Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

WAHAM KEBESARAN

DISUSUSN OLEH:
AULIA SAFITRI I1032141010
JANSSEN PANGKAWIRA I1032141013
MAKHYAROTIL ASHFIYA I1032141015
LILY SIFTIYANI I1032141021
DEVI LIANI I1032141025
RIMA PUTRI ANI I1032141043

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.

Makalah ini tentang Asuhan Keperawatan Jiwa yang disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Jiwa

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ns. Argitya Righo, S.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini.
2. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.

Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Oleh karena itu, masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun
senantiasa kami harapkan demi perbaikan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca baik itu mahasiswa maupun
masyarakat dan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan yang berguna untuk kita semua.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Pontianak, 25 Desember 2016

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG ................................................................................................. 1
1.2.RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 2
1.3.TUJUAN ...................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1.DEFINISI ..................................................................................................................... 3
2.2.ETIOLOGI ................................................................................................................... 3
2.3.PROSES TERJADINYA MASALAH PADA WAHAM............................................ 4
2.4.MANIFESTASI KLINIS ............................................................................................. 8
2.5.KLASIFIKASI…………………………………………………………………….
2.6.PENATALAKSANAAN…………………………………………………………..12
2.7.STRATEGI PELAKSANAAN WAHAM………………………………………..
BAB III PENUTUP
3.1.KESIMPULAN……………………………………………………………………24
3.2.SARAN……………………………………………………………………………24
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-
negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang
menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan
ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidak tepatan individu dalam berprilaku
yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat
pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari, 2000).
Umumnya manusia memiliki kemampuan untuk menyusaikan diri dengan baik,
namun ada juga individu yang mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian
dengan persoalan yang dihadapi. Kegagalan dalam memberikan koping yang sesuai
dengan tekanan yang dialami dalam jangka panjang mengakibatkan individu mengalami
berbagai macam gangguan mental. Gangguan mental tersebut sangat bervariatif,
tergantung dari berat ringannya sumber tekanan, perbedaan antara individu, dan latar
belakang individu yang bersangkutan (Siswanto, 2007).
Sejalan dengan itu fungsi serta tanggung jawab perawat psikiatri dalam memberikan
asuhan keperawatan dituntut untuk dapat menciptakan suasana yang dapat membantu
proses penyembuhan dengan menggunakan hubungan terapeutik melalui usaha
pendidikan kesehatan dan tindakan keperawatan yang dapat membantu proses
penyembuhan dengan menggunakan hubungan terapeutik melalui usaha kesehatan dan
tindakan keperawatan secara komprehensif yang diajukan secara berkesinambungan
karena penderita waham dapat menjadi berat dan lebih sukar dalam penyembuhan bila
tidak mendapatkan perawatan secara intensif.
Berdasarkan hasil pencatatan jumlah penderita yang mengalami gangguan jiwa di
BPRS. Dadi Makassar pada bulan Januari sampai Maret 2008 sebanyak 2294 orang,
halusinasi 1162 orang (50.65 %), menarik diri 462 orang (20.13 %), waham 130 orang
(5.66 %), harga diri rendah 374 orang (16.30 %), perilaku kekerasan 128 orang (5.58 %),
kerusakan komunikasi verbal 16 orang ( 0.70 %), defisit perawatan diri 21 orang (0.91
%),percobaan bunuh diri 1 orang (0.04 %)
Waham merupakan salah satu gangguan orientasi realitas. Gangguan orientasi realitas
adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada realitas. Klien tidak dapat
membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat membedakan lamunan dan
kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat, sehingga tampak perilaku
yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi
kognitif dan isi fikir; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.
Gangguan pada fungsi kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan
menilik terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan
kemampuan berespons terganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi muka,
gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Oleh karena gangguan
orientasi realitas terkait dengan fungsi otak maka gangguan atau respons yang timbul
disebut pula respons neurobiologik.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi dari waham?
2. Apa etiologi dari waham ?
3. Bagaimana proses terjadinya masalah pada waham?
4. Apa manifestasi klinis dari waham?
5. Apa klasifikasi dari waham?
6. Apa penatalaksanaan dari waham?
7. Apa strategi pelaksanaan dari waham?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari waham
2. Mengetahui etiologi dari waham
3. Mengetahui proses terjadinya masalah pada waham
4. Mengetahui manifestasi klinis dari waham
5. Mengetahui klasifikasi dari waham
6. Mengetahui penatalaksanaan dari waham
7. Mengetahui strategi pelaksanaan dari waham
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus,
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien (Aziz R, 2003). Waham kebesaran adalah suatu konsep pemikiran yang
berlebihan tentang kekuatan, kepandaian, kekayaan dan identitas seseorang.
2.2 Etiologi
2.2.1 Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya waham yang dijelaskan oleh
Towsend 1998 adalah :
a. Teori Biologis
Teori biologi terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
waham:
 Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam
perkembangan suatu kelainan ini adalah mereka yang memiliki
anggota keluarga dengan kelainan yang sama (orang tua, saudara
kandung, sanak saudara lain).
 Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan
skizofrenia mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan
sejak lahir terjadi pada bagian hipokampus otak. Pengamatan
memperlihatkan suatu kekacauan dari sel-sel pramidal di dalam otak
dari orang-orang yang menderita skizofrenia.
b. Teori Biokimia
Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin
neurotransmiter yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan
aktivitas yang berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya
diobservasi pada psikosis.
c. Teori Psikososial
 Teori sistem keluarga Bawen dalam Towsend (1998 : 147)
menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri
mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam anak akan
menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu
kondsi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan
yang saling mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan
anak-anak. Anak harus meninggalkan ketergantungan diri kepada
orang tua dan anak dan masuk ke dalam masa dewasa, dan dimana
dimasa ini anak tidak akan mamapu memenuhi tugas perkembangan
dewasanya.
 Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami
psikosis akan menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh
akan kecemasan. Anak menerima pesan-pesan yang membingungkan
dan penuh konflik dari orang tua dan tidak mampu membentuk rasa
percaya terhadap orang lain.
 Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari
suatu ego yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu
hubungan saling mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego
menjadi lebih lemah penggunaan mekanisme pertahanan ego pada
waktu kecemasan yang ekstrim menjadi suatu yang maladaptif dan
perilakunya sering kali merupakan penampilan dan segmen id dalam
kepribadian.
2.2.2 Faktor Presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur
perubahan isi informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan. Pada pasien dengan waham, pemeriksa MRI
menunjukkan bahwa derajat lobus temporal tidak simetris. Akan tetapi
perbedaan ini sangat kecil, sehingga terjadinya waham kemungkinan
melibatkan komponen degeneratif dari neuron. Waham somatic terjadi
kemungkinan karena disebabkan adanya gangguan sensori pada sistem saraf
atau kesalahan penafsiran dari input sensori karena terjadi sedikit perubahan
pada saraf kortikal akibat penuaan (Boyd, 2005 dalam Purba dkk, 2008).
b. Stres Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang
berinterasksi dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
c. Pemicu Gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu,
seperti : gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau
lingkungan yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap
penampilan, stres gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain,
tekanan, pekerjaan, kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.
d. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat
berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber
koping dapat meliputi seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi.
Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang
keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan
pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit,
finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk
memberikan dukungan secara berkesinambungan.

2.3 Proses Terjadinya Masalah


Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase Lack of Human Need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin
dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya
untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan
ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat
tinggi.
2. Fase Lack of Self Esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya
3. Fase Control Internal External
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
keyataan, tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal
ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan
orang lain
4. Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari
lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri dan menghindari interaksi
sosial (isolasi sosial).
6. Fase Improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak
terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi.
Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya
sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien
menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien
menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan
isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang
berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan,
ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada
orang lain, gelisah.
Menurut Kaplan dan shadok( 1997):
1. Status Mental
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat
normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga.
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan
identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang
terkenal.
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya
kualitas depresi ringan.
f. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang
menonjol/menetap., kecuali pada klien dengan waham raba atau cium.
Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.

2. Sensorium dan kognisi


a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang
memiliki wham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh).
c. Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang
jelek.
d. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan
dirinya, keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan
kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang
dan yang direncanakan.

Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham menurut Keliat (2009):
 Menolak makan.
 Tidak ad aperhatian pada perawatan diri.
 Ekspresi wajah sedih/gembira/ketakutan.
 Gerekan tidak terkontrol.
 Mudah tersinggung.
 Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan.
 Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan.
 Menghidar dari orang lain.
 Mendominasi pembicaraan.
 Berbicara kasar.
 Menajalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan.

2.5 Klasifikasi Waham


Waham dapat di klasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja (2011) yaitu:
Jenis Waham Pengertian Perilaku Klien
Keyakinan secara “ Saya ini pejabat di
berlebihan bahwa dirinya kementrian Semarang!”
memiliki kekuatan “Saya punya perusahaan
khusus atau kelebihan paling besar lho”.
Waham Kebesaran yang berbeda dengan
orang lain, diucapkan
berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan
kenyataan.
Waham Agama Keyakinan terhadap “ Saya adalah Tuhan yang
suatu agama secara bisa menguasai dan
berlebihan, diucapkan mengendalikan semua
berulang-ulang tetapi makhluk”.
tidak sesuai dengan
kenyataan.
Keyakinan seseorang “ Saya tahu mereka mau
atau sekelompok orang menghancurkan saya, karena
yang mau merugikan iri dengan kesuksesan saya”.
Waham Curiga atau mencederai dirinya,
diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
Keyakinan seseorang “ Saya menderita kanker”.
bahwa tubuh atau Padahal hasil pemeriksaan
sebagian tubuhnya lab tidak ada sel kanker pada
Waham Somatik terserang penyakit, tubuhnya.
diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
Keyakinan seseorang “ Ini saya berada di alam
bahwa dirinya sudah kubur ya, semua yang ada
meninggal dunia, disini adalah roh-rohnya.
Waham Nihlistik
diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.

2.6 Penatalaksanaan
Menurut Harnawati (2008) penanganan pasien dengan gangguan jiwa waham antara lain
:
1. Psikofarmalogi
Litium Karbonat
Farmakologi
Litium Karbonat adalah jenis litium yang paling sering digunakan untuk
mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Sejak disahkan oleh
“Food and Drug Administration” (FDA). Pada 1970 untuk mengatasi mania akut
litium masih efektif dalam menstabilkan mood pasien dengan gangguan bipolar.
Meski demikian, efek samping yang dilaporkan pada gangguan litium cukup serius.
Efek yang ditimbulkan hampir serupa dengan efek mengkonsumsi banyak garam,
yakni tekanan darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu, selama
penggunaan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur untuk menentukan kadar
litium.
Indikasi
Mengatasi episode waham dari gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka
waktu 1-3 minggu setelah minum obat litium juga digunakan untuk mencegah atau
mengurangi intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
Dosis
Untuk tablet atau kapsul immendiate rease biasanya diberikan 3 dan 4 kali sehari,
sedangkan tablet controlled release diberikan 2 kali sehari interval 12 jam. Pemberian
dosis litium harus dilakukan hati-hati dan individual, yakni berdasarkan kadar dalam
serum dan respon klinis. Untuk menukar bentuk tablet dari immediate release maka
diusahakan agar dosis total harian keduanya tetap sama.
Control jangka panjang : kadar serum litium yang diinginkan adalah 0,6-1,2
mEq/L. dosis bervariasi per individu,tapi biasanya berkisar 900mg-1200mg per hari
dalam dosis berbagi. Monitor dilakukan setiap bulan, pasien yang supersensitive
biasanya memperlihatkan tanda toksik pada kadar serum dibawah 10mEq/L
Efek Samping
Insiden dan keparahan efek samping tergantung pada kadar litium dalam serum.
Adapun efek yang mungkin dijumpai pada awal terapi. Misalnya tremor ringan pada
tangan, poliuria nausea, dan rasa haus. Efek ini mungkin saja menetap selama
pengobatan.
Contoh obat
Berbentuk tablet ataupun kapsul immediate release dan tablet controlled
release.
Mekanisme kerja
Menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas dari reseptor
dopamine.
Haloperidol
Farmakologi
Haloperidol merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari
turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya yang pasti tidak diketahui
Indikasi
Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-
anak yang sering membangkang an eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk
pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas
motorik berlebih disertai kelainan tingkah laku seperti : impulsive, sulit memusatkan
perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.
Dosis
Untuk dewasa dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala berat : 3-5mg, 2 atau 3 kali sehari

Untuk mencapai diperlukan dosis control yang cepat, kadang-kadang diperlukan


dosis yang lebih tinggi. Pasien usia lanjut atau labil :1/2-2 mg, 2 atau 3 kali sehari.
Pasien yang tetap menunjukkan gejala yang berat atau adekuat perlu disesuaikan
dosisnya. Dosis harian sampai 100mg mungkin diperlukan pada kasus-kasus tertentu
untuk mencapai respon optimal. Jarang sekali haloperidol diberikan dengan dosis
diatas 100mg untuk pasien berat yang resisten.

Sedangkan pada pasien anak-anak dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Haloperidol tidak boleh diberikan pada anak-anak usia kurang dari 3tahun. Pada anak-
anak dengan usia 3-12 tahun (berat badan 15-40kg). obat mulai diberikan dengan
dosis terkecil (0,5mg sehari). Jika perlu dosis dapat ditingkatkan sebesar 5-7 hari
sampai tercapai efek terapi yang diinginkan. Dosis total dapat dibagi yaitu 2 atau 3
kali sehari. Kelainan psikotik : 0,05-0,15mg/kg/hari.

Efek samping
Pada sistem saraf pusat akan menimbulkan gejala ekstrapiramidal, diskinesia
Tardif, distonia tardif, gelisah, cemas, perubahan pengaturan temperature tubuh,
agitasi, pusing. Depresi, lelah, sakit kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang.
Pada kardiovaskular akan menyebabkan timbulnya takikardi, hipertensi/hipotensi,
kelainan EKG (gelombang T abnormal dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel),
aritmia. Sedangkan pada hematologik : Timbul leucopenia dan leukositosis ringan.
Pada hati dapat menimbulkan gangguan fungsi hati
Pada kulit memungkinkan timbulnya makulopapular dan akneiform, dermatitis
kontak, hiperpigmentasi alopesia. Pada endokrin dan metabolic antara lain laktasi,
pembesaran payudara, martalgia, gangguan haid, amenore, gangguan seksual, nyeri
payudara, hiponatremia. Pada saluran cerna : Anoreksia, konstipasi, diare dan mual
muntah. Mata : Penglihatan kabur. Pernapasan : Spasme laring dan bronkus. Saluran
genitourinaria : Retensi urin.
Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit
Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau penyakit
hati berat, koma.
Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak.
Menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular Activating
System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolism basal. Temperature tubuh, tonus
vasomotor dan emesis.
Karbamazepin
Farmakologi
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, serta
neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan obat
antikonvulsan lain maupun obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri
pada neuralgia trigeminal.
Indikasi
Karbamazepin diindikasikan sebagai obat antikonvulsan yaitu jenis
a. Kejang parsial dengan symptom atologi komplek (psikomotor, lobus
temporalis) pasien dengan jenis kejang ini menunjukkan perbaikan yang
lebih besar dibandingkan jenis yang lain.
b. Pola kejang campuran termasuk jenis diatas dan kejang parsial maupun
kejang umum yang lain. Kejang jenis petitmal tampaknya tidak efektif
diobati dengan karbamazepin.
c. Neuralgia trigeminal
Karbamazepin diindikasikan untuk pengobatan nyeri akibat neuralgia
trigeminal murni. Obat ini bukan merupakan analgesic dan tidak boleh
diberikan untuk mengobati sakit/nyeri.
Dosis
Dewasa dan anak-anak : diatas 12tahun
Dosis awal : 200mg 2x sehari untuk tablet/ 1 sendok teh 4x1 hari suspense (400mg
sehari). Umumnya dosisnya tidak melebi
hi 1000mg sehari pada anak usia 12-15 tahun dan 1200mg sehari pada diatas 15tahun
Anak usia 6-12tahun
Dosis awal : 100mg 2 kali sehari, untuk tablet atau ½ sendok teh 4x1 hari. Untuk
suspense (200mg sehari), umumnya dosis tidak melebihi 1000mg sehari.
Neuorologi trigeminal
Dosis awal pada hari pertama diberikan 100mg 2x1 hari untuk tablet atau ½ sendok
teh 4x1 hari untuk suspense dengan dosis total 200mg x 1 hari. Dosis ini dapat
ditingkatkan sampai 200mg sehari dengan peningkatan sebesar 100mg tiap 12jam
untuk tablet /50mg (setengah sendok teh) 4x 1 hari untuk suspense, hanya jika
diperlukan untuk obat nyeri. Jangan melebihi dosis 1200mgx 1 hari.
Efek samping
Efek samping paling berat terjadi pada system liemopoetik, kulit dan
kardivaskular. Efek samping yang paling sering timbul yang terutama terjadi pada
awal terapi adalah pusing, ngantuk, mual, dan muntah.
Contoh obat: Tegritol (ciba), Temporal (orion), Karbamazepin (generic).
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap karbamazepin, antidepresan trisiklik, atau komponen
sediaan, depresi sumsum tulang belakang.
Mekanisme kerja
Selain sebagai antikonvulsan, karbamazepin mempunyai efek sebagai
antikolinergik, antineuralgik, antideuritik, pelemas otot, antimanik, antidepresif dan
antiariunia. Menekan aktifitas senralis nucleus pada thalamus/menurunkan jumlah
stimulasi temporal yang menyebabkan neural discharge dengan cara membatasi
influks ion natrium yang menembus membran sel atau mekanisme lain yang belum
diketahui, menstimulasi pelepasan ADH untuk mereabsorbsi air, secara kimiawi
terkait dengan antidepresan trisiklik.

2.7 Strategi Pelaksanaan


SP 1 : Klien dapat Membina Hubungan Saling Percaya
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya:
 Salam terapetik, perkenalan diri
 Jelaskan tujuan interaksi
 Ciptakan lingkungan yang tenang
 Buat kontrak yang jelas pada tiap pertemuan (topic, tempat dan waktu).
2. Jangan membantah dan mendukung klien
 Kata-kata perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan
anda” disertai ekspresi menerima
 Kata-kata perawat tidak mendukung disertai ”sukar bagi saya untuk
mempercayainya” disertai ekspresi ragu tapi empati
 Tidak membicarakan isi waham klien
3. Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindung
 Anda berada di tempat yang aman, kami akan menerima anda
 Gunakan keterbukaan dan kejujuran
 Jangan tinggalkan klien sendirian

SP 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki

Intervensi

1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistik


2. Diskusikan dengan klien tentang kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan
saat ini yang realistik, hati-hati terlibat dengan waham
3. Tanyakan apa yang bisa dilakukan (kaitkan dengan aktifitas sehari-hari) kemudian
anjurkan untuk melakukannya saat ini
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham
tidak ada.

SP 3 : Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi

Intervensi

1. Observasi kebutuhan sehari-hari klien


2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik secara di rumah dan di RS
(rasa takut, ansietas, marah)
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham
4. Tingkat aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu
dan tenaga (aktivitas dapat dipilih dan dibuat jadwal bersama dengan klien)
5. Atur situai agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya

SP 4 : Klien dapat b.d realitas (realitas: diri, orang lain, tempat, waktu)
Intervensi
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas
2. Sertakan klien dalam TAK :TAK Orientasi Realita
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya klien. Waham kebesaran adalah suatu konsep pemikiran yang berlebihan
tentang kekuatan, kepandaian, kekayaan dan identitas seseorang.
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan
dirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar
biasa, klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok
orang, klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya,
menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa
curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara
memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak
percaya kepada orang lain, gelisah.

3.2.SARAN
Sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat kita dapat memahami konsep
dari gangguan jiwa yaitu waham, sehingga memudahkan kita untuk memberi asuhan
keperawatan yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.

David A. Tomb ; alih bahasa, Martina Wiwie S. Nasrun [et al.] ; editor edisi bahasa
Indonesia, Tiara Mahatmi N. 2003. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. Jakarta:EGC

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika

Doenges. E Marilynn, dkk. 2006. Rencana Usaha Keperawatan Psikiatri, edisi 3. Jakarta:
EGC
Keliat, B. A. 2009. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : ECG

Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Bandung : RSJP
Bandung

Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Jakarta: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai