Disusun Oleh :
KELOMPOK : 10
PROBOLINGGO
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah dengan judul “KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan kepada
Nabi kita Muhammad SAW, juga segenap keluarga, dan para sahabatnya.
Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pembina
Yayasan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. H. Nur Hamim, S.KM., S.Kep.Ns., M.Kes selaku Ketuan STIKes
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo
3. Ibu Shinta Wahyusari, S.Kep.Ns., M.Kep, Sp.Kep.Mat selaku Kepala Prodi
Sarjana Keperawatan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan
Probolinggo.
4. Ibu Rizka Yunita, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa II.
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
6. Rekan – rekan STIKes Hafshawaty Zainul Hasan Genggong STIKes
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo semester VI.
Karena tanpa dukungan dan bimbingan beliau makalah ini tidak akan
terselesaikan, seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada
saya mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan penulis,
semoga makalah ini dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri dan para pembaca
untuk dijadikan referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan
pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia.
Seluruh klien dengan skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa
ada rangsangan dari luar (Meylani & Perdede, 2022).
Halusinasi dengan diagnosa medis skizofrenia sebanyak 20%
mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan secara bersamaan,
70% mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi
penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya (Hulu & Perdede,
2022).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penderita
skizofrenia dengan halusinasi meliputi ekspresi emosi keluarga yang
tertinggi, pengetahuan, keluarga yang kurang, ketersediaan pelayanan
kesehatan, penghasilan keluarga dan kepatuhan minum obat pasien
skizofrenia (Afconneri, 2020).
Penanganan secara tepat untuk mengatasi dampak dari halusinasi
yakni dengan melakukan tindakan asuhan keperawatan dan terapi
stimulasi. Asuhan keperawatan yang diberikan pada penderita halusinasi
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pasien dalam kehidupan nyata.
Terapi stimulasi persepsi dalam mengonrol halusinasi yaitu menghardik
dengan menutup telinga, mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat,
mengajak klien untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain, mengajak klien untuk melakukan aktivitas yang paling
klien sukai (Stuart, dkk. 2016 dalam Perdede & Sianturi, 2022)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengambil
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan halusinasi?
2. Apa saja etiologi/ penyebab halusinasi?
3. Apa saja manifestasi klinik halusinasi?
4. Apa saja klasifikasi halusinasi?
5. Bagaimana rentang respon halusinasi?
6. Bagaimana tahapan/ fase halusinasi?
7. Bagaimana mekanisme koping halusinasi?
8. Bagaimana penalaksanaan pada halusinasi?
9. Bagaimaan asuhan keperawatan pada halusinasi?
Subjektif Mayor :
1. Mendengar suara bisikan dan melihat bayangan
2. Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman, perabaan,
atau pengecapan
Subjektif Minor :
1. Menyatakan kesal
2. Menyatakan senang dengan suara-suara
3. Bicara seorang diri
4. Tertawa sendiri
5. Marah tanpa sebab
Objektif mayor :
1. Distorsi sensori
2. Respons tidak sesuai
3. Bersikap seolah melihat,mendengar, mengecap, meraba atau
mencium sesuatu
Objektif minor :
1. Menyendiri
2. Melamun
3. Kosentrasi buruk
4. Disorientasi waktu, tempat, orang, dan situasi
5. Curiga
6. Melihat ke satu arah
7. Mondar mandir
8. Bicara sendiri
Data Objektif
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
4. Menutup telinga
5. Menunjuk nunjuk kearah tertentu
6. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
7. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8. Menutup hidung
9. Sering meludah
10. Muntah
11. Menggaruk-garuk permukaan kulit
Data Subjektif
1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
4. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu atau monster
5. Mencium bau-bauan seperti bau darah, unrin, feses, kadang
kadang bau itu menyenangkan
6. Merasakan rasa seperti darah, urin, atau feses
7. Merasakan takut atau senang dengan halusinasinya
8. Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat
sedang sendirian
9. Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi
D. KLASIFIKASI / JENIS
Halusinasi memiliki lima jenis sesuai pancaindera yaitu (Merry Dame
Cristy Pane,2020; Paige Fowler,2021)
1) Halusinasi Penglihatan (visual)
Penderita halusinasi penglihatan akan melihat sesuatu yang
sebenernya tidak ada. Objek yang dilihat bisa manusia, benda, atau
cahaya. Melihat benda dengan bentuk yang salah atau melihat
benda bergerak dengan cara yang biasanya tidak. Terkadang
terlihat seperti kilatan cahaya.
2) Halusinasi Pendengaran (auditory)
Penderita halusinasi pendengaran akan mendengar suara, perintah,
atau ancaman yang sebenernya tidak ada. Seseorang merasakan
bahwa suara itu datang dari dalam atau dari luar pikirannya klien
mungkin mendengar suara berbicara satu sama lain atau merasa
seperti mereka menyuruhnya melakukan seuatu.
3) Halusinasi Penciuman (olfaktori)
Penderita halusinasi penciuman akan mencium bau harum atau bau
yang tidak sedap, padahal bau tersebut sebenarnya tidak ada. Klien
mengira bau itu berasal dari dari sesuatu di sekitarnya, atau berasal
dari tubuh sendiri padahal sebenernya tidak ada.
4) Halusinasi Pengecapan (gustatory)
Penderita halusinasi pengecapan akan mengecap rasa yang aneh,
misalnya rasa logam, pada makanan atau minuman yang di
konsumsi, padahal rasa itu sebenarnya tidak ada.
5) Halusinasi Sentuhan (taktil)
Penderita halusinasi sentuhan seakan-akan ada seseorang yang
meraba atau menyentuhnya, atau ada hewan yang merayap di
kulitnya, padahal sebenarnya tidak ada. Klien berpikir bahwa ada
yang menggelitiki bahkan ketika tidak ada orang lain di sekitarnya.
Atau mungkin dia merasa bahwa ada serangga yang merayap
ditubuh.
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-
norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan
dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaftif :
a.) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat
pada kenyataan.
b.) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman
c.) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran.
d.) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan.
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
a.) Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertetangan dengan kenyataan sosial
b.) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c.) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang
timbul dari hati.
d.) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak
teratur.
e.) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
F. TAHAP-TAHAP HALUSINASI
Tahap-tahap halusinasi dimulai dari beberapa tahap, hal ini dapat
dipengaruhi oleh keparahan dan respon individu dalam menanggapi
adanya rangsangan dari luar. Menurut Hulu & Pardede, (2022), halusinasi
terjadi melalui beberapa tahap, antara lain:
1) Tahap 1: Sleep disorder
Tahap ini merupakan suatu tahap awal sebelum muncul halusinasi.
Individu merasa banyak masalah sehingga ingin menghindar dari
orang lain dan lingkungan karena takut diketahui orang lain bahwa
dirinya banyak masalah (missal: putus cinta, turun jabatan,
bercerai, dipenuhi hutang dan lain-lain). Masalah semakin terasa
sulit dihadapi karena berbagai stressor terakumulasi sedangkan
support yang di dapatkan kurang dan persepsi terhadap masalah
sangat buruk. Sehingga akan menyebabkan individu tersebut sulit
tidur dan akan terbiasa menghayal. Individu akan menganggap
lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya pemecahan
masalah.
2) Tahap 2: Comforting Moderate Level of Anxiety
Pada tahap ini, halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum
individu menerimanya dengan sesuatu yang alami. Individu
mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan sehingga individu
mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan
dan pada penanganan pikiran untuk mengurangi kecemasan
tersebut. Dalam tahap ini, ada kecendrungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya dan halusinasi ini bersifat sementara
3) Tahap 3: Condmning Severe Level of Anxiety
Di tahap ini halusinasi bersifat menyalahkan dan sering
mendatangi klien. pengalaman sensori individu menjadi sering
datang dan mengalami bias sehingga pengalaman sensori tersebut
mulai bersifat menjijikan dan menakutkan. Individu mulai merasa
kehilangan kendali, tidak mampu mengontrol dan berusaha untuk
menjauhi dirinya dengan objek yang dipersepsikan individu.
individu akan merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut
dan akhirnya menarik diri dengan orang lain dengan intensitas
waktu yang lama.
4) Tahap 4: Controling Severe level of Anxiety
Di tahap ini, halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori
menjadi tidak relavan dengan kenyataan dan pengalaman sensori
tersebut menjadi penguasa. Halusinasi menjadi lebih menonjol,
menguasai, dan mengontrol individu sehingga mencoba melawan
suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Hingga akhirnya
individu tersebut menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk
melawan halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya.
Individu mungkin akan mengalami kesepian jika pengalaman
sensori atau halusinasinya tersebut berakhir. Dari sinilah
dimulainya fase gangguan psikotik.
5) Tahap 5: Concuering Panic Level of Anxiety
Tahap terakhir ini dimana halusinasi bersifat menaklukan atau
menguasai, halusinasi menjadi lebih rumit dan individu mengalami
gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman sensorinya
menjadi terganggu dan halusinasi tersebut berubah mengancam,
memerintah, dan menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya
sehingga klien mulai merasa mengancam.
G. MEKANISME KOPING
Apabila mendapat masalah, pasien takut/ tidak mau menceritakan
kepada orang lain (koping menarik diri). Mekanisme koping yang
digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan
suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Mekanisme koping yang
sering digunakan pada halusinasi adalah: (Prabowo, 2014 dalam Oktivaini,
2020)
1. Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawa kepada orang lain.
3. Manarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Rahayu (2016), penatalaksanaan medis pada pasien halusinasi
pendengaran dibagi menjadi dua:
1. Terapi Farmakologi
a. Haloperidol
1) Klasifikasi : antipskotik, neuroleptic, butirofenon
2) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian
hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipenuhi
sepenuhnnya, tampak menekan susunan saraf pusat pada tingkat
subkortikal formasi retricular otak, mesenfalon dan batang otak.
4) Kontraindikasi
Hipersensivitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan
sumsum tulang belakang, kerusakan otak subkortikal, penyakit
Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan
anoreksia
b. Clorpromazin
1) Klasifikasi : sebagai antipsikotik, antiemetic.
2) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania
pada gangguan bpolar, gangguan skizofrenia, ansietas dan
agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik
berlebih.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum dipahami
spenuhnya, namun berhubungan dengan efek antidopaminergik.
Antipsikotik dapatmenyekat reseptor dipamine postsinaps pada
ganglia basa, hipotalamus, system limbic, batang otak dan
medulla.
4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi
sumsum tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan
jantung, anak usia dibawah 6 tahun dan wanita selama masa
kehamilan dan laktasi.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipertensi,
ortostatik, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
c. Trihexypenidil ( THP )
1) Klasifikasi antiparkinson
2) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan
dengan obat antiparkinson.
3) Mekanisme Kerja
Mengorks ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan
kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin disekat
oleh sinaps untuk menguragi efek kolinergik berlebihan.
4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup,
hipertropi prostat pada anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek Samping
Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual
dan muntah.
2. Terapi Non Farmakologi
a. Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan
Sensori Persepsi : Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
b. Elektro Convulsif Therapy ( ECT )
Merupakan pengobatan secara fisik meggunakan arus listrik
dengan kekuatan 75-100 volt, cara kerja belum diketahui secara
jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini dapat
memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat
permudahk kontak dengan orang lain.
c. Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik
seperti manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki
dimana klien pengekangan dimana klien dapat dimobilisasi
dengan membalutnya, cara ini dilakukan padda klien halusinasi
yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya:
marahmarah atau mengamuk.
I. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan tahap awal dalam melakukan sebuah asuhan
keperawatan. Metode yang digunakan dalam tahap pengkajian data
adalah wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, serta studi
dokumentasi. Dalam keperawatan jiwa, seorang perawat diharapkan
memiliki kesadaran atau kemampuan tilik diri (self awereness),
kemampuan mengobservasi dengan akurat, berkomunikasi dengan
terapeutik dan kemampuan berespon secara efektif, karena hal tersebut
merupakan kunci utama dalam menumbuhkan hubungan saling
percaya dengan pasien. Hubungan saling percaya antar perawat dengan
pasien akan memudahkan perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan (Hulu & Pardede 2022)
Pada tahap ini ada beberapa yang perlu dieksplorasi baik pada klien
yang berkenaan dengan kasus halusinasi yang meliputi:
a) Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS, infroman, tanggal pengkajian, nomor
rumah klien, dan alamat klien.
b) Keluhan utama
Keluhan utama biasanya berupa bicara sendiri, tertawa sendiri,
tertawa sendiri, senyum sendiri, menggerakkan bibir tanpa
suara, menarik diri dari orang lain, tidak dapat membedakan
yang nyata dan tidak nyata, ekspresi muka tegang mudah
tersinggung, jengkel dan marah ketakutan bisa
terdapatdisorientasi waktu tempat dan orang, tidak dapat
mengurus diri dan tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yang dapat meningkatkan stres dan ansietas
yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Pasien
mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan
fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b) Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang
merasa disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat
diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan
halusinasi.
c) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran
ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan
ansietas berat terakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
d) Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien
gangguan orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik
otak, pembesaran ventikal, perubahan besar, serta bentuk
sel kortikal dan limbik.
e) Faktor genetic
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan
cukup tinggi pada keluarga yang salah satu anggota
keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi
jika kedua orang tua skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Penyebab Halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Oktiviani,
2020) yaitu :
a) Dimensi fisik: Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa
kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaaan
obatobatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol
dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi Emosional: Perasaan cemas yang berlebihan atas
dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
c) Dimensi Intelektual: Dalam dimensi intelektual ini
menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat
mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d) Dimensi Sosial: Klien mengalami interaksi sosial dalam
fase awal dan comforting, klien meganggap bahwa hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien
asyik dengan Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dakam
dunia nyata.
e) Dimensi Spiritual: Secara sepiritual klien Halusinasi mulai
dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara
sepiritual untuk menyucikan diri. Saat bangun tidur klien
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu
sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput
rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
3. Aspek Fisik
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, nadi, pernapasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien. Terjadi peningkatan
denyut jantung pernapasan dan tekanan darah.
4. Aspek Psikososial
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
5. Konsep diri
a) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah/ tidak menerima perubahan tubuh yang terjadi/
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan
tubuh,persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan
bagian tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan,
mengungkapkan ketakutan.
b) Peran
Berubah/ berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit,
proses menua putus sekolah dan PHK.
c) Identitas diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya dan
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
d) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap
diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri dan kurang percaya diri.
6. Status Mental
Pada pengkajian status mental pasien halusinasi ditemukan data
berupa bicara sendiri, senyum sendiri, tertawa sendiri,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
respon verbal yang lambat, menarik diri dari oranglain berusaha
untuk menghindari orang lain, tidak dapat membedakan yang
nyata dan tidak nyata, terjadi peningkatan denyut jantung
pernapasan dan tekanan darah, perhatian dngan lingkungan
yang kurang/ hanya beberapa detik untuk berkonsentrasi
dengan pengalaman sensori, sulit berhubungan dengan orang
lain, ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan
marah tidakmampu mengikuti perintah dari perawat, tampak
tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi,danbertindak
merusak diri orang lain.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan Persepsi Sensori b.d Gangguan pendengaran d.d
Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan.
Luaran Utama : Persepsi Sensori (L.09083)
Intervensi Utama : Manajemen Halusinasi (I.09288)
Intervensi pendukung : Terapi Aktivitas (I.05186)
b. Isolasi Sosial b.d Perubahan Status Mental d.d merasa ingin
sendiri, menarik diri
Luaran Utama : Keterlibatan Sosial (L.13116)
Intervensi Utama : Terapi Aktivitas (I.05186)
Intervensi Pendukung : Terapi Kelompok (I.13500)
c. Risiko Perilaku Kekerasan d.d Halusinasi
Luaran Utama : Kontrol Diri (L.09076)
Intervensi Utama : Pencegahan Perilaku Kekerasan
(I.14544)
Intervensi Pendukung : Pemberian Obat (I.02062)
3. INTERVENSI
Strategi Pelaksanaan (SP) 1 Halusinasi Pada Pasien
Tahap Kerja
a) Identifikasi halusinasi : Isi, frekuensi, waktu terjadi,
situasi pencetus, perasaan, respon.
b) Jelaskan cara mengontrol halusinasi: hardik, obat,
bercakap-cakap, melakukan kegiatan.
c) Latih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.
d) Masukkan pada Jadwal kegiatan untuk latihan
menghardik.
Tahap Terminasi
a) Menanyakan kepada pasien mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan dilakukan
b) Memberikan reward secara positif
c) Memperhatikan, mengamati, dan mengobservasi respon
yang ditimbulkan
d) Merencanakan tindak lanjut yang harus pasien lakukan
dan melatihnya
e) Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f) Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g) Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
h) Mengakhiri pertemuan dengan baik: memberikan salam
Tahap Terminasi
a. Menanyakan kepada paslen mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan dilakukan
b. Memberikan reward secara positif
c. Memperhatikan, mengamati, dan mengobservasi respon
yang ditimbulkan.
d. Merencanakan tindak lanjut yang harus pasien lakukan
dan melatihnya
e. Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f. Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g. Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
h. Mengakhiri pertemuan dengan baik: memberikan salam
Tahap Kerja
a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
menghardik dan memberikan obat. Beri pujian.
b. Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
untukmengontrol halusinasi.
c. Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan pasien
terutama saat halusinasi.
d. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi
pujian.
Tahap Terminasi
a) Menanyakan kepada keluarga mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan dilakukan
b) Memberikan reward secara positif
c) Memperhatikan, mengamati, dan mengobservasi respon
yang ditimbulkan
d) Merencanakan tindak lanjut yang harus keluarga lakukan
dan melatihnya
e) Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f) Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g) Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
h) Mengakhiri pertemuan dengan baik : memberikan salam
Tahap Kerja
a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
menghardik dan memberikan obat, beri pujian.
b. Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh dan rujukan.
c. Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi
pujian.
Tahap Terminasi
a) Menanyakan kepada keluarga mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan dilakukan
b) Memberikan reward secara positif
c) Memperhatikan, mengamati, dan mengobservasi respon
yang ditimbulkan
d) Merencanakan tindak lanjut yang harus keluarga lakukan
dan melatihnya
e) Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f) Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g) Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
h) Mengakhiri pertemuan dengan baik : memberikan salam
Tahap Kerja
a. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien
menghardik, memberikan obat, dan melakukan kegiatan
harian dan follow up. Beri pujian
b. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien.
c. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke PKM.
Tahap Terminasi
a) Menanyakan kepada keluarga mengenai respon yang
dirasakan setelah tindakan keperawatan dilakukan
b) Memberikan reward secara positif
c) Memperhatikan, mengamati, dan mengobservasi respon
yang ditimbulkan
d) Merencanakan tindak lanjut yang harus keluarga lakukan
dan melatihnya
e) Menentukan topik pada pertemuan selanjutnya
f) Menentukan waktu untuk pertemuan selanjutnya
g) Menentukan tempat untuk pertemuan selanjutnya
h) Mengakhiri pertemuan dengan baik : memberikan salam
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada BAB II maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Halusinasi merupakan suatu gangguan persepsi panca indera yang
terjadi tanpa ada rangsangan dari luar, dimana seseorang akan
menganggap sebagai hal nyata namun tidak dapat dirasakan oleh
orang lain.
2. Halusinasi memiliki lima jenis sesuai pancaindera yaitu :
Halusinasi Penglihatan (visual), Halusinasi Pendengaran
(auditory), Halusinasi Penciuman (olfaktori), Halusinasi
Pengecapan (gustatory), dan Halusinasi Sentuhan (taktil)
3. Tanda dan gejala halusinasi antara lain: berbicara, tertawa dan
tersenyum sendiri, bersikap seperti mendengar sesuatu,
disorientasi, tidak mampu atau kurang kosentrasi, dll.
4. Penatalaksanaan halusinasi yaitu dengan terapi farmakologi :
Haloperidol, clorpromazin, trihexypenidil, dan terapi non
farmakologi: terapi aktivitas kelompok, ECT, dan pengekangan
atau pengikatan
B. Saran
Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan tambahan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya
dalam pemahaman tentang konsep halusinasi, sehingga penulis
menyarankan kepada para pembaca agar bisa mengaplikasikan hal tersebut
dalam kehidupan sehari – hari maupun di lahan kerja dengan mampu
memahami apa itu perilaku kekerasa, etiologi dan penatalaksanaannya
sehingga nantinya makalah ini mampu meningkatkan keperawatan sebagai
suatu disiplin ilmu yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Afconneri, Y., Lim., & Erwina, I. (2020). Faktor-Faktor Kekambuhan Pada Klien
Skizofrenia di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Hb Sa’anin Padang,
Jurnal Endurance; Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 5(2), 321-330.
Dwi Oktiviani, P. (2020). Asuahn Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan masalah
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan
Rumah Sakit Jiwa Tampan (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes
Riau).
Hulu, M.P.C., & Perdede, J.A. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Tn. S Dengan Masalah Halusinasi Melalui Terapi Generalis SP 1-4:
Studi Kasus.
Lase, A.A.N., & Pardede, J.A. (2022). Penerapan Terapi Generalis (SP 1-4) Pada
Penderita Skizofrenia Dengan Masalah Halusinasi Di Ruang Sibual-buali:
Studi Kasus.
Pardede, J.A., & Sianturi, S.F. (2022). Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Ny. H Dengan Masalah Halusinasi.
Sianturi, S.F. (2021). Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. H Dengan
Masalah Halusinasi.
Syahdi, D., & Pardede, J.A. (2022). Penerapan Strategi Pelaksanaan (SP) 1-4
Dengan Masalah Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia: Studi Kasus.
Wulandari, Y., & Perdede, J.A. (2022). Aplikasi Terapi Generalis Pada Penderita
Skizofrenia Dengan Masalah Halusinasi Pendengaran.