Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENGANTAR FARMAKOLOGI DAN PERAN PERAWAT


DALAM PEMBERIAN OBAT
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakologi

Dosen Pembimbing:
El Rahmayati,SKp.,M.kes
Disusun Oleh :
Siti Zulaikha
1814401114
Tingkat 1 Reguler 3

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D III KEPERAWATAN
2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat Taufik Hidayah
serta Inayah-Nya sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah dari mata kuliah Farmakologi yang
berjudul “Pengantar Famakologi dan Peran Perawat dalam Pemberian Obat” dengan lancar dan
tepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu hasil makalah
Saya ini tidak luput dari kekurangan baik dari segi isi maupun penulisan kata. Maka dari itu dengan
mengharapkan ridha Tuhan Yang Maha Kuasa, Saya sangat membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dari anda semua demi untuk memperbaiki makalah Saya di masa yang akan
datang. Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pembaca dan dapat digunakan
di dalam hal yang baik.Terima kasih.

                                                                             

Bandar Lampung, 21 Januari 2019

( Siti Zulaikha )
NIM : 1814401114

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................1
1.4 Manfaat.................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................3
2.1 Fase Farmakokinetik..............................................................................................................3
2.1.1 Absorbsi......................................................................................................................3
2.1.2 Distribusi.....................................................................................................................5
2.1.3 Metabolisme/ Biotransformasi...................................................................................6
2.1.4 Ekskresi/ Eliminasi......................................................................................................7
2.2 Farmakodinamik....................................................................................................................8
2.2.1 Efek Terapeutik...........................................................................................................8
2.2.2 Efek Samping..............................................................................................................8
2.2.3 Efek Toksik..................................................................................................................8
2.2.4 Efek Idiosentrik...........................................................................................................9
2.2.5 Efek Alergi..................................................................................................................10
2.3 Penggolongan Obat..............................................................................................................10
2.3.1 Berdasarkan Jenis Obat.............................................................................................10
2.3.2 Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat.........................................................................13
2.3.3 Berdasarkan Tempat atau Lokasi Pemakaian............................................................13
2.3.4 Berdasarkan Cara Pemakaian....................................................................................13
2.3.5 Berdasarkan Efek yang Ditimbulkan..........................................................................14
2.3.6 Berdasarkan Daya Kerja.............................................................................................14
2.3.7 Berdasarkan Asal Obat...............................................................................................14
2.4 Bentuk Kemasan Obat..........................................................................................................15
BAB III PENUTUP....................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................19
3.2 Saran...............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakologi berasal dari kata "pharmacon" (obat) dan logos (ilmu pengetahuan),
sehingga secara harpiah farmakologi berarti ilmu pengetahuan tentang obat. Namun, secara
umum farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari asal-usul (sumber) obat,
sifat, fisika kimia, cara pembuatan, efel biokimiawi dan fisiologi yang ditimbulkan, nasib obat
dalam tubuh, dan kegunaan obat dalam terapi.
Menurut WHO, obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik atau
psikis. Pemahaman dan pengetahuan farmakologi mengenai cara pemberian, jenis-jenis
obat, cara kerja obat, dan kegunaan obat adalah hal-hal yang penting yang harus diketahui
oleh paramedik.
Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat
menjadi salah satu tugas perawat yang penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam
proses pemberian obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal ini harus menjadi bagian integral
dari rencana keperawatan. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respons pasien
terhadap pengobatan. Misalnya, pasien sukar menelan, muntah atau tidak dapat minum
obat tertentu (bentuk kapsul), pasien ini harus diperhatikan. Faktor gangguan visual,
pendengaran, intelektual atau motorik, yang mungkin membuat pasien sukar makan obat,
harus dipertimbangkann
Rencana perawatan harus mencakup rencana pemberian obat, bergantung pada
hasil pengkajian, pengetahuan tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja,
dan program dokter.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja hal-hal yang dipelajari dalam farmakokinetik?
1.2.2 Apa saja hal-hal yang dipelajari dalam farmakodinamik?
1.2.3 Jelaskan mengenai penggolongan obat !
1.2.4 Apa saja bentuk kemasan obat?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui mengenai peran perawat dalam pemberian obat
1.3.2 Untuk mengetahui definisi farmakokinetik beserta hal-hal yang dipelajari di dalamnya
1.3.3 Untuk mengetahui definisi farmakodinamik beserta hal-hal yang dipelajari di dalamnya
1.3.4 Untuk mengetahui penggolongan obat
1.4.1 Untuk mengetahui macam-macam bentuk kemasan obat

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk menambah wawasan mahasiswa mengenai farmakokinetik, farmakodinamik,
berbagai macam penggolongan obat dan berbagai bentuk kemasan obat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 FARMAKOKINETIK
Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme dan eskresi
(ADME) obat dari dalam tubuh. Atau ilmu yang mempelajari pengaruh tubuh terhadap otot. Secara
singkat hubungan keempatnya dilukiskan sebagaimana gambar di bawah ini.

Gambar 1. Hubungan antara Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi

2.1.1 Absorpsi

Absorpsi adalah proses masuknya obat dari tempat obat ke dalam sirkulasi sistemik
(pembuluh darah). Kecepatan absorpsi obat tergantung dari kecepatan obat melarut pada
tempat absorpsi, derajat ionisasi, Ph tempat absorpsi dan sirkulasi darah di tempat obat
melarut.
a. Kelarutan
Untuk dapat diabsorpsi, obat harus dapat melarut atau dalam bentuk yang sudah
terlarut. Sehingga kecepatan melarut dari suatu obat akan sangat menentukan
kecepatan absorpsi. Untuk itu, sediaan obat padat sebaiknya diminum dengan cairan
yang cukup untuk membantu mempercepat kelarutan obat.

3
b. pH
pH adalah derajat keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam bentuk larutan. Obat
yang terlarut dapat berupa ion atau non ion. Bentuk non ion relatif lebih mudah larut
dalam lemak sehingga lebih mudah menembus membran, karena sebagian besar
membran sel tersusun dari lemak. Kecepatan obat menembus membran dipengaruhi
oleh pH obat dalam larutan dan pH dari lingkungan obat berada. Obat yang bersifat
asam lemah akan mudah menembus membran sel pada suasana asam. Karena dalam
suasana asam, obat relatif tidak terionisasi atau bentuk ionnya sedikit sehingga lebih
mudah menembus membran sel. Sebagai contoh aspirin (suatu obat yang bersifat
asam) akan lebih mudah menembuis membran lambung yang relatif asam jika
dibandingkan dengan pH usus halus. Jika pH obat berubah (ditambah buffer) atau pH
lambung berubah karena pemberian antasida (basa) absorpsi aspirin akan melambat.
Sebaliknya obat obat yang bersifat basa lemah akan mudah diabsorpsi diusus halus
karena juga relatif tidak terionisasi.

Gambar 2. Struktur Membran Sel

c. Tempat Absorpsi
Obat dapat diabsorpsi pada berbagai tempat, misalnya dikulit, membran mukosa,
lambung, dan usus halus. Namun demikian, untuk obat oral absorpsi banyak
berlangsung diusus halus karena paaling luas permukaannya. Begitu pula obat yang
diberikan melalui inhalasi diabsorpsi Sangat cepat karena epithelium paru paru juga
sangat luas.
Absorpsi obat yang intestinal menembus lapisan sel tunggal (tipis), seperti pada
epithelium intestinal akan lebih cepat jika dibandingkan kalau menembus membran kulit
yang berlapis-lapis. Karena kecepatan absorpsi berbanding lurus dengan luas mebran
dan berbanding terbalik dengan tebal membran.

4
d. Sirkulasi darah
Obat umumnya diberikan pda daerah yang kaya akan sirkulasi darah (vaskularisasi).
Misalnya pemberian melalui sublingual akan lebih cepat diabsorpsi jika dibandingkan
diberikan melalui subcutan. Karena sirkulasi darah di subcutan lebih sedikit
dibandingkan di sublingual. Selain itu, aliran darah secara keseluruhan juga berpengaruh
pada absorpsi obat. Sebagai contoh, obat yang diberikan pada pasien yang syok,
absorpsinya akan melambat atau tidak konstan. Oleh krena itu, pemberian melalui
injeksi IV lebih dipilih untuk pasien yang syok atau dalam situasi emergensi.

2.1.2 Distribusi
Distribusi adalah penyebaran obat dari pembuluh darah ke jaringan atau tempat
kerjanya. Hal-hal yang memengaruhi kecepatan distribusi :
a. Permeabilitas membran kapiler terhadap molekul obat
b. Membran-membran kapiler terdiri dari lemak, obat yang mudah larut dalam lemak akan
lebih cepat terdistribusi
c. Fungsi kardiovaskuler, ikatan obat dengan protein plasma, dan adanya hambatan
fisiologi tertentu, seperti abses atau kanker
d. Ouput jantung
e. Variasi kecepatan dan jumlah darah di suatu lokasi. Organ yang mendapat suplai darah
lebih banyak atau cepat (jantung, ginjal, hati) akan menerima obat dalam jumlah yang
lebih banyak dan cepat jika dibandingkan organ yang lambat dan sedikit suplai darahnya.
Contoh : Setelah diabsorpsi, obat akan di distribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah.
Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya.
Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi
fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik
misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas
yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera,
kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang
lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler
mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut
dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat
yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya
terbatas terutama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein
plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan

5
obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan
kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi
berat karena adanya defisiensi protein.

2.1.3 Metabolisme/Biotransformasi

Metabolisme atau biotransformasi ialah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan
biologi yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat
berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ utama tempat
metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengekskresi obat yang bersifat lipofil karena
mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh
karena itu, obat yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang
lebih polar supaya rabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.
Proses metabolisme terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Fase I merubah senyawa lipofil menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional
seperti OH, NH2, dan COOH. Metabolisme fase I kebanyakan menggunakan enzim
sitokrom P450 yang banyak terdapat di sel hepar dan GI. Enzim ini berperan dalam
metabolism zat endogen seperti steroid, lemak, dan detoksifikasi zat endogen. Namun
ada juga metabolisme fase I yang menggunakan enzim sitokrom P450 , seperti pada
oksidasi katekoleton, histomin, dan etanol.
b. Fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belum cukup polar setelah mengalami
metabolisme fase I, ini terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Untuk obat yang
sudah mempunyai gugus seperti OH, NH2, SH, dan COOH mungkin tidak perlu mengalami
fase I untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian, tidak semua zat mengalami reaksi
fase I terlebih dahulu, sebelum reaksi fase II. Bahkan zat dapat mengalami metabolisme
fase II terlebih dahulu sebelum mengalami metabolisme fase I.

Contoh : Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih
mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi
melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi
sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama
aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru
diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi
lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir. Enzim yang berperan dalam
biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim

6
mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro
membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini
terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal,
paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.

Gambar 3. Proses Metabolisme Obat

2.1.4 Ekskresi/Eliminasi

Ginjal adalah organ utama yang berperan dalam ekskresi obat atau metabolitnya.
Tempat ekskresi obat lainnya adalah instestinal (melalui feses), paru-paru, kulit, keringat, air
liur, dan air susu. Proses ekskresi obat dalam ginjal meliputi :
a. Filtrasi Glomerulus
Obat yang tidak terikat protein (bentuk bebas) akan mengalami filtrasi glomerulus
masuk ke tubulus. Glomerulus filtration rate (GFR) adalah 125 ml/menit atau sekitar 20 %
dari renal plasma flow (RPF) yang besarnya 600 ml/menit. Kelarutan dan pH tidak
berpengaruh adalah ukuran partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori di glomerulus.
b. Reabsorpsi Tubulus
Setelah obat sampai tubulus kebanyakan akan mengalami reabsorpsi ke sirkulasi
sistematik kembali, terutama untuk zat yang masih non polar atau bentuk non ion. Untuk
mengurangi reabsorpsi tubulus dapat dilakukan dengan memanipulasi pH urin untuk
meningkatkan derajat ionisasi.
c. Sekresi Tubulus
Obat yang tidak mengalami filtrasi glomerulus dapat masuk ke tubulus melalui sekresi
di tubulus proksimal . Sekresi tubulus merupakan proses transfort aktif, jadi memerlukan
karier dan energi. Dari ke 3 proses di atas yang paling berperan dalam ekskresi adalah
reabsorpsi tubulus.

7
2.2 Farmakodinamik
Farmakodinamik mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau mempelajari
pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh.
2.2.1 Efek Terapeutik
Efek Terapeutik adalah efek obat yang bersifat sebagai terapi penyembuhan. Efek
terapeutik merupakan respons fisiologis obat yang diharapakan atau diperkirakan atau yang
diperkirakan timbul. Setiap obat yang diprogramkan memiliki efek teraupetik yang
diinginkan.
Contoh, perawat memberi kodein fosfat untuk menciptakan efek analgesik dan
memberi teofilin untuk mendilatasi bronkiolus pernapasan yang menyempit. Pengobatan
tunggal dapat menghasilkan banyak efek yang terapeutik. Contoh : aspirin berfungsi sebagai
analgesik, antipiratik, dan antiinflamasi, dan menurunkan agregrasi (gumpalan) trombosit.

2.2.2 Efek Samping


Efek Samping ialah efek yang tidak menjadi tujuan utama pengobatan. Efek ini dapat
menguntungkan dan merugikan, tergantung pada kondisi dan situasi pasien. Sebuah obat
mungkin diperkirakan akan menimbulkan efek sekunder yang tidak diinginkan. Efek samping
ini mungkin tidak berbahaya atau bahkan menimbulkan cedera.
Contoh, penggunaan kodein fosfat dapat membuat seroang klien mengalami
konstipasi, dan penggunaan teofilin dalam membuat klien sakit kepala dan pusing. Efek
samping ini dapat dianggap tidak berbahaya. Namun, digoksin dapat mengakibatkan
disaritmia jantung, yang dapat menyebabkan kematian. Apabila efek samping cukup serius
hingga menghilangkan efek terapeutik obat, dokter dapat menghentikan pemberian obat.
Akibat efek samping tersebut, klien seringkali berhenti meminum obatnya tanpa
mengonsultasinya ke tenaga kesehatan.

2.2.3 Efek Toksik


Efek Toksik adalah efek obat yang bersifat toksik atau racun yang timbul jika obat
digunakan berulang-ulang dan dalam dosis tinggi. Umumnya, efek toksik terjadi setelah klien
meminum obat berdosis tinggi dalam jangka waktu lama, setelah lama menggunakan obat
yang ditujukan untuk aplikasi eksternal, atau setelah suatu obat berakumulasi di dalam
darah akibat kerusakan metabolisme atai ekskresi. Satu dosis obat yang berlebihan di dalam
tubuh dapat menimbulkan efek mematikan, bergantung pada kerja obat.

8
Contoh, morfin, sebuah analgesik narkotik, meredakan nyeri dengan menekan
susunan saraf pusat. Bagaimanapun, kadar toksik morfin menyebabkan depresi pernapasan
yang berat dan kematian.

2.2.4 Reaksi Ideosentrik


Istilah idiosentrik digunakan untuk menunjukan suatu kejadian efek samping yang
tidak lazim, tidak diharapkan atau aneh,yang tidak dapat diterangkan atau diperkirakan
mengapa biasa terjadi. Untungnya reaksi idiosentrik ini relatif sangat jarang terjadi.
Beberapa contoh misalnya :
a. Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetika secara serampangan
b. Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen jangka lama tanpa
pemberian progestin sama sekali
c. Obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya tumor limfoid
d. Preparat-preparat besi intramuskuler dapat menyebabkan sarcomata pada tempat
penyuntikan
e. Kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada pasien-pasien yang pernah menjalani
perawatan iodium-radioaktif sebelumnya

2.2.5 Reaksi Alergi


Alergi obat atau reaksi hipersensitivitas merupakan efek samping yang terjadi, dan
terjadi akibat reaksi imunologik. Reaksi ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya , seringkali
sama sekali tidak tergantung dosis dan terjadi pada sebagian kecil dari populasi yang
menggunakan suatu obat. Alergi obat dapat bersifat ringan atau berat. Gejala alergi
bervariasi, bergantung pada individu dan obat.
Reaksi alergi dapat dikenali berdasarkan sifat-sifat khasnya, yaitu:
a. Gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek farmakologinya,
b. Seringkali terdapat tenggang waktu antara kontak pertama terhadap obat dengan
timbulnya efek
c. Reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, walaupun hana dengan sejumlah sangat kecil
obat
d. Reaksi obat hilang bila obat dihentikan
e. Keluhan/gejala ang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi imunologik, misalnya rash
(=ruam) di kulit
f. Serum sickness, anafilaksis, asma, urtikaria, angio-edema, dll.

9
2.3Penggolongan Obat
2.3.1 Berdasarkan jenis obat
Penggolongan obat berdasarkan keamanan (Permenkes No. 949/Menkes/Per/VI/2000
tentang penggolongan obat)
1. Obat Bebas
Obat golongan ini termasuk obat yang relatif paling aman, dapat diperoleh tanpa resep
dokter, selain di apotik juga dijual di warung-warung. Obat bebas biasanya digunakan untuk
mengobati dan meringankan gejala penyakit. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa
lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh: paracetamol, vitamin C, asetol (aspirin), antasida daftar obat esensial (DOEN),
dan obat batuk hitam (OBH)

Gambar 4. Penandaan Obat Bebas

2. Obat Bebas Terbatas


Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan pakai yang ada.
Pada jaman Belanda obat ini digolongkan sebagai obat W (waarshuwing) yang artinya
peringatan. Penandaan obat golongan ini adalah lingkaran berwarna biru dan 6 peringatan
khusus. Obat ini boleh diperoleh tanpa resep dokter, apotki, toko obat atau warung-warung.
Contoh : obat flu kombinasi (tablet), klortrimaleas (CTM), dan mebenddazol.

10
Gambar 5. Penandaan dan Peringatan Obat Bebas Terbatas

3. Obat Keras

Golongan ini pada masa penjajahan Belanda disebut golongan G (gevaaarlijk) yang artinya
berbahaya. Disebut obat keras karena jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai,
dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Obat ini hanya dapat
diperoleh dengan resep dokter diperoleh dengan resep dokter di apotik. Dalam kemasannya
ditandai dngan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat obat ini adalah
amoksilin, asam mefenamat, semua obat dalam bentuk injeksi, dan semua obat baru.

Gambar 5. Penandaan Obat Keras

11
4. Psikotoprika

Psikotoprika atau dulu lebih dikenal dengan nama obat keras tertentu, sebenarnya
termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat mempengaruhi aktivitas psikis.
Psikotoprika dibagi menjadi :
a. Golongan 1, sampai sekarang digunakannya hanya ditujukan untuk ilmu pengetahuan,
dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan. Contohnya metalin dioksi
metamfetamin, Lisrgid acid diathylamine (LSD), dan metamftamin.
b. Golongan II, III, dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah didaftarkan.
Namun kenyataannya saat ini hanya sebagian dari golongan IV saja yang terdaftar dan
digunakan , seprti diazepam, fenobartial, lorasepam, dam klordiazepoksid.

5. Narkotika
Narkotika merupakan kelompok obat yang berbahaya karena dapat menimbulkan addiksi
(ketergantungan) dan toleransi. Obat ini hanya boleh diperoleh dengan resep dokter. Dalam
kemasannya narkotika ditandai dengan lingkaran berwarna merah dengan dasar putih.
Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
a. Golongan I, narkotika yang digunakan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
dan dilarang diproduksi atau digunakan untuk pengobatan. Contohnya heroin dan kokain.
b. Golongan II dan III, narkotika yang dapat digunakan untuk pengobatan asalkan nsudah
memiliki ijin edar (nomor registrasi). Termasuk golongan ini adalah morfin, petidin,
kodein, doveri, dan kodipron.
Pada awalnya narkotika bersumber dari tanaman Papaver somniferum, Erythroxylon coca,
dan Cannabis sativa.

NARKOTIKA
Gambar 6. Penandaan Narkotika

12
2.3.2 Berdasarkan mekanisme kerja obat
1. Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat bakteri atau mikroba.
Contoh : antibiotic
2. Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi dari penyakit. Contoh : vaksin dan serum
3. Obat yang menghilangkan simtomatik/gejala , seperti meredakan nyeri. Contoh analgesic
4. Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang kurang. Contoh :
vitamin dan hormone
5. Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat aktif, khususnya
pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam keadaan sakit. Contoh : aqua pro
injeksi dan tablet placebo.

2.3.3 Berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian


1. Obat Luar

Obat luar ialah obat yang pemakaiannya tidak melalui saluran pencernaan (mulut).
Termasuk obat luar adalah salep, injeksi, lotion, tetes hidung, tetes telinga, suppositoria, dan
krim. Obat golongan ini jika diserahkan oleh pihak apotik kepada pasien selalu diberikan etiket
berwarna biru.

2. Obat Dalam

Ialah semua obat yang penggunaannya melalui mulut, masuk pada saluran pencernaan,
bermuara pada lambung, dan usus halus. Contohnya obat-obat yang berbentuk tablet, kapsul,
dan sirup. Jika diserahkan oleh apotik kepada pasien selalu diberikan dengan etiket berwarna
putih.

2.3.4 Berdasarkan cara pemakaiannnya itu di bagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Oral
Cara pemakaian obat oral ini diberikan melalui mulut dan ditelan. Obat yang diberika per
oral lebih murah daripada banyal preparat lain. Kerja obat oral lebih lambat dan efeknya
lebih lama. Klien umumnya lebih memilih rute oral
2. Sublingual
Obat sublingual dirancang supaya, setelah diletakkan di bawah lidah dan kemudian larut,
mudah diabsorpsi. Obat yang diberikan di bawah lidah tidak boleh ditelan. Nitrogliserin
umumnya diberikan secara sublingual. Klien tidak boleh minum sampai seluruh obat larut.

13
3. Parenteral
Memberikan obat dengan menginjeksinya ke dalam jaringan tubuh. Pemberian parenteral
meliputi 4 tipe utama injeksi berikut:
1) Subkutan (SC). Injeksi ke dalam jaringan tepat di bawah lapisan dermis kulit.
2) Intradermal (ID). Injeksi ke dalam dermis tepat di bawah epidermis.
3) Intramuskular (IM). Injeksi ke dalam otot tubuh.
4) Intravena (IV). Suntikan ke dalam vena.

2.3.5 Berdasarkan efek yang ditimbulkan


1. Antiinfeksi 5. Vaksin
2. Antijamur 6. Obat Metabolik
3. Antihistamin 7. Diagnostik
4. Antihipertensi 8. Antikanker

2.3.6 Berdasarkan daya kerja


1. Farmakodinamik
Obat-obat yang bekerja mempengaruhi fisiologis tubuh, contoh hormon dan vitamin
2. Kemoterapi
Obat-obatan yang berkerja secara kimia untuk membasmi parasit/bibit penyakit,
mempunyai daya kerja kombinasi.

2.3.7 Berdasarkan asal obat


a. Tanaman. Obat dapat bersumber dari akar , batang, daun, dan biji tanaman tertentu atau
dari kandungan tananam seperti alkaloid, genosida, resin, karbohidrat atau protein.
b. Hewan. Dapat berupa hormon atau enzim, misalnya insulin.
c. Mineral. Dapat berupa elemen-elemen organik atau bentuk garamnya, misalnya alumunium
hidroksida, magnesium trisilat, natrium karbonat, dan garam inggris
d. Sintetis. Kebanyakan obat yang digunakan sekarang bersumber dari semisintetis atau
sintetis. Kelebihan hasil sintetis dibandingkan dengan yang alamiah adalah lebih stabil,
murni, dan dapat diperoleh dalam jumlah banyak.

14
2.4 Bentuk Kemasan Obat
1. Kemasan Padat
a. Pulvis/Pulveres/serbuk
Pulveres adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan ditujukan untuk
bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan ditujukan untuk obat dalam atau obat luar. Pulveres
adalah serbuk yang dibagi-bagi dalam bobot yang sama, masing-masing dibungkus dengan
pengemas yang cocok untuk sekali minum
b. Tablet
Ialah bentuk kemasan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Tablet berbentuk bulat pipih dengan berat antara 50 mg - 2 g, umumnya sekitar 200 800
mg. Jenis tablet : tablet salut, tablet effervescent, tablet sub lingual, tablet lepas lambat, dan
lozenge.
c. Kapsul
Kapsul ialah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Cangkang kapsul terbuat dari gelatin, pati atau bahan lain yang cocok.
d. Suppositoria
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yanh diberikan melalui
rektal, vagina atau urethal. Sediaan ini dapat meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Berdasarkan pemakaiannya bentuk suppositoria ada yang torpedo atau meruncing dikedua
ujungnya (suppositoria anal). Ovula yang bentuknya bulat atau bulat telur digunakan melalui
vagina.
e. Kaplet
Kaplet adalah tablet berbentuk seperti kapsul yang pembuatannya melalui kempa cetak
f. Pellet
Sediaan tablet kecil, silindris, dan steril yang pemakaiannya ditanam (inflantansi) kedalam
jaringan.
g. Lozenge
Adalah sediaan tablet yang rasanya manis dan baunya enak yang pengunaannya dihisap dalam
mulut.

15
2. Kemasan Setengah Padat
Ada beberapa sediaan tablet setengah padat, yaitu unguenta (salep), cremones (krim), pasta,
dan gel (jelly).
a. Salep
Salep merupakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakab sebagai
obat luar
b. Krim
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulasi mengandung air tidak kurang atau
sama dengan (>) 60 % dan dimaksudkan untuk obat luar. Umumnya digunakan di daerah yang
relatif jarang terkena air karena krim mudah tercuci.
c. Pasta
Pasta adalah sediaan berupa masa lembek yang digunakan untuk pemakaian luar. Biasanya
dibuat dengan mencampur serbuk dalam jumlah > 50% bagian dengan vaselin atau parafin cair
atai dengan bahan dasar yang tidak berlemak (gliserol, musilago atau sabun).
d. Jelli
Merupakan sediaan suspensi setengah padat dari bahan organik atau anorganik,
mengandung air, dan digunakan pada kulit yang peka atau berlendir (mukosa).

3. Kemasan Cair
a. Larutan
Adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut. Kecuali dinyatakan lain, sebagai
pelarut digunakan air suling. Larutan bersifat homogen atau serba sama.
b. Sirup
Suatu sediaan berupa larutan yang mengandung gula sukrosa. Kecuali dinyatakan lain, kasar
gula tidak kurang dari 64% atau tidak lebih dari dari 66%. Sirup dengan kadar gula 65% disebut
sirup simplek yang digunakan sebagai origen suporis (pemanis)
c. Eliksir
Sediaan obat yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat juga mengandung zat
tambahan seperti gula, zat pemanis lainnya, zat warna, zat pewangi, dan pengawet. Eliksir
digunakan sebagai obat dalam. Pelarut yang digunakan umumnya etanol karena dapat
meningkatkan kelarutan zay aktifnya.

16
d. Guttae ( Obat Tetes)
Suatu sediaan cair berupa larutan, elmulsi atau suspensi digunakan baik untuk obat luar atau
obat dalam, dilengkapi alat penetes berskala (untuk obat dalam) dan tidak berskala untuk obat
luar. Jika disebut obat tetes tanpa keterangan yang dimaksud adalah obat dalam.
e. Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril dan bebas pirogen yang berupa larutan, emulsi, suspensi, serbuk
yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Penggunaan kemasan
injeksi di suntikan menggunakan spuit ke dalam kulit, bawah kulit, otot atau intravena.
f. Enema
Enema adalah suatu larutan yang penggunaannya melalui rektum (anus). Kegunaan kemasan
enema antara lain untuk memudahkan buang air besar, mencegah kejang, atau mengurangi
nyeri lokal.
g. Gargarisma
Gargarisma yaitu sediaan berupa larutan relatif pekat dan harus diencerkan sebelum
digunakan (dikumurkan). Gargarisma umumnya digunakan untuk pencegahan atau pengobatan
infeksi tenggorokan.
h. Douche
Douche adalah larutan yang digunakan secara langsung pada lubang tubuh, bermafaat
sebagai pembersih atau antiseptik. Contoh douche adalah vaginal douche, eye douche,
pharingeal douche, dan nasal douche.
i. Suspensi
Ialah sediaan cair yang mengandung bahan obat berupa partikel khusus halus yang tidak
larut dan terdispersi dalam cairan pembawa. Dalam kemasan sediaan suspensi disertai etiket
bertuliskan kocok dahulu sebelum digunakan, tujuannya supaya partikel yang mengendap
terdispersi merata.
j. Emulsi
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan emulgator yang sesuai. Emulsi merupakan
campuran zat berminyak dan berair. Dalam kemasannya, sediaan emulsi ada penjelasan kocok
dahulu sebelum digunakan supaya zat yang terpisah dapat bercampur merata kembali
k. Infusa
Adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air panas (90¤%)
selama 15 menit.

17
4. Kemasan Gas
a. Aerosol
Sediaan yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah yang diberi tekanan,
digunakan untuk obat luar atau obat dalam. Pemakaiannya disedot melalui hidung atau mulut
atau disemprotkan dalan bentuk kabut ke saluran pernapasan.
b. Gas
Biasanya berupa oksigen, obat anestesi atau zat yang digunakan untuk sterilisasi.

18
BAB III
PENUTUP

3.4 Kesimpulan

Farmakologi berasal dari kata "pharmacon" (obat) dan logos (ilmu pengetahuan), sehingga
secara harpiah farmakologi berarti ilmu pengetahuan tentang obat.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari asal-usul (sumber) obat, sifat, fisika kimia, cara
pembuatan, efel biokimiawi dan fisiologi yang ditimbulkan, nasib obat dalam tubuh, dan kegunaan
obat dalam terapi.
Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme dan eskresi
(ADME) obat dari dalam tubuh.

3.5 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus
dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak
yang tentunya dapat dipertanggungjawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran yang
membangun terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi isi materi sebagaimana telah
terpapar di atas.

19
DAFTAR PUSTAKA

Priyanto. 2008. Farrmakologi Dasar. Depok: Lembaga studi dan konsultasi farmakologi
(leskonfi).
Tambayong,Jang. 2002. Farmakologi untuk Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
Anief,Moh. 2010. Penggolongan Obat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Perry, Anne Griffin dan Patricia A. Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperwatan. Jakarta:
Buku Kedokteran.

20

Anda mungkin juga menyukai