipis atau
sama sekali tidak ada. Dan tingkat keparahan mungkin juga terkait
dengan banyaknya concordance (sejauhmana sesuatu dimiliki
bersama).
2) Sistem Neurotransmiter
Gangguan suasana perasaan telah menjadi subjek studi
neurobiologist yang lebih intens. Penelitian mengimplikasikan pada
tingkat serotonin yang rendah dalam etiologi gangguan suasana perasaan.
Hal ini dikarenakan, fungsi primer serotonin adalah mengatur reaksi-
reaksi emosional pada manusia. Dalam hipotesis “permisif” penelitian ini
mengatakan bahwa ketika tingkat serotonin rendah, neurotransmitter
lainnya diizinkan (mood irregularities), termasuk depresi. Anjloknya
norepineferin akan menjadi salah satu akibat terjadinya gangguan mood.
3) Ritme Tidur dan Sirkadian
Gangguan mood yang dialami oleh seseorang ini umumnya dapat dilihat
dari pertambahan jam tidur yang semakin meningkat. Dan dalam beberapa
tahun telah diketahui bahwa gangguan tidur merupakan salah satu pertanda
bagi kebanyakan gangguan perasaan. Hal ini terjadi karena, pada orang-
orang yang mengalami depresi hanya ada waktu yang lebih pendek secara
signifikan sepelum repid eye movement (REM) sleep dimulai. REM sleep
atau non-REM sleep. Pada saat seseorang tetidur, mereka akan melalui
beberapa subtahapan tidur yang secara progresif menjadi lebih nyenyak, di
mana pada saat itu mereka mencapai tingkat istirahat yang sesungguhnya.
b. Faktor Psikologis
Dalam mengulas kontribusi genetic terhadap penyebab depresi dapat
dinyatakan bahwa 60%-80% penyebab depresi dapat diatribusikan pada
pengalaman-penagalaman psikologis. Selain itu pengalaman itu bersifat unik
untuk masing-masing individu.
1) Peristiwa Kehidupan yang Stressful
Peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang-
orang yang divintai, putusnuya hubungan romantic, lamanya hidup
menganggur, sakit fisik, masalah dalam pernikahan dan hubungan
kesulitan ekonomi, dan lain sebagainya ini dapat meningkatkan resiko
12
berkembangnya gangguan mood atau kambuhnya sebuah gangguan mood,
terutama depresi mayor. Teori Humanistic

Menurut teori ini, seseornag menjadi depresi saat mereka tidak


dapat mengisi keberadaan mereka dengan makna dan tidak dapat
membuat pilihan-pilihan autentik yang menghasilkan self-fulfillment.
Kemudian dunia dianggap sebagai tempat yang menjemukan (Nevid,
2003: 240-243).
2) Learned Helplessness
Learned helplessness merupakan kedaan diri yang selalu membuat
atribusi bahwa mereka tidak memiliki kontrol atas stress dalam
kehidupannya (baik sesuai kenyataan maupun tidak).
3) Negative Cognitive Styles
Negative cognitive styles adalah kesalahan berfikir yang
difokuskan secara negative pada tiga hal, yaitu dirinya sendiri, dunian
terdekatnya, dan masa depannya. Di mana menurut Beck, penderita
depresi memandang yang terburuk dari segala hal. Bagi mereka,
kemunduran terkevil sekalipun merupakan bencana besar.
c. Faktor Sosial dan Kultural
Sejumlah faktor social cultural memberikan kontribusi pada onset atau
bertahannya dperesi. Faktor yang paling menonjol antara lain adalah
hubungan perkawinan, gender, dan dukungan social.

1) Hubungan Perkawinan
Maksudnya adalah hubungan perkawinan yang tidak memuaskan
yang bisa menyebabkan individu bisa mengalami gangguan perasaan
seperti depresi.
2) Perbedaan Gender
Menurut Cyranowski, dkk (2000) Sumber perbedaan ini bersifat
cultural, karena peran jenis yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan
di masyarakat. Di mana laki-laki sangat di dorong mandiri, masterful,
dan asertif, sedangkan perempuan sebaliknya diharapkan lebih pasif,
lebih sensitive terhadap orang lain, dan mungkin lebih banyak bergantung
pada orang lain.
3) Dukungan Social

13
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Johnson, Winett, dkk
(1999) tentang efek-efek dukungan social di dalam kesembuhan yang
pesat dari episode manic maupun depresif pada pasien gangguan bipolar,
mereka menemukan hasil yang mengejutkan bahwa, jaringan pertemanan,
dan keluarga yang suportif secara social membantu terjadinya
kesembuhan cepat dari episode depresif, tetapi tidak pada episode manic.
4. Penatalaksanaan

Menurut (Tomb, 2003, hal.61)


Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan beberapa memerlukan
tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung pada diagnosis, berat
penyakit, umur pasien, respon terhadap terapi sebelumnya.

a. Terapi Psikologi
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati, pengertian
dan optimistic. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan hal – hal
yang membuatnya prihatin dan melontarkannya. Identifikasi factor pencetus dan
bantulah untuk mengoreksinya. Bantulah memecahkan problem eksternal (misal,
pekerjaan, menyewa rumah), arahkan pasien terutama selama periode akut dan
bila pasien tidak aktif bergerak. Latih pasien untuk mengenal tanda – tanda
dekompensasi yang akan dating. Temui pasien sesering mungkin (mula – mula 1
– 3 kali per minggu) dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau
untuk selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi
kemarahan anda (melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak masuk
akal, dll.).
b. Terapi Fisik

Semua depresi mayor dan depresi kronis atau depresi minor yang tidak
membaik membutuhkan antidepresan (70 – 80 % pasien berespon terhadap
antidepresan), meskipun yang mencetuskan jelas terlihat atau dapat
diidentifikasi. Mulailah dengan SSRI atau salah satu antidepresan terbaru.
Apabila tidak berhasil, pertimbangkan antidepresan trisiklik, atau MAOI
(terutama pada depresi “atipikal”) atau kombinasi beberapa obat yang efektif bila
obat pertama tidak berhasil. Waspadalah terhadap efek samping dan bahwa
antidepresan “dapat” mencetuskan episode manik pada beberapa pasien bipolar
(10 % dengan TCA, dengan SSRI lebih rendah, tetapi semua koonsep tentang
14
“presipitasi manic” masih diperdebatkan). Setelah semuh dari episode depresi
pertama, obat dipertahankan untuk beberapa bulan, kemudian diturunkan,
meskipun demikian pada beberapa pasien setelah satu atau lebih kekambuhan,
membutuhkan obat rumatan untuk periode panjang. Antidepresan saja (tunggal)
tidak dapat mengobati depresi psikosis unipolar.

B. Konsep Dasar Resiko Bunuh Diri


1. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi
stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan,
bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusasaan (Stuart,2006).
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya
sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya
yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).
Risiko bunuh diri dapat diartikan sebagai resiko individu untuk menyakitidiri
sendiri, mencederai diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2012). Pikiran bunuh diri
biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan mood, terutama depresi.
Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk membunuh.
Sehingga dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa bunuh diri
merupakan tindakan yang sengaja dilakukan seseorang individu untuk mengakhiri
hidupnya dengan berbagai cara. Dan seseorang dengan gangguan psikologi tertentu
atau sedang depresi dapat pula beresiko melakukan bunuh diri. Banyak faktor yang
menyebabkan seseorang bunuh diri, dapat dari faktor eksternal seperti lingkungan dan
faktor internal seperti gangguan psikologi dalam dirinya.

15
2. Jenis-Jenis Bunuh Diri
Kategori bunuh diri menurut Stuart adalah sebagai berikut :
a. Bunuh diri langsung
Bunuh diri langsung adalah tindakan yang disadari dan di sengaja untk
mengakhiri hidup seperti pengorbanan diri membakar diri, menggantung
diri, melompat dari ketinggian, dll.
b. Bunuh diri tidak langsung
Bunuh diri tidak langsung adalah keinginan tersediri yang tersembunyi yang
tidak disadari untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis beresiko
seperti penyalahgunaan zat, makannan berlebihan, aktivitas sex bebas,
ketidakpatuhan terhadap program medis, atau olah raga dan pekerjaan yang
membahayakan.
Sementara itu, menurut Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis
bunuh diri, meliputi :
a. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressfull) sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri.
b. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
c. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

3. Rentang Bunuh Diri


Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh
stress. Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya :
a. Suicidal ideation : Pada tahap ini merupakan proses kontemplasi dari bunuh diri,
atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan
pasien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan.
Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini
memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
b. Suicidal intent : Pada tahap ini pasien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.

16
c. Suicidal threat : Pada tahap ini pasien mengekspresikan adanya keinginan dan
hasrat yang dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
d. Suicidal gesture : Pada tahap ini pasien menunjukkan perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Hal ini
terjadi karena individu mengalami ambivalen antara mati, hidup dan tidak
berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin
diselamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini
sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan
stres yang tidak mampu di selesaikan.
e. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif pasien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
yang mematikan, walaupun demikian banyak individu masih mengalami
ambivalen akan kehidupannya

4. Perilaku Resiko Bunuh Diri


Menurut Stuart (2006) perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu
sebagai berikut :
a. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri
mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di
sekitar kita lebih lama lagi atau mengkomunikasikan secara non verbal.
b. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan
oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan
terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.

5. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri ada dua
faktor, yaitu faktor predisposisi (faktor risiko) dan faktor presipitasi (faktor pencetus)
a. Faktor Predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku
resiko bunuh diri meliputi :

17
1) Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh
diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini,
dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
4) Biologis
Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis yang
tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa ada gangguan
pada level serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan perilaku
agresif dan kecemasan. Penelitian lain mengatakan bahwa perilaku bunuh diri
merupakan bawaan lahir, dimana orang yang suicidal mempunyai keluarga
yang juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun demikian,
hingga saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan berhubungan secara
langsung dengan perilaku bunuh diri
5) Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga bentuk
penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama
didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder turned
around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan
kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara psikologis, individu
yang beresiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya dengan orang
yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih sayang ini dan
berharap untuk menghukum atau bahkan membunuh orang yang hilang
tersebut. Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih
sayang, perasaan marah dan harapan untuk menghukum juga ditujukan pada
diri, yang menyebabkan perilaku destruktif diri terjadi.
6) Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang
perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan
18
masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur atau
tidak dengan masyarakatnya
7) Faktor biokima
Data menunjukkan bahwa pasien dengan resiko bunuh diri terjadi penigkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam sel otak seperti serotonin, adrenalin, dan
dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman gelombang
otak electro encephalo graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media untuk
bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untukmelakukan perilaku
bunuh diri.
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah perasaan
terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan
yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres,
perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri sebagai hukuman pada diri sendiri,
serta cara utuk mengakhiri keputusasaan.
Respon terhadap stress
Berbagai macam respon yang ditunjukan oleh individu dalam menghadapi stres
dapat menjadi salah satu indikator dalam munculnya keinginan untuk bunuh diri.
1) Kognitif
Pasien yang mengalami stress dapat mengganggu proses kognitifnya, seperti
pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi, pikiran berulang, dan
pikiran tidak wajar.
2) Afektif
Respon ungkapan hati pasien yang sudah terlihat jelas dan nyata akibat adanya
stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan marah.
3) Fisiologis
Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua, yaitu Local
Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan respons lokal tubuh terhadap
stresor (misal: kita menginjak paku maka secara refleks kaki akan diangkat) dan

19
Genital Adaptation Symdrome (GAS) adalah reaksi menyeluruh terhadap
stresor yang ada.
4) Perilaku
Pasien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih
untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan
banyak faktor, baik faktor social maupun budaya.
5) Sosial
Struktur sosial dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong pasien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat
menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih
mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam
kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh
diri.

6. Kemampuan Mengatasi Masalah/Sumber Koping


a. Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada pasien dengan
resiko bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi masalahnya.
b. Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari
keluarga, teman, kelompok, atau orang-orang disekitar pasien dan dukungan
terbaik yang diperlukan oleh pasien adalah dukungan keluarga.
c. Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan
kesehatan, dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan
kesehatan dan lain-lain.
d. Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif
seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat
mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor.
Keyakinan yang harus dikuatkan pada pasien resiko bunuh diri adalah
keyakinan bahwa pasien mampu mengatas masalahnya.

20
7. Penatalaksanaan Risiko Bunuh Diri
a. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada pasien resiko bunuh diri
salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck, 2008), obat-
obat yang biasanya digunakan pada pasien resiko bunuh diri adalah SSRI
(selective serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per oral),
venlafaksin (75-225 mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari per oral),
trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan bupropion (200-300 mg/hari per oral).
Obat-obat tersebut sering dipilih karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter
monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter
ini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan,
perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu makan.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada pasien dengan resiko bunuh diri
selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat bagi
pasien. Tujuan dilakukannya intervensi pada pasien dengan resiko bunuh diri
adalah (Keliat, 2009).
1) Pasien tetap aman dan selamat
2) Pasien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
3) Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
4) Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
5) Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik

Menurut Stuart dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2009:13) mengidentifikasi


intervensi utama pada pasien untuk perilaku bunuh diri yaitu :

21
1) Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah pasien melukai
dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan pasien di tempat
yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani pasien
terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan
jauhkan pasien dari semua benda yang berbahaya.
2) Meningkatkan harga diri
Pasien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu pasien
mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang
positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai pasien. Berikan pujian
penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu
dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
4) Menggali perasaan
Perawat membantu pasien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor
predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku pasien.
5) Menggerakkan dukungan pasien
Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial pasien, yaitu
keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat
mengontrol prilaku pasien.
8. Instrumen Pengukuran Perilaku Bunuh Diri
Instrumen yang dapat dipakai untuk mengukur perilaku bunuh diri yaitu berupa:
SAD PERSONS

22
No SAD PERSONS Keterangan
1 Sex (jenis kelamin) Pria lebih cenderung melakukan bunuh diri daripada
wanita. Laki-laki bunuh diri 4kali lebih sering,
meskipun perempuan melakukan lebih banyak upaya
percobaan bunuh diri.
2 Age (umur) Usia yang paling berbahaya untuk bunuh diri
bervariasi dari waktu ke waktu. Kelompok resiko
tinggi individu umur 15-24 tahun, pria >75 tahun
dan wanita 45-54tahun
3 Depression (depresi) Angka bunuh diri bagi mereka yang depresi secara
klinis adalah sekitar 20 kali lebih besar dari pada
mereka yang tidak depresi
4 Prior history (percobaan Kira-kira 80% orang yang melakukan bunuh diri
sebelumnya) sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri
sebelumnya
5 Ethanol abuse (penyalahgunaan Penyalahgunaan obat dan alkohol meningkatkan
alkohol) resiko perilaku bunuh diri
6 Rational thinking loss Orang dengan skizofrenia lebih sering melakukan
(kehilangan kemampuan bunuh diri dibandingkan dengan general populasi

berpikir rasional)
7 Support system loss Orang yang melakukan bunuh diri biasanya
(kehilangan dukungan sosial) kurangnya dukungan dari keluarga, teman, pekerjaan
yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8 Organized plan (perencanaan Adanya pikiran dan perencanaan yang spesifik
yang terorganisasi) terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
terjadinya bunuh diri
9 No significant other / No Orang duda, janda, single adalah mereka yang lebih
spouse (tidak memiliki rentan dibanding mereka yang menikah
pasangan)
10 Sickness (penyakit) Orang dengan penyakit kronik dan terminal beresiko
tinggi melakukan bunuh diri

Sistem penilaian : 1 poin untuk setiap jawaban/keadaan positif


Skoring :
0-2 : Tidak ada masalah tapi tetap harus diperhatikan
3-4 : Tidak harus dirawat, tetapi diperiksa secara rutin
5-6 : Pertimbangkan untuk dilakukan rawat inap atau rawat
7-10 : Dilakukan rawat inap dengan sukarela atau paksaan

23
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan tahap dasar utama dari suatu proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
Kemampuan perawat yang diharapkan dalam pengumpulan data yaitu memiliki
kesadaran, kemampuan mengobservasi dengan akurat, komunikasi terapeutik, mampu
berespon secara efektif. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stress, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki pasien. Menurut Damaiyanti & Iskandar (2014) :
Azizah, (2011), isi pengkajian meliputi:
a. Identitas pasien
Identitas pasien ditulis dengan identitas lengkap seperti nama, usia, jenis kelamin,
nomor rekam medis, dan diagnosa medis. Hal ini dapat dilihat pada Rekam Medik
atau wawancara langsung bila memungkinkan.
b. Keluhan utama atau alasan masuk
Alasan dirawat meliputi : keluhan utama dan riwayat penyakit. Keluhan utama
berisi tentang sebab pasien atau keluarga datang kerumah sakit dan keluhan pasien
saat pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor
presipitasi. Pada faktor predisposisi meliputi faktor yang mempengaruhi jenis dan
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress (faktor
pencetus atau faktor penyebab utama timbulnya gangguan jiwa). Sedangkan faktor
presipitasi yaitu faktor yang mencangkup stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan dan memerlukan energy ekstra untuk
mengatasinya (faktor yang memperparah atau memberat terjadinya gangguan jiwa).
c. Faktor predisposisi
Pada faktor ini yang dibahas adalah menanyakan apakah ada keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah
melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal. Menanyakan kepada pasien dan
keluarga apakah ada yang mengalami gangguan jiwa dan menanyakan kepada
pasien tentang pengalaman yang tidak menyenangkan.

24
d. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital signs, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah
ada keluhan fisik yang dirasakan pasien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram
Genogram dapat dikaji melalui tiga tahap yaitu sebagai berikut :
a) Kajian Adopsi
Kajian ini membandingkan sifat antara anggota keluarga satu keturunan
dengan keluarga adopsi.
b) Kajian kembar
Kajian kembar disini membandingkan sifat antara anggota keluarga yang
kembar identik.
c) Kajian keluarga
Kajian keluarga ini membandingkan apakah suatu sifat banyak kesamaan
antara keluarga dengan keluarga yang lain.
2) Konsep Diri
Konsep diri adalah semua tentang jenis pikiran, kepercayaan atau keyakinan
yang membuat seseorang individu mengetahui tentang dirinya dan dapat
mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri ini terdiri atas
beberapa komponen yaitu sebagai berikut :
a) Citra tubuh
Tanyakan persepsi yang dirasakan pasien pada tubuhnya, bagian tubuh
yang paling disukai dan bagaimana reaksi pasien terhadap bagian tubuh
yang paling tidak disukai dan bagian yang paling di sukai.
b) Identitas diri
Status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat, kepuasan pasien terhadap
status dan posisinya, kepuasaan pasien sebagai laki-laki atau perempuan,
keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelamin dan posisinya.
c) Peran diri
Tugas atau peran pasien dalam keluarga, pekerjaan atau kelompok
masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi atau perannya,
perubahan pasien akibat perubahan tersebut.
d) Ideal diri

25
Harapan pasien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran
dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan pasien terhadap
lingkungan, harapan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana jika
kenyataan tidak sesuai dengan harapan.
e) Harga diri
Hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada
pasien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas diri tidak
sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri
tidak sesuai harapan, penilaian pasien terhadap pandangan/penghargan
orang lain.
3) Hubungan sosial
Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup pasien, tanyakan upaya yang
biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa saja yang diikuti dalam
masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat,
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan
orang lain.
4) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah atau menjalankan keyakinan, kepuasan
dalam menjalankan keyakinan.
f. Status mental
Pengkajian pada aspek status mental dapat dilakukan pada penampilan,
pembicaraan, aktivitas motorik , afek emosi, yang akan diuraikan secara singkat
sebagai berikut :
1) Penampilan
Melihat penampilan pasien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada
yang tidak rapi, penggunaan pakaian yang tidak sesuai, cara berpakaian,
dampak ketidakmampuan berpenampilan baik atau berpakaian terhadap status
psikologis pasien.
2) Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi (kecepatan, cepat atau lambat),
volume (keras atau lembut), jumlah (sedikit membisu atau ditekan) dan
karakternya (gugup, kata-kata bersambung).

26
3) Aktivitas motorik
Lesu, tegang, gelisah, agitasi (gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan),
Tik (gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol), Grimasem
(gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak terkontrol pasien), Tremor
(jari-jari yang bergetar ketika pasien menjulurkan tangan dan merentangkan
jari-jari), Kompulsif (kegiatan yang di lakukan berulang-ulang).
4) Alam perasaan
Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan, ketakutan (objek yang ditakuti
sudah jelas), dan khawatir (objeknya belum jelas).
5) Afek dan emosi
Datar (tidak ada perubahan pada roman muka atau wajah pada saat ada
stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan), tumpul (hanya bisa bereaksi
bila ada stimulus emosi yang sangat kuat dari stimulus), labil (emosi pasien
cepat berubah-ubah), tidak sesuai (emosi yang bertentangan atau berlawanan
dengan stimulus yang ada).
6) Interaksi selama wawancara
Keadaan yang dapat ditampilkan saat pasien di wawancara seperti bermusuhan
(kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak marah), tidak
kooperatif (tidak dapat atau tidak mau menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh pewawancara secara spontan), mudah tersinggung, kotak mata kurang
(tidak mau menatap lawan bicara), detensif (selalu berusaha mempertahankan
pendapat dan kebenaran dirinya) atau curiga (menunjukan sikap atau perasaan
tidak percaya pada orang lain).
7) Persepsi-sensorik
Persepsi merupakan suatu daya ingat pada pasien dalam mengenal barang,
kualitas dan kuantitas, hubungan dengan orang lain, perbedaan sesuatu, hal
tersebut melalui proses mengamati atau mengetahui serta mengartikannya
setelah panca indra mendapatkan suatu rangsangan dari luar.
8) Proses pikir
Sirkumtansial (pembicaraan yang berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan yang
ingin dicapai), Tangensial (pembicaraan yang berbelit-belit tetapi tidak sampai
pada tujuan yang dicapai), kehilangan asosiasi (pembicaraan yang tidak ada
hubungan antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya), flight of ideas
(pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik yang lainnya), bloking
27
(pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar kemudian dilanjutkan
kembali), perseferasi (kata-kata yang diulang berkali-kali), perbigerasi (kalimat
yang diulang berkali-kali).
9) Isi pikir
Obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun pasien berusaha
menghilangkannya), phobia (ketakutan yang patologis atau tidak logis terhadap
suatu objek maupun situasi pada yang ditertentu), hipokondria (keyakinan
pasien terhadap adanya gangguan organ tubuh yang sebenernya tidak ada),
depersonalisasi (perasaan dimana pasien merasa asing terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungannya), Ide yang terkait (keyakinan yang dirasakan
pasien terhadap kejadian yang terjadi dilingkungan sekitarnya yang terkait pada
dirinya), pikiran magis (keyakinan yang dirasakan pasien terhadap kemampuan
dalam melakukan hal-hal yang mustahil atau diluar kemampuannya).
10) Tingkat kesadaran
Kesadaran yang baik biasanya dimanifestasikan dengan orientasi yang baik
pula dalam hal waktu, tempat, orang dan lingkungan sekitarnya.
11) Memori daya ingat
Daya ingat pasien atau kemampuan meningkatkan hal-hal yang telah terjadi
seperti gangguan mengingat jangka panjang (tidak dapat mengingat kejadian
lebih dari 1 bulan), gangguan mengingat jangka pendek(tidak dapat mengingat
kejadian dalam minggu terakhir), gangguan mengingat saat ini (tidak dapat
mengingat kejadian yang baru saja terjadi) dan apakah ada gangguan pada daya
ingat. Gangguan ini dapat terjadi pada salah satu diantara komponen daya ingat
yaitu meliputi pencatatan atau registrasi, penahanan atau retensi atau
memanggil kembali.
12) Tingkat kosentrasi
Mudah beralih (perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek yang
lainnya), tidak mampu berkosentrasi (pasien selalu minta agar pertanyaan
diulang karena tidak menangkap apa yang ditanyakan atau tidak dapat
menjelaskan kembali pembicaraan, tidak mampu berhitung (tidak dapat
melakukan penambahan atau pengurangan pada benda-banda yang nyata).
g. Kebutuhan persiapan pulang
Khusus data-data ini harus dikaji untuk mengetahui masalah yang mungkin akan
terjadi atau yang akan dihadapi pasien, keluarga maupun masyarakat disekitarnya
28
pada saat pasien pulang atau setelah pasien pulang dari rumah sakit dan pasien
berada dirumahnya, ditengah keluarga atau masyarakat.
1) Makan
Tanyakan pada pasien frekuensi, jumlah, variasi, macam dan cara makan,
observasi kemampuan pasien menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Buang Air Besar Dan Buang Air Kecil
Observasi kemampuan pasien untuk Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air
Kecil (BAK), pergi menggunakan toilet atau membersihkan toilet.
3) Mandi
Observasi dan tanyakan pada pasien tentang frekuensi, cara mandi, cuci rambut,
menyikat gigi, gunting kuku, serta observasi kebersihan tubuh pasien dan bau
badan pasien.
4) Berpakain
Observasi tentang kemampuan pasien dalam mengambil, memilih baju serta
mengenakan pakaian dan observasi penampilan pasien atau dandanan pasien
5) Istirahat tidur
Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang atau malam, persiapan
sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.
6) Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan cara pemberian.
h. Mekanisme koping
Dalam mekanisme koping yang akan dibahas adalah menggunakan cara-cara yang
adaptif meliputi bicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, teknik
relaksasi, aktivitas konstruktif, olahraga maupun menggunakan cara-cara maladaptif
seperti minum alkohol, reaksi lambat atau berlebihan dan berusaha mencederai diri
atau lainnya.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah yang berkaitan dengan psikososial dan lingkungan dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Masalah berhubungan dengan dukungan sosial
2) Masalah berhubungan dengan lingkungan sosial
3) Masalah berhubungan dengan pendidikan
4) Masalah berhubungan dengan pekerjaan
5) Masalah berhubungan dengan perumahan
29
6) Masalah berhubungan dengan ekonomi
7) Masalaah berhubungan dengan pelayanan kesehatan
8) Masalah berhubungan dengan sistem hukum dan criminal
j. Pengetahuan
Bagaimana pengetahuan pasien atau keluarga saat ini mengenai penyakit atau
gangguan jiwa.
k. Aspek medik
Jelaskan aspek medis pasien (data dapat dilihat dari rekam medis) tentang diagnosa
medis dan terapi mediknya selama dirawat terutama saat ini.
l. Analisa data
Menurut Fitria (2012), data yang perlu dikaji meliputi data subjektif dan data
objektif yaitu sebagai berikut :
1) Data Subjektif
a) Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
b) Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d) Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
e) Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang
mematikan
f) Mengungkapkan adanya konflik interpersonal
g) Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil

2) Data Objektif
a) Merusak diri sendiri dan orang lain
b) Merusak orang lain
c) Menarik diri dari hubungan sosial
d) Tampak mudah tersinggung
e) Tidak mau makan dan perawatan diri
f) Ekspresi murung/tidak bergairah
g) Ada bekas percobaan bunuh diri sebelumnya
h) Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
i) Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan
alcohol).
30
j) Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
k) Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam
karier)
l) Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
m) Status perkawinan yang tidak harmonis.

2. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, 2.1.2 Aki


lingkungan

Resiko bunuh diri Masalah utama

HDR, Isolasi sosial, Waham, Halusinasi, Depresi Penyebab

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala Resiko bunuh
diri yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala resiko bunuh
diri, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah risiko bunuh diri

31
4. Rencana Keperawatan
Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
Resiko bunuh TUM : 1. Setelah…..× interaksi 1. Bina hubungan saling percaya dengan 1.Kepercayaan dari pasien merupakan
diri Pasien tidak melakukan pasien menunjukan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik : hal yang mutlak serta akan
percobaan bunuh diri tanda-tanda percaya  Sapa pasien dengan nama baik verbal memudahkan dalam pendekatan dan
kepada perawat : maupun non verbal tindakan keperawatan yang akan
TUK 1 :  Ekspresi wajah  Perkenalkan nama, nama panggilan dan dilakukan kepada pasien
Pasien dapat membina bersahabat tujuan perawat berkenalan
hubungan saling  Menunjukan rasa  Tanyakan nama lengkap dan nama
percaya senang penggilan yang disukai pasien
 Ada kontak mata  Buat kontrak yang jelas
 Mau berjabat tangan  Tunjukan sikap jujur dan menepati janji
 Mau menyebutkan setiap kali berinteraksi
nama  Tunjukan sikap empati dan menerima apa
 Mau menjawab salam adanya
 Mau duduk  Beri perhatian kepada pasien dan masalah
berdampingan dengan yang dihadapi pasien
perawat  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Bersedia ekspresi perasaan pasien
mengungkapkan
masalah yang dihadapi
TUK 2 : 2. Setelah…..× interaksi 2. Bantu pasien mengungkapkan perasaan yang 2.Menentukan mekanisme koping yang
Pasien dapat mengenal pasien menceritakan menyebabkan pasien mempunyai ide serta dimiliki pasien dalam menghadapi
penyebab resiko penyebab perilaku bunuh melakukan percobaan bunuh diri : masalah serta sebagi langkah awal
diri yang dilakukannya :
perilaku bunuh diri  Motivasi pasien untuk menceritakan dalam menyusun strategi berikutnya
 Menceritakan
penyebab pasien mempunyai ide bunuh
penyebab pasien
melakukan percobaan diri
bunuh diri  Dengarkan tanpa menyela atau memberi
penilaian setiap ungkapan perasaan pasien

32
TUK 3 : 3. Setelah…..× interaksi 3. Bantu pasien mengungkapkan tanda tanda 3.Deteksi dini sehingga dapat
Pasien dapat pasien menceritakan perilaku bunuh diri yang dialaminya : mencegah tindakan yang dapat
mengidentifikasi tanda- tanda-tanda saat pasien  Motivasi pasien menceritakan kondisi membahayakan pasien
tanda perilaku bunuh berkeinginan untuk emosionalnya
diri bunuh diri:  Motivasi pasien menceritakan kondisi
 Tanda Sosial : pasien sosialnya
mengancam akan
melakukan bunuh diri
dan pasien melakukan
hal yang tidak biasa
dilakukan pasien
 Tanda Fisik : pasien
mencederai diri
sendiri seperti
menyayat nadi,
minum obat
berlebihan/ over dosis,
tatapan mata pasien
tampak menerawang
seperti memikirkan
sesuatu
 Tanda Emosional :
pasien menjadi
penyendiri, pemurung,
dan pemarah
TUK 4 : 4. Setelah…..× interaksi 4. Diskusikan dengan pasien percobaan bunuh 4.Melihat mekanisme koping pasien
Pasien dapat pasien menjelaskan : diri yang dilakukannya selama ini : selama ini dalam menyelesaikan
Mengidentifikasi  Perasaan saat  Motivasi pasien untuk menceritakan masalah yangdihadapi
perilaku percobaan melakukan bunuh diri tindakan apa saja yang sudah pernah
bunuh diri yang pernah  Efektivitas percobaan dilakukan untuk mengakhiri hidup
dilakukan yang dilakukan  Motivasi pasien menceritakan perasaan

33
setelah tindakan tersebut
 Diskusikan apakah dengan tindakan
tersebut masalah yang dialami pasien
teratasi
TUK 5 : 5. Setelah…..× interaksi 5. Diskusikan dengan pasien akibat negatif cara 5.Membantu pasien melihat dampak
Pasien dapatpasien menjelaskan yang dilakukan pada : yang ditimbulkan akibat tindakan
mengidentifikasi akibatakibat tindakannya :  Diri sendiri bunuh diri yang dilakukan pasien
tindakan yang sudah  Diri sendiri  Orang lain
dilakukan untuk bunuh  Orang lain  Lingkungan
diri  Lingkungan
TUK 6 : 6. Setelah…..× interaksi 6. Diskusikan dengan pasien : 6.Menurunkan perilaku destruktif
Pasien dapat pasien :  Apakah pasien mau mempelajari cara yang akan mencederai pasien
mengidentifikasi cara  Menjelaskan cara baru untuk menghilangkan keinginannya
konstruktif untuk yang sehat untuk tanpa melakukan tindakan destruktif
menghilangkan menghilangkan terhadap dirinya
keinginannya untuk keinginan bunuh diri  Jelaskan berbagai alternatif yang dapat
bunuh diri dilakukan jika keinginan bunuh diri
muncul
 Jelaskan cara-cara sehat untuk
menghilangkan keinginan untuk bunuh
diri : melakukan hobi pasien, berdoa,
minta bantuan orang lain jika muncul
keinginan bunuh diri, dan TAK
TUK 7 : 7. Setelah…..× interaksi 7.1 Diskusikan cara yang akan dipilih dan 7.1 Keinginan untuk bunuh diri sangat
Pasien dapat pasien memperagakan anjurkan pasien memilih cara yang mungkin rentan dan tidak tahu kapan
mendemonstrsikan cara cara mengontrol sesuai dengan kondisi pasien munculnya
mengontrol keinginan perilaku destruktif 7.2 Bantu pasien jika pasien kesulitan untuk 7.2 Meningkatkan kepercayaan diri
untuk bunuh diri terhadap diri sendiri : melakukan apa yang sudah dipilihnya pasien serta menghindari terjadi hal
 Fisik : Melakukan yang tidak diinginkan
hobi pasien, ikut TAK
 Verbal :

34
Mengungkapkan
perasaan yang
membuatnya ingin
bunuh diri pada orang
lain tanpa menyakiti
diri sendiri
 Spiritual : Berdoa
sesuai agama

TUK 8 : 8. Setelah…..× interaksi 8.1 Diskusikan pentingnya peran serta 8.Keluarga adalah sistem pendukung
Pasien mendapat keluarga: keluarga sebagai pendukung pasien untuk utama bagi pasien
dukungan keluarga  Menjelaskan cara mengatasi perilaku bunuh diri
untuk mengontrol merawat pasien 8.2 Diskusikan potensi keluarga untuk membantu
perilaku bunuh diri dengan resiko bunuh pasien mengatasi perilaku bunuh diri
diri 8.3Jelaskan pengertian, penyebab, akibat, dan cara
merawat pasien resiko bunuh diri yang dapat
dilakukan keluarga
8.4 Peragakan cara merawat pasien
8.5Beri kesempatan pada keluarga untuk
memeragakan ulang
8.6 Beri pujian pada keluarga setelah peragaan
8.7 Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba
cara yang dilatih
TUK 9 : 9.1 Setelah…..× interaksi 9.1 Jelaskan pada pasien : 9.Mensukseskan program pengobatan
Pasien menggunakan pasien menjelaskan :  Manfaat minum obat pasien
obat sesuai program  Manfaat minum obat  Kerugian tidak minum obat
yang telah ditetapkan  Kerugian tidak minum  Nama obat
obat  Bentuk dan warna obat
 Nama obat  Dosis yang diberikan
 Bentuk dan warna  Waktu pemakaian
obat  Cara pemakaian

35
 Dosisi yang diberikan  Efek yang dirasakan
 Waktu pemakaian 9.2 Anjurkan pasien :
 Cara pemakaian  Minta dan menggunakan obat tepat waktu
 Efek yang dirasakan  Lapor ke perawat/dokter jika mengalami
9.2 Setelah…..× interaksi efek yang tidak biasa
pasien menggunakan  Beri pujian terhadap kedisiplinan pasien
obat sesuai program menggunakan obat

36
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan harus disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi seringkali jauh berbeda dengan rencana
yang sudah dibuat. Hal itu terjadi karena perawat belum paham atau terbiasa
menggunakan rencana secara tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang
biasanya dilakukan perawat yaitu menggunakan rencana tidak tertulis, seperti apa yang
dipikirkan, apa yang dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu dapat membahayakan
pasien maupun perawat jika tindakan tersebut berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi
aspek legal. Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
menvalidasi secara singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh
pasien saat ini (here and now). Perawat juga diperlukan intelektual, dan teknikal untuk
melaksanakan tindakan keperawatan. Seorang perawat juga harus menilai kembali
apakah tindakan yang diberikan kepada pasien aman atau tidak bagi pasien. Setelah
tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan
melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak (inform consent) dengan
pasien yang isinya menjelaskan tentang apa yang akan dilaksanakan dan peran serta yang
diharapkan dari pasien. Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta
respons yang pasien rasakan (Direja, 2011).

Strategi Pelaksanaan pada Pasien Resiko Bunuh Diri

Pasien Keluarga
SP I P SP I K
1. Mengidentifikasi benda-benda yang 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
dapat membahayakan pasien keluarga dalam merawat pasien
2. Mengamankan benda-benda yang 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
dapat membahayakan pasien gejala risiko bunuh diri, dan jenis
3. Melakukan kontrak treatment perilaku bunuh diri yang dialami pasien
4. Mengajarkan cara mengendalikan beserta proses terjadinya
dorongan bunuh diri 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
5. Melatih cara mengendalikan dorongan risiko bunuh diri
bunuh diri
SP II P SP II K
1. Mengidentifikasi aspek positif pasien 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
2. Mendorong pasien untuk berfikir merawat pasien dengan risiko bunuh

37
positif terhadap diri diri
3. Mendorong pasien untuk menghargai 2. Melatih keluarga melakukan cara
diri sebagai individu yang berharga merawat langsung kepada pasien risko
bunuh diri
SP III P SP III K
1. Mengidentifikasi pola koping yang 1. Membantu keluarga membuat jadual
biasa diterapkan pasien aktivitas di rumah termasuk minum
2. Menilai pola koping yang biasa obat
dilakukan 2. Mendiskusikan sumber rujukan yang
3. Mengidentifikasi pola koping yang bisa dijangkau oleh keluarga
konstruktif
4. Mendorong pasien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV P
1. Membuat rencana masa depan yang
realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara mencapai
rencana masa depan yang realistis
3. Memberi dorongan pasien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis

38
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu proses berkelanjutan yang bertujuan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi yang dilakukan terus-menerus
pada respons pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Disini
evaluasi dibagi menjadi dua bagian, meliputi evaluasi proses atau formatif yang
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, sedangkan evaluasi hasil atau sumatif
yang dilakukan dengan membandingkan antara respons pasien dengan tujuan khusus
serta tujuan umum yang telah ditentukan. Evaluasi dilakukan perdiagnosa keperawatan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir (Direja, 2011).
Evaluasi pasien dengan Risiko Bunuh Diri antara lain sebagai berikut :
TUK 1 : Pasien dapat membina hubungan saling percaya
TUK 2 : Pasien dapat mengenal penyebab resiko perilaku bunuh diri
TUK 3 : Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri
TUK 4 : Pasien dapat mengidentifikasi perilaku percobaan bunuh diri yang pernah
dilakukan
TUK 5 : Pasien dapat mengidentifikasi akibat tindakan yang sudah dilakukan untuk
bunuh diri
TUK 6 : Pasien dapat mengidentifikasi cara konstruktif untuk menghilangkan
keinginannya untuk bunuh diri
TUK 7 : Pasien dapat mendemonstrsikan cara mengontrol keinginan untuk bunuh diri
TUK 8 : Pasien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku bunuh diri
TUK 9 : Pasien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan

38
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa tidak hanya
terbatas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua
orang. Kesehatan jiwa adalah sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh,
berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai
kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk
mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan
mengakibatkan kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri. Terjadinya perilaku bunuh
diri dapat diakibatkan oleh depresi maupun gangguan sensori seperti halusinasi.
Penatalaksanaan dilakukan dari segi medis dan keperawatan. Penatalaksanaan medis
yang dapat dilakukan adalah dengan terapi farmakologi. Sedangkan penatalaksanaan
keperawatan yang dilakukan berfokus pada klien dan keluarga klien. Selain
penatalaksanaan, resiko bunuh diri dapat dicegah melalui upaya pencegahan, baik upaya
pencegahan dari diri sendiri tetapi juga upaya pencegahan yang berasal dari lingkungan
klien.

3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan para pembaca
mengetahui bagaimana cara dan merawat orang-orang dengan resiko bunuh diri dengan
baik karena dengan adanya manajemen yang baik maka kejadian bunuh diri dapat ditekan
dan hidup masyarakat akan menjadi lebih baik pula.

40
DAFTAR PUSTAKA

Captain. (2008). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Carpenito Moyet, Lynda
Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Alih bahasa oleh Yasmin Asih.
Jakarta: EGC.

Damaiyanti, M., & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.

Direja, ade herman surya. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Hidayat, A.Aziz. Alimul. (2009). Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.

Keliat, B. A. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Fitria, Nita. (2012). Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tidakan Keperawatan (LP dan SP) revisi 2012. Jakarta: Salemba Medik

NANDA. (2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014.


Philadelphia: NANDA International. Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. 2006. Buku Saku
Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Stuart & Sundeen. (2006). Keperwatan psikitrik: Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.
Jakarta : EGC

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J.M., & Ahern N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa
NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC Edisi kesembilan. Jakarta: EGC

Yosep, I. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

41
33

Anda mungkin juga menyukai