Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.

T DENGAN MASALAH
HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANGAN DOLOK SANGGUL II
RSJ Prof.Dr.MUHAMMAD ILDREM
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
NAMA : Hemmia Florenta Br Tarigan
NPM : 220202029

PROGRAM PENDIDKAN PROFESI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-nya penulis dapat
menyelesaikan laporan asuhan keperawatan ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Skizofrenia Dengan Masalah Keperawatan Isolasi Sosial ”. Penyusunan makalah asuhan keperawatan
jiwa ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan semua pihak baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak dan ibu:

1. Dr. Parlindungan Purba,SH,MM selaku ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.


2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia.
3. Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.
4. Ns. Marthalena Simamora, S.Kep, M.Kep, selaku Ketua Program Studi Keperawatan Fakultas
Farmasi Dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
5. Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp.Kep.J, selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Ners
sekaligus Koordinator Stase Keperawatan Jiwa Fakultas Farmasi Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.
6. Jenny Marlindawani Purba, SKp, MNS, PhD selaku Preseptor Akademik Stase Keperawatan Jiwa
yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, membantu dan memberikan banyak arahan serta
masukan kepada penulis sehingga asuhan keperawatan ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Ns.Erwin Silitonga, S.Kep, M.Kep selaku Preseptor Akademik Stase Keperawatan Jiwa yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, membantu dan memberikan banyak arahan serta masukan
kepada penulis sehingga asuhan keperawatan ini dapat terselesaikan dengan baik.
8. Ns.Lenni Afriani Batu Bara, S.Kep selaku Preseptor Akademik Stase Keperawatan Jiwa yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, membantu dan memberikan banyak arahan serta masukan
kepada penulis sehingga asuhan keperawatan ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari dalam penyusunan asuhan keperawatan maternitas ini tidak lepas dari kesalahan
dan kekurangan. Untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat di harapkan
demi kesempurnaan asuhan keperawatan ini. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

Medan, November 2022

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Skizofrenia merupakan reaksi psikotik yang berpengaruh terhadap area fungsi


individu, termasuk dalam berpikir, berkomunikasi, menerima, menafsirkan
kenyataan, merasakan dan menunjukkan emosi serta penyakit kronis yang ditandai
dengan pikiran kacau, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh. Skizofrenia biasanya
muncul dalam masa remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun) (Pardede &
Purba, 2020).
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai dengan gangguan proses
berpikir dan respons emosional yang lemah. Situasi ini umumnya merupakan
gangguan berpikir disertai dengan disfungsi sosial dan bicara kacau balau. Gejala
skizofrenia salah satunya negatif yaitu harga diri yang rendah (Pardede, Keliat &
Yulia, 2020).

Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia di Indonesia, estimasi jumlah


penderita skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk Riskesdas 2013, sedangkan Riskesdas juga menyebutkan sebanyak
84,9% pengidap skizofrenia/psikosis di Indonesia Prevalensi masalah kesehatan
jiwa di Indonesia di Indonesia, estimasi jumlah penderita skizofrenia mencapai
sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk Riskesdas 2013,
sedangkan Riskesdas juga menyebutkan sebanyak 84,9% pengidap
skizofrenia/psikosis di Indonesia telah berobat. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa (
RSJ ) yang ada di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita
gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Di Provinsi Sumatera Utara sendiri
penderita skizofrenia menduduki peringkat ke 21 dengan nilai privlalensi 6,3.%,
setelah Provinsi Jawa Timur (Kemengkes, 2019). Data yang diperoleh dari
Medical Record Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.M.Ildre
Provsu Medan tahun 2017, pasien yang menderita skizofrenia sebanyak 13,846 (85.3%)
(Manao, B.M, & Pardede, 2019).
2.1
3.1 Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan
dalam pola dan jumlah stimulasi yang diprakarsai secara internal atau
eksternal disekitar dengan pengurangan berlebihan distrorsi, atau
kelainan berespon terhadap setiap stimulasi. Halusinasi juga
merupakan persepsi yang salah atau palsu tetapi juga merupakan
persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang
menimbulkannya. Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara
manusia, atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara
yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap
suara atau bunyi tersebut. Halusinasi pendengaran adalah mendengar
suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan
musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Dwi,
2020).

4.1
5.1 Survei awal dilakukan di RSJ Prof. Dr.Muhammad Ildram Sumatra
dengan jumlah pasien 8 orang di ruangan dolok sanggul, terdapat 8
pasien yang mengalami skizofrenia dengan masalah keperawatan
gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran. Yang menjadi
subjek di dalam pembuatan askep ini berjumlah 1 orang dengan
pasien masah halusinasi pendengaran atas nama inisial Tn. C, dengan
masalah keperawatan gangguan persepsi sensori : Halusinasi
pendengaran

6.1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut : bagaimana memberikan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Ny. S dengan Isolasi
Sosial di Ruang Cempaka.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada Ny. S Dengan Isolasi
Sosial di Ruang Cempaka.
5
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Isolasi Sosial.
2. Mampu menegakkan diagnosa atau masalah keperawatan pada Ny. S
dengan Isolasi Sosial.
3. Mampu menetapkan intervensi keperawatan secara menyeluruh pada Ny.S
dengan Isolasi Sosial.
4. Mampu melakukan tindakan keperawatan yang nyata pada Ny.S
denganIsolasi Sosial.
5. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada Ny.S dengan Isolasi
Sosial

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

6
2.1 Konsep Isolasi Sosial
2.1.1 Defenisi Isolasi Sosial
isolasi sosial atau menarik diri adalah suatu pengalaman menyendiri dari
seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain. Individu dengan isolasi
sosial menunjukkan menarik diri, tidak komunikatif, mencoba menyendiri, asik
dengan pikiran dan dirinya sendiri, tidak ada kontak mata, sedih, afek tumpul,
perilaku bermusuhan, menyatakan perasaan sepi atau ditolak, kesulitan
membina hubungan di lingkungannya, menghindari orang lain, dan
mengungkapkan perasaan yang tidak dimengerti oleh orang lain (Bondan
2020).

Isolasi sosial adalah suatu pengalaman menyendiri dari seseorang dan perasaan
segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau keadaan yang
mengancam klien yang mengalami isolasi sosial akan cenderung muncul
perilaku menghindar saat berinteraksi dengan dengan orang lain dan lebih suka
menyendiri terhadap lingkungan agar pengalaman yang tidak menyenangkan
dalam berhubungan dengan orang lain tidak terulang kembali (Sukaesti, 2018).

Pasien dengan masalah isolasi sosial mengalami penurunan fungsi kognitif,


sehingga disamping program keterampilan sosial yang dilatih pada pasien,
pasien juga membutuhkan suport sistem baik dari dalam maupun dari luar
keluarga. Peran keluarga tidak dapat dipisahkan dalam perawatan pada klien
dengan masalah isolasi sosial. Namun terkadang pengetahuan dan sikap
keluarga masih kurang dalam menangani anggota keluarga yang baru saja
pulang dari rumah sakit (Damanik 2020). Isolasi sosial adalah
gangguaninterpersonal yang disebabkan oleh kepribadian yang tidak fleksibel
yang menyebabkan seseorang berfungsi dalam hubungan sosial (Sutejo, 2018).
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami
perilaku menarik diri, serta penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain, terutama untuk mengungkapkan dan
mengonfirmasi perasaan negatif dan positif yang dialaminya (Pardede 2016).
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain yang ada disekitarnya. Pasien mungkin merasa

7
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Rizqita 2022).

2.1.2 Faktor Penyebab Isolasi Sosial


Faktor yang mempengaruhi Isolasi meliputi faktor Predisposisi dan faktor
Presipitasi yaitu:
a. Faktor Predisposisi
1. Gangguan Tugas Perkembangan
Pada tahap pertumbuhan dan perkembangan, sesorang memiliki
tantangan pembangunan yang harus diselesaikan tanpa mengganggu
hubungan sosial. Kegagalan untuk menyelesaikan setiap tugas
perkembangan mengganggu fase perkembangan sosial
berikutnya.Misalnya sepertiketidakmampuan untuk membentuk
hubungan intim dengan sesama jenis atau lawan jenis,
ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan secara mandiri,
kegagalan di tempat kerja, persahabatan, sekolah.

2. Faktor Komunikasi dalam Keluarga


Gangguan komunikasi keluarga merupakan faktor yang berkontribusi
terhadap terjadinya gangguan hubungan sosial, seperti adanya
komunikasi yang halus (double bind) dimana orang menerima pesan
yang saling bertentangan pada saat yang bersamaan, dan ekspresi
emosi yang tinggi dalam setiap komunikasi.

3. Faktor Pola Asuh Keluarga dan Sosial Budaya


Contoh: Seorang anak yang kelahirannya tidak dibutuhkan,
kehamilan tidak sah, kegagalan KB, jenis kelamin yang tidak
diinginkan, stigma, keluarga mengasingkan individu dan membuat
komentar negatif, menghina, dan menyalahkan. Isolasi sosial merupakan
faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan akibat dari norma
yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia,
orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang
8
dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap
hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini

4. Faktor Biologis
Faktor biologis juga menjadi pendukung yang menyebabkan
terganggunya hubungan sosial.Organ yang paling jelas adalah otak.
Pasien skizofrenia dengan hubungan sosial memiliki struktur
abnormal seperti atrofi otak, perubahan ukuran otak dan bentuk sel
di daerah limbik dan kortikal. Faktor genetik dapat menunjang terhadap
respon sosial maladaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

b. Faktor Presipitasi
1. Faktor eksternal dan Internal Stressor sosial budaya, keluarga dan
psikologik.Contoh: Stres berkepanjangan terjadi karenabatas-batas
kapasitas koping individu dan hasil dari kecemasan bersamaan atau
efek kecemasan. Ketakutan atau kecemasan ini dapat disebabkan
oleh efek perpisahan dari orang terdekat, kehilangan pekerjaan,
atau kehilangan orang yang dicintai. Salah satu stresor sosial budaya
adalah ketidakstabilan keluarga. Perceraian adalah penyebab yang umum
terjadi. Mobilitas dapat memecahkan keluarga besar, merampas orang
yang menjadi sistem pendukung yang penting pada semua usia. Kurang
kontak yang terjadi antara generasi. Tradisi, yang menyediakan hubungan
yang kuat dengan masa lalu dan rasa identitas dalam keluarga besar,
sering kurang dipertahankan ketika keluarga terfregmentasi. Ketertarikan
pada etnis dan ”budaya” mencerminkan upaya orang yang terisolasi
untuk menghubungkan dirinya dengan identitas tertentu
2. Koping individu tidak efektif Ketika individu mengalami kegagalan
untuk menyalahkan orang lain, ketidakberdayaan, penyangkalan,
ketidakmampuan menghadapi kenyataan, dan penarikan diri dari
lingkungan. Tingkat ansietas yang tinggi mengakibatkan gangguan
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Kombinasi ansietas
9
yang berkepanjangan atau terus menerus dengan kemampuan koping
yang terbatas dapat menyebabkan masalah hubungan yang berat. Orang
dengan gangguan kepribadian borderline kemungkinan akan mengalami
tingkat ansietas yang membuatnya tidak mampu dalam menanggapi
peristiwa kehidupan yang memerlukan peningkatan otonomi dan
pemisahan contohnya lulus dari sekolah, pernikahan pekerjaan. Orang
yang memiliki gangguan kepribadian narsistik cenderung mengalami
ansietas yang tinggi, dan menyebabkan kesulitan berhubungan, ketika
orang berarti tidak memadai lagi memperhatikan untuk memelihara harga
diri seseorang yang rapuh.

2.1.3 Tanda dan Gejala Isolasi Sosial


a. Gejala Subjektif
1. Klien berbagi perasaan kesepian dan penolakan dari orang lain.
2. Klien mengatakan relasiyang takberarti dengan orang lain.
3. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
4. Klien tidak dapat berkonsentrasi dalam mengambil keputusan.
5. Klien merasa tidak berguna

b. Gejala Objektif
1. Menjawab pertanyaan dengan mudah dan perlahan seperti “iya” atau
“tidak”.
2. Tidak ada reaksi verbal, jikalaupun ada itu singkat.
3. Adaperhatian dan tingkah laku yang tidak tepat.
4. Memikirkan hal-hal sesuai dengan sendirinya.
5. Sering melamun dan suka menyendiri.
6. Tidak tenang dan seringkali berbuat sesuatu yang selalu diulang-ulang.
7. Kurang dalam merangsang dan terlalu tidak peduli.
8. Raut wajah yang tidak bersinar.
9. Tidak peduli dengan diri sendiri termasuk pada kebersihannya.
10. Retensi urine dan feses.
11. Kurang berdaya.
12. Posisi tidur seperti janin.
13. Kontak mata kurang atau tidak ada dan sering menunduk.
10
14. Kurang peduli terhdap lingkungan sekitar.
15. Rendah diri.

2.1.4 Rentang Respon Isolasi Sosial


Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang
adaptif sampai maladaptif. Respon adaptif adalah respon individu dalam
menyelesaikan masalah yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat.
Sedangkan respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama dan
masyarakat. Manusia adalah mahluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif.
Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan keseimbangan
anatara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan (Stuard, 2013).

Respon Adaptif Respon Maldaptif

Menyendiri Merasa sendiri Manifulasi


Otonom (Loneliness) Impulsif
Bekerjasama Menarik diri Narcisissm
(Mutualisme) Ketergantung
Keterangan : (Dependen)
Saling ketergantung
(Interdependen)

1. Menyendiri merupakan respon yang dilakukan individu untuk


merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara
mengevaluasi diri dalam menentukan rencana-rencana.
2. Otonom merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu
mampu menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
3. Bekerjasama (Mutualisme) merupakan kemampuan individu untuk saling
pengertian, saling memberi, dan menerima dalam hubungan interpersonal.
4. Saling Ketergantungan (Interdependen) merupakan suatu hubungan saling
ketergantungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.
11
5. Merasa Sendiri (Loneliness) merupakan kondisi dimana individu merasa
sendiri dan merasa asing dari lingkungannya.
6. Menarik Diri merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya dan tidak mampu membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain.
7. Ketergantungan (Dependen) merupakan terjadi bila seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi
secara sukses.
8. Manifulasi merupakan gangguan hubungan sosial dimana individu
memperlakukan orang lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah
mengendalikan orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri
sendiri.
9. Impulsif merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai
subyek yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat
diandalkan dan penilaian yang buruk.
10. Narsisme merupakan individu memiliki harga diri yang rapuh, terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, pecemburuan,
mudah marah jika tidak mendapatkan pujian dari orang lain.

2.2.5 Mekanisme Koping Isolasi Sosial


Mekanisme koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping
yang sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh
sumber koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan
yang luas dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan,
menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti
kesenian, musik, atau tulisan. Mekanisme koping digunakan klien sebagai
usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan adalah
proyeksi, splitting (memisah) dan isolasi. Proyeksi merupakan keinginan yang
tidak mampu ditoleransi dan klien mencurahkan emosi kepada orang lain
karena kesalahan sendiri. Splitting merupakan kegagalan individu dalam
12
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk. Sementara itu, isolasi
adalah perilaku mengasingkan diri dari orang lain maupun lingkungan (Sutejo,
2017).

2.1.6 Proses Terjadinya Isolasi Sosial


Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau
isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga, yang bisa di alami
klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewan, dan kecemasan. Perasaan tidak berharga menyebabkan klien
semakin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya
klien menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan
kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin
tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku
primitive antara lain pembicaraan yang austistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi .

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa


2.6.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan pengambilan data yang dilakukan pertama kali oleh
perawat setelah pasien masuk. Pengkajian merupakan tahap awal dari proses
keperawatan. Disini semua data dikumpulkan secara sistematis untuk
menentukan status kesehatan pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara
komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, social maupun spiritual
pasien. Pengkajian keperawatan tidak sama dengan pengkajian medis.
Pengkajian medis difokuskan pada keadaan patologis, sedangkan pengkajian
keperawatan ditujukan pada respon pasien terhadap masalah-masalah kesehatan
yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Misalnya
dapatkah pasien melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga fokus pengkajian
pasien adalah respon pasien yang nyata maupun potensial terhadap
masalahmasalah aktifitas harian (Sitorus, 2019).

a Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama,
pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang
13
rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosis medis.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat
b Alasan Masuk
1. Apa penyebab klien datang ke RSJ?
2. Apa yang sudah dilakukan keluarga?
3. Bagaimana hasilnya?
c Faktor Predisposisi Kehilangan, perpisahan, penolakan orangtua, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari
kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba
misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah, PHK,
perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai
Klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d Fisik Pemeriksaan fisik mencakup semua sistem yang ada hubungannya
dengan klien depresi berat didapatkan pada sistem integumen klien tampak
kotor, kulit lengket di karenakan kurang perhatian terhadap perawatan
dirinya bahkan gangguan aspek dan kondisi klien .
e Psikososial Konsep Diri:
1. Gambaran Diri : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif
tentang tubuh. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2. Ideal Diri : Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya:
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
3. Harga Diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
4. Peran Diri : Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
5. Identitas Diri : Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.

14
f Hubungan Sosial Klienmempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan
hubungan sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok
yang diikuti dalam masyarakat.
g Spiritual Nilai dan keyakinan klien, pandangan dan keyakian klien
terhadapap gangguan jiwa sesuai dengan norma dan agama yang dianut
pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa. Kegiatan ibadah :
kegiatan di rumah secara individu atau kelompok.
h Status Mental Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak
mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan
kurang berharga dalam hidup.
1. Penampilan
Biasanya pada Klien menarik diriklien tidak terlalu memperhatikan
penampilan, biasanya penampilan tidak rapi, cara berpakaian tidak
seperti biasanya (tidak tepat).
2. Pembicaraan
Cara berpakaian biasanya di gambarkan dalam frekuensi, volume dan
karakteristik. Frekuansi merujuk pada kecepatan Klien berbicara dan
volume di ukur dengan berapa keras klien berbicara. Observasi
frekuensi cepat atau lambat, volume keras atau lambat, jumlah sedikit,
membisu, dan di tekan, karakteristik gagap atau kata-kata
bersambungan.
3. Aktifitas Motorik
Aktifitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik klien. Tingkat
aktifitas : letargik, tegang, gelisah atau agitasi. Jenis aktifitas : seringai
atau tremor. Gerakan tubuh yang berlebihan mungkin ada hubunganya
dengan ansietas, mania atau penyalahgunaan stimulan. Gerakan motorik
yang berulang atau kompulsif bisa merupakan kelainan obsesif
kompulsif
4. Alam Perasaan
Alam perasaan merupakan laporan diri klien tentang status emosional
dan cerminan situasi kehidupan klien. Alam perasaan dapat di evaluasi
dengan menanyakan pertanyaan yang sederhana dan tidak mengarah

15
seperti “bagaimana perasaan anda hari ini” apakah klien menjawab
bahwa ia merasa sedih, takut, putus asa, sangat gembira atau ansietas.
5. Afek
Afek adalah nada emosi yang kuat pada klien yang dapat di observasi
oleh perawat selama wawancara. Afek dapat di gambarkan dalam istilah
sebagai berikut : batasan, durasi, intensitas, dan ketepatan. Afek yang
labil sering terlihat pada mania, dan afek yang datar,tidak selaras sering
tampak pada skizofrenia.
6. Persepsi
Ada dua jenis utama masalah perseptual : halusinasi dan ilusi.
Halusinasi di definisikan sebagai kesan atau pengalaman sensori yang
salah. Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus
sensori. Halusinasi perintah adalah yang menyuruh klien melakukan
sesuatu seperti membunuh dirinya sendiri, dan melukai diri sendiri. 7)
7. Interaksi Selama Wawancara
Interaksi menguraikan bagaimana klien berhubungan dengan perawat.
Apakah klien bersikap bermusuhan,tidak kooperatif, mudah
tersinggung, berhati-hati, apatis, defensive,curiga atau sedatif.
8. Proses Pikir Proses pikir merujuk “ bagaimana” ekspresi diri klien
proses diri klien diobservasi melalui kemampuan berbicaranya.
Pengkajian dilakukan lebih pada pola atas bentuk verbalisasi dari pada
isinya.
9. Isi Pikir
Isi pikir mengacu pada arti spesifik yang diekspresikan dalam
komunikasi klien. Merujuk pada apa yang dipikirkan klien walaupun
klien mungkin berbicara mengenai berbagai subjek selama wawancara,
beberapa area isi harus dicatat dalam pemeriksaan status mental.
Mungkin bersifat kompleks dan sering disembunyikan oleh klien. 10)
10. Tingkat Kesadaran
Pemeriksaan status mental secara rutin mengkaji orientasi klien
terhadap situasi terakhir. Berbagai istilah dapat digunakan untuk
menguraikan tingkat kesadaran klien seperti bingung, tersedasi atau
stupor.

16
11. Memori Pemeriksaan status mental dapat memberikan saringan yang
cepat tehadap masalah-masalah memori yang potensial tetapi bukan
merupakan jawaban definitif apakah terdapat kerusakan yang spesifik.
Pengkajian neurologis diperlukan untuk menguraikan sifat dan
keparahan kerusakan memori. Memori didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mengingat pengalaman lalu.
12. Tingkat Konsentrasi Dan Kalkulasi Konsentrasi adalah kemampuan
klien untuk memperhatikan selama jalannya wawancara.Kalkulasi
adalah kemampuan klien untuk mengerjakan hitungan sederhana.
13. Penilaian Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif
dan adaptif termasuk kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik
kesimpulan dari hubungan.
14. Daya Titik Diri Penting bagi perawat untuk menetapkan apakahklien
menerima atau mengingkari penyakitnya

i Kebutuhan Persiapan Pulang Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga


klien tentang persiapan keluarga, lingkungan dalam menerima kepulangan
klien. Untuk menjaga klien tidak kambuh kembali diperlukan adanya
penjelasan atau pemberian pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung
pengobatan secara rutin dan teratur.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Sutejo (2017) diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda
dan gejala isolasi sosial yang ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan
tanda dan gejala isolasi sosial, maka diagnosis keperawatan yang ditegakkan
adalah:
a. Isolasi sosial
b. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
c. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinas

2.2.3 Perencanaan Keperawatan


Pada situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini
terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan
17
singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai
dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah
kemampuan interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan yang
akan dilaksanakan, dinilai kembali apakah aman bagi pasien. Setelah semuanya
tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan
(Rokhimma, 2020).

2.2.4 Pelaksanaan Keperawatan


Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan
keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien saat ini
(Damaiyanti, 2012). Selain itu, salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan
rencana tindakan keperawatan adalah teknik komunikasi terapeutik. Teknik ini
dapat digunakan dengan verbal; kata pembuka, informasi, fokus. Selain teknik
verbal, perawat juga harus menggunakan teknik non verbal seperti; kontak
mata, mendekati kearah klien, tersenyum, berjabatan tangan, dan sebagainya.
Kehadiran psikologis perawat dalam komunikasi terapeutik terdiri dari
keikhlasan, menghargai, empati dan konkrit (Yusuf, 2019).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi dilakukan dengan berfokus pada perubahan perilaku Klien setelah
diberikan tindakan keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena
merupakan sistem pendukung yang penting. Ada beberapa hal yang perlu
dievaluasi pada Klien dengan isolasi sosial yaitu:
a Apakah klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
b Apakah klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang
lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
c Apakah klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap: klien-
perawat, Klien-perawat-perawat lain, klien-perawat-klien lain, klien-
kelompok, dan klienkeluarga.
d Apakahklien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan
orang lain.

18
e Apakah klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya atau keluarga
nya untuk memfasilitasi hubungan sosialnya.
f Apakah klien dapat mematuhi minum obat

19
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Inisial : Ny.S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 40 Tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal pengkajian : 3 November 2022
Informan : Pasien dan buku status

3.2 Alasan Masuk Rumah Sakit Jiwa


Pasien masuk ke rumah sakit jiwa diantar oleh adik kandungnya dan adiknya
mengatakan bahwa pasien berdiam diri, malas makan, sulit tidur, tidak mau
makan obat, malas bertemu orang, senang menyendiri, malas mandi,
malas sholat, dan keluarga mengatakan pasien suka marah dan berbicara
sendiri.

3.3 Faktor Predisposisi


Tidak ada keluarga yang punya penyakit gangguan jiwa. Sebelumnya pasien pernah
mengalami gangguan jiwa dan di bawa berobat ke dokter psikiater pada tahun
2019, tapi saat di rumah pasien malas minum obat, sering bicara sendiri dan terkadang
marah-marah, klien selalu berdiam diri dan tidak bersosialisasi, baik dengan keluarganya
dan orang disekitarnya.

3.4 Fisik
Pasien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda
vital, didapatkan hasil TD : 120/80 mmHg ; N : 95x/i ; S : 36,6 oC ; P : 20x/i.
Pasien memiliki tinggi badan 153 cm dan berat badan 65

20
3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram

Pasien anak ke 4 dari 10 bersaudara, pasien berinisial Ny.S , kedua


orangtuanya masih hidup.

3.5.2 Konsep Diri


1. Gambaran diri : Pasien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang
cacat

2. Identitas diri : Pasien anak ke 4 dari 10 bersaudara, pasien lulusan


SMA dan sudah menikah

3. Peran diri : Pasien sebagai ibu rumah tangga di rumahnya

4. Ideal diri : Pasien ingin cepat sembuh dan pulang bertemu dengan
keluarganya

5. Harga diri : Pasien merasa malu karna masuk rumah sakit jiwa ia
merasa tidak mampu menjadi ibu yang baik, pasien juga
mengatakan malu karena tidak bisa meakukan apapun

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah Kronis

3.5.3 Hubungan Sosial


1. Orang yang berarti : Pasien mengatakan orang yang berarti dalam
hidupnya adalah keluarganya. Keluarga klien adalah orang yang
mengerti dan memahami klien.

2. Pasien jarag mengikuti kegiatan kelompok di rumah sakit jiwa


bergotong royong (memberikan halaman rumah, membakar sampah).
Pasein mengatakan lebih suka sendiri, pasien mengatakan berbeda
dengan orang lain
3. Klien mengatakan ia malas berhubungan dengan orang lain, karena
menurut klien tidak ada hal yang perlu dibicarakan atau diceritakan
kepada orang lain dan juga klien mengatakan dia bingung apa yang
ingin diceritakan. Klien sering diam, jarang bercakap-cakap dengan
klien lain di ruangan.
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial

21
3.5.4 Spiritual
1. Nilai dan keyakinan : Pasien Beragama Islam
2. Kegiatan Ibadah : pasien tidak pernah sholat selama di rumah sakit
jiwa

3.6 Status Mental


1. Penampilan

Dalam berpakaian, pasien terlihat rapi. Rambut pasien tertata, kuku pasien
tampak bersih.

2. Pembicaraan
Klien tidak pernah memulai pembicaraan terlebih dahulu pada lawan bicara.
Klien menjawab pertanyaan seperlunya saja

3. Aktivitas Motorik
Pasien tampak lambat berjalan namun dapat melakukan kegiatan yang lain
seperti makan dan mandi.

4. Suasana Perasaan
Pasien merasa tidak dianggap ada lagi oleh keluarganya karena tidak pernah
di jenguk selama di rawat di rumah sakit jiwa. Dan merasa minder dengan
orang lain karena tidak dapat melakukan kegiatan apapun lagi.

Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah Kronis

5. Afek
Tumpul selama interaksi pasien hanya berespon tersenyum bila ada stimulus
dari perawat

6. Interaksi Selama Wawancara


Klien kurang kooperatif saat diwawancarai, tidak ada kontak mata. Klien
berbicara hanya saat diberi pertanyaan oleh perawat, setelah itu klien kembali
diam, mudah dialihkan bila ada klien lain, pembicaraanya terkadang tidak
jelas

22
7. Persepsi
Pasien mengatakan sering mendengar suara - suara yang memanggil
namanya namun orangnya tidak terlihat, suara yang di dengar mirip sura
ibunya, terdengar saat siang dan malam, saat dirinya sendiri dan melamun
suara itu muncul, dirinya menjadi sedih dan hanya mampu menutup telinga
saja saat suara itu muncul

8. Proses Pikir
Klien sering terlihat melamun, tidak suka memulai pembicaraan. Klien lebih
suka menyendiri. Saat interaksi selama wawancara kontak mata klien tidak
fokus,dialihkan bila ada klien lain, pembicaraanya terkadang tidak jelas.
Masalah keperawatan : Gangguan Proses Pikir

9. Isi Pikir
Klien saat ini berpikir untuk pulang, dan klien menyesal selama ini
berkelakuan tidak baik terhadap keluarganya

10. Tingkat Kesadaran


Tingkat kesadaran pasien composmentis dan mampu melakukan orientas i
orang, waktu dan tempat.

11. Memori
Klien mampu mengingat kejadian yang telah lalu dan baru-baru terjadi.

12. Tingkat Konsentrasi Berhitung


Pasien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana tanpa bantuan
orang lain yaitu pasien mampu menjawab soal 30 + 10 = 40

13. Kemampuan Penilain


Pasien dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk

14. Daya Tilik Diri


Klien tidak menyadari tentang apa yang diderita klien saat ini. Klien merasa
sehat tidak perlu pengobatan khusus untuk dirinya.

3.7 Mekanisme Koping

Adaptif : pasien hanya berbicara seperlunya padapasien lain dan perawat

23
3.8 Masalah Psikososial dan Lingkungan
Pasien mengatakan sulit berteman dengan orang lain karena pasien lebih banyak
diam, pasien sangat sulit untuk memulai pembicaraan dengan orang lain. Lebih
sering termenung sendirian.

3.9 Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa


Pasien tidak mengetahui tentang penyakit gangguan jiwa dan pasien tahu obat
apa yang diminum nya setiap hari yang diberikan oleh staf pegawai rumah sakit
jiwa.

3.10Aspek Medik
Risperidon 2 mg 2X1
Clozapine 25 mg 2X1

3.14Analisa Data

No Identifikasi Data Masalah Keperawatan


1 DS :
- Pasien mengatakan sering
mendengar suara-suara yang
memanggil namanya Gangguan Persepsi Sensori
terdengar siang dan malam Halusinasi
hari saat dirinya sendiri
DO :
- Klien sering menyendiri
- Klien terkadang berbicara
sendiri
- Klien sering bengong /
melamun
2 DS :
- Pasien merasa malu karna
tidak bisa melakukan
apapun
- Merasa malu karna masuk
Gangguan Konsep Diri
rumah sakit jiwa
Harga Diri Rendah
- Merasa tidak mampu
menjadi ibu yang baik
DO :
- Pasien tampak berjalan
menunduk
- Kontak mata pasien kurang
- Pasien tampak lesu dan
tidak bergairah
- Pasien jarang memulai
24
pembicaraan dengan orang
3 lain

DS :
- Klien mengatakan bingung
dalam memulai
pembicaraan karena
menurut klien tidak ada
bahan pembicaraan untuk
berinteraksi Isolasi Sosial

DO :
- Klien lebih banyak berdiam
diri
- Klien sering menyendiri
- Klien tidak pernah memulai
pembicaraan, maupun
perkenal
- Afek tumpul (hanya mampu
tertawa saat ada simuluus
perawat tertawa

3.15 Analisa Data


Masalah keperawatan :
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis
3. Isolasi social
3.13 Pohon Masalah

Gangguaan persepsi sensori


Halusinasi Pendengaran

Isolasi Sosial

Gangguaan Konsep Diri


Halusinasi Pendengaran

25
3.14 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
Gangguan Pasien dapat 1. Pasien mampu SP 1
Persepsi mengontrol mengenal 1. Mengidentifikasi isi,
Sensori: halusinasinya halusinasinya frekuensi, waktu
Halusinasi 2. Pasien mampu terjadi, situasi
Pendengaran mengontrol pencetus, perasaan
halusinasi dan respon halusinasi
dengan cara 2. Mengontrol
meghardik halusinasi dengan
3. Pasien mampu cara menghardik
mengontrol SP 2
halusinasi Mengontrol halusinasi
dengan makan dengan makan obat
obat teratur teratur
4. Pasien mampu
mengontrol SP 3
halusinasidega Mengontrol halusinasi
n bercakap- dengan bercakap-cakap
cakap dengan dengan orang lain
orang lain
5. Pasien mampu SP 4

mengontol Mengontrol halusinasi

halusinasi dengan cara melakukan

dengan kegiatan terjadwal

melakukan
kegiatan
terjadwal
Isolasi Sosial Pasien 1. Pasien Sp 1
mampu mengetahui Menjelaskan keuntungan
berinteraksi keuntungan mempunyai teman dan
dengan mempunyai kerugian tidak

26
oranglain teman dan mempunyai teman
kerugian tidak
mempunyai
teman Sp 2

2. Pasien mampu Latih pasien berkenalan

berkenalan dengan dua orang atau

dengan dua lebih

orang atau
lebih Sp 3

3. Pasien mampu Latih pasien bercakap-

bercakap- cakap sambil melakuka

cakap sambil kegiatan harian

melakukan
Sp 4
kegiatan harian
Latih pasien berbicara
4. Pasien mampu
sosial : meminta sesuatu,
berbicara
berbelanja dan sebagaiya
sosial:
meminta
sesuatu,
berbelanja dan
sebagainya
Gangguan Pasien dapat 1. Pasien mampu Sp 1
konsep diri: meningkatka mengidentifika Mengidentifikasi
harga diri n harga si kemampuan kemampuan dan aspek
rendah dirinya dan aspek positif yang dimiliki
positif yang pasien
dimiliki
2. Pasien mampu Sp 2
menilaikemam 1. Menilai kemampuan
puan yang yang dapat digunakan
dapat 2. Menetapkan/memilih
digunakan kegiatan sesuai
3. Pasien mampu kemampuan
menetapkan/m 3. Melatih kegiatan
27
emilih kegiatan sesuai kemampuan
sesuai yang di pilih satu
kemampuan Sp 3
4. Pasien mampu Melatih kegiatan sesuai
melatih kemampuan yang di
kegiatan sesuai pilih dua
kemampuan
yang dipilih Sp 4 Melatih kegiatan
satu sesuai kemampuan yang
5. Pasien mampu dipilih tiga
melatih
kegiatan sesuai
kemampuan
yang dipilih
dua
6. Pasien mampu
melatih
kegiatan sesuai
kemampuan
yang dipilih
tiga

28
3.15 Implementasi Keperawatan

Hari/ Implementasi Evaluasi


Taggal
Rabu, 02 Data S : Pasien mengatakan
Tanda dan gejala :
November senang
- Pasien mengatakan
2022 sering mendengar suara O:
- suara yang memanggil
14:30 WIB - Pasien mampu
namanya, terdengar 2 x
sehari, saat siang dan mengidentifikasi isi,
malam, saat dirinya
frekuensi waktu
sendiri dan melamun
suara itu muncul,. terjadi, situasi
- Pasien tampak
pencetus, dan respon
berbicara sendiri
- Pasien tampak sering halusinasi
menyendiri
A : Halusinasi (+)
- Pasien tampak diam
sambil menikmati P: Latihan menghardik
hasinasinya
halusinasi 1X sehari
2. Diagnosa
Keperawatan
Gangguan persepsi
sensori
: Halusinasi
pendengaran

3. Tindakan keperawatan
Sp1:
- Mengidentifikasiisi,
frekuensi,waktu terjadi,
situasi pencetus,
perasaandan respon
halusinasi.
- Mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
4. RTL
Sp2:
Mengontrol halusinasi
dengan minum obat secara
teratur
Sp3:
Mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap –
29
cakap dengan orang lain
Kamis, 03 Data S : Pasien mengatakan
senang dan lebih
November 1. Tanda dan gejala :
tenang
- Pasien mengatakan
2022 O:
sering mendengar suara
- Pasien mampu
14:45 WIB - suara yang memanggil
mengidentifikasi
namanya, terdengar 2 x
isi, frekuensi,
sehari, saat siang dan
waktu terjadi,
malam, saat dirinya
situasi pencetus
sendiri dan melamun
dan respon
suara itu muncul,.
halusinasi
- Pasien tampak
isi, frekuensi,
berbicara sendiri
waktu terjadi,
- Pasien tampak sering
situasi pencetus,
menyendiri
perasaan dan
- Pasien tampak diam
respon halusinasi
sambil menikmati
- Pasien mampu
hasinasinya
melakukan cara
Kemampuan:
menghardik
- Pasien mampu
dengan motivasi
melakukan cara
- Pasien
menghardik
mampu
2. Diagnosa Keperawatan menyebutkan nama
Gangguan persepsi obat, fungsi dan
sensori : halusinasi jadwal minum obat
pendengaran dengan benar dan
mandiri
3. Tindakan Keperawatan - Pasien mampu
Sp2: minum obat secara
Mengontrol halusinasi teratur dengan
dengan minum obat bantuan
secara teratur - Pasien mampu
Sp3: bercakap cakap
Mengontol halusinasi dengan orang lain
dengan bercakap – dengan bantuan
cakap dengan orang lain A : Halusinasi (+)
4. RTL
Sp4: P:
Mengontrol halusinasi - Latihan
menghardik halusinasi
dengan melakukan
1x/1 hari
kegiatan terjadwal
- Minum obat secara
teratur 2x1 hari
- Latihan bercakap-
cakap dengan orang
lain 1x1 hari
Jumat, 04 Data S : Pasien mengatakan
senang
November Tanda dan gejala :
- Pasien mengatakan
2022
30
15:00 WIB sering mendengar suara O:
- suara yang memanggil - Pasien mampu
namanya, terdengar 2 x mengidentifikasi
sehari, saat siang dan isi, frekuensi,
malam, saat dirinya waktu terjadi,
sendiri dan melamun situasi pencetus,
suara itu muncul. perasaan dan
- Pasien tampak respon halusinasi
berbicara sendiri dan - Pasien mampu
senyum-senyum melakukan cara
- Pasien tampak diam menghardik
sambil menikmati dengan motivasi
hasinasinya - Pasien mampu
Kemampuan: menyebutkan nama
- Pasien mampu obat, fungsi dan
melakukan cara jadwal minum obat
menghardik dengan benar dan
- Pasien mampu mandiri
menyebutkan nama - Pasien mampu
obat, fungsi dan jadwal minum obat secara
minum obat dengan teratur dengan
benar motivasi
- Pasien mampu minum - Pasien mampu
obat secara teratur bercakap cakap
- Pasien mampu dengan orang lain
bercakap cakap dengan dengan bantuan
orang lain
A : Halusinasi (+)
2. Diagnosa
Keperawatan P:
Gangguan persepsi - Latihan
sensori menghardik
: halusinasi halusinasi 1x/1 hari
pendengaran - Minum obat secara
teratur 2x1 hari
3. Tindakan - Latihan
Keperawatan bercakap-cakap
Sp4: dengan orang lain 1x1
Mengontrol halusinasi hari.
dengan melakukan - Latihan kegiatan
kegiatan terjadwal terjadwal 3x1 hari

4. RTL
Follow up dan Evaluasi
SP1 – SP 4 Perubahan
persepsi sensori :
Halusinasi pendengaran
Sabtu, 05 Data S : Pasien mengatakan
senang dan tenang
November Tanda dan gejala :
- Pasien mengatakan
2022 O:
sering mendengar suara
31
14:40 WIB - suara yang memanggil - Pasien mampu
namanya, terdengar 2 x mengidentifikasi isi,
sehari, saat siang dan frekuensi waktu
malam, saat dirinya terjadi, situasi
sendiri dan melamun pencetus, perasaan
suara itu muncul. dan respon halusinasi
- Pasien tampak - Pasien mampu
berbicara ngawur dan melakukan cara
senyum-senyum sendiri menghardik dengan
mandiri
Kemampuan: - Pasien mampu
- Pasien mampu menyebutkan nama
melakukan cara obat, fungsi dan
menghardik jadwal minum obat
- Pasien mampu dengan benar dan
menyebutkan nama mandiri
obat, fungsi dan jadwal - Pasien mampu
minum obat dengan minum obat secara
benar teratur dengan
- Pasien mampu minum bantuan
obat secara teratur - Pasien mampu
- Pasien mampu bercakap cakap
bercakap cakap dengan dengan orang lain
orang lain dengan bantuan
- Pasien mampu - Pasien mampu
membuat kegiatan membuat kegiatan
terjadwal dan terjadwal dan
melakukannya melakukannya
2. Diagnosa dengan motivasi
Keperawatan A : Halusinasi (+)
Gangguan persepsi
sensori P:P:
: halusinasi - Latihan menghardik
pendengaran halusinasi 1x/1 hari
- Minum obat secara
3. Tindakan teratur 2x1 hari
Keperawatan - Latihan
Follow up dan Evaluasi bercakap-cakap
SP dengan orang lain 1x1
1–SP 4 Perubahan hari.
persepsi sensori : - Latihan kegiatan
Halusinasi terjadwal 3x1 hari
pendengaran

4. RTL
Follow up dan Evaluasi
Sp 1- Sp 4 perubahan
persepsi sensori
halusinasi pendengaran

Senin, 07 1. Data S : Pasien mengatakan


32
November Tanda dan gejala : senang
- Pasein mengatakan
2022 O:
ingin sendiri
10:15 WIB - Pasien tampak - Pasien
menarik diri mampu
- Pasien tampak menjelaskan
menolak keuntungan
melakukan mempunyai teman
interaksi dan kerugian tidak
- Pasien tampak mempunyai teman
tidak ada kontak dengan bantuan
mata - Pasien mampu
- Pasien tampak berkenalan dengan
lesu 2 orang dengan
- Pasien tampak motivasi
tidak bergairah A : Isolasi sosial (+).
Kemampuan: P : Latihan berkenalan
Menyapu Rumah
dengan 1orang 1X1hari
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
3. Tindakan
Keperawatan
Sp1:
Menjelaskan Keuntungan
mempunyai teman dan
kerugian tidak
mempunyai teman
Sp2:
Melatih pasien
berkenalan dengan
dua orang atau lebih.
4. RTL
Sp3:
Latih pasien
bercakap- cakap
sambil melakukan
kegiatan harian
Sp 4
Latih pasien berbicara
sosial: meminta
sesuatu, berbelanja,
dll.

Rabu, 09 1. Data S : Pasien mengatakan


Tanda dan gejala : . senang
November
- Pasien mengatakan
2022 berbeda dengan O:
orang lain - Pasien
11:00 WIB mampu
- Pasien tampak
menarik diri menjelaskan
33
- Pasien tampak lesu keuntungan
- Pasien tampak mempunyai teman
tidak bergairah dan kerugian tidak
Kemampuan: mempunyai teman
- Pasien dengan bantuan
mampu - Pasien mampu
menjelaskan berkenalan dengan
keuntungan 1 orang dengan
mempunyai teman bantuan
dan kerugian - Pasien mampu
tidak mempunyai bercakap- cakap
teman sambil melakukan
- Pasien kegiatan harian
mampu berkenalan dengan bantuan
dengan 2 orang - Pasien mampu
berbicara sosial:
2. Diagnosa Keperawatan meminta sesuatu
Isolasi Sosial dengan motivasi
A : Isolasi Sosial (+)
3. Tindakan
P:
Keperawatan
- Latihan berkenalan
Sp3:
dengan satu orang 1x1
Melatih pasien bercakap- hari
cakap sambil melakukan - Latihan bercakap
kegiatan harian cakap sambal
melakukan kegaitan
4. RTL harian 2x1 hari
Sp 4 Latih pasien - Latihan berbicara
berbicara sosial: meminta
sosial :meminta sesuatu sesuatu 2x1 hari
Kamis, 10 1. Data S : Pasien mengatakan
Tanda dan gejala : senang
November
- Pasien mengatakan
2022 berbeda dengan O:
orang lain - Pasien
10:20 WIB mampu
- Pasien tampak lesu
- Pasien tampak menjelaskan
tidak bergairah keuntungan
Kemampuan: mempunyai teman
- Pasien dan kerugian tidak
mampu mempunyai teman
berkenalan dengan dengan mandiri
1 orang - Pasien mampu
- Pasien berkenalan dengan
mampu bercakap- 1 orang dengan
cakap sambil mandiri
melakukan - Pasien mampu
kegiatan harian bercakap- cakap
- Pasien mampu sambil melakukan
berbicara sosial: kegiatan harian
34
meminta sesuatu dengan mandiri
- Pasien mampu
2. Diagnosa
berbicara sosial:
Keperawatan
meminta sesuatu
Isolasi Sosial
dengan mandiri
3. Tindakan
A : Isolasi Sosial
Keperawatan
Sp 4 Melatih berbicara
sosal meminta sesuatu P:
- Latihan berkenalan
4. RTL dengan satu orang 1x1
Follow up dan Evaluasi hari
SP 1 – SP 4 Isolasi - Latihan bercakap
Sosial cakap sambal
melakukan kegaitan
harian 2x1 hari
- Latihan berbicara
sosial: meminta
sesuatu 2x1 hari
Sabtu, 12 1. Data S : Pasien mengatakan
Tanda dan gejala : senang
November
- Pasien mengatakan
2022 berbeda dengan O:
orang lain - Pasien
10:00 mampu
- Pasien tampak lesu
- Pasien tampak tidak menjelaskan
bergairah keuntungan
Kemampuan: mempunyai teman
- Pasien dan kerugian tidak
mampu mempunyai teman
berkenalan dengan dengan mandiri
1 orang - Pasien mampu
- Pasien mampu berkenalan dengan
bercakap-cakap 1 orang dengan
sambil mandiri
melakukan - Pasien mampu
kegiatan harian bercakap- cakap
- Pasien mampu - sambil melakukan
berbicara kegiatan harian
sosial: meminta dengan mandiri
sesuatu - Pasien mampu
berbicara sosial:
2. Diagnosa meminta sesuatu
Keperawatan dengan mandiri
Isolasi Sosial
A : Isolasi Sosial
3. Tindakan
Keperawatan Follow
up dan Evaluasi SP 1
– SP 4 Isolasi Sosial P:
- Latihan berkenalan
dengan satu orang 1x1
35
hari
- Latihan bercakap
cakap sambal
melakukan kegaitan
harian 2x1 hari
Latihan berbicara sosial:
meminta sesuatu 2x1 hari
Senin, 14 1. Data S : Pasien mengatakan
Tanda dan gejala: senang
November
- Pasien merasa tidak
2022 berguna O:
- Pasien mengatakan - Pasien mampu
15:00 WIB mengidentifikasi
merasa malu karena
tidak bisa kemampuan dan
melakukan apapun aspek positif yang
dalam hi dupnya. dimiliki pasien
- Merasa malu dengan bantuan
karena masuk yaitu menyapu,
rumah sakit jiwa menyuci piring
- Merasa tidak
mampu menjadi ibu A : Harga diri rendah (+)
yang baik
- Pasien tampak P : Latih Pasien
berjalan menunduk mengidentifikasi
- Postur tubuh pasien kemampuan positif yang
tampak menunduk dimilikinya 1X1 hari
- Kontak mata pasien
kurang
- asien tampak lesu
dan tidak bergairah

2. Diagnosa
Keperawatan
Gangguan konsep diri
: Harga Diri
Rendah Kronis

3. Tindakan
Keperawatan
Sp1:
Mengidentifikasi
kemampuan dan
Aspek positif yang
dimiliki pasien

4. RTL
Sp2:
- Menilai
kemampuan yang
36
dapat digunakan
- Menetapkan/
memilih kegiatan
sesuai kemampuan
- Latih kegiatan
sesuai kemampuan
yang dipilih 1

Selasa, 15 1. Data S : Pasien mengatakan


Tanda dan gejala: senang
November
- Pasien merasa tidak
2022 berguna Pasien O:
mengatakan - Pasien mampu
16:00 mengenali
- merasa malu karena
tidak bisa mengidentifikasi
melakukan apapun kemampuan dan
dalam hi dupnya. aspek positif yang
- Merasa malu dimiliki pasien
karena masuk dengan mandiri
rumah sakit jiwa yaitu bernyanyi,
- Merasa tidak berolahraga,
mampu menjadi ibu menyuci piring.
yang baik - Pasien mampu
- Pasien tampak melakukan kegiatan
berjalan menunduk sesuai kemampuan
- Postur tubuh pasien yaitu melipat
tampak menunduk pakaian dengan
- Kontak mata pasien motivasi
kurang A : Harga diri rendah (+)
- asien tampak lesu
dan tidak bergairah P:
Latihan pasien melakukan
2. Diagnosa kegiatan yang dipilih 1
Keperawatan yaitu melipat pakaian 1x1
Gangguan konsep diri hari
: Harga diri rendah
kronis
3. Tindakan
Keperawatan
Sp2:
- Menilai
kemampuan yang
dapat digunakan
- Menetapkan/
memilih kegiatan
sesuai kemampuan
- Melatih kegiatan
sesuai kemampuan
yang dipilih 1
37
4. RTL
Sp3:
Latih kegiatan
sesuai kemampuan
yang dipilih 2

Rabu, 16 1. Data S : Pasien mengatakan


Tanda dan gejala: senang
November
- Pasien merasa tidak O:
2022 berguna Pasien - Pasien mampu
mengatakan melakukan kegiatan
14:15 WIB sesuai kemampuan
- merasa malu karena
tidak bisa yaitu merapikan
melakukan apapun tempat tidur dengan
dalam hi dupnya. mandiri
- Merasa malu - Pasien mampu
karena masuk melakukan kegiatan
rumah sakit jiwa sesuai kemampuan
- Merasa tidak yaitu menyapu
mampu menjadi ibu dengan motivasi
yang baik
- Kontak mata pasien A: Harga diri rendah (+)
kurang
- Pasien tampak lesu P:
dan tidak bergairah Latih pasien melakukan
2. Diagnosa kegiatan sesuai
Keperawatan kemampuan:
Gangguan konsep diri : - Melipat pakaian 3x1
Harga Diri Rendah hari
Kronis - Merapikan tempat
tidur 1 x1 hari
3. Tindakan Menyapu ruangan 2x1
Keperawatan hari
Sp3:
Melatih kegiatan
sesuai kemampuan
yang dipilih 2
4. RTL
Sp4:
Latih kegiatan sesuai
kemampuan yang
dipilih 3
Kamis, 17 1. Data S : Pasien mengatakan
Tanda dan gejala: senang
November
- Pasien merasa tidak
2022 berguna Pasien O:
mengatakan - Pasien mampu
15:00 WIB melakukan kegiatan
- merasa malu karena
tidak bisa sesuai kemampuan
melakukan apapun yaitu merapikan
38
dalam hi dupnya. tempat tidur dengan
- Merasa malu mandiri
karena masuk - Pasien mampu
rumah sakit jiwa melakukan kegiatan
- Merasa tidak sesuai kemampuan
mampu menjadi ibu yaitu menyapu
yang baik dengan mandiri
- Kontak mata pasien - Pasien mampu
kurang melakukan kegiatan
- Pasien tampak lesu sesuai kemampuan
dan tidak bergairah yaitu menyuci
piring sehabis
2. Diagnosa makan dengan
Keperawatan mandiri
Gangguan konsep diri : - Pasien mampu
Harga Diri Rendah melakukan segiatan
Kronis sesuai kemampuan
yaitu bernyanyi
3. Tindakan dengan motivasi.
Keperawatan
Sp4: A: Harga diri rendah (+)
Melatih kegiatan
sesuai kemampuan P:
yang dipilih 3 Latih pasien melakukan
4. RTL kegiatan sesuai
Follow up dan evaluasi kemampuan yang dipilih:
sp 1-4 harga diri rendah - Melipat pakaian 3x1
hari
- Menyapu ruangan
2x1 hari
- Merapikan tempat
tidur 2x1 hari
- Menyuci piring
sehabis makan 3x1
hari
- Bernyanyi 1x1 hari

39
BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepada Ny. S dengan Isolasi Sosial di
Rumah Sakit Jiwa Prof. M Ildrem, maka penulis pada BAB ini akan membahas
kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan
proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keparawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.
4.1 Tahap Pengkajian
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu
dari pasien dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis mendapat sedikit
kesulitan dalam menyimpulkan data karena keluarga pasien jarang
mengunjungi pasien di rumah sakit jiwa. Maka penulis melakukan pendekatan
kepada pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka membantu
pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada
pasien. Adapun upaya tersebut yaitu:
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada
pasien agar pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan
perasaan.
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara

Dalam pengkajian ini, penulis tidak menemukan kesenjangan karena


ditemukan hal sama seperti: diteori tanda dan gejala isolasi sosial yaitu :
Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain, klien mengatakan
tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain, klien merasa bosan
dan lambat menghabiskan waktu.

4.2 Tahap diagnosa keperawatan


Dalam tinjauan teoritis ditemukan diagnosa keperawatan: Isolasi Sosial
sedangkan pada tinjauan kasus diagnosa keperawatan yang ditemukan yaitu:
1. Halusinasi
2. Isolasi Sosial
3. Harga Diri Rendah
Diagnosa keperawatan yang terdapat pada kasus tetapi tidak terdapat pada
teori adalah tidak ada. Semua Diagnosa yang ada dalam kasus ada juga
didalam teori diagnosa keperawatan.
40
4.3 Tahap Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana
asuhan keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pangkajian
dan penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan penulis
hanya menyusun rencana tindakan keperawatan sesuai dengan pohon
masalah keperawatan yaitu : isolasi sosial.

Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak ada
kesenjangan sehingga penulis dapat melaksanakan tindakan seoptimal
mungkin dan didukung dengan tersedianya sarana ruangan perawat yang
baik dan adanya bimbingan dan petunjuk dari petugas kesehatan dari rumah
sakit jiwa yang diberikan kepada penulis.

Secara teoritis digunakan cara strategi pertemuan sesuai dengan diagnosa


keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun upaya yang dilakukan
penulis yaitu :Isolasi Sosial
a. Identifikasi penyebab isolasi sosial.
b. Identifikasi tanda dan gejala isolasi sosial.
c. Identifikasi keuntungan dan kerugian bergaul dengan orang lain.
d. Ajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang.
e. Melatih klien bergaul/berinterkasi dengan perawat, orang lain.
f. Pasien menyampaikan perasaan setelah interkasi dengan perawat dan
orang lain.
g. Melatih pasien minum obat dengan patu

4.4 Tahap Implementasi


Pada setiap diagnosa keperawatan, tahap implementasi baik antara tinjauan
teoritis dan tinjauan kasus tidak ada kesenjangan. Implementasi merupakan
perwujudan dari perencanaan yang merupakan serangkaian tindakan, disini
perawat menjelaskan rencana tindakan untuk diagnosa keperawatan, isolasi
sosial. Dari setiap diagnosa keperawatan implementasi yang dilakukan
sebagai berikut : Ajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang. Melatih
klien bergaul/berinterkasi dengan perawat dan orang lain, menanyakan klien
setelah melakukan interaksi dengan orang lain dan melatih pasien minum
obat dengan patuh.

41
4.5 Tahap Evaluasi

Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien mempercayai


perawat sebagai terapis, pasien menyadari bahwa yang dialaminya tidak ada
objeknya, dapat berintreaksi dengan perawat an orang lain, klien sudah dapat
bergaul , melakukan aktivitas serta menggunakan obat secara teratur. Pada
tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Klien mampu berintereaksi
dengan perawat dan orang lain , Klien mampu melakukan latihan bercakap-
cakap sambil melakukan kegiatan harian, Klien mampu melaksanakan jadwal
yang telah dibuat bersama, Klien mampu memahami penggunaan obat yang 5
benar. Selain itu, dapat dilihat dari setiap evalusi yang dilakukan pada asuhan
keperawatan, dimana terjadi penurunan gejala yang dialami oleh Ny.S .

42
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Setelah menguraikan tentang proses keperawatan pada Ny.S dan
disimpulkan bahwa pasien dapat mengatasi isolasi sosial, dapat
mengendalikan halusinasi dan mengatasi harga diri rendah dengan terapi
yang dijarkan oleh mahasiswa. Maka dapat diambil keputusan sebagai
berikut:

1. Pengkajian yang dilakukan tidak banyak berbeda dengan pengkajian


teoritis dan penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian yang
dilakukan.

2. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan kasus


Isolasi Sosial dilakukan meliputi aspek psikososial, spiritual dan
melibatkan keluarga didalamnya
3. Dalam melakukan asuhan keperawatan maka antara perawat dan Ny.S
harus membina hubungan saling percaya
4. Bagi mahasiswa/mahasiswi agar lebih memperdalam ilmu pengetahuan
khususnya tentang keperawatan isolasi sosial.
5. Bagi Ny.S agar mengenal dan bergaul/berinteraksi dengan perawat dan
orang lain disekitarnya.
6. Peran serta keluarga sangat penting dalam menyembuhkan klien karena
dengan dukungan keluarga penyembuhan Ny.S dapat tercapai sesuai
dengan yang diharapkan.
7. Pada tahap evaluasi terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengatasi isolasi sosial yang dialami serta dampak dalam penurunan
gejala isolasi sosial yang dialami.

5.2 Saran
1. Diharapkan pada keluarga sering mengunjungi pasien selama waktu
perawatan karena dengan seringnya keluarga berkunjung, maka pasien
merasa berarti dan dibutuhkan dan juga setelah pulang keluarga harus
memperhatikan obat dikonsumsi seta membawa pasien kontrol secara
teratur kepelayana kesehatan jiwa ataupun rumah sakit jiwa.
34
DAFTAR PUSTAKA

Affiroh, Anita Ayu ; Sholikah, M. M. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Dengan Isolasi Sosial di Ruangan Nakula Rs. dr. Arif Zaenudin Surakarta.
Universitas Kusuma Husada Surakarta.

Akmaliyah, M. (2018). Studio Dokumentasi Isolasi Sosial Pada Pasien Dengan


Skizofrenia. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Apriliani, D, & Herliawati H (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Isolasi
Sosial: Menarik Diri Dengan Menerapkan Terapi Social Skill Trainning. Diss.
Sriwijaya university.

Arisandy, W. (2022). Penerapan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan


Gangguan Isolasi Sosial. 14(1).

Damanik, R. K., Amidos Pardede, J., & Warman Manalu, L. (2020). Terapi Kognitif
Terhadap Kemampuan Interaksi Pasien Skizofrenia Dengan Isolasi Sosial. Jurnal
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan, 11(2), 226.
https://doi.org/10.26751/jikk.v11i2.822

Sari, Desi Purnama, and Sri Maryatun. (2020). "Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Dan Activity Daily Living Klien
Isolasi Sosial Di Panti Sosial Rehabilitasi Pengemis Gelandangan Orang Dengan
Gangguan Jiwa." Proceeding Seminar Nasional Keperawatan

Soerojo, R. (2022). Asuhan Keperawatan Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada Klien


Isolasi Sosial Di Rsjs Dr Soerojo Magelang. Jurnal Inovasi Penelitian, 3(3), 5435–
5444.

Pardede, J. A. (2018). Pelaksanaan Tugas Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan


Pasien Skizofrenia Dengan Masalah Isolasi Sosial. Jurnal Keperawatan Jiwa, 6(2).
https://www.academia.edu/download/64422057/Jek Amidos Pardede.pdf

Pardede, J., Hamid, A. and Putri, Y. (2020) “Application of Social Skill Training using
Hildegard Peplau Theory Approach to Reducing Symptoms and the Capability of

35
Social Isolation Patients”, Jurnal Keperawatan, 12(3), pp. 327-340.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v12i3.782

Silitonga, J. S., Simanjuntak, J., Tanjung, K., & Pardede, J. A. (2020). Penerapan
Terapi Generalis SP 1-4 Dengan Masalah Harga Diri Rendah Kronis Pada
Penderita Skizofrenia. https://osf.io/preprints/6zhr5/

Skizofrenia, P., Isolasi, D., Di, S., Banyumas, R., Rizqita, F. A., Sundari, R. I., &
Adriani, P. (2022). 3 1,2,3. 1(8), 1385–1390.

36

Anda mungkin juga menyukai