Anda di halaman 1dari 34

1

TUGAS MANAJEMEN KEPERAWATAN

(Disusun guna Memenuhi Tugas Individu Manajemen Keperawatan)

Dosen Pembimbing: Arifianto,S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun oleh:
Yuliana Risa
NIM 1707028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATA, BISNIS, DAN TEKHNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2020 / 2021
2

1. Pilar I : Pendekatan Keperawatan Manajemen


a. Perencanaan
Perencanaan adalah usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah
diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa depan
dalam dan oleh suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Kegiatan perencanaan dalam praktik keperawatan
profesional merupakan upaya untuk meningkatkan profesionalisme dalam
pelayanan keperawatan sehingga mutu pelayanan bukan saja dapat dipertahankan
tetapi juga dapat terus meningkat sampai tercapai derajat tertinggi bagi penerima
jasa pelayanan itu sendiri.
Jenis perencanaan dalam model praktik keperawatan profesional terdiri dari
perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka pendek. Rencana
jangka panjang adalah perencanaan strategis yang disusun untuk 5 hingga 10
tahun kedepan. Rencana jangka menengah disusun untuk kurun waktu 1 hingga 5
tahun kedepan sedangkan rencana jangka pendek disusun untuk kurun waktu 1
jam hingga 1 tahun. Kegiatan perencanaan yang dilakukan dalam ruangan MPKP
meliputi perumusan visi, misi, filosofi dan kebijakan. Selain itu, untuk jenis
perencanaan yang diterapkan adalah rencana jangka pendek yang meliputi rencana
kegiatan harian, bulanan dan tahunan.
1) Rencana Jangka Pendek
Rencana jangka pendek yang diterapkan dalam ruangan MPKP meliputi
rencana harian, bulanan dan tahunan. Rencana harian adalah kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawat (kepala ruangan, ketua tim dan perawat pelaksana)
sesuai dengan perannya dan dibuat untuk setiap jadwal dinas. Isi dari kegiatan
tersebut disesuaikan dengan peran dan fungsi perawat. Rencana harian dibuat
sebelum operan jaga dilakukan dan dilengkapi lagi saat dilakukan operan dan
preconference.
Rencana harian kepala ruangan meliputi asuhan keperawatan, supervisi ketua
tim dan perawat pelaksana serta melakukan supervisi terhadap tenaga selain
perawat dan melakukan kerjasama dengan unit lain yang terkait. Sedangkan
rencana harian ketua tim meliputi penyelenggaraan asuhan keperawatan
pasien oleh tim yang menjadi tanggung jawabnya, melakukan supervisi
perawat pelaksana, berkolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain serta
alokasi pasien sesuai dengan perawat yang berdinas. Rencana harian perawat
pelaksana berisi tindakan keperawatan untuk sejumlah pasien yang dirawat
pada jadwal dinasnya.
2) Rencana Jangka Menengah
Rencana bulanan merupakan rencana tindak lanjut yang dibuat oleh kepala
ruangan dan ketua tim. Rencana bulanan yang dibuat oleh kepala ruangan
adalah melakukan evaluasi hasil keempat pilar MPKP pada akhir bulan dan
berdasarkan evaluasi tersebut kepala ruangan akan membuat rencana tindak
lanjut untuk meningkatkan kualitas hasil. Kegiatan yang mencakup rencana
bulanan kepala ruangan adalah membuat jadwal dan memimpin case
conference, membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan untuk
kelompok keluarga, membuat jadwal dinas, membuat jadwal petugas untuk
terapi aktivitas kelompok (TAK), membuat jadwal dan memimpin rapat tim
kesehatan, membuat jadwal supervisi dan penilaian kinerja ketua tim serta
perawat pelaksana, melakukan audit dokumentasi dan membuat laporan
bulanan. Sedangkan rencana bulanan yang dilakukan ketua tim adalah
melakukan evaluasi tentang keberhasilan kegiatan yang dilakukan oleh tim
nya. Kegiatan rencana bulanan ketua tim meliputi mempresentasikan kasus
dalam case conference, memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga
serta melakukan supervisi perawat pelaksana.
3) Rencana Jangka Panjang
Rencana tahunan hanya dilakukan oleh kepala ruangan yaitu dengan
melakukan evaluasi kegiatan di dalam ruangan MPKP selama satu tahun dan
menjadikannya acuan rencana tindak lanjut dan penyusunan rencana tahunan
berikutnya. Rencana kegiatan tahunan yang dilakukan oleh kepala ruangan
MPKP adalah membuat laporan tahunan yang berisi tentang kinerja MPKP
baik proses kegiatan empat pilar MPKP serta evaluasi mutu pelayanan,
melaksanakan rotasi tim, melakukan pembinaan terkait dengan materi MPKP
khusus kegiatan yang memiliki pencapaian rendah dan hal ini bertujuan untuk
mempertahankan kinerja yang telah dicapai MPKP bahkan meningkatkan
dimasa mendatang. Hal lain yang dilakukan adalah kepala ruangan melakukan
pengembangan sumber daya manusia dalam bentuk rekomendasi peningkatan
jenjang karier perawat, rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal dan
membuat jadwal perawat untuk mengikuti pelatihan. Perencanaan jangka
panjang juga membahas ketenagaan yang dibutuhkan di ruang MPKP.
Perencanaan yang baik mempertimbangkan klasifikasi pasien berdasarkan
tingkat ketergantungan, metode pemberian asuhan keperawatan, jumlah dan
kategori tenaga keperawatan serta perhitungan jumlah tenaga keperawatan.
Untuk itu diperlukan kontribusi dari manajer keperawatan dalam menganalisis
dan merencanakan.Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah
menetapkan standar praktik keperawatan yang dikembangkan berdasarkan
standar praktik yang dikeluarkan oleh American Nursing Association/ANA
(PPNI, 2012). Standar praktik keperawatan yang ditetapkan yaitu :
Standar I : perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien.
Standar II : perawat menetapkan diagnosa keperawatan.
Standar III : perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap
klien.
Standar IV : perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang
Standar V : berisi rencana tindakan untuk mencapai hasil yang
diharapkan
perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah
ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan.
Standar VI : perawat mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai
hasil akhir yang sudah ditetapkan.
a) Pengklasifikasian Pasien
Berdasarkan metode triage yakni START (Simple Triage And Rapid
Treatment) untuk pengelompokkan pasien sesuai berat ringannya masalah
pada pasien. Pengklasifikasian pasien, antara lain:
1. Merah (High Priority) pasien cedera berat atau mengancam jiwa
dan memerlukan penanganan segera.
a) Gagal napas
b) Cedera thoracoabdominal
c) Syok atau perdarahan berat
d) Luka bakarderajat III (Full Thickness)
2. Kuning (Intermediate Priority) pasien cedera yang dipastikan tidak
mengancam jiwa dalam waktu dekat. Dapat ditunda hingga beberapa jam.
a) Cedera abdomen tanpa syok
b) Cedera region thorac tanpa gangguan respirasi
c) Fraktur mayor tanpa syok
d) Cedera kepala atau servikal tanpa gangguan kesadaran
e) Lukar bakar derajat I (Superficial)
3. Hijau (Low Priority) pasien cedera ringan yang tidak memerlukan
stabilisasi segera, tidak mengancam jiwa dan tidak menimbulkan
kecacatan.
a) Cedera jaringan lunak
b) Fraktur dan dislokasi ekstremitas
c) Cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas
d) Gawat darurat psikologis
4. Hitam pasien meninggal atau cedera fatal yang tidak memunginkan untuk
resusitasi.
b) Kebutuhan Tenaga Perawat
Nursalam (2014) memaparkan ada berbagai cara perhitungan kebutuhan
tenaga perawat untuk suatu ruangan. Namun dalam kajian teori ini akan
dipaparkan cara perhitungan kebutuhan tenaga menurut Douglas. Douglas
menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan
berdasarkan klasifikasi pasien (tingkat ketergantungan),
Tabel 2.1. Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Pasien
Klasifikasi Pasien
Minimal Partial Total
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
Jumlah tenaga perawat = Jumlah pasien x tingkat ketergantungan pasien.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian atau organizing didefinisikan sebagai pengelompokan aktivitas
untuk mencapai tujuan, penugasan suatu kelompok tenaga keperawatan,
menentukan cara dari pengkordinasian aktivitas yang tepat baik vertikal maupun
horizontal serta bertanggung jawab untuk mencapai tujuan. Bentuk
pengorganisasian dalam ruangan MPKP meliputi penyusunan struktur organsisasi,
daftar dinas ruangan dan daftar pasien. Penyusunan struktur organisasi dibuat
untuk menunjukkan adanya pembagian kerja. Selain itu struktur organisasi dibuat
guna menunjukkan spesialisasi pekerjaan di dalam ruangan MPKP.
1) Metode Penugasan
a) Metode Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan kelompok pasien melalui upaya kooperatif
dan kolaboratif (Douglas, 1984 dalam Sitorus, 2011). Metode ini digunakan
bila perawat pelaksana terdiri dari berbagai latar belakang pendidikan dan
kemampuannya. Tujuan metode penugasan keperawatan tim untuk
memberikan keperawatan yang berpusat pada pasien.
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda
dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat
ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/group yang terdiri dari tenaga professional,
teknikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.
Kelebihan :Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh,
mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar
tim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan pada anggota
tim.Kelemahan: komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam
bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Konsep Metode Tim menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim
harus berdasarkan konsep berikut:
a) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan teknik
kepemimpinan.
b) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan
terjamin.
c) Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
d) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik
bila didukung oleh kepala ruang.
Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Tim
a) Melaksanakan tindakan keperawatan yang telah direncanakan ketua tim.
b) Mendokumentasikan tindakan keperawatan yang dilakukan.
c) Membantu ketua tim melakukan pengkajian, menentukan diagnose
keperawatan dan membuat rencana keperawatan.
d) Membantu ketua tim mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.
e) Membantu/bersama dengan ketua tim mengorientasikan pasien baru.
f)Mengganti tugas pembantu keperawatan bila perlu.
Tugas dan Tanggung Jawab Ketua Tim
a) Bertanggung jawab terhadap pengelolaan asuhan keperawatan pasien
sejak masuk sampai pulang.
b) Mengorientasikan pasien yang baru dan keluarganya.
c) Mengkaji kondisi kesehatan pasien dan keluarganya.
d) Membuat diagnose keperawatan dan rencana keperawatan.
e) Mengkomunikasikan rencana keperawatan kepada anggota tim.
f)Mengarahkan dan membimbing anggota tim dalam melakukan tindakan
keperawatan.
g) Mengevaluasi tindakan dan rencana keperawatan.
h) Melaksanakan tindakan keperawatan tertentu.
i) Mengembangkan perencanaan pulang.
j) Memonitor pendokumentasian tindakan keperawatan yang dilakukan oleh
anggota tim.
k) Melakukan/mengikuti pertemuan dengan anggota tim/tim kesehatan
lainnya untuk membahas perkembangan kondisi pasien.
l) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok
dan memberikan bimbingan melalui konferensi.
m) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
pendokumentasiannya.
Tanggung Jawab Kepala Ruangan
a) Dalam Perencanaan
 Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing.
 Mengikuti serah terima pasien pada shift sebelumnya.
 Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien bersama ketua tim.
 Mengidentifikasi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktifitas dan kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur
penugasan/penjadwalan.
 Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan.
 Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan
mendiskusikan dengan doketr tentang tindakan yang akan dilakukan
terhadap pasien.
 Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk kegiatan
membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing
pelaksanaan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan,
mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta memberikan
informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk.
b) Dalam Pengorganisasian
 Merumuskan metode penugasan yang digunakan.
 Merumuskan tujuan metode penugasan.
 Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas.
 Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim, dan
ketua tim membawahi 2-3 perawat.
 Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses
dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain.
 Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan.
 Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik.
 Mendelegasikan tugas saat kepala ruangan tidak berada di tempat
kepada ketua tim.
 Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi
psien
 Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya.
 Identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c) Dalam Pengarahan
 Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.
 Memberi pujian pada anggota tim
 Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
 Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berkaitan dengan
askep pasien.
 Melibatkan bawahan dari awal hingga akhir kegiatan.
 Membimbing bawahan yang kesulitan dalam melaksanakan tugasnya.
 Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
d) Dalam Pengawasan
 Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan
ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang
diberikan.
 Melalui supervisi: (a) pengawasan langsung dilakukan melalui inspeksi,
mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan, dan
memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelamahan yang ada saat itu juga,
(b) pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim,
membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang
dibuat selama atau sesudah proses keperawatan dilaksanakan
(didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan
tugas, (c) evaluasi, (d) mengevaluasi upaya pelaksanaan dan
membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun
bersama ketua tim, (e) audit keperawatan.
Skema penugasan pada metode penugasan tim dapat dilihat pada Gambar
2.
Kepala ruangan

Ketua Tim Ketua Tim

Anggota Tim Anggota Tim


Gambar
2.1. Sistem
Pasien Pasien Pemberian
Asuhan
Keperawatan Tim
(Sumber: Marquis & Huston, 1998 dalam Nursalam, 2014)

b) Metode Primer
Metode primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
perawat professional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap
asuhan keperawatan pasien selama 24 jam. Menurut Nursalam (2014), metode
penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar
rumah sakit. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi askep dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga
pasien dinyatakan pulang ini merupakan tugas utama perawat primer yang
dibantu oleh perawat asosiet. Perawat yang menggunakan metode keperawatan
primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary
nurse).
Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan bersifat
komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan. Setiap perawat primer
biasanya mempunyai 4–6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama
pasien dirawat di rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk
mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan
keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang pasien jika diperlukan.
Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan
didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).
Kelebihan:
 Bersifat kontinuitas dan komprehensif.
 Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan
memungkinkan pengembangan diri.
 Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit
(Gillies, 1989 dalam Nursalam, 2014).
 Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena
terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan
bermutu tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan
kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi
tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahan: metode ini hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mempu berkolaborasi dengan
berbagai disiplin ilmu.
Konsep Dasar Metode Primer
a) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat.
b) Ada otonomi.
c) Ketertiban pasien dan keluarga.
Tugas Perawat Primer
a)Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
b) Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
c)Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas.
d) Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan
oleh disiplin ilmu lain maupun perawat lain.
e)Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
f) Menerima dan menyesuaikan rencana.
g) Meyiapkan penyuluhan untuk pulang.
h) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial
di masyarakat.
i) Membuat jadwal perjanjian klinis.
j) Mengadakan kunjungan rumah.

Peran Kepala Ruang/Bangsal


a)Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer.
b) Orientasi dan merencanakan karyawan baru.
c)Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten.
d) Evaluasi kerja.
e)Merencanakan/menyelenggarakan perencanaan staf.
f) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan
yang terjadi.
Ketenagaan Metode Primer
a) Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat
dengan pasien.
b) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer.
c) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.
d) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun
nonprofesional sebagai perawat asisten.
Dokter Kepala Ruang Sarana RS

Perawat
Primer

Pasien/pasie
n
Gambar 2.2. Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer (Sumber: Marquis
& Huston, 1998 dalam Nursalam, 2014)
c) Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim)
Met ode Primer Modifikasi (Primer-Tim) disebut juga metode keperawatan
medu lar. Metode
Perawat Pelaksana Perawat
ini adalah s uatu Pelaksana
variasi dari metode keperawatan primer
Perawat Pelaksana jikadan
met ode Tim. Di
Sore Indones pengembangan meto MPKP modifikasi in
ia de diperlukan per hari i
Malam
dikembangkan oleh Sitorus (2011) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode ini sama dengan metode keperawatan tim karena baik perawat
professional maupun non professional bekerja bersama dalam memberikan
askep di bawah kepemimpinan seorang perawat profesinal disamping itu
dikatakan memiliki kesamaaan dengan metode keperawatan primer karena dua
atau tiga orang perawat bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak
masuk dalam perawatan hingga pulang, bahkan sampai dengan waktu
follow up care. Dalam memberikan askep dengan menggunakan metode
keperawatan primer modifikasi, satu tim yang terdiri dua hingga tiga perawat
memiliki tanggung jawab penuh pada sekelompok pasien. Hal ini tentu saja
dengan suatu persyaratan peralatan yang dibutuh perawatan cukup memadai.

Sekalipun dalam memberikan askep dengan menggunakan metode ini di


lakukan oleh dua hingga tiga perawat, tanggung jawab yang paling besar tetap
ada pada perawat professional. Perawat professional juga memiliki kewajiban
untuk membimbing dan melatih nonprofessional. Apabila perawat professional
Kepala Ruang

PP 1 PP 2 PP 3 PP 4

PA PA PA PA

PA PA PA PA

sebagai ketua tim tidak masuk tugas dan tanggung jawab dapat digantikan oleh
perawat professional lainnya. Peran perawat kepala ruang diarahkan dalam hal
membuat jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk
bekerja sama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta motivator.

Gambar PA 2.3. Metod PA


PA Modifikasi (Nursal
e Primer am, 2014) PA
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa pembagian peran masing-masing
komponen adalah
7-8 sebagai berikut:
7-8 7-8 7-8
Kepala Ruangan:
pasien pasien pasien pasien
a) Menerima pasien baru
b) Memimpin rapat
c) Mengevaluasi kinerja perawat
d) Membuat jadwal dinas
e) Perencanaan, pengarahan, dan
pengawasan Perawat Primer
a) Membuat perencanaan asuhan keperawatan
b) Mengadakan tindakan kolaborasi
c) Memimpin timbang terima
d) Mendelegasikan tugas
e) Memimpin ronde keperawatan
f) Mengevaluasi pemberian asuhan keperawatan
g) Bertanggung jawab terhadap pasien
h) Memberi petunjuk bila pasien akan pulang
i) Mengisi resume
keperawatan Perawat asosiate
a) Memberikan asuhan keperawatan
b) Mengikuti timbang terima
c) Melaksanakan tugas yang didelegasikan
d) Mendokumentasikan tindakan keperawatan
2) Membuat jadwal dinas dan daftar pasien
Daftar dinas ruangan mencakup jadwal dinas, nama perawat yang bertugas
dan nama perawat yang bertanggung jawab dalam jadwal dinas tersebut.
Daftar dinas disusun berdasarkan tim dan dibuat untuk kurun waktu 1 minggu.
Hal ini mempermudah perawat untuk mempersiapkan dan mengetahui tugas
yang akan dilakukannya. Setiap tim memiliki anggota yang berdinas pagi, sore
dan malam serta yang lepas dinas atau libur.
Daftar pasien berisi informasi tentang nama pasien, nama dokter yang
merawatnya, nama perawat ketua tim, nama perawat pelaksana yang
bertanggung jawab terhadap pasien yang bersangkutan serta alokasi perawat
saat menjalankan dinas pada setiap jadwal jaga. Daftar pasien adalah daftar
nama sejumlah pasien yang menjadi tanggung jawab tiap tim selama 24 jam.
Setiap pasien dalam ruangan MPKP memiliki perawat pada setiap jadwal
dinas yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut selama dirawat,
sehingga terwujud perawatan pasien yang holistik. Daftar pasien juga
memberikan informasi kepada kolega kesehatan lain dan keluarga agar dapat
berkolaborasi tentang perkembangan dan perawatan pasien. Daftar pasien
diruangan diisi oleh ketua tim yang bersangkutan sebelum operan dinas pagi
ke dinas sore. Alokasi pasien terhadap perawat yang berdinas pagi, sore atau
malam dilakukan oleh ketua tim berdasarkan jadwal dinas.
c. Pengarahan
Pengarahan atau directing dalah suatu usaha untuk penerapan perencanaan dalam
bentuk tindakan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengarahan dalam
ruangan MPKP yaitu menciptakan budaya motivasi, melakukan komunikasi
efektif pada operan antar jadwal dinas, preconference dan postconference,
manajemen konflik, supervisi serta pendelegasian. Di dalam ruangan MPKP
penciptaan iklim motivasi diterapkan dengan beberapa cara, diantaranya adalah :
a. Pemberian reinforcement positif yaitu menguatkan perilaku positif dengan
memberikan reward. Reward yang dimaksud adalah membudayakan dalam
tim untuk membudayakan pemberian pujian yang tulus antar karyawan.
b. Melakukan doa bersama sebelum memulai kegiatan yang dilakukan setiap
pergantian dinas. Hal ini bertujuan agar timbul kesadaran diri dan dorongan
spiritual.
c. Membantu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah setiap personil
dengan cara kepala ruangan mampu untuk berkomunikasi intensif dengan
semua staf baik ketua tim maupun perawat pelaksana untuk mempererat
hubungan.
d. Melakukan pengembangan jenjang karier dan kompetensi para staf.
e. Melakukan sistem reward yang adil sesuai dengan kinerja yang telah
dilakukan staf.
Seperti dalam semua organisasi, maka komunikasi juga berperan penting dalam
penerapan MPKP di dalam ruangan perawatan. Komunikasi yang tidak akan akan
membawa dampak yang tidak baik pula untuk kelangsungan organisasi dalam
mencapai tujuan. Komunikasi adalah tukar menukar pikiran, perasaan, pendapat
dan saran yang terjadi antar dua manusia atau lebih yang bekerja sama. Terdapat
beberapa bentuk komunikasi di dalam ruangan MPKP yaitu operan,
preconference dan postconference.
1. Timbang Terima
Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan
keadaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin
dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan
mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan atau belum dan
perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat
sehingga berkesinambungan dan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna. Timbang terima dilakukan oleh ketua tim keperawatan kepada
ketua tim (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan
lisan. Manfaat timbang terima yaitu:
Bagi perawat
 Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
 Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat.
 Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang
berkesinambungan.
 Perawat dapat mengikuti perkerbangan pasien secara
paripurna. Bagi pasien
Pasien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum
terungkap (Nursalam, 2014).
Tabel 2.2. Prosedur Timbang Terima
TAHAP KEGIATAN WAKTU TEMPAT PELAKSANA
Persiapan 1. Operan dilaksanakan setiap 5 menit Nurse Ketua Tim dan
pergantian shift Statio Perawat
2. Prinsip operan, terutama pada n Asosiate
semua pasien baru masuk dan
pasien yang dilakukan operan
khususnya pasien yang memiliki
permasalahan yang belum atau
dapat teratasi serta yang
membutuhkan observasi lebih
lanjut.
3. Ketua Tim menyampaikan
operan pada Ketua Tim
berikutnya mengenai hal yang
perlu disampaikan dalam operan
meliputi:
a. Jumlah pasien
b. Identitas pasien dan diagnosa
medis
c. Data (keluhan/subjektif dan
objektif)
d. Masalah keperawatan yang
masih muncul
e. Intervensi keperawatan yang
sudah dan belum dilaksanakan
(secara umum)
f. Intervensi kolaborasi dan
dependen
g. Rencana umum dan persiapan
yang perlu dilakukan
(persiapan operasi,
pemeriksaan penunjang, dan
lain-lain)
Pelaksana 1. Kedua kelompok dinas sudah 20 menit Nurse Kepala
an siap (shift jaga). Statio Ruangan,
2. Kelompok yang akan bertugas n Ketua Tim,
menyiapkan buku catatan. Perawat
3. Kepala Ruangan membuka acara Asosiate
operan.
4. Perawat yang melakukan operan
dapat melakukan klarifikasi,
tanya jawab dan melakukan
validasi terhadap hal-hal yang
telah dioperkan dan berhak
menanyakan mengenai hal-hal
yang kurang jelas.
5. Kepala Ruangan atau Ketua Tim
menanyakan kebutuhan dasar
pasien.
6. Penyampaian yang jelas, singkat Ruang
dan padat. Perawatan
7. Perawat yang melaksanakan
operan mengkaji secara penuh
terhadap masalah keperawatan,
kebutuhan dan tindakan yang
telah atau belum dilaksanakan
serta hal-hal penting lainnya
selama masa perawatan.
8. Hal-hal yang sifatnya khusus dan
memerlukan perincian yang
matang sebaiknya dicatat secara
khusus untuk kemudian
diserahterimakan kepada petugas
berikutnya.
9. Lama operan untuk tiap pasien
tidak lebih dari lima menit
kecuali pada kondisi khusus dan
memerlukan keterangan yang
rumit.
Postopera 1. Diskusi. 5 menit Nurse Kepala
n 2. Pelaporan untuk operan Statio Ruangan, Ketua
dituliskan secara langsung pada n Tim,
format operan yang Perawat
ditandatangani oleh Ketua Tim Asosiate
yang jaga saat itu dan Ketua Tim
yang jaga berikutnya diketahui
oleh Kepala Ruangan.
3. Ditutup oleh Kepala Ruangan.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan:
a. Dilaksanakan tepat pada waktu pergantian shift.
b. Dipimpin oleh kepala ruangan atau penanggung jawab pasien (Ketua Tim).
c. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas.
d. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
e. Operan harus berorientasi pada permasalahan pasien.
f. Pada saat operan di kamar pasien, menggunakan volume suara yang cukup
sehingga pasien di sebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi
pasien.
g. Sesuatu yang mungkin membuat pasien terkejut dan syok sebaiknya
dibicarakan di nurse station.

Alur Timbang Terima

PASIEN
DIAGNOSA MEDIS/MASALAH KOLABORATIF

DIAGNOSA KEPERAWATAN
(didukung data)
PE
EMBANGAN/KEADAAN PASIEN

BELUM DILAKUKAN
TI
ND
A KA
N
TELAH DILAKUKAN

2. Komunikasi SBAR
Komunikasi SBA RMASALAH:
adalah suatu cara atau standar untuk berkomunikasi yang
bertujuan untukmeningkatkan
1. TERATASI keselamatan pasien karena membantu individu
2.
berkomunikasi satu samaBELUM
lain TERATASI
untuk mencapai satu ujuan
t
3. TERATASI SEBAGIAN
atau harapan (OHio
. Komunikasi SBAR
Medicare, 2009) 4. MUNCUL MASALAH adalah suatu s
trategi komunikasi yang
dipakai oleh tim pelayanan
BARU kesehatan dala m melaporkan maupun
menyampaikan keadaan pasien kepada teman sejawat agar pesan yang
Gambar
diberikan dapat d iterima 2.4. Alur
dengan baikOperan
(Yasminah, 2 1). Komunikasi SBAR
Pasien
dilakukan pada saat timbang terima (handover), pindah ruang rawat maupun
melaporkan kondisi pasien ke dokter atau tim kesehatan lain seperti tim gizi,
radiologi, laboratorium dan lain sebagainya (Tim KP-RS RSUP Sanglah,
2011).
Menurut Yasminah (2000),pembagian komunikasi SBAR adalah memuat
informasi pasien tentang Situation,Background, Assessment dan
Recommendation. Adapun penjelasan dari masing–masing bagian tersebut
adalah:
a) Situation
Adalah situasi yang menggambarkan kondisi pasien sehingga perlu
dilaporkan dan disini juga mengandung informasi tentang identitas pasien,
masalah yang terjadi saat ini dan diagnosa medis. Misalnya: nama lengkap,
umur, jenis kelamin, alamat, keluhan sesak dan gelisah, diagnosa asma berat
dan lain lain.
b) Background
Adalah gambaran riwayat/hal berhubungan dengan kondisi atau masalah
pasien saat ini, misalnya :
 Riwayat alergi
 Riwayat penyakit sebelumnya
 Riwayat tindakan medis/keperawatan yang sudah dibersihkan
 Riwayat pengobatan
 Tanda vital sebelumnya
 Pemeriksaan penunjang
c) Assesment
Adalah gambaran dari analisa terhadap gambaran situasi seperti gambaran
masalah yang terjadi saat ini apakah sudah membaik atau memburuk.
Misalnya: ”sepertinya klien mengalami emboli paru”
d) Recommendation
Adalah usulan tentang alternatif tindakan apa yang akan dilakukan, kapan
dilakukan dan dimana dilakukan. Misalnya : (a) Tindakan apa yang akan
dilakukan pada klien ini; (b) Kapan dilakukan tindakan tersebut; (c) Dimana
dilakukan tindakan tersebut
Menurut Leonard (2009), bahwa ada beberapa keuntungan dalam penggunaan
komunikasi SBAR diantaranya adalah :
a) Menunjukkan kekuatan perawat dalam melakukan komunikasi efektif
b) Memperbaiki komunikasi sama artinya memperbaiki keamanan pasien
c) Komunikasi efektif akan menghasilkan analisa kerja yang baik karena
perawat sangat mengetahui kondisi pasien.
3. Supervisi
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan
kemampuan pihak yang disupervisi agar mereka dapat melaksanakan kegiatan
yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif (Sudjana D, 2004 dalam
Nursalam, 2014). Menurut Depkes (2009), supervisi keperawatan adalah
kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara
berkesinambungan oleh supervisi mencakup masalah pelayanan keperawatan,
masalah ketenagaan dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang
bermutu setiap saat.
Unsur–unsur pokok dalam supervisi menurut Azwar (1996) adalah:
1) Pelaksana
Adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan dan
keterampilan. Tingkat manajer dalam melakukan supervisi adalah:
a) Manajer puncak/top manager (misalnya : Kakanwil Depkes, Kadinkes
daerah dan Direktur RS)
b) Manajer menengah/middle manager (misal: kepala bagian tata usaha,
kepala bidang, Kasubdin Provinsi)
c) Manajer tingkat petama/First Line Manager( misal: Kepala Seksi dan
Kepala Urusan).
2) Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan yang melakukan pekerjaan.
3) Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda. Supervisi yang
dilakukan hanya sekali, bukanlah supervisi yang baik. Tidak ada pedoman
yang pasti tentang seberapa sering supervisi dilakukan, tergantung derajat
kesulitan pekerjaan.
4) Tujuan
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara
langsung sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil baik.
5) Teknik
Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup empat hal pokok
yaitu menetapkan masalah dan prioritas, menetapkan penyebab masalah
atau prioritas/jalan keluar, melaksanakan jalan keluar, menilai hasil yang
dicapai untuk tindak lanjut berikutnya.
Langkah – langkah supervisi ada tiga yaitu:
1) Mengadakan persiapan pengawasan
2) Menjalankan pengawasan
3) Memperbaiki penyimpangan
Prinsip Supervisi :
1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2) Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan
hubungan antarmanusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen
dan kepemimpinan.
3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi, dinyatakan melalui
petunjuk dan peraturan, uraian tugas, serta standar.
4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor
dan perawat pelaksana.
5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rancana spesifik.
6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif,
kreatifitas, dan motivasi.
7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam
pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan pasien, perawat, dan
manajer.
Alur Supervisi

Kepala Bidang Keperawatan

Kepala Seksi
Keperawatan

Kepala Instalasi
PRA Menetapkan kegiatan dan tujuan serta Rawat Inap Supervisi
instrumen/alat ukur
Kepala Ruangan

Menilai kinerja perawat R-A-A


PELAKSANAAN (RESPONSIBILITY-ACCOUNTABILITY-
AUTHORITHY)
Gambar 2.5. Alur Supervisi PP 1 PP 2

PA PA
PASCA PEMBINAAN (3-F)
 Penyampaian penilaian (Fair) Kinerja Perawat &
 Feed back Kualitas Pelayanan
 Follow up, pemecahan masalah &reward
Langkah Supervisi
1) Pra Supervisi
 Menetapkan kegiatan yang akan disupervisi
 Menetapkan tujuan.
2) Pelaksanaan Supervisi
 Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen
yang telah disiapkan.
 Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.
 Supervisor memanggil Ketua Tim dan AN untuk mengadakan pembinaan
dan klarifikasi permasalahan.
 Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara dan memvalidasi data
sekunder.
3) Pasca Supervisi
 Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-Fair).
 Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi.
 Supervisor memberikan reinforcement dan follow up
perbaikan. Teknik Supervisi
1) Proses Supervisi keperawatan terdiri atas 3 elemen kelompok, yaitu:
 Mengacu pada standar asuhan keperawatan
 Fakta pelaksanaan praktik keperawatan sebagai pembanding untuk
menetapkan pencapain.
 Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kulitas
asuhan keperawatan
2) Area Supervisi
Secara aplikasi area supervisi keperawatan meliputi:
 Kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien
 Pendokumentasian asuhan keperawatan
 Pendidikan kesehatan melalui Perencanaan Pulang
 Pengelolaan logistik dan obat.
 Penerapan metode ronde keperawatan dalam menyelesaikan masalah
keperawatan pasien
 Pelaksanaan timbang
terima. Cara Supervisi
Supervisi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Langsung
Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung
dimana supervisor dapat terlibat dalam kegiatan, umpan balik dan perbaikan.
2) Secara tidak langsung
Supervisi dilakukan nelalui laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor tidak
melihat langsung apa yang terjadi di lapangan.
4. Preconference
Preconfrence adalah komunikasi yang dilakukan antara ketua tim dan perawat
pelaksana yang dilakukan setelah perawat-perawat dalam ruangan MPKP
melakukan operan. Preconference membahas tentang rencana kegiatan
perawat dalam jadwaldinas tersebut termasuk didalamnya adalah rencana
masing-masing perawat (rencana harian) dan rencana tambahan dari ketua tim.
5. Postconference
Poscofrenceadalah komunikasi antara ketua tim dan perawat pelaksana yang
membahas hasil-hasil kegiatan sepanjang jadwal dinas dan dilakukan sebelum
dilakukannya operan kepada jadwal dinas berikutnya. Dalam postconference
dibicarakan juga hasil dari asuhan keperawatan dari masing-masing perawat
pelaksana dan hal-hal penting apa yang akan disampaikan pada saat operan
sebagai tindak lanjut asuhan keperawatan.
6. Manajemen konflik
Dalam sebuah organisasi, konflik sangat mungkin terjadi antar individu yang
bekerja di suatu tempat yang sama. Konflik ini terjadi karena sekumpulan
orang memiliki latar belakang, sifat, karakter dan cara pandang yang berbeda.
Ruangan MPKP pun tidak terbebas dari konflik karena alasan-alasan tersebut.
Penangananan konflik dapat berupa melakukan kompetisi atau bersaing,
berkolaborasi, menghindar, akomodasi atau berkompromi. Tetapi
penyelesaian konflik yang dianjurkan adalah dengan melakukan kolaborasi,
karena cara ini dapat untuk memuaskan kedua belah pihak yang sedang
mengalami konflik. Pihak yang sedang mengalami konflik didorong untuk
menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari atau
menemukan persamaan kepentingan sehingga tidak ada salah satu pihakpun
yang merasa dirugikan.
7. Pendelegasian
Pendelegasian adalah melakukan pekerjaan melalui orang lain. Pendelegasian
sangat diperlukan agar aktivitas organisasi tetap berjalan untuk mencapai
tujuan organisasi. Pendelegasian dalam ruangan MPKP dilaksanakan dalam
bentuk pendelegasian kepala ruangan kepada perawat primer atau ketua tim,
dan perawat primer atau ketua tim kepada perawat pelaksana atau perawat
asosiet. Mekanisme pendelegasian ini adalah pelimpahan tugas dan
wewenang, dan dilakukan secara berjenjang. Dalam penerapannya,
pendelegasian terbagi atas pendelegasian terencana dan pendelegasian
insidental (sewaktu-waktu). Pendelegasian terencana adalah pendelegasian
yang secara otomatis terjadi sebagai konsekuensi sistem penugasan yang
diterapkan di ruang MPKP. Sedangkan pendelegasian insidental terjadi jika
salah satu personel dalam ruangan MPKP berhalangan hadir. Beberapa prinsip
yang dilakukan di dalam ruangan MPKP untuk pendelegasian adalah sebagai
berikut :
Pada pendelegasian tugas yang terencana harus menggunakan format
pendelegasian tugas dan uraian tugas harus jelas dan terinci baik secara verbal
maupun tulisan.
1) Personil yang menerima pendelegasian tugas harus personil yang memiliki
kompetensi dan setara dengan kemampuan yang digantikan tugasnya.
2) Pejabat yang mengatur pendelegasian wajib mamantau pelaksanaan tugas
dan bersedia menjadi rujukan jika ditemukan adanya kesulitan dalam
pelaksanaannya.
3) Setelah pendelegasian selesai, maka dilakukan serah terima tugas yang
sudah dilaksanakan beserta hasilnya.
5. Pengendalian
Pengendalian adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna
lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Fayol (1998) mendefinisikan
pengendalian sebagai pemeriksaan mengenai apakah segala sesuatunya berjalan
sesuai dengan rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, dan
prinsip yang telah ditentukan yang bertujuan menunjukkan kekurangan dan
kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengendalian meliputi penetapan standar
dan metode pengukuran prestasi kerja, melakukan pengukuran prestasi kerja,
menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar serta mengambil tindakan
korektif. Pengendalian atau controlling meliputi pengendalian dalam indikator
mutu umum, kondisi pasien dan kondisi sumber daya manusia (SDM). Dalam
indikator mutu umum maka harus diperhatikan angka untuk Bed Occupancy Ratio
(BOR), Average Lenght of Stay (ALOS), turn over interval (TOI) dan angka
terjadinya infeksi nosokomial.
a. Bed Occupation Rate
Bed Occupancy Rate (BOR) adalah presentase pemakaian tempat tidur pada
waktu tertentu yang didefinisikan sebagai jumlah tempat tidur yang terpakai
untuk perawatan pasien di dalam ruangan terhadap jumlah tempat tidur yang
tersedia. Standar nilai BOR menurut Barber Johnson adalah 75%-85%
(Standar Internasional), sedangkan standar nilai Depkes RI adalah 60%-85%.
Adapun perhitungan BOR adalah sebagai berikut.
Jumlah Tempat Tidur yang Terisi
BOR = Kapasitas Tempat Tidur yang x 100%
b. Mutu Pelayanan Keperawatan
Tersedia
Penerapan upaya penjamin mutu keperawatan pasien dapat dilihat dari
beberapa aspek penilaian penting yang terdapat didalamnya. Indicator
peningkatan mutu pelayanan dapat dilihat terpenuhinya enam sasaran patient
safetyyaitu:
1) Ketepatan identifikasi pasien
Rumah sakit megembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki atau
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien. Kebijakan dan atau prosedur,
dua cara untuk mengidentifikasi pasien berupa nama pasien, nomor rekam
medis, tanggal lahir, gelang identitas dengan bar-code, dan lain-lain.
Dilarang identifkasi dengan nomor kamar pasien atau lokasi. Macam-acam
gelang ditandai dengan warna Biru: laki-laki, Pink: perempuan, Merah:
Alergi, Kuning: Risiko Jatuh. Saat pemasangan gelang jelaskan manfaat
gelang pasien, jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas,
menutupi gelang dan lain-lain.
2) Peningkatan komunikasi yang efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas
komunikasi antar para pemberi layanan. Komunikasi efektif akan
mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Untuk mengurangi kesalahan perintah lisan/telepon maka perintah yang
diberikan haruslah ditulis kembali (write back), dibaca kembali (read
back), diulang kembali/repeat back (reconfirm).
3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai/high alert
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert). Obat yang perlu diwaspadai:
obat yang sering menyebabkan KTD atau kejadian sentinel. Obat yang
perlu diwaspadai: (a) NORUM (nama obat mirip)/LASA (look alike soung
alike); (b) Elektrolit konsentrat, kesalahan bisa terjadi secara tidak sengaja,
bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan sebelum ditugaskan,
pada keadaan keadaan gawat darurat.
Untuk obat elektrolit konsentrat maka : (a) Standarisasi dosis, unit ukuran,
dan terminologi adalah elemen penting dari penggunaan yang aman; (b)
Campuran larutan elektrolit harus dihindari (misalnya natrium klorida
dengan kalium klorida). Upaya ini memerlukan perhatian khusus, keahlian
yang sesuai antar-profesional kolaborasi, proses verifikasi, dan fungsi
yang akan memastikan penggunaan yang aman.
Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali
jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
4) Kepastian tempat lokasi dan tempat prosedur
Sasaran ini menekankan adanya komunikasi yang efektif/tidak adekuat
antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site Marking), tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi
operasi, assesment pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medik tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka
antar anggota tim bedah, resep yang tidak terbaca (illegible handwriting),
pemakaian singkatan.
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan. PPI (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi) merupakan tantangan terbesar dalam pelayanan kesehatan, karena
adanya peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan, keprihatinan besar bagi pasien maupun para professional
pelayanan kesehatan.Pokok-pokok PPI: cuci tangan (hand hygiene) yang
tepat sesuai pedoman hand hygiene dari WHO. Rumah sakit mempunyai
proses kolabortif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah
diterima secara umum untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
f) Pengurangan resiko pasien jatuh.
Pasien jatuh adalah peristiwa jatuhnya pasien dari tempat tidur ke lantai
atau ke tempat lainnya yang lebih rendah pada saat istirahat maupun saat
pasien terjaga yang tidak disebabkan oleh penyakit stroke, epilepsy,
seizure, bahaya karena terlalu banyak aktivitas (Depkes RI, 2008).
Pasien yang berisiko jatuh adalah pasien yang dikategorikan mempunyai
satu atau lebih faktor risiko jatuh pada saat pengkajian keperawatan,
diantaranya pengkajian faktor risiko intrinsik meliputi karakteristik pasien
dan fungsi fisik umum, diagnosis/perubahan fisik, medikasi dan interaksi
obat, dan kondisi mental/penggunaan alkohol. sedangkan pengkajian
faktor risiko ekstrinsik meliputi karakteristik lingkungan yang dapat
membahayakan pasien.
Langkah pencegahan pasien risiko jatuh antara lain: (a) mengupayakan
untuk menganjurkan pasien untuk meminta bantuan yang diperlukan; (b)
menggunakan alas kaki anti slip; (c) menyediakan kursi roda yang terkunci
di samping tempat tidur pasien; (d) memastikan bahwa jalur ke kamar
kecil bebas dari hambatan dan terang; (e) memastikan lorong bebas
hambatan; (f) menempatkan alat bantu seperti walker/tongkat dalam
jangkauan pasien; (g) memasang bed side rell,mengevaluasi kursi dan
tinggi tempat tidur dan (h) mempertimbangkan efek puncak obat yang
diresepkan yang mempengaruhi tingkat kesadaran;(i) mengamati
lingkungan untuk kondisi kondisi berpotensi tidak aman dan segera
laporkan untuk perbaikan; (j) jangan membiarkan pasien beresiko jatuh
tanpa pengawasan saat didaerah diagnostic atau terapi; (k) memastikan
pasien yang diangkut dengan brandkad/tempat tidur, posisi bed side rell
dalam keadaan terpasang; (l) menginformasikan dan mendidik pasien dan/
atau anggota keluarga mengenai rencana keperawatan untuk menceah
jatuh; (m) berkolaborasi dengan pasien atau keluarga untuk memberikan
bantuan yang dibutuhkan.

1) Pilar II : Sistem Penghargaan


Proses ini meliputi rekrutmen, seleksi, orientasi, penilaian kinerja dan
pengembangan staf. Dalam proses rekrutmen hal yang harus diperhatikan adalah
menyepakati level MPKP yang akan didirikan dan prioritas ruangannya. Dalam
hal penyeleksian maka dilakukan telaah dokumentasi, tes tertulis untuk semua
pilar MPKP, tes wawancara kepada perawat dan dilakukan presentasi visi, misi,
dan kegiatan oleh calon kepala ruangan.
a. Proses Rekrutmen Tenaga Perawat di Ruang MPKP
Perekutan di ruang MPKP berfokus pada perekrutan perawat yang ada di
rumah sakit bukan mencari tenaga perawat baru dari luar rumah sakit. Dalam
menentukan perawat di ruang MPKP, perlu diketahui kategori ruang MPKP
yang akan dikembangkan. Ruang MPKP dikategorikan menjadi 3 tingkat,
yaitu: tingkat Profesional I, II, III, Pemula, dan Transisi. Proses perekrutan
perawat di ruang MPKP adalah sebagai berikut :
1) Seluruh perawat di rumah sakit harus menyepakati tingkat MPKP yang
akan dipilih, disesuaikan dengan sumber daya keperawatan yang ada di
rumah sakit tersebut, dan diharapkan minimal memilih tingkat MPKP
Pemula.
2) Setelah tingkat MPKP disepakati, Kepala Bidang Keperawatan melakukan
sosialisasi pembentukan ruang MPKP kepada pimpinan dan para pejabat
struktural yang ada dirumah sakit untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan.
3) Kepala Ruangan melakukan sosialisasi kepada semua perawat yang ada di
ruangan tentang pembentukan ruang MPKP disertai kriteria perawat yang
dibutuhkan dengan tujuan merekrut perawat yang memenuhi kriteria.
Kepala Ruangan memotivasi perawat di ruangannya yang memenuhi
kriteria untuk mendaftarkan diri dengan mengisi formulir pendaftaran dan
biodata.
Sebelum menetapkan proses perekrutan, jumlah perawat yang dibutuhkan
harus ditetapkan. Jenis tenaga perawat terdiri dari: Kepala Ruangan (KaRu),
Perawat Primer sebagai ketua tim, dan Perawat Pelaksana. Berdasarkan
pengalaman pada pengembangan MPKP di RSMM Bogor, perbandingan
pasien Ran perawat adalah 1:1 atau 1,7:1, ditambah Karu. Kriteria dari tiap
tenaga perawat ditetapkan dan umumnya perawat memiliki latar belakang
pendidikan D3 Keperawatan. Kriteria perawat yang akan bekerja di ruang
MPKP adalah sebagai berikut:
a. Kepala Ruangan
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan, jika belum ada, diperbolehkan
D3 Keperawatan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman menjadi Kepala Ruangan minimal 2 tahun, dan bekerja
pada area keperawatan medik minimal 2 tahun.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
f) Bimbingan klinik (untuk RS Pendidikan)
5. Lulus tes tulis
6. Lulus wawancara
7. Lulus tes presentasi
b. Perawat Primer/Ketua Tim
1. Pendidikan minimal S1 Keperawatan (Perawat Primer), jika belum ada,
D3 Keperawatan diperbolehkan pada MPKP Pemula.
2. Pengalaman kerja di area keperawatan medik untuk D3 Keperawatan
minimal 2 tahun dan S1 Keperawatan magang 3 bulan.
3. Sehat jasmani rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat):
a) Asuhan keperawatan
b) Standar asuhan keperawatan atau audit keperawatan.
c) Terapi modalitas keperawatan atau terapi aktifitas kelompok (TAK).
d) Komunikasi keperawatan
e) Manajemen keperawatan
5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara
c. Perawat Pelaksana (Asosiate)
1. Pendidikan minimal D3 Keperawatan
2. Pengalaman kerja di bagian kesehatan umum minimal 1 tahun
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Pernah mengikuti pelatihan (sertifikat): asuhan keperawatan
5. Lulus tes tulis
6. Lulus tes wawancara
b. Proses Seleksi Tenaga Perawat di Ruang MPKP
Tenaga perawat yang akan bekerja di ruang MPKP dituntut untuk mengikuti
proses seleksi. Berikut ini adalah proses seleksi:
1) Proses seleksi dimulai dari peninjauan dokumen untuk menetapkan
perawat yang memenuhi syarat menjadi Kepala Ruangan maupun Perawat
Primer/Ketua Tim dan Perawat Pelaksana (Asosiate).
2) Semua perawat yang memenuhi kriteria, dipanggil untuk tes tulis. Hasil tes
tulis menetapkan perawat pelaksana yang memenuhi kriteria dan calon
ketua tim dan kepala ruangan.
3) Perawat yang lulus tes tulis mengikuti tes wawancara.
4) Tahap selanjutnya adalah presentasi yang diikuti oleh perawat yang
memenuhi kriteria Karu dan Katim untuk memilih kepala ruangan dan
ketua tim.
Tes tulis dilakukan oleh orang yang independen. Materi yang diujikan adalah
pengetahuan perawat terkait konsep MPKP. Tes ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana pengetahuan perawat tentang konsep MPKP. Jumlah
yang lulus disesuaikan dengan kebutuhan perawat di ruang MPKP dengan
nilai yang tertinggi. Wawancara dilakukan oleh Tim Rumah Sakit yang terdiri
dari: bagian administrasi dan bidang keperawatan dengan menggunakan
pedoman wawancara. Tes wawancara diikuti oleh calon Karu, Katim, dan
Perawat Pelaksana. Tujuan wawancara calon Karu dan Katim adalah
mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka terhadap konsep manajemen,
asuhan keperawatan, kemampuan menyelesaikan konflik, motivasi, dan
disiplin. Wawancara dengan calon Perawat Pelaksana bertujuan mengetahui
pengetahuannya terhadap pengelolaan asuhan keperawatan, motivasi dan
disiplin. Presentasi dilakukan oleh calon Karu dan Katim. Tim penilai terdiri
dari Konsultan, Bidang Keperawatan, Bagian Personalia, Pimpinan Rumah
Sakit. Presentasi berisi visi, misi dan program kerja serta sesuai standar
MPKP yang akan dijalankan jika terpilih jadi Karu. Kemudian semua nilai
direkapitulasi dan hasilnya dikonsulkan kepada Pimpinan Rumah Sakit untuk
menetapkan Kepala Ruangan. Jika nama dan jumlah perawat telah ditetapkan
sesuai dengan hasil tes, Pimpinan Rumah Sakit membuat Surat Keputusan
(SK) penempatan Perawat yang bekerja di ruang MPKP. Sebelum perawat
bekerja di ruang MPKP, mereka diminta untuk membuat pernyataan akan
kesediaannya bekerja dan mengembangkan ruang MPKP serta
menandatanganinya. Perawat diberi kejelasan tentang lingkup kerja dan
pengembangan karier.
2) Pilar III : Hubungan Profesional
Profesional relationsip didefinisikan sebagai hubungan antara tim pemberi
layanan kesehatan (gillies,1994). Hubungan ini meliputi komunikasi profesional,
bekerja sama secara tim dan kemampuan dalam memimpin. Didalam ruangan
MPKP hubungan profesional tersebut diwujudkan dalam rapat tim keperawatan
yang dilakukan minimal 1 (satu) bulan sekali dengan durasi waktu minimal 1
(satu) jam dan dilakukan saat pertukaran dinas perawat pagi dengan sore. Hal lain
yang dilakukan untuk hubungan profesional ini adalah case conference
(konferensi kasus) yaitu tim kesehatan membahas salah satu kasus pasien yang
terjadi di dalam ruangan MPKP. Rapat tim kesehatan yang dilakukan antara
dokter ruangan, kepala ruangan serta ketua tim adalah sebagai salah satu alat
terjalinnya hubungan profesional yang lebih baik.
a. Ronde Keperawatan
Metode keperawatan primer merupakan salah satu metode pemberian
pelayanan keperawatan dimana salah satu kegiatannya adalah ronde
keperawatan, yaitu suatu metode untuk menggali dan membahas dan secara
mendalam masalah keperawatan yang terjadi kepada pasien dan kebutuhan
pasien akan keperawatan yang dilakukan oleh PN/AN, konselor, kepala
ruangan dan seluruh tim keperawatan dengan melibatkan secara langsung
sebagai fokus kegiatan.
Ronde keperawatan akan memberikan media bagi perawat untuk membahas
lebih dalam masalah dan kebutuhan pasien serta merupakan suatu proses
belajar bagi perawat dengan harapan dalam meningkatkan kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor. Kepekaan dan cara berfikir kritis perawat
akan tumbuh dan berlatih melalui suatu transfer pengetahuan dan
mengaplikasikan konsep teori ke dalam praktik perawatan. Ronde
keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah
keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat selain melibatkan pasien
untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu
harus dilakukan oleh Ketua Tim dan atau konselor, Kepala Ruangan, perawat
pelaksana yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan
(Nursalam, 2014).
Adapun kegiatan ini mempunyai karakteristik yang meliputi:
1) Pasien terlibat secara langsung
2) Pasien merupakan fokus kegiatan
3) Ketua tim dan konselor melakukan diskusi bersama
4) Konselor memfasilitasi kreatifitas
5) Konselor membantu mengembangkan kemampuan PN dan ketua tim
dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
Menurut Nursalam (2014), manfaat dari ronde keperawatan adalah :
1) Masalah pasien dapat teratasi
2) Kebutuhan pasien dapat tepenuhi
3) Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
4) Terjalin kerjasama antara tim kesehatan
5) Perawat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan
benar.
Langkah-langkah Kegiatan Ronde Keperawatan
Tahap Pra Ketua Tim

Penetapan Pasien

Persiapan Pasien:
Informed consent
Hasil Pengkajian/Validasi Data
Tahap Pelaksanaan
diNurse Station
-Apa diagnosis keperawatan?
Penyajian Masalah -Apa data yang mendukung?
-Bagaimana intervensi yang sudah
Tahap Pelaksanaan dilakukan?
-Apa hambatan yang ditemukan?

Validasi Data
di Kamar Pasien

Pasca Ronde

Gambar 2.6. Langkah-langkah Ronde Keperawatan


Keterangan
: Pra-ronde
1) Menentukan kasus dan topic (masalah yang tidak teratasi dan masalah langka).
2) Menentukan tim ronde.
3) Mencari sumber atau literature.
4) Membuat proposal.
5) Mempersiapkan pasien :informed consent dan pengkajian.
6) Diskusi: Apa diagnosis keperawatan?, apa data yang mendukung?, bagaimana
intervensi yang sudah dilakukan?, dan apa hambatan yang ditemukan selama
perawatan.
Pelaksanaan Ronde
1) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada masalah
keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah
dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
2) Diskusi antar angota tim tentang kasus tersebut.
3) Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala ruangan
tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.
Pasca Ronde
1) Evaluasi, revisi dan perbaikan.
2) Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosis, intervensi keperawatan
selanjutnya.
Peran Masing-masing Anggota Tim
1) Peran Perawat Primer dan Perawat Associate
 Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.
 Menjelaskan diagnosis keperawatan.
 Menjelaskan intervensi yang dilakukan.
 Menjelaskan hasil yang didapat.
 Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil.
 Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji
2) Peran Perawat Konselor
 Memberikan justifikasi.
 Memberikan reinforcement
 Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta
rasional tindakan.
 Mengarahkan dan koreksi.
 Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari.
3) Pilar IV : Manajemen Asuhan Keperawatan
Manajemen asuhan keperawatan terbagi atas asuhan keperawatan dan continuity
care. Asuhan keperawatan dilakukan saat pasien masih berada dalam ruangan
keperawatan, sedangkan continuity care dilakukan saat pasien sudah tidak berada
di ruangan keperawatan, seperti di rumah atau di rumah sakit rujukan.
a. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau
dijadikan bukti dari segala macam tuntutan, yang berisi data lengkap, nyata,
dan tercatat bukan hanya tentang tingkat kesakitan dari pasien, tetapi juga
jenis/tipe, kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan pasien (Fisbach, 1991 dalam Priadi, 2010). Tujuan Dokumentasi
Keperawatan (Potter, 2006 dalam Priadi 2010)
a) Alat komunikasi anggota tim
b) Biling keuangan
c) Bahan pendidikan
d) Sumber data dalam menyusun NCP
e) Audit keperawatan
f) Dokumen yang legal
g) Informasi statistik
h) Bahan penelitian
Prinsip-prinsip dokumentasi Keperawatan (Carpenito, 1991 dalam Priadi 2010)
a) Dokumentasi harus dilakukan segera setelah pengkajian pertama dilakukan,
demikian juga pada setiap langkah kegiatan keperawatan.
b) Bila memungkinkan, catat setiap respon pasien/keluarganya tentang
informasi/data yang penting tentang keadaannya.
c) Pastikan kebenaran setiap data data yang akan dicatat.
d) Data pasien harus objektif dan bukan merupakan penafsiran perawat, dalam
hal ini perawat mencatat apa yang dilihat dari respon pasien pada saat
merawat pasien mulai dari pengkajian sampai evaluasi.
e) Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
adanya perubahan kondisi atau munculnya masalah baru, respon pasien
terhadap bimbingan perawat.
f) Harus dihindari dokumentasi yang baku sebab sifat individu/pasien adalah
unik dan setiap pasien mempunyai masalah yang berbeda.
g) Hindari penggunaan istilah penulisan yang tidak jelas dari setiap catatan
yang dicatat, harus disepakati atas kebijaksanaan institut setempat.
h) Data harus ditulis secara sah dengan menggunakan tinta dan jangan
menggunakan pensil agar tidak mudah dihapus.
i) Untuk merubah atau menutupi kesalahan apabila terjadi salah tulis, coret
dan diganti dengan yang benar kemudian ditandatangani.
j) Untuk setiap kegiatan dokumentasi, cantumkan waktu tanda tangan dan
nama jelas penulis.
k) Wajib membaca setiap tulisan dari anggota lain kesehatan yang lain
sebelum menulis data terakhir.
l) Dokumentasi harus dibuat dengan tepat, jelas dan
lengkap Proses Dokumentasi Keperawatan
a) Pengkajian
b) Diagnosa Keperawatan
c) Perencanaan/intervensi
d) Pelaksanaan/implementasi
e) Evaluasi
Sistem pendokumentasian yang berlaku saat ini adalah SOR (Sources
Oriented Record) yaitu sistem pendokumentasian yang berorientasi kepada lima
komponen
(lembar penilaian berisi biodata, lembar order dokter, lembar riwayat
medis/penyakit, catatan perawat, catatan dan laporan khusus).
a. Uraian Tugas
Uraian tugas adalah seperangkat fungsi dan tugas serta tanggung jawab yang
dijabarkan ke dalam kegiatan pekerjaan. Pernyataan tertulis untuk semua
tingkat jabatan dalam satu unit yang mencerminkan fungsi, tanggung jawab,
dan kualitas yang dibutuhkan.
1. Manfaat
a) Seleksi individu yang berkualitas
b) Menyediakan alat evaluasi
c) Menentukan budget
d) Penentuan fungsi departemen
e) Klasifikasi fungsi departemen
2. Lingkup Uraian Tugas
Uraian tugas dapat menjadi rintangan bila tidak akurat, tidak lengkap dan
kadaluarsa. Penulisan uraian tugas yang sempurna dapat menjadi aset dan
dapat menggambarkan organisasi kerja yang memberikan pandangan
operasional secara keseluruhan dan menunjukkan bahwa uraian tugas telah
dirancang dan dianalisa sebagai suatu bagian integral dari pelayanan
organisasi kerja. Dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan
inovasi teknologi, uraian tugas adalah subyek perubahan. Perawat atau
bidang manajer harus memelihara agar pekerjaan tetap relevan dengan
uraian tugas melalui perbaikan secara periodik dan sistematis.
3. Klasifikasi Uraian Tugas
a) Administrasi: jadwal, permintaan dan pemeliharaan alat, uraian tugas
personil, klarifikasi tanggung jawab dan akuntabilitas.
b) Jaminan mutu: pengetahuan tentang standar, pengembangan staf,
peningkatan motivasi, membangun kerjasama tim, refleksi kasus.
c) Promosi: komunikasi, motivasi, pendidikan dan bimbingan.
d) Monitoring kinerja klinik: observasi, memeriksa dokumen,
diskusi/pecatatan.
e) Kepemimpinan: pengarahan, pelimpahan wewenang, dan advokasi.
4. Prinsip-prinsip Uraian Tugas
a) Mengidentifikasi fungsi dan tugas yang telah ditetapkan
b) Membuat urutan tugas secara logis dan jelas
c) Mulai dengan kalimat aktif
d) Gunakan kata kerja

b. Pengelolaan Sentralisasi Obat


Sentralisasi obat adalah pengolahan obat dimana seluruh obat yang akan
diberikan kepada pasien diserahkan pengolahan sepenuhnya oleh perawat
(Nursalam, 2014). Dalam teknik pengelolaan obat akan dilakukan sepenuhnya
oleh perawat dengan acuan sebagai berikut:
1) Penanggung jawab pengelola obat adalah kepala ruangan yang secara
operasional dapat mendelegasikan kepada staf yang ditunjukkan.
2) Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat
serta menandatangani surat persetujuan sentralisasi obat.
3) Penerimaan Obat
 Obat yang telah diresepkan ditunjukan kepada perawat dan obat yang
telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada parawat dengan
menerima lembar serah terima.
 Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dan
sediaan dalam kartu kontol obat dan diketahui (ditandatangani) oleh
keluarga atau pasien dalam buku masuk obat, kemudian pasien dan
keluarga mendapat penjelasan tentang kapan/bilamana obat tersebut
akan habis.
 Pasien atau keluarga selanjutnya mendapat kartu kontrol obat.
 Obat yang telah diserahkan selanjutunya disimpan oleh perawat dalam
kotak obat (Nursalam, 2014).
4) Pembagian obat dan penyimpanan persediaan obat
 Obat yang telah diterima untuk selanjutnya disiapkan untuk diberikan
pada pasien.
 Obat yang telah disiapkan selanjutnya diberikan oleh perawat dengan
terlebih dahulu dicocokan dengan terapi yang diinstruksikan dokter.
 Pada saat memberikan obat terlebih dahulu perawat menginformasikan
kepada pasien tentang macam, kegunaan obat, jumlah obat yang
diberikan dan efek samping. Usahakan tempat obat kembali ke perawat
setelah obat dikonsumsi/disuntikan.
 Mencatat kembali dalam buku/lembar pemberian obat setelah obat
diberikan kepada pasien.
 Sediaan obat yang ada selanjutnya diperiksa setiap pagi oleh kepala
ruangan atau petugas yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam buku
obat masuk. Obat yang hampir habis akan diinformasikan pada
keluarga dan kemudian akan dimintai resep (jika masih diperlukan)
kepada dokter penanggung jawab pasien.
 Lemari obat selalu diperiksa dengan keamanan mekanisme kunci,
penempatan obat dipisahkan antara obat oral (untuk diminum) maupun
obat injeksi maupun obat luar (Nursalam, 2014).
5) Penambahan obat baru
 Bilamana tedapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau
perubahan alur pemberian obat maka informasi ini akan dimasukan
dalam buku / lembar pemberian obat.
 Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin (sewaktu saja), maka
dokumentasi hanya dilakukan pada pemberian obat dan kemudian
diinfomasikan pada keluarga (Nursalam, 2014).

Dokter
Pendekatan oleh perawat

Pasien/keluarga

Farmasi/apotek

Pasien/keluarga
Surat persetujuan sentralisasi obat
dari perawat
PN/perawat yang menerima Lembar serah terima obat
Buku serah terima/masuk obat
Pengaturan dan pengelolaan
oleh perawat

Pasien/keluarga
Gambar 2.7.Alur Pengelolaan Sentralisasi Obat
c. Discharge Planning
Discharge planning adalah suatu proses dimana pasien mulai mendapatkan
pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik
dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat
kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya.
Discharge planning menunjukkan beberapa proses formal yang melibatkan
tim atau memiliki tanggung jawab untuk mengatur perpindahan sekelompok
orang ke kelompok lainnya (RCP, 2001).Perawat adalah salah satu anggota
tim discharge planner, dan sebagai discharge planner perawat mengkaji
setiap pasien dengan mengumpulkan dan menggunakan data yang
berhubungan untuk mengidentifikasi masalah aktual dan potensial,
menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan keluarga, memberikan
tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam
mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal dan
mengevaluasi kesinambungan asuhan keperawatan.

Tujuan discharge planning adalah untuk memberikan pelayanan terbaik untuk


menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunitas
dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge Planning
Association, 2008) dalam Siahaan (2009). The royal Marsden Hospital (2004)
dalam Siahaan (2009) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya discharge
planning adalah untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan
psikologis untuk di transfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat
disetujui, menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan
pelayanan kesehatan untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses
pemulangan, memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan
memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang diperlukan telah
dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian
yang tertinggi kepada pasien, teman-teman dan keluarga dengan menyediakan,
memandirikan aktivitas perawtan diri.

Ketika melakukan discharge planning dari suatu lingkungan ke


lingkunganyang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan.
Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal
Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan (2009), yaitu :
1) Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana
sumber-sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan
pelayanan kesehatan ditempatkan pada satu tempat.
2) Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan
kualitas tinggi pada semua pasien
3) Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji.
4) Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan
adekuat.
5) Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang
terutama.
6) Informasi tentang penyusunan pemulangan harus diinformasikan antara
tim kesehatan dengan pasien/care giver, dan kemampuan terakhir
disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan.
7) Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan
ketika menyusun discharge planning.
Keuntungan dilakukannya discharge planning adalah
Bagi Pasien:
1) Dapat memenuhi kebutuhan pasien
2) Merasakan bahwa dirinya adalah bagian dari proses perawatan sebagai
bagian yang aktif dan bukan objek yang tidak berdaya.
3) Menyadari haknya untuk dipenuhi segala kebutuhannya
4) Merasa nyaman untuk kelanjutan perawatannya dan memperoleh support
sebelum timbulnya masalah.
5) Dapat memilih prosedur perawatannya
6) Mengerti apa yang terjadi pada dirinya dan mengetahui siapa yang dapat
dihubunginya.
Bagi Perawat:
1) Merasakan bahwa keahliannya diterima dan dapat digunakan
2) Menerima informasi kunci setiap waktu
3) Memahami perannya dalam sistem
4) Dapat mengembangkan keterampilan dalam prosedur baru
5) Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara
yang berbeda.
6) Bekerja dalam suatu sistem dengan efektif.
Adapun pelaksanaan Discharge Planning yang idealnya dilaksanakan:
1) Ketua Tim memberi Health Education (HE) pada pasien yang akan pulang
atau yang direncanakan pulang, meliputi: obat-obatan yang masih harus
diminum di rumah, diet, aktivitas, istirahat, kapan kontrol kembali dan
dimana, apa saja yang dibawa pulang dan hal-hal yang perlu diperhatikan
pasien selama di rumah.
2) Jika pasien pulang dengan meneruskan perawatan khusus, seperti
perawatan kateter atau perawatan luka, maka pasien dan keluarga dibekali
pengetahuan tentang perawatan kateter dan perawatan luka.
3) Selain memberikan penjelasan secara lisan, Ketua Tim juga memberikan
kartu discharge planning dan leaflet-leaflet lain yang berisi penjelasan
yang diperlukan.
4) Setelah pasien dan keluarga mendapatkan discharge planning, maka
pasien atau keluarga menandatangani format discharge planning sebagai
bukti telah mendapatkan discharge planning dari perawat.
d. Metode/Standar/Pedoman/Protap
Standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai yang diinginkan dan
mampu dicapai berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan.
Berdasarkan Clinical Practice Guidline (1990), standar merupakan keadaan
ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan
sebagai batas penerimaan minimal. Tujuan standar keperawatan menurut
Gillies (1989) adalah untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,
mengurangi biaya asuhan keperawatan, dan melindungi perawat dari kelalaian
dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak
terapeutik.
Standar Pelayanan Keperawatan merupakan standar dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien sesuai dengan penyakit pasien. Standar Asuhan
Keperawatan (SAK) berdasarkan kelompok penyakit: SAK bedah, SAK
interna, SAK Anak, SAK kegawatan dan lain-lain. Masing-masing kelompok
SAK akan dijabarkan sesuai dengan jenis kasus yang ada di suatu ruangan.
Standar administrasi merupakan standar yang berisikan kebijakan-kebijakan
dari suatu rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai