Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

T DENGAN DIAGNOSA MEDIS


SKIZOFRENIA DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI:
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG NUSA INDAH
DI RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT
LAWANG

KELOMPOK 1 :

AYU NANCYANA (2019.NS.B.07.003)


ELVRY MARTHALINA (2019.NS.B.07.010)
EMELDA PERTIWI (2019.NS.B.07.011)
MISRAN FAUZI (2019.NS.B.07.018)
YUYUN MARIA N S (2019.NS.B.07.038)

YAYASAN EKA HARAP PALANG RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di
negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai
gangguan yang menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan
tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta
ketidaktepatan individu dalam berprilaku yang dapat mengganggu kelompok dan
masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif
(Hawari, 2000). Salah satu masalah kesehatan jiwa yang sering terjadi dan
menimbulkan hendaya yang cukup skizofrenia. Skizofrenia merupakan salah satu
gangguan jiwa yang saring ditunjukan oleh adanya gejala positif, diantaranya
adalah halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penghayatan
yang alami suatu persepsi melalui panca indra tanpa ada rangsangan tanpa stimulus
eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
The American Psychiatric Association Amerika Serikat, memperkirakan
angka pasien skizofrenia di dunia cukup tinggi mencapai 1/100 penduduk.
Tingginya privalensi gangguan jiwa di dunia dipengaruhi oleh masalah seperti
urbanisasi yang cepat, bencana alam, kekerasan dan konflik yang mengancam
keamanan dan kesehatan pada tingkat individu, komunitas, nasional dan
internasional (Yosep, 2007: 59). Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2009,
jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini, mencapai lebih dari 28 juta
orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46 persen
menderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009
menyebutkan dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang
mengalami ganguan jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah
mengalami stress (Depkes RI, 2009).
Tingginya angka penderita gangguan jiwa yang mengalami halusinasi
merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di Indonesia.
Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk bagi
klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan. Tidak jarang ditemukan
penderita yang melakukan tindak kekerasan karena halusinasinya (Yahya, 2009:
98). Gangguan jiwa skizofrenia cenderung berlanjut menahun dan kronis, karena
terapi obat psikofarma diberikan dalam jangka waktu relatif lama. Terapi kejiwaan
pada penderita skizofrenia dapat diberikan apabila sudah mencapai tahapan dapat
menilai realitas.
Memperhatikan hal tersebut tentu akan menjadi suatu hal yang perlu direspon
oleh perawat profesional, paling tidak meminimalkan masalah-masalah yang ada
sehingga keadaan seorang Klien tidak berkembang menjadi lebih berat (perilaku
agresif/perilaku kekerasan). Peran perawat dibutuhkan untuk membantu Klien agar
dapat mengontrol halusinasinya. Peran perawat dalam menangani halusinasi di
rumah sakit antara lain melakukan penerapan standar asuhan keperawatan, terapi
aktivitas kelompok, dan melatih keluarga untuk merawat klien dengan halusinasi.
Standar asuhan keperawatan mencakup penerapan strategi pelaksanaan halusinasi.
Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar asuhan keperawatan terjadwal yang
diterapkan pada Klien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa
yang ditangani (Fitria, 2009). Strategi pelaksanaan pada Klien halusinasi mencakup
kegiatan mengenal halusinasi, mengajarkan pasien menghardik halusinasi, minum
obat dengan teratur, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, serta
melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi (Keliat dkk, 2010).
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membahas dan membuat asuhan
keperawatan paripurna tentang asuhan keperawatan jiwa pada Ny T dengan
masalah keperawatan utama halusinasi pendengaran di RSJ Lawang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam Laporan
asuhan keperawatan paripurna ini bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada Ny. T
dengan masalah keperawatan utama halusinasi pendengaran di Ruang Nusa Indah
RSJ Radjiman Widiodiningrat Lawang ?

1.3 Tujuan Studi Kasus


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menjelaskan Asuhan keperawatan jiwa pada Ny T dengan masalah
keperawatan utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di Ruang
Nusa Indah RSJ Radjiman widiodiningrat Lawang.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus pada asuhan keperawatan paripurna ini adalah:
1) Mampu melakukan pengkajian keperawatan Pada Ny. T dengan masalah
keperawatan utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di
Ruang Nusa Indah RSJ Radjiman widiodiningrat Lawang.
2) Menegakkan diagnosa keperawatan/masalah kolaboratif Pada Ny. T dengan
masalah keperawatan utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
di Ruang Nusa Indah RSJ Radjiman widiodiningrat Lawang.
3) Membuat intervensi keperawatan Pada Ny. T dengan masalah keperawatan
utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di Ruang Nusa Indah
RSJ Radjiman widiodiningrat Lawang.
4) Melaksanakan tindakan implementasi keperawatan Pada Ny. T dengan masalah
keperawatan utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di
Ruang Nusa Indah RSJ Radjiman widiodiningrat Lawang.
5) Mengevaluasi asuhan keperawatan Pada Ny. T dengan masalah keperawatan
utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di Ruang Nusa Indah
RSJ Radjiman widiodiningrat Lawang.
6) Membuat dokumentasi asuhan keperawatan Pada Ny. T dengan masalah
keperawatan utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran di
Ruang Nusa Indah RSJ Radjiman widiodiningrat Lawang.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat penulisan laporan asuhan keperawatan paripurna ini
adalah agar kita mengetahui bagaimana konsep dasar dan asuhan keperawatan jiwa
pada klien dengan masalah keperawatan utama perubahan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran.

1.4.2 Manfaat Praktis


1.4.1.1 Bagi Mahasiswa
Sebagai acuan bagi mahasiswa dalam mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan
masalah keperawatan utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah referensi dan memberikan informasi serta dapat
memperoleh gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan paripurna secara nyata
dan mengidentifikasi keterbatasan serta mengambil langkah perbaikan jika
diperlukan.
1.4.2.3 Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan laporan dalam pemberian asuhan keperawatan jiwa dan
memberikan masukan kepada perawat di Ruang Nusa Indah RSJ Radjiman
widiodiningrat Lawang pada klien dengan masalah keperawatan utama perubahan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Halusinasi


2.1.1 Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001)
dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui
panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana
klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada
halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal
dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
2.1.2 Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: menarik diri


2.1.3 Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor
yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai
berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor
penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika
dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi
35%.
b. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya
dopamin, serotonin, dan glutamat.
1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin.
2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas,
terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang
mengambil jarak dengan anaknya.
2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di
rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus
asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa
punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti
orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan
sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan,
ketidakadekuatan penanganan gejala.
2.1.4 Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini
merupakan persepsi maladaptif.
Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasikan dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut
tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu
hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya, yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang
dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang
diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis  Kadang-kadang  Waham


 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi
 Emosi terganggu (distorsi  Sulit berespons
konsisten pikiran  Perilaku
dengan  Ilusi disorganisasi
pengalaman  Menarik diri  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Reaksi emosi >/<
 Hubungan  Perilaku tidak biasa
sosial harmonis

2.1.5 Jenis Halusinasi


Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70%
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20%
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau
harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.1.6 Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atautertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata
cepat, diam, asyik dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realitas rentangperhatian yang menyempit hanya
beberapa detik atau menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu
merawat diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998)
dalam Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan
cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa


darah, urine, fases.

Perabaan Mengalami nyeri atau


ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


Sinestetik darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak

2.1.7 Fase Halusinasi


Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya
Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus (2014), membagi fase halusinasi dalam 4
fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat
mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3

Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau


ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi

(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem


Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
konsentrasi, dipenuhi
sensorinya dan menarik diri dengan pengalaman
dari orang lain. sensori dan kehilangan
kemampuan
(Psikotik ringan)
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Controlling- Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


ansietas tingkat perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
berat, pengalaman halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
sensori menjadi halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
tanda fisik ansietas berat
(Psikotik)
: berkeringat, tremor,
tidak mampu mengikuti
petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya
jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi
perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur
berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya
jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik yang
intervensi terapeutik. merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat)
agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan
saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin
sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi
untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi
tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif.
Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan
klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat
juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien
atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap
terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya
adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi,
dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa
halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya
klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif
mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien
mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi
halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara
tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif
perawat dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa
dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan
neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi
penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana
mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara
optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam
pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas
dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien
yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting
dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien
berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien.
Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung
secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi.
Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung
lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi,
diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah. Latih
pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang
biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan
personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler.
Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga
mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu.
Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan
tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara
perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan
alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap
derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik,
mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita,
hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk
penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala
penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat,
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama
EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.

b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar


Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada
anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada
anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg
untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler
setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah
nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik.
Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis.
Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis
terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi,
sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg )
diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25
mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan,
tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali
suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi
biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping yang hebat.
Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi simtomatis dan
suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan
ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi
persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus
eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi
fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber
halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu
bercakap-cakap dengan orang lain:
Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan
halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan
dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu,
klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi
sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat
harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-
betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.
2.1.9 Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
Perubahan sensori perseptual: halusinasi
1. Data Subyektif:
a. Mendengar suara bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata.
b. Melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata.
c. Mencium bau tanpa stimulus.
d. Merasa makan sesuatu.
e. Merasa ada sesuatu pada kulitnya.
f. Takut pada suara/ bunyi/ gambaran yang didengar.
g. Ingin memukul/ melempar barang-barang.
2. Data Obyektif:
a. Berbicara dan tertawa sendiri.
b. Bersikap seperti mendengar/ melihat sesuatu.
c. Berhenti bicara di tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu.
d. Disorientasi.
2.1.10 Diagnosa Keperawatan
1. Halusinasi.
2. Menarik diri.
2.1.11 Rencana Tindakan Keperawatan
1. Tujuan Umum
Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan Khusus
a. Membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Salam terapeutik - perkenalkan diri - jelaskan tujuan -
ciptakan lingkungan yang tenang - buat kontrak yang jelas (waktu,
tempat, topik).
2) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
3) Empati
4) Ajak membicarakan hal-hal nyata yang ada di lingkungan.
b. Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan:
1) Kontak sering dan singkat.
2) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi, (verbal dan
nonverbal).
3) Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan apakah ada suara
yang didengar - apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa
perawat percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak
mendengarnya. Katakan bahwa perawat akan membantu.
4) Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu,
frekuensi teriadinya halusinasi serta apa yang dirasakan jika teriadi
halusinasi.
5) Dorong untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Tindakan:
1) Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi: bicara dengan
orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan
pada suara tersebut “saya tidak mau dengar!”
2) Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/ dilakukan.
3) Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan beri pujian
jika berhasil.
d. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala,
cara memutus halusinasi, cara merawat, informasi waktu follow up
atau kapan perlu mendapat bantuan.
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Tindakan:
1) Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat.
2) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4) Beri reinforcement positif bila klien minum obat yang benar.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KLIEN DENGAN MASALAH HALUSINASI
(SP 1 PASIEN)

Masalah :
Hari/ tanggal :
Jam :
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien

2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengenal halusinasi.
c. Klien dapat menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi.
d. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik.
3. Tindakan
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal.
b. Bantu mengenal halusinasi dengan cara berdiskusi dengan klien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar/ dilihat), waktu terjadi
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
muncul dan respon klien saat halusinasi muncul.
c. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi: bicara dengan
orang lain bila muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan
pada suara tersebut “saya tidak mau dengar!”

17
18

A. STRATEGI KOMUNIKASI
1. ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
”Assalamualaikum. Selamat pagi.”
”Saya Siti, perawat di sini, Siapa nama Bapak? Senang dipanggil
siapa?”
b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Apa keluhan Bapak hari ini?”
c. Kontrak Waktu
”Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini Bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Dimana kita duduk?
Berapa lama? Bagaimana jika 15 menit?”

2. KERJA
”Apakah Bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang
dikatakan suara itu?Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-
waktu? Kapan yang paling sering Bapak dengar suara? Berapa kali
sehari Bapak alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah
waktu sendiri?”
”Apa yang Bapak rasakan saat mendengar suara itu? Apa yang Bapak
lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara
itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?”
“Bapak, ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara itu. Kedua, dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Keempat,
minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.
Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung Bapak
bilang, pergi saya tidak mau dengar, ... saya tidak mau dengar. Kamu
suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi.
19

Coba Bapak peragakan! Nah begitu, ... bagus! Coba lagi! Ya bagus Bapak
sudah bisa.”

3. TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah peragaan latihan tadi? Kalau
suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut.”
b. Evaluasi Obyektif
”Ya Bapak sudah bisa memperagakan latihan tadi.”
c. Rencana Tindak Lanjut
”Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Mau jam berapa saja
latihannya?”
d. Kontrak
- Topik
”Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara kedua?”
- Waktu
”Besok pagi jam 9 saya akan datang kesini. Bagaimana, Bapak
bersedia?”
- Tempat
”Besok saya akan ke ruangan ini lagi. Sampai jumpa ya.”
20

BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas Klien

Nama : Ny T Tanggal Dirawat : 3 November 2019


Umur : 37 Tahun Tanggal Pengkajian : 11 November 2019
Pendidikan : SD Ruang Rawat : Nusa Indah
Agama : Islam Sumber Informasi : Pasien
Status : Sudah menikah
Alamat : Pasuruan
Pekerjaan : Swasta
Jenis Kel. : Perempuan
No. RM : 120xxx
3.2 Alasan Masuk
a. Data Primer
Klien mengatakan dia dibawa dari dinsos Kediri ke RSJ Lawang
b. Data Sekunder
Dari data yang didapat dibuku status klien, tampak bekas luka diatas
hidung klien, menurut klien karena di cakar teman saat rebutan makanan
dari dinsos, berbicara ngelantur, ADL diarahkan.
c. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Klien mengatakan mendengar bisikan dari Gusanum untuk pulang dan
minum obat teratur.
3.3 Faktor Presipitasi
Klien kambuh ± 1 bulan yang lalu, sebelum MRS penyebab kekambuhannya
adalah karena ada masalah dengan laki-laki yang berada di dinsos. Gejalanya
marah-marah tanpa sebab, mondar-mandir, melamun, sulit tidur sehingga
klien dibawa berobat ke RSJ Lawang.
3.4 Faktor Predisposisi

3.4.1 Riwayat Penyakit Dahulu (Faktor Predisposisi)

3.4.1.1 Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu


21

Klien mengatakan pernah mengalami gangguan jiwa ± 5 tahun yang lalu


dengan gejala yaitu mendengar bisikan, berbicara sendiri, mondar-mandir,
penyebab karena ditinggal suami klien mengatakan stress.

Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan


3.4.2 Riwayat Trauma
Klien ada masalah keluarga, klien mengatakan disiram kakak dengan air,
tidak dikasih makan dan uang jajan, lalu menyendiri dikamar dan memukul kaca
rumah.
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan

3.4.3 Pernah melakukan upaya/percobaan/bunuh diri


Klien mengatakan tidak pernah untuk melakukan bunuh diri karena tindakan
itu termasuk dosa.
3.4.4 Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan
Klien mengatakan pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan ditinggal
suami.
Masalah keperawatan: Respon pasca trauma
3.4.5 Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh
kembang)
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit fisik
3.4.6 Riwayat penyakit NAPZA
Klien tidak pernah menggunakan obat terlarang sebelum sakit maupun
setelah sakit.
3.4.7 Upaya yang telah dilakukan terkait kondisi diatas dan hasilnya
Klien mengatakan dibawa ke dinsos diantar kakak
3.4.8 Riwayat Penyakit Keluarga
3.4.8.1 Anggota keluarga yang gangguan jiwa
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa.
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

3.5 Pengkajian Psikososial


22

3.5.1 Genogram

Klien mengatakan mempunyai saudara 5 dan mempunyai anak 1 tahun. Pola


asuh sejak kecil Ny. T tinggal dengan kedua orang tua sifat ibu dan ayah tidak
terlalu perduli. Komunikasi orang yang terdekat adalah ibu, namun tidak selalu
menceritakan masalahnya kepada orang terdekat. Pengambilan keputusan didalam
keluarga pengambilan keputusan adalah ayahnya, jika ada masalah yang dihadpi
keluarga.

3.5.2 Konsep Diri


3.5.2.1 Citra Tubuh
Klien mengatakan menyukai bagian tubuh mata dan hidung, karena
mempunyai mata yang bulat dan hidung yang lurus atau mancung. Yang tidak
disukai adalah badan yang gendut karena penuturan, klien banyak makan jadi badan
gendut.
3.5.2.2 Identitas
Klien dapat menyebutkan nama Ny. T, tinggal di Kediri. Klien mengatakan
setiap harinya sebagai ibu rumah tangga yang hanya mengasuh anaknya, klien suka
dengan statusnya sebagai seorang perempuan.
3.5.2.3 Peran
Sebelum sakit klien dirumah mempunyai tanggung jawab sebagai seorang
ibu rumah tangga, klien dapat melakukan pekerjaan sendiri, tapi setelah dirawat di
RSJ kegiatan sehari-hari hanya mau mengikuti perintah oleh perawat seperti
menyapu, makan dan mandi.
23

3.5.2.4 Ideal Diri


Klien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarga
seperti dulu.
3.5.2.5 Harga Diri
Klien merasa sedih karena tidak dapat menjalankan perannya sebagai ibu
karena tidak ada yang mengurus anak selama di RSJ, klien merasa malu karena
badannya gendut karena penuturannya banyak makan jadi badan gendut.
Diagnosa Keperawatan : Harga diri rendah
3.5.3 Hubungan Sosial
3.5.3.1 Orang yang berarti/terdekat
Klien mengatakan sebelum MRS orang terdekat adalah anak dan ibunya,
namun tidak selalu menceritakan masalahnya kepada oarang terdekat. Setelah di
RSJ orang terdekat klien adalah perawat yang merawat serta teman-teman yang
berada di RSJ.
3.5.3.2 Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat dan hubungan sosial
Sebelum di rawat di RSJ sering bergaul dengan tetangga sekitar rumahnya,
namun setelah di rawat di RSJ klien suka menyendiri, jalan-jalan sendiri, melamun.
3.5.3.3 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan merasa kehilangan setelah perceraian yang menjadikan
tidak mau bergaul, suka menyendiri, berbicara sendiri dan melamun.
Diagnosa Keperawatan : Menarik Diri
3.5.4 Spritual
3.5.4.1 Nilai dan keyakian
Klien mengatakan diusir tetangga dan kakak karena mengalami gangguan
jiwa dan dulu nya pernah memecahkan kaca rumah.
3.5.4.2 Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu, tetapi setelah sakit klien
tidak pernah melakukan sholat. Perasaanya biasa saja ketika meninggalkan sholat.

3.6 Pemeriksaan Fisik


3.6.1 Keadaan Umum
24

Kepala berbentuk normal, klien tampak kurang bersih, rambut hitam, tidak
ada lesi, wajah simetris, dada berbentuk simetris, tidak ada kelainan bentuk, tidak
ada kelainan bentuk tulang belakang, tidak ada lesi maupun jaringan parut.
Ekstremitas atas dan bawah normal, tidak ada kelainan bentuk, tidak ada
hiperpigmentasi, turgor kulit elastic, CRT < 2 detik.
3.6.2 Kesadaran (Kuantitas)
Klien dalam keadaan Composmentis (E=4, V=5, M= 6)
3.6.3 Tanda Vital
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36.2 oC, dan pernafasan
20 x/menit. Tinggi badan 16 cm dan berat badan 56 kg
3.6.4 Keluhan Fisik
Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik atau penyakit yang parah.
3.7 Status Mental
3.7.1 Penampilan
Penampilan cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh sedang, rambut
pendek, cara berjalan lamban, klien duduk menyendiri dan melamun.
3.7.2 Pembicaraan
Dalam berbicara klien lamban dan pelan, klien terkadang terdiam ditengah
pembicaraan seperti mendengar sesuatu.
3.7.3 Aktivitas motorik/psikomotor
Klien tampak mondar-mandir sperti orang bingung, bila bertatapan kontak
mata kurang.
3.7.4 Mood dan Afek
3.7.4.1 Mood
Klien mengatakan bila mendengar bisikan klien merasa takut dan klien
mengatakan ingin pulang.
3.7.4.2 Afek
Saat ditanya klien menunjukkan muka datar tanpa ekspresi baik itu masalah
yang menyedihkan atau menyenangkan.

3.7.5 Interaksi selama wawancara


25

Kontak mata klien kurang, klien cenderung menatap kedepan padahal


perawat ada disampingnya, kadang klien terdiam sebentar seperti
mendengar sesuatu.
3.7.6 Persepsi Sensorik
Klien mengatakan mendengar bisikan, isi suara itu menyuruh klien untuk
pulang dan minum obat teratur, suara tersebut kadang muncul kadang tidak,
respon klien untuk mengontrol hanya diam.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
pendengaran
3.7.7 Proses pikir
3.7.7.1 Arus Pikir
Proses pikir klien yaitu blocking karena saat melakukan pembicaraan klien
berhenti secara tiba-tiba tanpa adanya gangguan secara eksternal, kemudian
beberapa saat dilanjutkan kembali pada pembicaraan semula atau
pembicaraan selanjutnya.
3.7.7.2 Isi Pikir
Klien merasa tidak enak berkumpul dengan orang lain sehingga sering
menyendiri dan melamun.
3.7.7.3 Bentuk Pikir
Bentuk pikir klien non realistik adalah pemikiran yang diluar dari
kenyataan, klien mengatakan mendengar bisikan untuk meminta segera
pulang dan meminum obat teratur.
Diagnosa keperawatan : Gangguan proses pikir
3.7.8 Kesadaran
Waktu : klien mampu berorientasi dengan waktu, ketika ditanya ini pagi
atau siang ? klien menjawab dengan benar.
Tempat : ketika ditanya, ini dimana ? klien menjawab saya berada di RSJ
Orang : ketika ditanya saya siapa ? klien menjawab : perawat
Menurun : Kesadaran berubah yaitu berada pada dunianya (halusinasi),
terbukti klien masih mendengar suara bisikan-bisikan yang
menyuruh pulang, sering melamun dan menyendiri.
3.7.9 Memori
26

Klien mengatakan ± 1 bulan diantar ke RSJ Lawang oleh dinsos


3.7.10 Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
3.7.10.1 Konsentrasi
Klien mampu menghitung secara urut 1-10, tetapi klien tidak bisa
berhitung mundur konsentrasi kurang
3.7.10.2 Berhitung
Klien mampu berhitung secara sederhana, misalnya klien mempunyai uang
1000 rupiah bila digunakan untuk belanja membelikan permen 500 rupiah
berapa sisa uangnya. Klien menjawab sisa 500 rupiah.
3.7.11 Kemampuan Penilaian
Klien tidak bisa mengambil keputusan sederhana secara mandiri, seperti
mau mandi dulu sebelum atau makan, menunggu perintah dari perawat.
Diagnosa keperawatan : Perubahan proses pikir
3.7.12 Daya Tilik Diri
Klien menyadari bahwa saat ini dia dirawat di RSJ karena sakit, tetapi klien
mengatakan ingin pulang.
Diagnosa Keperawat : Perubahan proses pikir

3.8 Kebutuhan Persiapan Pulang


3.8.1 Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Dari data yang didapat klien tidak mampu memenuhi kebutuhan seperti
perawatan kesehatan, transportasi, tempat tinggal, keuangan dan kebutuhan
lainnya.
3.8.2 Kegiatan hidup sehari-hari
3.8.2.1 Perawatan Diri
1) Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore dan menunggu perintah
dari perawat.
2) Berpakaian, berhias dan berdandan
Klien mengatakan ,mengganti baju 2x sehari pagi dan sore, pakaian yang
digunakan sesuai dan tidak terbalik.
3) Makan
27

Makan 3x sehari, diruang makan dan habis 1 porsi


4) Toileting (BAK, BAB)
BAK dan BAB dikamar mandi/wc dan tidak mengalami kesulitan dan
selalu dibersihkan
3.8.2.2 Nutrisi
Frekuensi makan 3x sehari (pagi,siang,sore) dan kudapan 1x sehari. Nafsu
makanklien baik mampu menghabiskan 1 porsi makanan, BB 56 kg.
3.8.2.3 Tidur
1) Istirahat dan tidur
Tidur siang dari jam 13.00-15.00 wib, tidur malam 18.00-06.00 wib.
Aktivitas sebelum atau sesudah tidur seperti mandi,makan, dan senam
pagi.
2) Gangguan tidur
Klien mengatakan tidur malam nya nyenyak, selama perawatan selalu
bisa tidur setelah minum obat.
3.8.3 Kemampuan lain-lain
Klien belum sepenuhnya mampu melakukan harus dibantu oleh perawat.
Klien tidak mampu mengambil keputusan berdasarkan keinginannya.
Selama di rawat klien sepenuhnya dibantu oleh perawat.
3.8.4 Sistem Pendukung
Sistem pendukung untuk klien saat ini adalah terapis yaitu sistem
pendukung saat berperan dalam pemenuhan ADL klien, sampai pemberian
obat.
3.9 Mekanisme Koping
Berdasarkan mekanisme koping klien maladaptif, klien suka menyendiri,
melamun.
Diagnosa keperawatan : Koping individu inefektif
3.10 Masalah Psikososial dan Lingkungan
3.10.1 Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya
Klien mengatakan selama di RSJ bila ada TAK klien selalu ikut

3.10.2 Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya


28

Klien mengatakan dulu tetangga dan kakak nya yang mengusir karena klien
memecahkan kaca rumah.
3.10.3 Masalah dengan pendidikan, spesifiknya
Klien mengatakan pendidikannya hanya tamataan SD
3.10.4 Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya
Klien mengatakan pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga
3.10.5 Masalah dengan perumahan, spesifiknya
Klien mengatakan rumah berada di Kediri, selama sakit klien tinggal dan di
rawat di Dinsos
3.10.6 Masalah dengan ekonomi, spesifiknya
Klien mengatakan tidak pernah mendapat uang dari keluarga, ditanggung
dinsos
3.10.7 Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya
Klienmengatakan disini dilayani dengan baik dan diobati dengan baik,
pelayanan kesehatan dari pihak RSJ
3.10.8 Masalah lainnya, spesifiknya
Tidak ada masalah lainnya

3.11 Aspek Pengetahuan


Klien mengatakan dia tau berada di RSJ tetapi tidak tau tempat apa
3.12 Aspek Medis
3.12.1 Diagnosa Medis
F.25 Chizofecctive disorder
3.12.2 Diagnosa Medis
Axis I : F 25.0
3.12.3 Terapi Medis
Frimania 200 mg 1-0-1
Risp 2 mg 1-0-1
Clozopine 25 mg 0-0-1

3.13 Analisis Data


29

No. Data Diagnosa Keperawatan


1 DS:
 Klien mengatakan mendengar
bisikan dari Gusanum untuk
pulang dan teratur minum obat,
pada saat mendengar bisikan itu Gangguan Persepsi Sensori:
klien takut Halusinasi Pendengaran
DO:
 Klien sering terlihat bingung
 Klien sering melamun
 Klien tsering menyendiri
2 DS:
 Ketika klien diberi pertanyaan
mengapa masuk RS klien hanya
menjawab di bawa dinsos Gangguan Proses pikir
DO:
 Klien menjawab seperlunya
 Klien menjawab pertanyaan
singkat.
3 DS:
 Klien mengatakan dirinya dulu
pernah disiram kakak dengan air
 Klien mengatakan dulu pernah
memecahkan kaca rumah Resiko perilaku kekerasan

DO:
 Klien tampak mondar-mandir
 Kontak mata kurang
4 DS :
 Klien mengatakan pernah
mengalami kegagalan dalam
pernikahan ditinggal suami Respon pasca trauma

DO :
 Mata klien tampak berkaca-kaca
5 DS :
 Klien mengatakan sedih karena
tidak dapat menjalankan
perannya sebagai ibu Harga Diri Rendah

DO :
 Klien tampak kebingungan
 Mata klien tampak berkaca-kaca

6 DS :
30

 Klien mengatakan merasa


kehilangan setelah perceraian Menarik Diri
yang menjadikan tidak mau
bergaul

DO :
 Klien suka menyendiri
 Berbicara sendiri
 Mklien tampak melamun
7 DS :
 Klien mengatakan bahwa saat
ini klien di rawat di RSJ
Perubahan proses pikir
DO :
 Klien melakukan ADL
menunggu perintah
8 DS :
 Klien mengatakan pada saat ada
masalah suka menyendiri

DO :
 Mekanisme koping klien
maladaptif, klien suka Koping individu inefektif
menyendiri
 Tampak duduk dan melamun
 Tidak mau bergaul dengan orang
lain
31

3.14 Daftar Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran

2. Gangguan proses pikir

3. Resiko perilaku kekerasan

4. Respon pasca trauma

5. Harga diri rendah

6. Menarik Diri

7. Perubahan Proses Pikir

8. Koping individu inefektif

3.15 Pohon Masalah

Effect Resiko perilaku kekerasan

Core Problem Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

Etiologi Gangguan proses pikir

3.16 Prioritas Masalah Keperawatan

1) Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran


32

RENCANA KEPERAWATAN JIWA


Nama klien : Ny. T Ruang: Nusa Indah
DIAGNOSA RENCANA TINDAKANA KEPERAWATAN
KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN
TUM : 1. Ekspresi wajah klien 1. Bina hubungan saling percaya
Klien tidak bersahabat dengan klien menggunakan
mencederai diri 2. menunjukkan rasa senang prinsip komunikasi teraupetik
sendiri, orang lain 3. mau berjabat tangan dan perkenalkan diri.
dan lingkungan 4. mau menyebutkan nama 2. Sapa klien dengan ramah baik
5. mau menjawab salam verbal maupun non verbal.
TUK 1 : 6. mau menjawab 3. Perkenalkan diri dengan sopan.
Klien dapat pertanyaan dari perawat 4. Tanyakan nama lengkap klien
membina 7. klien mau duduk dan nama panggilan klien.
hubungan saling berdampingan dengan 5. Jelaskan tujuan pertemuan.
percaya perawat 6. Jujur dan menepati janji.
8. mau mengutarakan 7. Tunjukkan sikap empati dan apa
masalah yang adanya.
dihadapinya. 8. Beri perhatian pada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar
klien.
TUK 2 : 1. Klien dapat menyebutkan 1. Adakan kontak yang sering dan
Klien dapat waktu, isi dan frekuensi singkat secara bertahap.
mengenali timbulnya halusinasinya. 2. Observasi tingkah laku klien
Gangguan Sensori halusinasinya 2. Klien dapat yang terkait dengan
Persepsi : mengungkapkan halusinasinya seperti bicara dan
Halusinasi bagaimana perasaannya tertawa tanpa stimulus dan
Pendengaran terhadap halusinasi memandang kekiri atau kekanan
tersebut. atau kedepan seolah-olah ada
teman bicara.
3. Bantu klien untuk mengenal
halusinasi :
 Jika menemukan klien sedang
halusinasi, tanyakan apakah
ada suara yang didengarnya.
 Jika ada, lanjutkan apa yang
dikatakan suara itu.
 Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu namun perawat tidak
mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh
atau menghakimi).
 Katakan kalau klien lain juga
sama seperti klien.
 Katakan bahwa perawat akan
membantu klien.
33

4. Diskusikan dengan klien seperti


 Situasi yang menimbulkan
atau tidak menimbulkan
halusinasi (jika sendiri dan
jengkel atau sedih).
 Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi (pagi,
siang, sore dan malam, terus-
menerus atau sewaktu-
waktu).
5. Diskusikan dengan klien tentang
apa yang dirasakannya jika
terjadi halusinasi (marah atau
takut, sedih dan senang) dan beri
kesempatan klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
TUK 3 : 1. Klien dapat 1. Identifikasi bersama klien cara
Klien dapat menyebutkan tindakan tindakan yang dilakukan jika
mengontrol yang biasanya dilakukan terjadi halusinasi.
halusinasinya. untuk mengendalikan 2. Diskusikan manfaat dan cara yang
halusinasinya. digunakan klien, jika bermanfaat
2. Klien dapat beri pujian.
menyebutkan cara baru 3. Diskusikan cara baru untuk
mengontrol mengontrol timbulnya halusinasi,
halusinasinya. Katakan “ saya tidak mau
3. Klien dapat mendengar ”Temui orang lain
mendemonstrasikan cara (perawat atau keluarga atau
menghardik atau teman).
mengusir atau tidak 4. Membuat jadwal sehari-hari.
memperdulikan 5. Meminta perawat atau keluarga
halusinasinya. atau teman menyapa bila klien
4. Klien dapat tanpak bicara sendiri dan
mendemonstrasikan melamun.
bercakap-cakap dengan 6. Berikan kesempatan kepada klien
orang lain. untuk melakukan cara yang
5. Klien dapat dilatih, beri evaluasi hasilnya dan
mendemonstrasikan beri pujian jika berhasil.
pelaksanaan kegiatan 7. Anjurkan klien mengikuti terapi
sehari-hari. aktivitas kelompok, jenis orientasi
6. Klien dapat realita dan stimulasi persepsi .
mendemonstrasikan 8. Klien dapat menyebutkan jenis,
kepatuhan minum obat dosis dan waktu minum obat serta
untuk mencegah manfaat obat tersebut (prinsip 5
halusinasi. benar yaitu benar obat, orang,
dosis, waktu dan cara).
34

TUK 4 : 1. Keluarga dapat 1. Diskusikan dengan keluarga


Klien dapat menyebutkan pengertian, tentang :
dukungan dari tanda dan tindakan untuk  Gejala halusinasi yang
keluarga dalam mengendalikan halusinasi. dialami klien.
mengontrol 2. Keluarga dapat  Cara yang dapat dilakukan
halusinasinya. menyebutkan jenis, dosis, klien dan keluarga untuk
waktu pemberian dan memutus halusinasi.
manfaat serta efek  Cara merawat anggota
samping obat. keluarga yang mengalami
halusinasi di rumah, beri
kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
 Beri informasi waktu
follow up/.kapan perlu
mendapat bantuan bilamana
halusinasi tidak terkontrol
dan resiko mencederai
orang lain.
 Anjurkan klien untuk
memberitahu keluarga jika
mengalami halusinasi.
2. Diskusikan dengan klien dan
keluarga tentang obat yang
digunakan.
3. Bantu klien memastikan bahwa
klien minum obat sesuai dengan
program dokter.
4. Diskusikan dengan dokter tentang
efek samping obat.
TUK 5 : 1. Klien dapat menyebutkan 1. Diskusikan dengan keluarga dan
Klien dapat obat yang diminumnya. klien tentang jenis, dosis,
memanfaatkan 2. Klien dapat menyebutkan frekuensi dan manfaat obat.
obat dengan baik. akibat dari minum obat
tidak teratur.

BAB 4
35

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
Pada kasus Ny. T dengan masalah keperawatan utama Perubahan Persepsi
Sensori: Halusinasi Pendengaran, terdapat kesesuaian antara teori tentang
perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dengan fakta yang terjadi.
Menurut Nita Fitria (2010) perubahan persepsi sensorial adalah salah satu gejala
gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori seperti
merasakan sensasi palsu salah satunya berupa suara. Seperti bicara sendiri,
mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang menyuruh untuk
melakukan sesuatu atau mengajak bercakap-cakap. Hal ini terjadi pada Ny. T yang
mana klien mengungkap bahwa pernah mendengar bisikan yang isinya menyuruh
cepat pulang dan munum obat terataur.
Klien mengatakan pernah masuk RSJ sebelumnya, dan klien dibawa oleh
Dinsos ke RSJ pada tanggal 3 November 2019. Klien tau dibawa ke RSJ tetapi tidak
tau karena apa dia dibawa ke RSJ Lawang. Hal ini juga sesuai dengan teori yang
terdapat di buku Fitria Nita (2010) yang menyebutkan stressor sosial budaya:
pernah dirawat di rumah sakit sebagai faktor presipitasi. Pengkajian dilakukan
berfokus pada persepsi pendengaran.
Dilihat dari hasil teori dan opini didapatkan bahwa terdapat kesesuaian antara
keduanya, sesuai dengan yang ada pada teori bahwa klien mengalami perubahan
persepsi sensori seperti merasakan sensasi palsu salah satunya berupa suara. Seperti
bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga kearah tertentu,
mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang menyuruh untuk
melakukan sesuatu atau mengajak bercakap-cakap. Hasil pengkajian didapatkan
bahwa klien mendengar suara bisikan, sering menyendiri, dan klien malas minum
obat. Hal tersebut terjadi karena koping individu dan keluarga yang tidak efektif,
ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik, dan kurangnya pengetahuan
klien dan keluarga tentang halusinasi pendengaran, sehingga mengakibatkan
terjadinya kekambuhan pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran.

4.2 Diagnosa Keperawatan


36

Berdasarkan data yang terkaji didapatkan klien mengatakan “mendengar


bisikan dari Gusanum untuk pulang dan minum obat teatur, suara kadang muncul
kadang tidak, respon klien untuk mengontrol hanya diam.
Dapat ditarik diagnosa keperawatan perubahan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
4.3 Intervensi
Intervensi yang diangkat diambil sesuai dengan diagnosa keperawatan
gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran yang ada di buku Fitria Nita
(2010) dikarenakan lebih mudah dan memiliki kesamaan dengan format intervensi
yang ada di format asuhan keperawatan yang diberikan.
Hasil teori dan fakta terdapat kesesuaian, intervensi yang diberikan pada klien
dengan diagnosa perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran sesuai dengan
intervensi yang ada pada teori menurut Fitria Nita (2010), hal tersebut karena hasil
pengkajian tersebut sesuai tanda gejala yang terdapat pada teori.

4.4 Implementasi
Langkah awal dalam asuhan keperawatan yang diberikan pada Ny. T adalah
penerapan SP1 dimana dilakukan intervensi membina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik dan mengenal halusinasi serta
menghardik. SP1 dapat melakukan langkah: Mengucap salam, Menyapa klien
dengan ramah, Memperkenalkan nama dan tujuan berkenalan, Menanyakan nama
lengkap dan nama panggilan klien, Menciptakan lingkungan yang tenang, nyaman
dan bersahabat, Menunjukan sikap jujur, empati dan menerima klien apa adanya,
Memberikan perhatian dan penghargaan serta menemani klien walaupun tidak
menjawab. Proses klien pada BHSP antara perawat dan klien berlangsung lancar,
tidak ada gangguan dari luar, ada respon verbal dari klien, komunikasi non-verbal
yang dapat terkaji yaitu ekspresi klien bersahabat, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, klien mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, dan klien bersedia
mengungkapkan masalah yang dihadapinya. Sedangkan langkah pada mengenal
masalah halusinasi, klien dapat menyebutkan isi, jenis, frekuensi dan respon klien
terhadap halusinasi serta menyebutkan cara menghardik halusinasinya. Tahap ini
terlihat klien mau berinteraksi dengan orang lain. Setelah satu hari Intervensi SP1
mengenal halusinasi klien serta menghardik mulai memberikan respon verbal yaitu
37

menyebutkan namanya “T (nama diinisialkan). Pada pelaksanaan SP1 BHSP dan


mengenal masalah halusinasi serta cara menghardik tanggal 12 November 2019,
berjalan sesuai intervensi. Respon non verbal yang terkaji yaitu klien menjawab
salam, saat dihampiri klien bertatap muka, ketika ditanya klien menjawab sesuai
dengan pertanyaan perawat, klien mengenal halusinasi serta klien dapat
menghardik. Berdasarkan respon ini perawat menyimpulkan bahwa telah terjadi
hubungan saling percaya dengan klien dan klien mengenal halusinasi serta klien
dapat menghardik halusinasinya.
Langkah selanjutnya dalam asuhan keperawatan yang diberikan pada Ny. T
adalah penerapan SP1 dimana dilakukan intervensi membina hubungan saling
percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik tetap dilakukan dan
mengontrol halusinasi. SP2 dapat melakukan langkah: mengidentifikasi cara klien
menghadapi masalah halusinasi, mendiskusikan cara adaptif dan maladaptive,
mendiskusikan cara baru untuk mengenal halusinasi, membantu klien memilih cara
yang akan dilatih dan untuk mencobanya, memberikan kesempatan kepada klien
melakukan cara yang dipilih dan yang dilatih serta memberikan pujian, memantau
pelaksanaan cara mengontrol halusinasi, dan menganjurkan kepada klien untuk
mengikuti TAK, orientasi realita dan stimulasi persepsi. Proses klien pada
Mengontrol Masalah Halusinasi antara perawat dan klien berlangsung lancar, tidak
ada gangguan dari luar, ada respon verbal dari klien, komunikasi non-verbal yang
dapat terkaji yaitu ekspresi klien bersahabat, ada kontak mata, klien mau
menyebutkan nama, mau menjawab salam, dan klien bersedia mengungkapkan
masalah yang dihadapinya serta klien dapat memilih dan melakukan cara
mengontrol halusinasinya. SP2 ini dilakukan selama 3 hari. Berdasarkan respon ini
perawat menyimpulkan bahwa telah terjadi hubungan saling percaya dengan klien
dan klien mengontrol halusinasi.

4.5 Evaluasi
Setiap pelaksanaan SP1, perawat selalu memvalidasi terhadap interaksi
sebelumnya. Klien memberikan respon verbal yang diharapkan. Klien mau terbuka
dengan perawat. Klien terlihat antusias dengan percakapan dan hanya menjawab
seperlunya saja.
38

SP1 dan 2 diterapkan pada tanggal 11-13 saja dikarenakan dalam 1 hari
diadakan 2 kali pertemuan dengan klien sudah melaksanakan kriteria evaluasi.
Sedangkan SP2 diterapkan selama 1 hari, hal ini dikarenakan dalam 3 kali
pertemuan klien sudah paham dengan penjelasan perawat tentang cara mengontrol
halusinsasinya.
39

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pengkajian
Pada pengkajian menurut fakta dan teori terdapat kesesuaian bahwa klien
pada resiko kekambuhan perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran akan
merasakan sensasi palsu berupa suara. Hal ini merupakan gejala gangguan jiwa
berupa stimulus yang sebenarnya tidak ada. Gangguan ini terjadi karena sistem
penginderaan pada kesadaran individu tersebut menerima rangsangan yang tidak
nyata yang disebabkan oleh banyak faktor. Seperti faktor predisposisi, faktor
presipitasi, perilaku, sumber koping dan mekanisme koping.
Hasil pengkajian didapatkan bahwa klien mendengar suara bisikan, sering
menyendiri, dan klien malas minum obat. Hal tersebut terjadi karena koping
individu kurang efektif, ketidakefektifan penatalaksanaan regimen terapeutik, dan
kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang halusinasi pendengaran,
sehingga mengakibatkan terjadinya kejadian berulang pada klien dengan perubahan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

5.1.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan pada askep ini adalah perubahan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran.

5.1.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi yang diangkat pada kasus ini sesuai dengan diagnosa
keperawatan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran yang ada di buku
Fitria Nita (2010). Intervensinya adalah SP 1 klien dapat mengenal halusinasinya,
SP 2,3 dan 4 klien dapat mengontrol halusinasinya, klien mendapatkan dukungan
dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya dan klien dapat memanfaatkan obat
dengan baik.

5.1.4 Implementasi
Implementasi yang di lakukan terhadap Ny. T yaitu SP 1 dimana perawat
dan klien saling berkenalan dan mengetahui nama dari perawat maupun klien dan
40

dapat mengenal halusinasinya serta belajar menghardik suara yang didengar, di sini
perawat melakukan interaksi dengan klien untuk mengetahui penyebab dari
halusinasi yang terjadi pada klien dan belajar mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, implementasi selanjutnya yaitu melakukan SP2 dimana perawat
mengajarkan klien untuk mengontrol halusinasinya seperti mengalihkan
halusinasinya dengan mengobrol dengan perawat maupun dengan teman-temannya
serta dengan minum obat secara teratur, sehingga klien mampu melalukan sebagian
dari cara untuk mengontro halusinasi.

5.1.5 Evaluasi
SP1 dan SP2 diterapkan pada tanggal 11-13 November 2019 saja
dikarenakan dalam 1 hari diadakan 2 kali pertemuan dengan klien sudah
melaksanakan kriteria evaluasi. Sedangkan SP2 diterapkan selama 2 hari, hal ini
dikarenakan dalam 3 kali pertemuan klien sering lupa dengan penjelasan perawat
tentang cara mengontrol halusinsasinya.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Bagi mahasiswa agar dapat meningkatkan komunikasi terapeutik dengan
klien sehingga dengan mudah membina hubungan saling percaya dengan Klien
dalam melakukan keperawatan jiwa
5.2.2 Bagi Pendidikan
Kepada dosen STIKes Ekaharap Palangka Raya agar lebih banyak
menjelaskan dan menerangkan langkah-langkah yang sesuai dalam pemberian
asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
: pendengaran.
5.2.3 Bagi Rumah Sakit
Kepada RSJ Radjiman Widiodiningrat Lawang agar selalu membina
hubungan saling percaya dengan klien dan memberikan asuhan keperawatan jiwa
yang tepat dalam melakukan pemulihan untuk Klien dengan masalah kejiwaan.
41

DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.


www.academia.edu diakses November 2019.

Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan


Halusinasi. www.academia.edu diakses November 2019

Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa


Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta.
Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.

Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.
“S” Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang
Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi
Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Indonesia
Banyuwangi

Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan


Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati)
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri
Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.

Anda mungkin juga menyukai