M DENGAN HALUSINASI
PENDENGARAN DI YAYASAN PEMENANG JIWA SUMATERA
Oleh :
1. Parlindungan Purba, SH, MM, sebagai Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, sebagai Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia
3. Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, sebagai Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
4. Ance Valionida Cholia selaku Direktur Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera
5. Ns. Rinco Siregar, MNS, sebagai Keua Program Studi S-I Keperawatan
Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Medan
6. Ns. Jek Amidos Pardede, M. Kep, Sp. KepJ, selaku Koordinator Program
Studi Ners dan Preceptor klinik Praktek Ners yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan saran dalam menyelesaikan asuhan keperawatan ini
7. Jenny Marlindawani Purba, S. Kp, MNS, Ph. D selaku Preceptor klinik
Praktek Ners
8. Ns. Erwin Silitonga, M.Kep, selaku Preceptor klinik Praktek Ners
9. Seluruh staff Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
Dengan rendah hati, penyusunan sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk menyempurnakan Asuhan Keperawatan Jiwa ini.
Akhir kata penyusun ucapkan terimakasih.
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
ii
BAB III TINJAUAN KASUS
3.5 Psikososial....................................................................................... 20
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Halusinasi merupakan distrosi persepsi yang tidak nyata dan terjadi pada
respons neurobiologis maladaptive. Halusinasi yang dialami oleh individu
1
dapat disebabkan melalui faktor presdisposisi dan presipitasi (Keliat &
Pasaribu, 2016). Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien
mendengar suara-suara, suara tersebut dianggap terpisah dari pikiran klien
sendiri. Isi suara-suara tersebut mengancam dan menghina, sering kali
suara tersebut memerintah klien untuk melakukan tindakan yang akan
melukai klien atau orang lain (Nyumirah, 2013). Hal inilah yang membuat
perlu bantuan keluarga untuk merawat dan memberikan perhatian khusus
pada pasien skizofrenia (Pardede & Siregar, 2016).
1.3 Tujuan.
2
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
3
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
4
No Jenis Data Objektif Data Subjektif
halusinasi
2.1.3 Etiologi
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Hafizuddin, 2021):
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu
misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga
5
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima
dilingkungan sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan
tidak percaya pada lingkungan.
c. Biologis Faktor biologis Mempunyai pengaruh terhadap
terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogen neurokimia.Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak.
d. Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab
mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adikitif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil
keputusan yang tepat demi masa depannya, klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Sosial Budaya Meliputi klien mengalami interaksi sosial dalam
fase awal dan comforting, klien meganggap bahwa hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik
dengan Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga
diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Seperti adanya
rangsangan dari lingkungan, misalnya partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
6
halusinogenik. Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi
(Pardede et al, 2021) yaitu :
a. Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan
obatobatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi
itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam fase
awal dan comforting, klien meganggap bahwa hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik
dengan Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga
diri yang tidak didapatkan dakam dunia nyata.
e. Dimensi Spiritual: Secara sepiritual klien Halusinasi mulai
dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya
aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara sepiritual untuk
menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan
7
dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
(Pardede et al, 2021)
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, respon adaptif:
8
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
a. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
2. Respon Psikososial
Respon psikosial meliputi:
9
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
10
3. Klien mungkin 3. Asik dengan
mengalami pengalaman sensori
dipermalukan oleh dan kehilangan
pengalaman sensori kemampuan
dan menarik diri dari membedakan antara
orang lain halusinasi dengan
4. Mulai merasa realita
kehilangan control 4. Menyalahkan
5. Tingkat kecemasan 5. Menarik diri dari
berat, secara umum orang lain
halusinasi 6. Konsentrasi terhadap
menyebabkan perasaan pengalaman sensori
antipasti kerja
Fase III: 1. Klien berhenti 1. Kemauan yang
Controliing Ansietas melakukan perlawanan dikendalikan halusinasi
berat. Pengalaman terhadap halusinasi akan lebih diikuti
sensori menjadi berkuasa dan menyerah pada 2. Kesukaran
halusinasi tersebut berhubungan dengan
2. Isi halusinasi menjadi orang lain
menarik 3. Rentang perhatian
3. Klien mungkin hanya beberapa detik
mengalami dan menit
pengalaman kesepian 4. Adanya tanda-tanda
jika sensori halusinasi fisik ansietas berat:
berhenti berkeringat, tremor,
dan tidak mampu
mematuhi perintah
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif
6. Perintah halusinasi
menjadi atraktif
Fase IV: 1. Pengalaman sensori 1. Perilaku eror akibat
Conquering Panik, menjadi mengancam panic
11
umumnya menadi ika klien mengikuti 2. Potensi kuat suicide
melebur dalam perintah halusinasinya atau homicide
halusinasinya. 2. Halusinasinya berakhir 3. Aktifitas fisik
dari beberapa jam atau merefleksikan isi
hari ika tidak ada halusinasi seperti
intervensi therapeutik perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri,
atau katatonik
4. Tidak mampu
merespon perintah
yang kompleks
5. Tidak mampu
merespon lebih dari
satu orang
6. Agitasi atau katatonik
12
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruhuntuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan
cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.
Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,
urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa
darah, urine, fases.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan
tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
Sinestik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran
darah divera (arteri), pencernaan
makanan.
KInestik Merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak
13
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Keliat (2014). Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasi
meliputi:
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi atau faktor yang mendukung terjadinya
halusinasi adalah :
a. Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang
diadopsi menunjukkan peran genetik pada schizophrenia.Kembar
identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian
schizophrenia lebih tinggi dari pada saudara sekandung yang
dibesarkan secara terpisah.
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi
realita.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi atau faktor pencetus halusinasi adalah:
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis
maladaptif adalah gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan
balik otak dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
14
otak, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus.
b. Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan
terjadinya gangguan prilaku
d. Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah dapat menimbulkan
perkembangan gangguan sensori persepsi halusinasi.
e. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons
neurobiologis maladaptif meliputi : regresi, berhunbungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas,
yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas sehari-
hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk menejlaskan kerancuan
persepsi dan menarik diri.
f. Sumber koping
Ssumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman
tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku. Orang tua harus
secara aktif mendidik anak–anak dan dewasa muda tentang
keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar
15
dari pengamatan. Disumber keluarga dapat pengetahuan tentang
penyakit, finensial yang cukup, faktor ketersediaan waktu dan
tenaga serta kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan.
g. Perilaku halusinasi
Batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri,
bersikap seperti memdengar sesuatu, berhenti bicara ditengah –
tengah kalimat untuk mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan
kacau dan merusak diri sendiri, orang lain serta lingkungan.
16
1. Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat
dapat membantu pasien skizofrenia untuk meminimalkan gejala
perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah. Sehingga
pasien skizofrenia harus patuh minum obat secara teratur dan mau
mengikuti perawatan (Pardede, Keliat & Wardani, 2013) :
a. Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas,
gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
b. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait skizofrenia
dan gangguan perilaku yang tidak terkontrol
c. Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis parkinson dan
pengendalian gejala ekstrapiramidal akibat terapi obat.
1) Dosis
- Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
- Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam
sampai keadaan akut teratasi.
17
2. Psikosomatik
Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu terapi
fisik atau suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand
mal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektroda
yang dipasang pada satu atau dua temples pada pelipis. Jumlah
tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian yang bervariasi pada
setiap pasien tergantung pada masalah pasien dan respon terapeutik
sesuai hasil pengkajian selama tindakan. Pada pasien Skizofrenia
biasanya diberikan 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu
walaupun biasanya diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi
penggunaan obat: penyakit depresi berat yang tidak berespon terhadap
obat, gangguan bipolar di mana pasien sudah tidak berespon lagi
terhadap obat dan pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama
tidak mendapatkan pertolongan.
3. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi:
memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan
terapeutik, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaan
secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan jujur terhadap klien.
18
akandilaksanakan, dinilai kembali apakah aman bagi klien. Setelah
semuanya tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan. (Pardede et al, 2021)
19
2.2.6 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien (Dalami, 2009). Evaluasi dilakukan
terus menerus pada respon klien terhadap tindakan yang telah
dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu: evaluasi proses
atau formatif dilakukan selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil
atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada
tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan.
Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien dengan gangguan
sensori persepsi: halusinasi pendengaran adalah: tidak terjadi perilaku
kekerasan, klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat
mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasinya, klien
mendapatkan dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya,
klien dapat menggunakan obat dengan baik dan benar.
20
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Inisial : Ny. M
Ruang Rawat : Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera Utara
Tanggal Pengkajian : 3 maret 2021
Umur : 49 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Informan : Pasien dan pegawai Yayasan Pemenang
Jiwa
3.2 Alasan Masuk
Pasien mendengar suara atau bisikan tanpa wujud. Sering melamun dan
berbicara sendiri. Pasien sering marah-marah saat mendengar bisikan
tersebut.
21
Ayahnya sudah meninggal, klen juga mengalami gagal dalam berhubungan
asmara dengan kekasihnya dikarenakan kekasihnya meninggalkan klien .
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
3.4 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, didapatkan hasil TD : 120/80 mmHg ; N : 82x/i ; S : 36,5oC ; P : 20x/i.
Klien memiliki tinggi badan 160 cm dan berat badan 69 Kg.
3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram
Penjelasan :
Klien merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara , klien memiliki 2 saudara
laki-laki dan 2 saudara Perempuan.
Klien belum menikah.
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: meninggal
22
a. Gambaran diri : Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak
ada yang cacat
b. Identitas : Klien anak ke 3 dari 5 bersaudara, klien hanya
lulusan SMA yang saat ini tidak memiliki
pekerjaan
c. Peran : Klien berperan sebagai anak
d. Ideal diri : Klien merasa malu karna dirawat di yayasan
e. Harga diri : Klien mengatakan merasa malu karna dirawat di
yayasan dan merasa bosan
1.5.4 Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan : Klien beragama Kristen Protenstan
dan yakin dengan agamanya.
b. Kegiatan Ibadah : Klien ikut melakukan ibadah selama
dirawat.
1.5.5 Status Mental
1. Penampilan
Klien tampak rapi dalam berpakaian
2. Pembicaraan
Klien masih mampu menjawab pertanyaan perawat dengan lambat
namun dapat dipahami
3. Aktivitas Motorik
23
Masalah keperawatan : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
5. Afek
Afek wajah sesuai dengan topic pembicaraan
6. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif saat wawancara
7. Persepsi
Klien mengatakan bahwa ia mendengar ada suara-suara
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi
8. Proses Pikir
Klien mampu menjawab apa yang ditanya dengan baik.
9. Isi pikir
Klien dapat mengontrol isi pikirnya, klien tidak mengalami
gangguan isi pikir dan tidak ada waham. Klien tidak
mengalami fobia, obsesi ataupun depersonalisasi.
10. Tingkat kesadaran
Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien mengenali waktu,
orang dan tempat.
11. Memori
Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang baru
terjadi.
24
Pasien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu pasien dapat berbicara
baik dengan orang lain.
25
3.10 Analisa Data
No Data Masalah Keperawatan
1 sendiri
- Klien merasa malu karena belum menikah
sampai sekarang
DO:
26
DO:
27
3.11 Pohon Masalah
28
3.13 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi
29
- nada bicara pelan SP 4:
3 DS : SP 1 :
- Klen jarang mengikuti kegiatan di keleompok di
Menjelaskan keuntungan dan kerugian
masyarakat
mempunyai teman
- Kilen mengatakan mempunyai hambatan dengan
orang lain SP 2 :
- Klien mengatakan lebih suka menyendiri
Melatih klen berkenalam dengan 2 orang
DO :
atau lebih
- Klien menyendiri
- Klen Tidak mau berintraksi dengan orang lain SP 3 :
- Klen jarang berkumpul dengan orang lain Melatih bercakap cakap sembil melakukan
kegiatan harian
SP 4 :
30
Waktu Implementasi Evaluasi
31
g. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
menghardik
4. Implementasi Keperawatan
a. Mengidentifikasijenis
halusinasi
b. Mengidentifikasi isi
halusinasi
c. Mengidentifikasi waktu
halusinasi
d. Mengidentifikasi frekuensi
halusinasi
e. Mengidentifikasi situasi yang
menyebabkan halusinasi
f. Mengidentifikasi respon klien
terhadap halusinasi
g. Melatih cara mengontrol
halusinasi dengan
menghardik
Rencana Tindak Lanjut : SP 2 (Latih
cara minum obat secara teratur)
32
- Klien masih nampak berbicara P : Intervensi tetap dilakukan
sendiri sesekali
- Latihan mengidentifikasi
2. Diagnosa Keperawatan
halusinasii ; isi, frekuensi,
Gangguan sensori persepsi :
waktu terjadi, situasi pencetus,
halusinasi pendengaran
perasaan dan respon halusinasi
- Latihan menghardik halusinasi
4. Implementasi Keperawatan
Melatih cara minum obat dengan
prinsip 6 benar
(mengendalikan halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan
orang lain)
33
Gangguan sensori persepsi : P : Intervensi dilanjutkan
halusinasi pendengaran
- Latihan menghardik halusinasi 3
3. Intervensi Keperawatan kali sehari
SP 3 - Latihan minum obat dengan
prinsip 6 benar 2 kali sehari
Latih mengendalikan halusinasi
- Latihan bercakap-cakap dengan
dengan bercakap-cakap
orang lain 3 kali sehari
dengan orang lain
4. Implementasi Keperawatan
Melatih mengendalikan
halusinasi dengan bercakap-
cakap dengan orang lain
34
komat-kamit. P : Tindakan dilanjutkan
2. Diagnosa Keperawatan
- Latihan menghardik halusinasi 3
Gangguan sensori persepsi :
kali sehari
halusinasi pendengaran
- Latihan minum obat dengan
3. Intervensi Keperawatan prinsip 6 benar 2 kali sehari
SP 4 - Latihan bercakap-cakap dengan
orang lain 3 kali sehari
Latih mengendalikan halusinasi
- Melakukan aktivitas terjadwal
dengan melakukan kegiatan
setiap hari
yang biasa dilakukan di yayasan
4. Implementasi Keperawatan
Melatih mengendalikan halusinasi
dengan melakukan kegiatan yang
biasa dilakukan di rumah sakit
35
Hari/ Implementasi Evaluasi
tgl
Kamis, 1. Data : S : Antusias dan bersemangat
18 Maret Tanda dan gejala : Hilang
2021 kepercayaan diri, merasa gagal O: Pasien mampu Mengidentifikasi
karena tidak mampu mencapai aspek positif yang dimiliki pasien
10:30 keinginan sesuai ideal diri, yaitu berdoa dan bersyukur
WIB perasaan tidak berharga, tidak dengan bantuan perawat
berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan A : Harga Diri Rendah (+)
3. Tindakan keperawatan:
Sp 1 Harga Diri Rendah :
Mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki pasien
4. RTL:
Sp2 Harga Diri Rendah:
a. Menilai kemampuan yang
dapat digunakan
b. Menetapkan atau memilih
kegiatan sesuai kemampuan
c. Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
36
3. Tindakan keperawatan:
Sp 2 Harga Diri Rendah :
a. Menilai kemampuan yang
dapat digunakan
b. Menetapkan atau memilih
kegiatan sesuai kemampuan
c. Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
4. RTL:
Sp 3 : Melatih kegi
atan sesuai kemampuan yang
dipilih 2
3. Tindakan keperawatan:
Sp 3 Harga Diri Rendah :
Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 2
4. RTL:
Sp 4 : Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 3
Selasa,22 1. Data : S : Senang
Maret Tanda dan gejala : Hilang O : Pasien mampu melatih kegiatan
2021 kepercayaan diri, merasa gagal sesuai kemampuan yang dipilih yaitu
11.00 karena tidak mampu mencapai menyapu rumah dengan mandiri
WIB keinginan sesuai ideal diri,
perasaan tidak berharga, tidak A : Harga diri rendah (+)
berarti dan rendah diri yang
37
berkepanjangan P:
2. Diagnosa Keperawatan Berdoa, Mengikuti ibadah
Harga Diri Rendah Membantu Masak
3. Tindakan keperawatan:
Menyuci piring
Sp 4 Harga Diri Rendah :
Menyapu Halaman
Melatih kegiatan sesuai
kemampuan yang dipilih 3
RTL :
Harga Diri Rendah : Follow up dan
evaluasi SP 1-4
38
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan
tindakan keperawatan dengan pemberian terapi generalis pada klien
halusinasi pendengaran. Pembahasan menyangkut analisis hasil penerapan
terapi generalis terhadap masalah keperawatan halusinasi pendengaran.
Tindakan keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosis
keperawatan yang terdiri dari tindakan generalis yang dijabarkan sebagai
berikut.
39
Adapun upaya tersebut yaitu:
40
3. Halusinasi
Sedangkan pada kasus Ny.M ditemukan lima diagnosa keperawatan yang
muncul yang meliputi: harga diri rendah, isolasi sosial, halusinasi, koping
individu inefektif, regimen teraupetik inefektif. Dari hal tersebut di atas dapat
dilihat terjadi kesamaan antara teori dan kasus. Dimana semua diagnosa pada
teori muncul pada kasus Ny.M
4.3 Implementasi
Pada tahap implementasi, penulis hanya mengatasi 2 masalah keperawatan
yakni: diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran dan harga diri
rendah. Pada diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran dilakukan strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi isi,
frekuensi, waktu terjadi, perasaan, respon halusinasi. Kemudian strategi
pertemuan yang dilakukan yaitu latihan mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik. Strategi pertemuan yang kedua yaitu anjurkan minum obat
secara teratur, strategi pertemuan yang ke tiga yaitu latihan dengan cara
bercakap-cakap pada saat aktivitas dan latihan strategi pertemuan ke empat
yaitu melatih klien melakukan semua jadwal kegiatan.
4.4 Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien
mempercayai perawat sebagai terapis, pasien menyadari bahwa yang
41
dialaminya tidak ada objeknya, dapat mengidentifikaasi halusinasi, dapat
mengendalikan halusinasi melalui mengahrdik, latihan bercakap-cakap,
melakukan aktivitas serta menggunakan obat secara teratur.
42
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan
menjadikan status klien sebagai sumber informasi yang dapat
mendukung data-data pengkajian. Selama proses pengkajian, perawat
mengunakan komunikasi terapeutik serta membina hubungan saling
percaya antara perawat-klien. Pada kasus Ny.M, diperoleh bahwa klien
mengalami gejala-gejala halusinasi seperti mendengar suara-suara,
gelisah, sulit tidur, tampak tegang, mondar-mandir,tidak dapat
mempertahankan kontak mata, sedih, malu, putus asa, menarik diri,
mudah marah dan lain-lain. Diagnosa keperawatan yang muncul pada
kasus Ny.M :Halusinasi pendengaran, isolasi sosial, harga diri rendah.
Tetapi pada pelaksanaannya, penulis fokus pada masalah utama yaitu
halusinasi pendengaran.
2. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi
pertemuan pada pasien halusinasi pendengaran dan harga diri.
3. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan
gejala halusinasi pendengaran yang dialami.
5.2 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan
strategi pertemuan 1-3 pada klien dengan halusinasi sehingga dapat
mempercepat proses pemulihan klien.
43
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi ners
sehingga mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien-pasien yang mengalami halusinasi pendengaran
3. Bagi Tempat
Laporan ini diharapkan dapat menjadai acuan dan referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi
pendengaran.
44
DAFTAR PUSTAKA
Aji, W. M. H. (2019). Asuhan Keperawatan Orang Dengan Gangguan Jiwa
Halusinasi Dengar Dalam Mengontrol Halusinasi.
https://doi.org/10.31219/osf.io/n9dgs
Dalami, E., Rochimah, N., Suryati, K. R., & Lestari, W. (2009). Asuhan
keperawatan klien dengan gangguan jiwa.
Husein,A. N., & Arifin, S. (2011). Gambaran Distribusi Penderita Gangguan Jiwa
Di Wilayah Banjarmasin Dan Banjar baru. BerkalaKedokteran, 9(2), 199-
209. http://dx.doi.org/10.20527/jbk.v9i2.950
Keliat, B.A, & Akemat. (2014). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta. EGC.
45
Pardede, J. (2020). Family Knowledge about Hallucination Related to Drinking
Medication Adherence on Schizophrenia Patient. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional, 2(4), 399-408. https://doi.org/10.37287/jppp.v2i4.183
Pardede, J. A., Irwan, F., Hulu, E. P., Manalu, L. W., Sitanggang, R., & Waruwu,
J. F. A. P. (2021). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinasi.
https://doi.org/10.31219/osf.io/fdqzn
Pardede, J. A., Keliat, B. A., & Wardani, I. Y. (2013). Pengaruh Acceptance And
Commitment Therapy Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat
Terhadap Gejala, Kemampuan Berkomitmen Pada Pengobatan Dan
Kepatuhan Pasien Skizofrenia. FIK UI, Depok
Yusuf, AH, Dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
46