Anda di halaman 1dari 9

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEDOKTERAN JIWA

MINI REFERAT

“PENDAMPINGAN SKIZOFRENIA DI LAYANAN PRIMER”

Disusun oleh

Aliza Raudatin Sahly

H1A320017

Pembimbing:

dr. H. I Putu Diatmika, M. Biomed, Sp. KJ

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA NUSA TENGGARA BARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan
berkat rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan mini referat ini dengan tepat
waktu. Referat yang berjudul “Pendampingan Skizofrenia di Layanan Primer” disusun dalam
rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram dan Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Nusa Tenggara
Barat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. I Putu Diatmika, M.Biomed, Sp.KJ
selaku pembimbing mini referat selaku pembimbing karena telah memberikan masukan,
bimbingan dan saran dalam proses pengerjaan tugas ini. Penulis berharap penyusunan mini
referat ini dapat berguna dalam meningkatkan pemahan kita semua dalam menjalankan
praktik sehari-hari sebagai dokter.
Tentunya penulis menyadari bahwa tulisan mini referat ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan
penulis. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya
kepada penulis dan pembaca.

Mataram, 07 Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................1
1.2 Definisi.................................................................................................................5
1.3 Epidemiologi........................................................................................................5
1.4 Etiologi.................................................................................................................6
1.5 Gejala Klinis.........................................................................................................6
1.6 Diagnosis..............................................................................................................6
1.7 Tatalaksana...........................................................................................................6
BAB III Penutup......................................................................................................1
1.2 Kesimpulan..........................................................................................................5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, perkiraan jumlah penderita gangguan jiwa di dunia adalah skitar 450 jiwa
termasuk skizofrenia. Ganguan jiwa merupakan kondisi terganggunya fungsi mental,
emosi, pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik dan verbal yang menghasilkan berbagai
gejala klinis, yang disertai dengan penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi
humanistic induvidu. Secara global, konstributor terbesar beban penyakit (DALYs) dan
penyebab kematian saat ini adalah penyakit kardiovakular (31,8%), namun jika dilihat
dari YLDs (tahun yang hilang akibat kesakitan atau kecacatan) maka persentase
konstributor lebih besar pada gangguan mental (14,4%). Gangguan jiwa merupakan
penyebab kecacatan tersering di Indonesia dengan persentase 13,4%. Menurut
perhitungan beban penyakit pada tahun 2017 di Indonesia, menunjukkan bahwa gangguan
depresi, cemas, skizofrenia, bipolar, gangguan perilaku makan, cacat intelektual, dan
Attention Deficit Hiperactivity Disoreder (ADHD) merupakan beberapa jenis gangguan
jiwa yang diprediksi dialami oleh penduduk di Indonesia. Skizofrenia merupakan salah
satu gangguan jiwa yang sering dijumpai pada masyarakat Indonesia dengan
karakterikstik kekacauan pada pola pikir, proses persepsi, afeksi, dan perilaku sosial.
Terjadi peningkatan penderita skizofrenia di Indonesia setiap tahunnya, prevalensi
penderita skizofrenia pada tahun 2013 adalah 1,7% menjadi 7% di tahun 2016. Pada
tahun 2016, prevalensi gangguan skizofrenia pada masyarakat di Indonesia mencapai
400.000 orang atau sebanyak 1.7 per 1.000 penduduk.1,2
Orientasi Kementrian Kesehatan telah berubah sejak tahun 2000 dari kesehatan jiwa
berbasis rujukan (pasien gangguan jiwa dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ)) menjadi
kesehatan jiwa komunitas dasar (pasien gangguan jiwa dapat dirawat di komunitas atau
pelayanan primer). Perubahan tersebut menyebabkan pelayanan kesehatan jiwa yang
sebelumnya disediakan di RSJ maupun Rumah Sakit Umum (RSU) dapat dilakukan
berbasis komunitas di pelayanan primer. Pelayanan pasien gangguan jiwa berdasarkan
undang-undang kesehatan jiwa No 18 tahun 2014 harus dilakukan dengan system
pelayanan berjenjang dari fasilitas kesehatan primer seperti Puskesmas hingga Rumah
Sakit tingkat kabupaten untuk melayani pengobatan pasien gangguan jiwa.3,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia

2.1.1 Definisi
Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik dengan distorsi khas
proses pikir yang kadang diikuti dengan perasaan bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham, gangguan persepsi, afek
abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya dan autisme.
Skizofrenia merupakan gangguan kesehatan mental kronis yang kompleks yang
ditandai dengan serangkaian gejala termasuk delusi, halusinasi, ucapan atau perilaku
yang tidak teratur, dan gangguan kemampuan kognitif.4,5

2.1.2 Epidemiologi
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang perjalanan penyakitnya
berlangsung kronis dan sering relaps. Prevalensi skizofrenia sebesar 1% dengan
insiden sebesar 1,5% per 10.000 penduduk. Sekitar 21 juta orang didunia menderita
skizofrenia. Di Indonesia, pervalensi Rumah Tangga (RT) dengan Anggota Rumah
Tangga (ART) yang menderuta skizofrenia atau psikosis sebanyak 1,7 per mil
meningkat menjadi 6,7 per mil pada tahun 2018. Prevalensi skizofrenia pertahun di
Indonesia berkisar sekitar 15,2% per 100.000 penduduk, kejadian pada imigran
diabnding penduduk asli adalah sekitar 4,7%. Gejala skizofrenia biasanya muncul
pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-
25 tahun. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi. Kejadian skizofrenia pada
laki-laki lebih besar daripada perempuan. Prevalensi kejadian skizofrenia pada laki-
laki berkisar 1,4% lebih besar dibandingkan perempuan.4,6

2.1.3 Tipe
Skizofrenia terdiri dari beberapa tipe yang diidentifikasikan berdasarkan
variable klinik menurut ICD-10 antara lain sebagai berikut :
a. Skizofrenia Paranoid
Waham kejar dan halusinasi auditorik merupakan ciri utama yang didaptkan
namun fungsi kognitif dan afek masih baik.
b. Skizofrenia hebefrenik
Pembicaraan yang kacau, tingkah lau kacau, dan afek yang datar atau
inappropriate merupakan ciri utama yang didaptkan.
c. Skizofrenia Katatonik
Ciri utama yang dapat ditemui pada pasien adalah angguan pada psikomotor
yang dapat meliputi motoric immobility, aktivitas motorik berlebihan,
negativesm yang ekstrim serta gerakan yang tidak terkendali.
d. Skizofrenia Tak Terinci
Tidak didapatkan gejala yang memenuhi criteria skizofrenia paranoid,
hebefrenik maupun katatonik.
e. Depresi paska skizofrenia
f. Skizofrenia residual
Pernah mengalami satu episode skizofrenia sebelumnya (paling tidak pernah
mengalami satu episode skizofrenia) dan saat ini gejala tidak menonjol.
g. Skizofrenia simpleks
h. Skizofrenia lainnya
i. Skizofrenia yang tak tergolongkan.

Skizofrenia paranoid merupakan jenis skizofrenia yang paling banyak


ditemukan dengan persentase sebesar 40,8%, kemudian diikuti dengan skizofrenia
residual sebanyak 39,4%, skizofrenia hebefrenik sebanyak 12%, skizofrenia
katatonik sebanyak 3,5%, skizofrenia tak terinci sebanyak 2,1%, skizofrenia lainnya
sebanyak 1,4%, dan yang paling sedikit adalah skizofrenia simpleks sebanyak 0,7%.

2.1.3 Faktor Risiko


Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang tidak terjadi dengan sendirinya.
Terdapat beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya skizofrenia. Faktor-
faktor yang berperan terhadap kejadian skizofrenia antara lain faktor genetik, faktor
biologi, faktor biokimia, faktor psikososial, Status sosial ekonomi, stress, serta
penyalahgunaan obat. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya skizofrenia
adalah sebagai berikut :
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor risiko dari skizofrenia. Umur 25 – 35 tahun
kemungkinan berisiko 1,8 kali lebih besar memiliki risiko menderita skizofrenia
bila dibandingkan dengan usia 17 – 24 tahun.
b. Jenis kelamin
Proporsi skizofrenia terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki dengan persentase
sebesar 72%. Laki-laki memiliki risiko 2,37 kali lebih besar mengalami kejadian
skizofrenia dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki lebih mudah dan lebih
sering mengalami gangguan jiwa dikarenakan laki-laki merupakan penopang
utama kehidupan rumah tangga sehingga memiliki tekanan hidup yang lebih
besar dibandingkan perempuan, sedangkan perempuan memiliki risiko yang
lebih rendah untuk mengalami gangguan jiwa dibandingkan dengan laki-laki
karena perempuan lebih bisa menerima situasi yang kehidupan dibandingkan
laki-laki. Namun beberapa sumber juga mengatakan bahwa perempuan lebih
berisiko untuk mengalami stress psikologik dan relatif lebih rentang untuk
mengalami trauma psikologik.
c. Pekerjaan
Induvidu yang tidak bekerja merupakan proporsi terbesar yang terdapat pada
kelompok skizofrenia dengan persentase sebesar 85,3% sehingga orang yang
tidak bekerja memiliki kerentanan sebesar 6,2 kali lebih besar untuk mengalami
menderita skizofrenia dibandingkan dengan induvidu yang memiliki pekerjaan.
Induvidu yang tidak bekerja cenderung lebih mudah untuk mengalami stress
yang berhubungan dengan tingginya kadar hormon stress

DAFTAR PUSTAKA
1. Saddock B.J., Saddock V.A. Schizophrenia. In: Kaplan & Saddock’s Synopsis of
Psychiatry Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers, 2007.
2. Maslim, R. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Cetakan Kedua. Jakarta.
3. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan. Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi
III. Dirjen Pelayanan Medis RI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK) Jiwa/Psikiatri. Hal 35-44. 2012

Anda mungkin juga menyukai