Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N DENGAN HALUSINASI DI


DESA SURIN KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

Disusun Oleh :
Fitra Almukarrami
P07120118009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya. Salawat dan salam tak lupa
pula kita sanjung sajikan kepada nabi besar kita Muhammad saw. Pada
kesempatan ini saya mampu menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada Tn. N dengan Halusinasi di Desa Surin Kecamatan Meuraxa
Kota Banda Aceh”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas praktek lapangan
keperawatan jiwa kritis.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
dosen yang telah membimbing dan mengajari saya, sehingga saya mampu
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dalam penyusunan makalah ini saya
menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Baik dalam teknis penulisan maupun
materi. Untuk itu kritik dan saran dari pihak pembaca sangat saya harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Demikian makalah ini saya buat dengan sebaiknya. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan. Khususnya bagi saya sendiri sehingga tujuan yang diharapkan
dapat tercapai. Terima kasih.

Banda Aceh, 03 Februari 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan kondisi ketika seorang individu dapat


berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu
tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Kesehatan jiwa memiliki rentang respon adaptif yang
merupakan sehat jiwa, masalah psikososial, dan respon maladaptif yaitu
gangguan jiwa (UU No. 18 Tahun 2014).

Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam berpikir (cognitive),


kemauan (volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep,
2007). Menurut Malim (2002) Gangguan jiwa merupakan deskripsi
sindrom dengan variasi penyebab. Umumnya ditandai adanya
penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi,
adanya afek yang tidak wajar atau tumpul (Yusuf, dkk, 2015).

Halusinasi merupakan terganggunya persepsi dari panca indera


seseorang dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar), dimana klien memberi persepsi tentang
lingkungan tanpa adanya suatu objek (Yosep, 2013). Sekitar 70%
halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa yaitu halusinasi dengar,
20% mengalami halusinasi penglihatan dan 10% mengalami halusinasi
penghidu, pengecap, perabaan. Halusinasi dapat mengancam dan
menakutkan bagi klien walaupun klien lebih jarang melaporkan halusinasi
sebagai pengalaman yang menyenangkan. Mula-mula klien merasakan
halusinasi sebagai pengalaman nyata, tetapi kemudian dalam proses
penyakit tersebut, dia dapat mengakuinya sebagai halusinasi (Videbeck,
2008).
Hasil wawancara dengan pemegang progam Keperawatan Jiwa di
Puskesmas Meuraxa bahwa klien yang datang kunjungan ke Meuraxa
biasanya untuk mengambil obat dan meminta rujukan untuk pengambilan
obat ke RSJ. Ketika kami datang ke kediaman klien dan keluarganya,
Keluarga tampak telah mampu memberikan strategi dalam pelaksanaan
halusinasi kepada klien, akan tetapi belum sepenuhnya terpenuhi. Tugas
seorang perawat disini adalah memberikan penyuluhan kesehatan
mengenai halusinasi serta mengajarkan klien dan keluarga dalam strategi
pelaksanaan halusinasi.

Hasil wawancara dengan klien dengan halusinasi yang dilakukan di


rumah klien tanggal 08 Februari 2020, klien mengatakan bahwa klien
merasa terganggu dengan halusinasinya yang menganggunya disebabkan
oleh efek Narkotika yang pernah klien konsumsi sehingga klien di
keluarkan dari kesatuan militer pada saat itu, namun klien rutin kontrol ke
Puskesmas jika obat klien habis. Klien mengatakan kadang ikut
pengambilan obat, kadang hanya ayah klien yang mengambil obat. Hasil
wawancara dengan keluarga klien, keluarga mengatakan klien berbicara
sendiri, tertawa sendiri, mondar-mandir, cemas yang berlebihan, marah -
marah bahkan kadang klien sampai buang air sembarangan. Upaya yang
dilakukan klien jika halusinasi tiba adalah dengan menerapkan cara
menghardik dan mengalihkan halusinasi dengan mengajak orang ayahnya
untuk berbicara dengannya dan tetap selalu ada disampingnya. Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut maka penulis telah memberikan asuhan
keperawatan pada klien halusinasi secara holistik dan komunikasi
terapeutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu penulis mengangkat judul pada laporan asuhan
keperawatn ini Asuhan Keperawatan Pada Tn. N dengan di Desa Surin
Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh.

B. Latar Belakang
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn. N dengan di Desa Surin
Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ?
C. Tujuan Peneitian
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan Asuhan Keperawatan pada Pada Tn. N dengan di
Desa Surin Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Desa Surin Kecamatan Meuraxa Kota Banda
Aceh.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Desa Surin kecamatan Meuraxa Kota Banda
Aceh
c. Mampu mendeskripsikan rumusan intervensi keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Desa Surin kecamatan Meuraxa Kota Banda
Aceh
d. Mampu mendeskripsikan rumusan implementasi keperawatan pada
klien dengan halusinasi di Desa Surin kecamatan Meuraxa Kota
Banda Aceh
e. Mampu mendeskripsikan rumusan evaluasi keperawatan pada klien
dengan halusinasi di Desa Surin kecamatan Meuraxa Kota Banda
Aceh

D. Tujuan Peneitian
1. Bagi Penulis
Laporan kasus ini dapat menggambarkan dan menambah wawasan
ilmu pengetahuan serta kemampuan penulis, disamping itu dapat
memberikan pengalaman dalam asuhan keperawatan jiwa pada klien
dengan halusinasi.
2. Bagi Puskesmas Meuraxa
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran, wawasan
serta informasi bagi perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan
pada klien dengan halusinasi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
wawasan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam asuhan
keperawatan pada klien dengan halusinasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo,
2014). Halusinasi adalah kesalahan sensori persepsi yang menyerang pancaindera,
hal umum yang terjadi yaitu halusinasi pendengaran dan pengelihatan walaupun
halusinasi pencium, peraba, dan pengecap dapat terjadi (Townsend, 2010).
Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi
atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata
(Kusumawati, 2012).

2. Etiologi
Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:
a. Faktor presdisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan
terhadap stress.
2) Faktor Perkembangan
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga

akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingkungannya

3) Faktor Biokimia

Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress


yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan

suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress

berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter

otak,misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.

4) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus

pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada

ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien lebih suka

memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi menunjukkan

bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangatberpengaruh

pada penyakit ini.

b. Faktor presdisposisi

Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya

seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-

sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi,yaitu:

1) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium

dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.

2) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan menakutkan.

Klien tida sanggup menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap

ketakutan tersebut.

3) Dimensi Intelektual

Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego.

Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan

impuls yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat

mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol

semua perilaku klien.

4) Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan

comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat

membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya

seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.

5) Dimensi Spiritual

Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien

halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan

hidupnya.
3. Tanda dan Gejala
Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat
menetapkan masalah halusinasi, antara lain:
a. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
d. Disorientasi

e. Tidak mampu atau kurang konsentrasi


f. Cepat berubah pikiran
g. Alur pikiran kacau
h. Respon yang tidak sesuai
i. Menarik diri
j. Sering Melamun

4. Mekanisme Koping Halusinasi


Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi
termasuk (Dalami, dkk, 2014 ) :

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku


kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau
berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan
emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri
(sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari
menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan lain-lain, sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

5. Fase Halusinasi
Menurut stuart dan laraia dalam Prabowo, 2014 menunjukan tahapan
terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase mempunyai
karakteristik yang berbeda yaitu:
c. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pkiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas disini pasien tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, gerakan mata cepat,dan asyik sendiri.
d. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba jaga jarak dengan sumber yang dipersepsikan
sehingga timbul peningkatan tanda-tanda vital.
e. Fase III
Pasien menghentikan perlawanan halusinasi dan menyerah pada
halusinasi. Disini pasien sukar berhubungan dengan orang lain, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain, dan kondisi sangat
menegangkan terutama berhubungan dengan orang lain.
f. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti
perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,
menarik diri dan tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.

6. Penatalaksanaan

Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin


diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah
mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga
keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat
klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai
pengawas minum obat (Prabowo, 2014).
1) Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia
yang mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan
dan tindakan lain (Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada
klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok
yang umum digunakan adalah :
Kelas kimia Nama generik (dagang) Dosis harian
Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg

Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg


Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol ) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil) 300-900

b. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran
listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

2) Penatalaksanaan Keperawatan
a. Penerapan Strategi Pelaksanaan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
1) Melatih klien mengontrol halusinasi :
a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang
lain
d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang
terjadwal
2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan
tidak hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan
kepada keluarga , sehingga keluarga mampu mengarahkan
klien dalam mengontrol halusinasi.
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah
dalam merawat klien halusinasi dan melatih
mengontrol halusinasi klien dengan menghardik
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan enam benar minum
obat
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag
memnafaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up
klien halusinasi

b. Psikoterapi dan rehabilitasi


Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat
membantu karena klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi
kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang
lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien
tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan
atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas
Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi
relaksasi, terapi sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai