Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA Tn. E DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN


DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS BINA KARYA UTAMA
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(STASE KEPERAWATAN JIWA)

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1
1. NINI TRIANI
2. SETIA SUKMA DARWANTO
3. HASAN MUAFFA
4. RIAN APRIZAL
5. CERIA ANUGRAH
6. JOKO SETI BUDI
7. DENI SAPUTRA PRATAMA
8. HARMADI
9. NYONO SUKENDAR
10. SUNARNI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU - LAMPUNG

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan
makalah dengan judul “Asuhan Keperaawatan Jiwa Pada Tn. E dengan
Halusinasi Penengaran di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bina Karya Utama
Kabupaten Lampung Tengah’’ sesuai dengan waktu yang sudah disediakan.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas pada Stase Keperawatan Jiwa.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
1. Ibu Idayati, M.Kes. selaku Dosen pembimbing Stase Keperawatan Jiwa
Kelompok Rumah Sakit Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah.
2. Bapak Kepala UPTD Puskesmas Bina Karya Utama yang telah memberikan
kesempatan untuk membantu mengelola pasien gangguan jiwa yang ada di
wilayah kerjanya
3. Ibu Eva selaku pemegang program Kesehatan Jiwa UPTD Puskesmas Bina
Karya Utama yang telah membantu dalam proses pelaksanaan praktik
keperawatan jiwa di masyarakat
4. Teman-teman profesi keperawatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu
yang selalu kompak dan semangat dalam setiap proses pembelajaran dalam
mencapai gelar profesi keperawatan
5. Pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan
dukungan moral maupun material.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Lampung Tengah, 10 Februari 2022

Penulis,
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................2

1.3 Tujuan...........................................................................................2

1.4 Manfaat.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................

2.1 Konsep Dasar Halusinasi .............................................................

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi............................

BAB III PENUTUP.........................................................................................

3.1 Kesimpulan .................................................................................

3.2 Saran ...................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

LAMPIRAN ...................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang


dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Sedangkan Menurut WHO,
kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan
jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori
gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa
berat. Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari
setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan
jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami
stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari - April 2013 didapat
785 orang.
Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka
kejadian 44 persen atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati
urutan kedua dengan angka kejadian 22 persen atau berjumlah pasien 173
orang, pasien dengan resiko perilaku kekerasan menempati urutan ketiga
dengan angka kejadian 18 persen atau berjumlah pasien 141 orang pasien,
pasien dengan harga diri rendah menempati urutan keempat dengan angka
kejadian 12 persen atau berjumlah 94 orang, sedangkan pasien dengan
waham, defisit perawatan diri 4 persen atau 32 orang Zelika, 2015.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas
untuk memahami keperawatan jiwa yang harus dikuasai 5 kompone salah
satunya halusinasi, maka kelompok di berikan tugas untuk membahas
masalah gangguan jiwa dengan halusinasi. Oleh karena itu kelompok
diberikan tugas dalam bentuk makalah yang berjudul Laporan Pendahuluan,
Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi
Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi?

1.3 Tujuan
Mengetahui dan memahami Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan
dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi.

1.4 Manfaat
1. Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis
makalah dengan baik dan benar.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih
mengerti tentang halusinasi dan masalah keperawatannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Laporan Pendahuluan Halusinasi


2.1.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi
atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus)
eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu
melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda
dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap
stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang
nyata ada oleh klien.
2.1.2 Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor
yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal,
khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
2.1.3 Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam
Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus
tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu
yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus
panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut
sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis  Kadang-  Waham


 Persepsi akurat kadang proses  Halusinasi
 Emosi pikir terganggu  Sulit berespons
konsisten (distorsi  Perilaku
dengan pikiran disorganisasi
pengalaman  Ilusi  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Menarik diri
 Hubungan  Reaksi emosi
sosial harmonis >/<
 Perilaku tidak
biasa
2.1.4 Jenis Halusinasi
Menurut  Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.1.5 Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit,
kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden,
(1998) dalam Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa


darah, urine, fases.
Perabaan Mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


Sinestetik darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak

2.1.6 Fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi
fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3

Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau


ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi
(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan) kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat) agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan
untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina
hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat
penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama
klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh
halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien
dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa
keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga
harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan
klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang
diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa
mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi
muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana
cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses
ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila
ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat
perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif,
bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat
dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang
bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :

1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien
harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga.
Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”.
Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu
pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin).
Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat
mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan
kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga.
Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah
sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu
mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua,
halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama
(kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu
kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada
wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan
syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali
menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah,
gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek
samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol
hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun
(2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan
dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan
kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan
kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk
melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA Tn. E DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN
DIWILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS BINA KARYA UTAMA
KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

A. Identitas Klien
Nama : Tn. E
Umur : 58 th
Alamat : Putra Rumbia
Pekerjaan : Petani
Tgl Pengkajian : 07 Februari 2021
Dx Medis : Depresi berat dengan gangguan psikotik
B. KELUHAN UTAMA
Keluarga pasien mengatakan bahwa Tn. E sejak anaknya meninggal merasa
mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk selalu mengurus
rumahnya dan selalu sholat. Sering melamun dan berbicara sendiri. Pasien
sering keleyuran dan berteriak-teriak saat mendengar bisikan. Pasien marah-
marah sambil memukul tembok dan orang yang disekitarnya.
C. Faktor Predisposisi
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?

√ Ya

Tidak
keluarga mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering
mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk selalu mengurus
rumahnya dan sholat. Pasien + 3 bulan yang lalu di rujuk dan dirawat di RSJ
Provinsi Lampung selama + 1 bulan dan kondisi stabil dipulangkan dengan
catatan rutin minum obat dan melakukan kontrol ulang. sebelum dirawat di
RSJ pasien hanya mendapatkan obat dari puskesmas namun keluarga
mengatakan klien susah jika diminta meminum obat dan akhir-akhir ini
kembali muncul sering tertawa dan berbicara sendiri. Keluarga juga
mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien,

D. Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital
TD : 120/90 mmHg HR : 76 x /menit
S : 36,5° C RR : 20 x /menit
2. Antropometri
BB : 54 kg TB : 158 cm

E. PSIKOSOSAL
1. Genogram
Keterangan

: Perempuan

: Laki-laki

: Meninggal

: Tinggal serumah

: Pasien Tn. E

2. Konsep Diri
a. Citra Diri
Pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat ditanya
bagian tubuh yang paling disukai adalah tangannya
b. Identitas Diri
Pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat, hobi).
Pasien mengatakan setiap harinya sebagai petani yang hanya kerja
sebagai buruh serabutan. Pasien suka dengan statusnya sebagai
seorang petani dan ayah dari anaknya sementara istrinya sudah
meninggal sejak + 8 tahun yang lalu.
c. Peran Diri
Sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab sebagai
seorang petani. Pasien dapat melakukan pekerjaannya sendiri, tapi
setelah kondisinya seperti ini pasien tidak melakukan aktivitas
berkebun karena sudah tidak ada orang yang meminta bantuan tenaga
nya lagi karena dianggap masih sakit.
d. Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera bertemu anaknya dan berkumpul
dengan keluarga seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera
sembuh dan tidak ingin lagi mendengar suatu suara atau bisikan-
bisikan
e. Harga Diri
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya. Pasien juga
mengatakan dia mampumengasuh anaknya dengan baik. Dan mampu
melakukan pekerjaan sebagai seorang kepala keluarga dengan baik.
Pasien mengatakan tidak ada gangguan dengan harga dirinya.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang
terdekatnya adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu
dirumah, namun setelah anak yang kedua meninggal pasien merasa
kesepian namun anaknya terkadang masih datang menemuiya saat
kondisi sepi.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Sebelumnya pasien sering bergaul dengan tetangga di sekitar
rumahnya, namun setelah sakit ini pasien tidak mau bergaul dengan
orang lain karena alasannya malu dengan kondisinya, pasien tampak
sering menyendiri, kontak mata pasien kurang saat berinteraksi dan
pasien sering melamun.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan merasa kehilangan anak kedua yang menjadikan
tidak mau bergaul dengan orang lain.
4. Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering
mengikuti pengajian di kampungnya, setelah sakit pasien tetap rajin
sholat 5 waktu karena selalu diingatkan dengan bisikan oleh anaknya.

F. Status Mental
1. Penampilan
√ Rapi
Tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Penampilan dalam cara berpakaian kurang rapi, postur tubuh sedang,
rambut ikal agak panjang, ekspresi wajah kadang serius saat bercerita,
cara berjalan baik, pasien saat duduk terkadang hanya melamun.
2. Pembicaraan
Cepat Apatis
Keras √ Lambat
Gagap Membisu
Inkoherensi Tidak mampu memulai pembicaraan
Pasien dalam berbicara intonasinya kurang jelas dan pelan, dalam
pembicaraan terkadang tidak sesuai atau kurang nyambung dengan
pertanyaan, pasien terkadang terdiam ditengah pembicaraan seperti
mendengar sesuatu.
3. Aktivitas Motorik
Fleksibilitas serea TIK
Tegang Grimasem
Gelisah √ Tremor
Agitasi Kompulsif
Automatisma Common Automatisma
Negativisme
Pasien tampak mau melakukan aktivitas di rumah secara mandiri, saat
berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya, tangannya
tampak seperti mengepal. Masalah Keperawatan : Resiko menciderai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
4. Alam Perasaan
√ Sedih
Ketakutan
Putus asa
Khawatir
Gembira berlebihan
Pasien mengatakan masih mendengar suara suara bisikan yang
menggangunya, pasien mengatakan terkadang merasa sedih dengan
keaadanyan sekarang, yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga seperti
dahulu.
5. Afek
Datar
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi mendengar
sesuatu, respon emosional pasien sudah stabil, pasien tenang saat
diakukan interaksi.
6. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Tidak kooperatif
Kontak mata kurang
Curiga
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan yang di ajukan dengan
sesuai/ baik tapi terkadang tidak nyambung, kontak mata dengan pasien
perawat sedikit kurang, pasien cenderung menatap kedepan padahal
perawat ada di sampingnya, pembicaraan pasien keheranan saat ditanyai,
kadang pasien terdiam sebentar seperti mendengar sesuatu.
7. Persepsi
Halusinasi/ilusi
√ Pendengaran

Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penghidung
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur dan
saat sendiri, isi suara tersebut yaitu menyuruh klien untuk mengurus
rumahnya dan sholat, suara tersebut kadang muncul kadang tidak, suara
itu muncul lamanya biasa 5 detik, respon pasien untuk mengontrol
halusinasinya tersebut hanya dengan cara berkeluyuran dan bicara sendiri
atau tertawa sendiri.
8. Proses Pikir
a. Isi Pikir
Obsesi Depersonalisasi Isolasi sosial
Phobia Ide yang terkait Pesimisme
Hipokondria Pikiran Magis Bunuh Diri
Waham :
Agama Nihilistik
Somatik Sisip pikir
Kebesaran Siar Pikir
Curiga Kontrol pikir

Pasien mengatakan tidak ada yang mengendalikan pikiranya. Pasien tidak


mampunyai pikiran yang aneh-aneh kalaupun sering mendengar suara
atau bisikan palsu.

b. Arus Pikir
Sirkumstansial Flight of idea
Tangensial Blocking
Kehilangan asosiasi Pengulangan
pembicaraan/perseverasi
Inkoheren Logorea
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat namun
terkadang tidak nyambung dengan arah pembicaraan, selama interaksi
berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah terarah.
Tingkat Kesadaran
Bingung Disorientasi waktu
Sedasi Disorientasi orang
Stupor Disorientasi tempat
Pasien menyadari bahwa dirinya berada di rumah, pasien mampu
mengingat nama keluarga dan tetangganya yang yang ada di sekitar
tempat tinggalnya, orientasi waktu dan tempat baik.
9. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini
Konfabusi
Untuk Memori segera menjawab dengan baik tidak ada gangguan ingatan
dalam jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
- Jangka panjang : Pasien mengatakan lahir tahun 1964
- Jangka pendek : Pasien mengatakan tinggal dirumah sendiri namun
diurus oleh adik perempuanya yang sering datang mengantarkan
makanan atau sekedar menengoknya karena rumahnya disamping
rumah pasien
- Jangka saat ini : Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi
lauk tempe goreng dan kerupuk serta minum kopi
10. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung secara sederhana
misalnya berhitung dari 1 sampai 10.
11. Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sedang sakit pasien
mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin keladang kembali
G. Kebutuhan Persiapan di Rumah
1. Makan
Makanan disiapkan oleh adik pasien dan mau makan 3x sehari 1 porsi
habis, pasien dapat makan sendiri.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1 hari sekali dan dapat dilakukan di kamar mandi belakang
rumahnya dan BAK 4-5 x/hari dan dapat dilakukan sendiri di belakang
rumahnya.
3. Mandi
Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan sendiri
dikamar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi 1kali
sehari dapat dilakukan sendiri dikamar mandi, namun kadang juga pasien
tidak mandi seharian.
4. Berpakaian/berhias
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, ganti pakaian 1 kali dalam 2
atau 3 hari sekali.
5. Istirahat Tidur
Pasien mengatakan tidur malam tidak tentu & kadang-kadang terbangun
ditengah malam, serta gelisah karena sering mendengar suara bisikan.
6. Penggunaan obat
Pasien minum obat yang diberikan oleh adiknya dan akhir-akhir ini
pasien sering menolak saat diminta untuk meminum obatnya

7. Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan ingin segera sehat dan bisa kembali hidup normal
bersama keluarga lainnya
8. Aktifitas dalam rumah
Pasien mengatakan di rumah melakukan pekerjaan rumah, seperti
menyapu dan terkadang pasien masih mau memberikan rumput untuk
ternak yang dipelihara oleh adiknya
9. Aktifitas di luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
H. Mekanisme Koping
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu maladaptif, pasien menghindar
dari orang lain.
I. Masalah Psikososial dan Lingkungan
√ Masalah berhubungan dengan lingkungan, pasien tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain
J. Kurang pengetahuan tentang
Pasien mengatakan ada maslah dengan lingkungan, pasien tidak suka
berbicara dengan orang lain dan lebih suka di rumah.
K. Aspek Medik
Diagnosa Medik : Depresi berat dengan gangguan psikotik
Terapi Medik :-
ANALISA DATA

N DATA FOKUS MASALAH


O
1. DS:
Pasien mengatakan sering mendengar Gangguan persepsi sensori:
bisikan suara saat ingin tidur yang halusinasi pendengaran
menyuruhnya untuk mengurus rumah
dan sholat, suara tersebut kadang
muncul kadang tidak, suara itu
muncul lamanya biasa 5 detik
DO:
Klien saat interaksi kadang ketawa
sendiri dan sering mondar-mandir,
kadang bicara sendiri.
2. DS:
Pasien mengatakan tidak suka Isolasi sosial : menarik diri
bergaul, di rumah pasien sering
melamun, berdiam diri dan tidak mau
bergaul dengan orang lain.
DO:
Kontak mata kurang saat diajak
berinteraksi
3. DS:
Pasien mengatakan kadang saat Resiko mencederai diri, orang lain,
mendengar bisikan “cepat bereskan dan lingkungan sekitar
rumahnya dan sholat” rasanya ingin
marah dan saat tidak terkontrol
langsung memukul tembok
DO:
Klien tampak gelisah, tangan klien
kadang tampak mengepal dan ingin
memukul sesuatu
Pohon Masalah

Akibat Resiko menyiderai diri, orang lain dan


lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi


Core (Masalah Utama)

Penyebab
Isolasi sosial : menarik diri

Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan TUM: Klien Setelah 1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling


sensori dapat mengontrol menunjukkan tanda – percaya dengan
persepsi: halusinasi yang tanda percaya kepada menggunakan prinsip
dialaminya perawat : komunikasi terapeutik :
halusinasi
Tuk 1 : 1. Ekspresi wajah a. Sapa klien dengan ramah
(lihat/dengar/p bersahabat. baik verbal maupun non
enghidu/raba/k Klien dapat 2. Menunjukkan rasa verbal
ecap) membina senang. b. Perkenalkan nama, nama
hubungan saling 3. Ada kontak mata. panggilan dan tujuan
percaya 4. Mau berjabat tangan. perawat berkenalan
5. Mau menyebutkan c. Tanyakan nama lengkap
nama. dan nama panggilan yang
6. Mau menjawab salam. disukai klien
7. Mau duduk d. Buat kontrak yang jelas
berdampingan dengan e. Tunjukkan sikap jujur dan
perawat. menepati janji setiap kali
8. Bersedia interaksi
mengungkapkan f. Tunjukan sikap empati
masalah yang dihadapi. dan menerima apa adanya
g. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang
dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi
perasaan klien
TUK 2 : Setelah 1x interaksi klien 2.1. Adakan kontak sering
Klien dapat menyebutkan : dan singkat secara
mengenal 1. Isi bertahap
halusinasinya 2. Waktu 2.2. Observasi tingkah laku
3. Frekunsi klien terkait dengan
4. Situasi dan kondisi yang halusinasinya (* dengar
menimbulkan halusinasi /lihat /penghidu
/raba /kecap), jika
menemukan klien yang
sedang halusinasi:
1. Tanyakan apakah
klien mengalami
sesuatu ( halusinasi
dengar/ lihat/
penghidu /raba/ kecap
)
2. Jika klien menjawab
ya, tanyakan apa
yang sedang
dialaminya
3. Katakan bahwa
perawat percaya klien
mengalami hal
tersebut, namun
perawat sendiri tidak
mengalaminya
( dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi)
4. Katakan bahwa ada
klien lain yang
mengalami hal yang
sama.
5. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
2.3 Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya
pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien :

1. Isi, waktu dan


frekuensi terjadinya
halusinasi ( pagi,
siang, sore, malam
atau sering dan
kadang – kadang )
2. Situasi dan kondisi
yang menimbulkan
atau tidak
menimbulkan
halusinasi
2. Setelah 1x interaksi 2.4Diskusikan dengan klien
klien menyatakan apa yang dirasakan jika
perasaan dan responnya terjadi halusinasi dan beri
saat mengalami kesempatan untuk
halusinasi : mengungkapkan
 Marah perasaannya.
 Takut 2.3. Diskusikan dengan
 Sedih klien apa yang
 Senang dilakukan untuk
 Cemas mengatasi perasaan
 Jengkel tersebut.
2.4. Diskusikan tentang
dampak yang akan
dialaminya bila klien
menikmati
halusinasinya.

TUK 3 : 3.1. Setelah 1x interaksi 3.1. Identifikasi bersama


Klien dapat klien menyebutkan klien cara atau tindakan
mengontrol tindakan yang biasanya yang dilakukan jika
halusinasinya dilakukan untuk terjadi halusinasi (tidur,
mengendalikan marah, menyibukan
halusinasinya diri dll)
3.2. Setelah 1x 3.2. Diskusikan cara yang
interaksi klien digunakan klien,
menyebutkan cara baru  Jika cara yang
mengontrol halusinasi digunakan adaptif
beri pujian.
3.3. Setelah 1x interaksi  Jika cara yang
klien dapat memilih digunakan
dan memperagakan maladaptif
cara mengatasi diskusikan kerugian
halusinasi cara tersebut
(dengar/lihat/penghidu/ 3.3. Diskusikan cara baru
raba/kecap ) untuk memutus/
mengontrol timbulnya
3.4. Setelah 1x interaksi halusinasi :
klien melaksanakan j. Katakan pada diri
cara yang telah dipilih sendiri bahwa ini tidak
untuk mengendalikan nyata ( “saya tidak
halusinasinya mau dengar/ lihat/
3.5. Setelah 1x penghidu/ raba /kecap
pertemuan klien pada saat halusinasi
mengikuti terapi terjadi)
aktivitas kelompok k. Menemui orang lain
(perawat/teman/anggot
a keluarga) untuk
menceritakan tentang
halusinasinya.
l. Membuat dan
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari
yang telah di susun.
m. Meminta
keluarga/teman/
perawat menyapa jika
sedang berhalusinasi.
3.4 Bantu klien memilih cara
yang sudah dianjurkan
dan latih untuk
mencobanya.

3.5 Beri kesempatan untuk


melakukan cara yang
dipilih dan dilatih.
3.6. Pantau pelaksanaan
yang telah dipilih dan
dilatih , jika berhasil beri
pujian
3.7. Anjurkan klien
mengikuti terapi aktivitas
kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi

TUK 4 : 4.1. Setelah 1x 4.1 Buat kontrak dengan


Klien dapat pertemuan keluarga, keluarga untuk
dukungan dari keluarga menyatakan pertemuan ( waktu,
keluarga dalam setuju untuk mengikuti tempat dan topik )
mengontrol pertemuan dengan 4.2 Diskusikan dengan
halusinasinya perawat keluarga ( pada saat
4.2. Setelah 1x interaksi pertemuan keluarga/
keluarga menyebutkan kunjungan rumah)
pengertian, tanda dan n. Pengertian halusinasi
gejala, proses o. Tanda dan gejala
terjadinya halusinasi halusinasi
dan tindakan untuk p. Proses terjadinya
mengendali kan halusinasi
halusinasi q. Cara yang dapat
dilakukan klien dan
keluarga untuk
memutus halusinasi
r. Obat- obatan
halusinasi
s. Cara merawat anggota
keluarga yang
halusinasi di rumah
( beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian
bersama, memantau
obat – obatan dan cara
pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi )
t. Beri informasi waktu
kontrol ke rumah sakit
dan bagaimana cara
mencari bantuan jika
halusinasi tidak tidak
dapat diatasi di rumah
TUK 5 : 1.1 Setelah 1x interaksi 5.1 Diskusikan dengan klien
Klien dapat klien menyebutkan; tentang manfaat dan
memanfaatkan 2. Manfaat minum obat kerugian tidak minum
obat dengan baik 3. Kerugian tidak minum obat, nama , warna,
obat dosis, cara , efek terapi
4. Nama,warna,dosis, dan efek samping
efek terapi dan efek penggunan obat
samping obat
4.2 Setelah 1x interaksi
klien 5.2 Pantau klien saat
mendemontrasikan penggunaan obat
penggunaan obat dgn 5.3 Beri pujian jika klien
benar menggunakan obat
4.3 Setelah 1x interaksi dengan benar
klien menyebutkan 5.4 Diskusikan akibat
akibat berhenti minum berhenti minum obat
obat tanpa konsultasi tanpa konsultasi dengan
dokter dokter
5.5 Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada
dokter/perawat jika terjadi
hal – hal yang tidak di
inginkan .
Isolasi Sosial TUM: Klien
dapat berinteraksi
dengan orang lain

TUK:
1. Klien dapat 1. Setelah 1X interaksi
membina klien menunjukkan tanda-
hubungan saling tanda percaya kepada /
percaya terhadap perawat:
o Wajah cerah,
tersenyum 1.1.Bina hubungan saling
o Mau berkenalan percaya dengan:
o Ada kontak mata • Beri salam setiap
o Bersedia berinteraksi.
menceritakan perasaan • Perkenalkan nama,
o Bersedia nama panggilan perawat
mengungkapkan dan tujuan perawat
masalahnya berkenalan
o Bersedia • Tanyakan dan panggil
mengungkapkan nama kesukaan klien
masalahnya • Tunjukkan sikap jujur
dan menepati janji
setiap kali berinteraksi
• Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang
dihadapi kllien
• Buat kontrak interaksi
yang jelas
• Dengarkan dengan
penuh perhatian ekspresi
perasaan klien
2. Klien mampu 2.Setelah 1 x interaksi 2.1 Tanyakan pada klien
menyebutkan klien dapat menyebutkan tentang:
penyebab menarik minimal satu penyebab • Orang yang tinggal
diri menarik diri dari: serumah / teman
o diri sendiri sekamar klien
o orang lain • Orang yang paling dekat
o lingkungan dengan klien di rumah/
di ruang perawatan
• Apa yang membuat
klien dekat dengan
orang tersebut
• Orang yang tidak dekat
dengan klien di
rumah/di ruang
perawatan
• Apa yang membuat
klien tidak dekat
dengan orang tersebut
• Upaya yang sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan klien
penyebab menarik diri
atau tidak mau bergaul
dengan orang lain.
2.3 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya
3. Klien mampu 3. Setelah 1x interaksi 3.1. Tanyakan pada klien
menyebutkan dengan klien dapat tentang :
keuntungan menyebutkan keuntungan • Manfaat hubungan
berhubungan berhubungan sosial, sosial.
sosial dan misalnya • Kerugian menarik diri.
kerugian menarik o banyak teman 3.2. Diskusikan bersama
diri. o tidak kesepian klien tentang manfaat
o bisa diskusi berhubungan sosial dan
o saling menolong, kerugian menarik diri.
dan kerugian menarik diri, 3.3. Beri pujian terhadap
misalnya: kemampuan klien
o sendiri mengungkapkan
o kesepian perasaannya.
o tidak bisa diskusi

4. Klien dapat 4. Setelah 1x interaksi 4.1 Observasi perilaku klien


melaksanakan klien dapat melaksanakan saat berhubungan
hubungan hubungan sosial secara sosial .
sosial secara bertahap dengan: 4.2 Beri motivasi dan bantu
bertahap o Perawat klien untuk berkenalan /
o Perawat lain berkomunikasi dengan :
o Klien lain • Perawat lain
• Klien lain
• Kelompok
4.3 Libatkan klien dalam
4.4 Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan untuk
meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi
4.5 Beri motivasi klien
untuk melakukan
kegiatan sesuai dengan
jadwal yang telah
dibuat.
4.6 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
memperluas
pergaulannya melalui
aktivitas yang
dilaksanakan.
5. Klien mampu 5. Setelah 1x interaksi
menjelaskan klien dapat menjelaskan
perasaannya perasaannya setelah
setelah berhubungan sosial dengan 5.1.Diskusikan dengan klien
6. Klien 6.1. Setelah 1X 6.1. Diskusikan pentingnya
mendapat pertemuan keluarga dapat peran serta keluarga
dukungan menjelaskan tentang : sebagai pendukung
keluarga o Pengertian menarik untuk mengatasi prilaku
dalam diri menarik diri.
memperluas o Tanda dan gejala 6.2. Diskusikan potensi
hubungan menarik diri keluarga untuk
sosial o Penyebab dan membantu klien
akibat menarik diri mengatasi perilaku
o Cara merawat klien menarik diri
menarik diri 6.3. Jelaskan pada keluarga
tentang :
• Pengertian menarik diri
• Tanda dan gejala
menarik diri
• Penyebab dan akibat
menarik diri
• Cara merawat klien
menarik diri
6.4. Latih keluarga cara
merawat klien menarik
diri.
6.5. Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mencoba cara yang
dilatihkan
6.6. Beri motivasi keluarga
agar membantu klien
untuk bersosialisasi.
6.7. Beri pujian kepada
keluarga atas
keterlibatannya merawat
klien di rumah sakit.
7. Klien dapat 7.1. Setelah 1x interaksi 7.1. Diskusikan dengan klien
memanfaatka klien menyebutkan; tentang manfaat dan
n obat dengan • Manfaat minum kerugian tidak minum
baik. obat obat, nama , warna,
• Kerugian tidak dosis, cara , efek terapi
minum obat dan efek samping
• Nama,warna,dosis, penggunan obat
efek terapi dan efek 7.2. Pantau klien saat
samping obat penggunaan obat
7.2. Setelah 1x interaksi 7.3. Beri pujian jika klien
klien mendemontrasikan menggunakan obat
penggunaan obat dgn dengan benar
benar 7.4. Diskusikan akibat
7.3. Setelah 1x interaksi berhenti minum obat
klien menyebutkan akibat tanpa konsultasi dengan
berhenti minum obat tanpa dokter
Resiko TUM: Klien 1. Setelah 1 x pertemuan 1. Bina hubungan saling
Perilaku dapat mengontrol klien menunjukkan tanda- percaya dengan:
Kekerasan perilaku tanda percaya kepada a. Beri salam setiap
perawat: berinteraksi.
kekerasan
 Wajah cerah, b. Perkenalkan nama,
TUK: tersenyum nama panggilan
 Mau perawat dan tujuan
8. Klien dapat berkenalan perawat berinteraksi
membina  Ada kontak c. Tanyakan dan panggil
mata nama kesukaan klien
hubungan
 Bersedia d. Tunjukkan sikap
saling percaya empati, jujur dan
menceritakan
perasaan menepati janji setiap
9. Klien dapat
kali berinteraksi
mengidentifik e. Tanyakan perasaan
1. Setelah 1x
asi penyebab klien dan masalah
pertemuan klien
perilaku yang dihadapi klien
menceritakan
kekerasan f. Buat kontrak interaksi
penyebab perilaku yang jelas
yang
kekerasan yang Dengarkan dengan penuh
dilakukannya
dilakukannya: perhatian ungkapan perasaan
10. Klien dapat klien
 Menceritakan
mengidentifik
penyebab perasaan 2. Bantu klien
asi tanda- mengungkapkan perasaan
jengkel/kesal baik
tanda perilaku marahnya:
dari diri sendiri
kekerasan a. Motivasi klien untuk
maupun
menceritakan
11. Klien dapat lingkungannya penyebab rasa kesal
mengidentifik atau jengkelnya
2. Setelah 1x
asi jenis b. Dengarkan tanpa
pertemuan klien menyela atau memberi
perilaku
menceritakan tanda- penilaian setiap
kekerasan
tanda saat terjadi ungkapan perasaan
yang pernah
perilaku kekerasan klien
dilakukannya 3. Bantu klien
12. Klien dapat  Tanda fisik : mata mengungkapkan tanda-
merah, tangan tanda perilaku kekerasan
mengidentifik mengepal, ekspresi yang dialaminya:
asi akibat tegang, dan lain-
perilaku lain. a. Motivasi klien
kekerasan  Tanda emosional : menceritakan kondisi
perasaan marah, fisik (tanda-tanda fisik)
13. Klien dapat jengkel, bicara saat perilaku kekerasan
mengidentifik kasar. terjadi
asi cara  Tanda sosial : b. Motivasi klien
konstruktif bermusuhan yang menceritakan kondisi
dalam dialami saat terjadi emosinya (tanda-tanda
mengungkapk perilaku kekerasan. emosional) saat terjadi
an kemarahan perilaku kekerasan
3. Setelah 1x Motivasi klien menceritakan
14. Klien dapat pertemuan klien kondisi hubungan dengan
mendemonstr menjelaskan: orang lain (tanda-tanda
asikan cara sosial) saat terjadi perilaku
Jenis-jenis ekspresi kekerasan
mengontrol
kemarahan yang 4. Diskusikan dengan klien
perilaku
selama ini telah perilaku kekerasan yang
kekerasan
dilakukannya dilakukannya selama ini:
15. Klien  Perasaannya saat
melakukan a. Motivasi klien
mendapat menceritakan jenis-
kekerasan
dukungan  Efektivitas cara jenis tindak kekerasan
keluarga yang dipakai dalam yang selama ini pernah
untuk menyelesaikan dilakukannya.
mengontrol masalah b. Motivasi klien
perilaku 4. Setelah 1x menceritakan perasaan
pertemuan klien klien setelah tindak
kekerasan
kekerasan tersebut
menjelaskan akibat
16. Klien terjadi
tindak kekerasan Diskusikan apakah dengan
menggunakan yang dilakukannya tindak kekerasan yang
obat sesuai dilakukannya masalah yang
program yang  Diri sendiri : luka, dialami teratasi
telah dijauhi teman, dll 5.Diskusikan dengan klien
ditetapkan akibat negatif (kerugian)
 Orang
cara yang dilakukan pada:
lain/keluarga :
luka, tersinggung, a. Diri sendiri
b. Orang lain/keluarga
5. Setelah 1x Lingkungan
pertemuan klien : 6. Diskusikan dengan klien:

 Menjelaskan cara- a. Apakah klien mau


cara sehat mempelajari cara baru
mengungkapkan mengungkapkan marah
yang sehat
marah
b. Jelaskan berbagai
6. Setelah 1x alternatif pilihan untuk
mengungkapkan marah
pertemuan klien
selain perilaku
memperagakan cara kekerasan yang
mengontrol perilaku diketahui klien.
kekerasan: c. Jelaskan cara-cara
sehat untuk
 Fisik: tarik nafas mengungkapkan
dalam, memukul marah:
bantal/kasur  Cara fisik: nafas
dalam, pukul bantal
 Verbal: atau kasur, olah
mengungkapkan raga.
perasaan  Verbal:
kesal/jengkel pada mengungkapkan
orang lain tanpa bahwa dirinya
menyakiti sedang kesal
 Spiritual: zikir/doa, kepada orang lain.
meditasi sesuai  Sosial: latihan
agamanya asertif dengan
orang lain.
7. Setelah 1x interaksi Spiritual: sembahyang/doa,
keluarga: zikir, meditasi, dsb sesuai
 cara merawat klien keyakinan agamanya
dengan perilaku masing-masing
kekerasan
 Mengungkapkan 7. 1. Diskusikan cara yang
rasa puas dalam mungkin dipilih dan
merawat klien anjurkan klien memilih
Menjelaskan cara yang mungkin untuk
mengungkapkan
kemarahan.
8. Setelah 3x interaksi
pertemuan klien dapat 7.2. Latih klien
menjelaskan: memperagakan cara
yang dipilih:
 Manfaat minum
obat d. Peragakan cara
 Kerugian tidak melaksanakan cara
minum obat yang dipilih.
 Nama obat e. Jelaskan manfaat cara
 Bentuk dan warna tersebut
obat f. Anjurkan klien
 Dosis yang menirukan peragaan
diberikan yang sudah dilakukan.
kepadanya g. Beri penguatan pada
 Waktu pemakaian klien, perbaiki cara
 Cara pemakaian yang masih belum
 Efek yang sempurna
dirasakan 7.3. Anjurkan klien
menggunakan cara yang
8. Setelah 1x sudah dilatih saat
pertemuan klien marah/jengkel
menggunakan obat
8.1. Diskusikan pentingnya
sesuai program
peran serta keluarga sebagai
pendukung klien untuk

perilaku kekerasan.

8.2. Diskusikan potensi


keluarga untuk
membantu klien
mengatasi perilaku
kekerasan

8.3. Jelaskan pengertian,


penyebab, akibat dan
cara merawat klien
perilaku kekerasan yang
dapat dilaksanakan oleh
keluarga.

8.4. Peragakan cara merawat


klien (menangani
perilaku kekerasan)

8.5.Beri kesempatan
keluarga untuk
memperagakan ulang

8.6. Beri pujian kepada


keluarga setelah
peragaan

8.7. Tanyakan perasaan


keluarga setelah mencoba
cara yang dilatihkan
9.1. Jelaskan manfaat
menggunakan obat
secara teratur dan
kerugian jika tidak
menggunakan obat

9.2. Jelaskan kepada klien:

a. Jenis obat (nama,


warna dan bentuk
obat)
b. Dosis yang tepat untuk
klien
c. Waktu pemakaian
d. Cara pemakaian
e. Efek yang akan
dirasakan klien
9.3. Anjurkan klien:

a. Minta dan
menggunakan obat
tepat waktu
b. Lapor ke
perawat/dokter jika
mengalami efek yang
tidak biasa
Beri pujian terhadap
kedisiplinan klien
menggunakan obat.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama pasien : Tn. E


Umur : 58 th

Hari /
Implementasi Evaluasi
tanggal

Selasa Data : S:
08/02/202 DS : Pasien mengatakan sering Pasien mengatakan mendengar
2 mendengar bisikan suara saat ingin tidur suara atau bisikan yang isinya
(SP I) dan sholat, isi suara tersebut yaitu pasien disuruh untuk
menyuruh untuk membereskan rumah membereskan rumah dan sholat.
dan sholat, suara tersebut kadang muncul Pasien mendengar suara tersebut
kadang tidak, suara itu muncul lamanya saat ingin sholat ataupun saat
biasa 5 detik. sendiri, suara tersebut bisa
DO : Klien saat interaksi kadang muncul sehari bisa 3 x dan
ketawa sendiri dan sering mondar- lamanya -/+ 5 detik. Respon
mandir, kadang bicara sendiri. pasien untuk mengontrol
Tx : halusinasinya dengan
1. Membina hubungan saling berkluyuran dan berbicara
percaya sendiri.
2. Membantu klien untuk dalam Pasien mengatakan mau
mengenal halusinasinya ( isi, diajarkan mengontrol
situasi, frekuensi, durasi, dan halusinasinya dengan cara
respon) menghardik, dan prasaan pasien
3. Membantu klien untuk setelah di ajarkan sedikit lebih
mengontrol halusinasinya dengan nyaman
cara pertama yaitu menghardik.
RTL: Mengajarkan pasien untuk O:
menghardik suara palsu. pasien tampak tenang, kontak
Membuat kontrak waktu untuk mata sedikit menurun, bicara
pertemuan SP II kurang jelas, pasien mau di ajak
komunikasi, pasien tampak
mempraktikan cara mengontrol
halusinasinya secara mandiri
dengan baik
A:
Halusinasi dengar
P:
Mengahardik setiap mendengar
suara palsu.

BAB III
PENUTUP

Setelah penulis membahas mengenai Asuha Keperawatan pada Tn. E

dengan masalah utama Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran di

Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bina Karya Utama Kebupaten Lampung Tengah

pada tanggal 08 - 10 Februari 2022 maka pada bab ini penulis akan

menyimpulkan beberapa hal yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya dan

memberi beberapa saran yang berguna untuk meningkatkan pemberian Asuhan

Keperawatan pada klien dengan gangguan sensoripersepsi : halusinasi

pendengaran
A. Kesimpulan

Dari hasil pengkajian pada Tn E dengan Gangguan sensori persepsi :

Halisinasi pendengaran ditemukan data-data bahwa Tn E mengatakan sering

mendengar suara-suara anaknya memanggil namanya, suara tersebut datang

saat klien sendiri atau akan tidur. Klien merasa kesal saat suara itu datang,

saat suara itu datang klien menjadi menarik diri. Setelah mendapatkan data-

data yang lengkap dan valid, maka ditemukan diagnose yang ada pada Tn E

ada tiga diagnose keperawatan yaitu gangguan sensori persepsi, : Halusinasi

Pendengaran, isolasi social : harga diri rendah dan Resiko menyiderai diri

orang lain dan lingkungan

Rencana tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn E adalah

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran adalah bina hubungan

saling percaya, diskusikan dengan klien tentang isi, waktu, frekuensi, situasi

dan kondisi yang menimbulkan halusinasi, respon klien dan cara mengontrol

halusinasi dengan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,

berbincang-bincang dengan orang lain, melakukan aktivitas yang bisa

dilakukan klien dan memanfaatkan obat dengan baik.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn E dengan diagnosa

keperawatan gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran adalah

membina hubungan saling percaya, mendiskusikan dengan klien tentang isi,

waktu, frekuensi, respond dan kondisi timbulnya halusinasi, mengajarkan

klien cara mengontrol halisinasi dengan dengan cara menghardik,

berbincang-bincang dengan orang lain, melakukan aktivitas dan minum obat

secara teratur.
Semua rencana keperawatan dapat dilakukan karena kondisi klien yang

cukup kooperatif, situasi yang mendukung, perawat yang memfasilitasi

sarana dan prasarana yang diperlukan. Evaluasi keperawatan yang sudah

dicapai adalah diagnosa gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran

yaitu SP I,II,III,IV, dan SP untuk keluarga

B. Saran

1. Mahasiswa yang mengalami hambatan dalam tahap pengkajian terutama

saat mengumpulkan data dimana mahasiswa tidak dapat bertemu keluarga

klien, sebaiknya mahasiswa tersebut melakukan “ Home Visit “ pada sore

hari sehingga dapat bertemu keluarga terdekatnya sehingga data yang

didapatkan lebih lengkap dan vailid

2. Mahasiswa bekerja sama dengan pemegang program jiwa pada UPTD

Puskesmas Bina Karya Utama Kabupaten Lampung Tengah untuk

melaksanakan proses keperawatan yang belum tercapai khususnya untuk

SP keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.


www.academia.edu diakses Oktober 2016.

Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan


Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2016

Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan


Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd
Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.

Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.
“S” Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang
Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi
Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Indonesia
Banyuwangi

Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan


Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati)
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri
Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.
Lampiran

STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI

SP 1

“Selamat pagi, Assalamualaikum..bolehkah saya kenalan dengan Bapak? Nama

saya .................. Panggil saya ............ Saya mahasiswa profesi keperawatan

Universitas Muhammadiyah Pringsewu kalau boleh saya tau nama Bapak siapa

dan senang dipanggil siapa?”

“Bagaimana perasaan Bapak hari ini ? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada

keluhan atau tidak?”

“Apakah Bapak tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut Bapak

sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan

sesuatu yang selama ini Bapak dengar tetapi tidak tampak wujudnya? Berapa lama

kira-kira kita bisa ngobrol? Bapak maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10

menit? Bisa? Dimana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu? Atau mau

dimana?”

“Apakah Bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara

itu? Apakah Bapak melihat sesuatu /orang/bayangan/makhluk? Seperti apa yang

kelihatan? Apakah terus menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-

waktu saja? Kapan paling sering Bapak melihat sesuatu atau mendengar suara

tersebut? Berapa kali sehari Bapak mengalaminya? Pada keadaan apa, apakah

pada waktu sendiri? Apa yang Bapak rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa

yang Bapak rasakan pada saat melihat sesuatu? Apa yang Bapak lakukan saat

melihat sesuatu tersebut? Apa yang Bapak lakukan saat mendengar suara
tersebut? Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang? Bagaimana

kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan supaya tidak

muncul?

“ Bapak ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan

menghardik suara tersebut. Kedua, minum obat dengan teratur. Ketiga, dengan

cara bercakap-cakap dengan orang lain. Keempat, melakukan kegiatan sesuai

jadwal. Bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu, yaitu dengan menghardik.

Caranya seperti ini, saat suara-suara itu muncul langsung Bapak bilang pergi saya

tidak mau dengar..saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu di ulang-

ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba Bapak peragakan! Nah

begitu..bagus! coba lagi! Iya bagus Bapak sudah bisa.”

“Bagaima perasaan Bapak dengan obrolan kita tadi? Bapak merasa senang tidak

dengan latihan tadi? Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang Bapak

simpulkan pembicaraan kita tadi? Coba sebutkan cara untuk mencegah suara agar

tidak muncul lagi. Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan Bapak coba cara

tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja

latihannya?”

“Bapak, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara minum obat yang

teratur. Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalu besok jam 09.00 WIB,

bisa? Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol dimana ya, apa masih disini

atau cari tempat yang nyaman? Sampai jumpa besok. Assalamualaikum

Anda mungkin juga menyukai