Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kesehatan jiwa merupakan bagian dari bagian integral dari kesehatan, sehat jiwa tidak

hanya terbatas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh

semua orang.sehat jiwa adalah suatu kestabilan emosional yang diperoleh dari kemampuan

seseorang dalam mengendalikan diri dengan selalu berfikir positif dalam menghadapi

stresor lingkungan tanpa adanya tekanan fisik, psikologis baik secara internal maupun

eksternal (Nasir,Abdul.2017)

Menurut UU RI No.18 tahun 2016 tentang kesehatan jiwa, kesehatan jiwa adalah

kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan

sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan,

dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Pada pasal 70 menjelaskan bahwa pasien dengan gangguan jiwa mendapatkan pelayanan

kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan yang mudaha di jangkau, mendapatkan

pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan standar pelayanan kesehatan jiwa, mendapat

jaminan atas ketersediaan obat psikofarma sesuai dengan kebutuhannya. (Kementrian

Kesehatan RI,2017).

World Healt Organization (WHO) memperkirakan sebanyak 450 juta orang diseluruh

dunia mengalami gangguan mental. Terdapat sekitar 10 persen orang dewasa mengalami

gangguan jiwa saat ini dan 20 persen penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan

jiwa pada usia tertentu selama hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit

secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% ditahun 2030.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukan lebih dari 19 juta penduduk

berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta

1
penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Prevalensi orang dengan

gangguan jiwa yaitu sekitar 1 dari 5 penduduk yang artinya sekitar 20% populasi di

indonesia dari 250 juta jiwa secara keseluruhan potensial mengalami kesehatan jiwa.

Beberapa kepustakaan menyebutkan secara umum prevalensi skizofrenia sebesar 1 persen

penduduk.

Di Sumatra Barat angka kejadiannya 1.9 per mil posisi 6 teratas di seluruh indonesia.

Prevalensi psikosis tertinggi di Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2.7%) sedangkan

yang terendah di Kalimantan Barat (0.7%) dengan responden gangguan jiwa berat

(Riskesdes,2013). Provinsi sulawesi utara prevalensi gangguan jiwa sebesar 7.40%, di

kabupaten minahasa sebesar 17.60%, kepulauan Talaud 15.80%, dan kotamobagu sebesar

8.40% (Riskesdas,2018).

Di Rumah Sakit Jiwa Di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami pasien

gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% penglihatan dan 10% adalah

halusinasi penghidu, pengecap dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi

berdasarkan hasil pengkajian rumah sakit jiwa Dr. V.L .Ratumbuisang manado ditemukan

85% pasien dengan kasus halusinasi. Menurut perawat di rumah sakit jiwa Dr. V.L.

Ratumbuisang manado khususnya di ruangan Kabela rata-rata angka halusinasi mencapai

46.7% setiap bulannya.

Dampak dari tinginya gangguan jiwa menyebabkan peran sosial yang terhambat dan

menimbulkan penedritaan pada klien karena perilaku yang buruk. Dengan meningkatkan

pelaksanaan pengawasan dan evaluasi program kegiatan kesehatan jiwa dengan cara

peningkatan pembinaan program kesehatan jiwa di sarana kesehatan pemerintah, swasta

dan puskesmas terutama upaya promotif dan preventif salah satu gangguan jiwa terberat

adalah skizofrenia (Direja,2017).

2
Skizofrenia adalah suatu gangguan proses pikir yang menyebabkan keretakan dan

perpecahan antara emosi dan psikomotor di sertai distorsi kenyataan dalam bentuk psikosa

fungsional. Gejala primer skizofrenia adalah gejala awal yang terjadi dan menyebabkan

gangguan proses pikir, gangguan afek emosi gangguan kemauan, sedangkan gejala

sekunder skizofrenia adalah waham dan halusinasi (muhith,2016)

Halusinasi adalah suatu persepsi klien tehadap stimulus dari luar tanpa adanya obyek

yang nyata. Halusinasi dapat berupa penglihatan yaitu melihat seseorang ataupun sesuatu

serta sebuah kejadian yang tidak dapat dilihat orang lain, halusinasi juga dapat berupa

pendengaran seperti suara yang mungkin di kenal atau tidak dikenal yang meminta klien

melakukan sesuatu baik secara sadar ataupun tidak sadar.

Akibatnya klien dengan halusinasi (pendengaran) sering tertawa sendiri, berbicara

sendiri bahkan bisa melakukan hal-hal yang dapat membahayakan dirinya sendiri. Akibat

dari halusinasi yang dialami klien, klien merasa di asingkan dan bisa mengalami harga diri

rendah. halusinasi berkembang melalui 4 fase, dimana setiap fase memiliki karakteristik

yang berbeda. Pada tahap ketiga pengalaman sensori persepsi klien menjadi berkuasa.

Klien mulai menyerah untuk melawan halusinasinya dan membiarkan halusinasi

menguasai dirinya. Klien cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan halusinasinya.

Jika hal ini dibiarkan halusinasi klien akan berlanjut pada fase keempat dimana klien

mengalami panik yang berlebihan karena pengalaman sensori klien sudah mulai merasa

terancam dengan datangnya suara-suara, saat ini terjadi klien akan panik, cemas, takut dan

kehilangan kontrol.

Maka dari itu diperlukan penanganan halusinasi yang tepat, salah satu penanganan

yang dilakukan adalah pemberian terapi, terapi yang diberikan bisa dalam bentuk terapi

farmakologi, terapi kejang listrik dan terapi aktivitas kelompok. Terapi aktivitas kelompok

adalah terapi yang diupayakan oleh perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai

3
masalah gangguan keperawatan yang sama. Tujuan dari terapi aktifitas kelompok ini

adalah untuk mengembangkan motivasi klien, melakukan sosialisasi, dan meningkatkan

kemampuan realitas melalui komunikasi dan umpan balik terhadap orang lain.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas maka rumusan masalah

dalam karya tulis ilmiah ini adalah asuhan keperawatan jiwa pada Ny. A.L dengan

gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran di Rsj Dr.V.L Ratumbuysang Manado

1.3. TUJUAN

1) Tujuan umum

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa

pada Ny.A.L dengan Halusinasi pendengaran di Rsj Dr.V.L. Ratumbuysang Manado

tahun 2022.

2) Tujuan khusus

a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian dengan gangguan persepsi sensori :

Halusinasi pendengaran di Rsj Dr. V.L. Ratumbuysang manado

b. Mahasiswa mampu menentukan masalah keperawatan pada Ny. A.L dengan

Gangguan Persepsi sensori : Halusinasi pendengaran di Rsj Dr. V.L.Ratumbuysang

Manado

c. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan pada Ny.A.L dengan

gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran di Rsj Dr.V.L Ratumbuysang

Manado

d. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny.A.L dengan

ganggun persepsi sensori : halusinasi pendengaran di Rsj Dr.V.L Ratumbuysang

manado

4
e. Mahasiswa melaksanakan evaluasi keperawatan pada Ny.A.L dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran di Rsj Dr. V.L Ratumbuysang Manado

1 MANFAAT

1. Bagi Rumah sakit Jiwa

Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi

perawat di Rumah Sakit jiwa dalam menerapkan strategi pelaksanaan yang sistematis

dan bermanfaat pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : Halusinasi

(pendengaran) sehingga dapat mempercepat penyembuhan penyakit.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat digunakan sebagai tambahan dan referensi bagi

mata kuliah keperawatan jiwa.

3. Bagi Penulis

Karya Ilmiah Akhir Ners ini dapat digunakan sebagai ilmu dan menerapkan asuhan

keperawatan jiwa dengan halusinasi (pendengaran) dan menambah pengetahuan serta

pemahaman dalam memberikan asuhan keperawatan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek rangsangan dari

luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan

salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi,

serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau

penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan

jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh

pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)

dalam Zelika, (2015).

Halusinasi pendengaran terjadi ketika klien mendengar suara- suara, halusinasi ini

sudah melebur dan klien merasa sangat ketakutan panik dan tidak bisa membedakan

antara khayalan dan kenyataan yang dialaminya ( Hafizudin,2021 ).

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi

pendengaran adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami gangguan persepsi

pendengaran berupa suara-suara palsu yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata

dan pasien mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas.

2. Rentang Respon Halusinasi

Respon adaptif Respon maladatif


Respon psikososial

 Pikiran logis  Gangguan pikiran


 Pikiran kadang
 Persepsi akurat  Halusinasi
Keterangan :

a. Respon Adaptif adalah Respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya

yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi

suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut.

Adapun respon adaptif yakni :

1) Pikiran Logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan yang dapat

diterima akal.

2) Persepsi Akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu peristiwa

secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.

3) Emosi Konsisten dengan Pengalaman merupakan perasaan jiwa yang timbul

sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.

4) Perilaku Sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan

individu tersebut yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak

bertentangan dengan moral.

7
5) Hubungan Sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang lain dalam

pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan.

b. Respon Psikososial

Adapun respon psikososial yakni:

1) Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan

mengambil kesimpulan.

2) Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang penerapan yang

benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.

3) Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang

diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.

5) Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain,

baik dalam berkomunikasi maupun berhubungan sosial dengan orang-orang di

sekitarnya.

c. Respon Maladaptif

Respon maladaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan masalah yang

menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan.

Adapun respon maladaptif yakni:

1) Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

keyakinan sosial.

2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap

rangsangan.

8
3) Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol emosi seperti

menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, dan

kedekatan.

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa

ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di timbulkan.

5) Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa kesepian tidak mau

berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. (Stuart, 2017).

2.2 Etiologi Halusinasi

1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi menurut Oktaviani ( 2020 ) :

a. Faktor pengembangan Perkembangan klien yang terganggu misalnya

kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien

tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.

b. Faktor sosiokultural Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak

bayi akan membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa

disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

c. Faktor biokimia Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang

maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia dan metytranferase sehingga terjadi

ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.

d. Faktor psikologis Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan

mudah terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

e. Faktor genetik dan pola asuh Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga

menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

9
2. Faktor Presipitasi Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut

(Oktaviani,2020).

a. Dimensi fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,

intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b. Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang

tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari

halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan manakutkan. Klien tidak

sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut

klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan halusinasi

akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi

merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,

namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat

mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengobrol semua

perilaku klien.

d. Dimensi sosial

Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat

membahayakan, klien asik dengan halusinasinya, seolah- olah ia merupakan

tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan

harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan

sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa

ancaman, dirinya ataupun orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh

karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien

10
dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman

interpersonal yang memuaskan, serta menguasakan klien tidak menyediri

sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak

langsung.

e. Dimensi spiritual Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak

bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual

untuk menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya

menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan

takdirnya memburuk.

2.3 Klasifikasi Halusinasi

Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf (2017).

1) Halusinasi Pendengaran

Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa sebab, mengarahkan

telinga kearah tertentu,klien menutup telinga.

Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara atau kegaduhan, mendengarkan

suara yang ngajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh melakukan

sesuatu yang berbahaya.

2) Halusinasi Penglihatan

Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak

jelas.

Data subjektif anatar lain: melihat bayangan, sinar, bentuk kartun, melihat hantu atau

monster.

3) Halusinasi Penciuman

Data objektif antara lain: mencium seperti membaui bau-bauan tertentu dan menutup

hidung.

11
Data subjektif antara lain: mencium baubau seperti bau darah, feses, dan kadang-

kadang bau itu menyenagkan.

4) Halusinasi Pengecapan

Data objektif antara lain: sering meludah, muntah.

Data subjektif antara lain: merasakan seperti darah, feses, muntah.

5) Halusinasi Perabaan

Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit.

Data subjektif antara lain: mengatakkan ada serangga dipermukaan kulit, merasa

seperti tersengat listrik.

2.4 Manifestasi Klinis Halusinasi

Tanda-tanda halusinasi menurut Yosep (2018) & Fajariyah (2019) meliputi sebagai

berikut :

Tabel 2.1 Manifestasi Klinis Halusinasi

Jenis halusinasi Data subyektif Data obyektif

Halusinasi pendengaran 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak bicara


( auditory- hearing voice or
mendengar suara atau sendiri.
sounds )
kegaduhan. 2. Klien tampak tertawa
2. Klien mengatakan sendiri.
mendengar suara yang 3. Klien tampak marahmarah
mengajaknya untuk tanpa sebab.
bercakap-cakap. 4. Klien tampak
3. Klien mengatakan mengarahkan telinga ke
mendengar suara yang arah tertentu.
menyuruhnya untuk 5. Klien tampak menutup
melakukan sesuatu yang telinga.
berbahaya. 6. Klien tampak menunjuk-
4. Klien mengatakan nunjuk kearah tertentu.
mendengar suara yang 7. Klien tampak mulutnya
mengancam diri nya atau komat kamit sendiri.

12
orang lain.
Halusinasi Penglihatan 1. Klien mengatakan melihat 2. Klien tampaktatapan mata
(Visual-seeing persons or seseorang yang sudah pada tempat tertentu.
things) meninggal, melihat 3. Klien tampak menunjuk
makhluk tertentu, melihat nunjuk kearah tertentu.
bayangan hantu atau 4. Klien tampak ketakutan
sesuatu yang menakutkan. pada objek tertentu yang
dilihat.
Halusinasi Penghidu 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak
(Olfactory-smeeling odors) mencium sesuatu seperti : mengarahkan hidung pada
bau mayat, bau darah, bau tempat tertentu.
bayi, bau feses, atau bau 2. Ekspresi wajah klien
masakan, parfum yang tampak seperti mencium
menyenangkan. sesuatu dengan gerakan
2. Klien mengatakan sering cuping hidung.
mencium bau sesuatu.
Halusinasi Perabaan (Tactile- 1. Klien mengatakan ada 1. Klien tampak mengusap,
feeling bodily sensations) sesuatu yang menggaruk garuk, meraba-
menggerayangi tubuh raba permukaan kulitnya.
seperti tangan, binatang 2. Klien tampak menggerak-
kecil, atau makhluk halus. gerakkan tubuhnya seperti
2. Klien mengatakan merasakan sesuatu
merasakan sesuatu di merabanya.
permukaan kulitnya seperti
merasakan sangat panas
atau dingin, merasakan
tersengat aliran listrik, dan
sebagainya.
Halusinasi Pengecapan 1. Klien mengatakan 1. Klien tampak seperti
(Gustatoryexperiencing merasakan makanan mengecap sesuatu.
tastes) tertentu, rasa tertentu, atau 2. Klien tampak sering
mengunyah tertentu meludah.
padahal tidak ada yang 3. Klien tampak mual atau

13
sedang dimakannya. muntah.
2. Klien mengatakan
merasakan minum darah,
nanah.
Tanda-tanda yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran meliputi sebagai berikut :

a. Data Objektif :

1) Klien tampak bicara sendiri.

2) Klien tampak tertawa sendiri.

3) Klien tampak marah-marah tanpa sebab.

4) Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu.

5) Klien tampak menutup telinga.

6) Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu.

7) Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri

b. Data Subjektif :

1) Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan.

2) Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya untuk bercakap-cakap.

3) Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya untuk melakukan sesuatu

yang berbahaya.

4) Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam dirinya atau orang lain.

2.5 Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Direja (2019), proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap, yaitu :

a. Tahap I (Comforting) Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum

halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik klien mengalami

ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan, mencoba berfokus pada pikiran yang

dapat menghilangan ansietas, pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.

Perilaku klien yang mencirikan dari tahap I (Comforting) yaitu tersenyum atau tertawa

14
sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal

yang lambat, diam dan berkonsentrasi.

b. Tahap II (Condeming) Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi

menyebabkan rasa antisipasi dengan karakteristik pengalaman sensori menakutkan,

merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan control,

menarik diri dari orang lain. Perilaku klien yang mencirikan dari tahap II yaiu dengan

terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian dengan

lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya, kehilangan

kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.

c. Tahap III (Controlling) Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi

tidak dapat ditolak lagi dengan karakteristik klien menyerah dan menerima

pengalamansensorinya (halusinasi), isi halusinasi menjadi atraktif, dan kesepian bila

pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien pada tahap III ini adalah perintah

halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan

berkurang, hanya beberapa detik, tidak mampu mengikuti perintah dari perawat,

tampak tremor dan berkeringat.

d. Tahap IV (Conquering) Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak

panik. Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak

diikuti. Perilaku klien pada tahap IV adalah perilaku panik, resiko tinggi mencederai,

agitasi atau kataton, tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

2.6 Mekanisme Koping Halusinasi

Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri

sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut Yosep (2017), diantaranya:

15
a. Regresi Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku

kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses

informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.

b. Proyeksi Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada orang lain

karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan

kerancuan identitas).

c. Menarik diri Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis.

Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, sedangkan

reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,

sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

2.7 Penatalaksanaan Halusinasi

1. Penatalaksanaan Medis

a. Psikofarmakoterapi Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi

atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi perlu

mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun obatobatannya

seperti:

1) Golongan butirefenon : haloperidol (HLP), serenace, ludomer. Pada kondisi

akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg (IM), pemberian injeksi

biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien biasanya diberikan obat per oral 3

x 1,5 mg. Atau sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2017).

2) Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile. Pada

kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg, apabila kondisi sudah

stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x 100 mg pada malam hari saja, atau

sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2017).

16
b. Terapi Somatis Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan

gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku

adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien

walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah

perilaku pasien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan

fototerapi (Kusumawati & Hartono, 2019).

1) Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk

membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik

pada klien sendiri atau orang lain.

2) Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan

kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule)

melalui elektrode yang ditempelkan beberapa detik pada pelipis kiri/kanan

(lobus frontalis) klien.

3) Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruangan

tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain,

dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. akan tetapi tidak

dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi yang disertai

dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta perilaku yang

menyimpang.

4) Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan

mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. cocok diberikan pada

klien dengan depresi.

3. Penatalaksanaan Keperawatan Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien

skizofrenia dengan halusinasi bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya

sehingga diperlukan beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat

17
dalam upaya meningkatkan kemampuan untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan

tindakan keperawatan generalis dan spesialis (Kanine, 2018).

a. Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan Terapi Aktifitas Kelompok

Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan standar asuhan keperawatan

jiwa pada klien skizofrenia dengan halusinasi oleh Carolin (2017), maka tindakan

keperawatan generalis dapat dilakukan pada klien bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan kognitif atau pengetahuan dan psikomotor yang harus dimiliki oleh

klien skizofrenia dengan halusinasi yang dikemukakan oleh Millis (2010, dalam

Varcolis, Carson dan Shoemaker, 2017), meliputi :

1) Cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan mengatakan stop atau

pergi hingga halusinasi dirasakan pergi,

2) Cara menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang dialaminya untuk

meningkatkan interaksi sosialnya dengan cara bercakapcakap dengan orang

lain sebelum halusinasi muncul,

3) Melakukan aktititas untuk membantu mengontrol halusinasi dan melawan

kekhawatiran akibat halusinasi seperti mendengarkan musik, membaca,

menonton TV, rekreasi, bernyanyi, teknik relaksasi atau nafas dalam. Kegiatan

ini dilakukan untuk meningkatkan stimulus klien mengontrol halusinasi.

4) Patuh minum obat. Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dilakukan pada

klien skizofrenia dengan halusinasi adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)

Stimulasi Persepsi yang terdiri dari 5 sesi yaitu :

1) Sesi pertama mengenal halusinasi,

2) Sesi kedua mengontrol halusinasi dengan memghardik,

3) Sesi ketiga dengan melakukan aktifitas,

4) Sesi keempat mencegah halusinasi dengan bercakap dan

18
5) Sesi kelima dengan patuh minum obat.

b. Tindakan Keperawatan Spesialis : Individu dan Keluarga Terapi spesialis akan

diberikan pada klien skizofrenia dengan halusinasi setelah klien menuntaskan

terapi generalis baik individu dan kelompok. Adapun terapi spesialis meliputi

terapi spesialis individu, keluarga dan kelompok yang diberikan juga melalui

paket terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT). Tindakan keperawatan spesialis

individu adalah Cognitive Behavior Therapy (CBT). Terapi Cognitive Behavior

Therapy (CBT) pada awalnya dikembangkan untuk mengatasi gangguan afektif

tetapi saat ini telah dikembangkan untuk klien yang resisten terhadap pengobatan.

Adapun mekanisme pelaksanaan implementasi keperawatan sebagai berikut: langkah

awal sebelum dilakukan terapi generalis dan spesialis adalah mengelompokan klien

skizofrenia dengan halusinasi mulai dari minggu I sampai dengan minggu IX selama praktik

resdensi. Setelah pasien dikelompokan, selanjutnya semua klien akan diberikan terapi

generalis mulai dari terapi generalis individu untuk menilai kemampuan klien skizofrenia

dengan halusinasi.

Langkah berikutnya adalah mengikutkan klien pada terapi generalis kelompok yaitu

Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Sensori Halusinasi. Demikian juga

keluarga akan dilibatkan dalam terapi keluarga. Hal ini bertujuan agar keluarga tahu cara

merawat klien skizofrenia dengan halusinasi di rumah.

Terapi keluarga dilakukan pada setiap anggota keluarga yang datang mengunjungi

klien. Terapi spesialis keluarga yaitu psikoedukasi keluarga yang diberikan pada keluarga

klien skizofrenia dengan halusinasi adalah Family Psycho Education (FPE) yang terdiri dari

lima sesi yaitu sesi I adalah identifikasi masalah keluarga dalam merawat klien skizofrenia

dengan halusinasi, sesi II adalah latihan cara merawat klien halusinasi di rumah, sesi III

19
latihan manajemen stres oleh keluarga, sesi IV untuk latihan manajemen beban dan sesi V

terkait pemberdayaan komunitas membantu keluarga.

c. Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa (Halusinasi) Komunikasi

terapeutik merupakan media utama yang digunakan untuk mengaplikasikan proses

keperawatan dalam lingkungan kesehatan jiwa. Keterampilan perawat dalam

komunikasi terapeutik mempengaruhi keefektifan banyak intervensi dalam

keperawatan jiwa. Komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan komunikasi yang

direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien.

Tujuan komunikasi terapeutik membantu klien untuk menjelaskan dan

mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk

mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang diperlukan,

mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan

mempertahankan kekuatan egonya serta mempengaruhi orang lain, lingkungan

fisik dan dirinya sendiri (Putri, N, & Fitrianti, 2018). Berkomunikasi dengan

penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah teknik khusus, ada beberapa hal

yang membedakan berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan

akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri,

penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki konsep diri yang wajar

(kecuali pasien dengan perubahan fisik, ex : pasien dengan penyakit kulit,

pasien amputasi, pasien pentakit terminal dll).

2. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan

penderita penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.

3. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik

bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu. Komunikasi dengan

20
penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang

ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat,

fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah

kata – kata bisa saja kacau balau. Ada beberapa trik ketika harus

berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :

1. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik

meminta klien berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat,

pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus

dialihkan dengan aktivitas fisik.

2. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement.

3. Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan

yang bersama – sama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang

dengan klien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain

dan akibatnya jika dia tidak mau berhubungan dll.

4. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka

harus direduksi atau ditenangkan dengan obat – obatan sebelum kita

support dengan terapi – terapi lain, jika pasien masih mudah mengamuk

maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban.

2.8 Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Halusinasi

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan, yang salah satu

dilakukan dalam tahap pengkajian keperawatan ini adalah pengumpulan data.

Pengumpulan data yang dikumpulkan meliputi data pasien secara holistik, yakni

meliputi aspek biologis, psikologis, social dan spiritual.

21
Seseorang diharapkan memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self

awareness), kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi secara

terapeutik, dan kemampuan berespons secara efektif (Stuart, 2017).

Aspek yang harus dikaji selama proses pengkajian meliputi faktor

predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan

kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart, 2017).

Secara lebih terstruktur proses pengkajian keperawatan jiwa adalah sebagai

berikut :

a. Identitas Klien:

1) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak

dengan klien tentang : Nama perawat, Nama klien, Tujuan yang akan

dilakukan, Waktu, Tempat pertemuan, serta Topik yang akan datang.

2) Usia dan No. Rekam Medik.

3) Agama.

4) Alamat.

5) Informasi keluarga yang bisa dihubungi.

b. Keluhan Utama/Alasan Masuk

Tanyakan pada keluarga klien alasan klien dibawa kerumah sakit jiwa, apa

yang sudah dilakukan keluarga terhadap klien sebelum klien dibawa ke

rumah sakit jiwa serta hasilnya. Pada umumnya klien dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran dibawa kerumah sakit jiwa

karena keluarga merasa tidak mampu merawat klien, keluarga merasa

terganggu karena perilaku klien dan gejala yang tidak normal yang

dilakukan klien seperti mengarahkan telinga pada sumber tertentu,

berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, dan klien

22
biasanya sering menutup telinganya, sehingga keluarga berinisiatif

membawa klien kerumah sakit jiwa.

c. Faktor Predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga :

1) Apakah pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, karena pada

umumnya apabila klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran walaupun sebelumnya pernah mendapat perawatan di

rumah sakit jiwa, tetapi pengobatan yang dilakukan masih

meninggalkan gejala sisa, sehingga klien kurang dapat beradaptasi

dengan lingkungannya. Gejala sisa ini disebabkan akibat trauma yang

dialami klien, gejala ini cenderung timbul apabila klien mengalami

penolakan didalam keluarga atau lingkungan sekitarnya.

2) Apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik.

3) Apakah pernah mengalami penolakan dari keluarga dan lingkungan.

4) Apakah pernah mengalami kejadian/trauma yang tidak menyenangkan

pada masa lalu.

d. Pemeriksaan fisik

Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran pada

umumnya yang dikaji meliputi TTV (Tekanan Darah, Nadi, Pernafasan

dan suhu), Tinggi badan, serta keluhan fisik lainnya.

e. Psikososial

1) Genogram Genogram pada umumnya dibuat dalam 3 generasi yakni

mengambarkan garis keturunan keluarga klien, apakah anggota

keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh

23
klien, pola komunikasi klien, pola asuh serta siapa pengambilan

keputusan dalam keluarga.

2) Konsep diri Konsep diri meliputi sebagai berikut :

a) Citra tubuh Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian

tubuh yang disukai dan tidak disukai. Pada umumnya klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran tidak ada

keluhan mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, seperti bagian

tubuh yang tidak disukai.

b) Identitas diri Tanyakan kepuasan klien dengan jenis kelaminnya,

kepuasan klien dengan statusnya didalam keluarga dan masyarakat.

Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran merupakan anggota dari suatu masyarakat dan

keluarga. tetapi karena klien mengalami gangguan jiwa dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran maka interaksi

klien dengan keluarga maupun masyarakat tidak efektif sehingga

klien merasa tidak puas akan status ataupun posisi klien sebagai

anggota keluarga dan masyarakat.

c) Peran diri Tanyakan pada klien tentang tugas/peran yang

dilakukannnya dalam keluarga di lingkungan masyarakat. Pada

umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran kurang dapat melakukan peran dan tugasnya dengan

baik sebagai anggota keluarga dalam masyarakat.

d) Ideal diri Tanyakan pada klien harapan terhadap penyakitnya. Pada

umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran ingin cepat pulang serta diperlakukan dengan baik

24
oleh keluarga ataupun masyarakat saat pulang nanti sehingga klien

dapat melakukan perannya sebagai anggota keluarga atau anggota

masyarakat dengan baik.

e) Harga diri Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori

halusinasi pendengaran memiliki hubungan yang kurang baik

dengan orang lain sehingga klien merasa dikucilkan di lingkungan

sekitarnya.

3) Hubungan sosial Tanyakan kepada klien siapa orang terdekat dalam

kehidupannya, tempat mengadu, dan tempat bicara, serta tanyakan

kepada klien kelompok apa saja yang diikutinya dalam masyarakat.

pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran cenderung dekat dengan kedua orang tuanya, teutama

dengan ibunya. Karena klien sering marah-marah , bicara kasar,

melempar atau memukul orang lain, sehingga klien tidak pernah

berkunjung kerumah tetangga dan klien tidak pernah mengikuti

kegiatan yang ada dilingkungan masyarakat.

4) Spiritual

a) Nilai keyakinan Tanyakan pada klien tentang pandangan serta

keyakinan klien terhadap gangguan jiwa sesuai dengan norma

budaya dan agama yang dianut klien. Pada umumnya klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran tampak

menyakini agama yang dianutnya dengan dibuktikan melakukan

ibadah sesuai dengan keyakinannya.

25
b) Kegiatan ibadah Tanyakan pada klien tentang kegiatan ibadah yang

dilakukannya dirumah, baik secara individu maupun secara

kelompok.

Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran tampak

kurang (jarang) melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.

f. Status mental

1) Penampilan Mengamati/mengobservasi penampilan klien dari ujung

rambut sampai ujung kaki seperti : rambut acak acakkan, kancing baju

tidak tepat, resleting tidak dikunci, baju terbalik, baju tidak diganti-

ganti serta penggunaan pakaian yang tidak sesuai. Pada umumnya

klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

tampak berpenampilan kurang rapi, rambut acak-acakan, mulut dan

gigi kotor, serta bau badan.

2) Pembicaraan Mengamati/mengobservasi pembicaraan klien apakah

cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat serta pembicaraan yang

berpindahpindah dari satu kalimat ke kalimat lain. Pada umumnya

klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

berbicara lambat dan tidak mampu memulai pembicaraan.

3) Aktivitas Motorik Mengamati/mengobservasi kondisi fisik klien. Pada

umumnya klien terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir dengan

gerakan mulut yang seakan-akan sedang berbicara.

4) Alam perasaan Mengamati/mengobservasi kondisi perasaan klien.

Pada umumnya klien merasakan sedih, putus asa, gembira yang

berlebihan, serta marah tanpa sebab.

26
5) Afek Mengamati/mengobservasi kondisi emosi klien. Pada umumnya

klien mempunyai emosi labil tanpa ada sebab. Tiba tiba klien

menangis dan tampak sedih lalu diam menundukkan kepala.

6) Interaksi selama wawancara Mengamati/mengobservasi kondisi klien

selama wawancara. Pada umumnya klien memperlihatkan perilaku

yang tidak kooperatif, lebih banyak diam diri, pandangan mata melihat

kearah lain ketika diajak bicara.

7) Persepsi Mengamati/mengobservasi jenis halusinasi yang terjadi pada

klien. Pada umumnya klien cenderung mendengar, melihat, meraba,

mengecap sesuatu yang tidak nyata dengan waktu yang tidak diketahui

dan tidak nyata.

8) Proses pikir Mengamati/mengobservasi proses pikir klien selama

wawancara. Pada umumnya klien cenderung apabila akan menjawab

pertanyaan terdiam dulu, seolah olah sedang merenung lalu mulai

menjawab, kemudian jawaban belum selesai diutarakan, klien diam

lagi kemudian meneruskan jawabannya dengan singkat.

9) Isi pikir Mengamati/mengobservasi isi pikiran klien selama

wawancara. Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran merasa lebih senang menyendiri daripada

berkumpul dengan orang lain. Saat diajak untuk duduk-duduk dan

berbincangbincang dengan klien yang lain, klien menolak dengan

menggelengkan kepala.

10) Tingkat kesadaran Mengamati/mengobservasi tingkat kesdaran klien.

Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran tingkat kesadarannya yaitu stupor dengan gangguan

27
motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh

klien dengan sikap yang canggung serta klien terlihat kacau.

11) Memori Mengamati/mengobservasi gangguan daya ingat klien. Pada

umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran memiliki memori yang konfabulasi. Memori konfabulasi

merupakan pembicaraan yang tidak sesuai dengan kenyataan

(memasukkan cerita yang tidak benar yang bertujuan untuk menutupi

gangguan yang dialaminya).

12) Tingkat konsentrasi dan berhitung Mengamati/mengobservasi tingkat

konsentrasi dan kemampuan berhitung klien selama wawancara.

Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran cenderung

tidak mampu berkonsentrasi, klien tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraannya dengan

dibuktikan selalu meminta agar pernyataan yang diucapkan oleh seseorang untuk diulangkan

kembali.

13) Kemampuan penilaian Mengamati gangguan kemampuan penilaian

klien, apakah gangguan kemampuan penilaian ringan yakni dapat

mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain

seperti : berikan kesempatan kepada klien untuk memilih mandi dahulu

sebelum makan atau makan dahulu sebelum mandi yang sebelumnya

diberi penjelasan terlebih dahulu dan klien dapat mengambil

keputusan. Mengamati gangguan kemampuan penilaian bermakna

yakni tidak mampu mengambil keputusan walaupun dibantu oleh

orang lain seperti : berikan kesempatan kepada klien untuk memilih

mandi dahulu sebelum makan atau makan dahulu sebelum mandi yang

sebelumnya diberi penjelasan terlebih dahulu dan klien tetap tidak

28
dapat mengambil keputusan. Biasanya klien dengan gangguan persepsi

sensori : halusinasi pendengaran cenderung memiliki kemampuan

penilaian yang baik, seperti jika disuruh untuk memilih mana yang

dilakukan dahulu antara berwudhu dengan sholat, maka klien akan

menjawab berwudhu terlebih dahulu.

14) Daya tilik diri Mengamati/mengobservasi klien tentang penyakit yang

di deritanya. Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran menyadari bahwa ia berada dalam masa

pengobatan untuk mengendalikan emosinya yang labil.

g. Kebutuhan persiapan pulang

1) Makan Tanyakan dan mengobservasi tentang porsinya, frekuensinya,

variasinya, dan jenis makanan pantangan klien dalam makan, serta

kemampuan klien dalam menyiapkan dan membersihkan alat makan.

Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran

makan 3 x sehari dengan porsi (lauk pauk, nasi, sayur, serta buah).

2) BAB/BAK Mengamati/mengobservasi kemampuan klien untuk

defekasi dan berkemih, seperti pergi ke wc, membersihkan diri.

3) Mandi Tanyakan dan mengobservasi tentang frekuensi, cara mandi,

menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku, dan bercukur serta observasi

kebersihan tubuh dan bau badan klien. Klien dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran mandi 2 x sehari dan

membersihkan rambut 1 – 2 x/hari kecuali ketika emosi labil.

4) Berpakaian Mengamati/mengobservasi kemampuan klien untuk

mengambil, memilih, dan mengenakan pakaian serta alas kaki klien

serta observasi penampilan dan dandanan klien. Klien dengan

29
gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran mengganti

pakaiannya setiap selesai mandi dengan menggunakan pakaian yang

bersih.

5) Istirahat dan tidur Tanyakan dan observasi lama waktu tidur

siang/malam klien, apa aktivitas yang dilakukan sebelum tidur serta

aktivitas yang dilakukan setelah tidur.

6) Penggunaan obat Tanyakan dan observasi pada klien dan keluarga

tentang pengunaan obat yang dikonsumsi serta reaksi yang

ditimbulkannya. Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran minum obat 3 x sehari dengan obat oral serta reaksi obat

dapat tenang dan tidur (sesuai advis dokter).

7) Pemeliharaan kesehatan Tanyakan pada klien dan keluarga tentang

apa, bagaimana, kapan dan tempat perawatan lanjutan serta siapa saja

sistem pendukung yang dimiliki (keluarga, teman, dan lembaga

pelayanan kesehatan) serta cara penggunaannya.

8) Kegiatan di dalam rumah Tanyakan kemampuan klien dalam

merencanakan, mengolah dan menyajikan makanan, merapikan rumah

(kamar tidur, dapur, menyapu dan mengepel), mencuci pakaian sendiri

serta mengatur kebutuhan biaya sehari-hari.

9) Kegiatan di luar rumah Tanyakan kemampuan klien dalam belanja

untuk keperluan sehari hari, (melakukan perjalanan mandiri yaitu

dengan berjalan kaki, menggunakan kendaraan pribadi, dan kendaraan

umum), serta aktivitas lain yang dilakukan diluar rumah (bayar

listrik/telepon/air/kekantor pos/dan ke bank).

30
h. Mekanisme koping Mekanisme koping pada klien dengan masalah

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dalam mengatasi

masalah yang dihadapinya, antara lain:

1) Regresi Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran cenderung akan menghindari masalah yang di hadapinya.

2) royeksi Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran cenderung menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan

berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

3) Menarik diri Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran cenderung sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan

stimulus internal yang di rasakannya.

i. Masalah psikososial dan lingkungan Pada umumnya klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran memiliki masalah

dengan psikososial dan lingkungannya, seperti pasien yang tidak dapat

berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat karena perilaku pasien yang

membuat orang disekitarnya merasa ketakutan.

j. Pengetahuan Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran biasanya memiliki pengetahuan yang baik dimana dia bisa

menerima keadaan penyakitnya dan mengalami perawatan.

k. Aspek medis Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran biasanya mendapatkan pengobatan seperti : Chlorpromazine

(CPZ) 2 x 10 mg, Trihexipendil (THZ) 2 x 2 mg, dan risperidol 2 x 2 mg

2. Analisa Data Keperawatan

3. Masalah Keperawatan

31
4. Pohon masalah

5. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan halusinasi

pendengaran menurut (Yosep, 2016) meliputi sebagai berikut :

a. Resiko perilaku kekerasan.

b. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

c. Gangguan isolasi sosial : menarik diri.

d. Harga Diri Rendah.

e. Koping Individu Tidak Efektif.

6. Rencana keperawatan

7. Implementasi keperawatan.

8. Evaluasi keperawatan.

32
BAB III

GAMBARAN KASUS

PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA


Ruang rawat : Ruangan Kabela
I. IDENTITAS KLIEN
Nama :Ny. A. L Umur :29 tahun
Tanggal masuk RS : 21-3-2022 No CM :-
Alamat : malalayang ling 3 Pendidikan :SMA
Status perkawinan :belum menikah Pekerjaan :tidak bekerja
Sumber data : Rsj Dr.V.L Ratumbuysang Manado
Bentuk tubuh : simetris ekstremitas atas dan bawah

II. ALASAN MASUK


Sering lupa jika telah melakukan sesuatu, dan sudah tidak mengkonsumsi obat lagi di
karenakan sudah habis , sering marah tanpa sebab, gelisah 1 minggu , bicara dan tertawa
sendiri.

III. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?
( √ ) ya, tahun 2017 ( ) Tidak
2. Pengobatan sebelumnya kemana ke RsJ Dr. V.L Ratumbuysang Manado
3. Trauma
Pelaku/usia korban/usia saksi /usia
Aniaya Fisik : klien mengatakan tidak ada aniaya fisik
Aniaya Seksual : klien mengatakan tidak ada aniaya seksual
Penolakan : klien mengatakan tidak mengalami penolakan
Kekerasan dalam Keluarga : tidak ada kekerasan di dalam keluarga
Tindakan Kriminal : tidak ada tindakan kriminal
Jelaskan :
klien mengatakan bila sedang melakukan sesuatu atau selesai melakukan sesuatu, klien
lupa jika telah melakukan sesuatu. Contoh klien sedang memasak di dapur, tiba2 klien
lupa kalau klien sedang memasak. Itulah alasan kenapa klien masuk kembali di RSj Dr.
V.L Ratumbuysang manado.

33
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa ? ( ) ya ( √ ) tidak
Hubungan keluarga : -
Gejala : -
Riwayat pengobatan : -
5. Adakah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan? (perceraian/ perpisahan/konflik
dsb) :
Klien mengatakan pernah di rawat di RSj tahun 2017, dan sering jalan sendiri karena ada
yang berbisik-bisik.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Tanda-tanda Vital : TD : 120/80 mmHg N: 80x/Mnt RR: 22x/Mnt SB: 36,4°C
2. Ukur : TB : 165 Cm BB : 71 Kg
3. Keluhan Fisik : klien mengatakan tidak ada keluhan fisik.

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

X x X x

x x

Keterangan :
= Klien = perempuan
X = Meninggal =laki-laki

Penjelasan : klien mengatakan bahwa kedua orangtuanya sudah meninggal dan klien tinggal
bersama paman dan kakaknya.
2. Konsep diri
 Gambaran diri : klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada cacat.

34
 Identitas diri : klien mengatakan bahwa klien anak ke 2 dari 2
bersaudara.
 Peran diri : klien mengatakan dirumah berperan sebagai adik selalu
membantu tugas- tugas rumah.
 Ideal diri : klien mengatakan ingin berkumpul dengan keluarga mama
dan papa tapi kedua orangtua nya sudah meninggal.
 Harga diri : klien mengatakan tidak di hargai di lingkungan dan di
masyarakat karena pernah di rawat di RSJ Dr. V.L Ratumbuysang
Manado. Klien mengatakan malu bergaul dengan teman yang ada di
lingkungannya karena pendapat klien tidak di terima.

3. Hubungan sosial
 Orang terdekat : klien mengatakan orang terdekatnya di dalam rumah
adalah paman dan kakaknya kerena tempat sebagai tempat mengadu
dan membicarakan masalah.
 Peran kerja dan kegiatan kelompok/ masyaakat.
Klien mengatakan tidak pernah mengikuti ataupun diajak mengikuti
kegiatan yang diadakan dilingkungan tempat tinggal klien, tapi saat di
RSJ mengikuti senam pagi dan TAK.
 Hambatan dalam hubungan orang lain
Hubungan klien dengan orang lain tidak bagus karena klien pernah di
rawat di RSJ, ditambah klien sering marah-marah tidak jelas dan suka
melempar barang-barang saat klien dirumah.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : klien mengatakan beragama kristen protestan dan yakin
dengan agamanya.
b. Kegiatan ibadah : klien mengatakan rutin beribadah 1 minggu sekali.

VI. STATUS MENTAL


1. Penampilan: klien tampak menggunakan pakaian yang tidak senada warna
2. Pembicaraan : klien tampak berbicara dengan cepat namun tidak terlalu jelas, kadang
lambat dan pelan dan jika di tanya klien bisa menjawab pertanyaan dan dapat di
mengerti.

35
3. Aktivitas motorik : klien tampak biasa saja, berjalan modar-mandir dan santai.
4. Suasana perasaan : klien mengatakan sering merasa takut karena mendengar bisikan dari
telinga kanan dan telinga kiri.
5. Afek : afek klien masih labil, suka diam kadang bicara, kecuali ada yang mengajak
berbicara duluan.
6. Interaksi selama wawancara : klien kooperatif ada kontak mata tapi pandangan terlihat
kosong dan klien cepat berjalan pergi.
7. Persepsi : klien mengatakan sering mendengar suara-suara tapi kadang-kadang.
8. Proses pikir : klien tampak mampu menjawab pertanyaan.
9. Isi pikir : klien dapat mengontrol dan tidak waham
10. Memori : klien tidak mampu mengingat kejadian dimasa lalu dan tidak mampu
mengulang pertemuan yang di lakukan terapi.
11. Tingkat kesadaran : klien tidak mengalami orientasi, klien mengenali waktu, orang dan
tempat.
12. Tingkat konsentrasi berhitung : klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan
sederhana tanpa bantuan orang lain.
13. Kemampuan penilaian : klien dapat membedakan mana yang baik dan buruk.
14. Daya tilik diri : klien menyadari sakitnya dan sering mendegar bisikan-bisikan.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan : klien tampak mandiri
2. BAB/BAK : klien melakukan sendiri tanpa bantuan.
3. Istirahat dan tidur
Tidur Siang : klien mengatakan tidur siang pukul : 14.30 – 16.00
Tidur Malam : 20.00 – 06.00 pagi baru bangun.
VIII. MEKANISME KOPING
- Koping adatif : klien mengikuti kegiatan senam pagi, klien jarang berkomunikasi
dengan teman kyang lain, klien ada mengikuti penyuluhan dan TAK.
- Koping maladatif : klien kadang tampak duduk sendiri, klien tidak mampu memulai
untuk berinteraksi, klien cenderung mengikuti kemauan sendiri.

36
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
- Masalah dengan dukungan kelompok :
Klien mengatakan mengenal baik kelompok masyarakat sekitarnya, tetapi klien,
jarang berpartisipasi dalam acara atau kegiatan di masyarakat karena pasien merasa
tidak diterima di masyarakat.
- Masalah berhubungan dengan lingkungan:
Klien mengatakan ada maslah dengan lingkungan yaitu masyarakat disekitar tidak
menerimanya.

X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Klien mengetahui gangguan jiwa dan klien paham tentang penyakitnya dan mengetahui
kapan harus minum obat. Atau jadwal minum obat klien sudah mengetahuinya.

XI. ASPEK MEDIK


a. Diagnosa medis
Skizofrenia
b. Terapi medik
Parbamazepin 280mg 2x1
Elizac 20mg 1x1
Stelosi 5mg 2x1

37
ANALISA DATA
TABEL 3.1
NO. DATA FOKUS MASALAH
1 Ds : Gangguan persepsi sensori :
- Klien mengatakan kadang mendengar halusinasi pendengaran.
bisikan untuk menyuruh pergi.
- Klien mengatakan suara/ bisikan itu muncul
disaat menyendiri dan kurang tidur
- Klien mengatakan ketika suara/ bisikan itu
muncul dirinya sering merasa gelisah.

Do :
- Klien tampak mondar- mandir
- Sering diam melamun
- Tatapan kosong
- Wajah tampak marah-marah.
2 Ds : Isolasi sosial
- Klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan
yang ada di lingkungan tempat tinggal
- Klien mengatakan malas untuk berkumpul
dengan teman-temannya
- Klien mengatakan tidak mempunyai teman
dekat di ruangan.

Do :
- Klien tampak menyendiri
- Klien tampak tidak mau berinteraksi duluan
3 Ds : Harga diri rendah kronis
- Klien mengatakan malu dengan penyakit
yang ia derita (gangguan jiwa )
- Klien mengatakan dirinya tidak ada manfaat
bagi orang lain

38
Do :
- Klien tampak malu berinteraksi
- Klien tampak menundukkan kepala ketika
ditanyakan soal penyakitnya.

DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : Harga diri Rendah Kronis

POHON MASALAH
Gangguan persepsi : Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah Kronis

39
TABEL 3.2

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


O
1 Gangguan persepsi sensori : Setelah dilakukan tindakan asuhan Sp 1

halusinasi pendengaran - Bina hubungan saling percaya


keperawatan Persepsi realitas terhadap
- Identifikasi halusinasi ( isi, waktu, frekuensi, situasi, respon
stimulus baik, internal maupun eksternal dan perasaan, saat halusinasi muncul )
- Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
dengan
- Masukan latihan menghardik dalam jadwal.
Sp 2
Kriteria Hasil : - kontrol halusinasi dengan minum obat secara teratur dengan
prinsip 6 benar
-Verbalisai mendengar bisikan menurun 1. jenis
2. kegunaan
-Respon sesuai stimulus membaik
3. dosis
4. frekuensi
5. cara
6. kontinuitas minum obat
Sp 3
- kontrol halusinasi dengan bercakap- cakap
Sp 4
- kontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

40
TABEL 3.3

CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Klien : Ny. A. L

Ruangan : Kabela

No MRS: 03.55.89

N HARI/ DIAGNOSA IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI


O TGL/JAM KEPERAWATAN
1 Rabu,23-3- Gangguan persepsi Sp 1 S : klien memperkenalkan dirinya.
2022/ 14.00 sensori : Halusinasi - membina hubungan saling percaya Klien mengatakan masih belum
wita Pendengaran - mengidentifikasi halusinasi ( isi, paham cara mengontrol halusinasi
frekuensi, situasi, waktu, respon, dan dengan cara menghardik
perasaan).
- Melatih mengontrol halusinasi dengan O : klien mampu membina hubungan
cara menghardik saling percaya.
- Memasukkan jadwal harian Klien masih tampak bingung ketika
disuruh mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.

A : Klien masih belum mampu


melakukan SP 1 yaitu mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik.

P : lanjutkan intervensi ( latih cara


mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik ).

41
2 Kamis 24-3- Gangguan persepsi Sp 1 S : klien mengatakan sudah mulai
2022/ 15.00 sensori : halusinasi - Mevalidasi kemampuan klien dalam mampu melakukan cara mengontrol
wita pendengaran mengontrol halusinasi dengan cara halusinasi dengan cara meng hardik.
menghardik Klien mengatakan merasa senang.
- Mengevaluasi manfaat melakukan latihan
menghardik O : klien sudah bisa mempraktekkan
- Memberikan pujian cara mengontrol halusinasi dengan
- Melatih cara mengontrol halusinasi cara menghardik.
dengan cara menghardik
- Memasukan dalam jadwal harian. A : klien mampu melakukan sp1 yaitu
mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.

P : lanjut Sp 2 ( cara mengontrol


halusinasi dengan cara minum obat
prinsip 6 benar).

3 Jumat,25-3- Gangguan persepsi Sp 2 S : klien mengatakan paham dengan


2022/ 10.00 sensori : halusinasi - Mengevaluasi tanda dan gejala halusinasi prinsip 6 benar minum obat ( jenis,
wita pendengaran - Mevalidasi kemampuan pasien dalam guna, dosis, frekuensi, cara,
mengontrol halusinasi dengan cara kontinuitas minum obat). Pasien
menghardik dan memberikan pujian merasa senang
- Mengevaluasi manfaat melakukan latihan
menghardik O : klien tampak paham ketika di
- Melatih cara mengontrol halusinasi tanya tentang prinsip 6 benar obat.
dengan cara minum obat dengan prinsip
6 benar ( jenis, guna, dosis,frekuensi, A : klien mampu melakukan Sp 2
cara, kontinuitas minum obat). yaitu mengontrol halusinasi dengan
- Memasukan dalam jadwal harian. cara minum obat dengan prinsip 6
benar.

P : lanjut dengan Sp 3 mengontrol


42
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap.
4 Sabtu,26-3 – Gangguan persepsi Sp 3 S : klien mengatakan sudah bisa
2022/ 10.00 sensori : halusinasi - Mevalidasi kemampuan klien dalam mempraktekkan cara mengontrol
wita pendengaran mengontrol halusinasi dengan cara halusinasi dengan cara bercakap-
menghardik dan minum obat, cakap.
memberikan pujian.
- Mengevaluasi manfaat melakukan latihan O : klien sudah bisa mempraktekkan
menghardik dan minum obat cara mengontrol halusinasi dengan
- Melatih cara mengontrol halusinasi cara bercakap-cakap.
dengan bercakap- cakap
- Memasukkan dalam jadwal harian. A : klien sudah optimal
mempraktekkan cara mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-
cakap.

P : lanjut Sp 4, latih cara mengontrol


halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan

43
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 ANALISA MASALAH KEPERAWATAN

Setelah melakukan tindakan keperawatan pada Ny.A.L dengan halusinasi

(pendengaran) di Rsj Dr V.L Ratumbuysang Manado, menemukan kesamaan dan

kesenjangan- kesenjangan yang di temui serta mencari jalan keluarnya yang sesuai dengan

langkah-langkah asuhan keperawatan.

Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan format

pengkajian keperawatan yang telah di tetapkan. Data dikumpulkan melalui wawancara

langsung dengan klien melalui observasi dan dari pendokumentasian keperawatan

diruangan. Klien masuk via IGD dengan keluhan Sering lupa jika telah melakukan

sesuatu, dan sudah tidak mengkonsumsi obat lagi di karenakan sudah habis ,klien

sering marah tanpa sebab, dan gelisah 1 minggu , serta bicara dan tertawa sendiri.

Masalah keperawatan yang diangkat adalah halusinasi (pendengaran) karena pada saat

pengkajian didapatkan data subjektif klien mengatakan ada suara/bisikan di telinganya.

Klien mengatakan suara yang di dengar tidak jelas dan klien mengatakan takut dengan

suara tersebut. Sedangkan data objektif klien tampak berbicara dan senyum-senyum

sendiri, klieng tampak bingung dan klien tampak mondar- mandir di Ruangan. Sesuai

dengan data yang di dapat klien menunjukan tanda-tanda gejala Halusinasi (pendengaran).

Berdasarkan konsep kasus terkait pada pasien halusinasi (pendengaran) biasanya akan

menampakkan tanda gejala seperti mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas

ataupun yang jelas, dimana terkadang suara- suara tersebut seperti mengajak berbicara

klien dan kadang memerintahkan klien untuk melakukan sesuatu.

44
4.2 ANALISA SALAH SATU INTERVENSI DENGAN KONSEP PENELITI

TERKAIT

Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah dilakukan untuk

mengatasi permasalahan yang ada pada Ny.A.L. Diagnosa yang pertama yaitu

Halusinasi ( pendengaran ) pada diagnosa pertama penulis melaksanakan asuhan

keperawatan selama 4 hari. Perencanaan tindakan dilaksanakan mulai tanggal 22-26

maret 2022, perencanaan tindakan ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh penulis

dan klien. Adapun tindakan keperawatan yang dilaksanakan melalui SP , hasil

tindakan keperawatan akan dijabarkan sebagai berikut :

a. Hasil tindakan Keperawatan Sp1 ( mengontrol halusinasi dengan Cara

Menghardik )

Sp 1 ( mengontrol halusinasi dengan cara menghardik), implementasi yang telah

dilakukan pada tanggal 23 maret 2022 adalah :

Sp 1

- Membina hubungan saling percaya

- Mengidentifikasi halusinasi ( isi, waktu, frekuensi, situasi, respon, dan perasaan saat

halusinasi muncul).

- Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

- Memasukan latihan menghardik dalam jadwal

Hasil yang didapatkan ketika melakukan implementasi Sp 1 adalah klien memerlukan waktu

2 hari sampai akhirnya klien optimal dalam Sp 1. Klien awalanya tampak sedikit kesulitan

dan bingung ketika disuruh untuk mempraktekkan Sp 1 tapi pada hari kedua klien mampu

mempraktekkan Sp 1 dengan baik dan optimal.

Halusinasi berkembang melalui 4 fase, dimana setiap fase memiliki karakteristik yang

berbeda. Pada tahap ketiga pengalaman sensori persepsi klien menjadi berkuasa. Klien mulai

45
menyerah untuk melawan halusinasinya dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Klien

cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan halusinasinya. Jika hal ini dibiarkan halusinasi

klien akan berlanjut pada fase keempat dimana klien mengalami panik yang berlebihan

karena pengalaman sensori klien sudah mulai merasa terancam dengan datangnya suara-

suara, saat ini terjadi klien akan panik, cemas, takut, dan kehilangan kontrol.

Maka dari itu diperlukan penanganan halusinasi yang tepat, salah satunya penanganan yang

dilakukan adalah pemberian terapi, terapi yang diberikan bisa dalam bentuk terapi

farmakologi, terapi kejang listrik dan terapi aktivitas kelompok.

b. Hasil Tindakan Keperawatan SP 2 ( maengontrol halusinasi dengan cara

minum obat dengan prinsio 6 benar ).

Sp 2 ( mengontrol halusinasi dengan cara minum obat dengan prinsip 6 benar) ,

implementasi yang telah di lakukan pada tanggal 25 maret 2022 adalah:

- Evaluasi tanda dan gejala halusinasi

- Validasi kemampuan klien melakukan latihan menghardik dan berikan pujian.

- Evaluasi manfaat melakukan menghardik

- Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat dengan prinsip 6 benar

( jenis, guna, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat)

- Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik dan minum obat.

Hasil yang di dapatkan ketika melakukan implementasi Sp 2 adalah klien tidak memerlukan

beberapa hari untuk dapat mengontrol halusinasi dengan terapi minum obat dengan prinsip 6

benar. Hanya 1 hari klien mampu menyebutkan cara minum obat dengan prinsip 6 benar.

c. Hasil tindakan keperawatan Sp 3 (mengontrol Halusinasi dengan cara

bercakap-cakap)

46
Sp 3 (mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap), implementasi yang

telah dilakukan pada tanggal 26 maret 2022 adalah :

Sp 3

- Evaluasi manfaat melakukan tanda dan gejala

- Validasi kemampuan klien melakukan latihan mengardik dan minum obat

- Evaluasi manfaat melakukan menghardik dan minum obat

- Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap

- Masukan pada jadwal kegiatan.

Hasil yang didapatkan ketika melakukan implementasi Sp 3 adalah klien mampu melakukan

bercakap- cakap dengan optimal.

4.3 ALTERNATIF PEMECAHAN YANG DAPAT DILAKUKAN

Peran perawat dalam penanganan masalah gangguan kesehatan jiwa : Halusinasi

(pendengaran) tergantung pada kerja sama yang baik antara perawat, klien dan keluarga

klien. Maka tindakan yang dapat diberikan adalah memberikan strategi pelaksana (SP)

secara komprehensif. Dampak dari halusinasi yang diderita klien diantaranya dapat

menyebabkan klien tidak mempunyai teman dan asyik dengan fikirannya sendiri.

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi

sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Salah satu gangguan hubungan sosial

pada klien gangguan jiwa adalah gangguan persepsi sensori : Halusinasi yang merupakan

salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada klien gangguan jiwa.

47
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari Asuhan Keperawatan Jiwa yang telah dilakukan pada Ny.A.L dengan halusinasi

(pendengaran) di Rumah sakit jiwa Dr. V.L Ratumbuysang manado dapat disimpulkan:

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. A.L dengan Halusinasi

(pendengaran) di Rumah Sakit Jiwa Dr.V.L Ratumbuysang Manado. Pada pengkajian,

penulis tidak menemukan beberapa perbedaan, serta hambatan tidak ada ditemuka

penulis.

b. Pada diagnosa Asuhan Keperawtan dengan pasien Halusinasi ( pendengaran ) di

Rumah Sakit Jiwa Dr. V.L Ratumbuysang Manado di rumuskan 3 diagnosa yaitu :

1) Gangguan persepsi sensori : Halusinasi ( pendengaran )

2) Isolasi sosial : menarik diri

3) Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah Kronis.

c. Pada intervensi keperawatan dengan klien halusinasi ( pendengaran ) di Rumah Sakit

Jiwa Dr. V.L Ratumbuysang Manado tindakan yang penulis rencanakan yaitu

pemberian Sp

d. Pada implementasi Asuhan Keperawatan dengan pasien halusinasi (pendengaran ) di

Rsj Dr. V.L Ratumbuysang Manado hampir semua dapat dilakukan, namum ada

beberapa rencana tindakan yang penulis tidak lakukan seperti pemberian Sp 4

( mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas).

e. Evaluasi pada klien Halusinasi ( pendengaran ) di Rsj Dr. V.L. Ratumbuysang

Manado dapat dilakukan dengan baik. Pada diagnosa keperawatan dengan halusinasi (

pendengaran ) masalahnya dapat teratasi yaitu memberikan Sp 1, 2, 3 .

48
5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di bab sbelumnya, kami mengajukan beberapa saran untuk di

jadikan bahan evaluasi antara lain :

a. Mahasiswa

1) Mahasiswa diharapkan agar lebih menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan

asuhan keperawatan pada pasien dengan Halusinasi.

2) Mahasiswa lebih meningkatkan komunikasi terapeutik dalam berinteraksi dengan

pasien.

3) Mahasiswa hendaknya dalam memberikan Asuhan Keperawatan bekerjasama

dengan perawat ruangan untuk memvalidasi data.

b. Perawat

1) Untuk perawat ruangan, pasien harus terus dimotivasi dan dilibatkan dalam

kegiatan sehari- hari misalnya membersihkan ruangan dan lain-lain.

2) Pertahankan dan tingkatkan komunikasi yang terapeutik serta tingkatkan koping

individu dan keluarga.

3) Perawat diharapkan dapat bekerjasama dengan tim kesehatan dalam melaksanakan

asuhan keperawatan agar tidak terjadi pengulangan dalam melakukan tindakan

dan lebih memperlihatkan kebutuhan dasar pasien, untuk membina hubungan

saling percaya antara perawat dengan pasien.

49
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Nasir, Muhit (2017) Dasar- Dasar Keperawatan jiea Pengantar Dan Teori. Jakarta :

selamba Medika

Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018. Diakses pada tanggal 8 oktober 2022

Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar.(2017). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika

Aditama.

Direja, Ade Herman Surya. 2016. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika,

Yogyakarta.

Kusumawati F & Hartono, Y, 2010. Buku ajar Asuhan Keperawatan jiwa, Jakarta : Salemba

Medika

Kementrian Kesehatan RI, 2017. Diakses Dari www.Kemenkes.Go.Id pada tanggal 8 oktober

2022

Keliat B. A, 2018, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,( terjemahan ). Penerbit Buku

Kedokteran, EGC, Jakarta.

Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ). Kemenkes RI 2018 . Diakses dari www.riskesdas.co.id

pada tanggal 08 oktober 2022.

Purwaningsih, Wahyu dan Ina Karlina ( 2017 ). Asuhan keperawatan jiwa. Cetakan II.

Yogyakarta : Nuha Medika.

Stuart G. W, Sundeen. S. J. 2010 Buku saku Keperawatan Jiwa. ( Terjemahan ) Edisi 3, Alih

Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

50

Anda mungkin juga menyukai