Anda di halaman 1dari 52

STASE KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN KASUS KELOLAAN KELOMPOK ASUHAN

KEPERAWATAN PADA AN. A DENGAN INFEKSI SALURAN

PERNAPASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS KARYA

MULIA PONTIANAK

DI SUSUN OLEH:
Rangga Haryanto (I4051181030) Avelintina Brigida C (I4052181022)
Ratna Sari (I4051181031) Audina Safitri (I4052181023)
Indri Tri Handayani (I4051181032) Aulia Safitri (I4052181024)
Lydia Yuniarsih (I4051181033) Yossy Claudia Evan (I4052181025)
Arizal (I4051181035) Makhyarotil Ashfiya (I4052181026)
M. Fisqi Fadil (I4051181051) Deska Kurnia Sari (I4052181027)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan enam dari negara di dunia dengan insiden ISPA


pada anak dibawah lima tahun (Balita) paling tinggi yaitu mencakup 44% (68,6
juta) dari 156 juta kasus di dunia. Prevalensi nasional ISPA 25,5%, dimana
angka kesakitan (morbiditas) ISPA berat pada bayi 2,2%, pada balita 3%,
sedangkan angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%.
Penemuan kasus ISPA berat di Provinsi Kalimantan Barat pada anak dibawah
lima tahun (Balita) adalah 2.542 kasus, untuk ISPA bukan Pneumonia adalah
130.687 kasus.6 Angka Kejadian ISPA di Kota Pontianak pada anak dibawah
lima tahun (balita) berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kota Pontianak adalah 1.756 kasus (Almira, Faisal, Budiharto. 2016).

Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala :
tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak.1 Program
pemberantasan penyakit ISPA oleh pemerintah dimaksudkan adalah untuk
upaya-upaya penanggulangan pneumonia pada balita, Secara umum ada 3 (tiga)
faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak,
serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dalam
rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian rumah. Faktor individu anak
meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status
imunisasi. Sedangkan faktor perilaku berhubungan dengan pencegahan dan
penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah
praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun
anggota keluarga lainnya. Faktor lingkungan juga dapat disebabkan dari
pencemaran udara dalam rumah seperti asap rokok, asap dari dapur karena
memasak dengan kayu bakar serta kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar
didalam rumah (Sofia.2017).
Berdasarkan lokasi infeksi, ISPA dibedakan menjadi ISPA atas dan
ISPA bawah. ISPA atas merupakan infeksi pernafasan di atas laring, yang
terdiri dari rinitis, rinosinusitis, faringitis, tonsilitis, dan otitis media. Dibanding
ISPA bawah, ISPA atas lebih sering terjadi dimana hanya 5% dari ISPA yang
melibatkan laring dan respiratori bawah, ISPA atas merupakan hal yang penting
karena kejadian infeksi yang berulang dapat menyebabkan virus menyebar ke
saluran nafas bawah dan merupakan resiko terjadinya ISPA bawah. 6 Kematian
akibat ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA yang berat,
karena infeksi telah menyerang paru-paru. Kondisi ISPA ringan dengan flu dan
batuk biasa sering diabaikan, akibatnya jika daya tahan tubuh anak lemah
penyakit tersebut akan dengan cepat menyebar ke paru-paru. Kondisi demikian
jika tidak mendapat pengobatan dan perawatan yang baik dapat menyebabkan
kematian (Maharani, Fitry & Lestari. 2017).

Usia anak merupakan faktor predisposisi utama yang menentukan


tingkat keparahan serta luasnya infeksi saluran nafas. Selain itu, status gizi juga
berperan dalam terjadinya suatu penyakit. Hal ini berhubungan dengan respon
imunitas seorang anak. Penyakit ISPA sering dikaitkan dengan kejadian
malnutrisi dan stunting pada anak, Pada anak-anak dengan riwayat berat badan
lahir rendah cenderung tidak mengalami penyakit saluran pernapasan lebih
tinggi, tetapi mengalami infeksi yang berulang. Hal ini terjadi karena lebih
banyak sampel dengan BBL normal (94,0%). Anak yang mempunyai riwayat
lahir dengan BBLR, jika didukung oleh kondisi status gizi baik dan pemberian
imunisasi lengkap, anak tersebut tidak mudah terkena penyakit ISPA (Moehji
dalam Hayati 2014)

Keadaan gizi sangat berpengaruh pada daya tahan tubuh (status nutrisi,
imunisasi). Anak yang gizinya kurang atau buruk (badannya kurus) akan lebih
mudah terjangkit penyakit menular atau penyakit infeksi salah satu nya penyakit
ISPA atau pneumonia. Sama hal nya dengan imunisasi menunjukkan bahwa ada
kaitan antara penderita pneumonia yang mendapatkan imunisasi tidak lengkap
dan lengkap, dan bermakna secara statistis. Ketidakpatuhan imunisasi
berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA (Hayati. 2014)

Beberapa faktor yang berkaitan dengan tingginya angka insiden ISPA


antara lain status gizi balita. Beragam penelitian telah menunjukkan bahwa gizi
buruk meningkatkan risiko infeksi dan kematian. Penyebab kematian paling
sering pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun salah satunya infeksi saluran
pernapasan akut. Status gizi mempengaruhi setiap aspek kesehatan anak,
termasuk pertumbuhan dan perkembangan normal, aktivitas fisik, dan respon
terhadap penyakit serius Menurut hasil penelitian yang dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas Wonosari I Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2014,
menyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi dengan penyakit ISPA pada
balita. Hasil ini menunjukan bahwa semakin baik status gizi balita, maka
semakin kecil risiko balita terkena ISPA (Lorensa & dkk, 2017).
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana peran Puskesmas Karya Mulia melalui upaya promosi


kesehatan dalam meningkatkan kesehatan keluarga dalam mengatasi penyakit
ISPA ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan informasi dan pencegahan kepada keluarga yang
terkenal atau yang belum terpapar penyakit ISPA untuk meningkatkan
kualitas hidup keluarga
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui karakteristik pasien ISPA pada anak belita berdasarkan
usia dan jenis kelamin.
- Mengetahui penyebab terjadi nya ISPA yang menyerang pada anak-
anak dan belita.
- Mengetahui kejadiaan ISPA pada anak dan belita
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
- Menambah pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan pengalaman
kerja di bidang kesehatan, yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
berisiko ISPA padaanak dan balita di kota Pontianak.
- Sebagai wujud aplikasi, penerapan ilmu yang di dapatkan di
perkuliahan secara nyata. Sebagai wadah aplikasi ilmu penulis
selama menempuh studi di Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura Program Studi Profesi Ners.
1.4.2 Bagi Instansi
- Sebagai masukan kepada puskesmas karya muliya dalam proses
penyusunan dan pembuatan perencanaan program kesehatan,
terutama program kesehatan mengenai ISPA pada wilayah
Pontianak.
- Sebagai bahan evaluasi dalam peningkatan mutu pelayanan
kesehatan di puskesmas.
- Sebagai gambaran terhadap puskesmas untuk lebih mempromosikan
tentang bahaya ISPA kepada masyarakat, agar masyarakat mampu
mengenali lebih dini tentang ISPA pada berbagai usia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


1. Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada
saluran pernapasan baik saluran pernapasan atas atau bawah, dan dapat
menyebabkan berbagai spektrum penyakit dari infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, yang dipengaruhi oleh patogen
penyebab, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (Ching, 2017).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah. Inveksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA
akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun.
Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan pada anak-anak dan paling
sering menjadi satu-satunya alasan untuk datang ke rumah sakit atau
puskesmasuntuk menjalani perawatan inap maupun rawat jalan. Anak di
bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh
yang masih rentan terhadap berbagai penyakit ( Danusantoso, 2012).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang
berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas
laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan
bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2014).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk
jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura
(Nelson, 2012).
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk
kesaluran nafas dan menimbulkan reaksi inflamasi. Virus yang paling
sering menyebabkan ISPA pada balita adalah influenza-A, adenovirus,
parainfluenza virus. Proses patogenesis terkait dengan tiga faktor utama,
yaitu keadaan imunitas inang, jenis mikroorganisme yang menyerang
pasien, dan bernagai faktor yang berinteraksi satu sama lain. ISPA
termasuk golongan Air Borne Disease yang penularan penyakitnya melalui
udara. Patogen yang masuk dan menginfeksi saluran pernafasan dan
menyebabkan inflamasi. Penyakit infeksi ini dapat menyerang semua
golongan umur, akan tetapi bayi, balita, dan manula merupakan yang paling
rentan untuk terinfeksi penyakit ini (Morris, 2012).
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain
(Suhandayani, 2007).
3. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di
bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin,
2014):
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian
bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur
kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur
kurang 2 bulan, yaitu:
a) Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai
kurang dari ½ volume yang biasa diminum)
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam / dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada
bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau
meronta).
2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak
ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5
tahun yaitu :
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk
4. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak
ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick,
1983; Muttaqin, 2014).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering (Jeliffe, 1974;Muttaqin,2014). Kerusakan stuktur lapisan
dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and
Chernick, 1983; Muttaqin, 2014). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA
yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan
mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada
saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-
bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983;
Muttaqin, 2014).
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah
banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah
dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu
laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan
infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut
pada bayi dan anak (Tyrell, 1980;Muttaqin, 2014).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan
kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell,
1980;Muttaqin,2014). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya
hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi
virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 1985; Muttaqin,2014).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus
diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa
sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak
sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran
nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada
saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat
berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar,
1994;Muttaqin,2014).
5. Manifestasi klinis
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian
saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan
dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta
perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2014).
Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam,
pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah),
photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara
nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan
dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas
apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson,
2012).
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2012) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misal pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala
dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur
kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak
yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan
ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit.
Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-
gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak
gelisah.
5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7) Tenggorokan berwarna merah.
6. Pemeriksaan penunjang
a. pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
b. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia, dan
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
7. Penatalaksanaan
a. ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur
infus , di beri oksigen dan sebagainya
b. ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya
Kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan
Amoksilin, Penisilin, Ampisilin
c. ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam
diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan
gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya
bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan
harus diberi antibiotik selama 10 hari.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Kelemahan, kelelelahan
- Insomnia
Tanda ;
- Letargi
- Penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya/GJK kronis
Tanda :takikardia , Penampilan kemerahan atau pucat
c. Integritas Ego
Gejala :Banyakya stressor, masalah finansial
d. Makanan/Cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan,mual/muntah
Tanda : Distensi abdomen, Hiperaktif bunyi usus, Kulit kering dengan
turgor buruk, Penampilan kakeksia(malnutrisi)
e. Neurosensori
Gejala :sakit kepala daerah frontal (influnza)
Tanda :perubahn mental (bingung, samnolen )
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala , Nyeri dada(pleuritik), meningkat oleh batuk,
nyeri dada subternal(influenza)mialgia,artralgia, nyeri tenggorokan
g. Pernafasan
Gejala : Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret.
Tanda : Adanya sputum atau sekret, Perkusi : pekak di atas area yang
konsolidasi , Bunyi nafas :menurun atau tidak ada di atas area yang
terlibat , atau nafas yang bronkhial, Warna :pucat atau sianosis
bibir/kuku
h. Keamanan
Gejala : Demam (mis :38,5-39,76oC)
Tanda : Berkeringat, Menggigil berulang, gementar, kemerahan
mungkin ada pada kasus rubeola atau varisela
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Tanda :Bantuan dengan perawatan diri: tugas pemeliharaan rumah,
Oksigen mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus
2. Diagnosa keperawatan dan Intervensi
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada
saluran pernafasan, aadanya sekret
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan Kriteria: Usaha nafas
kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
1) Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman
dalam pernafasan
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
2) Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan
memperbaiki ventilasi
3) Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi
4) Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode
tachypnea
Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
Kolaborasi
5) Pemberian oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen
6) Nebulizer
Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran
sekret
7) Pemberian obat bronchodilator
Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan
produksi sekret.
Tujuan :Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya
pengeluaran sekret, suara napas bersih
Intervensi:
1) Kaji bersihan jalan napas klien
Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan
selanjutnya
2) Auskultasi bunyi napas
Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas
3) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side
lying position).
4) Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional: membantu mengeluarkan sekret
5) Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat
Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk
dikelurkan
Kolaborasi
6) Pemberian ekspectorant
Rasional : Untuk mengencerkan dahak
7) Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi
sekret
c. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan :Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil :Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan
nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
Intervensi
1) Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan
nonverbal
Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya
2) Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat
Rasional: Mengurangi nyeri pada tenggorokan
3) Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
Kolaborasi
4) Pemberian antibiotik
Rasional: Mengobati infeksi
5) Pemberian ekspectoran
Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang
rasa sakit saat batuk
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami
oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan :Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan
melakukan koping
Kriteria Hasil :Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat,
mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan tenang, terlibat
secara positif dalam perawatan anak
Intervensi:
1) Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi
dukungan
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
2) Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi
Rasional: Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh
keluarga. Dapat mengurangi kecemasan
3) Berikan dukungan sesuai kebutuhan
Rasional: dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme coping
yang efektif
4) Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif
dalam perawatan anaknya.
Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat memantau
langsung perkembangan anaknya
5) Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang
diberikan.
Rasional: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif
dan mengurangi kecemasan
e. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
KH : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses
infeksi hilang
Intervensi :
1) Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya
2) Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan perawatan selanjutnya.
3) Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan
air pada daerah dahi dan ketiak
Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses
konduksi / perpindahan panas dengan bahan perantara .
4) Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan
melalui rute oral sesuai indikasi
Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh
meningkat.
5) Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan
menyerap keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian
yang tebal dan tidak akan menyerap keringat.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
Rasional: Untuk mengontrol panas
f. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan
Tujuan :Volume cairan tetap seimbang
Kriteria Hasil :Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan
turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
2) Observasi TTV
Rasional: Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya dehidrasi
3) Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral
Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
4) Jelaskan kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi
tubuh
Rasional :Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif
orang tua dalam tindakan keperawatan
5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
Tujuan : Pola tidur kembali optimal
Kriteria Hasil :Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua
melaporkan anaknya sudah dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi :
1) Kaji gangguan pola tidur yang dialami klien
Rasional: sebagai indicator dalam melakukan tindakan selanjutnya
2) Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat menyebabkan
klien tidak nyaman untuk tidur
3) Berikan bantal dan seprei yang bersih
Rasional: meningkatkan kenyamanan
Kolaborasi
4) Pemberian obat sedatif
Rasional :membantu klien untuk istirahat
5) Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi
h. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
intake inadekuat
Tujuan : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria Hasil : Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien
meningkat, porsi makan yang diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi
penurunan berat badan 15-20%
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi klien
Rasional: Sebagai indikator dalam menentukan intervensi
selanjutnya
2) Timbang berat badan setiap hari
Rasional: Mengetahui perkembangan terapi
3) Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
4) Anjurkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan
hangat
Rasional: Meningkatkan nafsu makan
5) Jelaskan kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam
proses kesembuhan
Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif
keluarga dalam pemberian tindakan
6) Kolaborasi dengan bagian gizi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai
kebutuhan
i. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan
dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses
penyakit anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai
dengan orang tua mengerti tentang penyakit anaknya, nampak tidak
sering bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit
anaknya
Rasional:sebagai dasar dalam menetukan tindakan selanjutnya
2) Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda
dan gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan
memberikan penkes.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
3) Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan
keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang
sesuai
Rasional: Melibatkan keluarga dalam perencanaan dapat
meningkatkan pemahaman keluarga
4) Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal
yang belum dimengertinya
Rasional: Menghindari melewatkan hal yang tidak dijelaskan dan
belum dimengerti oleh keluarga
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

An. A berusia 5 tahun datang ke Puskesmas Karya Mulia tanggal 10


Desember 2018. Dibawa oleh orang tua karena demam, dan flu dan batuk sudah 3
hari serta mual dan muntah setiap habis makan serta mengalami penurunan nafsu
makan. Pada saat pengkajian klien masih demam, flu dan batuk masih dirasa serta
klien juga merasa mual, muntah yang berisi cairan dan sisa makanan. Keadaan
umum klien tampak lemah, tanda-tanda vital nadi : 90x/menit, pernafasan :
28x/menit, suhu: 38,1oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil tampak tonsil
kemerahan dan tampak edema, serta adanya batuk pada klien. Klien didiagnosa
mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama Inisial : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 17 Maret 2013
Umur : 5 tahun
Agama : Islam
Diagnosa Medis : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Tanggal dikaji : 10 Desember 2018
No. Medrec : 040078XX
Golongan darah :-
Nama Ayah/Ibu : Tn. E / Ny. A
Pekerjaan Ayah/Ibu : Swasta/ Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Ayah/ Ibu: SMA/SMA
2. Keluhan Utama/Alasan Datang ke Puskesmas
Pasien datang dengan keluhan batuk dan sesak nafas ± 1 minggu,
keluhan semakin memberat ± 3 hari dengan demam tinggi yang tidak turun.
Ibu klien mengatakan deman dan batuk serta sesak bertambah parah pada
malam hari, ibu klien juga takut anaknya kena demam berdarah. Ibu klien
tampak bingung dan khawatir saat menanyakan kondisi anaknya. Ia tidak
paham dengan penyebab dan penanganan penyakit anaknya.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami bantuk dan sesak yang dirasakan terus menerus
yang terlihat saat klien melakukan aktifitas ringan seperti diajak bermain,
ekspresi klien meringis. Klien demam ± 3 hari yang tidak turun-turun serta
nafsu makan menurun dan sering mual muntah. Saat di kaji TTV klien nadi:
90x/menit, pernapasan: 28x/menit, suhu: 38,1oC.
4. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a. Prenatal : ibu klien mengatakan sebelum hamil tidak mengalami
gangguan atau penyakit apapun
b. Natal : selama kehamilan ibu tidak mengalami gangguan apapun, hanya
kelelahan mual di trimester pertama
c. Prenatal : klien lahir normal pada usia kehamilan 38 minggu
5. Riwayat penyakit Dahulu
Klien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya, klien juga
tidak memiliki riwayat operasi dan riwayat penyakit lainnya.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada menderita penyakit yang sama, maupun penyakit
lain seperti hipertensi & diabetes melitus.
7. Genogram

8. Riwayat imunisasi
Ibu klien mengatakan imunisasi klien lengkap dari lahir sampai
sekarang.
9. Riwayat psikososial
Klien terlihat cemas jika jauh dari ibunya, klien mampu beriteraksi
dengan perawat namun didampingi ibunya.
10. Lingkungan dan tempat tinggal
Ibu klien mengatakan lingkungan dan tempat tinggal cukup nyaman
dan bersih. Klien dan keluarga biasa berinteraksi dengan tetangga sekitar.
11. Kebutuhan dasar/pola kesehatan fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Ibu klien tampak bingung dan khawatir saat menanyakan kondisi
anaknya. Ia tidak paham dengan penyebab dan penanganan penyakit
anaknya sehingga klien dibawa ke Puskesmas.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum sakit klien makan 3x sehari, porsi kecil setiap makan.
Setelah sakit klien makan 1-5 sendok dengan frekuensi 3x sehari dan
selama sakit klien mengalami mual dan muntah.
c. Pola Eliminasi
BAB klien normal lunak dan berwarna kecoklatan. BAK lancar
5 x dalam sehari, warna urine jernih, tidak ada nyeri saat berkemih.
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit klien mampu beraktivitas dan bermain. Setelah
sakit klien lebih banyak baring, klien mampu beraktivitas seperti ke
toilet, jika klien merasa lemah hanya berbaring .
e. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit klien tidur 8 jam sehari. Saat sakit klien tidur 6 jm
sehari, namun sering terbangun jika tubuhnya merasa tidak nyaman
karna suhu tubuhnya yang tinggi.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Klien tidak mengalami gangguan dalam fungsi penglihatan,
pendengaran, penghidu ataupun perabaan. Klien mampu mengingat dan
berbicara dengan baik.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Klien dekat dengan ibunya, klien mau berinteraksi dengan
pasien lain, klien juga mau berinteraksi dengan perawat dan tenaga
kesehatan lain.
h. Pola reproduksi
Klien tidak mengalami gangguan pada reproduksinya
i. Pola persepsi diri dan konsep penyakit
Keluarga menyadari penyakit klien dan berharap agar
penyakitnya segera sembuh dan dapat beraktivitas.
j. Pola mekanisme koping
Klien terlihat tenang, karena dukungan keluarga yang cukup.
Keluarga juga percaya penuh pada tenaga kesehatan dalam upaya
penyembuhan klien
k. Pola nilai kepercayaan/keyakinan
Keluarga klien percaya penyakit datang atas izin Allah dan Allah
juga akan menyembuhkannya. Keluarga klien menjalankan sholat 5
waktu, klien masih dalam proses belajar sholat (diajarkan oleh
orangtua), klien juga mulai belajar mengaji.
12. Pemeriksaan Fisik
a. Atropometri
Berat badan
Sebelum sakit 19 kg
Saat sakit 18,4 kg
Tinggi Badan :
Sebelum sakit 109 cm
Saat sakit 109 cm
IMT :
18,4
IMT = 1,09 𝑥 1,09

= 18, 4 kg

Artinya :
BB dalam rentang NORMAL
b. Keadaan Umum
Kesadaran umum : klien tampak lemah
Kesadaran : compos mentis
GCS : E=4, V=5, M=6
c. Tanda tanda vital
Tekanan darah :-
Nadi : 90x/menit
Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 38,1oC
d. Pemeriksaan fisik Head to toe
1) Kepala
- Inspeksi : bentuk kepala simetris, distribusi rambut merata,
warna rambut hitam kulit kepala bersih tidak tampak lesi dan
kemerahan
- Palpasi : tidak ada benjolan/ masaa
2) Muka
- Inspeksi : muka simetris kiri dan kanan, tidak ada sianosis
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan/massa
3) Mata
Inspeksi : mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis,
pupil isokor, reflek cahaya (+), sklera tidak ikterik, fungsi
penglihatan baik
4) Hidung
Inspeksi : hidung tampak simetris, tidak tampak polip, tidak
tampak pernapasan cupping hidung dan klien tampak flu.
5) Mulut
Inspeksi : mukosa bibir tampak pucat, tidak ada peradangan
pada gusi, lidah bersih , tidak ada nyeri saat menelan
6) Leher
- Inspeksi : leher tampak simetris, tidak ada lesi, tonsil tampak
kemerahan dan sedikit bengkak, serta adanya batuk pada klien.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembengkakan
kelenjar tiroid
7) Thorax
- Inspeksi : bentuk dada simetris, saat inspirasi dan ekspirasi
antara paru kiri kanan dan kiri simetris, tidak tampak
penggunaan obat bantu pernapasan
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, fokal fremitus seimbang
antara paru kiri dan kanan
- Auskultasi : suara nafas terdengar ronkhi (+)
- Perkusi : saat perkusi pada daerah paru terdengar sonor
8) Jantung
- Inspeksi : bentuk dada simetris, ictus kordis tidak tampak
- Palpasi : teraba ictus kordisdi IC 4 dan 5
- Auskultasi : suara s1 dan s2 terdengar seimbang, tidak
ada bunyi tambahan
- Perkusi : perkusi pada apek jantung terdengar redup
9) Abdomen
- Inspeksi : tidak tampak pembesaran pada abdomen, tidak
tampak lesi, kemerahan, tidak ada luka bekas operasi
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan abdomen
- Auskultasi : bising usus terdengar 10x/menit
- Perkusi : saat perkusi terdengar bunyi timpani
10) Genetalia
Tidak ada gangguan pada daerah genetalia
11) Ekstremitas
Tidak ada gangguan dalam pergerakan, tidak ada deformitas maupun
kontraktur. Skala kekuatan otot 5, klien mampu beraktivitas saat
tidak nyeri, CRT < 2 detik
12) Kulit
Kulit tampak normal, turgor kulit lembab, tidak ada edema, tidak ada
kemerahan maupun lesi.
13. Pemeriksaan perkembangan
Klien tidak mengalami gangguan perkembangan, motorik kasar
maupun motorik halus berfungsi dengan baik. Keluarga mengatakan klien
tidak mengalami keterlambatan dalam tumbuh kembang
14. Pemeriksaan Penunjang : -
3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Hiperventilasi Ketidakefektifan pola
- Ibu klien mengatakan nafas
bahwa klien sering
batuk pilek ± 3 hari
- Ibu klien mengatakan
anaknya ada batuk
tapi tidak bisa keluar
dahak atau sputum
DO:
- Saat diauskultasi
terdapat suara napas
ronkhi (+)
- Tidak terdapat
penggunaan otot-otot
bantu nafas
- Turgor kulit lembab
- Akral hangat
- Tonsil kemerahan
dan tampak edema
- TTV :
Nadi : 90x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 38,1oC
DS: Peningkatan laju Hipertermia
- Ibu klien mengatakan metabolisme
bahwa klien sering
batuk pilek ± 3 hari
- Ibu klien mengatakan
suhu tubuh klien
sering naik terutama
saat malam hari
DO :
- Akral hangat
- Tonsil kemerahan
dan tampak edema
- TTV :
Nadi : 90x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 38,1oC
DS: Kurang pajanan Defisiensi Pengetahuan
- Ibu klien informasi
menanyakan kondisi
anaknya
- Ibu klien tidak tahu
penyebab dan
penanganan penyakit
anaknya
DO :
- Ibu klien tampak
cemas dengan
keadaan anaknya
- Ibu klien terlihat
bingung
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Ketidakefektifan Dalam waktu 1. Observasi 1. Sianosis
pola nafas 2x24 jam setelah adanya pucat menunjukkan
dilakukan dan sianosis adanya
intervensi gangguan
keperawatan pola pada
nafas kembali pernafasan
efektif 2. Pantau 2. Mengetahui
Kriteria hasil: kecepatan, perkembanga
- Kemudahan irama, n kondisi
bernafas dan kedalaman
kedalaman dan usaha
inspirasi respirasi
- Ekspansi dada 3. Auskultasi 3. Mengetahui
simetris bunyi nafas, adanya
- Tidak ada perhatikan kelainan
penggunaan area dalam
otot bantu penurunan/tid pernafasan
pernafasan ak adanya
- Tidak ada ventilasi dan
bunyi nafas adanya bunyi
tambahan nafas
- Nafas pendek tambahan
tidak ada 4. Lakukan 4. Secret yang
pengisapan menumpuk
sesuai dengan dapat
kebutuhan mengakibatka
untuk n
membersihka ketidakefektif
n sekresi an pola nafas

Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Tindakan ini


tindakan warna dan sebagai dasar
keperawatan suhu kulit untuk
selama 2x24 jam. menentukan
Maka suhu tubuh intervensi
klien mulai 2. Berikan 2. Kompres
normal dengan kompres hangat
kriteria hasil : hangat pada memberikan
- Warna kulit dahi, ketiak, efek
normal dan lipatan vasodilatasi
- Suhu tubuh paha pembuluh
normal (36- darah,
37oC) sehingga
mempercepat
penguapan
tubuh.
3. Anjurkan 3. Untuk
klien untuk mengontrol
menggunakan panas
pakaian tipis
4. Anjurkan 4. Penggantian
klien banyak cairan akibat
minum penguapan
panas tubuh
5. Kolaborasi 5. Untuk
dengan dokter menurunkan
untuk panas
pemberian
antipiretik
Defisiensi Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Mempermuda
pengetahuan tindakan pengetahuan h dalam
tentang penyakit keperawatan keluarga klien memberikan
selama 2x24 jam tentang penjelasan
setelah di berikan penyakit yang pada keluarga
penjelasan tentang di alami klien
penyakit dengan 2. Jelaskan 2. Meningktkan
kriteria hasil : tentang proses pengetahuan
- Mampu penyakit dan
menjelaskan (tanda dan mengurangi
kembali gejala), cemas
tentang identifikasi
penyakit kemungkinan
- Mengenal penyebab dan
kebutuhan jelaskan
perawatan dan kondisi
pengobatan tentang klien
tanpa cemas 3. Jelaskan 3. Mempermuda
tentang h intervensi
program
pengobatan
dan alternatif
4. Diskusikan 4. Mencegah
perubahan keparahan
gaya hidup penyakit
yang mungkin
digunakan
untuk
mencegah
komplikasi 5. Memberikan
5. Diskusikan gambaran
terapi dan tentang
pilihannya pilihan terapi
yang bisa di
gunakan
3.4 Implementasi dan Evaluasi
Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
10/12/18 Ketidakefektifan Manajemen Jalan 11/12/18
10.00 pola nafas b.d Nafas 10.07
hiperventilasi - Mengauskultasi S:
suara nafas, catat - Ibu klien
area yang mengatakan
ventilasinya bahwa klien
menurun atau sering batuk pilek
tidak ada dan ± 3 hari
adanya suara - Ibu klien
tambahan mengatakan
Monitor Pernapasan anaknya ada
- Memonitor batuk tapi tidak
kecepatan, irama, bisa keluar dahak
kedalaman dan atau sputum
kesulitan O:
bernafas. - Saat diauskultasi
- Mencatat terdapat suara
pergerakan dada, napas ronkhi (+)
catat - Tidak terdapat
ketidaksimetrisan, penggunaan otot-
penggunaan otot- otot bantu nafas
otot bantu nafas - Turgor kulit
- Memberikan lembab
kolaborasi - Akral hangat
farmakologi - Tonsil kemerahan
Monitor Tanda- dan tampak
Tanda Vital edema
- Memonitor nadi, - TTV :
suhu, dan status Suhu 37,8 oC
pernafasan RR 24 x / menit
dengan tepat N 90 x / menit
- Memonitor
keberadaan dan - Farmakologi :
kualitas nadi 1
Paracetamol 3 x 2
- Memonitor irama
tablet
dan tekanan
Gliseril
jantung
Guaiakolat 3 x 1
- Memonitor warna
tablet
kulit, suhu dan
Chlorpheniramine
kelembapan
3x 1 tablet
Amoxillin 3 x 1
tab
A:
Ketidakefektifan pola
nafas
P:
Intervensi dilanjutkan
- Auskultasi suara
nafas, catat area
yang ventilasinya
menurun atau
tidak ada dan
adanya suara
tambahan
- Evaluasi
penggunaan
kolaborasi
farmakologi
- Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
dan status
pernafasan
dengan tepat
10/12/18 Hipertermia b.d Fever Treatment 11/12/18
10.08 peningkatan laju - Memonitor tanda- 10.12
metabolisme tanda hipertermi S:
- Memberikan - Ibu klien
antipiretik mengatakan
- Menganjurkan bahwa klien
untuk memberikan sering batuk pilek
kompres hangat ± 3 hari
pada dahi, ketiak, - Ibu klien
dan lipatan paha mengatakan suhu
- Menganjurkan tubuh klien sering
klien untuk naik terutama saat
menggunakan malam hari
pakaian tipis O:
Temperature - Akral hangat
Regulation - Turgor kulit
- Mendorong lembab
peningkatan - Tonsil kemerahan
intake dan output dan tampak
Vital Sign edema
Monitorin - Batuk pilek
- Memonitor nadi,
RR, suhu - Farmakologi :
- Monitor Warna 1
Paracetamol 3 x 2
dan suhu kulit
tablet
Chlorpheniramine
3x 1 tablet
A : Hipertermia
P: Intervensi
dilanjutkan
- Monitor ulang
tanda-tanda
hipertermi
- Evaluasi
pemberian
kolaborasi
antipiretik
- Dorong keluarga
untuk membantu
klien dalam
peningkatan
intake dan output
- Monitor nadi, RR,
suhu
- Menganjurkan
keluarga pasien
untuk
memberikan
kompres di bagian
dahi dan aksila
- Menganjurkan
untuk selalu
mengganti baju
jika berkeringat
banyak
- Menganjurkan
untuk istirahat di
rumah
10/12/18 Defisiensi - Menjelaskan 11/12/18
10.13 pengetahuan b.d patofisiologi 10.19
kurang pajanan penyakit dan S :
bagaimana - Ibu klien
penyakit dapat mengatakan tidak
berkembang dan mengetahui
berhubungan penyebab
dengang anatomi penyakit anaknya
dan fisiologis O:
- Menyediakan - Ibu klien tampak
informasi pada cemas dengan
pasien tentang keadaan anaknya
kondisi, dengan - Ibu klien terlihat
cara yang tepat bingung
- Mendiskusikan A:
pilihan terapi dan Defisiensi
penanganan pengetahuan
- Menginstruksikan P :
pasien mengenai Intervensi dilanjutkan
tanda dan gejala - Mengidentifikasi
untuk melaporkan kemungkinan
pada pemberi peyebab dengan
perawatan cara yang tepat
kesehatan dengan - Mendiskusikan
cara yang tepat. perubahan gaya
hidup yang
mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi atau
pengontrolan
nyeri
- Mendiskusikan
pilihan terapi atau
penanganannya
11/12/18 Ketidakefektifan Manajemen Jalan 12/12/18
09.03 pola nafas b.d Nafas 09.12
hiperventilasi - Mengauskultasi S:
suara nafas, catat - Ibu klien
area yang mengatakan
ventilasinya bahwa klien
menurun atau masih batuk,
tidak ada dan namun pilek
adanya suara berkurang
tambahan sekretnya
Monitor Pernapasan O :
- Memonitor - Saat diauskultasi
kecepatan, irama, masih terdapat
kedalaman dan suara napas
kesulitan ronkhi (+)
bernafas. - Tidak terdapat
- Mencatat penggunaan otot-
pergerakan dada, otot bantu nafas
catat - Turgor kulit
ketidaksimetrisan, lembab
penggunaan otot- - Akral hangat
otot bantu nafas - Penfis : Tonsil
- Mengevaluasi masih kemerahan
pemberian
kolaborasi dan tampak
farmakologi edema
Monitor Tanda- - TTV :
Tanda Vital Suhu 37,0 oC
- Memonitor RR 20 x / menit
tekanan darah, N 75 x / menit
nadi, suhu, dan - Farmakologi :
status pernafasan 1
Paracetamol 3 x 2
dengan tepat
tablet
Gliseril
Guaiakolat 3 x 1
tablet
Chlorpheniramine
3x 1 tablet
Amoxillin 3 x 1
tab
A:
Ketidakefektifa pola
nafas
P:
Intervensi dilanjutkan
- Auskultasi suara
nafas, catat area
yang ventilasinya
menurun atau
tidak ada dan
adanya suara
tambahan
- Evaluasi
penggunaan
kolaborasi
farmakologi
- Monitor nadi,
suhu, dan status
pernafasan
dengan tepat
11/12/18 Hipertermia b.d Fever Treatment 12/12/18
09.12 peningkatan laju - Memonitor tanda- 09.18
metabolisme tanda hipertermi S:
- Mengevaluasi - Ibu klien
pemberian mengatakan
antipiretik bahwa klien
Temperature masih batuk,
Regulation namun pilek
- Mendorong berkurang
peningkatan sekretnya
intake dan output - Ibu klien
Vital Sign mengatakan suhu
Monitoring tubuh klien masih
- Memonitor nadi, sering naik turun
RR, suhu (jika diberi terapi
antipiretik
langsung turun)
O:
- Akral hangat
- Turgor kulit
lembab
- Tonsil kemerahan
dan tampak
edema
- Batuk pilek
- TTV :
Suhu 37,0 oC
RR 20 x / menit
N 75 x / menit

- Farmakologi :
1
Paracetamol 3 x 2

tablet
Chlorpheniramine
3x 1 tablet
A:
Hipertermia
P:
Intervensi dilanjutkan
- Monitor ulang
tanda-tanda
hipertermi
- Evaluasi
pemberian
kolaborasi
antipiretik
- Dorong keluarga
untuk membantu
klien dalam
peningkatan
intake dan output
- Monitor nadi, RR,
suhu
- Anjurkan untuk
mengompres
pasien di bagian
dahi dan aksila

11/12/18 Defisiensi - Mengidentifikasi 12/12/18


09.18 pengetahuan b.d kemungkinan 09.25
kurang pajanan peyebab dengan S :
cara yang tepat - Ibu klien
- Mendiskusikan mengatakan
perubahan gaya sudah sedikit
hidup yang mengerti tentang
mungkin penyakit klien
diperlukan untuk O :
mencegah - Ibu klien tampak
komplikasi atau cemas dengan
pengontrolan keadaan anaknya
nyeri - Ibu klien terlihat
- Mendiskusikan sudah mengerti
piliham terapi dengan penyebab
atau penyakit yang
penanganannya berkaitan dengan
anatomi dan
fisiologis
A:
Defisiensi
pengetahuan
P:
Intervensi dihentikan
dengan discharge
planning berupa:
- Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi atau
pengontrolan
nyeri
- Diskusikan
pilihan terapi atau
penanganannya.
- Sarankan untuk
merujuk pasien
pada group atau
agensi di
komunitas local
dengan cara yang
tepat jika terjadi
komplikasi
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Pengkajian


Pengkajian merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara
sistematis untuk menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan
komunitas. Pengumpulan data pengkajian meliputi aspek identitas klien,
keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kehamilan dan kelahiran,
riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, genogram, riwayat
imunisasi, riwayat psikososial, lingkungan dan tempat tinggal, kebutuhan dasar
(makan, minum, eliminasi, tidur, aktivitas bermain), pemeriksaan fisik,
pemeriksaan perkembangan, dan pemeriksaan penunjang (Craven dan Helen
dalam Keliat, 2009).
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara bersama
keluarga klien yakni Ibu An. A, observasi maupun pemeriksaan langsung
terhadap kondisi An. A serta mengkaji data dari rekam medis An. A. Selain itu,
keluarga juga berperan sebagai sumber data maupun sistem pendukung dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan kepada An. A. Selama proses pengkajian,
keluarga klien cukup kooperatif terkait kerjasama dan partisipasi dalam
memberikan informasi yang berhubungan dengan kondisi dan penyakit yang
diderita oleh klien. Masalah yang ditemukan pada saat pengkajian adalah
adanya ketidakefektifan pola napas, hipertermia, dan defisiensi pengetahuan.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data, tim penulis mendapatkan
hasil diagnosa keperawatan yaitu :
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi.
2. Hipertemia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi.
4.3 Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan
sesuai dengan kriteria hasil, maka tim penulis membuat rencana berdasarkan
acuan pada tinjauan teoritis, rencana keperawatan dibuat selama 2 hari
perawatan yaitu tanggal 10 dan 11 November 2018. Dalam menyusun tindakan
yang akan dilakukan ini disesuaikan dengan diagnosa yang ditemukan sehingga
mendapatkan tujuan yang diinginkan. Intervensi yang diberikan meliputi
pengkajian, observasi, pendidikan kesehatan, dan tindakan berdasarkan
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya.
4.4 Implementasi Keperawatan
Tahap implementasi adalah tahap untuk melakukan tindakan-tindakan
yang telah direncanakan sebelumnya.
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
Selanjutnya memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi:
posisi miring dialas bantal. Posisi lateral kiri dapat meningkatkan ventilasi
dimana annatomi jantung berada disebelah kiri diantara bagian atas dan
bawah paru membuat tekanan paru meningkat, tekanan arteri di apex lebih
rendah dari bagian basal paru. Tekanan arteri yang rendah menyebabkan
penurunan aliran darah pada kapiler dibagaian apex sementara kapiler
dibagian basal mengalami distensi dan aliran darah bertambah. Efek
gravitasi mempengaruhi ventilasi dan aliran darah dimana aliran darah dan
udara meningkatkan pada bagian basal paru (Rodney, dalam Tarmijah,
Mukharjiah dan Fururiyani, 2014).
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa
keperawatan ini adalah melakukan memonitor suhu tiap 2 jam secara
kontinyu, memonitor nadi dan RR, memonitor warna dan suhu kulit: kulit
berwarna merah dan teraba hangat, pemantauan suhu tubuh, monitor nadi
dan RR dan monitor memonitor warna dan suhu kulit sebagai pengawasan
terhadap adanya perubahan keadaan umum pasien sehingga dapat dilakukan
penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat. Selanjutnya melonggarka
pakaian dan melakukan kolaborasi pemberian paracetamol.
Berdasarkan penelitian Thewidya, Kurniyanta, dan Wiryana (2018)
menyatakan untuk mempertahankan suhu tubuh neonatus dan anak-anak
yaitu termasuk menutup bagian tubuh dengan plastik, menutupi kepala
dengan penutup kepala, meletakan lapisan penghangat dibawah neonatus,
menaikkan suhu ruangan, dan melapisi bayi dengan blanket warmer.
Mempertahankan suhu tubuh normal penting karena hipotermia
meningkatkan pulmonary vascular resistence, menurunkan aliran darah paru
dan menyebabkan shunting right to left melalui foramen ovale atau PDA.
Eksposure lama terhadap lingkungan hipotermi dapat menyebabkan
hipoventilasi, hantaran oksigen tidak adekuat, asidosis jaringan, dan
gangguan kardiovaskular (Davis PJ, Motoyama E, 2013; Em M, Alderdice
F, Hl H, Jg J, Vohra S. 2010).
3. Defisiensi berhubungan dengan kurang pajanan informasi
Kurangnya pengetahuan orang tua memicu timbulnya stressor baru
pada orang tua, yang dapat menimbulkan kecemasan. Pengetahuan
seseorang tentang hospitalisasi dan penyakit yang dialami anaknya akan
mempengaruhi tingkat kecemasan orang tua. Kecemasan juga dipengaruhi
oleh menurunnya kadar hormon endorfin di dalam tubuh. Apabila orang tua
mengetahui menejemen stress/cemas serta memiliki pengetahuan yang
cukup, maka akan meminimalkan stressor yang didapat oleh orang tua, dan
meningkatkan kadar endorfin dalam tubuh sehingga ada kecenderungan
kecemasannya akan berkurang (Nugraha, Sulistiyono, Latief., 2017).
4.1 Evaluasi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
didapatkan hasil subyektif yaitu Ibu klien mengatakan bahwa klien masih
batuk, namun pilek berkurang sekretnya. Hasil pengkajian didapatkan
saat di auskultasi masih terdapat suara napas ronkhi (+), tidak terdapat
penggunaan otot-otot bantu nafas, turgor kulit lembab, akral hangat, dan
tonsil masih kemerahan dan tampak edema. TTV: Suhu 37,0 oC, RR 20,
N 75x / menit. Oleh karena itu diintervensi ketidaefektifan pola napas
perlu dilanjutkan dengan auskultasi suara nafas, catat area yang
ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan Evaluasi
1
penggunaan kolaborasi farmakologi (Paracetamol 3 x tablet, Gliseril
2

Guaiakolat 3 x 1 tablet, Chlorpheniramine 3x 1 tablet, Amoxillin 3 x 1


tab), monitor nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat.
2. Hipertemia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
didapatkan hasil subyektif yaitu Ibu klien mengatakan bahwa klien masih
batuk, namun pilek berkurang sekretnya, Ibu klien mengatakan suhu
tubuh klien masih sering naik turun (jika diberi terapi antipiretik
langsung turun). Hasil pengkajian fisik didapatkan akral hangat, turgor
kulit lembab, tonsil kemerahan dan tampak edema batuk pilek. Hasil
TTV : Suhu 37,0 oC, RR 20 x / menit, N 75 x / menit. Oleh karena itu
diintervensi hipertermia perlu dilanjutkan dengan monitor ulang tanda-
tanda hipertermi, evaluasi pemberian kolaborasi antipiretik (Paracetamol
1
3x tablet dan Chlorpheniramine 3x 1 tablet), dorong keluarga untuk
2

membantu klien dalam peningkatan intake dan output, monitor nadi, RR,
suhu, dan anjurkan untuk mengompres pasien di bagian dahi dan aksila
3. Defisiensi berhubungan dengan kurang pajanan informasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
didapatkan hasil subyektif yaitu ibu klien mengatakan sudah sedikit
mengerti tentang penyakit klien. Hasil objektif didapatkan ibu klien
tampak cemas dengan keadaan anaknya. Ibu klien terlihat sudah mengerti
dengan penyebab penyakit anaknya. Oleh karena itu intervensi
dihentikan dengan discharge planning berupa diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi atau
pengontrolan nyeri, diskusikan pilihan terapi atau penanganannya, serta
sarankan untuk merujuk pasien pada group atau agensi di komunitas local
dengan cara yang tepat jika terjadi komplikasi.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Selama melakukan asuhan keperawatan pada An.R dengan ISPA di
Puskesmas Karya Mulia, kelompok mendapatkan pengalaman yang nyata
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan ISPA, yang dimulai
dari pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pendokumentasian
keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien yaitu gangguan
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, hipertermia
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dan resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan dengan
mual muntah.
Perencanaan ditetapkan dengan merumuskan subjek, predikat, kriteria
adalah SMART (spesific, measurable, achievable, realistic dan time limited).
Perencanaan untuk setiap diagnosa serta disesuaikan dengan kebutuhan pasien,
kondisi pasien, menyesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada di rumah
sakit. Perencanaan tindakan keperawatan telah disesuaikan dengan teori yang
telah ada. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
dengan beberapa modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi
puskesmas karya mulya. Di samping itu penulis juga melakukan kolaborasi
dengan tim kesehatan lain dalam melaksanakan implementasinya.
Implementasi dilakukan selama 2 x 24 jam. Evaluasi dilakukan dengan
dua cara yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil yang waktunya disesuaikan
dengan perencanaan tujuan. Ada beberapa masalah yang tidak tercapai atau
tercapai sebagian didalam tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Pendokumentasian yang dilakukan selama 2 x24 jam, dengan menggunakan
SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan).
5.2 Saran
Setelah melakukan asuhan keperawatan An. R dengan ISPA di
Puskesmas Karya Mulia ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan,
yaitu :
1. Profesi Keperawatan
Meningkatkan profesionalitas dalam bekerja, dan memperbaharui
pengetahuan masalah pada keperawatan anak terutama tentang
Bronkopeumonia agar tindakan yang dilakukan tidak hanya rutinitas.
2. Puskesmas Karya Mulia
a. Kepala Puskesmas
Meningkatkan standar prosedur operasional dalam pemberian
pelayanan terhadap pasien anak.
b. Perawat puskesmas
Meningkatkan perkembangan pengetahuan dan pelayanan
perawatan yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi
terkini.
c. Mahasiswa Praktik
Mempertahankan kerja sama yang baik antara perawat dan
mahasiswa praktikan, agar dapat segera diketahui kebutuhan pasien
secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Almira, Faisal, Budiharto. ( 2016). Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Siantan Hilir. Proners.
Ching, P., Harriman, K., Yugao, L. et al. (2017). Infection prevention and control
of epidemic-and pandemic prone acute respiratory diseases in health care :
WHO Interim Guidelines, June 2017. Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization).
Danusantoso, H. (2012). Ilmu Penyakit Paru Edisi 2. Jakarta: EGC

Hayati, S. (2014). Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut


(Ispa) Pada Balita Di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 2(1).

Lorensa, C , Permana, G, I & dkk. (2017). Hubungan Status Gizi (Berat Badan
Menurut Umur) Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(Ispa) Pada Balita. Jurnal Berkala Kesehatan, 3 (1): 32-38.

Maharani, Fitry & Lestari. (2017). Profil Balita Penderita Infeksi Saluran Nafas
Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2012-
2013. Jurnal Kesehatan Andalas Volume 6, Nomor 1.
Morris, P.S. (2012). Upper Respiratory Tract Infections (Including Otitis Media).
Elsevier Inc.
Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan . Jakarta : Salemba Medika
Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. (2012). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta :
EGC.
Nurarif, Amin Huda. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction Publishing.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. Diakses: 4 Maret 2018, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf.
Sofia. (2017). Environmental risk factors for the incidence of ARI in infants in the
working area of the Community Health Center Ingin Jaya District of Aceh
Besar. AcTion Journal, 2 (1).

Syahidi, Gayatri & Bantas. (2016). Factors that Affecting Acute Respirator y
Infection (ARI) in Children Aged 12-59 Months in Tebet Barat Primar y
Health Center, Subdistrict of Tebet, South Jakarta 2013. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai