I DENGAN
GANGGUAN SKIZOFRENIA PARANOID : HALUSINASI
PENDENGARAN DI RSJ. PROF. DR.
MUHAMMAH ILDREM
OLEH :
200207030
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan kesehatan kepada penulis dan atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Tn.I dengan Gangguan Skizofernia Paranoid : Halusinasi
Pendengaran di RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan”. Dengan segala
kerendahan hati, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terimakasih
kepada yang terhormat Bapak/Ibu :
1. Dr. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3. Elsarika Damanik, SST, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu
Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4. Flora Sijabat, S.Kep, Ns. MNS selaku Ketua Program Studi Fakultas Farmasi
dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
5. Ns. Jek Amidos Pardede M.Kep, Sp.Kep J selaku Koordinator Pendidikan
Profesi Ners dan Koordinator Stase Keperawatan Jiwa serta dosen
pembimbing Stase Keperawatan Jiwa.
6. Dr. Indra Wahyu Kesuma, selaku KA. bidang pendidikan dan pelatihan
perawat UPTD. Khusus Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M Ildrem.
7. Lenny Khairani,S.Kep, Ns, M.Kep, S.kep selaku pembimbing klinik di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Penulis
Manfaat bagi penulis sebagai gambaran penerapan tentang Asuhan
Keperawatan Jiwa pada Tn. I dengan Gangguan Skizofrenia Paranoid :
Halusinasi Pendengaran.
2.1.4. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang didapat yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya.
Faktor predisposisi dapat meliputi faktorbiologis, perkembangan,
sosiokultural, biokimia, faktor psikologis, faktor genetik. (Fitria, 2010)
1) Faktor biologis Menurut Stuart 2010, Abnormalitas perkembangan
sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-
penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalahmasalah pada sistem reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil(cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Faktor perkembangan Jika tugas perkembangan mengalami
hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan
strees dan mengalami kecemasan. (Fitria, 2010) Rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
3) Faktor Sosiokultural Individu yang merasa tidak diterima lingkungan
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungan.
4) Faktor biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Jika seseorang mengalami stress yang berlebihan maka
didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu hormon yang dapat bersifat
halusigenik neurokimia seperti buffenon dan dimethytransferase
(DMP). (Fitria, 2010). Akibat stress yang berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neuro transmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetycholin dan dopamin.
5) Faktor psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap
atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien. (Stuart, 2010)
6) Faktor genetic Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum
diketahui, tetapi hasil study menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
(Fitria, 2010)
b. Faktor presipitasi Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi
ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan,
seperti partisipasi klien dalam kelompok, suasana sepi atau terisolasi
sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik. (Fitria, 2010). Pemicu gejala yang
sering menimbulkan episode baru suatu penyakit yang biasanya terdapat
pada respon neurobiologis yang maladaptif berhubungan dengan
kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu:
1) Kesehatan seperti gizi buruk, kurang tidur, keletihan, infeksi, obat
sistem saraf pusat, gangguan proses informasi, kurang olahraga,
alam perasaan abnormal dan cemas.
2) Lingkungan, seperti lingkungan penuh kritik, gangguan dalam
hubungan interpersonal, masalah perumahan, stress, kemiskinan,
tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam kehidupan dan pola
aktifitas sehari-hari, kesepian ( kurang dukungan) dan tekanan
pekerjaan.
2.1.5. Akibat yang di timbulkan
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan Gejala :
1) Memperlihatkan permusuhan
2) Mendekati orang lain dengan ancaman
3) Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4) Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5) Mempunyai rencana untuk melukai
2.1.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi yaitu dengan cara sebagai berikut:
1) Menghardik Halusinasi Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk
mengatasinya, klien harus berusaha melawan halusinasi yang
dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak
mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila
halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi
2) Berinteraksi dengan orang lain Klien dianjurkan meningkatkan
keterampilan hubungan sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas
interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi persepsinya pada
orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika
berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus
perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber
halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua
yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
3) Menciptakan lingkungan yang terapeutik Untuk mengurangi tingkat
kecemasan, kepanikan dan ketakutan klien akibat halusinasi, sebaiknya
pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan usahakan
agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang.
Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat
masuk ke kamar atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu
juga bila akan meninggalkannya hendaknya klien diberitahu. Klien
diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya
disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong
pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,
gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
4) Melaksanakan program terapi dokter Sering kali klien menolak obat
yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang
diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya,
serta reaksi obat yang diberikan. Menggali permasalahan klien dan
membantu mengatasi masalah yang ada Setelah pasien lebih kooperatif
dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah klien yang
merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan
keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
5) Memberi aktivitas pada klien Klien diajak mengaktifkan diri untuk
melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau
melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan klien
ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien
diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
6) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan Keluarga
klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian
ia sering mendengar lakilaki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suarasuara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada
keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan klien sendirian
dan saran yang diberikan tidak bertentangan. Farmakologi:
1) Anti psikotik:
o Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
o Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
o Stelazine
o Clozapine (Clozaril)
o Risperidone (Risperdal)
2) Anti parkinson:
o Trihexyphenidile
o Arthan
2.1.7. Rentang Respon Neurologis
Menurut Kusuma (2010) dijelaskan Rentang Respon Neurobiologi
gangguan persepsi sensori : halusinasi, yaitu :
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh normanorma
sosial budaya yang berlaku, dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut. Respon adaptif ini antara lain : Pikiran logis adalah
pandangan yang mengarah pada kenyataan. Persepsi akurat adalah
pandangan yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli. Perilaku
sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas a) Pikiran
Logis
b. Persepsi Akurat
c. Emosi Konsisten
d. Perilaku Sesuai
e. Hubungan Sosial
a) Distorsi pikiran
b) Ilusi
c) Menarik Diri
d) Reaksi Emosi
e) Perilaku tidak biasa
f) Waham
g) Halusinasi
h) Sulit Berespons
i) Perilaku Disorganisasi
j) Isolasi Sosial
kewajaran. Hubungan sosial adalah proses suatu interkasi dengan
orang lain dan lingkungan.
b. Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptive ini meliputi : Kelainan pikiran yaitu keyakinan
yang secara kokoh dipertahankan walau tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial. Halusinasi adalah persepsi sensori
yang salah satu persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
Perilaku tidak teroganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagi sesuatu kecelakaan
yang negative mengancam.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. Pengkajian
Ruang Rawat : GMO
Tanggal Rawat : 15-08-2022
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. I
Tanggal pengkajian : 21-02-2023
Umur : 70 Tahun
MR. No : 047412
Informan : Status klien dan wawancara dengan klien
IV. FISIK
Tanda vital: TD : 130/90 mmHg N : 96 x/menit S : 36,9 ºC P : 24
x/menit. 2. Ukur : TB : 170 cm BB : 70 Kg
keluhan fisiknya tidak ada masalah yang dialami klien Masalah
Keperawatan : Tidak ada
V. PSIKOSOSIAL
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
BAB/BAK
Bantuan Minimal Bantuan Total
Jelaskan : ________________________
MasalahKeperawatan :__________________________
Mandi
Bantuan Minimal Bantuan Total
Berpakaian /berhias
Bantuan Minimal Bantuan Total
Kegiatan sebelum/sesudah:………………………………..
Penggunaan obat
Bantuan Minimal Bantuan Total
Pemeliharaan kesehatan
Perawatan Lanjutan Ya Tidak
Pengaturankeuangan Ya Tidak
Kegiatandiluarrumah
Belanja Ya Tidak
Lain-lain Ya Tidak
X. PENGETAHUAN KURANG
Jelaskan : Klien mengatakan mengetahui tentang penyakit jiwa yang
diderita tetapi kurang mengetahui tentang faktor pemicu terjadinya
penyakit tersebut.
XI. ASPEK MEDIK
Diagnosa medik:Pasien dengan jenis obat yang pernah dikonsumsi
1. HLP 1,5 Mg (1-0-0 )
2. Clozapine 25 mg ( 0-0-1/2 )
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian
Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan format pengkajian keperawatan jiwa yang telah ditetapkan.
Data yang dikumpulkan dengan wawancara langsung pasien. Pada saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 20 Februari 2023, didapatkan pasien
dengan inisial Tn. I, umur 70 tahun dengan jenis kelamin Laki-laki status
duda dengan memiliki dua orang anak yang saat ini tinggal bersama
dengan keluarganya tepatnya rumah saudaranya. Adapun data yang
didapatkan pada Tn. I (data subyektif) pasien mengatakan sering
mendengar suara-suara atau bisikan, namun terkadang suaranya tidak
jelas. Suara tersebut datang saat klien sedang sendiri atau pada saat
menyendiri, suara bisikan itu tidak jelas bunyinya dan terdengar 1-2 kali
secara berulang-ulang. Klien menutup telinganya lalu tidur untuk
menghilangkan suara atau bisikan-bisikan tersebut.
Adapun (data obyektifnya) saat dilakukan interaksi selama
wawancara klien mau berinteraksi dan berespon bila didahului atau
diberikan pertanyaan, namun terkadang sesekali focusnya berkurang
dengan kontak mata ada tetapi padangannya tidak berfokus dan klien
tampak gelisah dan terkadang bertingah lain. Menurut data teoritis
menjelaskan secara umum dari faktor predisposisi diterangkan bahwa
halusinasi dapat terjadi dari berbagai faktor berupa faktor pisikologis,
biologis, dan faktor genetik. Dari hasil observasi dan wawancara yang
dilakukan penulis terhadap Pasien tidak ditemukan adanya faktor genetik
yang dapat mempengaruhi halusinasi karena anggota keluarga Pasien tidak
ada yang menderita skizofrenia.
Sedangkan dari faktor presipitasi diterangkan bahwa secara fisik
Pasien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan
masalah koping dapat mengindikasikan timbulnya halusinasi dimana dapat
terjadi dari berbagai faktor pendukung yaitu biologis, stress lingkungan,
dan sumber koping. Kesenjangan pengkajian pada teori dan kasus terdapat
kesamaan beberapa data seperti data subjektifnya pada teori mengatakan
biasanya klien suka bicara sendiri, mendengar suarasuara palsu dan
senyum-senyum sendiri. Sedang pada kasus datanya hanya menunjukkan
klien biasanya mendengar suara-suara tapi tidak jelas
4.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia terhadap status kesehatan atau resiko perubahan dari
kelompok dimana perawat secara accontabilitas dapat mengidentifikasi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurun, membatasi dan
berubah. Setelah penulis melakukan pengkajian dan analisa data pada pada
Tn. I, dapat dirumuskan bahwa klien dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi pendengaran Di RSJ. Prof. Dr. Muhammad Ildrem. Pohon
masalah pada halusinasi dapat mengakibatkan klien mengalih kehilangan
control pada dirinya, sehingga bisa membahayakan kepada dirinya sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase keempat
dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh
halusinasinya. Adapun perbedaan antara teori dengan kasus terkait
pengangkatan diagnosa kasus, pada kasus teori terdapat tiga diagnosa yaitu
perilaku kekerasan, gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
dan isolasi social. Sedang pada kasus penulis mengangkat diagnose
keperawatan utama yaitu gangguan persepsi sensori “Halusinasi
pendengaran” pada Tn. I sebagai prioritas masalah utama yang didukung
dengan data subjektif yaitu Tn. I mengatakan mendengar suara-suara atau
bisikan yang menyuruhnya melakukan sesuatu yang terkadang hal diluar
dirinya suara-suara tersebut tidak jelas dan mengganggu Tn. I. Ada
beberapa diagnosa tambahan yaitu: Resiko perilaku kekerasan dan Isolasi
social. Akan tetapi dalam hal kasus ini penulis hanya berfokus pada
masalah utama yaitu gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran.
4.5. Evaluasi
Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan pada Tn.I dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran Di RSJ. Prof. Dr.
Muhammad Ildrem dengan menerapkan strategi pelakasanaan dimana
implementasinya yaitu melatih klien menghardik halusinasi, 6 benar
minum obat, melatih bercakap-cakap dengan orang lain dan melatih klien
melakukan aktivitas sehari-hari.
Evaluasi dari strategi pelaksanaan pada Tn. I berhasil dimana klien
mengatakan dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, 6
benar minum obat, dengan bercakap-cakap dan dengan melakukan
kegiatan harian. Sehingga apabila implentasinya ini diberikan secara
terjadwal akan memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam membantu
pasien untuk melatih mengontrol halusinasi dan kembali kerealitas
hidupnya. Proses keperawatan ini bertujuan memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah pasien sehingga pasien
dapat pulih dan kembali dimasyarakat. Aktivitas dalam jadwal harian
adalah aktivitas yang dilakukan oleh pasien setiap harinya yang dilakukan
terjadwal seperti kebersihan diri, membersihkan ruangan atau melakukan
perkerjaan dengan bekerja, bercakap-cakap dengan temannya dan minum
obat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran pada kasus karya ilmiah
akhir ini maka dapat disimpulkan:
1. Pengkajian dilakukan pada tanggal 20 Februari 2023 yang merupakan
tahap awal dari proses keperawatan. Hasil pengkajian didapatkan pada Tn.
I data subjektifnya klien mengatakan sering mendengar suara-suara namun
terkadang suaranya tidak jelas, suara bisibisikan itu tidak jelas bunyinya,
klien hanya menutup telinga pada saat suara-suara tersebut muncul. Data
objektifnya klien mau berinteraksi saat diajak bicara meski, kontak mata
klien ada tapi kurang, klien tampak gelisah dan kurang tenang.
2. Diagnosa keperawatan Diagnosa utama yang muncul saat dilakukan
pengkajian pada Tn. I yaitu gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran.
3. Intervensi Keperawatan Rencana asuhan keperawatan disusun berdasarkan
diagnosa keperawatan yang muncul. Rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan pada Tn. I yaitu mengajarkan klien pelaksanaan SP1- SP4
halusinasi untuk mengontrol halusinasi.
4. Implementasi Keperawatan Dalam asuhan keperawatan pada Tn.I dengan
halusinasi pendengaran telah disesuaikan dengan intervensi yang dibuat
penulis. Penulis melaksanakan SP1-SP4 yaitu cara mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, minum obat dengan 6 benar, bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan harian.
5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan pada Tn.I yaitu klien dapat menerapkan strategi pelaksanaan
dalam hal tahu cara mengontrol halusinasi dengan strategi pelaksanaan
yang pertama yaitu tahu cara menghardik halusinasi, didukung dengan
tetap patuh mengkonsumsi obat secara benar dan tepat, bisa melakukan
kontak dengan keluarga atau orang lain dengan bercakap-cakap dan bisa
dengan mengerjakan aktivitas kegiatan harian. SP1-SP4 tercapai meskipun
pada SP2 sebelumnya pernah diabaikan yaitu tentang kepatuhan minum
obat.
5.2. SARAN
Adapun saran pada kasus karya ilmiah akhir ini terkait dengan kasus
gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:
1. Bagi perawat atau tenaga medis yaitu agar tetap melakukan strategi
pelaksanaan keluarga pada pasien dan penderita gangguan persepsi sensori
halusinasi, agar dapat sesering mungkin melakukan kunjungan rumah
untuk dapat mengontrol pasien dengan gangguan jiwa yang ada di RSJ.
Prof. Dr. Muhammad Ildrem.
2. Bagi pengembang dan studi kasus selanjutnya yaitu agar dapat
menggunakan hasil studi kasus ini sebagai dasar pengembangan strategi-
strategi lainnya, khususnya dalam menangani pasien gangguan persepsi
sensori halusinasi.
3. Bagi klien yaitu diharapkan untuk dapat terus berlatih dan mandiri dalam
melakukan strategi pelaksanaan untuk mengendalikan halusinasi
terkhususnya minum obat meskipun ada dan tanpa ada keluarga di rumah
serta menerapkan strategi pelaksanaan yang telah diberikan oleh penulis
sesuai dengan jadwal kegiatan harian yang telah dibuat bersama.
4. Bagi keluarga yaitu diharapkan keluarga mampu untuk melakukan
tindakan yang mandiri untuk perawatan pasien di rumah dengan strategi
pelaksanaan halusinasi.
5. Bagi masyarakat yaitu diharapkan masyarakat dilingkungan tempat tinggal
pasien dapat mendukung dan ikut serta dalam melakukan perawatan pasien
dengan gangguan persepsi sensori halusinasi untuk menerima pasien
seperti masyarakat pada umumnya dan tidak mengucilkan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Ackley, BJ.,Ladwig,G.B.,& Makic,M.B.F.(2017). Nursing Diagnosis Handbook,
An Evidence-Based Guide To Planning care. (11th Ed).St. Louis: Elsevier.
Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi.
www.academia.edu.http://repository.wima.ac.id.Wima. Retrieved Maret
29, 2021, from http://repository.wima.ac.id/7701/2/BAB%201.pdf
Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb’s Fundamentals of
Nursing (10th Ed). USA: Perason Education.
Burns, S. M. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing.(3th ed). New
York: McGraw-HIE education.
Dougherty, L & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Prosedures (9th ed),
UK: The Royal Marsden NHS Foundation Trust.
Grainjer, A. (2013). Principies of Temperature Monitoring. Nursing standard,
27(50),48-55.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing Diagnosis Definitions and
classification 2015-2017. (10th Ed). Exford: Wiley Blakwell.
Iyus, Y. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi I. Jakarta: Refika Aditama.
Keliat, B A. dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic
Course). Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Kemenkes. 2018. Angka kejadian gangguan kesehatan jiwa di Indonesia. Diakses
dari:http://www.surkesnas.unad.ac.id.
Kusumawati dan Hartono .(2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta :
SalembaMedika
Monita, A. (2018, Oktober 17). Makalah Keperawatan Jiwa Tentang Halusinasi.
Retrieved Maret 29, 2021, from id.Scribd.com/Document/3
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. H. (2015). Jogjakarta: Mediaction.
Perry, A.G. & Potter, P. A. (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed). St
Louis: mosby Elsevier
Rahman. (2019, September 26). Retrieved Maret, 29 2021, from
id.Scribd.com/document.
Wilkinson,J.M., Treas, L. S., Barnett, K. & Smith, M. H. (2016). Fundamentals of
Nursing (3th ed). Philadelphia: F. A. Davis Company.
Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan
Halusinasi. www.academia.edu
Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan
Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd
Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.