Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa disebut kondisi seseorang ketika individu dapat berkembang


secara fisik, mental, spiritual, dan sosial yang membuat individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk lingkungannya. Rentang
respon dalam kesehatan jiwa yaitu adaptif merupakan sehat jiwa, masalah
psikososial dan respon maladaptif yaitu gangguan jiwa ( UU No.18 Tahun 2014).
Gangguan jiwa dapat diartikan bahwa seseorang mengalami gangguan
dalam berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective), tindakan
(psychomotor) (Yosep,2007). Malim (2002) menyatakan bahwa gangguan jiwa
merupakan diskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Biasanya ditandai dengan
penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, adanya
afek yang tidak wajar atau tumpul (Yusuf,dkk,2015).
Gangguan jiwa menjadi masalah yang sangat vital. Di tahun 2017 satu dari
empat orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa, 2-3% dari jumlah
pendudukan Indonesia yang menderita gangguan jiwa berat. Bila digambarkan
bahwa penduduk indonesia berjumlah 120 juta orang dan separuh dari mereka
ketika sakit jiwa harus memerlukan perawatan dirumah sakit maka 120.000 orang
dengan gangguan jiwa berat memerlukan perawatan di rumah sakit. Kejadian
gangguan jiwa ini mencapai 4,8% di Asia Tenggara dan Indonesia adalah negara
dengan kejadian gangguan jiwa berat, sedanding dengan penduduknya yang paling
banyak dibandingkan dengan negara- negara lain di wilayah Asia Tenggara. Hal
tersebut dapat di lihat dari sekitar 238.452.952 penduduk di Indonesia yang
mengalami gangguan jiwa berat terdapat 596.132 orang. Saat ini terdapat lebih dari
28 juta orang mengalami gangguan jiwa dengan kategori gangguan jiwa ringan
11,06% dan 0,46% penderita gangguan jiwa berat (WHO 2017). Angka gangguan
jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3% dari seluruh populasi yang ada. Menurut data
dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tercatat ada 1.091 kasus yang
mengalami gangguan jiwa. Di daerah pedesaan, proporsi rumah tangga dengan
minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan
perna dipasung mencapai 18,2% (Depkes RI,2011). Pemasungan sering terjadi
dengan alasan agar tidak membahayakan orang lain dan tidak menimbulkan aib
keluarga. Namun, sebenarnya dalam undang-undang Nomor 18 tahun 2014 tentang
kesehatan jiwa, pemerintah Indonesia telah mencanangkan bebas pemasungan
karena pasung adalah tindakan melanggar hukum.
Menurut hasil studi pendahuluan, di wilayah Klaten masih banyak yang
mengalami gangguan jiwa. Sebagian di rawat di rumah, rawat jalan, dan sebagian
di rawat dipuskesms maupun rumah sakit. Sesuai dengan data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah perihal laporan pelayanan kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Kabupaten Klaten tahun 2016 didapat data bahwa data tersebut menunjukkan
pasien rawat jalan baru berjumlah 63 orang, pasien rawat jalan lama berjumlah
1736 orang, pasien rawat inap baru berjumlah 51 orang, dan pasien rawat inap lama
berjulah 21 orang. Dengan adanya data tersebut didapatkan jumlah kunjungan total
di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Klaten sebanyak 1871 pasien. Hasil
data tersebut menunjukkan pasien terbanyak yaitu yang mengalami psikosa dengan
jumlah 1175 pasien, 248 pasien merupakan gangguan kepribadian, 230 pasien
mengalami gangguan jiwa yang belum diketahui penyebabnya, 110 pasien
merupakan gangguan jiwa neurotik, 2 pasien retard mental, 2 pasien dengan
ketergantungn obat, dan pasien lain hanya melakukan konsultasi, rehab medik, dan
psikotes.Kabupaten Klaten merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Provinsi Jawa Tengah dengan 34 kecamatan. Secara umum, klasifikasi gangguan
jiwa menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu
gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mentak emosional yang berupa
kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan gangguan jiwa berat/kelompok
psikosa yaitu skizofrenia (Yusuf, dkk 2015).
Skizofrenia ialah bentuk gangguan jiwa kronik (Morzi, dkk 2015).
Skizofrenia merupakan gangguan mental dengan ciri utama gejala psikotik, dan
gejala tersebut dapat menyebabkan penderita skizofrenia mengalami penurunan
kualitas hidup, fungsi sosial, dan pekerjaan. Hasil survey World Health
Organization (WHO 2013) menyatakan saat ini diperkirkan sekiatar 26 juta orang
di dunia akan mengalami skizofrenia. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(2013) diperkirakan sekitar 400 ribu orang yang mengalami skizofrenia
(Riskesdas,2013).
Data pasien skizofrenia di Instalansi Rawat Jalan Dr. RM Soedjarwadi
Klaten periode tahun 2016 sebanyak 13.308 pasien. Data pasien yang menjalani
rawat jalan di Instalansi Rawat Jalan selama tiga bulan terakhir terdapat pada bulan
April 2017 sebanyak 1.316 pasien, bulan Mei 2017 sebanyak 1.045 pasien dan
bulan Juni 2017 sebanyak 1.271 (Dr. RM Soedjarwadi, 2018).
Gejala pada skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu gejala negatif dan gejala
positif. Yang termasuk gejala negatif ialah menarik diri, tidak ada atau kehilangan
dorongan atau kehendak dan gejala positif adalah halusinasi, waham, pikiran yang
tidak terorganisir, dan perilaku yang aneh (Videbeck,2008). Dari gejala tersebut,
halusinasi merupakan gejala yang paling banyak di temukan, lebih dari 90% pasien
skizofrenia mengalami halusinasi (Yosep,2013).
Halusinasi merupakan terganggunya persepsi panca indera seseorang dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar),
dimana klien memberi respon persepsi tentang lingkungan tanpa adanya suatu
obyek (Yosep,2013). Sekitar70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan
jiwa yaitu halusinasi dengar, 20 % halusinasi penglihatan dan 10% mengalami
halusinasi penghidu, pengecap, perabaan. Halusinasi dapat mengancam dan
menakukat bagi klien walaupun klien sering mengikari dan melaporkan sebagai
pengalaman yang menyenangkan. Awal mula klien merasakan halusinasi sebagai
pengalaman nyata, tetapi kemudian dalam proses penyakit tersebut, dia dapat
mengakuinya sebagai halusinasi (Videbeck,2008).
Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan mengalami marah tanpa
sebab, bicara atau tertawa sendiri, ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas, maka
perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi pelaksanaan yang
tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu bagian dari pendekatn
holistik pada asuhan klien. Peran perawat dalam menangani halusinasi antara lain
melakukan penerapan standar asuhan keperawatan,terapi aktivitas kelompok, dan
melatih keluarga untuk merawat klien dengan halusinasi. Menurut Keliat (2010)
Strategi Pelaksanaan pada klien halusinasi mencakup kegiatan mengenal halusinasi,
mengajarkan klien menghardik halusinasi, minum obat dengan teratur, bercakap-
cakap dengan orang lain saat halusinsi muncul, serta melakukan aktivitas terjadwal
untuk mencegah halusinasi (Afnuhazi,2015).
Dari latar belakang diatas penulis tertarik mengambil masalah tentang
Asuhan Keperawatan Pada Klien Skizofrenia dengan Gangguan Halusinasi
Pendengaran di RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Skizofrenia dengan Gangguan


Halusinasi Pendengaran di RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Mampu mendiskripsikan Asuhan Keperawatan Pada Klien Skizofrenia dengan
Gangguan Halusinasi Pendengaran di RSJD Dr. RM Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah.
2. Tujuan khusus
a. Mampu mendiskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada klien
skizofrenia dengan gangguan halusinasi pendengaran di RSJD Dr. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
b. Mampu mendiskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada klien
skizofrenia dengan gangguan halusinasi pendengaran di RSJD Dr. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
c. Mampu mendiskripsikan intervensi keperawatan pada klien skizofrenia
dengan gangguan halusinasi pendengaran di RSJD Dr. RM Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah.
d. Mampu mendiskripsikan implementasi keperawatan pada klien skizofrenia
dengan gangguan halusinasi pendengaran di RSJD Dr. RM Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah.
e. Mampu mendiskripsikan evaluasi keperawatan pada klien skizofrenia
dengan gangguan halusinasi pendengaran di RSJD Dr. RM Soedjarwadi
Provinsi Jawa Tengah.
f. Mampu mendiskripsikan pendokumentasian keperawatan pada klien
skizofrenia dengan gangguan halusinasi pendengaran di RSJD Dr. RM
Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Menambah khasanah keilmuan sehingga meningkatkan ilmu pengetahuan
dalam mencari pemecahan permasalahan pada klien skizofrenia dengan
gangguan halusinasi pendengaran.
2. Praktis
a. Bagi Klien dan Keluarga
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang telah dipelajari
dalam penanganan kasus jiwa yang dialami dengan kasus nyata dalam
pelaksanaan keperawatan, seperti bagaimana cara untuk mengatasi perilaku
halusinasi pendengaran.
b. Bagi Perawat
Asuhan keperawatan ini menjadi dasar informasi dan pertimbangan untuk
menambah pengetahuan, keterampilan serta perilaku dalam meningkatkan
pelayanan perawatan pada klien skizofrenia dengan gangguan halusinasi
pendengaran.

c. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan dan referensi untuk
meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan pada klien skizofrenia
dengan gangguan halusinasi pendengaran.
d. Bagi Peneliti selanjutnya.
Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar informasi dan pertimbangan
peneliti selanjutnya untuk menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada klien skizofrenia dengan gangguan halusinasi
pendengaran.

Anda mungkin juga menyukai