Disusun oleh:
Yuliana Risa
NIM 1707028
b) Metode Primer
Metode primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana
perawat professional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap
asuhan keperawatan pasien selama 24 jam. Menurut Nursalam (2014), metode
penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar
rumah sakit. Tanggung jawab meliputi pengkajian pasien, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi askep dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga
pasien dinyatakan pulang ini merupakan tugas utama perawat primer yang
dibantu oleh perawat asosiet. Perawat yang menggunakan metode keperawatan
primer dalam pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary
nurse).
Pada metode keperawatan primer terdapat kontinuitas keperawatan dan bersifat
komprehensif serta dapat dipertanggung jawabkan. Setiap perawat primer
biasanya mempunyai 4–6 pasien dan bertanggung jawab selama 24 jam selama
pasien dirawat di rumah sakit. Perawat primer bertanggung jawab untuk
mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan
keperawatan dan juga akan membuat rencana pulang pasien jika diperlukan.
Jika perawat primer sedang tidak bertugas, kelanjutan asuhan akan
didelegasikan kepada perawat lain (associate nurse).
Kelebihan:
Bersifat kontinuitas dan komprehensif.
Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan
memungkinkan pengembangan diri.
Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit
(Gillies, 1989 dalam Nursalam, 2014).
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena
terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan
bermutu tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan
kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi
tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahan: metode ini hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mempu berkolaborasi dengan
berbagai disiplin ilmu.
Konsep Dasar Metode Primer
a) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat.
b) Ada otonomi.
c) Ketertiban pasien dan keluarga.
Tugas Perawat Primer
a)Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif.
b) Membuat tujuan dan rencana keperawatan.
c)Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas.
d) Mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan
oleh disiplin ilmu lain maupun perawat lain.
e)Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
f) Menerima dan menyesuaikan rencana.
g) Meyiapkan penyuluhan untuk pulang.
h) Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial
di masyarakat.
i) Membuat jadwal perjanjian klinis.
j) Mengadakan kunjungan rumah.
Perawat
Primer
Pasien/pasie
n
Gambar 2.2. Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer (Sumber: Marquis
& Huston, 1998 dalam Nursalam, 2014)
c) Metode Primer Modifikasi (Primer-Tim)
Met ode Primer Modifikasi (Primer-Tim) disebut juga metode keperawatan
medu lar. Metode
Perawat Pelaksana Perawat
ini adalah s uatu Pelaksana
variasi dari metode keperawatan primer
Perawat Pelaksana jikadan
met ode Tim. Di
Sore Indones pengembangan meto MPKP modifikasi in
ia de diperlukan per hari i
Malam
dikembangkan oleh Sitorus (2011) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode ini sama dengan metode keperawatan tim karena baik perawat
professional maupun non professional bekerja bersama dalam memberikan
askep di bawah kepemimpinan seorang perawat profesinal disamping itu
dikatakan memiliki kesamaaan dengan metode keperawatan primer karena dua
atau tiga orang perawat bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasien sejak
masuk dalam perawatan hingga pulang, bahkan sampai dengan waktu
follow up care. Dalam memberikan askep dengan menggunakan metode
keperawatan primer modifikasi, satu tim yang terdiri dua hingga tiga perawat
memiliki tanggung jawab penuh pada sekelompok pasien. Hal ini tentu saja
dengan suatu persyaratan peralatan yang dibutuh perawatan cukup memadai.
PP 1 PP 2 PP 3 PP 4
PA PA PA PA
PA PA PA PA
sebagai ketua tim tidak masuk tugas dan tanggung jawab dapat digantikan oleh
perawat professional lainnya. Peran perawat kepala ruang diarahkan dalam hal
membuat jadwal dinas dengan mempertimbangkan kecocokan anggota untuk
bekerja sama, dan berperan sebagai fasilitator, pembimbing serta motivator.
PASIEN
DIAGNOSA MEDIS/MASALAH KOLABORATIF
DIAGNOSA KEPERAWATAN
(didukung data)
PE
EMBANGAN/KEADAAN PASIEN
BELUM DILAKUKAN
TI
ND
A KA
N
TELAH DILAKUKAN
2. Komunikasi SBAR
Komunikasi SBA RMASALAH:
adalah suatu cara atau standar untuk berkomunikasi yang
bertujuan untukmeningkatkan
1. TERATASI keselamatan pasien karena membantu individu
2.
berkomunikasi satu samaBELUM
lain TERATASI
untuk mencapai satu ujuan
t
3. TERATASI SEBAGIAN
atau harapan (OHio
. Komunikasi SBAR
Medicare, 2009) 4. MUNCUL MASALAH adalah suatu s
trategi komunikasi yang
dipakai oleh tim pelayanan
BARU kesehatan dala m melaporkan maupun
menyampaikan keadaan pasien kepada teman sejawat agar pesan yang
Gambar
diberikan dapat d iterima 2.4. Alur
dengan baikOperan
(Yasminah, 2 1). Komunikasi SBAR
Pasien
dilakukan pada saat timbang terima (handover), pindah ruang rawat maupun
melaporkan kondisi pasien ke dokter atau tim kesehatan lain seperti tim gizi,
radiologi, laboratorium dan lain sebagainya (Tim KP-RS RSUP Sanglah,
2011).
Menurut Yasminah (2000),pembagian komunikasi SBAR adalah memuat
informasi pasien tentang Situation,Background, Assessment dan
Recommendation. Adapun penjelasan dari masing–masing bagian tersebut
adalah:
a) Situation
Adalah situasi yang menggambarkan kondisi pasien sehingga perlu
dilaporkan dan disini juga mengandung informasi tentang identitas pasien,
masalah yang terjadi saat ini dan diagnosa medis. Misalnya: nama lengkap,
umur, jenis kelamin, alamat, keluhan sesak dan gelisah, diagnosa asma berat
dan lain lain.
b) Background
Adalah gambaran riwayat/hal berhubungan dengan kondisi atau masalah
pasien saat ini, misalnya :
Riwayat alergi
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat tindakan medis/keperawatan yang sudah dibersihkan
Riwayat pengobatan
Tanda vital sebelumnya
Pemeriksaan penunjang
c) Assesment
Adalah gambaran dari analisa terhadap gambaran situasi seperti gambaran
masalah yang terjadi saat ini apakah sudah membaik atau memburuk.
Misalnya: ”sepertinya klien mengalami emboli paru”
d) Recommendation
Adalah usulan tentang alternatif tindakan apa yang akan dilakukan, kapan
dilakukan dan dimana dilakukan. Misalnya : (a) Tindakan apa yang akan
dilakukan pada klien ini; (b) Kapan dilakukan tindakan tersebut; (c) Dimana
dilakukan tindakan tersebut
Menurut Leonard (2009), bahwa ada beberapa keuntungan dalam penggunaan
komunikasi SBAR diantaranya adalah :
a) Menunjukkan kekuatan perawat dalam melakukan komunikasi efektif
b) Memperbaiki komunikasi sama artinya memperbaiki keamanan pasien
c) Komunikasi efektif akan menghasilkan analisa kerja yang baik karena
perawat sangat mengetahui kondisi pasien.
3. Supervisi
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan
kemampuan pihak yang disupervisi agar mereka dapat melaksanakan kegiatan
yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif (Sudjana D, 2004 dalam
Nursalam, 2014). Menurut Depkes (2009), supervisi keperawatan adalah
kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara
berkesinambungan oleh supervisi mencakup masalah pelayanan keperawatan,
masalah ketenagaan dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang
bermutu setiap saat.
Unsur–unsur pokok dalam supervisi menurut Azwar (1996) adalah:
1) Pelaksana
Adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam pengetahuan dan
keterampilan. Tingkat manajer dalam melakukan supervisi adalah:
a) Manajer puncak/top manager (misalnya : Kakanwil Depkes, Kadinkes
daerah dan Direktur RS)
b) Manajer menengah/middle manager (misal: kepala bagian tata usaha,
kepala bidang, Kasubdin Provinsi)
c) Manajer tingkat petama/First Line Manager( misal: Kepala Seksi dan
Kepala Urusan).
2) Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan yang melakukan pekerjaan.
3) Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda. Supervisi yang
dilakukan hanya sekali, bukanlah supervisi yang baik. Tidak ada pedoman
yang pasti tentang seberapa sering supervisi dilakukan, tergantung derajat
kesulitan pekerjaan.
4) Tujuan
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara
langsung sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil baik.
5) Teknik
Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup empat hal pokok
yaitu menetapkan masalah dan prioritas, menetapkan penyebab masalah
atau prioritas/jalan keluar, melaksanakan jalan keluar, menilai hasil yang
dicapai untuk tindak lanjut berikutnya.
Langkah – langkah supervisi ada tiga yaitu:
1) Mengadakan persiapan pengawasan
2) Menjalankan pengawasan
3) Memperbaiki penyimpangan
Prinsip Supervisi :
1) Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.
2) Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan
hubungan antarmanusia dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen
dan kepemimpinan.
3) Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisasi, dinyatakan melalui
petunjuk dan peraturan, uraian tugas, serta standar.
4) Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara supervisor
dan perawat pelaksana.
5) Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan dan rancana spesifik.
6) Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif,
kreatifitas, dan motivasi.
7) Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam
pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan pasien, perawat, dan
manajer.
Alur Supervisi
Kepala Seksi
Keperawatan
Kepala Instalasi
PRA Menetapkan kegiatan dan tujuan serta Rawat Inap Supervisi
instrumen/alat ukur
Kepala Ruangan
PA PA
PASCA PEMBINAAN (3-F)
Penyampaian penilaian (Fair) Kinerja Perawat &
Feed back Kualitas Pelayanan
Follow up, pemecahan masalah &reward
Langkah Supervisi
1) Pra Supervisi
Menetapkan kegiatan yang akan disupervisi
Menetapkan tujuan.
2) Pelaksanaan Supervisi
Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen
yang telah disiapkan.
Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan.
Supervisor memanggil Ketua Tim dan AN untuk mengadakan pembinaan
dan klarifikasi permasalahan.
Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara dan memvalidasi data
sekunder.
3) Pasca Supervisi
Supervisor memberikan penilaian supervisi (F-Fair).
Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi.
Supervisor memberikan reinforcement dan follow up
perbaikan. Teknik Supervisi
1) Proses Supervisi keperawatan terdiri atas 3 elemen kelompok, yaitu:
Mengacu pada standar asuhan keperawatan
Fakta pelaksanaan praktik keperawatan sebagai pembanding untuk
menetapkan pencapain.
Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan kulitas
asuhan keperawatan
2) Area Supervisi
Secara aplikasi area supervisi keperawatan meliputi:
Kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien
Pendokumentasian asuhan keperawatan
Pendidikan kesehatan melalui Perencanaan Pulang
Pengelolaan logistik dan obat.
Penerapan metode ronde keperawatan dalam menyelesaikan masalah
keperawatan pasien
Pelaksanaan timbang
terima. Cara Supervisi
Supervisi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1) Langsung
Supervisi dilakukan secara langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung
dimana supervisor dapat terlibat dalam kegiatan, umpan balik dan perbaikan.
2) Secara tidak langsung
Supervisi dilakukan nelalui laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor tidak
melihat langsung apa yang terjadi di lapangan.
4. Preconference
Preconfrence adalah komunikasi yang dilakukan antara ketua tim dan perawat
pelaksana yang dilakukan setelah perawat-perawat dalam ruangan MPKP
melakukan operan. Preconference membahas tentang rencana kegiatan
perawat dalam jadwaldinas tersebut termasuk didalamnya adalah rencana
masing-masing perawat (rencana harian) dan rencana tambahan dari ketua tim.
5. Postconference
Poscofrenceadalah komunikasi antara ketua tim dan perawat pelaksana yang
membahas hasil-hasil kegiatan sepanjang jadwal dinas dan dilakukan sebelum
dilakukannya operan kepada jadwal dinas berikutnya. Dalam postconference
dibicarakan juga hasil dari asuhan keperawatan dari masing-masing perawat
pelaksana dan hal-hal penting apa yang akan disampaikan pada saat operan
sebagai tindak lanjut asuhan keperawatan.
6. Manajemen konflik
Dalam sebuah organisasi, konflik sangat mungkin terjadi antar individu yang
bekerja di suatu tempat yang sama. Konflik ini terjadi karena sekumpulan
orang memiliki latar belakang, sifat, karakter dan cara pandang yang berbeda.
Ruangan MPKP pun tidak terbebas dari konflik karena alasan-alasan tersebut.
Penangananan konflik dapat berupa melakukan kompetisi atau bersaing,
berkolaborasi, menghindar, akomodasi atau berkompromi. Tetapi
penyelesaian konflik yang dianjurkan adalah dengan melakukan kolaborasi,
karena cara ini dapat untuk memuaskan kedua belah pihak yang sedang
mengalami konflik. Pihak yang sedang mengalami konflik didorong untuk
menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari atau
menemukan persamaan kepentingan sehingga tidak ada salah satu pihakpun
yang merasa dirugikan.
7. Pendelegasian
Pendelegasian adalah melakukan pekerjaan melalui orang lain. Pendelegasian
sangat diperlukan agar aktivitas organisasi tetap berjalan untuk mencapai
tujuan organisasi. Pendelegasian dalam ruangan MPKP dilaksanakan dalam
bentuk pendelegasian kepala ruangan kepada perawat primer atau ketua tim,
dan perawat primer atau ketua tim kepada perawat pelaksana atau perawat
asosiet. Mekanisme pendelegasian ini adalah pelimpahan tugas dan
wewenang, dan dilakukan secara berjenjang. Dalam penerapannya,
pendelegasian terbagi atas pendelegasian terencana dan pendelegasian
insidental (sewaktu-waktu). Pendelegasian terencana adalah pendelegasian
yang secara otomatis terjadi sebagai konsekuensi sistem penugasan yang
diterapkan di ruang MPKP. Sedangkan pendelegasian insidental terjadi jika
salah satu personel dalam ruangan MPKP berhalangan hadir. Beberapa prinsip
yang dilakukan di dalam ruangan MPKP untuk pendelegasian adalah sebagai
berikut :
Pada pendelegasian tugas yang terencana harus menggunakan format
pendelegasian tugas dan uraian tugas harus jelas dan terinci baik secara verbal
maupun tulisan.
1) Personil yang menerima pendelegasian tugas harus personil yang memiliki
kompetensi dan setara dengan kemampuan yang digantikan tugasnya.
2) Pejabat yang mengatur pendelegasian wajib mamantau pelaksanaan tugas
dan bersedia menjadi rujukan jika ditemukan adanya kesulitan dalam
pelaksanaannya.
3) Setelah pendelegasian selesai, maka dilakukan serah terima tugas yang
sudah dilaksanakan beserta hasilnya.
5. Pengendalian
Pengendalian adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna
lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Fayol (1998) mendefinisikan
pengendalian sebagai pemeriksaan mengenai apakah segala sesuatunya berjalan
sesuai dengan rencana yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan, dan
prinsip yang telah ditentukan yang bertujuan menunjukkan kekurangan dan
kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengendalian meliputi penetapan standar
dan metode pengukuran prestasi kerja, melakukan pengukuran prestasi kerja,
menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar serta mengambil tindakan
korektif. Pengendalian atau controlling meliputi pengendalian dalam indikator
mutu umum, kondisi pasien dan kondisi sumber daya manusia (SDM). Dalam
indikator mutu umum maka harus diperhatikan angka untuk Bed Occupancy Ratio
(BOR), Average Lenght of Stay (ALOS), turn over interval (TOI) dan angka
terjadinya infeksi nosokomial.
a. Bed Occupation Rate
Bed Occupancy Rate (BOR) adalah presentase pemakaian tempat tidur pada
waktu tertentu yang didefinisikan sebagai jumlah tempat tidur yang terpakai
untuk perawatan pasien di dalam ruangan terhadap jumlah tempat tidur yang
tersedia. Standar nilai BOR menurut Barber Johnson adalah 75%-85%
(Standar Internasional), sedangkan standar nilai Depkes RI adalah 60%-85%.
Adapun perhitungan BOR adalah sebagai berikut.
Jumlah Tempat Tidur yang Terisi
BOR = Kapasitas Tempat Tidur yang x 100%
b. Mutu Pelayanan Keperawatan
Tersedia
Penerapan upaya penjamin mutu keperawatan pasien dapat dilihat dari
beberapa aspek penilaian penting yang terdapat didalamnya. Indicator
peningkatan mutu pelayanan dapat dilihat terpenuhinya enam sasaran patient
safetyyaitu:
1) Ketepatan identifikasi pasien
Rumah sakit megembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki atau
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien. Kebijakan dan atau prosedur,
dua cara untuk mengidentifikasi pasien berupa nama pasien, nomor rekam
medis, tanggal lahir, gelang identitas dengan bar-code, dan lain-lain.
Dilarang identifkasi dengan nomor kamar pasien atau lokasi. Macam-acam
gelang ditandai dengan warna Biru: laki-laki, Pink: perempuan, Merah:
Alergi, Kuning: Risiko Jatuh. Saat pemasangan gelang jelaskan manfaat
gelang pasien, jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas,
menutupi gelang dan lain-lain.
2) Peningkatan komunikasi yang efektif
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas
komunikasi antar para pemberi layanan. Komunikasi efektif akan
mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Untuk mengurangi kesalahan perintah lisan/telepon maka perintah yang
diberikan haruslah ditulis kembali (write back), dibaca kembali (read
back), diulang kembali/repeat back (reconfirm).
3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai/high alert
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert). Obat yang perlu diwaspadai:
obat yang sering menyebabkan KTD atau kejadian sentinel. Obat yang
perlu diwaspadai: (a) NORUM (nama obat mirip)/LASA (look alike soung
alike); (b) Elektrolit konsentrat, kesalahan bisa terjadi secara tidak sengaja,
bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan sebelum ditugaskan,
pada keadaan keadaan gawat darurat.
Untuk obat elektrolit konsentrat maka : (a) Standarisasi dosis, unit ukuran,
dan terminologi adalah elemen penting dari penggunaan yang aman; (b)
Campuran larutan elektrolit harus dihindari (misalnya natrium klorida
dengan kalium klorida). Upaya ini memerlukan perhatian khusus, keahlian
yang sesuai antar-profesional kolaborasi, proses verifikasi, dan fungsi
yang akan memastikan penggunaan yang aman.
Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali
jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah
pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.
Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
4) Kepastian tempat lokasi dan tempat prosedur
Sasaran ini menekankan adanya komunikasi yang efektif/tidak adekuat
antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site Marking), tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi
operasi, assesment pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan
medik tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka
antar anggota tim bedah, resep yang tidak terbaca (illegible handwriting),
pemakaian singkatan.
5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan. PPI (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi) merupakan tantangan terbesar dalam pelayanan kesehatan, karena
adanya peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan, keprihatinan besar bagi pasien maupun para professional
pelayanan kesehatan.Pokok-pokok PPI: cuci tangan (hand hygiene) yang
tepat sesuai pedoman hand hygiene dari WHO. Rumah sakit mempunyai
proses kolabortif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah
diterima secara umum untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
f) Pengurangan resiko pasien jatuh.
Pasien jatuh adalah peristiwa jatuhnya pasien dari tempat tidur ke lantai
atau ke tempat lainnya yang lebih rendah pada saat istirahat maupun saat
pasien terjaga yang tidak disebabkan oleh penyakit stroke, epilepsy,
seizure, bahaya karena terlalu banyak aktivitas (Depkes RI, 2008).
Pasien yang berisiko jatuh adalah pasien yang dikategorikan mempunyai
satu atau lebih faktor risiko jatuh pada saat pengkajian keperawatan,
diantaranya pengkajian faktor risiko intrinsik meliputi karakteristik pasien
dan fungsi fisik umum, diagnosis/perubahan fisik, medikasi dan interaksi
obat, dan kondisi mental/penggunaan alkohol. sedangkan pengkajian
faktor risiko ekstrinsik meliputi karakteristik lingkungan yang dapat
membahayakan pasien.
Langkah pencegahan pasien risiko jatuh antara lain: (a) mengupayakan
untuk menganjurkan pasien untuk meminta bantuan yang diperlukan; (b)
menggunakan alas kaki anti slip; (c) menyediakan kursi roda yang terkunci
di samping tempat tidur pasien; (d) memastikan bahwa jalur ke kamar
kecil bebas dari hambatan dan terang; (e) memastikan lorong bebas
hambatan; (f) menempatkan alat bantu seperti walker/tongkat dalam
jangkauan pasien; (g) memasang bed side rell,mengevaluasi kursi dan
tinggi tempat tidur dan (h) mempertimbangkan efek puncak obat yang
diresepkan yang mempengaruhi tingkat kesadaran;(i) mengamati
lingkungan untuk kondisi kondisi berpotensi tidak aman dan segera
laporkan untuk perbaikan; (j) jangan membiarkan pasien beresiko jatuh
tanpa pengawasan saat didaerah diagnostic atau terapi; (k) memastikan
pasien yang diangkut dengan brandkad/tempat tidur, posisi bed side rell
dalam keadaan terpasang; (l) menginformasikan dan mendidik pasien dan/
atau anggota keluarga mengenai rencana keperawatan untuk menceah
jatuh; (m) berkolaborasi dengan pasien atau keluarga untuk memberikan
bantuan yang dibutuhkan.
Penetapan Pasien
Persiapan Pasien:
Informed consent
Hasil Pengkajian/Validasi Data
Tahap Pelaksanaan
diNurse Station
-Apa diagnosis keperawatan?
Penyajian Masalah -Apa data yang mendukung?
-Bagaimana intervensi yang sudah
Tahap Pelaksanaan dilakukan?
-Apa hambatan yang ditemukan?
Validasi Data
di Kamar Pasien
Pasca Ronde
Dokter
Pendekatan oleh perawat
Pasien/keluarga
Farmasi/apotek
Pasien/keluarga
Surat persetujuan sentralisasi obat
dari perawat
PN/perawat yang menerima Lembar serah terima obat
Buku serah terima/masuk obat
Pengaturan dan pengelolaan
oleh perawat
Pasien/keluarga
Gambar 2.7.Alur Pengelolaan Sentralisasi Obat
c. Discharge Planning
Discharge planning adalah suatu proses dimana pasien mulai mendapatkan
pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik
dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat
kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya.
Discharge planning menunjukkan beberapa proses formal yang melibatkan
tim atau memiliki tanggung jawab untuk mengatur perpindahan sekelompok
orang ke kelompok lainnya (RCP, 2001).Perawat adalah salah satu anggota
tim discharge planner, dan sebagai discharge planner perawat mengkaji
setiap pasien dengan mengumpulkan dan menggunakan data yang
berhubungan untuk mengidentifikasi masalah aktual dan potensial,
menentukan tujuan dengan atau bersama pasien dan keluarga, memberikan
tindakan khusus untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam
mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi pasien secara optimal dan
mengevaluasi kesinambungan asuhan keperawatan.