Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


MASALAH HALUSINASI
Disusun untuk memenuhi tugas kuliah Keperawatan Jiwa

Dosen Mata Kuliah : Ruswati Ners, M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Luisa Fernanda D1A122026
2. Mawar Amanda D1A122027
3. Meyra Nur Rizkyllah D1A122028
4. Moh Rafliyo Maulana D1A122029
5. Mohammad Nazri Ali D1A122030
6. Muhammad Rafi D1A122031
7. Muhammad Kamal Ghifari D1A122032
8. Muhammad Rifqi D1A122033
9. Muhammad Sandy D1A122034

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

STIKES AHMAD DAHLAN CIREBON

Cirebon, Maret 2024

Jl. Walet No.21, Kertawinangun, Kedawung, Cirebon, Jawa Barat 45153


E-mail : stikes.adc@gmail.com, Telp./Fax. (0231) 201942
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang maha megetahui dan maha bijaksana yang telah memberi
petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya. Sholawat serta salam
semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing umat nya dengan suri
tauladan-Nya yang baik.
Dan segala Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugrah, kesempatan
dan pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini . Makalah ini merupakan
pengetahuan tentang Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Masalah Halusinasi
semua ini di rangkum dalam makalah ini, agar pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah
di pahami dan lebih singkat dan akurat.
Sistematika makalah ini dimulai dari pengantar yang merupakan apersepsi atas materi
yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut. Selanjutnya, membaca akan masuk pada inti
pembahasaan dan di akhiri dengan kesimpulam makalah ini. Diharapkan pembaca dapat
memahami Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Masalah Halusinasi.Kami
penyusun mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaaat bagi kita semua.

Cirebon, 13 Maret 2024

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR…………………………………………….………………….……...ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….……..iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................... 3
A. Konsep Halusinasi .......................................................................................................... 3
1. Pengertian……………………………………………………………………..…….. 3
2. Proses Terjadinya Halusinasi………………………………………………………... 4
3. Tahapan Halusinasi…………………………………………………………………..5
4. Jenis Halusinasi………………………………………………………………………7
5. Tanda Dan Gejala Halusinasi…………………………………...……………………8
B. Proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Halusinasi………………………….9
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakkan dan perilaku aneh yang menggangu. Halusinasi
merupakan satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori,
seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, penciuman.
Klien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada, selain itu, perubahan persepsi sensori
tentang suatu objek, gambaran, pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
meliputi semua system penginderaan, pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau
pengecapan (Keliat dkk)
Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling sering dilaporkan dan
dapat menyertai hampir semua gangguan kejiwaan, termasuk gangguan kecemasan, gangguan
identitas disosiatif, gangguan tidur, atau karena efek alkohol dan obat-obatan. Halusinasi
pendengaran juga dikaitkan dengan suasana hati yang tertekan, kecemasan, dan perilaku bunuh
diri yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain (Waters, 2018).
Niemantsverdriet (2017) menyatakan bahwa halusiansi pendengaran sebagian besar
terdiri dari pelecehan dan kejadian menyedihkan. Peristiwa traumatis tersebut memiliki
peluang untuk memicu terjadinya halusinasi. Misalnya, hingga 80% dari laporan halusinasi
pendengaran timbul karena klien baru saja ditinggalkan oleh orang yang mereka cintai. Di masa
muda stressor seperti bullying dan trauma seksual merupakan penyebab yang kuat dari
halusinasi pendengaran.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Halusinasi?

2. Bagaimana Proses Terjadinya Halusinasi?

3. Bagaimana Tahapan Halusinasi?

4. Sebutkan Jenis Halusinasi?

5. Sebutkan Tanda Dan Gejala Halusinasi?

6. Jelaskan Bagaimana Proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Halusinasi?

C. Tujuan
1. Untuk Memahami Pengertian Konsep Halusinasi

2. Untuk Memahami Proses Terjadinya Halusinasi

3. Untuk Memahami Tahapan Halusinasi

4. Untuk Mengetahui Jenis Halusinasi

5. Untuk Mengetahui Tanda Dan Gejala Halusinasi

6. Untuk mengetahui Proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Halusinasi

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah Perubahan persepsi tentang stimulus, baik internal maupun


eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi (PPNI, 2017).
Halusinasi merupakan ciri-ciri gejala positif, terjadi gangguan pada sensori persepsi. Hal ini
terjadi pada sebagian besar pasien skizofrenia Pasien merasa melihat sesuatu, mendengar
sesuatu, mencium bau yang menyenangkan ataupun tidak, merasakan adanya perabaan seolah
ada serangga di badan, begitu juga pada Lidahnya merasa mengecap sesuatu, padahal tidak ada
stimulus nyata. Menurut Stuart (2022) jenis halusinasi antara lain: halusinasi
pendengaran/auditorik, penglihatan/visual, penciuman, cenestetik, dan kinestetik.
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respons neurobiologis
maladaptif. Halusinasi biasanya muncul pada pasien gangguan jiwa diakibatkan terjadinya
perubahan orientasi realita, pasien merasakan stimulasi yang sebetulnya tidak ada. Halusinasi
penglihatan dan pendengaran yang merupakan gejala dari early psychosis, yang sebagian besar
terjadi pada usia remaja akhir atau dewasa awal, bingung peran yang berdampak pada rapuhnya
kepribadian sehingga terjadi gangguan konsep diri dan menarik diri dari lingkungan sosial yang
lambat laun membuat penderita menjadi asyik dengan khayalan dan menyebabkan timbulnya.
Halusinasi. (Ervina, 2018).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa. Pasien mengalami perubahan sensori
persepsi merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, berabaan dan
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Dermawan, 2018).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus nyata, artinya klien
menginterpretasikan sesuatu yang tidak nyata stimulus/rangsang dari luar (Manulang, 2021).
Halusinasi sudah melebur dan pasien merasa sangat ketakutan, panik dan tidak bisa
membedakan antara khayalan dan kenyataan yang dialaminya (Putri, 2022).

3
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu
stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman (Sutejo, 2017).

2. Proses Terjadinya Halusinasi

a. Faktor Predisposisi

adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan
oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai
faktor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor risiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stress. Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiology seperti pada halusinasi antara lain:

a) Faktor Genetik, telah diketahui bahwa secara genetik schizophrenia diturunkan melalui
kromosom-krogenetik tertentu. Namun demikian, kromosom yang keberapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Anak kembar identik memasih kemungkinan mengalami schizophrenia sebesar 50%
jika salah satunya mengalami schizophrenia, sementara jika dizygote peluangnya
sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizophrenia
berpeluang 15% mengalami schizophrenia, sementara bila kedua orang tuanya
schizophrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b) Faktor Perkembangan, jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka indi- vidu akan mengalami stres dan kecemasan
c) Faktor neurobiology, ditemukan bahwa kortex pre frontal dan kortex limbic pada klien
dengan schizophrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
schizophrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neu-
rotransmiter juga tidak ditemukan tidak normal, khususnya do- pamine, serotonin dan
glutamat
d) Study neurotransmitter, schizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter serta dopa- mine berlebihan, tidak seimbang
dengan kadar serotinin
e) Faktor Biokimia, mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan yang di alami seseorang, maka tubuh akan menghasilkan

4
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP)
f) Teori Virus, paparan virus influenzae pada trimester ke-3 ke hamilan dapat menjadi
faktor predisposisi schizofrenia
g) Psikologis, beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
schizophrenia, antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak
dengan anaknya. Sementara itu hubungan interpersonal yang tidak har- monis serta
adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan
orientasi realitas.
h) Faktor Sosiokultural, berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang
merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan

b. Faktor Presipitasi

yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana sepi/isolasi
sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress
dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping itu juga
oleh karena proses penghambatan dalam proses tranduksi dari suatu impuls yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan dalam proses interpretasi dan interkoneksi sehingga dengan demikian
faktor-faktor pencetus respon neurubiologis dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang meneri- ma dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak
b) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu (mekanisme gatting abnormal)
c) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku seperti
yang tercantum di tabel berikut ini

5
3. Tahapan Halusinasi

Halusinasi yang dialami pasien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Semakin berat fase
halusinasinya, pasien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya. Berikut 4 fase halusinasi menurut Sutejo (2017):

a. Fase I Comforting (Halusinasi menyenangkan)

Pasien mengalami perasaan yang mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, takut
sehingga mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali
kesadaran jika ansietas dapat ditangani. Gejala yang dapat terlihat seperti tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon
verbal lambat jika sedang asyik dan diam serta asyik sendiri (non psikotik).

b. Fase II Condeming (Halusinasi menjadi menjijikan)


Pengalaman sensori yang menjijikan, pasien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan, menarik diri dari orang lain,
merasa kehilangan kontrol, tingkat kecemasan berat. Gejala yang dapat terlihat seperti
meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas, rentang perhatian menyempit,
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realita, menyalahkan, menarik diri dengan orang lain dan konsentrasi terhadap pengalaman
sensori kerja (non psikotik). Wicaksono (2017), teknik distraksi sangat berpengaruh pada
pasien yang mengalami gangguan jiwa terutama halusinasi pendengaran yang dilakukan
dengan cara mengalihkan perhatian pasien dan menurunkan tingkat kewaspadaan pasien ke
hal lain sehingga stimulus sensori yang menyenangkan dapat merangsang sekresi endorphin
dan sudah berhasil dilakukan, ditandai dengan klien mampu mengontrol rasa takut saat
halusinasi muncul. Teknik distraksi tersebut antara lain teknik menghardik, melakukan
kegiatan secara terjadwal dan bercakap-cakap dengan orang lain.
c. Fase III Controling (Pengalaman sensori jadi berkuasa)
Pasien berhenti melakukan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut, isi halusinasi menjadi menarik, pasien mungkin mengalami pengalaman kesepian
jika sensori halusinasi berhenti. Gejala yang dapat terlihat seperti kemauan yang dikendalikan
halusinasi akan diikuti, kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya
beberapa detik atau menit, adanya tanda-tanda fisik ansietas berat: berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mematuhi perintah, dan isi halusinasi menjadi atraktif (psikotik).

6
d. Fase IV Conquering (Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya)
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah halusinasinya,
halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik. Gejala
yang dapat terlihat seperti perilaku eror akibat panik, potensi kuat suicide atau homicide
aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri,
atau katatonik, dan tidak mampu merespon lebih dari satu orang (psikotik)

4. Jenis Halusinasi

Jenis halusinasi dapat dibagi menjadi 5 menurut (Nurhalimah, 2016) yaitu:

a. Halusinasi pendengaran (Auditory hearing voices or sounds Hallucinations) adalah


halusinasi pendengaran yang dimana pasien merasa ketakutan ataupun senang saat pasien
mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-
cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan (Visual Hallucinations) adalah halusinasi penglihatan yang
dimana pasien merasa ketakutan ataupun senang saat melihat bayangan, sinar, bentuk
geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi pengecapan (Gustatory Hallucinations) adalah halusinasi pengecapan yang
dimana pasien merasakan makanan atau rasa tertentu yang tidak nyata.
d. Halusinasi penghidu (Olfactory Hallucinations) adalah halusinasi penghirupan yang
dimana pasien seperti mencium bau tertentu seperti bau busuk, mayat, anyir darah, feses,
atau hal menyenangkan seperti. Harum parfum atau masakan.
e. Halusinasi perabaan (Tactile Hallucinations) adalah halusinasi perabaan yang dimana
pasien merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya seperti yang mengerayap seperti
serangga, makhluk halus atau tangan, klien merasakan sensasi panas atau dingin bahkan
tersengat aliran listrik.

7
5. Tanda Dan Gejala Halusinasi

Tanda dan gejala halusinasi menurut Sutejo (2017), dapat dinila dari hasil observasi terhadap
klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala pada pasien halusinasi adalah:

a. Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien atau keluarga dengan gangguan
sensori halusinasi mengatakan bahwa dirinya:

1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster.

5) Mencium bau-bauan busuk ataupun wangi seperti bau darah, urine, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan.

6) Merasakan rasa seperti merasakan makanan atau rasa tertentu yang tidak nyata

7) Merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya seperti yang mengerayap seperti serangga,
makhluk halus

8) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

b. Data objektif adalah data yang didapatkan pada pasien yang tampak secara langsung. Pasien
dengan gangguan sensori persepsi halusinasi melakukan hal-hal berikut:

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga menjadiarah tertentu

4) Menutup telinga

5) Menunjuk-nunjuk menjadiarah tertentu

6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.

8
B. Proses Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kecemasan
A. Pengkajian

1. Pengkajian
a. Identitas Pasien: Nama, tempat tanggal lahir, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, diagnose medis, nomor rekam medis.
b. Alasan Masuk.
1) Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang menjadirumah sakit saat ini.
2) Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga mengatasi masalah ini, dan bagaimana
hasilnya.
c. Faktor Predisposisi
1) Apakah pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu.
2) Bagaimana pengobatan sebelumnya, apakah berhasil atau tidak.
3) Apakah klien pernah melakukan dan atau mengalami dan atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga
dan tindakan kriminal.
4) Adakah keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Apabila ada anggota keluarga lama
yang mengalami gangguan jiwa maka tanyakan bagaimana hubungan klien dengan
anggota keluarga tersebut. Tanyakan apa gejala yang dialami serta riwayat
pengobatan dan perawatan yang pernah diberikan pada anggota keluarga tersebut
5) Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan (kegagalan, kehilangan
perpisahan kematian, trauma selama tumbuh kembang) yang pernah dialami klien
pada masa lalu.
d. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ:
1) Ukur dan observasi tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, suhu, Pernapasan klien.
2) Ukur tinggi badan dan berat badan klien.
3) Tanyakan kepada klien/keluarga, apakah ada keluhan fisik yang dirasakan oleh klien.
Kaji lebih lanjut sistem dan fungsi organ dan Jelaskan sesuai dengan keluhan yang
ada.

9
e. Psikososial
1) Genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan
keluarga. Jelaskan masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan
dan pola asuh.
2) Konsep diri.
a) Gambaran diri
Bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai
dan tidak disukai.
b) Identitas diri.
Bagaimana status dan posisi klien sebelum dirawat. Kepuasan klien terhadap
status dan posisinya (sekolah, tempat kerja, keompok). Kepuasan klien sebagai
laki-laki/perempuan.
c) Peran diri.
Bagaimana tugas/peran yang diemban dalam keluarga/kelompok/ masyarakat.
Kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/ peran tersebut
d) Ideal diri.
Bagaimana harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/peran. Harapan klien
terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat kerja, masyarakat). Harapan
klien terhadap penyakitnya.
e) Harga diri.
Bagaimana hubungan klien dengan orang lain. Penilaian/ penghargaan orang
lain terhadap diri dan kehidupannya
3) Hubungan Sosial
a) Siapa orang yang berarti dalam kehidupannya, tempat mengadu tempat bicara,
minta bantuan atau sokongan.
b) Kelompok apa saja yang diikuti dalan masyarakat.
c) Sejauh mana pasien terlibat dalam kelompok dimasyarakat, apakah ada
hambatan atau tidak.
4) Spiritual
a) Nilai dan keyakinan.
-Pandangan dan keyakinan terhadap gangguan jiwa sesuai dengan norma budaya
dan agama yang dianut.

10
-Pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa.
b) Kegiatan ibadah.
-Kegiatan ibadah dirumah secara individu dan kelompok.
-Pendapat klien/ keluarga tentang kegiatan ibadah.
f. Status Mental
1) Penampilan
Bagaimana penampilan pasien apakah rapi/tidak rapi/penggunaan pakaian tidak
sesuai/cara berpakaian tidak seperti biasanya.
2) Pembicaraan.
Bagaimana cara bicara klien, apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis dan atau
lambat
3) Aktivitas motoric.
Amati apakah pasien lesu, tegang, gelisah, agitasi, tik, grisamen, tremor, kompulsif.
4) Alam perasaan
Amati apakah pasien sedih, ketakutan, putus asa, khawatir, atau gembira berlebihan.
5) Afek
Amati apakah afek pasien datar, tumpul, labil, atau tidak sesuai.
6) Interaksi selama wawancara.
Bagaimana interkasi pasien apakah kooperatif, mudah tersinggung. kontak mata,
defensive, atau curgiga.
7) Persepsi.
Jelaskan jenis halusinasi, isi halusinasi, waktu, frekuensi, respon yang tampak pada
saat klien berhalusinasi.
8) Proses pikir.
Bagaimana proses pikir pasien apakah sirkumtansial, tangensial, kehilangan asosiasi,
flight of idea, blocking, atau pengulangan. pembicaraan.
9) Isi pikir.
Bagaimana isi pikir pasien apakah obesesi, fobia, hipokondria, depersonalisasi, atau
pikiran magis.
10) Tingkat kesadaran.
Bagaimana tingkat kesadaran pasien apakah bingung, sedasi, stupor, ataukah
mengalami gangguan disorientasi waktu, tempat, dan orang.
11) Memori

11
Bagaimana memori pasien, apakah mengalami gangguan daya ingat jangka panjang,
gangguan daya ingat jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, atau konfabulasi.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung.
Bagaimana apakah pasien mudah teralih, tidak mau konsentrasi, atau tidak mampu
berhitung sederhana.
13) Kemampuan penilaian.
Apakah pasien mengalami gangguan penilaian ringan atau bermakna.
14) Daya tilik diri.
Apakah pasien mengingkari penyakit yang di deritanya atau menerima
g. Kebutuhan Persiapan Pulang
Makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian berhias, istirahat tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, kegiatan di dalam rumah, kegiatan di luar rumah.
h. Mekanisme Koping
Bagaimana mekanisme koping pasien, apakah adaptif atau maladaptif.
1). Masalah Psikososial dan Lingkungan
Apakah pasien mengalami masalah dengan dukungan kelompok, masalah
berhubungan dengan lingkungan, masalah dengan pendidikan, masalah dengan
pekerjaan, masalah dengan perumahan, masalah dengan ekonomi, masalah dengan
pelayanan kesehatan, dan masalah lainnya.
i. Pengetahuan
Bagaimana pengetahuan pasien mengenai penyakit jiwa, faktor presipitasi, koping,
system pendukung, penyakit fisik, atau obat-obatan.
j. Aspek Medis.
Apa diagnosa medis pasien dan apa saja terapi medik pasien.

B. Rumusan Masalah

Masalah keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai Respons klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang Dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial. Masalah Keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien
individu, Keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien halusinasi Menurut (SDKI, 2017)
yaitu :

a. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

12
b Ketidakpatuhan

c. Harga Diri Rendah Kronis

d. Penurunan Koping Keluarga

e. Resiko Perilaku Kekerasan

E. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi

(PPNI, 2017) (PPNI, 2019) (PPNI, 2018)

Gangguan persepsi sensori: Tujuan setelah dilakukan Manajemen Halusinasi


Halusinasi (D.0085) Tindakan keperawatan 1 x (1.09288)

8 jam diharapkan persepsi Observasi


sensori membaik, dengan 1. Monitor perilaku yang
kriteria hasil (L09083): mengindikası halusinası

Persepsi realilstis terhadap 2. Monitor isı halusinasi

Stimulus baik internal


maupun eksternal membaik, Terapeutik
dengan kriteria hasıl
1. Pertahankan lingkungan
1. Verbalisası yang aman.
mendengar
2. Diskusikan perasaan dan
bisikan menurun
respon terhadap halusinasi
2. Verbalisasi
melihat bayangan 3. Hindari perdebatan

menurun tentang validitas halusinasi

3. Verbalisasi Edukasi

merasakan
sesuatu Melalui

13
indra perabaan 4. Anjurkan memonitor
menurun sendiri situasi terjadinya
4. Verbalisasi halusinası.
merasakan 5. Anjurkan bicara pada
sesuatu melalui orang yang dipercaya untuk
indra penciuman memberikan dukungan dan
menurun umpan balik korektif
5. Verbalisasi terhadap halusinasi
merasakan
6. Anjurkan melakukan
sesuatu melalui
distraksi (misal
indra pengecapan
mendengarkan music,
menurun
melakukan aktivitas, dan
6. Distorsi sensori
teknik relaksi).
menurun
7. Perilaku 7. Ajarkan pasien cara

halusinasi mengontrol halusinasi.

menurun
8. Menarik diri
Kolaborasi:
menurun
1. Kolaborasi pemberian
9. Melamun
obat anti psikotik dan anti
menurun
ansietas, jika perlu
10. Curiga menurun
11. Mondar- mandir
menurun
12. Respon sesuai
stimulus
membaik
13. Konsentrasi
membaik
14. Orientasi
membaik

14
F. Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan rencana keperawatan.


Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah di rencanakan perawat perlu
memvalidasi rencana tindakan keperawatan yang masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi
pasien saat ini.

G. Evaluasi

Dilaksanakan sebagai penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan


sesuai pada tujuan yang ingin dicapai. Pada bagian evaluasi keperawatan ditentukan apakah
perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga tercapai sebagaian Atau timbul masalah
baru (Supriyati, 2018).

H. Dokumentasi

Dokumentasi keperawatan merupakan informasi tertulis tentang status dan perkembangan


kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Dapat
disimpulkan bahwa dokumentasi keperawatan merupakan catatan otentik bagi perawat
mengenai informasi kondisi klien dan semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh
perawat. Dokumentasi keperawatan sebagai catatan yang digunakan sebagai
pertanggungjawaban serta tanggung gugat dalam setiap tindakan keperawatan.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respons neurobiologis
maladaptif. Halusinasi biasanya muncul pada pasien gangguan jiwa diakibatkan terjadinya
perubahan orientasi realita, pasien merasakan stimulasi yang sebetulnya tidak ada.
Halusinasi merupakan pengalaman sensorik yang tidak nyata namun dirasakan oleh
individu, bisa terjadi pada berbagai kondisi termasuk gangguan psikiatrik dan kondisi medis
tertentu. Pemahaman mendalam tentang halusinasi penting untuk memberikan asuhan yang
efektif kepada individu yang mengalaminya, meliputi identifikasi faktor pemicu, penanganan
gejala, dan dukungan holistik baik dari segi medis, psikososial, maupun spiritual. Terapi yang
tepat dan pendekatan multidisiplin menjadi kunci dalam mengelola halusinasi agar individu
dapat mengatasi gangguan tersebut dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan suatu referensi atau informasi bagi mahasiswa
keperawatan khususnya dan kalangan umum untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya.
Mohon maaf bila banyak kekurangan dalam makalah ini dan mohon kritik dan saran yang
membangun.

16
DAFTAR PUSTAKA

Fitryasari, R, Y. 2015.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salamba Medika

Keliat B.A. dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa Jakarta. EGC

Muhiht, A. 2015 . Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV Andi OFFSET

Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Sutejo. 2017. Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa: Ganguan Jiwa dan
Psikososial. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.

17

Anda mungkin juga menyukai