Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI SESI 2

TERHADAP KEMAMPUAN BERKENALAN PADA KLIEN


ISOLASI SOSIAL DI RUANG CAKALELE RUMAH
SAKIT PROF.DR.V.L.RATUMBUYSANG
MANADO

PROPOSAL

Oleh

JENNIFER JOCOM
NIM : 1614201217

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
MANADO
2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan Jiwa Menurut WHO (World Health Organization) bukan hanya suatu

keadaan tidak gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yaitu

perawatan langsung, komunikasi dan manajemen, bersifat positif yang menggambarkan

keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian

yang bersangkutan (Afnuhazi, 2015). Sedangkan menurut Undang-Undang No.18 Tahun

2014 merupakan suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,

mental, spiritual dan social sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,

dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan

kontribusi untuk komunitasnya ( Kemenkes, 2014).

Tahun 2016, International Health Metrics and Evaluation (IHME) mengestimasi

bahwa lebih dari 1,1 miliar penduduk di dunia mengalami penyakit gangguan mental (

Mental disorder) dan bergantung pada substans aditif. Angka estimasi tersebut telah

terwujud dengan presentase penduduk yang menderita gangguan mental paling banyak

bermukim di wilayah Greenland ( 22,14% ) . Peringkat kedua ditempati oleh Australia

( 21,73% ) dan ketiga ditempati oleh Amerika Serikat ( 21,56 %) . Sedangkan Iran

berada di urutan kelima ( 19,93 %) serta merupakan satu-satunya Negara dari kawasan

Asia ( Databoks, 2018) .

Umumnya gangguan mental yang terjadi merupakan gangguan kecemasan dan

depresi atau gangguan jiwa. Diperkirakan 4,4% dari populasi global menderita gangguan

jiwa, dan 3,6% dari gangguan kecemasan. Jumlah penderita ganggu jiwa meningkat lebih

dari 18% antara tahun 2005 dan 2015 ( WHO, 2017).

2
Data Riskesdas (2018) menunjukan terjadi peningkatan proporsi gangguan jiwa yang

cukup signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari 1,7% menjadi 7%.

Di Indonesia Sulteng merupakan kasus tertinggi dengan prevalensi depresi pada

penduduk umur 15 tahun ke atas yaitu 12,3 % sedangkan yang terendah yaitu jambi

dengan prevalensi depresi 1,8 % dan Sulawesi utara menempati urutan ke 13 dengan

prevalensi depresi 6,5 %.

Dari semua data pasien di Indonesia dengan gangguan jiwa ada 84,9% pasien berobat,

15,1% tidak berobat, 48,9% rutin minum obat dan 51,1% tidak rutin minum obat. Alasan

tidak minum obat karena pasien merasa sudah sehat, tidak rutin berobat, tidak mampu

membeli obat rutin, sering lupa dan obat tidak tersedia.

Terdapat berbagai kasus masalah gangguan jiwa, salah satunya yaitu isolasi social.

Isolasi Sosial merupakan suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena

orang lain menyatakan sikap yang negative dan terancam. Perilaku yang sering terlihat

pada klien dengan dengan isolasi social yaitu sikap menarik diri, tidak ada kontak mata,

sedih, afek tumpul, menyatakan perasaan sepi atau ditolak, menghindari orang lain, dan

mengungkapkan perasaan tidak dimengerti oleh orang lain (Hartono, 2015)

Pasien dengan isolasi social dapat dilakukan dengan terapi modalitas, salah satunya

yaitu terapi aktivitas kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) yang

merupakan rangkaian kegiatan yang membantu dan memfasilitasi klien isolasi social

sehingga mampu bersosialisasi secara bertahap melalui 7 sesi yang bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan memperkenalkan diri, kemampuan berkenalan, kemampuan

bercakap-cakap, kemampuan menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi,

kemampuan bekerja sama, dan kemampuan menyampaikan pendapat tentang manfaat

kegiatan TAKS yang telah dilakukan (Surya, 2014).

3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hastutiningtyas (2016), mengenai peran

terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) terhadap kemampuan interaksi social dan

masalah isolasi social pasien, terbukti bahwa terapi aktivitas kelompok sosialisasi

(TAKS) berpengaruh terhadap kemampuan interaksi social pada pasien dengan masalah

isolasi social. Penelitian Pribadi (2012) mengenai “Pengaruh terapi aktivitas kelompok :

Sosialisasi sesi 1-3 terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri di

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat “ menunjukan adanya pengaruh antara Terapi

aktivitas kelompk : Sosialisasi (TAKS) sesi 1-3 terhadap kemampuan verbal pada klien

menarik diri di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Pandeirot (2015) melakukan

penelitian “ Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap kemampuan

bersosialisasi pasien isolasi social diagnose skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Menur

Surabaya “. Hasil penelitian ini, semua responden tidak memiliki kemampuan

bersosialisasi dengan baik sebanyak 7 orang(100%) , sedangkan setelah dilakukan TAKS

sebagian responden mampu untuk bersosialisasi sebanyak 5 orang (0,8%) dan ada

pengaruh TAKS terhadap kemampuan bersosialisasi.

Berdasarkan data hasil survey awal yang dilakukan di Ruang Rawat Inap Cakalele

Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado di dapati bahwa jumlah pasien

keseluruhan 3 bulan terakhir periode bulan desember tahun 2019 - bulan februari 2020

berjumlah 46 orang dan pasien isolasi social berjumlah 15 orang. Di ruang cakalele

TAKS jarang dilakukan, biasanya TAKS dilakukan jika ada mahasiswa yang praktek,

sedangkan pada normalnya TAKS harus dilakukan seminggu sekali atau seminggu 2x

agar pasien dapat meningkatkan hubungan social dalam kelompok secara bertahap.

Pasien biasanya hanya mengikuti ibadah seminggu sekali, mengingat juga sekarang

kondisi RS yang sedang dalam perbaikan. Dari semua data yang didapat,maka peneliti

tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok

4
Sosialisasi sesi 2 terhadap kemampuan berkenalan pada pasien Isolasi Sosial di Rumah

Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado

B. Rumusan Masalah

Apakah ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi 2 terhadap

kemampuan berkenalan pada klien isolasi social di Rumah Sakit Jiwa

Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi 2

terhadap kemampuan berkenalan pada klien isolasi social di ruang cakalele Rumah

sakit jiwa Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Kemampuan berkenalan sebelum TAKS sesi 2 pada pasien

isolasi social di Ruang Cakalele Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang

Manado

b. Untuk Mengetahui Kemampuan berkenalan setelah TAKS sesi 2 pada pasien

isolasi social di Ruang Cakalele Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang

Manado

c. Untuk Menganalisis pengaruh TAKS sesi 2 terhadap kemampuan berkenalan pada

pasien isolasi social di Ruang Cakalele Rumah Sakit Jiwa

Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado

5
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan dijadikan referensi atau

bahan bacaan, sebagai acuan untuk peneliti selanjutnya khususnya untuk fakultas

keperawatan yang berkaitan dengan TAKS sesi 2 dengan kemampuan berkenalan pada

pasien Isolasi sosial.

2. Bagi Rumah Sakit

Informasi yang diperoleh diharapkan dapat menjadi masukan dan sebagai bahan

evaluasi mengenai Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sesi 2 dengan kemampuan

berkenalan pada pasien isolasi social di Ruang Cakalele Rumah Sakit Jiwa

Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Untuk menambah wawasan tentang karya ilmiah yang meningkatkan ilmu

pengetahuan peneliti dan sebagai sarana dalam menerapkan teori yang telah diperoleh

selama mengikuti kuliah dan mengaplikasikannya di lapangan dalam bentuk penelitian

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Isolasi Sosial

1. Pengertian Isolasi Sosial

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan

atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya .

Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina

hubungan yang berarti dengan orang lain ( Nita Fitria, 2018).

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme

individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari

interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 2015). Isolasi sosial

adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai perlakuan

dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Keliat, 2017).

2. Rentang Respon Sosial

Dalam membina hubungan social, individu berada dalam rentang respon yang

adaptif sampai dengan maladaptive . Respon adaptif merupakan respon yang dapat

diterima oleh norma norma social dan kebudayaan yang berlaku secara umum.

Sedangkan respon maladaptive merupakan respon yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma norma social dan

budaya setempat. Respon social yang maladaptive yang sering terjadi dalam

kehidupan sehari-hari adalah isolasi social, menarik diri, tergantung (dependen),

manipulasi, curiga, dan gangguan komunikasi ( Abdul Muhith, 2015).

7
Rentang respon social

Respon adaptif Respon Maladaptif

- Menyendiri - Merasa Sendiri - Manipulasi

- Otonomi - Menarik Diri - Inpulsif

- Bekerjasama - Tergantung - Narcissism

- Saling tergantung

3. Etiologi

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor

presipitasi.

a. Faktor predisposisi

1) Faktor tumbuh kembang

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu terdapat tugas

perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam

hubungan sosial. Tahap perkembangan menurut Stuart dan Sundeen dalam

Badar, ( 2016) adalah sebagai berikut :

Tahap perkembangan Tugas

Masa bayi Menetapkan rasa percaya

Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal

perilaku mandiri
Masa prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa

tanggung jawab, dan hati nurani

Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama,

dan berkompromi

8
Masa remaja Menjalin hubungan dengan teman

sekitar
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara

orang tua dan teman,mencari pasangan,

menikah dan mempunyai anak


Masa tenga baya Belajar menerima hasil kehidupan

yang sudah dilalui


Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan

mengembangkan perasaan ketertarikan

dengan budaya
Tabel 1. Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan

interpersonal

2) Faktor komunikasi dalam keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung

terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk

masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double

bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan

yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang

tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan lingkungan

diluar keluarga.

3) Faktor sosial budaya

Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat

menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak

produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat

diasingkan dari lingkungan sosialnya.

9
4) Faktor biologis

Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi

gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang

mengalami masalah dalam hubungan memiliki struktur yang abnormal pada

otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam

limbic dan daerah kortikal.

b. Faktor presipitasi

Menurut Damayanti dan Iskandar (2014) factor presipitasi terjadinya Isolasi

Sosial terdiri dari :

1) Stressor Sosial Budaya

Stressor social budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,

terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan

orang yang dicintai, kehilangan pasangan, pada usia tua kesepian karena

ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau penjara. Semua ini dapat

menimbulkan isolasi social

2) Stressor Biokimia

a) Teori Dopamine : Kelebihan dopamine pada mesokortikal dan mesolimbic

serta traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia

b) Menurunnya MAO ( Mono Amino Oksidasi ) didalam darah akan

meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO

10
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamine merupakan indikasi

terjadinya skizofrenia.

c) Factor endokrin : Jumlah FSH dan LH yang rendah dapat ditemukan pada

klien skizofrenia. Demikian pula prolactin mengalami penurunan karena

terhambat

4. Pohon Masalah

Pathway Isolasi Sosial

Sumber: (Keliat, 2016)

5. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial: menarik diri

menurut Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah sebagai berikut:

a. Gejala Subjektif

11
1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain

2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3) Respon verbal kurang atau singkat

4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain

5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

7) Klien merasa tidak berguna

8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

9) Klien merasa ditolak

b. Gejala Objektif

1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara

2) Tidak mengikuti kegiatan

3) Banyak berdiam diri di kamar

4) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat

5) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal

6) Kontak mata kurang

7) Kurang spontan

8) Apatis (acuh terhadap lingkungan)

9) Ekpresi wajah kurang berseri

10) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

11) Mengisolasi diri

12) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya

13) Memasukan makanan dan minuman terganggu

14) Retensi urine dan feses

15) Aktifitas menurun

12
16) Kurang enenrgi (tenaga)

17) Rendah diri

B. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Pada Pasien Isolasi Sosial

1. Pengertian TAKS

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi

kemampuan sosialisasi sejumlah pasien dengan masalah hubungan social(Keliat &

Prawirowiyono,2014). Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) dilaksanakan

dengan membantu pasien melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar

pasien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan

satu), kelompok dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam

kelompok.

2. Jenis

Menurut (Keliat & Prawirowiyono,2014) jenis Terapi Aktivitas Kelompok secara

umum terdiri dari 4 yaitu:

a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif atau Persepsi

b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori

c. Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas

d. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

3. Komponen Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Menurut (Prabowo, 2014) komponen kelompok terapi aktivitas kelompok

sosialisasi ( TAKS ) yaitu :

a. Struktur Kelompok

13
Struktur Kelompok menjelaskan batasan komunikasi, proses pengambilan

keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga

stabilitas dan membantu pengaturan pola pikir dan interaksi, serta diatur oleh

pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan

keputusan diambil secara bersama.

b. Besaran kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang

anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jika anggota kelompok yang terlalu besar

akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan mengungkapkan perasaan,

pendapat dan pengalamannya. Jika terlalu kecil tidak cukup variasi informasi dan

interaksi yang terjadi.

c. Lamanya Sesi

Waktu optimal untuk sesi adalah 20-45 menit bagi fungsi kelompok yang

rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Banyaknya sesi

tergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali atau dua kali perminggu; atau

dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

d. Kekuatan kelompok

Kekuatan kelompok merupakan kemampuan anggota kelompok dalam

mempengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan

anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak

mendengar dan siapa yang paling membuat keputusan dalam kelompok

e. Komunikasi

Tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan

menganalisa pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan

14
balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang

terjadi.

f. Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga

peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja

kelompok, yaitu maintenance roles, task roles, dan Individual role. Maintence

Role, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Task

Roles, yaitu focus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah self-centered

dan distraksi pada kelompok.

g. Norma Kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan

terhadap perilaku kelompok pada masa yang akan dating berdasarkan pengalaman

masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk

mengetahui pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok.

Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan normal kelompok, penting dalam

menerima anggota kelompok.

h. Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam

mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah

dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas

terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat

dipertahankan.

4. Tujuan TAK Sosialisasi

15
Menurut ( Keliat & Prawirowiyono, 2014) tujuan umum TAK Sosialisasi adalah

pasien dapat meningkatkan hubungan social dalam kelompok secara bertahap dan

tujuan khususnya adalah :

a. Pasien mampu memperkenalkan diri

b. Pasien mampu berkenalan dengan anggota kelompok

c. Pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

d. Pasien mampu menyampaikan dan membicarakan topic pembicaraan

e. Pasien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain

f. Pasien mampu bekerjasama dalam permainan sosialisasi kelompok

g. Pasien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang

telah dilakukan

5. Aktivitas dan indikasi TAK Sosialisasi

Aktivitas yang dilaksanakan dalam tujuh sesi yang bertujuan untuk melatih

kemampuan sosialisasi pasien. Pasien yang diindikasikan mendapatkan TAKS adalah

pasien yang mengalami gangguan hubungan social berikut :

a. Pasien yang mengalami isolasi social yang telah mulai melakukan interaksi

interpersonal

b. Pasien yang mengalami kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai

dengan stimulus

TAKS yang dilakukan adalah TAKS sesi 2 : Berkenalan dengan anggota

kelompok

6. Pelaksanaan TAKS Sesi II

16
a. TOPIK

Sesi II : TAKS ( Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi) Berkenalan

b. TUJUAN

1) Tujuan Umum

Tujuan umum untuk TAK sosialisasi sesi II ini adalah agar klien

mampu berkenalan dengan anggota kelompok.

2) Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari TAK sosialisasi sesi II ini adalah :

a) Klien mampu memperkenalkan identitas diri : nama lengkap,nama

panggilan,asal dan hobi

b) Klien mampu menanyakan identitas diri anggota kelompok lain,nama

lengkap,nama panggilan,asal,dan hobi.

c. PENGORGANISASIAN

Struktur organisasi dalam TAK sesi II ini antara lain:

1) Leader : Jennifer Jocom

2) Co-Leader : Fresya Tompolumiu

3) Fasilitator : Lestari Bogia, Wiranda Dalentang, Yohanes Bakobat

4) Observer : Welmendy Sabandar

5) Operator : Herman Monigir

d. TUGAS DAN PERAN

a. Leader :

a) Menyiapkan proposal kegiatan TAKS

b) Menyampaikan tujuan dan peraturan kegiatan TAK sebelum kegiatan

dimulai

c) Menjelaskan aturan permainan

17
d) Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok

e) Mampu memimpin TAK dengan baik dan tertib

f) Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok

b. Co-Leader

a) Mendampingi leader

b) Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas

klien

c) Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang dari perencanaan yang

telah dibuat

d) Mengambil alih posisi leader jika leader mengalami blocking dalam

proses terapi

c. Fasilitator

a) Menyediakan fasilitas selama kegiatan berlangsung

b) Ikut serta dalam kegiatan kelompok

c) Memfasilitasi dan memberikan stimulus dan motivator kepada

anggota kelompok untuk aktif mengikuti jalannya terapi

d. Observer

a) Mengobservasi jalannya proses kegiatan

b) Mengamati serta mencatat perilaku verbal dan non-verbal klien

selama kegiatan berlangsung pada format yang tersedia

c) Mengawasi jalannya aktivitas kelompok mulai dari persiapan, proses,


hingga penutupan
e. Operator

a) Mengatur alur permainan (Menghidupkan dan mematikan music)

b) Timer ( mengatur waktu)

e. KARAKTERISTIK KLIEN

18
Karakteristik klien yang mengikuti TAK Sesi II ini antara lain :

1) Klien dengan isolasi social

2) Klien yang sudah mulai kooperatif dan dapat memahami pesan yang

diberikan

3) Klien yang mampu bicara

4) Jumlah klien 15 orang

f. ALAT

Alat yang akan digunakan dalam TAK Sesi II ini adalah :

1) Audio Player

2) Bola kecil

3) Buku catatan dan Pulpen

g. METODE

Metode yang akan digunakan dalam TAK sesi II ini adalah :

1) Dinamika kelompok

2) Diskusi dan Tanya jawab

3) Bermain peran atau stimulus

h. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN

a. Persiapan

a) Mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok

b) Mempersiapkan Alat dan Tempat pertemuan

b. Orientasi

a) Salam terapeutik

I) Memberi salam terapeutik

II) Peserta dan terapis memakai papan nama

c. Evaluasi/ Validasi

19
a) Menanyakan perasaan klien saat ini

b) Menanyakan apakah klien telah mencoba memperkenalkan diri pada orang

lain

d. Kontrak

a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaitu berkenalan dengan anggota

kelompok

b) Terapis menjelaskan aturan main berikut :

I) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin

kepada terapis

II) Lama kegiatan 30 menit

III) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

e. Tahap Kerja

a) Hidupkan audio player dan edarkan bola berlawanan dengan arah jarum

jam.

b) Pada saat music dihentikan,anggota kelompok yang memegang bola

mendapat giliran untuk bertanya kepada anggota kelompok yang ada di

sebelah kanan dengan cara :

I) Memberi salam

II) Menyebutkan nama lengkap,nama panggilan,asal dan hobi

III) Menanyakan nama lengkap,nama panggilan,asal dan hobi lawan

bicara

IV) Dimulai oleh terapis sebagai contoh

c) Ulangi a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.

d) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi

tepuk tangan

20
f. Tahap terminasi

a) Evaluasi

I) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAKS

II) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

b) Rencana tindak lanjut

I) Menganjurkan tiap anggota kelompok latihan berkenalan

i. EVALUASI

Evaluasi dilakukan pada saat TAKS berlangsung, khususnya pada tahap kerja.

Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAKS.

Untuk TAKS sesi II, dievaluasi kemampuan klien dalam berkenalan secara verbal

dan non verbal dengan menggunakan formulir evaluasi berikut :

Sesi II : TAKS

Kemampuan berkenalan

a. Kemampuan Verbal

Nama Klien
No Aspek yang dinilai
1 Menyebutkan nama lengkap
2 Menyebutkan nama panggilan
3 Menyebutkan asal
4 Menyebutkan hobi
5 Menanyakan nama lengkap
6 Menanyakan nama panggilan
7 Menanyakan asal
8 Menanyakan hobi
Jumlah

b. Kemampuan Nonverbal

Nama Klien
No Aspek yang dinilai
1 Kontak Mata
2 Duduk Tegak

21
Menggunakan bahasa
3
tubuh yang sesuai
Mengikuti kegiatan dari
4
awal sampai akhir
Jumlah

Petunjuk :

1. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (√) jika

ditemukan pada klien dan tanda (-) jika tidak ditemukan

2. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan:

j. Kemampuan verbal, disebut mampu jika mendapat nilai ≥ 6; disebut

belum mampu jika mendapat nilai ≤ 5

k. Kemampuan nonverbal, disebut mampu jika mendapat nilai 3 atau 4;

disebut belum mampu jika mendapat nilai ≤ 2

22
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERATIONAL

A. Kerangka Konsep

Pra Test Intervensi Post Test

Kemampuan Kemampuan
Berkenalan sebelum Terapi Aktivitas Berkenalan setelah
Terapi aktivitas Kelompok Terapi aktivitas
kelompok Sosialisasi kelompok
sosialisasi sesi 2 sosialisasi sesi 2

Gambar : 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Terapi aktivitas kelompok


sosialisasi sesi 2 terhadap kemampuan berkenalan pada pasien
isolasi social di ruang cakalele Rumah Sakit
Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado

B. Hipotesis

1. H0 : Tidak ada Pengaruh Terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi 2 terhadap

kemampuan berkenalan pada pasien isolasi social di ruang cakalele Rumah Sakit

Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado

2. Ha : Ada Pengaruh Terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi 2 terhadap

kemampuan berkenalan pada pasien isolasi social di ruang cakalele Rumah Sakit

Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado

3.

23
C. Definisi Operational

Tabel 3.1 Defenisi Operational Pengaruh Terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi
2 terhadap kemampuan berkenalan pada pasien isolasi social di ruang
cakalele Rumah Sakit Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur


Oprasional
Variabel Kegiatan yang Lembar - -
Independen : dilakukan untuk Obsevasi
Terapi memfasilitasi proses yang
Aktivitas kemampuan dipegang oleh
Kelompok berkenalan Peneliti
Sosialisasi berkenalan
Sesi II
Variabel Kemampuan Kuesioner Ordinal Mampu Jika
Dependen : individu dalam yang terdiri > nilai
Kemampuan berkenalan dengan dari 12 median
Berkenalan orang-orang pertanyaan
disekitarnya mengenai Tidak
aspek tingkah mampu jika
laku social < nilai
pada ketidak median
mampuan
berkenalan

BAB IV
24
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini rancangan yang digunakan adalah Quasi eksperiment dengan

metode One-group pra-post test design, yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat

dengan cara melibatkan satu kelompok subjek, metode penelitian ini ditunjukan untuk

menguji pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan

berkenalan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan pada bulan Mei - Agustus 2020.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan di Ruangan Cakalele Rumah Sakit Jiwa

Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek yang akan diteliti. Berdasarkan tujuan

penellitian, maka populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien

Isolasi Sosial di Ruang Cakalele Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang

Manado yang berjumlah 15 orang

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien isolasi social di ruang

cakalele, yaitu sejumlah 15 pasien isolasi social.

D. Instrumen Penelitian

25
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi dan kuesioner .

1. Lembar observasi dalam pemberian TAKS Sesi II dengan kemampuan berkenalan

2. Kuesioner

a. Kuesioner a merupakan karakteristik responden berupa identitas (jenis

kelamin,usia dan status perkawinan)

b. Kuesioner b adalah pertanyaan tentang kemampuan berkenalan yang terdiri

dari 12 pertanyaan dan setiap pertanyaan diberi tanda ( √ ) apabila sesuai

dengan kondisi yang pasien alami pada saat ini. Kuesioner kemampuan

Bersosialisasi ini sudah pernah digunakan oleh Dwi Suhartatik,S.Kep dalam

Karya Ilmiah Akhir Ners yang berjudul Implementasi Terapi Aktivitas

Kelompok Sosialisasi Sesi 1 Memperkenalkan diri pada pasien gangguan jiwa

dengan Isolasi Sosial di Wilayah Kerja Puskesmas Kalikajar 2

E. Analisa Data dan Pengolahan Data

1. Analisa Univariat

Analisa Univariat merupakan analisa data yang menganalisis satu variabel,

digunakan untuk menguji hipotesis. Menurut Notoadmojo, analisis ini berfungsi

untuk meringkas hasil pengukuran menjadi informasi yang bermanfaat. Bentuk

ringkasan berupa tabel, statistik, dan grafik. Umumnya dilakukan ke masing-

masing variabel yang diteliti [ CITATION Don16 \l 1057 ].

2. Analisa Bivariat

Tujuan analisa bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua

variable, yaitu variable terikat dengan variable bebas. Uji statistic yang digunakan

dalam penelitian ini adalah uji chi-square.

26
Uji chi-square merupakan uji komparatif yang digunakan dalam data di

penelitian ini. Uji signifikan antara data yang diobservasi dengan data yang

diharapkan dilakukan dengan batas kemaknaan ( < 0,05) yang artinya apabila

diperoleh p < , berarti ada hubungan yang signifikan antara variable bebas dengan

variable terikat dan bila nilai p >, berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara

variable bebas dengan variable terikat. Apabila uji chi-square tidak memenuhi

syarat parametic ( nilai expected count > 20%), maka dilakukan uji alternative

kolmogorov-smirnov ( Notoatmodjo, 2010)

F. Pengolahan Data

1. Penyuntingan (editing)

Memeriksa seluruh daftar pertanyaan yang dikembalikan responden.

a. Kesesuaian jawaban responden dengan pertanyaan yang diajukan

b. Kelengkapan pengisian daftar pertanyaan

c. Keajegan (consistency) jawaban responden

2. Pengkodean (Coding)

Yaitu memberikan kode tertentu terhadap jawaban responden, misalnya dengan

angka-angka, baik yang berupa atribut (tidak menunjukkan tingkatan tinggi-rendah,

atau indeks (kode yang menunjukkan tingkatan atau tinggi rendah).

3. Tabulasi (Tabulating)

Tabulasi data, yaitu memasukkan data kedalam tabel-tabel: tally, lembaran

kode, tabel distribusi frekuensi, atau tabel silang.

a. Menghitung dengan rumus statistic: mean, median, modus, persen, korelasi.

b. Menyimpulkan hasil perhitungan.

27
G. Etika Penelitian

Penelitian ini menerapkan prinsip etika penelitian sebagai upaya untukmelindungi

hak responden dan peneliti selama proses penelitian. Suatu penelitian dikatakan etis

ketika penelitian tersebut memenuhi dua syarat yaitudapat dipertanggung jawabkan

dan beretika. Prinsip etik dalam penelitian inisebagai upaya untuk melindungi hak dan

privasi responden (Notoatmodjo, 2010).

Peneliti menguraikan masalah etik pada penelitian ini berdasarkan ketiga prinsip

etik meliputi:

1. Lembar Persetujuan (informed consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara penelitidengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed

consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuaninformed concent adalah agar

subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengerti dampaknya. Jika

subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika

responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak tersebut.

2. Tanpa nama (anonimity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberilanjaminan

dalam mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Informasi yang di berikan oleh responden akan di jamin kerahasiaannya,

karena peneliti hanya menggunakan kelompok data sesuai kebutuhan dalam

peneliti.

28
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi,R. 2015. Komuniikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.Selman.


Yogyakarta : Gosyen Publishing

Badar. 2016. Asuhan Keperawatan Jiwa Profesional Isolasi Sosial. Jakarta : InMedia

Cahyani M.A.Y. 2018. Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi Aktivitas


Kelompok Sosialisasi Untuk Mengatasi Perilaku Isolasi Sosial Pada Pasien
Skizofreni. Denpasar

Damaiyanti dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

Databoks. 2018. Negara-negara dengan Penderita Gangguan Mental Terbesar. Diakses


https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/06/09/negara-negara-dengan-
penderita-gangguan-mental-terbesar. Tanggal 02 mei 2020 jam 22.36 Wita.

Dermawan, R.,& Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa : Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing

Hartono. 2015. Pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap peningkatan keterampilan


social dasar pada pasien skizofrenia di RSJD Dr.RM.Soedjarwadi Provinsi Jawa
Tengah. (Tesis). Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Hastutiningtyas.W & Setyabudi.I. 2016. Peran Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi


(TAKS) Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Dan Masalah Isolasi Sosial
Pasien (Review Literatur). Malang

Hastutiningtyas, W R. 2016. Peran Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi


(Taks)Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial dan Masalah Isolasi Pasien
(Review Literatur). Jurnal Care Vol.4, No.3,Tahun 2016
Hermawan,Beny. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.S Dengan Gangguan Isolasi
Sosial:Menarik Diri di Ruang Arjuna RSJ Daerah Surakarta. Surakarta

Keliat, B.A.,& Prawirowiyono, A. 2014. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok.


(B. Angelina, Ed.). Jakarta : EGC

Keliat, B.A. 2016. Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Diterbitkan
di Indonesia : Elsevier Singapore Pte Ltd
29
Keliat, B.A. 2017. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I . Jakarta : EGC

Kementrian Kesehatan. 2014. Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan


Jiwa. Diakses http://binfar.kemkes.go.id/?Wpdact=process&did=
MjAxlmhvdGxpbms . Tanggal 18 Februari 2020 jam 15.45 WITA

Muhith, A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa ( Teori dan Aplikasi). Yogyakarta :


Andi

Nancye.P.M & Maulidah.L. 2017. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi


Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Pasien Isolasi Sosial Diagnosa Skizofrenia
di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Surabaya

Nita, Fitria. 2018. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosa Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta : Salemba Medika

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Pandeirot. 2015. Pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan


bersosialisasi pasien isolasi social diagnose skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya. Surabaya : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth

Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Nuha
Medika

Pribadi, M. Sugeng.dkk. 2012. Pengaruh terapi aktivitas kelompok : Sosialisasi sesi 1-3
terhadap kemampuan komunikasi verbal pada klien menarik diri di rumah sakit
jiwa provinsi jawa barat. Tasikmalaya : Bakti kencana medika.

Riset Kesehatan Dasar. 2018. Kementrian Kesehatan Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan.

Stuart dan Sundeen. 2015. Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC

Suhartatik,Dwi. 2019. Implementasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi 1


Memperkenalkan Diri Pada Pasien Gangguan Jiwa Dengan Isolasi Sosial di
Wilayah Kerja Puskesmas Kalikajar 2. Gombong

30
Surya, Atih , Wan. 2014 .Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
terhadap Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial.

Syam Zulkifli. 2015 .Pengaruh Olahraga Kelompok Terhadap Kemampuan


Bersosialisasi Pada Pasien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan. Makasar

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.


Available from : http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/In/2014/uu18-
2014bt.pdf. [ Diakses : Maret 2018 ]

World Health Organisation . 2017. Mental health and development : targeting people
with mental health conditions as a vulnerable group : WHO Library Cataloguing-
in-Publication Data

Lampiran 1
FLOMULIR PERMOHONAN
MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

31
Kepada Yth.
Bapak/Ibu.........................
Di -
Tempat

Bapak/Ibu yang saya hormati,


Saya Jennifer Jocom selaku mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Pembangunan Indonesia sementara ini dalam proses penyelesaian tugas
akhir / Skripsi dan akan melakukan penelitian. Olehnya, mohon kiranya kesediaan
Bapak/Ibu selaku responden agar bisa menjadi subjek dalam penelitian yang akan
kami lakukan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Pengaruh Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi Sesi 2 Terhadap Kemampuan Berkenalan Pada Klien Isolasi
Sosial Di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado”
Partisipasi dalam penelitian ini dan atau informasi yang didapat tidak akan
dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan Bapak/Ibu selaku responden.
Kerahasiaan identitas Bapak/Ibu akan dijamin, dalam laporan hanya akan ditulis
kode nomor saja.

Manado, Mei 2020


Peneliti

Jennifer Jocom

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

32
Setelah membaca dan mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan

penelitian ini, maka saya yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan

BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA*) menjadi responden dari sdra. Alvian hasim

dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Sesi 2 Terhadap Kemampuan Berkenalan Pada Klien Isolasi Sosial Di Rumah

Sakit Jiwa Prof.Dr.V.L.Ratumbuysang Manado”.

Dan apabila sewaktu-waktu saya tidak bersedia atau mengundurkan diri

menjadi responden dalam penelitian ini, maka tidak ada tuntutan atau sanksi yang

dikenangkan di kemudian hari.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran.

Manado, Mei 2020

(...................................)
Nama & Tandatangan

Lampiran 2

KUESIONER

Petunjuk Pengisian: Pilihlah salah satu dari pertanyaan di bawah ini dengan
33
memberikan tanda (√) dalam kotak yang tersedia.

Tanggal Pengkajian :

A. Identitas Klien:

1. Nama :

2. Berapa kali dirawat di rumah sakit :

3. Jenis kelamin :

4. Usia :

5. Agama :

6. Pendidikan terakhir :

 Tidak sekolah

 SD/MI/ sederajat

 SMP/MTS/sederajat

 SMA/SMK/Sederajat

 Perguruan Tinggi

7. Status Pernikahan

 Menikah Duda/Janda

 Belum Menikah

34
KUESIONER KEMAMPUAN BERSOSIALISASI (TINGKAH LAKU

SOSIAL)

Petunjuk Pengisian:

a. Kuisioner diisi oleh peneliti berdasarkan hasil wawancara ataupun

observasi terhadap responden.

b. Berilah tanda (√) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan kondisi yang

klien alami pada saat ini.

1. Kontak sosial terhadap teman: bertegur sapa

 Jika klien bertegur sapa dengan temannya tanpa memilih-milih.

 Jika klien bertegur sapa dengan temannya namun bersifat pilih-pilih.

 Jika klien bertegur sapa dengan temannya namun sangat terbatas.

 Jika klien bertegur sapa dengan temannya namun sangat jarang.

 Jika klien sama sekali tidak pernah bertegur sapa dengan temannya.

2. Kontak sosial terhadap teman: berbicara

 Jika klien berbicara dengan temannya tanpa pilih-pilih.

 Jika klien berbicara dengan temannya namun bersifat pilih-pilih.

 Jika klien berbicara dengan temannya namun sangat terbatas.

 Jika klien berbicara dengan temannya namun sangat jarang.

 Jika klien sama sekali tidak pernah berbicara dengan temannya.

35
3. Kontak sosial terhadap tetangga: bertegur sapa

 Jika klien bertegur sapa dengan tetangga dengan cara yang sopan dan tidak

pilih-pilih.

 Jika klien bertegur sapa dengan tetangga dengan cara yang sopan namun

hanya pada orang tertentu.

 Jika klien bertegur sapa dengan tetangga dengan cara yang sopan namun

sangat terbatas.

 Jika klien bertegur sapa dengan tetangga dengan cara yang sopan namun

sangat jarang.

 Jika klien tidak pernah bertegur sapa dengan tetangga ataupun dengan cara

yang sopan.

4. Kontak sosial terhadap orang lain: bertanya dan menjawab pertanyaan

 Jika klien mau bertanya dan menjawab pertanyaan dari orang lain tanpa pilih-

pilih.

 Jika klien mau bertanya dan menjawab pertanyaan hanya dari orang tertentu

saja.

 Jika klien mau bertanya dan menjawab pertanyaan dari orang lain namun

sangat terbatas.

 Jika klien mau bertanya dan menjawab pertanyaan dari orang lain namun

sangat jarang.

 Jika klien sama sekali tidak pernah bertanya ataupun menjawab pertanyaan

36
dari orang lain.

5. Kontak mata waktu berbicara: kontak mata

 Jika klien setiap kali berbicara kepada semua orang selalu ada kontak mata.

 Jika klien setiap kali berbicara selalu ada kontak mata namun hanya pada

orang yang disenanginya.

 Jika klien setiap kali berbicara ada kontak mata namun sangat terbatas.

 Jika klien setiap kali berbicara ada kontak mata namun sangat jarang.

 Jika klien sama sekali tidak ada kontak mata setiap kali berbicara.

6. Bergaul: dengan satu orang

 Jika klien memiliki hubungan pertemanan yang sangat baik dan erat sekali

dengan satu orang temannya.

 Jika klien memiliki hubungan pertemanan yang baik dan erat dengan satu

orang temannya.

 Jika klien memiliki hubungan pertemanan dengan satu orang teman namun

kurang baik dan erat.

 Jika klien memiliki hubungan pertemanan dengan satu orang teman namun

tidak terlalu erat.

 Jika klien tidak memiliki hubungan pertemanan yang baik dengan satu orang

teman.

37
7. Bergaul: berkelompok (lebih dari satu orang)

 Jika klien memiliki hubungan dan mampu bergaul dengan teman

kelompoknya.

 Jika klien memiliki hubungan pertemanan berkelompok namun kurang

mampu bergaul.

 Jika klien memiliki hubungan pertemanan berkelompok namun tidak mampu

bergaul.

 Jika klien kurang menyukai hubungan pertemanan berkelompok.

 Jika klien tidak memiliki hubungan pertemanan berkelompok.

8. Mematuhi norma dalam masyarakat: kepatuhan

 Jika klien patuh mengikuti norma yang berlaku dalam masyarakat.

 Jika klien tidak patuh mengikuti norma yang berlaku dalam masyarakat akan

tetapi mudah untuk diingatkan saat klien melanggarnya.

 Jika klien secara sengaja atau tidak sengaja sering melanggar norma yang

berlaku dalam masyarakat.

 Jika klien hampir tidak dapat mengikuti norma yang berlaku dalam

masyarakat.

 Jika klien sama sekali tidak dapat mengikuti norma yang berlaku dalam

masyarakat

38
9. Mematuhi norma: memahami

 Jika klien memahami fungsi norma yang ada dan resiko apabila

melanggarnya.

 Jika klien memahami fungsi norma yang ada namun tidak peduli dengan

resiko apabila melanggarnya.

 Jika klien kurang memahami fungsi norma yang ada dan tidak peduli dengan

resiko apabila melanggarnya.

 Jika klien tidak mengetahui fungsi tata tertib dan tidak peduli dengan resiko

apabila melanggarnya.

 Jika klien tidak mau tau dan sangat tidak peduli dengan norma yang ada.

10. Sopan santun: terhadap teman

 Jika klien bersikap sopan santun dengan semua temannya.

 Jika klien bersikap sopan santun hanya dengan teman yang dikenal atau

disenanginya saja.

 Jika klien sangat terbatas dalam bersikap sopan santun dengan teman.

 Jika klien sangat jarang dalam bersikap sopan santun dengan teman.

 Jika klien sama sekali tidak pernah bersikap sopan santun dengan temannnya

39
11. Menjaga kebersihan lingkungan: di dalam kamar

 Jika klien dapat menjaga kebersihan lingkungan kamarnya tanpa disuruh oleh

orang lain.

 Jika klien dapat menjaga kebersihan lingkungan kamarnya namun masih

perlu diingatkan oleh orang lain.

 Jika klien secara sengaja atau tidak kadang-kadang mengotori lingkungan

kamarnya.

 Jika klien sering mengotori lingkungan kamarnya walaupun sudah

diingatkan.

 Jika klien sama sekali tidak dapat menjaga kebersihan lingkungan kamarnya.

12. Menjaga kebersihan lingklungan: di luar kamar

 Jika klien dapat menjaga kebersihan lingkungan di luar kamarnya tanpa

disuruh oleh orang lain.

 Jika klien dapat menjaga kebersihan lingkungan di luar kamarnya namun

masih perlu diingatkan oleh orang lain.

 Jika klien secara sengaja atau tidak kadang-kadang mengotori lingkungan di

luar kamarnya.

 Jika klien sering mengotori lingkungan di luar kamarnya walaupun sudah

diingatkan.

 Jika klien sama sekali tidak dapat menjaga kebersihan lingkungan di luar

kamarnya.

40
Catatan :

a. Klien dikatakan bersifat pilih-pilih apabila dalam melakukan aspek

tingkah laku sosial (contoh: bertegur sapa dan berbicara) hanya kepada

tetangga ataupun teman yang dikenalnya.

b. Klien dikatakan sangat terbatas apabila dalam melakukan aspek tingkah

laku sosial (contoh: bertegur sapa dan berbicara) hanya sekedar saja,

misalnya dalam bertegur sapa hanya mengatakan hai, halo atau pagi dan

dalam berbicara hanya menjawab seadanya tanpa ada timbal balik untuk

bertanya.

c. Klien dikatakan sangat jarang apabila dalam melakukan aspek tingkah

laku sosial (contoh: bertegur sapa dan berbicara) kurang dari 2 kali sehari.

d. Klien dikatakan kadang-kadang apabila klien melakukan aspek tingkah

laku sosial tidak secara terus-menerus 2 hari sekali (tidak pasti)

e. Klien dikatakan sering apabila klien melakukan aspek tingkah laku sosial

2-3 kali sehari

f. Klien dikatakan tidak pernah apabila klien tidak sama sekali melakukan

aspek tingkah laku sosial.

41
INSTRUMEN TANDA DAN GEJALA ISOLASI SOSIAL

Nama responden :

Tanggal observasi :

Observer :

Petunjuk Pengisian:

1. Dibawah judul nama klien. tulis nama panggilan pasien yang ikut TAKS.

2. Untuk tiap klien penilaian semua aspek dimulai dengan memberi skor 1

(satu) jika ditemukan pada klien skor 0 (nol) jika tidak ditemukan pada

klien

42
No Aspek yang dinilai S Pen

k ilaia

o n

r
TANDA DAN GEJALA Y Tid

a ak :

1
1 Kurang spontan
2 Apatis (Acuh terhadap lingkungan)
3 Ekpresi wajah kurang berseri
4 Tidak peduli prilaku dirinya saat berinteraksi
5 Ekpresi terlihat murung
6 Menghindar dari orang lain
7 Tidak ada kontak mata, lebih sering menunduk
8 Berdiam diri atau tempat terpisah
9 Menolak berhubungan dengan orang lain
10 Tidak melakukan respon apapu saat berinteraksi
11 Komunikasi kurang
12 Komunikasi tidak ada

Total Jumlah Tanda Dan Gejala

KEMAMPUAN BERINTERAKSI SOSIAL Y Tidak : 0

43
:

1
13 Mampu mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
14 Mampu berbicara dengan orang lain
Mampu berkenalan dengan orang lain lebih dari
15
2 Orang
16 Mampu melakukan aktifitas kelompok
17 Berdiri tegak saat berinteraksi dengan orang lain
18 Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai

TOTAL

44
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TERAPI AKTIVITAS

KELOMPOK SOSIALISASI

Standar Operasional Prosedur Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi


Pengertian Terapi aktivitas kelompok sosialisasi yaitu upaya memfasilitasi

sosialisasi sejumlah klien dengan perilaku isolasi sosial secara

berkelompok.
Tujuan Tujuan terapi aktivitas kelompok sosialisasi yaitu klien mampu

memperkenalkan diri, berkenalan dengan anggota kelompok,

bercakapcakap dengan anggota kelompok, menyampaikan dan

membicarakan topik percakapan, menyampaikan dan

membicarakan masalah pribadi, bekerja sama dalam permainan,

dan mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan

terapi aktivitas kelompok sosialisasi.


Indikasi Terapi aktivitas kelompok sosialisasi ini diindikasikan untuk

klien isolasi sosial yang telah mampu melakukan interaksi sosial,

namun masih terbatas.


Kontraindikasi Terapi aktivitas kelompok sosialisasi ini dikontraindikasikan

untuk klien dengan isolasi sosial berat, klien dengan waham dan

halusinasi yang berat, serta klien dengan risiko tinggi perilaku

kekerasan.
Setting tempat Terapi aktivitas kelompok sosialisasi ini dapat dilaksanakan di

rumah, puskesmas, atau rumah sakit.


Setting waktu Terapi aktivitas kelompok sosialisasi dilaksanakan selama 30-60

menit. Banyaknya pertemuan dapat satu atau dua kali per

minggu atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan klien.


Jumlah pemain Jumlah anggota kelompok dalam satu kelompok yaitu 3 orang.
Pelaksana Pelaksanaan terapi aktivitas kelompok sosialisasi yang
45
dilakukan di rumah sakit atau puskesmas dipandu oleh satu

orang perawat (leader), beberapa perawat membantu sebagai

fasilitator dan observer (disesuaikan jumlah klien).

46
LAMPIRAN 7

INSTRUMEN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIAL

SESI 2 BERKENALAN

Tanggal observasi :

Observer :

Petunjuk Pengisian :

1. Dibawah judul nama klien. tulis nama panggilan pasien yang ikut

TAKS.

2. Untuk tiap klien semua aspek dimulai dengan memberi tanda (√) jika

ditemukan pada klien dan tanda (x) jika tidak ditemukan pada klien.

Jumlahkan kemampuan yang ditemukan. Jika nilai 3 atau 4 klien

mampu dan jika nilai 0,1 atau 2 klien belum mampu

a. Kemampuan Verbal

Nama Klien
No Aspek yang dinilai
1 Menyebutkan nama lengkap
2 Menyebutkan nama panggilan
3 Menyebutkan asal
4 Menyebutkan hobi
5 Menanyakan nama lengkap
6 Menanyakan nama panggilan
7 Menanyakan asal
8 Menanyakan hobi
Jumlah

b. Kemampuan Nonverbal

Nama Klien
No Aspek yang dinilai
1 Kontak Mata
2 Duduk Tegak

47
Menggunakan bahasa
3
tubuh yang sesuai
Mengikuti kegiatan dari
4
awal sampai akhir
Jumlah

Petunjuk :

1. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (√) jika

ditemukan pada klien dan tanda (-) jika tidak ditemukan

2. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan:

a. Kemampuan verbal, disebut mampu jika mendapat nilai ≥ 6; disebut

belum mampu jika mendapat nilai ≤ 5

b. Kemampuan nonverbal, disebut mampu jika mendapat nilai 3 atau 4;

disebut belum mampu jika mendapat nilai ≤ 2

48
49

Anda mungkin juga menyukai