D DENGAN GANGGUAN
KELOMPOK III
Fertha Hanani
Astri Ambarani
Nelly Bastina
Cindi Klaudia
Eliza
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan
Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan
dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Nn. D Dengan Gangguan Persepsi
Sensori Halusinasi Di Ruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung tahun 2023”. Penulisan ini disusun untuk memenuhi
ketentuan melakukan kegiatan penyusunan tugas seminar kasus kelompok pada
Program Studi Spesialis Profesi Ners di STIKES Citra Delima Bangka Belitung.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan Asuhan Keperawatan
kelompok ini tidak terlepas dari adanya arahan, bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun sehingga dapat memberikan perubahan kearah yang lebih baik guna
perbaikan penulisan di masa yang akan datang. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis, ucapkan Terima kasih yang setulusnya kepada semua pihak,
terutamakepada Yang Terhormat :
1. Ibu Ns. Rezka Nurvinanda, M.Kep selaku Ka. Prodi Spesialis Profesi Ners
2. Ibu Diansari Evita, S.Kep.,Ns selaku Perseptor Klinik di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3. Bapak/Ibu selaku Pembimbing Lapangan Program Studi Spesialis Profesi
Ners di STIKES Citra Delima Kepulauan Bangka Belitung
Semoga Allah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.
Wassalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh
Sungailiat, Maret 2023
Tim Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….ii
BAB I LATAR BELAKANG
A. Rumusan Masalah………………………………………………………..5
B. Tujuan Studi Kasus………………………………………………………5
C. Manfaat Penelitian……………………………………………………….5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Halusinasi……………………………………………………….7
B. Klasifikasi Halusinasi…………………………………………………….7
C. Tanda dan Gejala…………………………………………………………9
D. Penyebab Halusinasi……………………………………………………...9
E. Tahap Halusinasi………………………………………………………...11
F. Akibat Dari Halusinasi…………………………………………………..13
G. Asuhan Keperawatan…………………………………………………….15
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian……………………………………………………………….19
I. Identitas Klien……………………………………………………19
II. Alasan Masuk…………………………………………………….19
III. Faktor Predisposisi……………………………………………….19
IV. Fisik………………………………………………………………21
V. Psikososial………………………………………………………..22
VI. Status Mental……………………………………………………..24
VII. Kebutuhan Persiapan
Pulang……………………………………..27
VIII. Mekanisme Koping………………………………………………28
IX. Masalah Psikososial Dan Lingkungan……………………………
28
X. Pengetahuan Kurang Tentang Penyakit
Jiwa………………..........29
XI. Aspek Medik……………………………………………………..29
B. Strategi
Pelaksanaan……………………………………………………...32
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan……………………………………………………………….63
1. Pengkajian………………………………………………………………..63
2. Diagnosa Keperawatan…………………………………………………...65
3. Intervensi Keperawatan…………………………………………………..67
4. Implementasi Keperawatan………………………………………………68
5. Evaluasi…………………………………………………………………..68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………………………………………………..70
B. Saran………………………………………………………………………70
BAB I
LATAR BELAKANG
Menurut WHO (2018) Angka kejadian gangguan mental kronis dan parah
yang menyerang lebih dari 21 juta jiwa dan secara umum terdapat lebih dari 23
juta orang jiwa diseluruh dunia. Lebih dari 50% orang dengan skizofrenia tidak
menerima perawatan yang tepat, 90% orang dengan skizofrenia yang tidak
diobati tinggal dinegara berpenghasilan rendah dan menengah. Berdasarkan data
Kemenkes prevalensi gangguan jiwa di Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 1,7
permil dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 menjadi 7per\mil.
(Kemenkes).
Data Kemenkes 2018 menunjukkan prevalensi gangguan mental
emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan
untukusia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 6.1% dari jumlah penduduk
Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat,seperti skizofrenia
mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Berdasarkan data Riskesdas (2018) diatas, diketahui data penderita gangguan
jiwa berat yang cukup banyak diwilayah Indonesia dan sebagian besar tersebar di
masyarakat dibandingkan yang menjalani perawatan di rumah sakit, sehingga
diperlukan peran serta masyarakat dalam penanggulangan gangguan jiwa. Peran
masyarakat dalam penanggulangan gangguan jiwa akan dapat terbangun jika
masyarakat memahami tentang peran dan tanggung jawabnya dalam
penanggulan gangangguan jiwa di masyarakat.
Kesehatan jiwa di Indonesia masih menjadi tantangan yang sangat
beratkarena memiliki perspektif yang berbeda-beda terutama dalam konteks
kesehatan.Gangguan kejiwaan atau gangguan mental masih menjadi perhatian
Pemerintah Indonesia saat ini. Menurut data Riset Kesehatan Dasar
Kementerian Kesehatan (Riskesdas Kemenkes), pada 2018 sebanyak 282.654
anggota rumah tangga atau 0,67 persen masyarakat di Indonesia mengalami
Skizofrenia/Psikosis. Riskesdas Kemenkes juga menuturkan prevalensi (GME)
atau Gangguan Mental Emosional pada gangguan jiwa halusinasi sebesar 9,8
persen dari total penduduk berusia lebih dari 15 tahun. Prevalensi ini
menunjukkan peningkatan sekitar enam persen dibanding pada 2013, maka dari
itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi dengan penerapan teknik spiritual berdzikir.
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan
dalam jumlah dan pola dari stimulasi yang mendekat yang disebabkan secara
internal atau eksternal disertai dengan sesuatu pengurangan berlebihan. Distorsi
atau kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Yosep, 2012). Ada beberapa
cara yaitu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, dengan cara
bercakap-cakap, dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan dengan cara
minum obat. Salah satu cara mengotrol halusinasi yang dilatihkan kepada pasien
adalah melakukan aktivitas harian terjadwal. Kegiatan ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi yaitu dengan prinsip
menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur (Yosep,2012).
Halusinasi dibagi menjadi empat tahap (Stuart,2016). Pertamatahap
Comforting dimana halusinasi tampak menyenangkan dengan cemas sedang.
Kedua tahap Condemning dimana halusinasi menyalahkan pasien dan pasien
mulai cemas berat. Tahap ketiga adalah Controlling dimana halusinasi sudah
mengendalikan pasien hingga pasien sangat cemas berat dan keempat tahap
Conquering dimana halusinasi sudah melebur dan pasien sangat ketakutan
sampai panik dan tidak dapat membedakan khayalan dan kenyataan.
(Upthegrove, et, al 2016) membuktikan bahwa awal halusinasi dirasa
menyenangkan dan pasien menerima secara pasifkarena sedang mempertahankan
ego selanjutnya halusinasi mulai memaksa dan memerintah yang mengakibatkan
kegelisahan secarafisik juga emosional.
Adanya gejala yang muncul pada penderita halusinasi antara lain
responpasien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, bicara, senyum
tertawasendiri, berusaha untuk menghindari oranglain, perilaku merusak diri,
tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata (Yosep, 2012).
Jenis-jenis halusinasi menurut (Trimelia, 2012) yaitu halusinasi pendengaran,
halusinasi penglihatan, halusinasi pengecapan, dan halusinasi sinestetik.
Kemudian penyebab terjadinya halusinasi ada dua faktor, yaitu faktor
predisposisi dan faktor presipitasi.
Dampak dari gangguan halusinasi antara lain yaitu dapat merasakan lebih
nyaman dengan keadaannya tersebut, kemudian klien terlihat tertawa dan
berbicara sendiri ,atau mengungkapkan hal yang sebenarnya tidak nyata. Maka
untuk mengontrol halusinasi dapat dilakukan dengan cara teknik
menghardik,minumobat secara teratur ,melakukan aktivitas yang terjadwal,
berbicang-bincang dengan orang lain.Namun cara lain yang dapat dilakukan
yaitu dengan penerapan teknik berbasis religi atau islami seperti teknik spiritual
berdzikir. Dan jika upaya ini dilakukan secara optimal maka akan mendapatkan
dampak yang baik untuk mengurangi gangguan halusinasi tersebut.
Untuk mengendalikan halusinasi dapat menggunakan Sp 1 dengan teknik
menghardik, SP2 minum obat secara teratur, SP3 berbicara dengan orang lain,
dan SP4 dengan melakukan aktivitas terjadwal. Kemudian untuk terapi spiritual
berdzikir juga dapaat masuk pada SP 4 untuk mengendalikan halusinasi, dimana
penerapan ini yaitu sebuah upaya untuk membantu memberi solusi pada masalah
seseorang terkait dengan kejiwaan atau kerohanian dengan metode merilekskan
otot-otot tegang pada tubuh yang mana diiringi oleh sugesti yang berkaitan
dengan nilai-nilai agama. Terapi ini merupakan terapi kombinasi dari terapi
relaksasi murni dengan diiringi sugesti spiritual. Jadi seseorang tidak hanya
mendapatkan ketenangan dari segi fisik namun juga rohaninya. Dengan
demikian seseorang diharapkan akan merasakan manfaat yang lebih dari terapi
relaksasi spiritual tersebut (Arham,2015).
Sesuai dengan jurnal yang diteliti oleh (Hidayati,2014) kemampuan
mengontrol halusinasi memiliki banyak peningkatan dengan menggunakan
teknik spiritual berdzikir. Dimana data sebelum dilakukan teknik spiritual dzikir
sebanyak 6,7 % dan setelah dilakukan penerapan teknik spiritual dzikir menjadi
98,7 %. Namun jika pada klien yang melakukannya tidak dengan benar maka itu
akan menghambat dalam proses mengendalikan halusinasinya, karena masih
terpengaruh dengan suara bisikan-bisikan tersebut.
Prevalensi terjadinya halusinasi dalam, Data Riset Kesehatan Dasar tahun
2018 di Indonesia terdapat skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau
sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk (Depkes RI., 2019). Rikesdes (2017)
menyatakan prevelensi nasional gangguan jiwa berat mencapai 4,6% dari jumlah
penduduk, sebanyak 7 provensi memeiliki prevelensi gangguan jiwa berat diatas
prevelensi nasional, yaitu prevelensi gangguan jiwa berat tertinggi di Indonesia
terdapat di DKI Jakarta (20,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darusalam (18,5%),
Sumatra Barat (9,9%), Sumatra selatan (9,2%), Bangka Belitung (8,7%), dan
kepulauan Riau (7,4%). Penderita gangguan jiwa dijawa timur pada tahun 2012
sebanyak 11% dari total populasi rinciannya 4% gangguan jiwa ringan dan
sedang 7% lainnya termasuk gangguan jiwa berat, namun yang mendapatkan
pelayanan secara medis baru sebagian kecil saja.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada di latar belakang merupakan keadaan
dimana seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi dimana akan
mengalami perubahan perilaku atau aktivitas sehari-hari yang dapat
menyebabkan klien tersebut menjadi berbicara sendiri dan tertawa sendiri.
Apabila kondisi ini tidak segera di tangani maka seseorang tersebut akan
semakin merasa nyaman dengan keadaan halusinasinya.Adapun rumusan
masalah yang dapat diambil dari kasus ini yaitu “Bagaimana Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Nn. D dengan Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi Penglihatan di RSJ Daerah Provinsi Bangka Belitung Tahun
2023”.
B. Tujuan Studi Kasus
1) Tujuan Umum
Untuk menerapkan asuhan keperawatan dengan terhadap kemampuan
mengontrol halusinasi.
2) Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui setelah dilakukan pengkajian, intervensi, dan
implementasi pada klien yang mengalami gangguan halusinasi.
b. Untuk mengetahui kemampuan klien halusinasi sebelum dilakukan
penerapan cara mengontrol halusinasi.
c. Untuk mengetahui kemampuan klien setelah dilakukan penerapan
cara mengontrol halusinasi.
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi rumah
sakit tentang bagaimana cara mengontrol halusinasi di instalasi kesehatan
jiwa, serta dapat menerapkan penelitian ini di rumah sakit.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai dokumentasi untuk mengembangkan penelitian karya
ilmiah bagi peneliti selanjutnya dan sebagai tambahan ilmu pengetahuan
untuk mahasiswa lainnya.
3. Bagi penulis
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang
bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
dan penerapanteknikspiritual.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya terhadap penatalaksanaan
cara mengontrol halusinasi dengan cara memberikan teknik spiritual
berdzikir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi merupakan perubahan persepsi terhadap stimulus baik
internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,
berlebihan atau terdistorsi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Halusinasi adalah persepsi yang salah terhadap objek atau kejadian
dalam sistem sensorik manusia. Ketika seseorang terkena halusinasi maka
mereka akan melihat, mendengar, membaui, merasakan, bahkan mengecap
sesuatu yang tidak seharusnya ada (Asosiasi Alzaimer, 2015).
Pada pasien dengan halusinasi, ia akan mendengar suara-suara halusinasinya
berbicara dengan keras dalam pikirannya. Pasien juga akan mulai mendengar
halusinasinya berbicara mengenai aktivitas yang saat itu ia lakukan (American
Psychiatric Association, 2012).
Halusinasi juga biasanya terjadi pada tahap akhir dari penyakit
parkinson. Halusinasi dapat mempengaruhi orang-orang muda dan orang tua
di tahap-tahap awal dari kondisi penyakit parkinson, tetapi lebih sering terjadi
pada orang dengan penyakit parkinson untuk waktu yang lama (Parkinson
United Kingdom, 2013).
B. Klasifikasi Halusinasi
Halusinasi dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
A. Halusinasi Pengelihatan
Halusinasi visual atau halusinasi pengelihatan adalah keadaan saat
seseorang melihat sesuatu yang tidak ada. Demensia, migrain dan obat
atau kecanduan alkohol adalah beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
halusinasi jenis ini (Mandal, 2014).
B. Halusinasi Pendengaran
Pasien memiliki halusinasi adalahsaat mereka melihat orang-orang,
terutama kerabat, hewan atau bahkan serangga, yang sebenarnya tidak ada.
Pasien dengan halusinasi visual, akan dapat menggambarkan apa yang
telah mereka 'lihat' secara rinci. Halusinasi dapat terjadi secara cepat tetapi
diingat pasien untuk waktu yang lama (Pakinson United Kingdom, 2013).
Pada pasien dengan skizofrenia, halusinasi pendengaran adalah jenis
halusinasiyang paling umum terjadi. Halusinasi pendengaran terjadi jika
pasien mampu mendengar suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Suara-
suara tersebut dapat terjadi secara internal (seakan datang dari dalam
pikiran pasien sendiri) atau eksternal (dalam hal ini,suara-suara tersebut
bisa untuk menjadi nyata seperti orang lain yang berbicara). Suara-suara
tersebut bisa berbicara dengan orang mengenai dirinya atau perilakunya,
melakukan perintah kepada pasien untuk melakukan sesuatu, atau
memperingatkan pasien dari bahaya. Kadang-kadang suara berbicara satu
sama lain, dan kadang-kadang orang dengan skizofrenia berbicara dengan
suara-suara yang mereka dengar (National Institute of Mental Health ,
2015).
Pasien juga mungkin mendengar suara atau suara-suara yang
terdengar familiar, seperti pintu bergerak atau dering bel (Parkinson
United Kingdom, 2013).
C. Halusinasi Perabaan
Hal ini mengacu ketika seseorang merasa bahwa mereka sedang
tersentuh sesuatu padahal sebenarnya tidak. Salah satu keluhan yang
paling umum adalah sensasi serangga yang merangkak di atas kulit. Hal ini
terkait dengan penyalahgunaan zat seperti kokain atau amfetamin (Mandal,
2014).
D. Halusinasi Pengecapan
Ini adalah halusinasi yang menyebabkan seseorang merasakan
sesuatu yang tidak hadir (Mandal, 2014). Pasien mungkin dapat mencium
sesuatu, seperti asap, atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak pasien
makan (Parkinson United Kingdom, 2013).
E. Halusinasi Penghidu
Halusinasi penghidu melibatkan berbau bau yang tidak ada. Bau
biasanya tidak menyenangkan seperti seperti muntah, urin, feses, asap atau
daging yang membusuk. Kondisi ini juga disebut phantosmia dan dapat
terjadi sebagai akibat dari kerusakan saraf pada sistem penciuman.
Kerusakan mungkin disebabkan oleh virus, trauma, tumor otak atau
paparan zat-zat beracun atau obat-obatan. Phantosmia juga dapat
disebabkan oleh epilepsi (Mandal, 2014).
C. Tanda dan Gejala
1. Pasien melihat, mendengar, atau merasakan hal-hal yang orang lain tidak
bisa mengalaminya (Suheri, 2014).
2. Pasien kehilangan control terhadap dirinya sendiri sehingga dapat
membahayakan diri sendiri dan orang lain (Suheri, 2014).
3. Pasien ketakutan, berbicara sendiri, tertawa dan berperilaku aneh jika
sedang mengalami halusinasi (Suheri, 2014).
4. Pasien panik dan perilaku dikendalikan oleh halusinasi (Suheri, 2014).
D. Penyebab Halusinasi
Faktor predisposisi
1. Faktor biologis
Faktor biologis yang memperngaruhi proses terjadinya halusinasi ada
beberapa yaitu:
a. Genetic
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan
pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada
keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia,
serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia (Yusuf, Rizky
dan Hanik, 2015).
b. Neurobilogik
Pasien dengan halusinasi pada scizofrenia mengalami penurunan
volume lapisan abu-abu otak. Bagian otak di gyrus superior temporal
kiri juga mengalami penurunan pada pasien halusinasi. Neurobiologik
juga berhubungan system limbic yang fungsinya dikendalikan oleh
neurotransmitter (Hughdahl, 2015).
c. Neurotransmitter
Neurotransmitter yang palin gberpengaruh terhadap terjadinya
halusinasi yaitu dopamine. Dopamine sangat mempengaruhiaktivitas
motoric dan area berfikir di otak. Kadar dopamine yang tinggi
menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan untuk membedakan
antara realitas dengan ilusi. Neurotransmitter lain yaitu hypocretin
yang disekresikan sel dihipotalamus. Penurunan kadar hypocretin
dapat menyebabkan seseorang mengalami halusinasi dan gangguan
tidur (Carver, 2016).
d. Asam amino
Asam amino inhibitor gamma-monobutyric acid (GABA) yang
berkurang pada otak individu dapat menyebabkan hiperaktivitas
dopamine dan noradrenergic sehingga pasien mengalami
ketidakseimbangan neurotransmitter dan gangguan emosi (Yusuf,
Rizky dan Hanik, 2015).
2. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran
yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi (Yusuf,
Rizky dan Hanik, 2015).
a. Faktor social
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga
timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi (Yusuf, Rizky dan
Hanik, 2015).
b. Faktor presipitasi
c. Stresor sosial budaya Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi
penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting,
atau diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi (Yusuf,
Rizky dan Hanik, 2015).
d. Faktor biokimia Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin,
indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan
orientasi realitas termasuk halusinasi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
e. Faktor psikologis Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan
(Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
f. Perilaku Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan
orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif
persepsi, motorik, dan social (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
E. Tahapan Halusinasi
Menurut Dalami, dkk (2012), tahap halusinasi dibagi menjadi:
1. Sleep Disorder
Tahapan pertama/ awal saat sebelum munculnya halusinasi pada
seseorang. Sleep disorder dikarakteristikan yakni pasien yang merasa
memiliki banyak masalah, takut orang lain tahu bahwa dirinya memiliki
banyak masalah, pasien merasa ingin mengindar dari lingkungan. Selain
itu, perilaku pasien juga berubah menjadi susah tidur yang berlangsung
terus-menerus sehingga pasien terbiasa untuk mulai menhayal sebagai
pemecahan masalah.
2. Comforthing
Tahap kedua adalah comforthing yakni halusinasi pada tahap
menyenangkan (perasaan cemas yang sedang). Dicirikan engan pasien
yang mengalami perasaan yang mendalam terkait dengan cemas, kesepian,
takut, rasa bersalah, mencoba fokus pada pikiran yang menyenangkan.
Perilaku yang mencerminkan tahap ini adalah pasien yang kadang
tersenyum, tertawa sendirian, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan konsentrasi.
3. Condemning
Pada tahap ketiga condemning adalah tahap halusinasi yang berubah
menjadi menjijikkan. Tingkat cemas pada tahap ini adalah cemas berat.
Condemning dicirikan dengan adanya pengalaman sensori yang
menakutkan serta menjijikkan. Pasien akan mengalami peningkatan tanda-
tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung,
pernapasan, dan tekanan darah. Sampai akhirnya pasien kehilangan
kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
4. Controling
Pada tahap controling, pengalaman halusinasi akan semakin berkuasa.
Cemas yang dapat dialami pasien adalah cemas berat. Pasien
dikarakteristikkan menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik dan
pasien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi
berhenti. Pasien akan taat pada perintah halusinasi, respon perhatian
terhadap lingkungan berkurang, sulit berhubungan dengan orang lain.
5. Conquering
Conquering adalah tahap halusinasi panik yang umumnya menjadi
melebur dalam halusinasi. Pada tahap ini dikarakteristikkan sebagai
pengalaman sensori yang menjadi mengancam jika pasien tidak mengikuti
perintah halusinasi. Perilaku pasien berubah menjadi panik, panik, resiko
tinggi untuk mencederai, bahkan dapat melakukan bunuh diri atau
membunuh.
F. Akibat Dari Halusinasi
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi
adalah kehilangan kontrol dirinya. Dalam kondisi ini pasien dapat melakukan
bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), dan bahkan merusak
lingkungan disekitarnya. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan,
dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat. Aktivitas fisik merefleksi isi
halusinasi seperti; perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia.
Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu
berespon lebih dari satu orang (Suheri, 2014).
G. Patofisiologi
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Subjektif
1. Pasien mengatakan mendengar, melihat, atau merasakan sesuatu.
2. Pasien mengatakan takut jika suara atau benda dating.
3. Pasien mengatakan melakukan hal yang disuruh oleh suara.
b. Data Objektif
1. Pasien terlihat melakukan hal aneh
2. Pasien terlihat seperti mendengar atau melihat sesuatu
3. Pasien tertawa atau berbicara sendiri
4. Pasien terlihat mondar mandi
5. Pasien terlihat kontak mata mudah beralih
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori
3. Intevensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
(SDKI)
1. Gangguan Persepsi Sensori Manajemen Halusinasi
Persepsi (L.09083) (I.09288)
Sensori(D.0085) - Setelah dilakukan Observasi :
Definisi: tindakan 1. Monitor perilaku yang
Perubahan keperawatan selama mengindikasi halusinasi
persepsi 3x24 jam 2. Monitor dan sesuaikan
terhadap diharapkan persepsi tingkat aktivitas dan
stimulus baik sensori klien stimulasi lingkungan
internal maupun membaik dengan 3. Monitor isi halusinasi
eksternal yang kriteria hasil: Terapeutik :
disertai dengan Verbalisasi 1. Pertahankan lingkungan
menurun halusinasi
Perilaku halusinasi 2. Anjurkan bicara pada
menurun orang yang dipercaya
untuk memberi
dukungan dan umpan
balik korektif terhadap
halusinasi
3. Anjurkan melakukan
distraksi
4. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengontrol halusinasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik dan
antiansietas, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Menurut (Norma, 2013) Implementasi keperawatan merupakan
tahap keempat dalam proses keperawatan yang merupakan serangkaian
kegiatan/tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada klien. Tindakan
keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat. Ukuran intervensi keperawatan
yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan,
tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga,
atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar
sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap terakhir dari proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Evaluasi keperawatan dilakukan
untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi dengan
mengacu pada kriteria evaluasi yaitu Gangguan Presepsi Sensori Teratasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
RUANGAN RAWAT : MERPATI
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Nn. D
Umur : 36 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tangal lahir : 12 Desember 1987
Informan : Klien dan Rekam Medis
Alamat : Jl. Air Ruay, Kec. Pemali Kab. Bangka
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SMA/SMK Sederajat
Agama : Islam
Status pernikahan : Belum Menikah
Suku : Melayu
No. RM : 00.58.17
Tanggal Masuk : 13 Maret 2023
Tanggal pengkajian : 29 Maret 2023
II. ALASAN MASUK
Klien masuk melalui IGD RSJD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
pada tanggal 13 Maret 2023, dengan alasan klien gelisah, sering marah-
marah, bicara kacau, bicara sendiri, sering melihat sesuatu yang tidak ada
wujudnya, tidak tidur, minum obat tidak teratur. 3 minggu sebelum masuk
Rumah Sakit klien mengamuk
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Gangguan jiwa di masa lalu.
- Klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, klien
menderita skizofrenia paranoid sejak tahun 2004 - 2023, klien
keluar masuk Rumah Sakit kurang lebih 8 kali dengan alasan
minum obat tidak teratur mengamuk, bicara sendiri, bicara kacau,
dan gelisah.
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori
2. Pengobatan sebelumnya.
- Pengobatan klien sebelumnya kurang berhasil dikarenakan
klien tidak teratur minum obat dirumah.
- Keluarga klien mengatakan membawa klien kembali kontrol
ke RSJ
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Pengalaman Masa Lalu
a. Aniaya fisik :
Klien mengatakan pernah ditinju oleh ayah kandungnya.
b. Aniaya seksual :
Klien mengatakan pernah dilecehkan oleh ayahnya.
c. Penolakan :
Klien tidak pernah menolak dengan keadaannya sekarang, dan
keluarga klien menerima klien dengan keadaaan yang sekarang.
d. Kekerasan dalam keluarga :
Klien mengatakan tidak pernah melakukan kekerasan
dalam keluarga.
e. Tindakan kriminal :
Klien tidak pernah menjadi pelaku, korban dan sanksi
dalam tindakan kriminal.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada masalah keperawatan
IV. FISIK
Tanggal 29 Maret 2023
1. Keadaan umum : Compos Mentis
2. Tanda-tanda Vital
TD : 118/80 mmHg
N : 121 x/menit
S : 36,2 0C
RR : 20 x/menit
3. Ukur
BB : 45 kg
TB : 150 CM
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
: Perempuan
: Laki-Laki
: Klien
: Meninggal
-
- Komunikasi di keluarga : klien mengatakan berkomunikasi dengan keluarga
seperti biasanya. “ ku kalau bekisah kek keluarga, diorang denger ape yang ku
kisah”
- Pengambilan keputusan didalam keluarga yaitu ayah klien. Klien mengatakan
“ biase e dirumah yang ngambik keputusan didalem rumah kami tu ayah ku”
- Pola asuh didalam keluarga : klien mengatakan ibu klien mengasuh klien
dengan baik.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
2. Konsep diri
a. Gambaran diri.
Klien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya,
b. Identitas.
Klien mengetahui bahwa klien benama Nn. D” alamatnya di Jl. Air Ruay,
jenis kelaminnya perempuan dan klien bangga menjadi perempuan.
c. Peran.
Klien mengatakan saat dirumah tinggal dengan ayah dan ibunya sebagai
anak ke 5 dari 5 bersaudara, klien mengatakan senang membantu pekerjaan
rumah.
d. Ideal diri.
Klien berharap ingin cepat pulang dan bertemu kembali dengan ibunya.
e. Harga diri.
Klien beerinteraksi dengan baik dengan orang lain, klien tidak merasa malu
dan minder
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Hubungan Sosial.
a. Saat ditanyakan siapa orang yang berarti dalam kehidupannya klien
mengatakan, ” yang paling bearti dalam kehidupan ku adalah ibunya.
b. Saat di tanyakan kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat, klien
mengatakan ” klien mau untuk ikut kegiatan dilingkungan masyarakat dan
lingkungan Rumah Sakit”.
c. Saat ditanyakan hambatan apa yang dirasakan saat berhubungan dengan
orang lain, klien mengatakan ” selama di RSJ klien mengenal sebagian pasien
lain, dan klien merasa tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
4. Spiritual
a. Saat ditanyakan tentang penilaian dan keyakinan dalam beribadah, klien
beragama Islam
b. Saat ditanyakan kegiatan ibadah apa saja yang klien jalankan saat di Rumah
Sakit, klien mengatakan selalu menjalankan sholat tepat waktu.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2. Pembicaraan
Selama berinteraksi klien kurang kooperatif berbicara cepat dan
pembicaran berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lain yang tidak
ada kaitannya (inkoheren). Klien berbicara dengan lancar, nada tidak
sesuai, volume suara klien keras.
Masalah Keperawan : Gangguan persepsi sensori
2. Aktivitas Motorik:
Klien mampu melakukan kegiatan yang disuruh oleh perawat mis:
kebersihan ruangan.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
4. Afek
Selama interaksi klien kurang kooperatif, menjawab pertanyaan
seperlunya, arah omongan ngelatur
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori
6. Persepsi
Klien mengatakan sering melihat bayangan yang sering mengikutinya,
bayangan tersebut muncul saat klien sedang sendirian dan hilang saat klien
menutup mata. Bayangan yang klien lihat adalah sosok kartun yaitu
Doraemon dan selalu itu yang muncul saat halusinasi muncul. Yang
dilakukan klien saat melihat bayangan biasanya tidak ada hal yang
dilakukan. Perasaan klien saat bayangan itu muncul adalah merasa
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori
7. Proses Pikir
Proses pikir klien bingung dan bicara berbelit belit namun mampu
menjawab pertanyaan perawat
Masalah Keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori
8. Isi Pikir
Pembicaraan klien cenderung berulang – ulang, Isi pembicaraan tidak
sesuai dengan kenyataan.
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori
9. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien berubah-ubah, ngomong ngelantur, klien mengenali
waktu,orang dan tempat.
Masalah keperawatan: Gangguan Persepsi Sensori
1. Memori
Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang baru terjadi.
Masalah keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
2. BAB/BAK
Klien BAB/BAB sendiri di wc klien tanpa bantuan orang lain
Masalah keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
3. Mandi
Klien mengatakan rajin mandi, klien mandi 2x sehari, mandi tanpa
menggunakan sabun, tidak menggosok gigi, badan terasa gatal-gatal.
Masalah keperawatan: Defisit Perawatan diri
4. Berpakaian
Klien dapat menggunakan pakaian sendiri tanpa bantuan orang lain
Masalah keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
5. Penggunaan Obat
Klien selalu minum obat tepat waktu dan ditunggu oleh perawat
Masalah keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
6. Istirahat/Tidur
Klien mengatakan jarang tidur siang, pada malam hari klien tidur pukul
21.00 dan bangun pukul 07.00. tidak ada gangguan saat tidur
Masalah keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
7. Pemeriksaan Kesehatan
Klien mengaku di Rumah Sakit Jiwa ia dirawat oleh perawat, dan dirumah
dirawat oleh keluarganya.
Masalah keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan
Terapi Medik :
Nama ObatIndikasi Kontraindikasi Efek Samping
Olanzapine Untuk mengobati gejala Hipersensitivitas Pusing, rasa
10 mg Skizofrenia,seperti kekacauan terhadap melayang, mual,
berfikir, perubahan perilaku, respiridone, nyeri punggung,
halusinasi/delusi mulut kering,
kenaikan BB dan
konstipasi
Clozapine Perawatan pengobatan Riwayat granulasi Mengantuk,
100 mg skizoprenia, tahan tuvenia pusing,
pengurangan resiko bunuh agranulasitosis, kehilanagan
diri, berulang pada pasien gangguan sum- keseimbangan,
skizoprenia gangguan sum tulang, mulut kering,
psikotik epilepsi tak gelisah, insomnia,
terkontrol, sakit kepala,
psikosis peningkatan detak
alkoholik, dan jantung.
toksikinnya.
THP (Tri Mengobati kekakuan, tremor, Glukoma, retensi Penglihatan
Hexi kejang, dan kontrol otot yang urine, okstruksi buram, kulit
Phenidile) buruk. saluran cerna, memerah(Flushin
3x2 mg hipersensitivitas g), pusing atau
terhadap THP sakit kepala, mulit
kering.
Asam Untuk mengobati kejang Pasien dengan Pusig, sakit
Valproat akibat epilepsi dan gangguan gangguan hepar kepala, mual,
2x500 mg bipolar atau riwayat muntah, diare,
keluarga dengan kantuk, rambut
gangguan hepar, rontok,
porfiria hepatik, penglihatan
gangguan buram, telinga
pankreas berdenging,
tremor, gangguan
siklus menstruasi
ANALISA DATA
1. Pertahankan
lingkungan yang
aman
2. Lakukan tindakan
keselamatan
ketika tidak dapat
mengontrol
perilaku
3. Diskusikan
perasaan dan
respons terhadap
halusinasi
4. Hindari
perdebatan
tentang validitas
halusinasi
Edukasi :
1. Anjurkan
memonitor
sendiri situasi
terjadinya
halusinasi
2. Anjurkan bicara
pada orang yang
dipercaya untuk
memberi
dukungan dan
umpan balik
korektif terhadap
halusinasi
3. Anjurkan
melakukan
distraksi
4. Ajarkan pasien
dan keluarga cara
mengontrol
halusinasi
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian obat
antipsikotik dan
antiansietas, jika
perlu
2. Defisit Perawatan Diri (L.09083) Dukungan perawatan
Perawatan Setelah dilakukan tindakan diri : Mandi
Diri:Mandi keperawatan selama 5x7 Observasi
berhubungan jam diharapkan keperawatan
1. Identifikasi usia
dengan diri meningkat dengan
dan budaya dalam
Gangguan kriteria hasil:
membantu
Psikotik
- Kemampuan kebersihan diri
(D.0109)
mandi meningkat 2. Idintifikasi jenis
- Mempertahankan bantuan yang
kebersihan diri dibutuhkan
meningkat 3. Monitor
- Kebersihan gigi kebersihan tubuh
meningkat 4. Monitor integritas
- Kemampuan kulit
merawat gigi Terapeutik
meningkat
1. Sediakan
peralatan mandi
2. Sediakan
lingkungan yang
aman dan nyaman
3. Fasilitasi mandi
sesuai kebutuhan
4. Pertahankan
kebiasaan
kebersihan diri
5. Berikan bantuan
sesuai tingkat
kemandiriian
Edukasi
1. Jelaskan manfaat
mandi dan
dampak tidak
mandi terhadap
kesehatan
2. Anjarkan kepada
keluarga cara
memandikan
pasien, jika perlu
STRATEGI PELAKSANAAN I
TINDAKAN KEPERAWATAN BINA HUBUNGAN SALING PERCAYA
c. Strategi pelaksanaan I :
- Membina hubungan saling percaya
b. Tahap Kerja
Kami Mahasiswa STIKes CItra Delima bu yang berpraktek hari ini
selama kurang lebih 3 minggu, hari ini kami dinas pagi dari jam
07.00-14.00 nanti
Selama dinas disini kami akan membantu mengatasi permasalahan
yang ibu alami
Kami berharap ibu mau menceritakan apa yang ibu rasakan/alami
pada kami, dan kami akan menjaga kerahasiaan ibu.
c. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang?
Bisakah ibu sebutkan kembali nama kami?
Baiklah ibu, karna sudah 10 menit kita berbincang-bincang,
bagaimana kalau kita lanjutkan kembali besok?
Ibu maunya dimana?
Disini saja? Aiklah. Kalau begitu ibu maunya jam berapa?
Oke, selesai senam besok kita lanjutkan bincang-bincang ya
Jadi untuk hari ini kita akhiri dulu ya bu perbincangannya, ibu
silahkan istirahat kembali
Assalamualaikum..
STRATEGI PELAKSANAAN II
TINDAKAN KEPERAWATAN MENGHARDIK HALUSINASI
bayangan tersebut muncul saat klien sedang sendirian dan hilang saat
klien menutup mata.
- Klien tampak ngomong ngelantur klien tampak berbicara sendiri
- Klien kadang-kadang melihat ke satu arah
b. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori
c. Strategi pelaksanaan II : Menghardik Halusinasi
- Menghardik Halusinasi
2. Tahap Kerja
Gimana kabar ibu hari ini?
Apa yang ibu rasakan?
Wah, kapan ibu melihat bayangan tersebut? Dimana bayangan tersebut
ibu lihat
Apa yang bayangan tersebut lakukan?
Pada saat kapan ibu melihat bayangan tersebut? Dalam sehari berapa kali
melihatnya? Apakah bayangan itu muncul saat ibu sendiri atau sedang
bersama teman-teman?
Apa yang ibu rasakan saat melihat bayangan tersebut?
Apa yang ibu lakukan saat melihanya?
Apakah dengan cara tersebut bayangan itu hilang?
Baiklah, bagaimana kalau kami ajarkan cara-cara untuk mencegah
bayangan yang mengganggu ibu?
Ada 4 cara untuk mengontrol halusinasi ini, yang pertama menghardik,
kedua dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, ketiga melakukan
kegiatan yang terjadwal dan yang keempat dengan cara minum obat yang
teratur
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu menghardik?
Caranya adalah: saat bayangan yang mengganggu ibu muncul langsung
katakan. Pergi!! pergi!! pergi!!, saya tidak mau melihat kamu, kamu
tidak nyata, kamu bayangan palsu,jangan ganggu saya. Begitu diulang-
ulang sampai bayangan itu hilang
Apakah ibu mengerti dengan apa yang barusan kami ajarkan?
Kalau begitu coba ibu peragakan
Nah begitu, bagus sekali bu. Coba satu kali lagi bu
Bagus sekali, ibu sudah bisa ya
3. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan ibu setelah memperagakan latihan tadi?
Kalau bayangan itu muncul lagi, silahkan gunakan cara tersebut,
bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar mengontrol bayangan
tersebut dengan cara yang kedua?
Ibu maunya jam berapa dan dimana?
Baiklah bu, sampai bertemu besok ya, selamat pagi . assalamualaikum
B. Tahap Kerja
Cara kedua untuk mengontrol halusinasi adalah dengan cara
bercaka-cakap bersama orang lain. Jadi kalau ibu melihat
bayanagn tersebut langsung saja cari teman atau perawat untuk
diajak ngobrol
Caranya adalah: tolong saya, bayangan itu datang lagi, ayo
ngobrol dengan saya!
Bagaimana, apakah ibu mengerti?
Kalau begitu coba ibu lakukan seperti yang tadi saya lakukan
Bagus bu!, coba lagi
Nah begitu, bagus. Latihan terus ya bu
C. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan iu setelah lakukan cara kedua ini?
Jadi sudah ada berapa cara yang ibu pelajari untuk mengontrol
halusinasi tersebut?
Bagus, ibu bisa menggunakan kedua cara ini saat bayangan itu
muncul
Bagaimana kalau besok kita ketemu lagi untuk belajar cara ke tiga
yaitu melakukan kegiatan terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 08.00
Mau dimana kita latihan? Bagaimana kalau kita pindah tempat
latihan diteras sebelah?
Baiklah sampai besok ya bu. assalamualaikum
STRATEGI PELAKSANAAN IV
TINDAKAN KEPERAWATAN MELAKUKAN AKTIVITAS
TERJADWAL
Tanggal interaksi : 1 April 2023
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi Klien
- Klien tampak ngomong ngelantur klien tampak berbicara sendiri
-
b. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori
B. Tahap Kerja
Apa saja yang biasa ibu lakukan?
Kalau pagi apa kegiatan ibu? Terus jam berikutnya kegiatan apa?
Ayo kita buatkan 1 kegiatan hari ini yaitu senam
Bagus sekali bu
Kegiatan ini dapat membantu ibu untuk mencegah bayanagan tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai
malam ibu ada kegiatan
C. Tahap Terminasi
Bagaimana perasaannya bu setelah latihan cara ketiga untuk
mencegah bayangan tersebut?
Bagus bu
Coba ibu sebutkan 3 cara yang telah diajarkan untuk mencegah
bayanagn itu! Bagus sekali bu!
Bagaimana kalau besok siang kita membahas cara yang keempat yaitu
cara minum obat yang baik serta kegunaan obat
Mau jam berapa bu? Bagaimana kalau jam 11 siang?
Diruangan ibu ya, sampai nanti selamat pagi!
STRATEGI PELAKSANAAN V
TINDAKAN KEPERAWATAN MINUM OBAT TERATUR
b. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori
b. Tahap Kerja
Apakah ada bedanya setelah minum obat secara teratur ? apakah
bayangan itu tidak muncul setiap saat ?
Minum obat sangat penting agar bayangan yang mengganggu ibu tidak
muncul lagi
Berapa macam obat yang ibu minum?
Obat yang warnanya kuning (Clozapine siang 100 mg dan malam 200
mg) minumnya 2x, jam 13.00 siang dan jam 19.00 malam gunanya
untuk menghilangkan bayangan yang mengganggu bu. Obat yang
warna merah muda (Olanzapine 1 x 10 mg), minumnya 1x jam 19.00,
gunanya untuk menenangkan pikiran
Jadi kalau bayangan itu tidak muncul bukan berarti ibu harus berhenti
minum obat, tapi konsultasikan ke dokter dulu. Karena jika ibu tidak
minum obat maka sakitnya akan kambuh lagi dan akan sulit untuk
mengembalikan keadaan ibu yang semula. Jadi jika obatnya habis ibu
bisa mintakan ke dokter untuk diberikan obat lagi. Ibu juga harus teliti
saat menggunakan obat-obatan tersebut, pastikan obatnya benar agar
tidak tertukar dengan obat milik teman lain. Saat pengambilan obat iu
harus membaca kemasannya dan pastikan obat diminum pada
waktunya dengan cara yang benar, yaitu diminum sesudah makan dan
tepat jamnya. Ibu juga harus memperhatikan berapa jumlah obat sekali
minum.
c.Tahap Terminasi
Bagaimana perasaan ibu setelah kita membahas tentang obat ? sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah bayangan itu muncul lagi?
Kalau begitu coba ibu sebutkan ? (Bagus bu, pintar)
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
A. Pembahasan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan
antara konsep dasar teori dan kasus nyata Nn “D” dengan Halusinasi
diruang Merpati Rumah Sakit Jiwa Daerah Sungailiat Tahun 2023. Pembahasan
yang kelompok lakukan meliputi pengkajian, diagnosa, keperawatan,
intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2019) pengkajian
merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis
untuk menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan
komunitas. Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien,
alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososisal dan lingkungan,
pengetahuan, dan aspek medik. Dalam pengumpulan data penulis
menggunakan metode wawancara dengan Nn “D”, observasi secara
langsung terhadap kemampuan dan perilaku Nn “D”, serta dari status Nn
“D”. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang
mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Nn “D”.
Namun, Pada saat pengkajian tidak ada anggota keluarga Nn “D” yang
menjenguknya sehingga, penulis tidak memperoleh informasi dari pihak
keluarga.
Pada tahap pengkajian klien, kelompok mengawali dengan
melakukan bina hubungan saling percaya dengan cara melakukan
perkenalan diri, menjelaskan maksud dari tujuan tindakan yang akan
dilakukan sehingga klien terbuka, mengerti serta kooperatif, klien
mengatakan awal pertama mengalami gangguan jiwa dan dirawat di RSJD
pada tahun 2004 klien melihat sesuatu yang tidak ada wujudnya yaitu tokoh
kartun Doraemon dan perasaan klien saat halusinasi muncul klien merasa
cemas dan takut. Klien keluar dan masuk kembali pada tahun 2008 hingga
tahun 2023 dikarenakan klien sering marah-marah, bicara kacau dan selalu
berulang-ulang, gelisah, tertawa sendiri, sering melihat sesuatu yang tidak
ada wujudnya hingga klien mengamuk. Klien juga mengatakan dibawa oleh
keluarga untuk kontrol ke RSJD dan sudah mulai tidak teratur minum obat
dirumah. Kemudian Pada tanggal 13 Maret 2023 klien dibawa kembali oleh
keluarga ke IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Alasan keluarga membawa klien kerumah sakit jiwa dikarenakan
klien sering marah-marah, keluyuran tanpa mengenakan pakaian, mondar-
mandir, berbicara kacau dan berulang-ulang, tertawa sendiri, gelisah,
mengamuk. Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga lain yang
menderita penyakit serupa seperti Nn. D. Dari itu kelompok mengambil
masalah keperawatan Ketidakmampuan Koping Keluarga.
Menurut teori model adaptasi stress stuart dan hubungannya dengan
klien Nn.D, Faktor Predisposisi meliputi aspek biologis : Klien secara
genetik tidak ada riwayat keturunan keluarga dengan gangguan
jiwa,kemudian aspek psikologis :klien dan keluarga menceritakan
pengalaman masa lalu seperti klien yang pernah mengalami halusinasi
melihat sesuatu yang tidak nyata.
Tentang pengkajian Stressor Presipitasi, Menurut Stuart, Stressor
Presipitasi adalah stimulus yang menantang, mengancam atau menuntut
individu. Menurut Penulis, faktor presipitasi klien sehingga masuk ke RSJ
Babel yaitu klien mengalami insight dengan derajat 1 yaitu klien
menyangkal bahwa dirinya sakit, sehingga klien di rumah tidak teratur
dalam meminum obat.
Pada pasien Skizofrenia, terdapat gejala positif dan gejala negatif.
Gejala positif yang dialami klien Nn.D adalah halusinasi, gangguan
pemikiran, bicara kacau, perilaku bizar. Nn.D juga mengalami gejala negatif
yaitu afek datar. Mengenai gejala positif, klien mengalami halusinasi,
meskipun klien tidak mau menjelaskan karakterisitik halusinasi.
Model perilaku agresif klien di unit perawatan menurut Nijman H,
2000, yaitu pada variabel klien secara psikopatologi meliputi Skizofrenia
(disertai paranoid delusions). Pada Nn.D, klien juga mengalami Skizofrenia
Hebrefenik. Tampak klien mondar-mandir di dalam kamar. Hal ini sesuai
dengan teori model perilaku agresi, dalam variabel ruang perawatannya
disebut stress lingkungan berupa ruangan yang ramai, tidak ada privasi
sehingga dapat memicu perilaku agresif.
Pada klien (Nn.D) merupakan faktor predisposisi atau faktor
penyebab pertama kali klien masuk ke RSJD. Terbukti dari data pengkajian
klien mengatakan ada melihat bayangan sesuatu, namun saat ditanyakan
tentang bagaimana karakteristik halusinasinya, klien tidak menjawab. Selain
itu, masalah halusinasi pada ”Nn.D” baru memasuki fase 1 (comforting)
yang berarti ansietas sebagai halusinasi menyenangkan dengan karakteristik
klien tampak bicara sendiri, tertawa sendiri, dan suka mondar –mandir.
Klien mencoba berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan
ansietas individu mengenal bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori
berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani (nonpsikotik).
2. Diagnosa keperawatan
Menurut tinjauan pustaka diagnosa keperawatan adalah
interprestasi ilmiah dari data pengkajian yang digunakan untuk
mengarahkan perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan
(Damaiyanti dan Iskandar, 2014). Dengan menggunakan istilah
“diagnosis keperawatan” jelaslah bahwa perawat adalah penegak
diagnosis, menurut Nanda-I (2012) dalam buku Damaiyanti dan
Iskandar (2014).
Dari pohon masalah dalam tinjauan pustaka didapatkan masalah
keperawatan sebagai berikut:
a. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan
b. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan penurunan motivasi
Pada tinjauan pustaka terdapat 11 masalah keperawatan tetapi dalam
tinjauan kasus terdapat 2 masalah keperawatan dan diambil 1
diagnosa keperawatan prioritas.
1. Halusinasi
Masalah ini muncul karena klien mengatakan ada melihat sesuatu yaitu
bayangan, saat ditanyakan tentang bagaimana karakteristik halusinasinya,
klien menjawab dengan pembicaraan yang tidak terarah dan klien tampak
bicara ngelantur dan sering diulang-ulang, tertawa sendiri, dan suka
mondar –mandir.
2. Defisit Perawatan Diri
Masalah ini muncul terbukti dari klien mengatakan mandi hanya 2
x sehari, mandi tanpa menggunakan sabun dan tidak pernah menggosok
gigi. Data lain sebagai pendukung yaitu rambut klien tampak panjang
terurai dan keriting, raut wajah tampak lebih tua dari usia klien, gigi klien
tampak kuning, kuku klien tampak kuning dan Panjang, kulit klien
berwarna putih.
Namun, dari 2 masalah keperawatan diatas kelompok mengambil 2
masalah keperawatan prioritas yang ditetapkan untuk dilakukan rencana
keperawatan dan tindakan keperawatan yaitu Gangguan persepsi sensori
halusinasi dan deficit perawatan diri. Dikarenakan banyaknya faktor
pendukung munculnya masalah tambahan dalam pengambilan masalah
keperawatan. Misalnya halusinasi penglihatan dan defisit perawatan diri
namun masalah tersebut menimbulkan masalah dalam kehidupan
sehingga menimbulkan masalah kejiwaaan yang mengacu pada
kerusakan masalah keperawatan persepsi sensori dan deficit keperawatan
diri hal ini terjadi pada klien Nn.D yang dibuktikan dari data subjektif
yaitu “ klien mengatakan sering melihat bayangan yang sering
mengikutinya sekilas-sekilas terjadi tidak menentu saat klien sendirian
serta “ klien mengatakan mandi 2xsehari mandi tanpa menggunakan
sabun tidak menggosok gigi badan terasa gatal.
Menurut penulis masalah tersebut muncul pada Nn. D dikarenakan
klien tampak ngomong ngelantur, klien tampak berbicara sendiri, klien
kadang-kadang melihat ke satu arah, dan klien ketawa-ketawa sendiri
maka diangkat masalah keperawatan gangguan persepsi sensori
penglihatan serta rambut tampak panjang tidak teurus dan kusut, gigi
klien tampak kuning, kuku klien tampak kotor dan kuning.
3. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan
yang dapat mencapai setiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan
meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian asuhan keperawatan
pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan
keperawatan klien dapat diatasi. Rencana keperawatan yang kelompok
lakukan sama dengan landasan teori, karena rencana tindakan keperawatan
tersebut telah sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedure) yang
telah ditetapkan.
Dalam kasus kelompok juga mencantumkan alasan ilmiah atau
rasional disetiap tindakan keperawatan yaitu tujuan umum berfokus pada
penyelesaian penyebab dari diagnosis keperawatan. Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu di capai atau dimiliki.
Kemampuan ini dapat berfariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan
klien. Kemampuan pada tujuan khusu terdiri atas tiga aspek yaitu:
kemampuan kognitif, psikomotorik, afektif yang perlu dimiliki klien untuk
menyelesaikan masalahnya.
4. Implementasi Keperawatan
Tujuan umum gangguan persepsi sensori yaitu agar klien dapat
mengontrol halusinasi yang dialaminya. Ada empat tujuan khusus dalam
mengontrol gangguan persepsi sensori yaitu dengan menghardik, distraksi,
bercakap-bercakap, beraktivitas fisik antara lain: tujuan khusus pertama,
klien dapat membina hubungan saling percaya. Rasional dari tindakan yang
dilakukan yaitu hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi terapeutik
antara perawat dan klien. Tujuan khusus kedua,ajarkan bercakap- cakap
dengan orang lain. Rasional dari tujuan kedua adalah peran klien
bercakap- cakap adalah mengalihkan pikirannya terhadap halusinasi Yang
ketiga adalah mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktivitas atau kegiatan harian. Rasional dari tindakan yang dilakukan yaitu
mengontrol dengan melakukan aktivitas sehingg klien dapat mengalihkan
halusinasi. tujuan yang ke empat adalah ajarkan klien mengontrol halusinasi
dengan cara patuh obat. Rasionalnya yaitu klien dapat mengontrol halusinasi
dengan minum obat dengan rasionalnya yaitu dapat meningkatkan
pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur.
5. Evaluasi
Menurut kurniawati (dalam Nurjanah, 2010), evaluasi adalah proses
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien
evaluasi dibagi dua yaitu evaluasi proses/formatif yang dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan keperawatan, evaluasi hasil atau sumatif
yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan
khusus serta umum yang telah ditentukan pada kasus ini, kelompok
menggunakan 2 evaluasi yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.
Pada kasus ini, kelompok melakukan evaluasi kepada klien dalam
bentuk evaluasi SOAP (Subjek, Objek, Assasment dan Planing ), evaluasi
kelompok dilakukan secara formatif setelah tindakan dan sumatif setelah
menjelang operan dinas. Pada saat evaluasi formatif dan evaluasi sumatif
hari pertama pada tanggal 30 maret 2023 Nn”D” , setelah diberikan SP 1
klien mengatakan akibat yang dialai klien yaitu disebabkan klien melihat
bayangan bayangan yang mengikutinya, klien mengatakan setelah belajar
menghardik halusinasi selama 4 hari dari SP1 sampai SP4 klien mampu
melakukan cara mengontrol halusinasi dengan tekhnik yang telah diajarkan
perawat kelompok yaitu tekhnik menghardik halusinasi, dan melakukan
aktivitas sehari- hari.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengkajian Asuhan Keperawatan Nn. D dengan
gangguan persepsi sensori halusinasi di Ruang Merpati Rumah Sakit
Daerah Provinsi Bangka Belitung didapatkan diagnose Pre Operasi
sebagai berikut:
B. Saran
1. Bagi Kelompok
Diharapkan dapat menjadi pengalaman belajar dalam meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan berkaitan dengan kasus gangguan
persepsi sensori halusinasi Bagi RSJD Bangka Belitung,
2. Bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah Bangka Belitung
Masukan dan informasi bagi pelayanan keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan, khususnya pada pasien gangguan
persepsi sensori
3. Bagi STIKES Citra Delima Bangka Belitung
Hasil penelitian ini dapat menjadi media baca informasi dan masukan
bagi pendidikan keperawatan khususnya mahasiwa/mahasiswi
STIKES Citra Delima Bangka Belitung.