Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DENGAN KESEHATAN MENTAL ( SKIZOFRENIA )

Disusun Oleh :
KELOMPOK 10
KELAS : 6C KEPERAWATAN
1) ARSELIA A. RUMAMBI (1801093)
2) SRI NURMA PIONG (1801090)
3) RUHAYA ASNAWI (1801035)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH MANADO
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah saya
dapat menyelesaikan Makalah “Asuhan Keperawatan keluarga dengan kesehatan mental
Skizofrenia”. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing. Adapun
maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas. Di dalam
penulisan ini, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan serta kekeliruan. Untuk itu,
saya mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyusun laporan ataupun
tugas lain di masa yang akan datang. Akhirnya saya mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat, tidak hanya bagi saya, tetapi juga untuk rekan-rekan. Akhir kata saya
mengucapkan terima kasih. Wassallamu’alaikum Wr. Wb

  
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang......................................................................................... 1

B.  Rumusan Masalah…............... ................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan.......................................................................................3

D. Manfaat Penulisan....................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

Asuhan Keperawatan Teoritis......................................................................8

BAB III  PENUTUP

A.  Kesimpulan...............................................................................................23

B. Saran...........................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di
negara-negara maju, modern dan industri, yaitu penyakit degeneratif, kanker,
gangguan jiwa dan kecelakaan (Hawari, 2014).
gangguan jiwa tersebut ketidak mampuan serta invaliditas tidak baik secara individu
maupun kelompok akan menghambat pertumbuhan pada individu dan lingkungan,
karena mereka tidak produktif dan tidak efisien. Salah satu jenis gangguan jiwa
psikososial fungsional yang terbanyak adalah Skizofrenia dengan tanda dan gejala
halusinasi merupakan suatu gangguan psikotik yang dapat di tandai dengan gangguan
utama pikiran, persepsi, emosi dan perilaku (APA, 2015; Davidson, neale & kring
2015).
Halusinasi merupakan terganggunya persepsi dari panca indera seseorang dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar),
dimana klien memberi persepsi tentang lingkungan tanpa adanya suatu objek (Yosep,
2013). Sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa yaitu
halusinasi dengar, 20% mengalami halusinasi penglihatan dan 10% mengalami
halusinasi penghidu, pengecap, perabaan. Halusinasi dapat mengancam dan
menakutkan bagi klien walaupun klien lebih jarang melaporkan halusinasi sebagai
pengalaman yang menyenangkan. Mula-mula klien merasakan halusinasi sebagai
pengalaman nyata, tetapi kemudian dalam proses penyakit tersebut, dia dapat
mengakuinya sebagai halusinasi (Videbeck, 2008).
Jenis halusinasi yang umum terjadi yaitu halusinasi pendengaran dan halusinasi
penglihatan. Halusinasi pendengaran tanpa di jumpai adanya rangsangan dari luar,
walaupun dampak sesuatu yang khayal halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari
kehidupan mental penderita yang teresepsi (Yosep, 2016). Gangguan kesehatan jiwa
sudah menjadi masalah yang sangat serius, Pada tahun 2017 paling tidak satu dari
empat orang di dunia mengalami masalah mental, ada sekitar 450 juta orang di dunia
yang mengalami gangguan jiwa, 2-3 % dari jumlah penduduk Indonesia menderita
gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan perawatan di rumah sakit
dan jika penduduk indonesia berjumlah 120 juta orang. maka 120.000 orang 1 2
dengan gangguan jiwa berat memerlukan perawatan di rumah sakit. Insiden gangguan
jiwa ini mencapai 4,8% di asia tenggara. Indonesia merupakan negara dengan insiden
gangguan jiwa berat, sebanding dengan penduduknya yang paling banyak di
bandingkan dengan negara-negara lain di wilayah tersebut. Hal ini dapat di lihat dari
sekitar 238.452.952 penduduk Indonesia, 596.132 orang di antaranya menderita
gangguan jiwa berat. Jumlah penderita gangguan jiwa saat ini mencapai lebih dari 28
juta orang, dengan kategori Gagguan jiwa ringan 11,06% dan 0,46% penderita
gangguan jiwa berat (WHO 2017). gangguan jiwa berat (skizofrenia) di Jawa Timur
Pada tahun 2018 didapatkan data nasional tentang angka kejadian sebesar yaitu 1,4%
dan Surabaya tercatat sebanyak 0,2%. Sedangkan gangguan mental emosional sebesar
35% dan di Surabaya tercatat 18,8% (Riskesdas, 2018). Berdasarkan hasil wawancara
dengan kepala ruangan Kenari di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya didapatkan data
pasien halusinasi pendengaran selama 3 bulan terakhir sejak Februari, Maret, April
sebagai berikut : Pasien rawat inap pada tahun 2017 sampai dengan 2018 jumlah total
yang di rawat adalah 2279 klien dengan pasien gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran yang di rawat 30% jadi total jumlah pasien yang di rawat tahun 2017
sampai 2018 dengan masalah utama dengan gangguan persepsi sensori halusinasi
adalah sejumlah 683 klien. Halusinasi pendengaran di pengaruhi oleh 2 faktor yaitu
faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Pada faktor predisposisi meliputi, faktor
perkembangan, faktor biologi, dan faktor social budaya. Sedangkan pada 3 faktor
presipitasi terjadinya halusinasi pendengaran meliputi faktor internal maupun
eksternal seperti stressor sosial budaya dan stressor biokimia. Penyebab yang terjadi
pada pasien halusinasi pendengaran tersebut dapat menyebabkan koping individu
inefektif seperti ketidak berdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi kenyataan
dan menarik diri dari lingkungan, tidak mampu menerima realita dengan rasa syukur
sehingga hal tersebut dapat menyebabkan harga diri rendah kronik pada pasien. Jika
harga diri rendah kronik pada pasien tidak segera ditangani, maka pasien tersebut
akan mengalami isolasi sosial karena mereka lebih suka untuk menyendiri dari pada
bergabung dengan teman-temannya karena menurut mereka tidak ada yang bisa
membantunya dalam menyelesaikan masalah. pasien merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu, pasien merasa tidak berguna. Isolasi sosial yang dialami oleh
pasien dapat menyebabkan masalah yang lebih serius jika tidak segera diatasi seperti
halusinasi. Halusinasi yang dialami oleh pasien dikarenakan pasien lebih suka
menyendiri dan tidak mau bersosialisasi kepada orang lain sehingga menimbulkan
kenyamanan terhadap kesendiriannya. Kesendiriannya dapat mengakibatkan
munculnya perasaanperasaan seperti melihat seseorang ataupun mendengar seseorang
berbicara. Ketika pasien sudah memasuki pada fase halusinasi dan tidak segera
diatasi, masalah yang serius lagi yang akan di alami oleh pasien yaitu PK atau
perilaku kekerasan, sehingga proses penyembuhan pada pasien akan menjadi lama
(Menurut Damaiyanti 2017). Klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran dapat di lakukan dengan memberikan asuhan keperawatan dan tindakan
terapi. 4 Asuhan keperawatan yang di lakukan pada pasien halusinasi pendengaran
yaitu membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab
halusinasi pendengaran, membantu pasien mengenali ke untungan dari membina
hubungan dengan orang lain, membantu pasien mengenal kerugian dari tidak
membina hubungan, membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara
bertahap. Sedangkan pada terapi, ada beberapa macam terapi yang dapat di lakukan
pada pasien halusinasi pendengaran salah satunya yaitu terapi aktivitas kelompok.
Terapi aktivitas kelompok terdiri dari terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif /
persepsi terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok
orientasi realitas, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Pada penelitian ini penulis
melakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Pada penelitian ini peneliti
menggunakan 7 sesi dengan indikator pada sesi ke-1 pasien halusinasi pendengaran
dapat memperkenalkan dirinya dengan baik, sesi ke-2 pasien halusinasi pendengaran
dapat berkenalan dengan orang lain secara baik, pada sesi-3pasien halusinasi
pendengaran dapat bercakap-cakap dengan orang lain secara baik, sesi ke-4 pada
terapi aktivitas kelompok sosialisasi pasien halusinasi pendengaran dapat
bercakapcakap topik tertentu dengan baik, sesi ke-5 pada terapi aktivitas kelompok
sosialisasi pasien halusinasi pendengaran dapat bercakap-cakap masalah pribadi
dengan baik, sesi ke-6 pada terapi aktivitas kelompok sosialisasi pasien halusinasi
pendengaran dapat bekerja sama dengan orang lain secra 5 baik, dan pada sesike-7
pasien halusinasi pendengaran dapat bersosialisasi dengan baik kepada orang lain.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada klien skizofrenia simplek dengan
gangguan halusinasi pendengaran
C. Tujuan Penulisan
a) Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan Diagnosa
Halusinasi pendengaran dan dengan Diagnosa Medis Skizofrenia Simplek
b) Tujuan Khusus
 Mampu melakukan pengkajian keperawatan jiwa pada klien dengan
Diagnosa Keperawatan halusinasi pendengaran dan dengan Diagnosa
Medis Skizofrenia simplek
 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan jiwa pada klien dengan
Diagnosa Keperawatan halusinasi pendengaran dan dengan Diagnosa
Medis Skizofrenia simplek
 Mampu menyusun perencanaan Tindakan keperawatan jiwa pada klien
dengan Diagnosa Keperawatan Halusinasi pendengaran dan Diagnosa
Medis Skizofrenia simplek
 Mampu melaksanakan tindakan asuhan keperawatan jiwa pada klien
dengan Diagnosa Keperawatan Halusinasi pendengaran dan dengan
Diagnosa Medis Skizofrenia Simplek
 Mampu mengevaluasi pasien dengan asuhan keperawatan jiwa pada
klien dengan Diagnosa Keperawatan Halusinasi Pendengaran dan
dengan Diagnosa Medis Skizofrenia simplek
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Teoristis Merupakan penambahan referensi tentang bagaimana dalam
pendokumentasi dan asuhan keperawatan jiwa khususnya dengan masalah halusinasi
pendengaran.
BAB II

Asuhan Keperawatan Teoritis

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan
atau penghidu ( Direja, 2011). Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu
objek ataugambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014). Halusinasi hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati, 2012).
2. Proses Terjadinya Halusinasi
Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor predisposisi
dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi ( Dalami,
dkk, 2014) :
1) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi: Adanya faktor herediter mengalami
gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri,riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat
penggunaan Napza. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian berikut:
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien adanya
kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.

3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.

b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo, 2014) :
1) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap


stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

3. Tanda dan Gejala Halusinasi

Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari


hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi
adalah sebagai berikut :

a. Data Subjektif

Klien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan

6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses


7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga kearah tertentu

4) Menutup telinga

5) Menunjuk kearah tertentu

6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas


7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu

8) Menutup hidung

9) Sering meludah

10) Menggaruk garuk permukaan kulit

4. Penatalaksanaan Halusinasi

Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran
keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan
boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas
minum obat (Prabowo, 2014).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi

A. Pengkajian

Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokkan data
pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor,
sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :

1. Identitas klien

Identitas di tulis lengkap meliputi nama, usia, alamat, pendidikan, agama, staus perkawinan,
pekerjaan, jenis kelamin, nomor rekam medis dan diagnose medisnya. Trauma, masalah
psikososial, kesedihan j d Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran Tidak mampu
mengontrol perilaku Resiko perilaku kekerasaan Menarik diri, minder dan menyendiri Isolasi
sosial Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain

2. Keluhan utama

Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis hasilnya, apa penyebab
klien datang kerumah sakit, apa yang sudah di lakukan oleh klien/keluarga sebelum atau di
rumah untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya. Klien dengan halusinasi
pendengaran biasanya klien sering melamun, menyendiri, dan terlihat sendiri, tertawa sendiri.
3. Riwayat penyakit sekarang

Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini, penyebab munculnya gejala,
upaya yang di lakukan keluarga untuk mengatasi dan bagaimana hasilnya.

4. Faktor predisposisi

Menanyakan klien apakah pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu, pengobatan yang
pernah di lakukansebelumnya, adanya trauma masa lalu, factor genetika dan silsilah keluarga.

5. Aspek psikososial

a. Genogram Memmbuat genogram beserta keterangannya untuk mengetahui kemungkinan


adanya riwayat genetik yang menyebabkan menurunkan gangguan jiwa.

b. Konsep diri

1) Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuhnya yang
paling/tidak di sukai.

2) Identitas diri, bagaimana persepsi tentang status dan posisi klien sebelum di rawat,
kepuasan klien terhadap posisi tersebut, kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan.

3) Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/peran yang
di harapkan ddalam keluarga, kelompok, masyarakat dan bagaimana klien dalam
melaksanakan tugas/peran tersebut.

4) Ideal diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas atau
peran dan harrapan klien terhadap lingkungan.
5) Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam hubungannya dengan
orang lain sesuai dengan kondisi dan bagaimana penilaian orang lain terhadap diri dan
lingkungan klien.

c. Hubungan sosial Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien, bagaimana
peran serta dalam kegiatan dalam kelompok atau masyarakat serta ada atau tidak hambatan
dalam berhubungan dengan orang lain.

d. Spiritual Apa agama atau keyakinan klien. Bagaimana persepsi, nilai, norma, pandangan
dan keyakinan diri klien, keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa sesuai
dengan norma budaya dan agama yang dianut.

6) Mental

a) Penampilan : Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan
berubah dari biasanya

b) Pembicaraan :Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan, tidak
logis, berbelit-belit
c) Aktifitas motorik :Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan yang
abnormal.
d) Alam perasaan :Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi
misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.
e) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.
f) Interaksi selama wawancara : Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak
komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.

g) Persepsi : Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang halusinasi
lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang
lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian,
curiga, bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung.
h) Proses pikir : Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun
pembicaraan logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit. Ketidakmampuan klien ini
sering membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien.

i) Isi pikir : Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Ketidakmampuan memproses
7). Kebutuhan persiapan klien pulang

a. Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak memperhatikan diri
termasuk tidak peduli makanan karena tidak memiliki minat dan kepedulian.
b) BAB atau BAK : Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta
kemampuan klien untuk membersihkan diri.
c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama sekali.
d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.

e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam : biasanya
istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.

f) Pemeliharaan kesehatan :Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan


sistem pendukung sangat menentukan.
g) Aktifitas dalam rumah :Klien tidak mampu melakukan aktivitas Effect
di dalam rumah seperti
menyapu

8). Aspek Medis Core Problem

a) Diagnosa medis : Skizofrenia

Cause

b) Terapi yang diberikan

Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan antipsikotik seperti
haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu perazin (TFZ), dan anti parkinson
trihenski phenidol (THP), triplofrazine arkine

9) Pohon Masalah

Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut (Prabowo,
2014).

Resiko Perilaku Kekerasan

Perubahan sensori persepsi : Halusinasi


Isolasi Sosial

B. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi social
 Intervensi keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi
Tujuan tindakan untuk klien meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013) :
 Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
 Klien dapat mengontrol halusinasinya
 Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal

Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :

 Membantu klien mengenali halusinasi


Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara berdiskusi
dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar atau dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi
muncul dan respon klien saat halusiansi muncul.
 Melatih klien mengontrol halusinasi
(1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi Upaya mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih
untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya, ini dapat dilakukan klien dan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul, mungkin
halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik halusinasi,
memperagakan cara menghardik, meminta klien memperagakan ulang, memantau
penerapan cara ini, menguatkan perilaku klien.
(2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur Mampu
mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara
teratur sesuai dengan progam. Klien gangguan jiwa yang dirawat di rumah
seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya klien mengalami
kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu klien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai progam dan berkelanjutan.
(3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain Mengontrol
halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika klien
bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi fokus perhatian klien
akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain
tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
(4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri
dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien tidak akan
mengalami banyak waktu luang sendiri yangs eringkali mencetuskan halusinasi.
Untuk itu klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi
halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur
malam, tujuh hari dalam seminggu.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi

Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya ditujukan untuk klien
tetapi juga diberikan kepada keluarga, sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam
mengontrol halusinasi.

Tujuan : keluarga mampu :

 Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
 Merawat klien halusinasi
 Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk mengontrol halusinasi
 Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas kesehatan
 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow upklien secara teratur.
Tindakan keperawatan :

√) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat klien halusinasi dan
melatih mengontrol halusinasi klien dengan menghardik Tahapan sebagai berikut :
(1)Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
(2)Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi (gunakan booklet)
(3)Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara menghardik
(4)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian

√) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi dengan enam
benar minum obat
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1)Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi klien, merawat klien
dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik
(2)Berikan pujian
(3)Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
(4)Latih cara memberikan/membimbing minum obat
(5)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal

√) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk


follow up klien halusinasi
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1)Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi pasien,
merawat/melatih pasien mengahrdik, memberikan obat, bercakap-cakap

(2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga


(3) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda kekambuhan, rujukan

(4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian.


√) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi dengan
bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
Tahapan tindakan sebagai berikut :

(1)Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi klien dan merawat/melatih


klien menghardik, dan memberikan obat
(2)Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(3)Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk mengontrol halusinasi
(4)Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien terutama saat halusinasi
(5)Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian

C. Intervensi Keperawatan

√-Diagnosa Keperawatan 1 : Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri

√- Tujuan & kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kontrol diri
terhadap distorsi pemikiran dapat dilakukan dengan. kriteria hasil :

 Secara konsisten menunjukkan mengenali halusinasi atau delusi yang sedang terjadi
 Secara konsisten menunjukkan menahan diri dari mengikuti halusinasi atau delusi
 Secara konsisten menunjukkan menahan diri dari bereaksi terhadap halusinasi atau
delusi
 Secara konsisten menunjukkan monitor frekuensi halusinasi atau delusi kekerasan
terhadap diri sendiri

√-Intervensi :

- Manajemen Halusinasi

 Bangun hubungan interpersonal dan saling percaya dengan klien


 Monitor dan atur tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
 Pertahankan lingkungan yang aman
 Catat perilaku klien yang menunjukkan halusinasi
 Tingkatkan komunikasi yang jelas dan terbuka
 Berikan klien kesempatan untuk mendiskusikan halusinasinya
 Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan secara tepat
 Fokuskan kembali klien mengenai topik jika komunikasi klien tidak sesuai situasi
 Dorong klien untuk memvalidasi halusinasi dengan orang yang dipercaya
 Berikan pengajaran terkait obat pada klien dan orang-orang terdekat (klien)
 Berikan pengajaran terkait penyakit kepada klien/ orang terdekat (klien) jika
halusinasinya didasarkan karena penyakit (misalnya delirium, skizofrenia dan depresi)
 Didik keluarga dan orang terdekat mengenai cara untuk menangani klien yang
mengalami halusinasi
 Monitor kemampuan merawat diri
 Bantu dengan perawatan diri jika dibutuhkan

√-Diagnosa Keperawatan 2 : Gangguan persepsi sensori halusinasi

√-Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan menahan diri
dari kemarahan dapat dilakukan dengan kriteria hasil :

a. Dilakukan secara konsisten mengidentifikasi kapan (merasa) marah


b. Dilakukan secara konsisten mengidentifikasi tanda-tanda marah
c. Dilakukan secara konsisten mengidentifikasi situasi yang dapat memicu
amarah
d. Dilakukan secara konsisten mengidentifikasi alasan marah
e. Dilakukan secara konsisten bertanggung jawab terhadap perilaku diri
f. Dilakukan secara konsisten mencurahkan perasaan negatif dengan cara yang
tidak mengancam
g. Dilakukan secara konsisten menggunakan aktivitas fisik untuk mengurangi
rasa marah yang tertahan

√-intervensi :

* Bantuan kontrol marah

 Bangun rasa percaya dan hubungan yang dekat dan harmonis dengan pasien
 Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
 Tentukan harapan mengenai tingkah laku yang tepat dalam mengekspresikan perasaan
marah, tentukan fungsi kognitif dan fisik pasien
 Monitor potensi agresi yang diekspresikan dengan cara tidak tepat dan lakukan
intervensi sebelum (agresi ini) diekspresikan
 Cegah menyakiti secara fisik jika marah diarahkan pada diri sendiri atau orang lain
 Berikan pendidikan mengenai metode untuk mengorganisir pengalaman emosi yang
sangat kuat
 Sediakan umpan balik pada perilaku (pasien) untuk membantu pasien
mengidentifikasi kemarahannya
 Bantu pasien mengidentifikasi sumber dari kemarahan

√- Diagnosa Keperawatan 3 : Isolasi Sosial

√- Tujuan & Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keparahan
kesepian dapat dilakukan dengan kriteria hasil :
a. Tidak ada rasa perasaan terisolasi secara sosial
b. Tidak ada kesulitan dalam membuat kontak dengan orang lain

c. Tidak ada rasa keputusasaan


d. Tidak ada rasa kehilangan harapan

√- intervensi Keperawatan

1. Peningkatan sosialisasi
 Anjurkan peningkatan keterlibatan dalam hubungan yang sudah mapan
 Tingkatkan hubungan dengan orang-orang yang memiliki minat dan tujuan yang sama
 Anjurkan kegiatan sosial dan masyarakat
 Anjurkan partisipasi dalam kelompok dan/atau kegiatankegiatan reminiscence
individu
 Bantu meningkatkan kesadaran pasien mengenai kekuatan dan
keterbatasanketerbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain
 Anjurkan pasien untuk mengubah lingkungan
2. Terapi aktivitas
 Kembangkan kemampuan klien dalam berpatisipasi melalui aktivitas
spesifik
 Bantu klien utuk mengeksplorasi tujuan personal dari aktivitas-aktivitas
yang biasa dilakukan (misalnya, bekerja dan aktivitas-aktivitas yang
disukai)
 Bantu klien memilih aktivitas dan pencapaian tujuan melalui aktivitas yang
konsisten dengan kemampuan fisik, fisiologis dan sosial Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang diinginkan
 Bantu klien untuk menjadwalkan waktuwaktu spesfik terkait dengan
aktivitas

C. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang harus diperhatikan
ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan yang akan dilakukan
implementasi pada klien dengan halusinasi dilakukan secara interaksi dalam melaksanakan
tindakan keperawatan.

Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata


sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and
now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual,
teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan (Dalami, dkk, 2014).

D. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek daritindakan


keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi proses dan evaluasi formatif,
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan yang telah ditentukan (Afnuhazi, 2015)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menyimpulkan Asuhan Keperawatan Jiwa gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran pada klien dengan skizofrenia simplek.
1. Pengkajian
Pengkajian ini di lakukan dengan menggunakan 2 klien dengan kasus yang sama yaitu
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran yang di dapatakan adalah klien 1
yaitu klien sering berbicara sendiri, gelisah, tidak bisa tidur, klien mendengar bisikan-
bisikan laki-laki dan perempuan menyuruh klien untuk tidak mandi dan melempari
rumah tetangga dengan batuu kecil. Sedangkan klien 2 yaitu klien tampak gelisah,
sulit tidur, klien juga mendengarh sura-suara dan bisikan yang menyuruh klien untuk
berkelahi.
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang di dapatkan dari keluhan antara klien 1 dan
klien 2 penulis merumuskan diagnose prioritas adalah gangguan perrsepsi sensori :
halusinasi pendengaran.
3. Rencana Keperrawatan Rencana keperawatan berdasarkan analisa data yang di
lakukan di dapatkan diagnosa keperawatan yaitu gangguan persepsi sensori : 61
halusinasi pendengaran. Rencana keperawatan pada masalah gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran dari SP 1-SP 4 meliputi, SP 1 (membina hubungan
saling percaya, mengidentifikasi halusinasi(jenis, iisi, frekuensi, situasi, respon),
mengajarkan cara mneghardik memasukkan cara menghardik ke dalam jadwal. SP 2
(mengevaluasi SP 1, mengajarkan cara bercakap-cakapan ketika halusinasi muncul,
memasukkan ke dalam jadwal). SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2, mengajarkan
untuk melakukan kegiatan untuk menghhindari halusinasi muncul, memasukkan ke
dalam jadwal). SP 4 (mengevaluasi SP 1, 2, dan 3, mengajarkan tentang minum obat,
memasukkan kedalam jadwal).
4. Implementasi Keperawatan Pada implementasi keperawatan bisa saja berbeda
dengan intervensi yang di buat. Karena penulis harus menyesuaikan kondisi klien.
Tapi yang di implementasikan ada satu tambahan yaitu mengkolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian obat.
5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran pada Tn.Z dan Tn.D yang di lakukan selama 4 hari,
tindakan keperawatan mendapatkan hasil positif melalui teknik SOAP. Klien sudah
jarang mendengar suara-suara bisika yang mengancam klien, klien kooperatif, klien
mampu mencapai SP 1 sampai SP 4 dengan sangat baik.
B. Saran
1. Bagi pasien dan keluarga Keluarga dapat ikut serta dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran, sehingga
klien merasa ada dukungan yang dapat mempercepat proses penyembuhan
penyakitnya.
2. Bagi perawat Di harapkan mampu berkoordinasi dengan tim kesehatan yang lain
yaitu, dokter dn ahli gizi karena ntuk menangani klien membutuhkan asuhan
keperawatan yang mengutamakan rasa nyaman, care, kepedulian dan kesabaran pada
umumnya dan khususnya pada klien gangguan perssepsi sensori : halusinasi
pendengaran di harapkan tenaga kesehatan lebih mengutamakan pelayanan yang
mampu membina hubungan saling percaya dan hubungan terapeutik sebagai rasa
nyaman dan keterbukaan sehingga masalah cepat teratasi.
3. Bagi instansi Akademik STIKes ICME Agar dapat menigkatkan mutu pendidikan
yang berkualitas dan professional. sehingga dapat tercipta perawat professional,
terampil handal, dan mampu memberikan asuhan keperawatan secara konprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul muhith, 2015. Buku teori dan aplikasi pendidikan keperawatan jiwa;
Yogyakarta Ade Herman Surya Direja, 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa,
Nuha Medika: Yogyakarta, Desember Davison. dkk (2006). Psikologi Abnormal.
Edisi ke 9. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perdasa Debora,Oda. 2011. “proses
keperawatan dan pemeriksaan fisik”. Jakarta:Salemba Medika Diah, Nur Khasanah,
2013, Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Persepsi Sensori
halusinasi Pendengran, Surakarta DR. Budi Anna Keliat, S.KP, M. App. SC (2006).
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa: Jakarta: EGC,2005 H. Iyus
Yosep,S.Kp.,M.Si.,M.Sc (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa: Bandung: Refika
Aditama Maslim, R. (2013). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III Jakarta : Departemen Kesahatan RI Mukripah Damayanti,S.Kep., Ns.
(2012). Asuhan Keperawatan Jiwa: Bandung: Refika Aditama Nurlinda, 2013.
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Dengar, Jurnal:jtptunimus-Gdl Nurlindaok, 3-
4 Prabowo Eko. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater(2007): Pendekatan Holistik pada Gangguan
Jiwa Skizofrenia: Jakarta: Balai Penerbit FKUI, Jakarta Willy F. Maramis (2012).
Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2: Surabaya: Airlangga University Press, 2012
Yudi Hartono Dan Farida Kusumawati, Buku Ajar Kperawatan Jiwa, Jakarta:
Salemba Medika, 2010

Anda mungkin juga menyukai