MULIA PONTIANAK
DI SUSUN OLEH:
Rangga Haryanto (I4051181030) Avelintina Brigida C (I4052181022)
Ratna Sari (I4051181031) Audina Safitri (I4052181023)
Indri Tri Handayani (I4051181032) Aulia Safitri (I4052181024)
Lydia Yuniarsih (I4051181033) Yossy Claudia Evan (I4052181025)
Arizal (I4051181035) Makhyarotil Ashfiya (I4052181026)
M. Fisqi Fadil (I4051181051) Deska Kurnia Sari (I4052181027)
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala :
tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau berdahak.1 Program
pemberantasan penyakit ISPA oleh pemerintah dimaksudkan adalah untuk
upaya-upaya penanggulangan pneumonia pada balita, Secara umum ada 3 (tiga)
faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak,
serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dalam
rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian rumah. Faktor individu anak
meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status
imunisasi. Sedangkan faktor perilaku berhubungan dengan pencegahan dan
penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah
praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun
anggota keluarga lainnya. Faktor lingkungan juga dapat disebabkan dari
pencemaran udara dalam rumah seperti asap rokok, asap dari dapur karena
memasak dengan kayu bakar serta kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar
didalam rumah (Sofia.2017).
Berdasarkan lokasi infeksi, ISPA dibedakan menjadi ISPA atas dan
ISPA bawah. ISPA atas merupakan infeksi pernafasan di atas laring, yang
terdiri dari rinitis, rinosinusitis, faringitis, tonsilitis, dan otitis media. Dibanding
ISPA bawah, ISPA atas lebih sering terjadi dimana hanya 5% dari ISPA yang
melibatkan laring dan respiratori bawah, ISPA atas merupakan hal yang penting
karena kejadian infeksi yang berulang dapat menyebabkan virus menyebar ke
saluran nafas bawah dan merupakan resiko terjadinya ISPA bawah. 6 Kematian
akibat ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA yang berat,
karena infeksi telah menyerang paru-paru. Kondisi ISPA ringan dengan flu dan
batuk biasa sering diabaikan, akibatnya jika daya tahan tubuh anak lemah
penyakit tersebut akan dengan cepat menyebar ke paru-paru. Kondisi demikian
jika tidak mendapat pengobatan dan perawatan yang baik dapat menyebabkan
kematian (Maharani, Fitry & Lestari. 2017).
Keadaan gizi sangat berpengaruh pada daya tahan tubuh (status nutrisi,
imunisasi). Anak yang gizinya kurang atau buruk (badannya kurus) akan lebih
mudah terjangkit penyakit menular atau penyakit infeksi salah satu nya penyakit
ISPA atau pneumonia. Sama hal nya dengan imunisasi menunjukkan bahwa ada
kaitan antara penderita pneumonia yang mendapatkan imunisasi tidak lengkap
dan lengkap, dan bermakna secara statistis. Ketidakpatuhan imunisasi
berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA (Hayati. 2014)
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
8. Riwayat imunisasi
Ibu klien mengatakan imunisasi klien lengkap dari lahir sampai
sekarang.
9. Riwayat psikososial
Klien terlihat cemas jika jauh dari ibunya, klien mampu beriteraksi
dengan perawat namun didampingi ibunya.
10. Lingkungan dan tempat tinggal
Ibu klien mengatakan lingkungan dan tempat tinggal cukup nyaman
dan bersih. Klien dan keluarga biasa berinteraksi dengan tetangga sekitar.
11. Kebutuhan dasar/pola kesehatan fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Ibu klien tampak bingung dan khawatir saat menanyakan kondisi
anaknya. Ia tidak paham dengan penyebab dan penanganan penyakit
anaknya sehingga klien dibawa ke Puskesmas.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum sakit klien makan 3x sehari, porsi kecil setiap makan.
Setelah sakit klien makan 1-5 sendok dengan frekuensi 3x sehari dan
selama sakit klien mengalami mual dan muntah.
c. Pola Eliminasi
BAB klien normal lunak dan berwarna kecoklatan. BAK lancar
5 x dalam sehari, warna urine jernih, tidak ada nyeri saat berkemih.
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit klien mampu beraktivitas dan bermain. Setelah
sakit klien lebih banyak baring, klien mampu beraktivitas seperti ke
toilet, jika klien merasa lemah hanya berbaring .
e. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit klien tidur 8 jam sehari. Saat sakit klien tidur 6 jm
sehari, namun sering terbangun jika tubuhnya merasa tidak nyaman
karna suhu tubuhnya yang tinggi.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Klien tidak mengalami gangguan dalam fungsi penglihatan,
pendengaran, penghidu ataupun perabaan. Klien mampu mengingat dan
berbicara dengan baik.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Klien dekat dengan ibunya, klien mau berinteraksi dengan
pasien lain, klien juga mau berinteraksi dengan perawat dan tenaga
kesehatan lain.
h. Pola reproduksi
Klien tidak mengalami gangguan pada reproduksinya
i. Pola persepsi diri dan konsep penyakit
Keluarga menyadari penyakit klien dan berharap agar
penyakitnya segera sembuh dan dapat beraktivitas.
j. Pola mekanisme koping
Klien terlihat tenang, karena dukungan keluarga yang cukup.
Keluarga juga percaya penuh pada tenaga kesehatan dalam upaya
penyembuhan klien
k. Pola nilai kepercayaan/keyakinan
Keluarga klien percaya penyakit datang atas izin Allah dan Allah
juga akan menyembuhkannya. Keluarga klien menjalankan sholat 5
waktu, klien masih dalam proses belajar sholat (diajarkan oleh
orangtua), klien juga mulai belajar mengaji.
12. Pemeriksaan Fisik
a. Atropometri
Berat badan
Sebelum sakit 19 kg
Saat sakit 18,4 kg
Tinggi Badan :
Sebelum sakit 109 cm
Saat sakit 109 cm
IMT :
18,4
IMT = 1,09 𝑥 1,09
= 18, 4 kg
Artinya :
BB dalam rentang NORMAL
b. Keadaan Umum
Kesadaran umum : klien tampak lemah
Kesadaran : compos mentis
GCS : E=4, V=5, M=6
c. Tanda tanda vital
Tekanan darah :-
Nadi : 90x/menit
Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 38,1oC
d. Pemeriksaan fisik Head to toe
1) Kepala
- Inspeksi : bentuk kepala simetris, distribusi rambut merata,
warna rambut hitam kulit kepala bersih tidak tampak lesi dan
kemerahan
- Palpasi : tidak ada benjolan/ masaa
2) Muka
- Inspeksi : muka simetris kiri dan kanan, tidak ada sianosis
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan/massa
3) Mata
Inspeksi : mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis,
pupil isokor, reflek cahaya (+), sklera tidak ikterik, fungsi
penglihatan baik
4) Hidung
Inspeksi : hidung tampak simetris, tidak tampak polip, tidak
tampak pernapasan cupping hidung dan klien tampak flu.
5) Mulut
Inspeksi : mukosa bibir tampak pucat, tidak ada peradangan
pada gusi, lidah bersih , tidak ada nyeri saat menelan
6) Leher
- Inspeksi : leher tampak simetris, tidak ada lesi, tonsil tampak
kemerahan dan sedikit bengkak, serta adanya batuk pada klien.
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembengkakan
kelenjar tiroid
7) Thorax
- Inspeksi : bentuk dada simetris, saat inspirasi dan ekspirasi
antara paru kiri kanan dan kiri simetris, tidak tampak
penggunaan obat bantu pernapasan
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, fokal fremitus seimbang
antara paru kiri dan kanan
- Auskultasi : suara nafas terdengar ronkhi (+)
- Perkusi : saat perkusi pada daerah paru terdengar sonor
8) Jantung
- Inspeksi : bentuk dada simetris, ictus kordis tidak tampak
- Palpasi : teraba ictus kordisdi IC 4 dan 5
- Auskultasi : suara s1 dan s2 terdengar seimbang, tidak
ada bunyi tambahan
- Perkusi : perkusi pada apek jantung terdengar redup
9) Abdomen
- Inspeksi : tidak tampak pembesaran pada abdomen, tidak
tampak lesi, kemerahan, tidak ada luka bekas operasi
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan abdomen
- Auskultasi : bising usus terdengar 10x/menit
- Perkusi : saat perkusi terdengar bunyi timpani
10) Genetalia
Tidak ada gangguan pada daerah genetalia
11) Ekstremitas
Tidak ada gangguan dalam pergerakan, tidak ada deformitas maupun
kontraktur. Skala kekuatan otot 5, klien mampu beraktivitas saat
tidak nyeri, CRT < 2 detik
12) Kulit
Kulit tampak normal, turgor kulit lembab, tidak ada edema, tidak ada
kemerahan maupun lesi.
13. Pemeriksaan perkembangan
Klien tidak mengalami gangguan perkembangan, motorik kasar
maupun motorik halus berfungsi dengan baik. Keluarga mengatakan klien
tidak mengalami keterlambatan dalam tumbuh kembang
14. Pemeriksaan Penunjang : -
3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: Hiperventilasi Ketidakefektifan pola
- Ibu klien mengatakan nafas
bahwa klien sering
batuk pilek ± 3 hari
- Ibu klien mengatakan
anaknya ada batuk
tapi tidak bisa keluar
dahak atau sputum
DO:
- Saat diauskultasi
terdapat suara napas
ronkhi (+)
- Tidak terdapat
penggunaan otot-otot
bantu nafas
- Turgor kulit lembab
- Akral hangat
- Tonsil kemerahan
dan tampak edema
- TTV :
Nadi : 90x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 38,1oC
DS: Peningkatan laju Hipertermia
- Ibu klien mengatakan metabolisme
bahwa klien sering
batuk pilek ± 3 hari
- Ibu klien mengatakan
suhu tubuh klien
sering naik terutama
saat malam hari
DO :
- Akral hangat
- Tonsil kemerahan
dan tampak edema
- TTV :
Nadi : 90x/menit
RR : 28x/menit
Suhu : 38,1oC
DS: Kurang pajanan Defisiensi Pengetahuan
- Ibu klien informasi
menanyakan kondisi
anaknya
- Ibu klien tidak tahu
penyebab dan
penanganan penyakit
anaknya
DO :
- Ibu klien tampak
cemas dengan
keadaan anaknya
- Ibu klien terlihat
bingung
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Ketidakefektifan Dalam waktu 1. Observasi 1. Sianosis
pola nafas 2x24 jam setelah adanya pucat menunjukkan
dilakukan dan sianosis adanya
intervensi gangguan
keperawatan pola pada
nafas kembali pernafasan
efektif 2. Pantau 2. Mengetahui
Kriteria hasil: kecepatan, perkembanga
- Kemudahan irama, n kondisi
bernafas dan kedalaman
kedalaman dan usaha
inspirasi respirasi
- Ekspansi dada 3. Auskultasi 3. Mengetahui
simetris bunyi nafas, adanya
- Tidak ada perhatikan kelainan
penggunaan area dalam
otot bantu penurunan/tid pernafasan
pernafasan ak adanya
- Tidak ada ventilasi dan
bunyi nafas adanya bunyi
tambahan nafas
- Nafas pendek tambahan
tidak ada 4. Lakukan 4. Secret yang
pengisapan menumpuk
sesuai dengan dapat
kebutuhan mengakibatka
untuk n
membersihka ketidakefektif
n sekresi an pola nafas
- Farmakologi :
1
Paracetamol 3 x 2
tablet
Chlorpheniramine
3x 1 tablet
A:
Hipertermia
P:
Intervensi dilanjutkan
- Monitor ulang
tanda-tanda
hipertermi
- Evaluasi
pemberian
kolaborasi
antipiretik
- Dorong keluarga
untuk membantu
klien dalam
peningkatan
intake dan output
- Monitor nadi, RR,
suhu
- Anjurkan untuk
mengompres
pasien di bagian
dahi dan aksila
membantu klien dalam peningkatan intake dan output, monitor nadi, RR,
suhu, dan anjurkan untuk mengompres pasien di bagian dahi dan aksila
3. Defisiensi berhubungan dengan kurang pajanan informasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
didapatkan hasil subyektif yaitu ibu klien mengatakan sudah sedikit
mengerti tentang penyakit klien. Hasil objektif didapatkan ibu klien
tampak cemas dengan keadaan anaknya. Ibu klien terlihat sudah mengerti
dengan penyebab penyakit anaknya. Oleh karena itu intervensi
dihentikan dengan discharge planning berupa diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi atau
pengontrolan nyeri, diskusikan pilihan terapi atau penanganannya, serta
sarankan untuk merujuk pasien pada group atau agensi di komunitas local
dengan cara yang tepat jika terjadi komplikasi.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Selama melakukan asuhan keperawatan pada An.R dengan ISPA di
Puskesmas Karya Mulia, kelompok mendapatkan pengalaman yang nyata
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan ISPA, yang dimulai
dari pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pendokumentasian
keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien yaitu gangguan
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, hipertermia
berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dan resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan dengan
mual muntah.
Perencanaan ditetapkan dengan merumuskan subjek, predikat, kriteria
adalah SMART (spesific, measurable, achievable, realistic dan time limited).
Perencanaan untuk setiap diagnosa serta disesuaikan dengan kebutuhan pasien,
kondisi pasien, menyesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada di rumah
sakit. Perencanaan tindakan keperawatan telah disesuaikan dengan teori yang
telah ada. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
dengan beberapa modifikasi sesuai dengan kondisi pasien dan kondisi
puskesmas karya mulya. Di samping itu penulis juga melakukan kolaborasi
dengan tim kesehatan lain dalam melaksanakan implementasinya.
Implementasi dilakukan selama 2 x 24 jam. Evaluasi dilakukan dengan
dua cara yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil yang waktunya disesuaikan
dengan perencanaan tujuan. Ada beberapa masalah yang tidak tercapai atau
tercapai sebagian didalam tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Pendokumentasian yang dilakukan selama 2 x24 jam, dengan menggunakan
SOAP (subyektif, obyektif, analisa, dan perencanaan).
5.2 Saran
Setelah melakukan asuhan keperawatan An. R dengan ISPA di
Puskesmas Karya Mulia ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan,
yaitu :
1. Profesi Keperawatan
Meningkatkan profesionalitas dalam bekerja, dan memperbaharui
pengetahuan masalah pada keperawatan anak terutama tentang
Bronkopeumonia agar tindakan yang dilakukan tidak hanya rutinitas.
2. Puskesmas Karya Mulia
a. Kepala Puskesmas
Meningkatkan standar prosedur operasional dalam pemberian
pelayanan terhadap pasien anak.
b. Perawat puskesmas
Meningkatkan perkembangan pengetahuan dan pelayanan
perawatan yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi
terkini.
c. Mahasiswa Praktik
Mempertahankan kerja sama yang baik antara perawat dan
mahasiswa praktikan, agar dapat segera diketahui kebutuhan pasien
secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Almira, Faisal, Budiharto. ( 2016). Hubungan Status Gizi Dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas
Siantan Hilir. Proners.
Ching, P., Harriman, K., Yugao, L. et al. (2017). Infection prevention and control
of epidemic-and pandemic prone acute respiratory diseases in health care :
WHO Interim Guidelines, June 2017. Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization).
Danusantoso, H. (2012). Ilmu Penyakit Paru Edisi 2. Jakarta: EGC
Lorensa, C , Permana, G, I & dkk. (2017). Hubungan Status Gizi (Berat Badan
Menurut Umur) Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(Ispa) Pada Balita. Jurnal Berkala Kesehatan, 3 (1): 32-38.
Maharani, Fitry & Lestari. (2017). Profil Balita Penderita Infeksi Saluran Nafas
Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2012-
2013. Jurnal Kesehatan Andalas Volume 6, Nomor 1.
Morris, P.S. (2012). Upper Respiratory Tract Infections (Including Otitis Media).
Elsevier Inc.
Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan . Jakarta : Salemba Medika
Nelson, Behrman, Kliegman, dkk. (2012). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta :
EGC.
Nurarif, Amin Huda. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction Publishing.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. Diakses: 4 Maret 2018, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%
202013.pdf.
Sofia. (2017). Environmental risk factors for the incidence of ARI in infants in the
working area of the Community Health Center Ingin Jaya District of Aceh
Besar. AcTion Journal, 2 (1).
Syahidi, Gayatri & Bantas. (2016). Factors that Affecting Acute Respirator y
Infection (ARI) in Children Aged 12-59 Months in Tebet Barat Primar y
Health Center, Subdistrict of Tebet, South Jakarta 2013. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 1(1).