Anda di halaman 1dari 54

5 DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA

DI RUMAH SAKIT JIWA

PROF.DR. MUHAMMAD ILDREM

DI SUSUN OLEH :

 Annisa  Lestariani Gulo

 Olfa Maria Telaumbanua  Vinsensia Gulo

 Gustiani Bawaulu  Marlina Harefa

 Srika Julia Trikana Br. S Depari  Yohana Renatalias Dakhi

 Jeni Dayanti Daeli  Nurhayati Gulo

 Sulis Muliani  Zami Nirma Okterina

PRODI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

MEDAN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga
kelompok dapat menyelesaikan proposal kegiatan terapi aktivitas kelompok pada pasien
dengan risiko perilaku kekerasan di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem untuk memenuhi salah satu
syarat praktek dan mata kuliah keperawatan jiwa dalam menyelesaikan Praktek Belajar
Lapangan (PBL). Adapun proposal yang telah disepakati dan telah disusun oleh kelompok
dengan judul “5 Diagnosa Keperawatan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Muhammad Indrem”
Dalam penyusunan proposal ini banyak pihak yang memberi bantuan, untuk itu kelompok
mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu:
a) dr. I. Nyoman Ehrich Lister, M. Kes, AIFM , selaku Ketua Yayasan Universitas
Prima Indonesia.
b) Prof. Dr. Chrismis Novalinda Ginting, M.Kes, selaku Rektor Universitas Prima
Indonesia.
c) Tiarnida Nababan, SST., S.Kep., Ns., M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Universitas Prima Indonesia.
d) Karmila Br. Kaban, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Kaprodi Fakultas Keperawatan dan
Kebidanan Universitas Prima Indonesia
e) Afeus Halawa, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Dosen Pembimbing dari Program Studi
D3 Keperawatan Universitas Prima Indonesia
f) Drg. Ismail Lubis, Selaku Plt Direktur Rumah Sakit Jiwa Prof. M. Ildrem Sumatera
Utara
g) Lenny Saragih, S.Kep. Ns., selaku pembimbing klinik di ruangan Dolok Sanggul 1
dan 2 Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. IIdrem
h) Novrianti Sidabutar, S.Kep, Ns., selaku Pembimbing Klinik di Ruangan Kamboja dan
Mawar Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. IIdrem
i) Seluruh staf pengawas RSJ Prof. M. Ildrem
j) Serta terimakasih kepada teman-teman Mahasiswa/i Prodi D3 Keperawatan
Universitas Prima Indonesia yang telah bersama-sama menyelesaikan tugas makalah
ini.
Kelompok menyadari bahwa isi proposal ini masih jauh dari kesempurnaan
maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki di masa
yang akan datang agar dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 11 Februari 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika
seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan
dalam hidupnya, dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai
sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

Gangguan jiwa merupakan permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh gangguan


biologis, sosial, psikilogis, genetik, fisik atau kimiawi dengan jumlah penderita yang
terus meningkat dari tahun ketahun (WHO, 2017). Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia,
sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi
pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidup,
pengecap dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi. Jenis halusinasi yang
umum terjadi adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan. Gangguan halusinasi ini
umumnya mengarah pada perilaku yang membahayakan orang lain, klien sendiri dan
lingkungan.

Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan mental


yang terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan
4,4% dari populasi global menderita gangguan depresi dan 3,6% gangguan kecemasan.
Jumlah penderita depresi meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015.
Depresi merupakan penyebab terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80%
penyakit yang dialami orang-orang yang tinggal di negara yang berpenghasilan rendah
dan menengah. Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil
analisis dari WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk
skizofrenia.

Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat berharga di dalam kehidupan
sehingga peran serta masyarakat diperlukan untuk dapat meningkatkan derajat
kesehatan, begitu pula kesehatan jiwa yang sampai saat ini masih menjadi
permasalahan yang cukup signifikan di dunia termasuk di Indonesia. (RI, 2014)

Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding gangguan jiwa


lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara berkembang, 8 dari 10
orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan penanganan media. Gejala
skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibanding perempuan.

Menurut Yosep & Sutini (2016) pada pasien skizofrenia, 70% pasien
mengalami halusinasi. Halusinasi adalah gangguan penerimaan pancaindra tanpa
stimulasi eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan,
penciuman, dan perabaan). Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan
jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan persepsi sensori persepsi;
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2014).
Stuart dan Laraia dalam Yosep (2016) menyatakan bahwa pasien dengan halusinasi
dengan diagnosa medis skizofrenia sebanyak 20% mengalami halusinasi
pendengaran dan penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi
pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami
halusinasi lainnya.

Menurut catatan Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) dari Kemenkes RI tahun


2018, prevalensi gangguan emosional pada penduduk usia 15 tahun ke atas,
meningkat dari 6% ditahun 2013 menjadi 9,8% di tahun 2018. Sementara itu
prevalensi gangguan jiwa berat, skizofrenia meningkat dari 1,7% di tahun 2013 menjadi
7% .

Saat ini diperkirakan jumlah penderita gangguan jiwa di dunia adalah sekitar
450 juta jiwa termasuk skizofrenia. Secara global, kontributor terbesar beban
penyakit (DAYLs) dan penyebab kematian saat ini adalah penyakit kardiovakskuler
(31,8%), namun jika dilihat dari YLDs maka kontributor lebih besar pada gangguan
mental (14,4%). Menurut perhitungan beban penyakit pada tahu 2017 beberapa jenis
gangguan jiwa yang diprediksi dialami oleh penduduk di Indonesia diantaranya
gangguan depresi, cemas, skizofrenia, bipolar, gangguan perilaku dan cacat intelektual.

Survei awal yang di lakukan di RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan bahwa pasien
mengalami gangguan jiwa lebih dari 500 orang, dan mempunyai 7 diagnosa. Oleh sebab
itu, kelompok tertarik untuk melakukakan pengkajian kepada pasien yang mempunyai
sebanyak 5 diagnosa.
BAB 1
GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

KONSEP ISOLASI SOSIAL


1. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang
lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Isolasi sosial adalah suatu keadaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang
negatif dan mengancam.
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang
lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain.
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu menarik diri merupakan
suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan
sosial secara langsung (isolasi diri) 

2. Gangguan hubungan sosial


 Isolasi Sosial  atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami
perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang
banyak
 Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu
berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan atau
kualitas interaksi sosial yang tidak efektif.

3. Rentang Respon Sosial


 Waktu membina suatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam rentang
respons yang adaptif sampai dengan maladaptif. 
 Menurut Stuart dan Sundeen, 1999, respon setiap individu berada dalam
rentang adaptif sampai dengan maladaptive yang dapat dilihat pada bagan
berikut :
o Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma –
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat.
o Respon maladaptive adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan
berbagai tingkat.

4. Penyebab Dari Menarik Diri


Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri
adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan yang diekspresikan secara langsung maupun
tak langsung.

5. Tanda Dan Gejala Menarik Diri


 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul

 Menghindar dari orang lain (menyendiri)


 Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain/perawat
 Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
 Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
 Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap
 Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.

6. Analisa Data
Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif
adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak “, “iya”,
“tidak tahu”.
Data Objektif :
 Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
 Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari
orang lain, misalnya pada saat makan.
 Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain / perawat.
 Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
 Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
 Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.

7. Karakteristik Perilaku
 Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.

 Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.


 Kemunduran secara fisik.
 Tidur berlebihan.
 Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
 Banyak tidur siang.
 Kurang bergairah.
 Tidak memperdulikan lingkungan.
 Kegiatan menurun.
 Immobilisasai.
 Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA KLIEN
DENGAN ISOLASI SOSIAL

1. Pengkajian
 Pengumpulan data

 Faktor predisposisi

 Aspek fisik / biologis

 Keluhan fisik

 Aspeks psikososial

 Genogram yang menggambarkan tiga generasi

 Konsep diri

 Kebutuhan persiapan pulang

 Masalah psikososial dan lingkungan

 Pengetahuan

 Aspek medic

 Status Mental

2. Perumusan Masalah

Masalah Utama : Kerusakan interaksi social : menarik diri

3. Format Pengkajian Pasien Isolasi Sosial


Hubungan Sosial
 Orang yang berarti bagi pasien....................................................
 Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat..............
 Hambatan berhubungan dengan oarang lain...............................
 Masalah Keperawatan.........................................................................

4. Diagnosa Keperawatan

 Isolasi sosial : menarik diri

5. Intervensi & Implementasi

Gangguan isolasi sosial : menarik diri


Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak
terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
i. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
 Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

 Perkenalkan diri dengan sopan


 Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Jujur dan menepati janji
 Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
 Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

ii. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Tindakan :

 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya


 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

iii. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Tindakan :

 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan


dengan orang lain
 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain

 Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang


lain
 Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
iv) Klien dapat melaksanakan hubungan social
Tindakan :
 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap

K – P                           : Klien – Perawat

K – P – P lain               : Klien – Perawat – Perawat lain

K – P – P lain – K lain  : Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain

K – Kel/ Klp/ Masy      : Klien – Keluarga/Kelompok/Masyarakat


BAB 2
PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol.
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Faktor Predisposisi
 Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya: pada masa anak-
anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi
pelaku perilaku kekerasan.
 Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan
yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi
dan dijadikan perilaku yang wajar.
 Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap
pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal
yang wajar.
 Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut
menyumbang terjadi perilaku kekerasan
Faktor Presipitasi
 Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
 Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
 Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
 Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
 Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
 Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
B. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah

sebagai berikut: Muka merah dan tegang, Mata melotot/ pandangan tajam, Tangan mengepal,

Rahang mengatup, Postur tubuh kaku, Bicara kasar, Suara tinggi, membentak atau berteriak,

Mengancam secara verbal atau fisik, Mengumpat dengan kata-kata kotor, Suara keras,

Melempar atau memukul benda/orang lain, Menyerang orang lain, Melukai diri sendiri/orang

lain
C. Akibat

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,

orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan

dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA KLIEN


DENGAN PERILAKU KEKERASAN

1. Identitas klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS

(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat

klien.

2. Keluhan utama

Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke

rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan

perkembangan yang dicapai.

3. Faktor predisposisi

Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada

masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan

dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya

meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.

4. Masalah keperawatan
 Perilaku kekerasan

 Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

 Perubahan persepsi sensori: halusinasi

 Harga diri rendah kronis

 Isolasi social

Format pengkajian pad pasien resiko perilaku kekerasan

pelaku/usia korban/usia saksi/usia

 Aniaya fisik ( / ) ( / ) ( / )

 Aniaya seksual ( / ) ( / ) ( / )

 Penolakan ( / ) ( / ) ( / )

 Kekersan dlm keluarga ( / ) ( / ) ( / )

 Tindkaan kriminal ( / ) ( / ) ( / )

Aktivitas motorik

( ) lesu ( )tegang ( )gelisah (

)agitasi

( )Tik ( )grimasen ( )tremor (

)kompulsif

Interaksi selama wawancara

( )Bermusuhan ( )kontak mata –

( )Tidak kooperatif ( )defensiv

( )Mudah tersinggung ( )curiga

5. Tindakan keperawatan pada pasien


Tujuan Keperawatan
 Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
 Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
 Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
 Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
 Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasannya
 Pasien dapat mencegah/menegdalikan perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
 Tindakan Keperawatan
 Bina hubungan saling percaya
 Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang dan yang lalu
 Dsikusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi
penyebab perilaku kekerasan
 Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah
 Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia lakukan
 Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan
 Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
 Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial/verbal
 Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
 Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
 Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan
perilaku kekerasan.
SP 1 pasien : Membina hubungan saling peraya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda
dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan
cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan
nafas dalam).
SP/1 pasien : Memebatu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
kedua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik kedua (pukul kasur dan bantal), menyusun
jadwal kegiatan harian cara kedua.
SP 3 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengedalikan
perilaku kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal
(menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik), susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal).
SP 4 pasien : Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
(diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
dan sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan
ibadah/berdoa).
SP 5 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan obat
(bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar [benar
nama pasien/pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosisi obat] disertai penjelasan guna obat
dan akibat berhenti minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur.
a. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan Keperawatan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b) Diskusikan bersama kelurga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tada dan
gejala, perilaku yang muncul, dan akibat dari perilaku tersebut)
c) Diskusikan bersama keluarga tentang kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain
d) Bantu latihan keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasan
e) Buat rencana pulang bersama keluarga.
BAB 3

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Masalah Utama:
Defisit perawatan diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya
Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi penyebab kurang perawatan diri
adalah:
a. Factor predisposisi
 Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
 Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
 Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya
dan lingkungan termasuk perawatan diri.
 Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi:
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
 Body Image
 Praktik Sosial.
 Status Sosial Ekonomi
 Pengetahuan
 Budaya
 Kondisi fisik atau psikis.
2. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan
kotor, Gigi kotor disertai mulut bau, Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis: Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri, Merasa tak
berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Social: Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku sesuai
norma, Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok
gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

3. Rentang Respon

A a d a p t i f M a l a d a p t i f

Pola perawatan diri seimbang kadang perawatan diri kadang tidak Tidak melakukan perawatan saat stress

4. Penatalaksanaan
Pasien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan
perawatan medis karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih
membutuhkan terapai kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.

C. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Defisit perawatan diri
2. Isolasi sosial
3. Harga diri rendah

D. Data yang Perlu Dikaji

1. Data Subyektif: Klien mengatakan malas mandi, tak mau menyisir


rambut, tak mau menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau
berhias, tak bisa menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
2. Data Obyektif: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku
panjang dan kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa
menggunakan alat mandi.

E. Diagnosis Keperawatan Jiwa


1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri

FORMAT PENGKAJIAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

a. Status mental
1. Penampilan
( ) tidak rapi
( ) penggunaan pakaian tidak sesuai
( ) cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan Masalah keperawatan

2. Kebutuhan sehari-hari

1. Kebersihan diri ( ) bantuan minimal


( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
( ) bantuan total
2. Makan
3. BAB/BAK
( ) bantuan minimal
( ) bantuan total
4. Berpakaian/berhias
( ) bantuan minimal
( ) bantuan total
Jelaskan Masalah keperawatan
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b) Pasien mampu melakukan berhias secara baik
c) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d) Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri

2. Tindakan keperawatan
a) Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri
b) Membantu pasien latihan berhias
c) Melatih pasien makan secara mandiri
d) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
G. Strategi Pelaksanaan Tindakan

SP Pada Pasien
S
P
P
a
d
a
K
e
l
u
a
r
g
a
SP 1 P
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri S
2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan P
diri I
3. Melatih pasien cara menjaga kebersihan k
diri 1.
4. Membimbing pasien memasukkan M
dalam jadwal kegiatan harian.
d
i
r
a
s
a
k
a
n

k
e
l
u
a
r
g
a

d
a
l
a
m

m
e
r
a
w
a
t

p
a
s
i
e
n
2.
M

g
e
j
a
l
a
d
e
f
i
s
i
t

p
e
r
a
w
a
t
a
n

d
i
r
i
,

d
a
n

j
e
n
i
s
d
e
f
i
s
i
t

p
e
r
a
w
a
t
a
n

d
i
r
i

y
a
n
g

d
i
a
l
a
m
i

p
a
s
i
e
n

b
e
s
e
r
t
a

p
r
o
s
e
s

t
e
r
j
a
d
i
n
y
a
3.
M

p
e
r
a
w
a
t
a
n

d
i
r
i
SP / 1 p S
1. Memvalidasi masalah dan latihan P
sebelumnya. /
2. Menjelaskan cara makan yang baik 1
3. Melatih pasien cara makan yang baik k
4. Membimbing pasien memasukkan 1.
dalam jadwal kegiatan harian. M

c
a
r
a

m
e
r
a
w
a
t

p
a
s
i
e
n

d
e
n
g
a
n

d
e
f
i
s
i
t

p
e
r
a
w
a
t
a
n

d
i
r
i
2.
M

m
e
r
a
w
a
t

l
a
n
g
s
u
n
g

k
e
p
a
d
a
p
a
s
i
e
n

d
e
f
i
s
i
t

p
e
r
a
w
a
t
a
n

d
i
r
i
S P 3 p S
1. Memvalidasi masalah dan latihan P
sebelumnya. 3
2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik k
3. Melatih cara eliminasi yang baik. 1.
4. Membimbing pasien memasukkan M
dalam jadwal kegiatan harian.
j
a
d
w
a
l

a
k
t
i
v
i
t
a
s

d
i

r
u
m
a
h

t
e
r
m
a
s
u
k

m
i
n
u
m

o
b
a
t

(
d
i
s
c
h
a
r
g
e

p
l
a
n
n
i
n
g
)
2.
M

s
e
t
e
l
a
h

p
u
l
a
n
g

BAB 4

HARGA DIRI RENDAH (HDR)

A. Definisi
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri.
Harga diri rendah adalah perasan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negativ terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri.
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situational, yaitu terjadi tertama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami atau istri, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba ).
2. Kronik, yaitu perassan negativ terhadap diri berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang
negativ. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negativ
terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal yang adaptif.
Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau
pada klien gangguan jiwa.

B. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Dalam tinjuan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah
adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya.
Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah,
pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya
Faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik meliputi faktor
predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :
1. Faktor predisposisi
2. Faktor presipitasi
C. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala harga diri rendah kronik adalah sebagai berikut:
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Penurunan produktivitas
5. Penolakan terhadap kemampuan diri

Selain data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri
rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan kurang,tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk,
bicara lambat dengan suara nada lemah

D. Rentang respon

Respon adaptif Respon maldaptif


Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi
Positif rendah identitas

Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang
ada pada dirinya meliputi cita dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran
serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu
akan menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri,
termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada
harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang
rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan atau orang lain, penurunan produktifitas,
destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan
tidak mampu, rasa bersalah, perassan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan
fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta meanarik diri dari realitas.
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian
psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan
kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan,
hubungan interpersonal eksploitasi, perassan hampa. Perasaan mengambang tentang
diri sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap
orang lain.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien
tidak dapat membedakan stimulus dari alam atau luar dirinya. Individu mengalami
kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri
merasa tidak nyata dan asing baginya.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak
realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika
kejadian yang megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi.

Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada
pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang
kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopani (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan
perianal dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama

E. POHON MASALAH

Pohon masalah

Isolasi sosial

Harga diri rendah kronik


FORMAT PENGKAJIAN HARGA DIRI RENDAH

1. Pengkajian
Bagian ini berisi pedoman agar perawat da[at menangani pasien yang
mengalami diagnosis keperawatan harga diri rendah, baik menggunakan pendekatan
secara individu ataupun kelompok. Tahap pertama pengkajian meliputi faktor
predisposisi seperti: psikologis, tanda dan tingkah laku klien dan mekanisme koping
klien.
Masalah keperawatan:
a. Resiko isolasi sosial: menarik diri.
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
c. Berduka disfungsional.
2. Data yang perlu dikaji:

a. Data subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak
tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan
malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif:Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri
hidup
Format pengkajian pasien harga diri rendah:
a. Keluhan utama:
b. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
c. Konsep diri:
 Gambaran diri
 Ideal diri
 Harga diri
 Identitas
 Peran
Jelaskan Masalah keperawatan:
d. Alam perasaan:
( ) sedih ( ) putus asa
( ) ketakutan ( ) gembira berlebih
Jelaskan Masalah keperawatan:
e. Interaksi selama wawancara:
( ) bermusuhan ( ) tidak kooperatif
( ) mudah tersinggung ( ) kontak mata kurang
( ) defensif ( ) curiga
Jelaskan Masalah keperawatan:
f. Penampilan:
Jelaskan Masalah keperawatan:

3. Diagnosa keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial

4. Tindakan keperawatan
1. Tindakan Keperawatan pada pasien
1) Tujuan keperawatan
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan
e. Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai jadwal
2) Tindakan keperawatan
a. Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, dan dirumah,
adanyan keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b. Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian yang negatif.

SP Pasien
Sp1 :
a. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Membantu pasienmenilai kemampuan yang masih dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih kemampuan yang akan dilatih
d. Melatih kemampuan yang sudah dipilih
e. Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah di latih dalam
rencana harian
Sp2 :
a. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan
kemampuan pasien
b. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua
kemampuan dilatih.
c. Setiap kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan harga diri
pasien.

Tindakan keperawatan pada keluarga

1. Tujuan keperawatan
a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki pasien
b. Keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih
dimiliki pasien
c. Keluarga dapat memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih dan membri pujian
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b. Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang dialami
pasien
c. Diskusi dengan keluarga mengenai kemampuan yang dimiliki pasien
dan puji pasien
d. Jelaskan cara merawat pasien harga diri rendah

SP Keluarga
Sp1 :
Mendiskusikan msalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
dirumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala HDR, cara
merawat pasien HDR, mendemonstrasikan cara merawat & memberi
kesempatan untuk mempraktekkan cara merawat.
Sp2 :
Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
Sp 3:
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

BAB 5

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A. DEFINISI
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi merupakan salah satu masalah
keperawatan jiwa yang dpat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah
salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, [engecapan, perabaan atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Penyebab
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara
psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi,
marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan
dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan)

Jenis halusinasi menurut data subjektif dan objektif

Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau kegaduhan


Marah-marah tanpa sebab Mendengar suara yang mengajak
Mencodongkan telingan bercakap-cakap
Dengar/suara kearah tetentu Mendengar suara memerintah
Menutup telingan melaukakan sesuatu yang berbahaya

Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif

Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga dipermukaan


permukaan kulit kulit
Perabaan Merasa seperti tersengat listrik

p e n g l i h a t a n Menunujuk-nunjuk kearah
tertentu
Ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas Melihat bayangan, sinar, bentuk
geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster

Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti darah, urine dan fese s
Muntah
p e n g h i d u Tampak seperti sedang mencium bau-bauan Me nci um se pe r ti b a u f es e s , u ri n e , d a r a h ,
Menutup hidung

2. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari halusinasi adalah:
a. berbicara dan tertawa sendiri
b. bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
c. berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. disorientasi
e. merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. ingin memukul atau melempar barang – barang
3. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang
meminta dia untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya.

4. Masalah keperawatan
Akibat : Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Masalah utama : Perubahan sensori perseptual : halusinasi

Penyebab : Isolasi sosial : menarik diri

5. Data yang perlu dikaji


a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.Klien suka membentak
dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
2. Data Objektif :
Mata merah, wajah agak merah.Nada suara tinggi dan keras, bicara
menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.Ekspresi
marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1. Data Subjektif
a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
b. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d. Klien merasa makan sesuatu
e. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2. Data Objektif
a. Klien berbicara dan tertawa sendiri
b. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi

c. Isolasi sosial : menarik diri


1. Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan
singkat ”tidak”, ”ya”.
2. Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang lain,
berdiam diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam),
kontak mata kurang, menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan
diri kurang, posisi tidur seperti janin (menekur).
FORMAT PENGKAJIAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

Persepsi:
Halusinasi
a. Pendengaran
b. Penglihatan
c. Perabaan
d. Pengecapan
e. Penghidu
Jelaskan
a. Isi halusinasi:
b. Waktu halusinasi:
c. Frekuensi halusinasi:
d. Respons halusinasi:

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan halusinasi


pendengaran
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
 Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
 Pasien dapat mengontrol halusinasi
 Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
 Bantu pasien menganli halusinasi
 Melatih pasien mengontrol halusinasi
 Menghardik halusinasi
 Bercaka-cakap dengan orang lain
 Melakukan aktivitas yang terjadwal
 Minum obat secara teratur
SP PASIEN
SP 1
Pasien membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik.
SP 2
Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain
SP 3
Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan Melakukan aktivitas yang
terjadwal
SP 4
Pasien: melatih pasien minumobat secara teratur
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan keperawatan
k) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik dirumah maupun di RS
l) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis halusinasi yang
dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien halusinasi.
c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memeragakan cara merawat
pasien
d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga
SP 1
Keluarga: memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis halusinasi
yang dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien halusinasi.
SP 2
Keluarga: melatih keluarga praktik merawat pasien langsung duhadapan pasien.
SP 3
Keluarga: membuat perencanaan pulang bersama kluarga
BAB 6
TINJAUNAN KASUS
a. Identitas

1. Klien Inisial : Tn. S


2. Jenis kelamin : Laki-Laki
3. Umur : 39 Tahun
4. Agama : Islam
5. Status : Belum menikah
6. Tanggal pengkajian : 8 Februari 2023
7. RM No : 048021
8. Informent :Status klien dan komunikasi dengan klien
b. Alasan Masuk Rumah Sakit

Klien berbica sendiri, berkelakukan aneh, melukai diri sendiri, tidak bisa tidur,
gelisah, bingung, telanjang-telanjang, suka marah-marah, dan suka
menyendiri,dan tidak bisa merawat diri sendiri.

c. Faktor Predisposisi

Pasien sebelumnya tidak pernah ada riwayat gangguan jiwa. Pasien juga
mengatakan sering mendengar suara-suara yang menyuruh nya ,dan pasien
juga sempat menolak diajak berbicara dan berintraksi. Pasien juga sempat
dibawa berobat ke puskesmas tetapi tidak ada perubahan pada pasien tersebut,
dan akhirnya keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit jiwa.
Ketika pasien dirawat di rumah sakit jiwa selama 3 hari pasien ingin meminta
pulang kerumah.

d. Fisik

Klien tidak memiliki keluhan fisik saat dilakukan tanda-tanda vital, didapatkan
hasil TD : 100/80 mmHg; N : 88 x/i; S : 36.5 oC; P : 20 x/i; klien
memiliki tinggi 155 cm dan berat badan 45 Kg

e. Konsep Diri

a. Gambaran diri : Klien menyukai seluruh nggota tubuhnya


b. Identitas : Klien bisa mengingat nama dan alamat
c. Peran : Klien berperan sebagai anak dikeluarga
d. Ideal diri : Klien merasa dirinya gila (gangguan jiwa)

e. Harga diri : Klien mengatai dirinya sendiri gangguain jiwa

f. Hubungan Sosial
1. Orang yang berarti : orang yang berarti dalam kehidupan pasien adalah
keluarganya

2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: Pasien tidak pernah


mengikuti kegiatan kelompok lingkungan rumah
3. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang Lain : klien tidak mudah akrab/
berhubungan dengan orang lain yang dia tidak kenal karna gangguan jiwa

g. Spiritual

1. Nilai dan Keyakinan : Klien beragama muslim

2. Kegiatan Ibadah : Klien tidak ibadah

h. Status Mental

1) Penampilan Klien

Klien tidak rapi

2) Pembicaraan

Klien masih mampu menjawab pertanyaan perawat dengan lambat dan


tidak jelas namun dapat dipahami

3) Aktivitas Motorik
Klien tidak bisa melakukan aktivitas sehari – hari.

4) Suasana perasaan

Sedih,kadang marah, diam, ngomong tidak jelas

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah,Perilaku Kekerasan,Isolasi


Sosial,Dan Halusinasi
5) Afek

Afek wajah sesuai dengan topic


pembicaraan

6) Interaksi

Selama wawancara Klien kooperatif saat


wawancara

7) Persepsi

Klien mengatakan sering mendengar suara-suara dan bayangan

8) Proses Pikir
Klien mampu menjawab apa yang ditanya dengan
baik.

9) Isi pikir
Klien tidak dapat mengontrol isi pikirnya,klien mengalami gangguan isi
pikir dan curiga ada waham.

10) Tingkat kesadaran


Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien mengenali waktu, orang
dan tempat.

11) Memori
Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang pernah klien
alami

12) Tingkat konsentrasi berhitung

Klien kurang berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana dan tanpa harus di


bantu orang lain.

13) Kemampuan penilaian


Klien dapat melakukan sesuai dengan bantuan ringan
Analisa Data

Data Masalah

 DS :
Gangguan Konsep diri : Harga
- Klien mengatakan tidak percaya
dengan kemampuan diri sendiri Diri Rendah

- Klien merasa tidak berguna karena


tidak dapat membantu keluarga.
- Klien merasa minder karena
keadaannya yang sekarang

DO :

- Klien tampak murung

- Klien tampak banyak diam

- Klien jelas dalam berbicara dan


terkadang tidak nyambung saat ditanyak

- kontak mata kurang


- klien tampak tidak percaya diri
saat wawancara

DS:

- Klien mengatakan jarang berkomunikasi Isolasi sosial: Menarik diri


dengan keluarga

- Klien mengatakan lebih sering menyendiri.

- Klien mengatakan jarang berbicara dengan


teman yang ada di ruangan

DO

- Klien sering menghindari pembicaraan

- Cara bicara klien lemah dan dengan nada rendah

- Klien lebih sering menyendiri

Anda mungkin juga menyukai