Anda di halaman 1dari 60

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. E. M DENGAN GANGGUAN


PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENGDENGARAN DI RUANGAN UGD
RSJ NAIMATA KUPANG

OLEH

ALFIAN TALU POPO


213111094

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
bimbingan dan rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang
berjudul“Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. E. M Dengan Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi Pengdengaran Di Ruangan UGD RSJ Naimata Kupang” dengan
baik. Kami berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam
menambah pengetahuan skususnya pada mata kuliah keperawatan jiwa.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca sangat diharapkan sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
menyempurnakannya.

Kupang, ….juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata pengantar..............................................................................................................1
Daftar isi.......................................................................................................................1
BAB I Pendahuluan...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................4
1.2 Tujuan ...................................................................................................................4
1.2.1 Tujuan Umum..............................................................................................4
1.2.2 Tujuan Khusus.............................................................................................4
1.3 Mamfaat penelitian................................................................................................4
1.3.1 Bagi penulis.................................................................................................4
1.3.2 Bagi pemegang program keperawatan jiwa di RSJ Naimata Kupang.........4
1.3.3 Bagi institusi pendidikan.............................................................................4
BAB II Tinjauan pustaka.........................................................................................5
2.1 Konsep teori...........................................................................................................5
2.2 Rentang respon halusinasi.....................................................................................7
2.3 Fatofisiologi...........................................................................................................7
2.4 Manifestasi klinis...................................................................................................9
2.5 Klasifikasi/jenis halusinasi...................................................................................10
2.6 Penatalaksanaan....................................................................................................11
2.7 Pohon masalah......................................................................................................13
BAB III Asuhan keperawatan jiwa.........................................................................20
3.1 Pengkajian.............................................................................................................20
3.2 Daftar masalah keperawatan.................................................................................28
3.3 Daftar diagnosa keperawatan................................................................................28
3.4 Analisa data...........................................................................................................28
3.5 Pohon masalah......................................................................................................28
3.6 Rencana keperawatan jiwa....................................................................................29
3.7 Implementasi dan evaluasi keperawatan...............................................................32
BAB IV.......................................................................................................................39
4.1 pengkajian.............................................................................................................39
4.2 Diagnosa keperawatan..........................................................................................39
iii
4.3 Intervensi .............................................................................................................40
4.4 Implementasi.........................................................................................................40
4.5 Evaluasi.................................................................................................................41
4.6 Menerapkan hasil penelitian dalam asuhan keperawatan pada Tn. E...................42
4.7 Menggambarkan implemensi keperawatan pada Tn. E........................................44
4.8 Menggambarkan hambatan dalam asuhan keperawatan.......................................44
BAB V Kesimpulan...................................................................................................45
5.1 Kesimpulan...........................................................................................................45
5.2 Saran.....................................................................................................................46

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat
adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam hal tingkah laku. Hal ini
terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Budi, 2019). Sedangkan menurut
Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2014, orang dengan gangguan jiwa yang disingkat
ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan perubahan perilaku yang bermakna,
serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia. Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai oleh kelainan
dalam persepsi atau ungkapan realitas. Salah satu gejala yang paling sering muncul pada
Skizofrenia adalah munculnya halusinasi yaitu sekitar 70 %. Gangguan persepsi sensori
(halusinasi) merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien
gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan
atau penghidu, tanpa stimulus yang nyata. Salah satu jenis halusinasi yang paling sering
dijumpai yaitu halusinasi pendengaran. Halusinasi pendengaran dapat berupa bunyi
mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna (Haryana 2015).
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa kronik (Mirza, dkk, 2015).
Skizofrenia merupakan gangguan mental dengan ciri utama gejala psikotik, dan gejala
tersebut dapat menyebabkan penderita sikzofrenia mengalami penurunan kualitas hidup,
fungsi sosial, dan pekerjaan. Hasil survey World Healt Organization (WHO 2013)
menyatakan saat ini diperkirakan sekitar 26 juta orang di dunia akan mengalami
skizofrenia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013) diperkirakan sekitar 400 ribu
orang yang mengalami skizofrenia (Riskesdas, 2013)
WHO (2018) mengatakan prevalensi kejadian gangguan mental mental kronik dan
parah yang menyerang 21 jutaa jiwa dan secara umum terdapat 23 juta jiwa di seluruh
dunia, ≥ 50% jiwa dengan skizofrenia tidak menerima perawatan yang tepat, 90% jiwa
dengan skizofrenia yang tidak diiobati tinggal di Negara dengan penghasilan rendah dan
menengah, Prevalensi pasien dengan gangguan jiwa di Indonesia tahun 2013 sebanyak 1,7
1
2

per mil dan terjadi peningkatan jumlah menjadi 7 per mil tahun 2018. Prevalensi pasien
dengan gangguan jiwa di Nusa Tenggara Timur berdasarkan usia diatas 15 tahun mencapai
9.7% (Riskesdas, 2018).
Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan mengalami marah tanpa sebab,
bicara atau tertawa sendiri, ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas, maka perawat harus
mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi pelaksanaan yang tersedia, tetapi informasi
ini harus digunakan sebagai satu bagian dari pendekatan holistik pada asuhan klien. Peran
perawat dalam menangani halusinasi antara lain melakukan penerapan standar asuhan
keperawatan, terapi aktivitas kelompok, dan melatih keluarga untuk merawat klien dengan
halusinasi. Menurut Keliat (2007) Strategi pelaksanaan pada klien halusinasi mencakup
kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan klien menghardik halusinasi, minum obat
dengan teratur, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, serta melakukan
aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi (Afnuhazi, 2015).
Penanganan gangguan jiwa dilakukan dengan Terapi Psikofarmakologi dan Terapi
Psikososial. Beberapa jenis terapi modalitas merupakan bentuk terapi psikososial. Salah
satunya adalah Terapi Aktivitas Kelompok yang telah lama di terapkan di Rumah Sakit
Jiwa, akan tetapi perlu dievaluasi. Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu terapi
modalitas yang merupakan upaya untuk memfasilitasi perawat atau psikoterapis terhadap
sejumlah pasien pada waktu yang sama. Tujuan dari terapi aktivitas adalah untuk
memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota (Purwanto, 2015).
Terapi Aktivitas Kelompok bertujuan untuk mengajarkan dan melatih pasien untuk
beradaptasi dengan orang lain, terapi yang menggunakan aktivitas, mempersepsikan
berbagai stimulasi yang terkait dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan
dalam kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah (Widianti, 2017). Menurut teori TAK stimulasi persepsi akan efektif
bila dilakukan dengan waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-40 menit bagi kelompok
yang baru (Stuart, 2016). Perawat berperan sebagai penyusun rencana kegiatan dan
mempersiapkan program Terapi Aktivitas Kelompok, perawat juga berperan sebagai
leader, co leader, fasilitator, dan observer (Budi, 2019).
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ari & Rochdiat dengan judul
pengaruh pemberian terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan
3

mengontrol halusinasi pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Ghrasia menunjukkan bahwa
nilai rata-rata kemampuan mengontrol sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi adalah 1,97 dan nilai rata-rata kemampuan mengontrol halusinasi setelah
dilakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah 2,62. Hal tersebut berarti ada
pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Ghrasia (Suryanti. et al. 2017). Dalam
penelitian (Gasril, Pratiwi et Al, 2021) Hasil wawancara pada tanggal 11 Desember 2019
terdapat 25 pasien dengan Halusinasi Pendengaran, dan untuk survey awal ini peneliti
mengambil 7 pasien sebagai sampel, dan di dapatkan bahwa 4 orang pasien mengatakan
bahwa sering mendengar suara-suara aneh yang mengganggunya pada saat sedang sendiri
dan mereka belum bisa mengontrol bagaimana cara menghilangkan suara aneh tersebut, 2
orang lainnya mengatakan sudah tidak terlalu sering mendengar suara aneh dan mereka
pun belum bisa mengontrol bagaimana cara menghilangkan suara aneh, 1 orang lagi belum
terlalu paham mengenai suara-suara yang sering di dengarnya dan belum mengerti
bagaimana cara menghilangkan suara tersebut, dan 1 orang dari 7 responden tidak sering
mendengar suara aneh tetapi sudah bisa mengontrol bagaimana menghilangakan suara
tersebut dengan cara menghardik. Dan dari hasil wawancara bersama perawat di RSJ
bahwasannya dalam pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, pasien dengan halusinasi
pendengaran belum terlalu memahami tentang apa yang dirasakan dan didengarkannya.
Berdasarkan hasil penelitian Anggraini, dkk (2013) tentang Pengaruh Menghardik
Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia di RSJD Dr.
Aminogondohutomo Semarang, terapi menghardik dengan menutup telinga responden
mengalami penurunan tingkat halusinasi dengar, hal ini dikarenakan pada saat responden
menutup telinga saat melakukan terapi menghardik responden menjadi lebih fokus dan
berkonsentrasi pada halusinasinya. Sehingga dianjurkan untuk para perawat di rumah sakit
agar menggunakan terapi menghardik dengan menutup telinga karena hasilnya akan lebih
baik (Anggraini, dkk, 2013). Hasil penelitian Halawa (2015) tentang Pengaruh Terapi
Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol
Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia di Ruang Flamboyan Rumah Sakit
Jiwamenur Surabaya, kemampuan pasien skizofrenia dalam mengontrol halusinasi
pendengaran sebelum pemberian Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2
4

didapatkan bahwa ada pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi Persepsi Sesi 1-2
terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia (Halawa,
2015).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini
sebangai karya tulis ilmiah, dengan judul “Asuhan keperawatan pada klien Tn E dengan
gangguan persepsi sensori halusinasi pengdengaran di ruang Nihiwatu rumah Sakit Jiwa
Naimata Kupang”
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan keperawatan pada klien Tn E dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi pengdengaran di RSJ Naimata Kupang.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian, diagnose, perencanaan, implementasi dan
evaluasi pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pengdengaran
2. Menerapkan hasil penelitian terkait pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pengdengaran
3. Menggambarkan implikasi keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi
sensori halusinasi pengdengaran
4. Menggambarkan hambatan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
persepsi sensori hausinasi pengdengaran.
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Bagi Penulis
Studi kasus ini dapat menggambarkan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan
serta kemampuan penulis, disamping itu dapat memberikan pengalaman dalam
asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
1.3.2 Bagi Pemegang Progam Keperawatan Jiwa di RSJ Naimata Kupang
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran, wawasan serta informasi
bagi perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi.
1.3.3 Bagi Institusi Pendidikan
Studi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan wawasan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan halusinasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Teori
2.1.1 Definisi
Gangguan persepsi sensori: halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa pada
individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi pada panca indera; merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Perubahan persepsi sensori merupakan
gejala umum dari skizofrenia dan termasuk dalam gangguan orientasi realita yaitu
ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada realita, tidak mampu membedakan
rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan, serta
tidak mampu memberi respon secara tepat sehingga tampak perilaku yang sukar
dimengerti dan mungkin menakutkan (Keliat & Akemat, 2009; Yusuf, dkk., 2015).
Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat
kesadaran individu penuh/baik (Dermawan & Rusdi, 2013)
Dengan demikian perubahan persepsi sensori: halusinasi merupakan suatu bentuk
gangguan jiwa dimana individu mengalami gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penerapan indra tanpa
adanya rangsangan dari luar.
2.1.2 Etiologi
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat
yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, 2010).
2.1.1 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah:
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural

5
6

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak.
4. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2.1.2 Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2009) faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
7

2.2 Rentang Respon Halusinasi


Rentang respon neurobiologis dari keadaan respon persepsi adaptif sehingga keadaan
persepsi maladaptif, dapat dilihat pada gambar rentang respon seperti di bawah ini :

RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pemikiran logis  Distorsi pikiran  Kelainan


 Persepsi akurat  Ilusi pikiran/delusi
 Emosi konsisten  Reaksi emosional  Halusinasi
dengan pengalaman berlebihan atau  Ketidakmampuan
 Perilaku sesuai kurang mengalami emosi
 Hubungan sosial  Perilaku ganjil/tak  Ketidakberaturan
harmonis lazim  Isolasi social
 Menarik diri

2.3 Patofisiologi
Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia. Halusinasi terjadi
pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat timbul pada skizofrenia dan
pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma otak organik, epilepsi (sebagai aura),
nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi
sensorik (Kusumawati, 2010.
Klien yang mendengar suara-suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain.
Halusinasi yang dialami berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau
pikiran klien. Suara-suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau
membunuh orang lain.
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitasnya dan keparahannya. Fase-
fase halusinasi (Dermawan & Rusdi, 2013) :
1. Fase I : Comforting (ansietas sedang : halusinasi menyenangkan)
a. Karakteristik
8

Klien mengalami perasan mendalam seperti ansietas kesepian, rasa bersalah, takut
dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam
kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani non psikotik.
b. Perilaku klien
Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik sendiri,
diam dan asyik sendiri.
2. Fase II : Condeming (ansietas berat : halusinasi menjadi menjijikkan)
a. Karakteristik
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori
dan menarik diri dari orang lain (psikotik ringan).
b. Perilaku klien
Meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan
denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, rentang perhatian menyempit, asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi
dengan realita.
3. Fase III : Controlling (ansietas berat : pengalaman sensori menjadi berkuasa)
a. Karakteristik
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik, klien mungkin mengalami
kesepian jika sensori halusinasi berhenti (psikotik).
b. Perilaku klien
Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti, kesukaran berhubungan
dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit, adanya tanda-
tanda fisik ansietas berat seperti : berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti
perintah.
4. Fase IV: Conquering (panik: umumnya menjadi melebur dengan halusinasinya)
a. Karakteristik
9

Pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah


halusinasinya. Halusinasi berakhir dalam beberapa jam atau hari jika tidak ada
intervensi therapiutik (psikotik berat).

b. Perilaku klien
Perilaku teror akibat panik, potensi kuat suicide atau homicide, aktifitas fisik
merefleksikan isi halusinasi seperti prilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonia, tidak mampu berespon terhadap perintah komplek (Dermawan & Rusdi,
2013).
2.4 Manifestasi Klinis
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara
tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya
(apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan
halusinasi (Keliat, 2009) :
I.1.1 Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1. Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2. Menggerakkan bibir tanpa bicara
3. Gerakan mata cepat
4. Bicara lambat
5. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
I.1.2 Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
I.1.3 Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1. Cenderung mengikuti halusinasi
10

2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain


3. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak bisa mengikuti petunjuk).
I.1.4 Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1. Pasien mengikuti halusinasi
2. Tidak mampu mengendalikan diri
3. Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2.5 Klasifikasi / Jenis Halusinasi
Menurut Kusumawati & Hartono (2011) membagi halusinasi menjadi 10 jenis, antara lain
sebagai berikut :
a. Halusinasi Pendengaran (auditory-hearing voices or sounds)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak
mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang
bermakna. Biasanya suara tersebut ditunjukkan pada penderita sehingga tidak jarang
penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut. Suara tersebut dapat
dirasakan berasal dari jauh atau dekat bahkan mungkin datang dari tiap bagian tubuhnya
sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa
ancaman, mengejek, memaki atau bahkan yang menakutkan dan kadang-kadang
mendesak atau memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh atau merusak.
b. Halusinasi Penglihatan (visual-seeing persons or thinks)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul
bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-
gambaran yang mengerikan.
c. Halusinasi Penciuman (olfaktory-smelling odors)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak,
melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman
yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi Pengecapan (gustatorik)
11

Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman penderita


merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi Raba (taktile-feeling bodily sensation)
Merasa diraba , disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang bergerak di bawah kulit.
Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
f. Halusinasi Kinestetik
Merasa badannya bergerak dalam sebuah ruangan, atau anggota badannya bergerak
(umpamanya anggota badan bayangan atau “phantomlimb”).
g. Halusinasi Visceral
Perasaan tertentu timbul di dalam tubuhnya.
h. Halusinasi Hipnagogik:
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum tertidur persepsi
sensorik berkerja salah.
i. Halusinasi Hipnopompik
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum terbangun sama sekali
dari tidurnya. Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang
normal.
j. Halusinasi Histerik
Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya diatasi
dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
a) Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut
biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi
biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5
mg atau 3x5 mg.
12

b) Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile. Biasanya


diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi
sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep,
2011).

2) Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang
pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang
listrik 4-5 joule/detik.
3) Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama
(Maramis, 2005).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi yaitu (Keliat,
2010):
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah
dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi.
Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang
disediakan: baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan
stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan
proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan,
kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan halusinasi.
Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
13

2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori


Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi
reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan
secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta
menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik,
seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai
sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
2.7 Pohon Masalah

Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan

Core Problem Gangguan persepsi sensori halusinasi

Causa Isolasi sosial

Gangguan konsep diri HDR


(Rasmun, 2009).

1. Masalah Keperawatan Yang Perlu Dikaji


a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
1) Perilaku hiperaktif
2) Mudah tersinggung
3) Perilaku menyerang seperti panik
4) Ansietas
b. Gangguan persepsi sensori halusinasi
1) Berbicara, senyum, tertawa sendiri
2) Bertindak seolah-olah dipenuhi oleh sesuatu yang menyenangkan
3) Tidak dapat memusatkan perhatian
4) Kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dengan realita
c. Isolasi sosial
1) Kesulitan berinteraksi dengan orang lain
14

2) Menarik diri
3) Kurangnya kontak mata dan komunikasi

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1. Genetika
2. Neurobiologi
3. Neurotransmitter
4. Abnormal perkembangan saraf
5. Psikologis
b. Faktor Presipitasi
1. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Adanya gejala pemicu
c. Mekanisme Koping
1 Regresi
2 Proyeksi
3 Menarik diri
d. Perilaku Halusinasi
1. Jenis dan isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila
halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar atau bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien, bila halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang
tercium untuk halusinasi bau atau hirup, rasa apa yang dikecap, untuk halusinasi
pengecapan, atau merasakan apa yang dipermukaan tubuh bila halusinasi
perabaan.
2. Waktu, Frekuensi, dan Situasi pencetus halusinasi
15

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Bila memungkinkan klien diminta menjelaskan kapan persisnya waktu
terjadi halusinasi tersebut. Imformasi ini penting untuk mengidentifikasikan
pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat
mengalami halusinasi. Identifikasi situasi yang di alami klien sebelum mengalami
halusinasi dengan menanyakan kepada klien kejadian yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Observasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien.
3. Respon klien saat halusinasi
Adapun data yang didapatkan pada klien dengan perubahan persepsi sensori
antara lain:
a. Data subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata,
tidak percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan
perhatian dan konsentrasi, merasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap
halusinasinya, perasaan tidak aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang
panik, kebingungan.
b. Data obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau
kadang tidak masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap
perawatan dirinya, sering menyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari
adanya masalah, ekpresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak
gelisah, insght kurang, tidak ada minat untuk makan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori halusinasi
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah
(Herdman, 2015)
16

C. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan klien gangguan persepsi sensori halusinasi dalam bentuk
strategi pelaksanaan.
Hari/ Diagnosa Pasien Keluarga
Tgl keperawata
n
Gangguan SP 1 SP 1
Persepsi 1. Id 1. Diskusikan masalah
Sensori entifikasi halusinasi klien: yang dirasakan keluarga
Halusinasi isi, frekuensi, waktu terjadi, dalam merawat klien
situasi pencetus, perasaan, 2. Jelaskan pengertian,
respon. tanda dan gejala, dan
2. Je proses terjadinya
laskan cara mengontrol halusinasi.
halusinasi: menghardik, 3. Jelaskan cara merawat
bercakap-cakap, klien dengan halusinasi.
melakukan kegiatan dan 4. Latih keluarga cara klien
minum obat. yang mengalami
3. A halusinasi dengan
jarkan cara mengontrol menghardik.
dengan menghardik. 5. Anjurkan membantu
4. A klien sesuai jadwal dan
njurkan klien memasukan memberikan pujian
cara menghardik ke dalam
17

jadwal kegiatan harian.

SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan
mengontrol halusinasi keluarga dalam
dengan menghardik dan merawat/ melatih klien
beri pujian. menghardik. Beri
2. Ajarkan cara mengontrol pujian.
halusinasi dengan 2. Jelaskan cara bercakap-
bercakap-cakap cakap dan melakukan
3. Anjurkan klien memasukan kegiatan untuk
cara menghardik dan mengontrol halusinasi
bercakap-cakap ke dalam klien.
jadwal kegiatan harian 3. Anjurkan membantu
klien sesuai jadwal dan
memberi pujian.

SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan
mengontrol halusinasi keluarga dalam
dengan menghardik dan merawat/ melatih klien
bercakap-cakap, beri menghardik, bercakap-
pujian. cakap, dan melakukan
2. Ajarkan cara mengontrol kegiatan . Beri pujian.
halusinasi dengan 2. Jelaskan 6 benar cara
melakukan kegiatan memberikan obat.
3. Anjurkan klien memasukan 3. Latih cara memberikan/
cara menghardik, bercakap- membimbing minum
cakap, dan melakukan obat.
18

kegiatan ke dalam jadwal 4. Anjurkan membantu


kegiatan harian klien sesuai jadwal dan
beri pujian.

SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan
mengontrol halusinasi keluarga dalam
dengan menghardik, merawat/ melatih klien
bercakap-cakap, dan menghardik, bercakap-
melakukan kegiatan klien, cakap, melakukan
beri pujian. kegiatan, dan minum
2. ajarkan cara mengontrol obat. Beri pujian.
halusinasi dengan minum 2. Jelaskan follow up ke
obat teratur (sesuai prinsip PKM, tanda kambuh,
6 benar: jenis, kegunaan, rujukan.
dosis, frekuensi, cara, 4. Anjurkan membantu
kontinuitas minum obat) klien sesuai jadwal dan
3. Anjurkan klien memasukan beri pujian
kegiatan ke dalam jadwal
kegiatan harian.

D. Implementasi
19

Pasien Keluarga

SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi halusinasi klien: isi, 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, keluarga dalam merawat klien
perasaan, respon. 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
2. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi: gejala, dan proses terjadinya halusinasi.
menghardik, bercakap-cakap, melakukan 3. Menjelaskan cara merawat klien dengan
kegiatan dan minum obat. halusinasi.
3. Mengajarkan cara mengontrol halusinasi 4. Melatih keluarga cara klien yang
dengan menghardik. mengalami halusinasi dengan
4. Menganjurkan klien memasukan cara menghardik.
menghardik ke dalam jadwal kegiatan 5. Menganjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
SP 2 SP 2
1. Mengevaluasi kegiatan mengontrol 1. Mengevaluasi kegiatan keluarga dalam
halusinasi dengan menghardik, bercakap- merawat/ melatih klien menghardik,
cakap, dan melakukan kegiatan klien, beri bercakap-cakap, melakukan kegiatan, dan
pujian. minum obat. Beri pujian.
2. Mengajarkan cara mengontrol halusinasi 2. Menjelaskan follow up ke PKM, tanda
dengan minum obat teratur (sesuai prinsip 6 kambuh, rujukan.
benar: jenis, kegunaan, dosis, frekuensi, 3. Menganjurkan membantu klien sesuai
cara, kontinuitas minum obat) jadwal dan beri pujian
3. Menganjurkan klien memasukan kegiatan ke
dalam jadwal kegiatan harian.
20

SP 3 SP 3
4. Mengevaluasi kegiatan mengontrol 1. Mengevaluasi kegiatan keluarga dalam
halusinasi dengan menghardik dan beri merawat/ melatih klien menghardik. Beri
pujian. pujian.
5. Mengajarkan cara mengontrol halusinasi 2. Menjelaskan cara bercakap-cakap dan
dengan bercakap-cakap melakukan kegiatan untuk mengontrol
6. Menganjurkan klien memasukan cara halusinasi klien.
menghardik dan bercakap-cakap ke dalam 3. Menganjurkan membantu klien sesuai
jadwal kegiatan harian jadwal dan memberi pujian.

SP 4 SP 4
1.2 Mengevaluasi kegiatan mengontrol 1. Mengevaluasi kegiatan keluarga dalam
halusinasi dengan menghardik dan bercakap- merawat/ melatih klien menghardik,
cakap, beri pujian. bercakap-cakap, dan melakukan
1.3 Mengajarkan cara mengontrol halusinasi kegiatan . Beri pujian.
dengan melakukan kegiatan 2. Menjelaskan 6 benar cara memberikan
1.4 Menganjurkan klien memasukan cara obat.
menghardik, bercakap-cakap, dan 3. Melatih cara memberikan/ membimbing
melakukan kegiatan ke dalam jadwal minum obat.
kegiatan harian 4. Menganjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan beri pujian.

E. Evaluasi Keperawatan
1. Klien akan mampu membina hubungan saling percaya.
2. Klien akan dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik, bercakap-cakap,
melakukan kegiatan, dan minum obat.
3. Klien akan memahami program terapi yang diberikan.
4. Klien akan mengungkapkan tidak adanya halusinasi.
21
BAB III
Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Tn. E. M. A
Dengan Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran
Di Ruang UGD Rumah Sakit Jiwa Naimata Kupang
3.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 05 Juni 2022 di ruang UGD RSJ Naimata
Kupang, dengan sumber data yaitu pasien, keluarga (ibu) pasien dan perawat ruangan,
catatan medik, pemeriksaan fisik dan observasi.
1. Identitas klien
Ruang Rawat : Nihiwatu
Initial : Tn. E. A
Umur : 33 tahun
Pekerjaan :-
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 05-06-2022
No R.M : 001xxx
Status : Menikah
Pendidikan : SMA

2. Alasan Masuk
Keluarga (ibu) pasien mengatakan pasien di bawa ke RSJ Naimata Kupang karena sering
mendengar suarah bisikan yang menyuruhnya untuk memukul orang dan merusak barang-
barang, suara tersebut muncul pada saat pasien duduk sendiri dan suarah tersebut muncul
pada waktu yang tidak menentu. Pasien tampak gelisah, bicara kadang tidak nyangbung.
3. Faktor predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? Ya
Jelaskan: Keluarga (ibu) pasien mengatakan pasien pernah di rawat di RSJ Kupang
tahun 2020, selama 6 bulan dan di nyatakan sembuh
Masalah Keperawatan: - Gangguan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran
- Risiko perilaku kekerasan

22
23

2. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? Tidak


3. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Jelaskan: Keluarga (ibu) pasien mengatakan pasien pasien tidak pernah mengalami
kekerasan fisik.
Masalah Keperawatan: Tidak ada maslah keperawatan.

4. Fisik
1) Tanda vital
 Tensi : 120/90 mmHg
 Nadi : 85x/menit
 Respirasi: 20x/menit
 Suhu : 36,50C
2) Ukuran
 BB : 60 kg
 TB : 156 cm
3) Keluhan fisik: Tidak ada

5. Psikososial
a. Genogram

Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki meninggal
Perkawinan
Pasien
Anak/Saudara
Tinggal serumah
24

Jelaskan: Ibu pasien mengatakan anak ke 2 dari 3 bersaudara, dalam anggota keluarga pasien
tidak ada yang mengalami gangguan jiwa sama seperti pasien, pasien memiliki anak
perempuan usia 3 tahun.
b. Konsep diri
1) Gambaran diri
Pasien mengatakan menyukai dirinya yang sekarang
2) Identitas diri
Pasien mengatakan dirinya seorang laki-laki.
3) Peran diri
Pasien mengatakan pasien merupakan seorang kepala rumah tangga dan pasien
juga menjadi tulang punggung keluarga.
4) Ideal diri
Pasien mengatakan bahwa ingin cepat sembuh agar dapat berkumpul dengan
keluarganya
5) Harga diri
Pasien mengatakan khawatir dengan status sebagai tulang punggung keluarga
tetapi sedang dlam keadaan sakit.
c. Hubungan sosial
1) Orang yang berarti
Pasien mengatakan orang yang berarti adalah ibunya
2) Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat
Pasien tidak mengikuti kegiatan TAK karena tidak diijinkan oleh perawat
karena pasien susah untuk diajak masuk ke dalam kamar.
3) Hambatan dalam hubungan dengan orang lain
Pasien tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
d. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan pasien percaya bahwa adanya Tuhan, pasien beragama
Katolik
2) Kegiatan ibadah
Sebelum sakit: Pasien rajin beribadah, Selama sakit: Pasien rajin berdoa
25

6. Status Mental
a. Penampilan
Jelaskan: Penampilan rapih, menggunakan pakaian sesuai dan cara berpakaian seperti
biasa.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
b. Pembicaraan
Jelasakan: Pasien tidak mampu memulai pembicaraan, suara pasien kecil dan tidak
langsung merespon pertanyaan yang diberikan.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
c. Afektif motoric
Gelisah (V)
Jelaskan: Aktivitas pasien tampak tidak wajar, adanya peningkatan gerakan fisik
seperti sering mondar-mandir, tampak tidak fokus dan tampak gelisah saat dikaji.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
d. Mood dan Afek
1. Mood
Katakutan (V)
Jelaskan: pada saat dikaji pasien tampak ketakutan dan tidak mau diajak bicara
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
2. Afek
Labil (V)
Jelaskan: perasaan pasien cepat berubah-ubah
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
e. Interaksi selama wawancara
Kontak mata pasien kurang dan kooperatif (V)
Jelaskan: Saat diajak bicara pasien kooperatif, kontak mata kurang dan dan hanya
menjawab sesuai dengan pertanyaan yang diberikan
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
f. Persepsi
Gangguan persepsi halusinasi: Pendengaran
26

Jelasakan: Keluarga (ibu) pasien mengatakan pasien di bawa ke RSJ Naimata


Kupang karena sering mendengar suarah bisikan yang menyuruhnya untuk memukul
orang, suara tersebut muncul pada saat pasien duduk sendiri dan suarah tersebut
muncul pada waktu yang tidak menentu. Pasien tampak gelisah, bicara kadang tidak
yangbung, memukul tetangga
Masalah keperawatan: Gangguan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran
g. Proses pikir
Blocking
Jelaskan: Pasien hanya menjawab sesuai pertanyaan dan ingin cepat mengakhiri
pembicaraan
h. Isi pikir
Pasien tidak mengalami waham
i. Tingkat kesadaran
Pasien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat, dan orang
Jelaskan: Saat ditanya pasien tahu ia berada di RS Jiwa, mampu membedakan
pagi/siang/malam, pasien mengenal/mengingat orang-orang di sekitarnya.
j. Memori
Gangguan daya ingat jangka pendek
Jelaskan: Pasien tidak mampu mengingat kejadian beberapa hari yang lalu
k. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Jelaskan: Konsentrasi pasien mudah beralih dan menolak untuk diajak melakukan
berhitung sederhana
l. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan
Jelaskan: Pasien dapat mengambil suatu keputusan secara mandiri dan mendapatkan
bantuan dari orang lain.
m. Daya tilik
Mengingkari penyakit yang di derita
Jelaskan: Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak sakit
Masalah Keperawatan: Defisit Pengetahuan
27

2. Kebutuhan persiapan pulang


a. Keluarga (ibu) pasien mengatakan kemampuan pasien memenuhi/menyediakan
kebutuhan makanan, keamanan, perawatan kesehatan, pakaian, transportasi, tempat
tinggal, dan uang dibantu oleh keluarga.
b. Bantuan minimal Ketika ingin makan, makanan pasien disiapkan oleh istrinya kemudian
pasien makan sendiri. Pasien mandi setiap hari dan menggunakan pakaian yang sesuai.
c. Kegiatan sehari-hari
 Perawatan diri
 Mandi: Mandiri (Keluarga (ibu) pasien mengatakan pasien mandi 2-3x/hari)
 Pasien cuci tangan setelah makan, merapikan tempat tidur, sesuai arahan ibunya
 BAB dan BAK: Mandiri (Keluarga (ibu) pasien mengatakan mampu BAB dan BAK
secara mandiri)
 Ganti pakaian: Pasien selalu mengganti pakaian bersih setelah mandi dan itu
diingatkan dan dibantu oleh ibunya
 Nutrisi: Pasien makan dalam porsi dan diet yang telah disediakan oleh RS dan
mengabiskan porsi setiap porsi yang disajikan.
 Tidur: Pasien dapat tidur teratur mengikuti jadwal istirahat yang sudah ditetapkan
d. Kemampuan pasien dalam
 Mengantisipasi kebutuhan sehari-hari (Ya): Pasien mampu untuk makan, berpakaian
bersih, mandi dengan diingatkan oleh perawat
 Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri: Pasien masih butuh bantuan
perawat/orang lain dalam mengambil keputusan misalnya jika mandi dan ganti baju
masih diingatkan oleh perawat/orang lain
 Penggunaan obat: (tidak) Pasien mendapat bantuan dalam mengkonsumsi obat sesuai
jadwal yang diberikan dokter dan diatur pemberiannya oleh perawat.
 Pemeriksaan kesehatan (follow up), Tidak : Pasien masih menyangkal penyakit
jiwanya, butuh bantuan istri dan keluarga untuk membantu pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan
e. Kemampuan memiliki sistem pendukung
 Keluarga (Ya) : Pasien mendapat dukungan dari istri dan keluarga (ibu) dan
terapis/perawat di ruangan Nihiwatu
28

 Kelompok sosial (Ya): Keluarga (ibu) pasien mengatakan tetangga dan lingkungan
sekitar rumah sangat mendukung untuk proses penyembuhan pasien
f. Apakah pasien menikmati saat bekerja kegiatan yang menghasilkan atau hobi (Tidak):
Ibu pasien mengatakan pasien sangat menikmati setiap pekerjaan yang dikerjakan dan
merasa puas dengan hasil pekerjaan yang telah dikerjakan sampai tuntas.
3. Mekanisme Koping
 Adaptif
Jelaskan: Pasien mau berbicara dengan orang lain (ibu kandung)
4. Masalah Psikososial Dan Lingkungan
 Masalah dengan dukungan kelompok: Tidak
Jelaskan: Keluarga (ibu) pasien mengatakan ada dukungan dari anggota keluarga yang
selalu mendoakannya
 Masalah dengan perumahan: Tidak
Keluaraga (ibu) pasien mengatakan tidak ada masalah dengan tempat tinggal karena
pasien tinggal serumah dengan orang tua, istri dan kedua adiknya.
 Masalah dengan ekonomi: Tidak
Keluarga (ibu) pasien mengatakan pasien ditanggung oleh istri dan keluarga.
 Masalah dengan pelayanan kesehatan: Tidak
Keluarga (ibu) pasien mengatakan tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan.
5. Pengetahuan
Keluarga (ibu) pasien mengatakan pasien masih menyangkal sakitnya dan tidak paham
tentang obat-obatan yang pasien minum.
Masalah Keperawatan: Defisit Pengetahuan
6. Aspek Medis
Dignosa medis : Skizofrenia Paranoid
29

Terapi
No Nama obat Dosis Indikasi Kontraindikasi
1. Haloperidol 2x5 Terapi psikosis Hipersensitifitas
mg/oral pada skizofrenia terhadap obat,
depresi sistem saraf
pusat berat (termasuk
koma), neuroleptic
malignant
syndrome (NMS),
kejang yang tidak
terkontrol, dan
penyakit Parkinson.
2. Cepezet 1x1 Untuk Pasien yang
mg/oral mengatasi mengalami depresi
gangguan sumsum tulang dan
mental atau pasien penderita
mood seperti gangguan hati atau
gangguan ginjal berat.
kejiwaan yang
membuat
penderitanya
mengalami
halusinasi,
delusi, dan
perubahan pada
sikap
(skizofrenia)
dan gangguan
kesulitan
membedakan
antara imajinasi
30

dan kenyataan
(psikosis) serta
gangguan
perilaku.
3. Trihexypheni 2x2 Untuk pasien Hipersensitifitas
dyl mg/oral yang memiliki terhadap
gangguan trihexyphenidyl
gerakan akibat hydrochloride
penyakit
parkinson.

3.2 Daftar Masalah Keperawatan


a. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
b. Risiko perilaku kekerasan
3.3 Daftar Diagnosis Keperawatan
Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan halusinasi pendengaran
3.4 Analisa data
Identifikasi data Diagnosis keperawatan

1. DS : keluaraga (Ibu) Pasien mengatakan pasien - Gangguan sensori


sering mendengar suarah bisikan yang persepsi: halusinasi
menyuruhnya untuk memukul orang dan pendengaran
merusak barang-barang, suarah tersebut
muncul pada saat pasien duduk sendiri
dan suarah tersebut muncul pada waktu
yang tidak menentu.
DO :
- Pasien tampak gelisah
31

- Respon verbal lambat dan suara kecil


- Pasien mudah beralih
- Pasien mondar mandir
- Kontak mata kurang
- Pasien sesekali senyum-senyum sendiri

3.5 Pohon Masalah

Efek/akibat : Risiko perilaku kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori:


Masalah utama : Halusinasi pengdengaran

Penyebab : Isolasi social


32

3.6 Rencana Keperawatan Jiwa


Diagnosa Perencanaan Tindakan keperawatan Rasional
keperawatan
Tujuan Kriteria evaluasi
Gangguan Tujuan umum: Ekspresi wajah SP 1 1. Dengan terbinanya
persepsi sensori: Selama perawatan Klien tidak bersahabat, 1. Bina hubungan saling percaya dengan hubungan saling percaya
halusinasi mengalami gangguan menunjukkan rasa mengungkapkan prinsip komunikasi merupakan langkah utama
pendengaran persepsi sensori (halusinasi senang, ada kontak terapeutik: untuk melakukan
pendengaran) mata, mau berjabat a. Sapa klien dengan ramah, baik terapeutik
Objektif: tangan, mau verbal maupun non verbal 2. Dengan memberikan
Selama 4x pertemuan menyebutkan nama, b. Perkenalkan diri dengan sopan pemahaman tentang
1. Klien dapat membina mau menjawab salam, c. Tanyakan nama lengkap klien & halusinasi klien mampu
hubungan saling klien mau duduk nama panggilan yang disukai klien memahami masalah yang
percaya berdampingan dengan d. Jelaskan tujuan pertemuan dialami
2. Klien dapat mengenali perawat, mau e. Jujur dan menepati janji 3. Pentingnya masalah
halusinasinya mengutarakan masalah f. Tunjukkan sikap empati dan halusinasi untuk diatasi
3. Klien dapat mengontrol yang di hadapi. menerima klien apa adanya karena perasaan tidak
halusinasinya dengan g. Beri perhatian pada klien dan nyaman saat muncul
cara: perhatian kebutuhan dasar pasien halusinasi dapat
a. Menghardik Klien mampu 2. Mengidentifikasi halusinasi menimbulkan perilaku
halusinasi menyebutkan waktu, isi, a. adakah kontak sering dan singkat maladaptive yang sulit
b. Bercakap-cakap frekuensi timbulnya secara bertahap dikontrol
dengan orang lain halusinasi b. Observasi tingkah laku klien terkait 4. Dengan menghardik
c. Melakukan aktivitas dengan halusinasinya, bicara dan halusinasi memberikan
secara terjadwal tertawa tanpa stimulus, kesempatan klien
33

d. Menggunakan obat memandang kekiri/kekanan atau mengatasi masalah dengan


secara teratur kedepan seolah-olah ada teman penolakan terhadap
bicara sensori dengan peragaan
c. Bantu klien mengenali langsung
halusinasinya
 Jika menemukan yang sedang
halusinasinya, tanyakan apakah
ada suara yang didengar
 Jika klien menjawab ada,
lanjutkan: apa yang dikatakan
 Katakan bahwa perawat percaya
klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh/menghakimi
 Katakan pada klien bahwa ada
klien juga yang seperti klien
d. Diskusikan dengan klien:
 Situasi yang menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
 Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore
&malam atau jika sendiri, jengkel
atau sedih
34

 Diskusikan dengan klien apa yang


dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah/takut, sedih, senang) beri
kesempatan mengungkapkan
perasaannya
Klien mampu 2. Mengontrol halusinasi dengan cara
menyebutkan cara menghardik tahapan tindakan
mengontrol halusinasi meliputi:
dengan cara menghardik a. Jelaskan cara menghardik
halusinasi
b. Peragaan cara menghardik
c. Minta klien untuk peragakan
ulang
d. Pantau penerapan cara: berikan
penguatan perilaku klien
Klien dapat SP 2: 1. Dengan bercaka-cakap
menyebutkan tindakan 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1) akan mengaktifkan fokus
yang biasa dilakukan 2. Latih mengontrol halusinasi dengan perhatian dan
untuk mengendalikan cara: menghindarkan saat klien
halusinasinya Menemui orang lain mendengar suara bisikan
(perawat/teman/anggota keluarga) yang terdengar
untuk bercakap-cakap untuk
mengatakan halusinasi yang didengar
35

Klien dapat SP 3: 1. Dengan aktivitas terjadwal


menyebutkan tindakan 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan memberikan kesibukan
yang biasa dilakukan SP 2) Latih malakukan aktivitas yang menyita waktu dan
untuk mengendalikan terjadwal agar halusinasi tidak muncul perhatian untuk
halusinasinya 2. Jelaskan pentingnya aktivitas yang menghindarkan halusinasi
teratur untuk mengatasi halusinasi
a. Diskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
b. Latih klien melakukan aktivitas
c. Menyusun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih
d. Memantau pelaksanaan jadwal
kegiatan dan memberikan
penguatan terhadap perilaku
klien yang positif
Klien dan keluarga dapat SP 4: 1. Memberikan pemahaman
menyebutkan manfaat, 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, SP2, pentingnya penggunaan
dosis dan efek samping dan SP 3) obat bagi klien gangguan
obat 2. Jelaskan pentingnya penggunaan obat jiwa, akibat bila tidak
pada pasien dengan gangguan jiwa minum obat sesuai
3. Jelaskan akibat bila putus obat program, akibat bila putus
4. Jelaskan cara mendapatkan obat obat, cara mendapatkan
5. Jelaskan cara menggunakan obat obat, cara menggunakan
(dosis, waktu, kontuinitas) obat dengan prinsip 5
36

6. Latih cara minum obat dengan teratur benar, memungkinkan


7. Bantu pasien menggunakan obat pelaksana obat lebih
dengan prinsip benar efektif guna mendukung
proses pengobatan dan
penyembuhan

3.7 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan


NO HAR DIOGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL KEPERAWATAN
1 Senin, 06- Gangguan persepsi SP 1 S : Pasien mengatakan sering melihat
06/22 sensori: halusinasi 1. BHSP: bayangan hitam jam 3 pagi, dan
pendengaran  Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal jam 6 sore durasinya 5 menit
 Perkenalkan diri dengan sopan dalam satu hari 6 kali yang
 Tanyakan nama lengkap klien & nama panggilan yang disukai membuatnya menjadi takut.
klien O:
 Jelaskan tujuan pertemuan  Pasien tampak cemas
 Jujur dan menepati janji  Pasien tampak gelisa
37

 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya  Kontak mata kurang
 Beri perhatian pada klien dan perhatian kebutuhan dasar pasien  Pasien berbicara cepat
2. Mengidentifikasi halusinasi  Pasien terlihat gembira
a. adakah kontak sering dan singkat secara bertahap berlebihan
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, bicara  Pasien kadang mudah
dan tertawa tanpa stimulus, memandang kekiri/kekanan atau berubah
kedepan seolah-olah ada teman bicara 1) A: Masalah gangguan persepsi
c. Bantu klien mengenali halusinasinya sensori: halusinasi penglihatan belum
 Jika menemukan yang sedang halusinasinya, tanyakan apakah teratasi
melihat bayangan.
 Jika klien menjawab ada, lanjutkan: apa yang dilihatnya P: Lanjutkan SP 2 (BHSP,
 Katakan bahwa perawat percaya klien melihat itu, namun perawat mengidentifikasi halusinasi dan
sendiri tidak melihatnya (dengan nada bersahabat tanpa mengontrol halusinasi dengan cara
menuduh/menghakimi) menghardik)
 Katakan pada klien bahwa ada klien juga yang seperti klien
d. Diskusikan dengan klien:
 Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
 Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore
&malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih
 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah/takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaannya
3. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik tahapan tindakan
meliputi:
 Jelaskan cara menghardik halusinasi
38

 Peragaan cara menghardik


 Minta klien untuk peragakan ulang
 Pantau penerapan cara: berikan penguatan perilaku klien
Fase orientasi:
1. Salam terapeutik
Selamat pagi mama dan bapa, perkenalkan nama saya perawat alfian,
mama dan bapa boleh panggil saya dengan perawat alfian, saya
Mahasiswa Profesi Ners Universitas Citra Bangsa yang bertugas
diruangan ini yang ikut merawat dan bertanggung jawab terhadap
anak mama. Sebelumnya, nama bapa siapa? Senang dipanggil siapa?
2. Evaluasi
Bagaimana keadaan bapa pagi ini? Apa yang terjadi di rumah
sehingga bapa di bawah ke rumah sakit ini? Kapan kejadiannya?
3. Kontrak waktu
Baiklah mama dan bapa, bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-
cakap tentang bayangan yang sering dilihat bapa, supaya bapa bisa
mengendalikan bayangan tersebut. Bagaimana kalau kita sepakati
waktunya 45 menit, apakah bisa bapa?
Fase kerja:
Baiklah bapa mengatakan sering melihat bayangan,
 Apa yang di lihat dari bayangan itu?
 Kapan melihat itu muncul?
 Berapa kali/seberapa sering?
 Apa yang dirasakan saat bayangan itu muncul?
 Apakah bayangan itu mengganggu?
39

 Bagaimana perasaan bapa ketika melihat banyan tersebut?


 Apa yang dilakukan saat bayangan itu muncul?
 Oh, jadi sudah pernah diajarkan tapi lupa, ada tidak keinginan
untuk mengatasi bayangan itu?
 Baiklah kalo bapa punya keinginan untuk mengatasi bayangan itu,
mari kita latihan untuk mengendalikan bayangan itu.
 Ada 4 cara untuk mengontrol bayangan yang muncul, yaitu
dengan cara menghardik, berinteraksi dengan orang lain dan
melakukan aktivitas, minum obat
 Kita mau melatih cara yang mana dulu? Cara yang pertama ya?
 Baiklah, Cara yang pertama untuk mengendalikan halusinasi yaitu
menghardik, caranya tutup mata jika bayangan itu muncul sambil
mengatakan pergi.... kamu bayangan palsu, saya tidak ingin
melihat” sekarang coba bapa praktekkan…bagus sekali bapa…
Fase terminasi
Evaluasi subjektif:
 Bagaimana perasaan bapa setelah percakapan kita ini? Apakah
bermanfaat buat bapa?
Evaluasi objektif:
 “Coba bapa lakukan kembali cara menghardik halusinasi”.
Rencana tindak lanjut:
Nah setiap kali bayangan itu datang, lakukan seperti itu. Nanti di rumah
juga demikian.” Tadi kita sudah membicarakan cara mengusir halusinasi,
nanti jika halusinasi atau bayangan itu muncul lagi coba bapa lakukan
menghardik seperti cara yang sudah kita latih tadi. Kita buat jadwal
40

latihan untuk mengingatnya dan latihan sesuai dengan jadwal ya bapa.


Kontrak yang akan datang:
“Besok kita ketemu lagi untuk belajar cara yang kedua untuk
mengendalikan halusinasi, yaitu bercakap-cakap dengan orang lain,
bagaimana kalo jam 15.00 wib waktunya 20 menit, tempatnya disini saja
atau dimana? Baiklah disini saja. Baiklah mama dan bapa, sudah selesai
pertemuan kita. Selamat sore…”

2 Selasa, 07- Gangguan persepsi Implementasi: S:


06/22 sensori: halusinasi SP 1:  Pasien mengatakan
pendengaran  BHSP banyagan muncul di subuh,
 Mengidentifikasi halusinasi dan, sore hari.
 adakah kontak sering dan singkat secara bertahap  Pasien mengatakan
 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, bicara halusinasi muncul berupa
dan tertawa tanpa stimulus, memandang kekiri/kekanan atau banyagan hitam
kedepan seolah-olah ada teman bicara  Klien mengatakan biasanya
 Bantu klien mengenali halusinasinya dalam 1 hari bisa sampe 6
 Jika menemukan yang sedang halusinasinya, tanyakan apakah ada kali
suara yang didengar  Klien mengatakan pada saat
 Jika klien menjawab ada, lanjutkan: apa yang dikatakan banyangan itu muncul, klien
 Katakan bahwa perawat percaya klien melihat bayangan hitam itu, merasa takut
namun perawat sendiri tidak melihatnya (dengan nada bersahabat O:
tanpa menuduh/menghakimi  Pasien tampak gelisa
 Katakan pada klien bahwa ada klien juga yang seperti klien  Kontak mata kurang
41

 Diskusikan dengan klien:  Pasien berbicara cepat


 Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi  Pasien terlihat gembira
 Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore berlabihan
&malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih
 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah/takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan A: Masalah gangguan persepsi
perasaannya sensori halusinasi penglihatan
 Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik tahapan tindakan belum teratasi
meliputi:
 Jelaskan cara menghardik halusinasi P: Masalah gangguan sensori
 Peragaan cara menghardik persepsi: halusinasi penglihatan
 Minta klien untuk peragakan ulang SP 1teratasi lanjut SP2
 Pantau penerapan cara: berikan penguatan perilaku klien
Fase orientasi:
 Salam terapeutik
Selamat sore bapa, perkenalkan nama saya perawat alfian, bapa
boleh panggil saya dengan perawat alfian, saya Mahasiswa Profesi
Ners Universitas Citra Bangsa yang bertugas diruangan ini yang
ikut merawat dan bertanggung jawab terhadap anak mama.
Sebelumnya, nama bapa siapa? Senang dipanggil siapa?
 Evaluasi
Bagaimana keadaan bapa sore ini? Apa yang terjadi di rumah
sehingga bapa di bawah ke rumah sakit ini? Kapan kejadiannya?
 Kontrak waktu
Baiklah mama dan bapa, bagaimana kalau sore ini kita bercakap-
42

cakap tentang yang sering dilihat bapa, supaya bapa bisa


mengendalikan bayangan tersebut. Bagaimana kalau kita sepakati
waktunya 45 menit, apakah bisa bapa dan bapa?
Fase kerja:
Baiklah bapa mengatakan sering melihat bayangan,
 Apa yang di lihat dari bayangan itu?
 Kapan melihat itu muncul?
 Berapa kali/seberapa sering?
 Apa yang dirasakan saat bayangan itu muncul?
 Apakah bayangan itu mengganggu?
 Bagaimana perasaan bapa ketika melihat banyan tersebut?
 Apa yang dilakukan saat bayangan itu muncul?
 Oh, jadi sudah pernah diajarkan tapi lupa, ada tidak keinginan
untuk mengatasi bayangan itu?
 Baiklah kalo bapa punya keinginan untuk mengatasi bayangan itu,
mari kita latihan untuk mengendalikan bayangan itu.
 Ada 4 cara untuk mengontrol bayangan yang muncul, yaitu
dengan cara menghardik, berinteraksi dengan orang lain dan
melakukan aktivitas, minum obat
 Kita mau melatih cara yang mana dulu? Cara yang pertama ya?
 Baiklah, Cara yang pertama untuk mengendalikan halusinasi yaitu
menghardik, caranya tutup mata jika bayangan itu muncul sambil
mengatakan pergi....kamu bayangan palsu, saya tidak ingin
melihat” sekarang coba bapa praktekkan…bagus sekali bapa…
Fase terminasi
43

Evaluasi subjektif:
 Bagaimana perasaan setelah percakapan kita ini? Apakah
bermanfaat buat bapa?
Evaluasi objektif:
 “Coba bapa lakukan kembali cara menghardik halusinasi”. “Bagus
sekali bapa dapat melakukan menghardik dengan baik.
Kontrak yang akan datang:
“Besok kita ketemu lagi untuk belajar cara yang kedua untuk
mengendalikan halusinasi cara yang ke dua, yaitu bercakap-cakap dengan
orang lain, bagaimana kalo jam 15:30 waktunya 45 menit, tempatnya
disini saja atau dimana? Baiklah disini saja. Baiklah bapa, sudah selesai
pertemuan kita. Selamat pagi…”
Rencana tindak lanjut:
SP 2 (cara mengntrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain).

3 Rabu, 08- Gangguan persepsi SP 2 S : Pasien mengatakan sering melihat


06/22 sensori: halusinasi 1. Evaluasi kegiatan yang lalu bayangan hitam jam 3 pagi
pendengaran (SP 1) durasinya 5 menit dalam satu
Latih mengontrol halusinasi dengan cara berinteraksi: hari 2 kali yang membuatnya
Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk menjadi takut.
bercakap-cakap untuk mengatakan halusinasi yang didengar
Fase orientasi: O:
 Selamat pagi bapa, masih ingat dengan saya kah? Saya perawat  Kontak mata kurang
alfian, saya hari ini bertugas merawat bapa  Pasien berbicara cepat
44

 Bagaimana keadaan bapa hari ini?  Pasien terlihat gembira


 Baiklah bapa, bagaimana hari ini kita lanjutkan cara mengontrol berlabihan
halusinasi bapa dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Disini kita membutuhkan waktu 45 menit. Apakah bisa bapa? A: Masalah gangguan halusinasi:
Fase kerja: persepsi penglihatan teratasi
Apakah bapa masih ingat cara yang kemarin sudah diajarkan? sebagian
Baik, sesuai janji kita, hari ini kita melatih cara mengntrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. bapa setiap hari bisa bicara P:
dengan mama atau dengan perawat. Supaya apa, pada saat bapa melihatP:
bayangan, bapa sedang menyibukkan diri dengan berbicara ke mama,  Lanjutkan SP 2 (cara mengontrol
akhirnya bapa sudah tidak melihat lagi bayangan tersebut. halusinasi dengan cara bercakap-
Fase terminasi: cakap dengan orang lain)
Bagaimana perasaan bapa setelah kita lakukan cara mengontrol  Latihan mengontrol halusinasi
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain? apakah sedih, dengan cara Mengahardik
senang atau marah? 3x/hari, bercakap-cakap dengan
Baik bapa, Besok kita ketemu lagi untuk melatih cara mengontrol orang lain 3x/hari
halusinasi dengan cara melakukan aktivitas minum obat

4 Kamis, 09- Gangguan persepsi Implementasi: S: Pasien mengatakan sering melihat


06/22 sensori: halusinasi SP 3 bayangan hitam jam 6 sore
pendengaran 1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 sampai 2) durasinya 3 menit dalam satu hari
2. Latih mengontrol halusinasi dengan cara beraktivitas: 2 kali yang membuatnya menjadi
Tahap orientasi: takut.
45

 Selamat pagi bapa, masih ingat dengan saya kah? Saya perawat alfian,
saya hari ini bertugas merawat bapa O:
 Bagaimana keadaan bapa hari ini?  Kontak mata sudah ada
 Baiklah bapa, bagaimana hari ini kita lanjutkan cara mengontrol  Pasien berbicara cepat
halusinasi bapa dengan cara melakukan aktivitas dengan orang lain.  Pasien terlihat gembira
Disini kita membutuhkan waktu 45 menit. Apakah bisa bapa? berlabihan
Tahap kerja:
Apakah bapa masih ingat cara yang kemarin sudah diajarkan?
Baik, sesuai janji kita, hari ini kita melatih cara mengontrol halusinasi
dengan melakukan aktivitas. bapa setiap hari bisa beraktivitas dengan A: Masalah gangguan persepsi sensori:
mama atau dengan perawat. Supaya apa, pada saat bapa melihat halusinasi penglihatan teratasi
bayangan, bapa sedang menyibukkan diri dengan melakukan aktivitas sebagia
dalam rumah. akhirnya bapa sudah tidak melihat lagi bayangan tersebut.
P: Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,
SP2, dan SP 3)
Fase terminasi:
Bagaimana perasaan bapa setelah kita lakukan cara mengntrol halusinasi
dengan melakukan aktivitas dengan orang lain?
apakah sedih, senang atau marah?

SP 4: S:
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, SP2, dan SP 3)  Pasien mengatakan bulan lalu
2. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada pasien dengan putus obat karena mengikutu
gangguan jiwa ujian sekolah sehingga masuk
3. Jelaskan akibat bila putus obat kembali rumah sakit.
46

4. Jelaskan cara mendapatkan obat  Pasien mengatakan masi


5. Jelaskan cara menggunakan obat (dosis, waktu, kontuinitas) melihat bayangan hitam jam 6
6. Latih cara minum obat dengan teratur sore durasinya 3 menit dalam
7. Bantu pasien menggunakan obat dengan prinsip benar satu hari 2 kali yang membuatnya
Tahap kerja: menjadi takut.
Apakah bapa masih ingat cara yang kemarin sudah diajarkan?
Baik, sesuai janji kita, hari ini kita melatih cara mengontrol halusinasi O:
dengan minum obat. bapa setiap hari biasa minum obat dengan mama  Kontak mata sudah ada
atau dengan perawat. Supaya apa, pada saat nona melihat bayangan,  Pasien berbicara cepat
bapa sudah minum obat dan tenang. akhirnya bapa sudah tidak melihat  Pasien terlihat gembira
lagi bayangan tersebut. berlabihan
Fase terminasi:
Bagaimana perasaan bapa setelah kita lakukan cara mengntrol halusinasi A: Masalah gangguan persepsi
dengan minum obat? sensori: halusinasi penglihatan
apakah sedih, senang atau marah? teratasi sebagian

P: Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,


SP2 dan SP 3)
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan asuhan keperawatan pada Tn. E. M dengan Halusinasi sensori persepsi
pengdengaran yang di laksanakan di ruang Nihiwatu RSJ Naimata kupang berlangsung selama
4 hari dari tanggal 06 juni sampai tanggal 09 juni 2022, Setelah melaksanakan asuhan
keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi dan implementasi dan evaluasi keperawatan. Pada bab ini juga penulis
akan melihat apakah ada kesenjangan antara teori dan kasus nyata yang di temukan dilapangan.
4.1 Pengkajian keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan tanggal 05 juni 2022 pada pada Tn. E.
M didapatkan keluhan yang dirasakan, Keluarga (ibu) pasien mengatakan pasien di bawa ke
RSJ Naimata Kupang karena sering mendengar suarah bisikan yang menyuruhnya untuk
memukul orang dan merusak barang-barang, suara tersebut muncul pada saat pasien duduk
sendiri dan suarah tersebut muncul pada waktu yang tidak menentu. Pasien tampak gelisah,
bicara kadang tidak nyangbung.
Gangguan persepsi sensori: halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa pada individu
yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi pada panca indera; merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebenarnya tidak ada. Perubahan persepsi sensori merupakan gejala umum
dari skizofrenia dan termasuk dalam gangguan orientasi realita yaitu ketidakmampuan klien
menilai dan berespon pada realita, tidak mampu membedakan rangsangan internal dan
eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan, serta tidak mampu memberi
respon secara tepat sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin
menakutkan (Keliat & Akemat, 2009; Yusuf, dkk., 2015).
4.2 Diagnosa keperawatan
Berdasarkan diagnosa yang didapat pada kasus diatas ada dua diagnose yaitu:
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pengdengaran
2. Perilaku kekerasan
Berdasarkan penetapan diagnosa keperawatan ada kesesuai antara teori dan fakta yaitu
adanya diagnose. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan Gangguan
persepsi sensori: halusinasi pengdengaran. Yaitu
47
48

1. Perilaku kekerasan
2. Ganguguan persepsi sensori: halusinasi pengdengaran
3. Isolasi social
Berdasarkan fakta dan teori terdapat kesenjangan diagnosa keperawatan dimana pada teori
terdapat diagnose isolasi sosial sedangkan pada kasus tidak ditemukan diagnosa
keperawatan isolasi sosial karena tidak ada data-data yang mengdukung atau menunjang
untuk diangkat masalah keperawatan isolasi sosial.
4.3 Intervensi keperawatan
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih di kenal dengan rencana asuhan keperawatan
yang merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan diagnosa keperawatan.
Pada tahap perencanaan kelompok hanya menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai
dengan pohon masalah keperawatan yaitu Gangguan persepsi sensori: halusinasi
pengdengaran. Pada tahap ini antara tinajauan teori dan tinjauan kasus tidak ada kesenjangan
sehingga kelompok dapat melaksanakan tindakan seoptimal mungkin. Secara teoritis
digunakan cara strategi pertemuan sesuai denagn diagnosa keperawatan yang muncul saat
pengkajian. Adapun upaya yang dilakukan kelmpok yaitu:
1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
2. Identifikasi karakteristik halusinasi (jenis/isi, waktu, situasi, respon)
3. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan Latihan menghardik/melawan halusinasi
4. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara meminum obat
5. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan perawat dan
orang lain
6. Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal
4.4 Implementasi keperawatan
Berdasarkan implementasi yang dilaksanakan semuanya mengacu pada intervensi yang
telah dibuat. Rencana tindakan dibuat selama 4x pertemuan dengan kriteria hasilnya masing-
masing.
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan keperawatan ke
dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah
kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling
49

percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan


melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan advokasi dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2018).
Berdasarkan diagnosa yang diambil dan implementasi yang diberikan disesuaikan dengan
disesuaikan dengan diagnosa yang diangkat yaitu, diagnosa keperawatan Gangguan persepsi
sensori: Halusinasi pengdengaran dikarenakan masalah utama yang dialami pasien. pada
diagnosa keperawatan Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pengdengaran dilakukan
strategi pertemuan yaitu, melakukan hubungan saling percaya dengan pasien, Identifikasi
karakteristik halusinasi (jenis/isi, waktu, situasi, respon) dan Melatih cara mengontrol
halusinasi dengan Latihan menghardik/melawan halusinasi. Strategi perteman ke dua yaitu
menanjurkan pasien untuk Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara meminum obat,
strategi pertemuan, ke tiga yaitu menganjurkan pasien untuk Melatih cara mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan perawat dan orang lain, strategi keempat
menganjurkan pasien untuk Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
aktivitas terjadwal. Selama 4x pertemuan untuk diagnosa Gangguan persepsi sensori:
Halusinasi pengdengaran semua efektif dimana dengan hasil pasien mampu mengetahui dan
memperagakan kembali apa yang di ajarkan oleh perawat dari SP 1 sampai SP 4 Gangguan
persepsi sensori: Halusinasi pengdengara.
4.5 Evaluasi keperawatan
Pada tinjuan teoritis evaluasi yang diharapkan:
a. Pasie mampu mempercayai perawat sebagai terapis
b. Dapat mengidentifikasi karakteristik halusinasi (jenis/isi, waktu, situasi, respon)
c. Dapat mengendalikan halusinasi dengan Latihan menghardik/melawan halusinasi
d. Dapat mengendalikan halusinasi dengan cara meminum obat dengan teratur
e. Dapat mngendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan perawat dan orang
lain
f. Dapat mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal
Pada tinjauan kasus evaluasi yang dihasilkan adalah:
a. Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Pasien mampu mengenai halusinasi yang dialaminya
c. Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
50

d. Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan mengkomsumsi obat


e. Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
f. Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan membuat jadwal harian.

4.6 Menerapkan hasil penelitian dalam asuhan keperawatan pada Tn. E


Gangguan early psychosis Sebagian besar terjadi pada usia remaja akhir atau dewasa
awal. Menurut permenkes RI Nomor 25 tahun 2014 kategori usia remaja adalah rentang usia
10-18 tahun. Kesehatan jiwa pada remaja perluh mendapat perhatian yang serius sebab di
rentang usia tersebut merupakan fase yang paling rentang mengalami gangguan jiwa (keliat,
2015)
Interaksi sosial dengan keluarga terutama orang tua merupakan satu hal yang sangat
penting agar remaja mampu tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Terdapat tig acara pola
pengasuhan orang tua yang berhubungan dengan perkembangan fungsi kemandirian remaja,
diantaranya adalah: pengasuhan secara tradisional, pengasuhan secara otoritas, dan
pengasuhan secara demokratis (stuart, 2013). Pola asuh orang tua secara otorites berorientasi
pada mengontrol, membatasi, dan membentuk remaja berdasarkan nilai yang dianut orang
tua dan standar yang telah ditetapkan. Disiplin yang keras digunakan untuk mengekang
kemandirian yang dilihat sebagai ketidak patuhan. Pola asuh yang di terapkan orang tua
terhadap klien dianggap otoritas, sejak kecil klien merasa tidak diperlakukan dengan baik,
klien tidak diberi kebebasan untuk menentukan pilihan dalam hidupnya. Menurut klien, ia
adalah orang yang bertanggung jawab mengurus semua keperluan rumah tangga sejak
ditinggal merantau oleh ibunya, sehingga tidak punya waktu untuk liburan atau bersenang-
senang selayaknya anak seusianya. Hal tersebut menjadi sebuah pengalaman yang tidak
menyenangkan yang dialami klien. Pola asuh yang diterimah oleh klien bersifat negatif.
Mengontrol halusinasi dilakukan dengan menjelaskan fungsi dan mamfaat obat yang
klien konsumsi setiap hari. Menumbuhkan pentingnya arti obat yang dikonsumsi setiap hari
bertujuan agar klien selanjutnya akan mengomsumsi obat bukan karena terpaksa namum
memang karena merasa membutuhkan, dengan harapan kettika klien Kembali ke rumah
tidak menjadi beban keluarga karena harus susah payah memaksa klien minum obat serta
tidak aka nada lagi keluhan yang muncul karena putus obat. Respon yang didapat dari klien
setelah berdiskusi mengenai obat-obatan yang klien konsumsi saat ini klien tampak tenang,
51

klien mengatakan jadi mengerti pentingnya obat. Hala ini seadah dengan penelitian yang
dilakukan oleh Reliani (2018). Yang menyatakan bahwa dengan patuh minum obat dapat
menurunkan dan mengurangi gejala serta tanda-tanda halusinasi (87,2%). Hal senada juga
diungkapakan oleh Weni Hasturi (2021) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
ketidakpatuhan minum obat secara teratur merupakan alasan pasien dirawat di rumah sakit
(92,6%).
Tindakan keperawatan berikutnya yang dilakukan yaitu melatih dan menganjurkan klien
melakukan teknik bercakap-cakap bila halusinasi muncul. Memberikan contoh cara meminta
parawat atau teman bercakap-cakap bila sedang berhalusinasi dan berdasarkan evaluasi yang
dilakukan didapatkan hasil setelah klien melakukan teknik bercakap-cakap. Klien lebih
mampu mengontrol halusinasi yag timbul, dan klien mengatakan akan melakukan Kembali
teknik yang diajarkan, dan klien juga mengatakan mampu melakukan Kembali teknik
bercakap-cakap yang dianjurkan, dan klien juga mengatakan mampe melakukan Kembali
teknik bercakap-cakap yang diajarkan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan fresa (2019)
dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa dari 27 klien dengan gangguan halusinasi
yang diberikan intervensi dengan bercakap-cakap, setelahnnya didapatkan 26 (96,3%) klien
mampu mengontrol halusinasi dengan baik dan 1 (3,7%) klien mampu mengontrol
halusinasi dengan cukup.
Tindakan keperawatan lainnya adalah mengajak klien membuat jadwal kegiatan agar
klien mampu mengontrol diri dari gangguan halusinasi, menanyakan pada klien hal apa yang
paling disukai dan dapat dilakukan selama berada dirumah sakit, ajak klien memasukkan
kegiatan yang disukai kedalam jadwal kegiatan harian. Penulis menganjurkan klien
melakukan kegiatan yang lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Menurut Yosep (2014)
untuk menambah kegiatan klien dapat dilakukan kegiatan keagamaan seperti berdoa,
memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, mendengar ceramah serta membaca kitab suci.
Respon yang didapat yaitu klien mengatakan sangat senang menghabiskan waktu untuk
berdoa, klien mengatakan bila melakukan aktivitas tersebut hatinya tersa tenang.
52

4.7 Menggambarkan implikasi keperawatan pada Tn. E.M


Berdasarkan hasil penelitian tang didapatkan dari pasien Tn. E dapat dijadikan rujukan
terkait keperawatan tentang halusinasi. Kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
jiga dipengaruhi oleh pemberi asuhan keperawatan. Sehingga penelitian dapat
dikembangkan terhadap bagaimana pengaruh kinerja perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi.
4.8 Menggambarkan hambatan dalam asuhan keperawatan
Pada kasus Tn. E dalam pemberian asuhan keperawatan sering terjadi hambatan diantaranya
pasien terkadang merasa bosan, sering mengeluh sakit kepala saat dilakukan asuhan
keperawatan. Disamping itu, ibu kandung pasine juga tidak bisah terbuka dengan
permasahan yang dialami oleh pasien sehingga perawat mengalami kendala.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Pengkajian
Pada pengkajian prinsip yang harus diperhatikan pada data fokus yang didapatkan
berdasarkan observasi dan wawancara pada Tn. E.M data fokus yang didapatkan
yaitu pasien sering mendengar suarah bisikan yang menyuruhnya untuk memukul
orang dan merusak barang-barang, suara tersebut muncul pada saat pasien duduk
sendiri dan suarah tersebut muncul pada waktu yang tidak menentu. Pasien
tampak gelisah, bicara kadang tidak nyangbung. Orang yang mengalami
kemarahan sebenarnya ingin menyampaian pesan bahwa ia “tidak setuju, merasa
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituntut atau diremehkan”
(Yosep, 2011). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya
sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (Kusumawati, 2010).
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosa yang muncul pada Tn. E.M yaitu diagnosa prioritas Gangguan persepsi
sensori: Halusinas pengdengaran, dan perilaku kekerasan. Berdasarkan pohon
masalah yang menjadi core problem adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
dan menjadi effect yaitu perilaku kekerasan.
3. Intervensi keperawatan
Pada intervensi dapat disimpulkan kelompok telah membuat perencanaan sesuai
teoritis yang ada dan diharapkan dapat mengatasi masalah pasien.
Pada diagnosa Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pengdengaran, pasien
mampu membina huvungan saling percaya dengan perawat, pasien mampu
mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara teratur, pasien mampu
mengontrol haluniasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain dan
membuat jadwal harian kegiatan.

53
54

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun dengan harapan hasil yang dicapai
sesuai dengan tujuan dan kriteria yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil
implementasi yang dilakukan kepada individu terdiri dari 6 strategi pelaksanaan
yang harus dilakukan dengan diagnosa utama gangguan persepsi sensori:
halusinasi pengdengaran.
5. Evaluasi keperawatan
Pada evaluasi untuk masalah keperawatan sudah dapat teratasi. Faktor pendukung
bagi penulis dalam mengumpulkan data dimana klien dan keluarga kooperatif
dalam memberi informasi yang dibutuhkan untuk kelengkapan data. Pada
diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi pengdengaran Tn.
E.M mampu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain dan
minum obat secara teratur.
5.2 Saran
1. Penulis
Penulisan ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan
serta kemampuan penulis dalam mendeskripsikan asuhan keperawatan pada klien
dengan perilaku kekerasan di RSJ Naimata yang telah dipelajari.
2. Perawat RSJ Naimata
Dapat mengembangkan program kesehatan jiwa yang dapat memfasilitasi
penanganan masalah gangguan kesehatan jiwa pada klien dengan perilaku
kekerasan.
3. Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan dapat memberikan gambaran dan wawasan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan pada klien dengan perilaku
kekerasan di klinik maupun di komunitas masyarakat.
55

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A., dan Akemat. (2013). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok, ED. 2
Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Jakarta: Refika Aditama
Azizah, L. M. 2011. Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta. Graha
Ilmu.
Dermawan, D. & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Nuha
Medika.
Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi
& Klasifikasi. 2015-2017. Jakarta. EGC.
Keliat & Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. EGC.
Kusumawati Farida, Hartono Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta. Salemba
Medika.
Ramdhani, Dkk. 2016. Buku Saku Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Rasmun. 2009. Stres Koping dan Adaptasi dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta.
CV Sagung Seto.
Stuart & Sudart. 2010. Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Edisi 5). Alih Bahasa: Ramona P,
Kapoh. Jakarta. EGC.
Towsend. 2009. Buku Saku diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri. Jakarta.
EGC.
Keliat, B.A.,& Akemat. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN.
Jakarta: EGC
Arif Budi P. 2019. Analisis Semiotika Film dan Komunikasi. Malang : Intrans
Publishing
Haryana. (2015). Pengenbangan interaksi sosial dan komunikasi anak autis.
Bandung: Ppppk Tk dan Plb Bandung.
56

Mirza Ayu Sugiharti, dkk. 2015. Analisis Efektivitas dan Kelayakan Sistem
Pelaporan Pajak Menggunakan E-Filing Terhadap Kepuasan Wajib Pajak di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Malang Utara
WHO. 2013. World Health Day 2013: Measure Your Blood Pressure, Reduce
Your Risk. diambil dari: http://www.who.int. diakses 12 Mei 2015
Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan. 2013:88-90
World Health Organization (WHO). 2018. Deafness and hearing loss. [Cited 2018
Januari 4], Available from : http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs300/en/
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Keliat ,2007. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC
Afnuhazi, R., (2015). Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Afdalita, E dan Purwanto., (2015), Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation (GI) terhadap Hasil Belajar Fisika pada Materi Pokok Listrik
Dinamis di SMA Amir Hamzah Medan, Jurnal INPAFI 3(1):196- 201.
Ahdiany, G. N., Widianti, E., & Fitria, N. (2017). Tingkat Kecemasan Terhadap
Kematian Pada ODHA. Jurnal Keperawatan Soedirman, 207.
Stuart. Gail.W (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa: Indonesia: Elsever.
Suryanti, A. Hartoko, R. K. Sari. 2017. Relation Analyse of TSS With Abundance
of Gastropods Using Landsat Sattelite Imagery in Nongsa Beach Batam. Journal of
Biodiversity and Environmental Sciences (JBES). 2(10): 213-219.
Gasril, P., & Hayana. (2021). Deskripsi Pola Asuh Orang Tua Pada Anak Usia
Prasekolah Ditaman Kanak-Kanak Pembina Se Kota Pekanbaru. Photon: Jurnal Sain Dan
Kesehatan, 10(1), 13–16. https://doi.org/10.37859/jp.v10i1.1473
Anggraini, Anggi. 2013. Implementasi Program Keluarga Harapan Bidang
Kesehatan di Kota Bandar Lampung. {Tesis}. Magister Ilmu Pemerintah Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik. Universitas Lampung.
Agus, A & Halawa, A. (2015). Dukungan keluarga dan kesepian (loneliness) pada
lansia di posyandu lansia Tegar Kemlaten VII Surabaya. Jurnal Keperawatan, 4(2), 8.

Anda mungkin juga menyukai