HALUSINASI
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini tanpa suatu
halangan apapun. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi kami selaku penulis dan umumnya bagi para pembaca agar dapat mengetahui
tentang “Asuhan Keperawatan pada Klien yang Mengalami Halusinasi”.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami harapkan kritik
dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan makalah lainnya menjadi
lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin Ya
Rabbal Alamin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................1
1.2 TUJUAN PENULISAN LAPORAN..............................................................2
1.2.1 TUJUAN UMUM..................................................................................2
1.2.3 TUJUAN KHUSUS..............................................................................2
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 TUJUAN PENULISAN LAPORAN
2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara. (Ade Herman Surya Direja, 2011)
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh
proses pengindraan, yaitu proses yang diterimanya stimulus oleh alat indra,
kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian
individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Sturt Gail W,
2007)
Dari pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa halusinasi
merupakan suatu persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra
yang dirasakan individu tanpa adanya stimulus yang nyata.
2.2 ETIOLOGI
1) Factor predisposisi
a) Biologis
Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptive baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut :
- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia.
- Beberapa zat kimia diotak seperti dopamine neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
- Pembesaran ventrikel dan penurunan masa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia
3
b) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan sangat mempengaruhi respondan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakkan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien
c) Social budaya
Kondisi ini sangat mempengaruhi gangguan orientasi realita: seperti
kemiskinan, konflik social budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress
2) Faktor presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan. Respon klien dapat berupa
curiga, ketakutan, penasaran, tidak aman, gelisah, bingung, dll. (keliat,
2006). Halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi:
1) Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penyalah gunaan obat, demam, dan kesulitan tidur.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi berupa perintah memaksa atau
menakutkan.
3) Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan implus yang
menekan merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien.
4) Dimensi social
Klien mengalami interaksi social menganggap hidup bersosialisasi
dialam nyata sangat membahayakan.
4
5) Dimensi spiritual
Hilangnya aktifitas ibadah jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri.
5
Adaptif Maladaptive
Keterangan gambar:
1. Respon adaptif
Adalah respon yang diterima oleh norma-norma social yang berlaku
dengan kata lain individu tersebut dalam batas norma jika menghadapi
suatu akan dapat memecahkan masalah tersebut
2. Respon maladaptive
Adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang
dari norma-norma social dan budaya dan lingkungan
2.5 PENGKAJIAN
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada
formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006)
meliputi beberapa faktor antara lain:
1. Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2. Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala
6
yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
3. Prilaku halusinasi
Isi halusinasi, waktu terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, respon klien
saat halusinasi
4. Faktor predisposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa
aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda.
b) Tidak ada komunikasi.
c) Tidak ada kehangatan.
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan.
e) Komunikasi tertutup.
f) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang
otoritas dan komplik orang tua.
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis.
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
7
6) Faktor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor
enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar
50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35 %.
5. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya.
8
sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi
social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil
dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi
dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya
diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan
diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif,
perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak
adekuatan penanganan gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang
tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi
adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian
selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan
meliputi:
a. Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk
bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa
yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika
halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh
jika halusinasi perabaan.
b. Waktu dan frekuensi.
9
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau
sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat
penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami
halusinasi.
c. Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa
yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi
klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat
mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
e. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien.
6. Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1) Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2) Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3) Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4) Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5) Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6) Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada
sesuai dengan informasi.
10
8) Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan
baik dan dapat mempengaruhi proses pikir
9) Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10) Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11) Memori: Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih
setahun berlalu. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa
seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.
12) Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan
tugas dan berhitung sederhana.
13) Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.
14) Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
15) Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk
makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri,
pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar
ruangan.
7. Mekanisme koping
1) Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2) Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
11
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
2.8 INTERVENSI
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnose gangguan
persepsi sensori halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa
terapi generalis individu yaitu :
1. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
2. Patuh minum obat secara teratur.
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain,
4. Menyusun jadwal kegiatan dan dengan aktifitas
5. Terapi kelompok terkait terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi
halusinasi.
12
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk
follow up anggota keluarga dengan halusinasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
13
Halusinasi merupakan suatu persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan
panca indra yang dirasakan individu tanpa adanya stimulus yang nyata, yang
disebabkan oleh: factor predisposisi (biologis, psikologis, social budaya),
faktor presipitasi (dimensi fisik, dimensi emosional, dimensi intelektual,
dimensi social, dimensi spiritual).
3.2 SARAN
Diharapkan seluruh mahasiswa mampu memahami hasil makalah dari kami.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk lebih baiknya
pembuatan makalah selanjutnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E., Rochimah, N., Suryati, K. R., & Lestari, W. (2009). Asuhan
keperawatan klien dengan gangguan jiwa.
Keliat B, dkk. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC.
15