Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN Tn.

C DENGAN MASALAH GANGGUAN


PRESEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANGAN
BUKIT BARISAN RSJ PROF. DR. M. ILDREM MEDAN
TAHUN 2022

Oleh :

ANGGI LESTARI, S. Kep

220202006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Asuhan
Keperawatan pada Tn.A dengan Gangguan Sensori Persepsi
Halusinasi” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
keperawatan jiwa.Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini banyak
pihak yang membantu penulis, untuk itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari
Mutiara Medan
2. Ibu Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari
Mutiara Indonesia
3. Ibu Ns. Marthalena Simamora, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Prodi
Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari
Mutiara Indonesia.
4. Bapak Ns. Jek Amidos Pardede, M.Kep, Sp. Kep.J Selaku dosen
pengajar dan Koordinator Profesi Ners.
5. Orang tua kami yang selalu memberikan dukungan, materi dan doa
untukmenyelesaikan tugas makalah ini.
6. Serta terimakasih kepada teman-teman Mahasiswa/i Prodi Ners
Universitas Sari Mutiara Indonesia yang telah bersama-sama
menyelesaikan tugas makalah ini.

Penulis menyadari bahwa isi makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
maka dari itu kami dari penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
guna memperbaiki di masa yang akan datang dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih.

Medan, November 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
salah satu contoh gangguan jiwa berat dan sering kita temukan dan dirawat
adalah skizofrenia (Mashudi, 2021). Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi
psikotik yang memengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk berpikir,
berkomunikasi, menerima, menginterpretasikan realitas, merasakan dan
menunjukkan emosi serta gangguan otak yang ditandai dengan pikiran kacau,
waham, halusinasi, dan perilaku aneh (Pardede, 2021). Salah satu gejala
negative dari skizofrenia adalah perubahan perubahan perilaku individu yang
mana selalu menilai diri dan orang lain secara negative, atau menilai rendah
terhadap kemampuan yang dimilikinya yang disebut harga diri rendah
(Rokhimmah & Rahayu, 2020).

Menurut World Health Organization (Suparyanto dan Rosad (2022) terdapat 300
juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa seperti depresi, bipolar,
demensia, termasuk 24 juta orang yang mengalami skizofrenia. Dari data
prevalensi skizofrenia tercatat relatif lebih rendah dibandingkan dengan data
prevalensi gangguan jiwa lainnya. Namun berdasarkan National Institute of
Mental Health (NIMH), skizofrenia merupakan salah satu dari 15 penyebab
besar kecacatan di seluruh dunia (NIMH, 2019). Data American Psychiatric
Association (APA, 2018) menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita
skizofrenia. Hasil Riset Kesehatan Dasar, (2018) didapatkan bahwa prevalensi
data skizofrenia di indonesia mencapai 6,7 % penderita.

Halusinasi merupakan gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan


persepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, rasa,
sentuhan, atau penciuman (Abdurkhman & Maulana 2022). Halusinasi
merupakan persepsi yang diterima oleh panca indera tanpa adanya stimulus
eksternal. Klien dengan halusinasi sering merasakan keadaan/kondisi yang
hanya dapat dirasakan olehnya namun tidak dapat dirasakan oleh orang lain
(Harkomah,2019). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, artinya klien mengiterprestasikan sesuatu yang tidak nyata
stimus/rangsangan dari luar (Manulang, 2021). Dampak yang dapat ditimbulkan
oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya.
Dimana pasien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh
halusinasinya (Harkomah, 2019).

Faktor- faktor yang mampu mempengaruhi kekambuhan penderita skizofrenia


dengan halusinasi meliputi ekspresi emosi keluarga yang tinggi, pengetahuan
keluarga yang kurang, ketersediaan pelayanan kesehatan, penghasilan keluarga
dan kepatuhan minum obat pasien Skizofrenia (Pardede, 2021)
Ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi stressor dan kurangnya
kemampuan pengendalian diri, seseorang mudah mengalami halusinasi.
Halusinasi jika tidak segera dikenali dan diobati, akan muncul pada pasien
dengan keluhan kelemahan, hysteria, ketidakmampuan mencapai tujuan, pikiran
buruk, ketakutan berlebihan dan tindakan kekerasan (Abdurkhman. 2022).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan di ruang bukit barisan ada sekitar 23
pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori
halusinasi pendengaran. Beberapa dari pasien yang dirawat mempunyai masalah
keperawatan penyerta seperti harga diri rendah, koping individu inefektif, defisit
perawatan diri. Dari data yang didapat beberapa pasien sudah berulang kali
keluar masuk rumah sakit dengan berbagai alasan seperti tidak teratur minum
obat. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik memberikan asuhan
keperawatan jiwa pada pasien Tn. C.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut : Bagaimana Memberikan Asuhan Keperawatan Skizofrenia
Pada Tn. C dengan masalah Halusinasi di RSJ M. IIDREM

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada Tn.C
dengan masalah Halusinasi Pendengaran.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi, tanda & gejala,faktor
penyebab, mekanisme koping, penatalaksanaan pada pasien dengan
Halusinasi Pendengaran
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan

Halusinasi Pendengaran.

3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa atau masalah keperawatan


pada Tn. C dengan Halusinasi Pendengaran.
4. Mampu menetapkan intervensi keperawatan secara menyeluruh
pada Tn. C dengan Halusinasi Pendengaran.
5. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan yang nyata
pada Tn. C dengan Halusinasi Pendengaran. Mahasiswa mampu
mengevaluasi sebagai tolak ukur guna menerapkan asuhan
keperawatan pada Tn. C dengan Halusinasi Pendengaran.
6. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada
Tn. C dengan Halusinasi Pendengaran.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Pasien
Diharapkan tindakan yang telah di ajakarkan dapat di terapkan secara
mandiri untuk mengontrol halusinasi dan untuk mendukung kelangsungan
kesehatan pasien.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat menjadi acuan dalam menangani atau dalam memberikan
pelayanan kepada pasien gangguan jiwa dengan halusinasi.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Halusinasi
2.1.1 Defenisi
Halusinasi merupakan gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, rasa, sentuhan, atau penciuman (Abdurkhman & Maulana,
2022). Halusinasi merupakan persepsi yang diterima oleh panca indera
tanpa adanya stimulus eksternal. Klien dengan halusinasi sering
merasakan keadaan/kondisi yang hanya dapat dirasakan olehnya namun
tidak dapat dirasakan oleh orang lain (Harkomah,2019). Halusinasi
adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata,
artinya klien mengiterprestasikan sesuatu yang tidak nyata
stimus/rangsangan dari luar (Manulang, 2021).
2.1.2 Tanda dan Gejala
Menurut Azizah, Zainuri & Akbar, (2016). Tanda dan gejala halusinasi
penting diketahui oleh perawat agar dapat menempatkan masalah
halusinasi antara lain :
1. Berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu.
3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6. Cepat berubah pikiran
7. Alur Social kacau
8. Respon yang tidak sesuai
9. Menarik diri
10. Respon yang tidak sesuai
11. Suka marah dengan tiba- tiba dan menyerang orang lain tanpa
sebab.
12. Sering melamun.

2.1.3 Faktor Terjadinya Halusinasi


Halusinasi di pengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor presdiposisi dan
faktor presipitasi. Faktor presdiposisi adalah faktor yang mempengaruhi
fungsi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu
untuk mengatasi stress.Faktor presdiposisi dapat meluputi faktor
pengembangan, sosiokultural, biologis, psikologis dan genatik.Faktor
presipitasi adalah stimulus yang di persiapkan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk
menghadapinya.dimana di dalamnya terdapat perilaku seperti konsep
diri rendah, keputusasaan, kehilangan motivasi, tidak mampu memenuhi
kebutuhan spiritual (Anjar, 2018). Menurut Aldam & Wardani, (2019),
faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi
adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor biologis yang berhubungan dengan perkembangan
sistem saraf yang tidak normal,
b. Faktor psikologis seperti pola asuh orang tua, kondisi keluarga
dan lingkungan.
c. Faktor sosial budaya seperti kondisi ekonomi, konflik sosial,
serta kehidupan yang terisolasi disertai stres.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang
memerlukan social ekstra untuk menghadapinya. Adanya
rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana Sosial terisolasi seringg menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan
Sosial dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik (Stuart, Keliat & Pasaribu 2016 dalam Wulandari &
Pardede 2022).
a. Faktor biologi yang terkait dalam gangguan komunikasi dan
putaran balik otak yang mengatur proses informasi,
b. Faktor lingkungan yang mana terjadi tingkat stresor
lingkungan di luar batas toleransi individu,
c. Koping yang dapat menentukan seseorang dalam mentoleransi
stresor.
2.1.4 Jenis-Jenis Halusinasi
Jenis-jenis halusinasi terbagi menjadi 4 antaranya:
1. Halusinasi pendengaran.
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang
berkisar dari suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien
sehingga klien berespon terhadap suara atau klien bunyi tersebut
(Harkomah, 2019 dalam Hulu & Pardede 2022). Berdasarkan
beberapa defenisi diatas Halusinasi pendengaran merupakan
mendengar suara atau bunyi yang serderhana seperti kebisingan,
suara bercakap-cakap, sehingga klien berespon terhadap suara dan
bunyi tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya gambaran geometris,
gambaran kartun, banyangan yang rumit dan kompleks. Bayangan
tidak menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster
(Muhit, 2015 Syahdi & Pardede 2022). Halusinasi penglihatan
adalah yang dimana kontak mata kurang, senang menyendiri,
terdiam dan memandang kesuatu sudut dan sulit berkonsentrasi
(Erviana & Hargiana, 2018). Berdasarkan beberapa defenisi diatas
Halusinasi merupakan gangguan penglihatan yang stimulus visual
dalam bentuk klitancahaya, gambar geometris, dapat dilihat dari
kontak mata kurang, senang menyendiri, dan sulit berkonsentrasi
3. Halusinasi penciuman
Membaui bau- bauan tertentu seperti daah, urin, atau feses,
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Ini sering terjadi
pasca stroke, tumor, kejang atau demensia (Muhit, 2015 dalam
Syahdi & Pardede 2022). Karakteristik ditandai dengan adanya bau
busuk, amis dan bau yang menjijikan seperti darah,urine atau fases
kadang tercium bau harum (Yusalia, 2015 dalam Hulu & Pardede
2022).
4. Halusinasi pengecapan
Merasa seperti mengecap rasa seperti darah,urin atau feses (Muhit,
2015).
5. Halusinasi sentuhan
Merasa disentuh, disentuh, ditiup, dibakar, atau bergerak di bawah
kulit seperti ulat (Muhit, 2015).
2.1.5 Rentang Respon
Menurut Hernandi (2020). Halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis.Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat,
persepsinya akurat mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra
(pendengaran, penglihatan, pengecapan, peraban), klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Rentang respon tersebut dapat
digambarkan seperti dibawah ini :
Respon Adaptif Respon

Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran ilusi 1. Gangguan pikir


2. Persepsi akurat 2. Reaksi emosi atau delusi
3. Emosi konsisten berlebihan 2. Halusinasi
dengan pengalaman 3. Perilaku aneh atau 3. Sulit merespon
4. Prilaku sesuai tidak biasa emosi
5. Berhubungan social 4. Menarik diri 4. Perilaku
disorganisasi
5. Isolasi sosial

Keterangan :
1. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu akan dapat
memecahkan masalah tersebut.

Respon adaptif meliputi :

a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul


dari pengalaman ahli.

d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.

e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain


dan lingkungan.

2. Respon psikososial meliputi:

a. Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan

b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah yang


benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra.

c. Emosi berlebihan atau kurang

d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi

e. batas untuk menghindari interaksi dengan oranglain

f. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi


dengan

g. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.

3. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan


masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial

b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi


eksternal yang tidak realita atau tidak ada. Kerusakan proses
emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati

c. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur

d. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh


individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.

2.1.6 Mekanisme Koping

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari


pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi
termasuk :

1. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku


kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.

2. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan


emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri
(sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).

3. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik


maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari
menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan lain-lain, sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan (Puspita, 2020).

2.1.7 Komplikasi

Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa pasien melakukan


tindakan perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya
perintah sehingga rentan melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku
kekerasan yang timbul pada pasien skizofrenia diawali dengan adanya
perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan sehingga
individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang lain
(Keliat, 2016 dalam Hulu & Pardede 2022). Komplikasi yang dapat
terjadi pada klien dengan masalah utama gangguan sensori persepsi:
halusinasi, antara lain: resiko prilaku kekerasan, harga diri rendah dan
isolasi sosial.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi pada
gangguan Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis psikosis,
adapun tindakan penatalaksanaan dilakukan dengan berbagai terapi yaitu
dengan :

1. Psikofarmakologis Obat sangat penting dalam pengobatan


skizofrenia, karena obat dapat membantu pasien skizofrenia untuk
meminimalkan gejala perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri
rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh minum obat secara
teratur dan mau mengikuti perawatan (Pardede, Keliat, Wardani,
2013 dalam Hulu & Pardede 2022) :

a. Haloperidol (HLD) Obat yang dianggap sangat efektif dalam


pengelolaan hiperaktivitas, gelisah, agresif, waham, dan
halusinasi.

b. Chlorpromazine (CPZ) Obat yang digunakan untuk gangguan


psikosis yang terkait skizofrenia dan gangguan perilaku yang
tidak terkontrol

c. Trihexilpenidyl (THP)

1) Dosis

a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.

b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap


6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.

2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet:

a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.

b) Klorpromazin 2x100 mg per hari

c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari.

3) Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet: a.

a) Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari

b) Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)

c) Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari

d) Psikosomatik

2. Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu


terapi fisik atau suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand
mal secara artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektroda yang dipasang pada satu atau dua temples pada pelipis.
Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian yang
bervariasi pada setiap pasien tergantung pada masalah pasien dan
respon terapeutik sesuai hasil pengkajian selama tindakan. Pada
pasien Skizofrenia biasanya diberikan 30 kali. ECT biasanya
diberikan 3 kali seminggu walaupun biasanya diberikan jarang atau
lebih sering. Indikasi penggunaan obat: penyakit depresi berat yang
tidak berespon terhadap obat, gangguan bipolar di mana pasiensudah
tidak berespon lagi terhadap obat dan pasien dengan bunuh diri akut
yang sudah lama tidak mendapatkan pertolongan.

3. Psikoterapi Membantu waktu yang relatif lama, juga merupakan


bagian penting dalam proses teraupetik. Upaya dalam psikoterapi ini
meliputi : memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan
lingkungan teraupetik,memotivasi klien untuk dapat mengungkap
perasaan secara verbal,bersikap ramah, sopan dan jujur terhadap
klien.
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.1.1 Pengkajian

1. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, NO MR, tanggal masuk RS, tanggal


pengkajian.

2. Alasan Masuk

Keluhan utama biasanya berupa bicara sendiri, tertawa sendiri,


mondar-mandir, suka menyendiri, tidak dapat membedakan yang
nyata dan tidak nyata,suka menyendiri, menarik diri dari oranglain
dan suka mendengar suara-suara tanpa wujud.

3. Faktor Predisposisi

a. Faktor genetic

Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan


melalui kromosom-kromosom tertentu. Namun, demikian
kromosom beberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.

b. Faktor biologis

Adanya gangguan pada otak menyebabkan timbul respon


neurobiological maladaptive. Peran frontal dan limbic cortices
dalam regulasi stress berhubungan dengan aktivitas dopamine.

4. Faktor presipitasi psikologis Keluarga, pengasuh, lingkungan, pola


asuh anak tidak adekuat, pertengkaran orangtua, penganiayaan, dan
tindak kekerasan.

a. Biologi

Berlebihnya proses informasi pada system syaraf yang menerima


dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu.

b. Stress lingkungan

c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap


dan perilaku.

5. Pemeriksaan Fisik

Memeriksa tanda tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasan pasien.

6. Psikososial

1) Genogram

Pembuatan genogram minimal 3 generasi yang menggambarkan


hubungan pasien dengan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan, pola asuh, pertumbuhan
individu dan keluarga.

2) Konsep Diri

a. Gambaran Diri

Tanyakan persepsi pasienterhadap tubuhnya, bagian tubuh


yang disukai, reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang
disukai dan bagian yang tidak disukai

b. Identitas Diri

Pasien dengan halusinasi tidak puas akan dirinyamerasa


bahwa pasien tidak berguna.

c. Fungsi Peran

Tugas atau peran pasien dalam


keluaraga/pekerjaan/kelompok masyarakat, kemampuan
pasien dalam melakukan fungsi atau perannya,dan bagaimana
perasaan pasien akibat perubahan tersebut. Pada pasien
halusinasi bisa berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit, trauma akan masa lalu, menarik diri
dari oranglain, dan perilaku agresif.

d. Ideal Diri

Harapan pasien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi,


tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan
pasien terhdap penyakitnya, harapan pasien pada lingkungan,
bagaimana jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.
Pada pasien yang mengalami halusinasi cenderung tidak
peduli dengan diri sendiri maupun sekitarnya.

e. Harga Diri

Pasien yang mengalamihalusinasi cenderung menerima diri


tanpa syarat meskipun telah melakukan kesalahan, kekalahan
dan kegagalan ia tetap merasa dirinya sangat berharga.

3) Hubungan Sosial

Tanyakan siapa orang terdekat dikehidupan pasien tempat


mengadu, berbicara, minta bantuan, atau dukungan. Serta
tanyakan organisasi yang diikutin dalam kelompok/masyarakat.
Pasien dengan halusinasi cenderung tidak mempunyai orang
terdekat, dan jarang mengikuti kegiatan yang ada dimasyarakat,
lebih senang menyendiri dan asyik dengan isi halusinasi.

4) Spritual

Nilai dan keyakinan kegiatan ibadah/menjalankan keyakinan,


kepuasan dalam menjalankan keyakinan. Apakah isi halusinasi
mempengaruhi keyakinan pasien dengan Tuhannya.

7. Status Mental

a. Penampilan

Melihat penampilan pasien dari ujung rambut sampai ujung kaki.


Pada pasien dengan halusinasi mengalami deficit perawatan diri
(penampilan tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara
berpakaian tidak biasanya, rambut kotor, rambut tidak disisir,gigi
kotor dan kuning, kuku panjang dan hitam). Raut wajah tampak
takut, kebingungan dan cemas.

b. Pembicaraan

Pasien dengan halusinasi cenderung suka berbicara sendiri dan


ketika diajak bicara tidak focus. Terkadang yang dibicarakan
tidak masuk akal memulai pembicaraan

c. Aktivitas Motorik

Pasien dengan halusinasi tampak gelisah, lesu, ketegangan,


agitasi, tremor. Pasien terlihat sering menutup telinga, menunjuk-
nunjuk kearah tertentu, menggaruk-garuk permukaan kulit, sering
meludah dan menutup hidung.

d. Afek Emosi

Pada pasien halusinasi tingkat emosi lebih tinggi, perilaku agresif,


ketakutan berlebih dan eforia.

e. Interaksi selama wawancara

Pasien dengan halusinasi cenderung tidak kooperatif (tidak dapat


menjawab pertanyaan pewawancara dengan spontan) dan kontak
mata kurang (tidak mau menatap lawan bicara) mudah
tersinggung

f. Persepsi – Sensori

1) Jenis halusinasi

- Halusinasi pendengaran

- Halusinasi penglihatan

- Halusinasi penciuman

- Halusinasi pengecapan

- Halusinasin perabaan

2) Waktu

Perawat juga perlu mengkaji waktu munculnya halusinasi yang


dialami pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi, siang,
sore, malam? Jika muncul jam berapa?

3) Frekuensi

Frekuensi terjadinya apakah terus menerus atau hanya sekali-


kali, kadang-kadang, jarang atau sudah tidak muncul lagi,
dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya
halusinasi pada pasien halusinasi sering kali halusinasi pada
saat pasien tidak memiliki kegiatan atau pada saat melamun
maupun duduk sendiri.

4) Situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi

Situasi terjadinya apakah ketika sendiri, atau setelah terjadi


kegiatan tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan
intervensi khusus pada waktu terjadi halusinasi, menghindari
situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, sehingga
pasien tidak larut dengan halusinasinya.

5) Respons

Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi


itu muncul. Perawat dapat menanyakan kepada pasien hal yang
dirasakan atau yang dilakukan saat halusinasi itu timbul.
Perawat juga dapat menanyakan kepada keluarganya atau
orang terdekat pasien. Selain itu, dapat juga dengan
mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul. Pada
pasien halusinasi sering kali mengarah mudah tersinggung dan
merasa curiga pada oranglain.

g. Proses berpikir

1. Bentuk piker

Mengalami dereistik yaitu bentuk pemikiran yang tidak sesuai


dengan kenyataan yang ada atau tidak mengikuti logika secara
umum ( tidak ada sangkut pautnya antara proses individu dan
pengalaman yang sedang terjadi). Pasien yang mengalami
halusinasi lebih sering was-was terhadap hal-hal yang
dilaminya.

2. Isi Pikir
Selalu merasa curiga terhadap suatu hal dan depersoalisasi
yaitu perasaaan yang aneh asing terhdap diri sendiri, oranglain,
lingkungan sekitar, berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
non realistis.

h. Tingkat kesadaran

Pada pasien halusinasi seringkali mersa bingung, apatis (acuh tak


acuh).

i. Memori

1) Daya ingat jangka panjang: mengingat kejadian masa lalu


lebih dari satu bulan

2) Daya ingat jangka menengah: dapat mengingat kejadian yang


terjadi 1 minggu terakhir.

3) Daya ingat jangka pendek; dapat mengingat kejadian yang


terjadi saat ini.

j. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Pada pasien dengan halusinasi tidak dapat berkonsentrasi dan


dapat dapat menjelaskan kembali pembicaraan yang baru saja
dibicarakan dirinya/oranglain.

k. Kemampuan penilaian mengambil keputusan

1) Gangguan ringan: dapat mengambil keputusan secara


sederhana baik dibantu oranglain/tidak

2) Gangguan bermakna: tidak dapat mengambil keputusan secara


sederhana dan cenderung mendengar.

Daya tilik diri

Pada pasien halusinasi cenderung mengingkari penyakit yang


diderita: pasie tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik)
pada dirinya dan merasa tidak perlu minta bantuan /pasien
menyangkal keadaan penyakitnya dan pasien tidak mau bercerita
tentang penyakitnya.
8. perencanaan Pulang

a. Kemampuan pasien memenuhi kebutuhan

Tanyakan apakah pasien mampu atau tidak mampu memenuhi


kebutuhan sendiri.

b. Kegiatan kehidupan sehari-hari

1. Perawatan diri

Pada pasien halusinasi tidak mampu melakukan kegiatan hidup


sehari-hari seperti mandi, kebersihan, ganti pakaian, secara
mandiri perlu bantuan minima.

2. Tidur

a. Pasien halusinasi cenderung tidak dapat tidur yang


berkualitas karena kegelisahan, kecemasan akan hal yang
tidak realita Kemampuan pasien lain.

b. Pasien tidak dapat mengantisipasi kebutuhan hidupnya


dan membuat keputusan.

c. Pasien memiliki system pendukung

d. Pasien halusinasi tidak memiliki dukungan dari keluarga


maupun orang sekitarnya karena kurangnya pengetahuan
keluarga bisa menjadi penyebab

e. Pasien menikmati saat bekerja/kegiatan produktif/hobi.


Pasien halusinasi merasa menikmati pekerjaan, kegiatan
yang produktif, karena ketika pasien melakukan kegiatan
berkurangnya pandangan kosong.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan Merupakan suatu masalah keperawatan klien


mencakup baik respon adaptif maupun maladaptif serta stressor yang yang
menunjang ( Herman & Kamitsuru, 2015). Diagnosa yang muncul pada
defisit perawatan diri :
1) Defisit perawatan diri

2) Gangguan sensori persepsi :halusinasi

3) Harga diri rendah

2.1.5 Intervensi Keperawatan

Rencana tindakan pada keluarga (Keliat, 2015 dalam Hulu & Pardede
2022) adalah :

1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien.

2. Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses terjadinya


halusinasi, jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi,
proses terjadinya halusinasi.

3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami


halusinasi : menghardik, minum obat, bercakap- cakap, melakukan
aktivitas.

4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah


terjadinya halusinasi.

5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan.

6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk


follow up anggota keluarga dengan halusinasi. Rencana tindakan
keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan persepsi sensori
halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa terapi
(Sulah, Pratiwi, & Teguh. 2016) yaitu :

1. Bantu klien mengenal halusinasinya meliputio isi, waktu terjadi


halusinasi, isi, frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi respon
klien terhadap halusinasi mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.

2. meminum obat secara teratur.

3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain.

4. Menyusun kegiatan terjadwal dan dengan aktifitas.


2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada


situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini
terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis
dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan
tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat
juga menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual,
tekhnikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan, dinilai
kembali apakah aman bagi klien. Setelah semuanya tidak ada hambatan
maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan (Aldam, &
Wardani,2019). Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa
dilakukan berdasarkan Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan
masing- masing masalah utama. Pada masalah gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran, terdapat 2 jenis SP, yaitu SP Klien
dan SP Keluarga.SP klien terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan
saling percaya, mengidentifikasi halusinasi “jenis, isi, waktu, frekuensi,
situasi, perasaan dan respon halusinasi”, mengajarkan cara menghardik,
memasukan cara menghardik ke dalam jadwal; SP 2 (mengevaluasi SP
1, mengajarkan cara minum obat secara teratur, memasukan ke dalam
jadwal); SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2, menganjurkan klien untuk
mencari teman bicara); SP 4 (mengevaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3,
melakukan kegiatan terjadwal).

Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak


dengan klien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan
dikerjakan dan peran serta klien yang diharapkan, dokumentasikan
semua tindakan yang telah dilaksanakan serta respon klien.

2.1.4 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan


membandingkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus
yang telah ditentukan.halusinasi pendengaran tidak terjadi perilaku
kekerasan, klien dapat membina hubungan saling percaya, klien
dapatmengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasi dengar
dari jangka waktu 4x24 jam didapatkan data subjektif keluarga
menyatakan senang karena sudah diajarkan teknik mengontrol
halusinasi, keluarga menyatakan pasien mampu melakukan beberapa
teknik mengontrol halusinasi. Data objektif : pasien tampak berbicara
sendiri saat halusinasi itu datang, pasien dapat berbincang-bincang
dengan orang lain, pasien mampu melakukan aktivitas terjadwal, dan
minum obat secara teratur. (Aji, 2019 dalam Meylani & Pardede, 2022).

BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Inisial : Tn.C
Ruang rawat : Bukit Barisan

Tanggal pengkajian : 02 November 2022


Umur : 18 tahun
Agama : islam
Mr. No : 04-71-13
Informan : pasien dan buku status
3.1.2 Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien masuk rumah sakit jiwa diantar oleh keluarganya pasien
mengatakan alasannya masuk karena suka marah-marah, serta melamun,
sering bicara sendiri, mondar mandir, mendengar suara-suara yang
menyuruhnya untuk membunuh ibunya, dan sulit tidur. Berdasarkan
buku status pasien masuk karena marah-marah tanpa sebab, gelisah,
bicara sendiri.

3.1.3 Faktor Predisposisi


Pasien pernah mengalami gangguan jiwa, pengobatan sebelumnya
kurang berhasil dan pasien tidak mempunyai trauma. Pasien pernah
dirawat kurang lebih 2 tahun dan pasien jarang meminum obat, Keluarga
pasien tidak ada yang pernah mengalami gangguan jiwa, pasien
mengatakan bahwa ibunya tidak menginginkan dirinya lagi.
3.1.4 Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-
tanda vital, didapatkan hasil TD : 110/80 mmHg ; N : 82x/i ; S : 36,5 oC ;
P : 20x/i. Klien memiliki tinggi badan 150 cm dan berat badan 50 Kg.
3.1.5 Psikososial
1. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki
: Perempuan

: Klien

---- : Tinggal dalam satu rumah

: meninggal

2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak
ada yang cacat
b. Identitas : Klien anak ke 3 dari 4 bersaudara.
c. Peran : Klien hanya sekolah sampai SMP
d. Ideal diri :Klien merasa malu karena pasien dirawat di
Rumah Sakit Jiwa dan ingin cepat pulang ke
rumah.
e. Harga diri : pasien merasa malu dengan penyakitnya.

Masalah keperawatan: Gangguan Konsep Diri : Harga Diri


Rendah

3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : ayahnya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : klien tidak
ikut dalam kegiatan kelompok
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien
mengatakan sulit berinteraksi dengan orang lain dan lebih
suka menyendiri.
klien mengatakan sulit berinteraksi dengan orang lain dan lebih
suka menyendiri.
Masalah keperawatan: Isolasi sosial

3.1.6 Spiritual
1. Nilai dan Keyakinan : Klien beragama islam dan yakin dengan
agamanya.
2. Kegiatan Ibadah : Klien tidak pernah melakukan ibadah selama
dirawat di rumah sakit jiwa.
Masalah Keperawatan : Defisit Spritual

3.1.7 Status Mental


1. Penampilan pasien tidak rapi dan acak-acakan.
2. Pembicaraan Klien bicara seperti biasa namun hanya saat ditanya
saja.
3. Aktivitas Motorik
Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari – hari.
4. Suasana perasaan
klien tidak mampu mengekspresikan perasaannya saat mendengar
hal-hal yang aneh
Masalah keperawatan :Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Pendengaran
5. Afek
Efek wajah sesuai dengan topik pembicaraan
6. Interaksi selama wawancara
Klien kooperatif saat wawancara
7. Persepsi
Klien mengatakan bahwa ia suka mendengar suara bisikan
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran
8. Proses Pikir
Klien mampu menjawab sesuai dengan yang ditanyakan
9. Isi pikir
Klien dapat mengontrol isi pikirnya, klien tidak mengalami
gangguan isi pikir dan tidak ada waham.Klien tidak mengalami
fobia, obsesi ataupun depersonalisasi.
10. Tingkat kesadaran
Klien tidak mengalami gangguan orientasi, klien mengenali
waktu, orang dan tempat.
11. Memori
Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang baru
terjadi.
12. Tingkat konsentrasi berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana tanpa
bantuan orang lain.
13. Kemampuan penilaian
Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk (mampu
melakukan penilaian)
14. Daya tilik diri
Klien tidak mengingkari penyakit yang diderita, klien mengetahui
bahwa dia sedang sakit dan dirawat di rumah sakit jiwa.
3.1.8 Mekanisme Koping
Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat
berbicara baik dengan orang lain.
3.1.9 Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien mengatakan sulit berteman dengan orang lain karena pasien
selalu ingin menyendiri.
Masalah keperawatan : Isolasi Sosial (menarik diri)
3.10 Pengetahuan Kurang Tentang Gangguan Jiwa
Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan
hanya mengetahui obat yang dikonsumsi nya membantu klien untuk
bisa tidur dimalam hari dan menghilangkan pendengaran aneh yang
dirasakannya.

3.11 Aspek Medik


Diagnosa medis : Skizofrenia Paranoid
Terapi medis yang diberikan:
Resperidon tablet 2mg 2x1
Clozapin 25mg 1x1
Dipenhidramin 2 ampl
Haloperidol 1 ampl
3.2 Analisa Data
No Data Masalah keperawatan

1 Ds : klien mengatakan sering mendengar bisikan Gangguan presepsi sensori :


yang mengejek dirinya dan klien sering marah- halusinsi pendengaran
marah, serta melamun, mendengar suara-suara
tanpa wujud pada saat siang dan malam hari, sulit
tidur
Do : klien tampak gelisah, klien tampak menikmati
halusinasinya, suka senyum-senyum sendiri.
Sering menyendiri, melamun, dan mondar-mandir
2 Ds : klien mengatakan malu dan merasa tidak Harga Diri Rendah Kronis
berguna karena selalu menyusahkan orangtuanya,
klien merasa sedih karena tidak ada yang mau
menerima dan menghargai dirinya, klien
mengatakan bahwa ia malu dengan penyakit yang
dialaminya, pasien lebih memilih memendam
perasaan yang dialaminya.
Do : klien tampak murung dan sedih karena
kondisinya, klien tampak sulit berkonsentrasi,
klien tampak kurang percaya diri, ekspesi wajah
tampak kosong.

3 Ds : Isolasi Sosial : Menarik diri


- Klien mengatakan sulit berteman dengan orang
lain karena klien selalu ingin menyendiri.
- Klien mengatakan merasa malu akan dirinya
sehingga tidak mau berinteraksi dengan orang
lain.
DO :
- Klien tampak sering menyendiri.
- Klien acuh dengan lingkungan sekitarnya
- Klien tampak menarik diri dan susah untuk
berkomunikasi
- Klien lebih banyak tidur

3.3 Masalah Keperawatan


1. Gangguan Presepsi sensori : halusinasi pendengaran
2. Harga diri rendah
3. Isolasi Sosial : Menarik diri

3.4 Pohon Masalah Keperawatan

Gangguan Presepsi
Sensori Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

3.5 Prioritas Diagnosa Masalah Keperawatan


1. Gangguan Presepsi Sensori Halusinasi Pendengaran

3.6 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Intervensi
Harga diri rendah kronis SP 2:
a. Menilai kemampuan yang dapat digunakan.
b. Menetapkan/memiliki kegiatan sesuai
kemampuan.
c. Melatih kempuan sesuai kemampuan yang
dipilih 1
SP 3: Melatih kemampuan yang dipilih 2
SP 4: Melatih kemampuan yang dipilih 3
Gangguan presepsi SP 1:
sensori : halusinasi 1. Identifikasi isi, waktu terjadi,situasi pencetus, dan
pendengaran responterhadap halusinasi 2. mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
SP 2 :
Mengontrol Halusinasi dengan cara minum obat
secara teratur
SP 3:
mengontrol halusinasi dengancara bercakap – cakap
dengan orang lain
SP 4:
mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
aktifitas terjadwal
Isolasi Sosial : Menarik SP 1 : Menjelaskan keuntungan dan kerugian
Diri mempunyai teman
SP 2 : Melatih klien berkenalan dengan 2 orang atau
lebih
SP 3 : Melatih klien bercakap-cakap sambil
melakukan kegiatan harian
SP 4 : Melatih klien berbicara social : meminta
sesuatu, berbelanja dan sebagainya.

3.7 Implementasi & Evaluasi Keperawatan

Waktu Implementasi Evaluasi

Rabu 02 -11 1. Data S : klien merasa senang, dan


2022 Tanda dan Gejala semangat
( 10:00) - klien mengatakan sering
O:
mendengar bisikan yang mengejek
- Klien mampu mengenali
dirinya halusinasi yang dialami
nya; isi, frekuensi, watu
- klien sering marah-marah, serta
terjadi, situasi pencetus,
melamun, mendengar suara-suara perasaan,respon dengan
mandiri.
tanpa wujud pada saat siang dan
- Klien mampu mengontrol
malam hari, sulit tidur halusinasinya dengan cara
meghardik dengan
- klien tampak gelisah,
bantuan.
- klien tampak menikmati - klien mampu mengontrol
halusinasi dengan minum
halusinasinya, suka senyum-
obat secara teratur dengan
senyum sendiri. bantuan.
- Klien Sering menyendiri,
A : Halusinasi (+)
melamun, dan mondar-mandir.
P : - Latihan mengidentifikasi
2. Diagnosa Keperawatan
halusinasinya; isi, frekuensi,
Gangguan presepsi sensori halusinasi watu terjadi, sruasi pencetus,
perasaan dan respon halusinasi
pendengaran
3x/hari
3. Tindakan keperawatan - Latihan menghardik
halusinasi 3x/ hari
SP 1:
1. Identifikasi isi, waktu terjadi, situasi
pencetus, dan responterhadap halusinasi
2. mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
SP 2: Mengontrol Halusinasi dengan cara
minum obat secara teratur.
4. RTL
SP 3:
mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap – cakap dengan orang lain
SP 4:
mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan aktifitas terjadwal.
KAMIS 1. Data S : klien mengatakan
03-11-2022 Tanda dan Gejala senang
(11:30) - klien mengatakan sering
O : - Klien mampu bercakap-
mendengar bisikan yang mengejek
cakap dengan orang lain secara
dirinya mandiri
- Klien mampu melakukan
- klien tampak gelisah,
aktifitas terjadwal dengan
- klien tampak menikmati mandiri
halusinasinya, suka senyum-
A : halusinasi (+)
senyum sendiri.
- Klien Sering menyendiri, P : Latihan menghardik
halusinasi 3 x/ 1hari
melamun, dan mondar-mandir.
- Latihan minum obat secara
Kemampuan : menutup telinga teratur 2x 1 hari
dengan tangan jika mendengar - laihan bercakap-cakap dengan
suara orang lain 1x 1 hari
2. Diagnosa Keperawatan - latihan kegiatan terjadwal 3x1
hari
Gangguan presepsi sensori halusinasi
pendengaran
3. Tindakan keperawatan
SP 3:
mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap – cakap dengan orang lain
SP 4:
mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan aktifitas terjadwal.
4. RTL
Halusinasi ; : Follow up dan evaluasi
Sp 1-4 Halusinasi pendengaran
Senin 1. Data S : Klien merasa senang
07-11-2022 Tanda & gejala
(11:00) - klien mengatakan malu dan merasa
O : Klien mengatakan mampu
tidak berguna karena selalu
mengidentifikasi aspek positif
menyusahkan orangtuanya,
dengan mandiri.
- klien merasa sedih karena tidak ada
yang mau menerima dan menghargai
A : gangguan konsep diri : harga
dirinya,
diri rendah kronis
- klien mengatakan bahwa ia malu
dengan penyakit yang dialaminya,
P:
- klien lebih memilih memendam
- Latihan mengidentifikasi
perasaannya
kemampuan dan aspek postif
- klien tampak murung dan sedih
yang dimiliki sebanyak
karena kondisinya,
3x/hari
- klien tampak sulit berkonsentrasi,
- Latihan Menilai kemampuan
- klien tampak kurang percaya diri
yang dapat digunakan 3x/hari.
- ekspresi wajah kosong
2. Diagnosa Keperawatan - Latihan Menetapkan/memilki
Gangguan konsep diri : Harga Diri kegiatan sesuai kemampuan
Rendah Kronis 3x/hari.
3. Tindakan Keperawatan - Melatih kempuan sesuai
SP 1 Mengidentifikasi kemampuan dan kemampuan yang dipilih 1
aspek positif yang dimiliki pasien 3x/hari
4. RTL
SP 2:
1. Menilai kemampuan yang dapat
digunakan.
2. Menetapkan/memilki kegiatan
sesuai kemampuan
3. Melatih kempuan sesuai
kemampuan yang dipilih 1

Selasa/ 08- 1. Data S : klien mengatakan sudah


11-2022 Tanda & gejala
tidak malu karena sudah
(10:00) - klien mengatakan malu dan merasa
memiliki kemampuan positif.
tidak berguna karena selalu
O:
menyusahkan orangtuanya,
- klien sudah mampu
- klien merasa sedih karena tidak ada
mengidentifikasi
yang mau menerima dan menghargai
kemampuan positif.
dirinya,
- Klien sudah mampu
- klien mengatakan bahwa ia malu
menilai kemapuan yang
dengan penyakit yang dialaminya,
digunakan
- klien lebih memilih memendam
- Klien sudah mampu
perasaannya
menetapkan keampuan.
- klien tampak murung dan sedih
karena kondisinya,
A : Gangguan Konsep Diri : Harga
- klien tampak sulit berkonsentrasi,
Diri Rendah Kronis
- klien tampak kurang percaya diri
- ekspresi wajah kosong
2. Diagnosa Keperawatan
P:
Gangguan konsep diri : Harga Diri
Latih kemampuan yang dipilih
Rendah Kronis
3. Tindakan Keperawatan 1 (3x/hari)
SP 2: Latih kemampuan yang dipilih
1. Menilai kemampuan yang dapat 2 (3x/hari)
digunakan.
2. Menetapkan/memilki kegiatan
sesuai kemampuan
3. Melatih kempuan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
4. RTL
Melatih kempuan sesuai kemampuan
yang dipilih 2
RABU/09- 1. Data S : klien mengatakan senang
11-2022 Tanda & gejala
sudah mampu melatih kegiatan
(10:00) - klien tampak murung dan sedih
bermain sepak bola
karena kondisinya,
- klien tampak sulit berkonsentrasi,
O : Klien sudah mampu melatih
- klien tampak kurang percaya diri
kegiatan bermain sepak bola,
- ekspresi wajah kosong.
klien sudah mampu melatih
Kemampuan:Berkebun,bernyanyi,
bergambar.
menggali aspek positif, memilih
kemampuan, bermain sepak bola
A : Gangguan Konsep Diri :
2. Diagnosa keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis
Gangguan konsep diri : Harga Diri
Rendah
P : - Latih kemampuan yang
3. Tindakan keperawatan
dipilih 2 bermain bola (2x/hari)
SP 3 : Melatih kemampuan sesuai
- Latih kemampuan yang dipilih
kemampuan yang dipilih 2
3 (mengambar) (3x/hari)
4. RTL
SP 4 : Melatih kemampuan sesuai
kemampuan yang dipilih 3

KAMIS/10- 1. Data S : klien senang bisa melatih


11-2022 Tanda & Gejala
kegiatan mengambar
(10:00)
- Kontak mata sudah baik Tampak
O: - Klien sudah mampu
semangat dengan kegitan yang diberi
melatih kegiatan mengambar
- Klien sudah merasa tidak malu karena
sudah memiliki kemampuan. dengan mandiri
2. Diagnosa Keperawatan - klien sudah mampu melatih
Gangguan konsep diri : Harga Diri bergambar
Rendah. A : Gangguan konsep diri :
3. Tindakan Keperawatan Harga Diri Rendah(+)
SP 4 : Melatih kemampuan sesuai
kemampuan yang dipilih 3 P:
4. RTL - Latihan mengidentifikasi
Gangguan konsep diri :Harga diri kemampuan dan aspek postif
rendah Follow up dan evaluasi Sp 1- 4 yang dimiliki sebanyak
Harga diri rendah. 3x/hari.
- Latihan Menilai kemampuan
yang dapat digunakan
3x/hari.
- Latihan
Menetapkan/memilki
kegiatan sesuai kemampuan
3x/hari .
- Melatih kempuan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
3x/hari.
- Latih kemampuan yang
dipilih 2 (3x/hari)
- Latih kemampuan yang
dipilih 3 (3x/hari)
JUMAT/ 1. Data S : Klien mengatakan senang
11-11-2022 Tanda dan gejala :
dan lebih tenang
- Klien mengatakan sulit berteman
dengan orang lain karena klien selalu O:
ingin menyendiri. - Klien mampu menjelaskan
- Klien mengatakan merasa malu akan keuntungan dan kerugian
dirinya sehingga tidak mau mempunyai teman dengan
berinteraksi dengan orang lain. motivasi perawat.
- Klien tampak sering menyendiri. - Klien mampu berkenalan

- Klien acuh dengan lingkungan dengan 2 orang dengan


sekitarnya motivasi perawat
- Klien tampak menarik diri dan susah
untuk berkomunikasi A : Isolasi Sosial : Menarik
- Klien lebih banyak tidur Diri (+)
2. Diagnosa Keperawatan : P:
Isolasi Sosial : Menarik Diri - Menjelaskan keuntungan
3. Tindakan Keperawatan : dan kerugian mempunyai
Sp1 : Menjelaskan keuntungan dan teman.
kerugian mempunyai teman - Latihan berkenalan dengan
Sp2 : Melatih klien berkenalan dengan 2 orang atau lebih
2 orang atau lebih
4. RTL :
Sp3 : Melatih klien bercakap-cakap
sambil melakukan kegiatan harian
S4 : Melatih klien berbicara sosial :
meminta sesuatu, berbelanja dan
sebagainya

SABTU/12- 1. Data S : Klien mengatakan senang


11-2022 Klien mengatakan sulit berteman
karena berinteraksi dengan orang
dengan orang lain karena klien
lain
selalu ingin menyendiri.
O:
- Klien mengatakan merasa malu
- Klien mampu menjelaskan
akan dirinya sehingga tidak mau
kembali keuntungan dan kerugian
berinteraksi dengan orang lain.
mempunyai teman dengan
- Klien tampak sering mandiri
menyendiri.
- Klien mampu berkenalan dengan
- Klien lebih banyak tidur. 2 orang dengan mandiri.
- Klien mampu bercakap-cakap
2. Diagnosa Keperawatan
sambil melakukan kegiatan harian
Isolasi Sosial : Menarik Diri
seperti sambil menyapu dengan
3. Tindakan Keperawatan
Sp3 : Melatih klien bercakapcakap motivasi perawat.
sambil melakukan kegiatan harian - Klien mampu berbicara sosial :
S4 : Melatih klien berbicara sosial: meminta sesuatu, berbelanja dan
meminta sesuatu, berbelanja dan sebagainya dengan motivasi
sebagainya perawat.
4. RTL
Follow up dan evaluasi Sp1- A : Isolasi Sosial : Menarik Diri
Sp4 Isolasi Sosial (+)

P:
- Menjelaskan keuntungan dan
kerugian mempunyai teman
- Latihan berkenalan dengan 2
orang atau lebih.
- Latihan bercakap-cakap sambil
melakukan kegiatan harian
- Latihan berbicara sosial:
meminta sesuatu, berbelanja dan
sebagainya

BAB 4
PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan kepadaTn. C dengan


Gangguan Presepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di RSJ. Dr. Prof
Muhammad Ildrem Medan, maka penulis pada BAB ini akan membahas
kesenjangan antara teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai
melalui tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa
keparawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Pada pembahasan ini diuraikan tentang hasil pelaksanaan tindakan
keperawatan dengan pemberian terapi generalis pada klien halusinasi
pendengaran. Tahap pengkajian pada klien halusinasi dilakukan
interaksi perawat-klien melalui komunikasi terapeutik untuk
mengumpulkan data dan informasi tentang status kesehatan klien. Pada
tahap ini terjadi proses interaksi manusia, komunikasi, transaksi dengan
peran yang ada pada perawat sebagaimana konsep tentang manusia
yang bisa dipengaruhi dengan adanya proses interpersonal. Selama
pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber, yaitu
dari pasien, buku rawatan dan tenaga kesehatan di ruangan. Penulis
mendapat sedikit kesulitan dalam menyimpulkan data karena keluarga
pasien jarang mengunjungi pasien di rumah sakit jiwa. Maka penulis
melakukan pendekatan kepada pasien melalui komunikasi terapeutik
yang lebih terbuka membantu pasien untuk memecahkan perasaannya
dan juga melakukan observasi kepada pasien. Penulis melakukan
pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada klien agar
klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
Adapun upaya tersebut yaitu:
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri
pada klien agar klien lebih terbuka dan lebih percaya dengan
menggunakan perasaan
b. Mengadakan pengkajian klien dengan wawancara.
c. Mengadakan pengkajian dengan cara membaca status, melihat buku
rawatan dan berta nya kepada pegawai ruangan Bukit barisan.
Dalam pengkajian ini, penulis menemukan kesenjangan karena
ditemukan. Pada kasus Tn.C, klien mendengar suara-suara yang
menyuruh untuk melakukan memukul, gelisah, mondar-mandir,
tampak tegang, putus asa, sedih dan lain-lain. Gejala gejala yang
muncul tersebut tidak semua mencakup dengan yang ada di teori
klinis dari halusnasi (Keliat,.2016). Akan tetapi terdapat faktor
predisposisi maupun presipitasi yang menyebabkan kekambuhan
penyakit yang dialami oleh Tn.C. Tindakan keperawatan terapi
generalis yang dilakukan pada Tn.C adalah strategi pertemuan
pertama sampai pertemuan empat. Strategi pertemuan pertama
meliputi mengidentifikasi isi, frekuensi, jenis, dan respon klien
terhadap halusinasi serta melatih cara menghardik halusinasi.
Strategi pertemuan kedua yang dilakukan pada Tn.C meliputi
melatih cara mengendalikan dengan bercakap-cakap kepada orang
lain. Strategi pertemuan yang ketiga adalah menyusun jadwal
kegiatan bersama sama dengan klien. Strategi pertemuan keempat
adalah mengajarkan dan melatih Tn. C cara minum obat yang
teratur
4.2 Diagnosa Keperawatan
Pada Teori menurut NANDA 2015-2017 diagnosa keperawatan
yang muncul sebanyak 3 diagnosa keperawatan yang meliputi:
1. Harga diri rendah.
2. Isolasi social
3. Halusinasi.
4. Koping individu inefektif
5. Defisit Spritual
Sedangkan pada kasus Tn.C ditemukan lima diagnosa
keperawatan yang muncul yang meliputi: harga diri rendah,
isolasi sosial, halusinasi, koping individu inefektif, defisit
spritual. Dari hal tersebut di atas dapat dilihat terjadi kesamaan
antara teori dan kasus. Dimana semua diagnosa pada teori
muncul pada kasus Tn.C
4.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan
rencana asuhan keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya
setelah pangkajian dan penentuan diagnosa keperawatan. Pada
tahap perencanaan penulis hanya menyusun rencana tindakan
keperawatan sesuai dengan pohon masalah keperawatan yaitu :
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran (Kelliat
2016).
Pada tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjaun kasus tidak ada
kesenjangan sehingga penulis dapat melaksanakan tindakan
seoptimal mungkin dan didukung dengan tersedianya sarana
ruangan perawat yang baik dan adanya bimbingan dan petunjuk
dari petugas kesehatan dari rumah sakit jiwa yang diberikan
kepada penulis.Secara teoritis digunakan cara strategi pertemuan
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul saat
pengkajian. Adapun upaya yang dilakukan penulis yaitu :
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
a. Identifikasi isi, waktu terjadi,situasi pencetus, dan
respon terhadap halusinasi.
b. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
c. Mengontrol Halusinasi dengan cara minum obat secara
teratur.
d. mengontrol halusinasi dengan cara bercakap – cakap
dengan orang lain.
e. Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas
terjadwal.
2. Isolasi Sosial: Menarik Diri
a. Menjelaskan keuntungan dan kerugian memiliki teman
b. Melatih klien berkenalan dengan dua orang atau lebih
c. Melatih klien bercakap-cakap sambil melakukan
kegiatan harian
d. Melatih berbicara sosial : seperti berbelanja meminta
sesuatu
3. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien.
b. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Menetapkan/memilki kegiatan sesuai kemampuan.
d. Melatih kempuan sesuai kemampuan yang dipilih 1
e. Melatih kemampuan sesuai kemampuan yang dipilih.
f. Melatih kemampuan sesuai kemampuan yang dipilih 3

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi, adalah tahap dimana perawat memulai melakukan
tindakan penulis hanya mengatasi masalah keperawatan
halusinasi pendengaran (Aldam, & Wardani,2019). Dengan
melakukan strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi isi,
frekuensi, waktu terjadi, perasaan, respon halusinasi. Kemudian
strategi pertemuan yang dilakukan yaitu latihan mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik. Strategi pertemuan yang
kedua yaitu anjurkan minum obat secara teratur, strategi
pertemuan yang ke tiga yaitu latihan dengan cara bercakap -
cakap pada saat aktivitas dan latihan strategi pertemuan ke
empatyaitu melatih klien melakukankegiatan terjadwal.
4.5 Evaluasi
Pada tinajauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah: Pasien
mempercayai perawat sebagai terapis, pasien menyadari bahwa
yang dialaminya tidak ada objeknya, dapat mengidentifikaasi
halusinasi, dapat mengendalikan halusinasi melalui mengahrdik,
latihan bercakap-cakap, melakukan aktivitas serta menggunakan
obat secara teratur (Aji, 2019 dalam Syahdi & Pardede, 2022).
Pada tinjauan kasus evaluasi yang didapatkan adalah: Klien
mampu mengontrol dan mengidentifikasi halusinasi, Klien
mampu melakukan latihan bercakap-cakap dengan orang lain,
Klien mampu melaksanakan jadwal yang telah dibuat bersama,
Klien mampu memahami penggunaan obat yang benar: 5 benar.
Selain itu, dapat dilihat dari setiap evalusi yang dilakukan pada
asuhan keperawatan, dimana terjadi penurunan gejala yang
dialami oleh Tn.C dari hari kehari selama proses interaksi.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan
menjadikan status klien sebagai sumber informasi yang dapat
mendukung data-data pengkajian. Selama proses pengkajian,
perawat mengunakan komunikasi terapeutik serta membina
hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Tn.C,
diperoleh bahwa klien mengalami gejala- gejala halusinasi seperti
mendengar suara-suara, gelisah, sulit tidur, tampak tegang,
mondarmandir,tidak dapat mempertahankan kontak mata, sedih,
malu, putus asa, menarik diri, mudah marah dan lain-lain. Faktor
predisposisi pada Tn.C yaitu pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya serta memiliki riwayat mengonsumsi alkohol dan obat
terlarang.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn.C: Halusinasi
pendengaran, isolasi sosial, koping individu inefektif, defisit
spritual, harga diri rendah. Tetapi pada pelaksanaannya, penulis
fokus pada masalah utama yaitu halusinasi pendengaran.
3. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan
strategi pertemuan pada pasien halusinasi pendengaran dan harga
diri.
4. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien
dalam mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada
penurunan gejala halusinasi pendengaran yang dialami.
5.2 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam
pelaksanaan strategi pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi
sehingga dapat mempercepat proses pemulihan klien.
2. Bagi Rumah Sakit
Laporan ini diharapkan dapat menjadai acuan dan referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi
pendengaran
DAFTAR PUSTAKA

Abdurkhman, R. N., & Maulana, M. A. (2022). Psikoreligius terhadap perubahan


persepsi sensorik pada pasien halusinasi pendengaran di rsud arjawinangun
kabupaten cirebon. Jurnal Education and Development, 10(1), 251–253.
Anugrah, T. (2021). Asuhan Keperwatan Jiwa Pada Tn . E Dengan Gangguan
Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Di Ruangan Dolok Sanggul Ii.
1–38.
Asal, A., Lase, N., & Pardede, J. A. (2019). Penerapan Terapi Generalis ( SP 1-
4 ) Pada Penderita Skizofrenia Dengan Masalah Halusinasi Di Ruang
Sibual-buali : Studi Kasus.
Hia, A. M. (2021). Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. Y Dengan
Halusinasi Pendengaran. 1–42.
Pardede. (2021). Penerapan Strategi Pelaksanaan SP 1 dan 4 Dengan Masalah
Halusinasi Pada Penderita Skozofrenia. vol 1, 1–4.
Pardede, J. A. (2021). Self-Efficacy Dan Peran Keluarga Berhubungan Dengan
Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa,
4(1), 57–66.
Pardede, J., & Lyla, M. (2020). Edukasi Kepatuhan Minum Obat Untuk
Mencegah Kekambuhan Orang Dengan Skizofrenia. Platform Riset
Mahasiswa Akuntansi, 01(02), 132–142.
Purba, J. F. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. Dengan
Masalah Halusinasi Melalui Terapi SP 1-4 : Studi Kasus.
Rokayah, C., Novian, F. D., & Supriyadi, S. (2020). Beban Keluarga
Berhubungan dengan Kemampuan Keluarga dalam Merawat Pasien
Halusinasi. Jurnal Keperawatan Jiwa, 8(1), 97.
https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.97-102
Rokhimmah, Y., & Rahayu, D. A. (2020). Penurunan Harga Diri Rendah dengan
menggunakan Penerapan Terapi Okupasi (Berkebun). Ners Muda, 1(1), 18.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i1.5493
Suparyanto dan Rosad (2015. (2022). World Health Organization (2022).
Suparyanto Dan Rosad, 5(3), 248–253.
sventinus mendorofa, D. (2022). Asuhan keperawatan jiwa pada Tn. B dengan
masalah halusinasi pendengaran. OSF Preprints, 1(April), 11–43.
Tinambunan, E. D. (2021). Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn T
Dengan Halusinasi Pendengaran.
Utami. (2020). Stase Keperawatan Jiwa ,Penulis Doni Syahdi. 2019, 1–4.
Waruwu, F. I. J. (2019). Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. W Dengan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran. 1–35.
Wulandari, Y., & Pardede, J. A. (2020). Aplikasi Terapi Generalis Pada Penderita
Skizofrenia Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran. Jurnal Keperawatan,
Riskesdes 2018, 1–49.

Anda mungkin juga menyukai