Disusun oleh :
2018
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI
Disusun oleh :
Mengetahui,
Dosen Koordinator
Keperawatan Jiwa
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan hidayahnya,
kami dapat menyelesaikan makalah manajemen asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran. Makalah ini kami susun guna
memenuhi tugas mata ajaran keperawatan jiwa.
Makalah ini membahas tentang “Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang Mengalami
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran”. Penyusunan makalah ini bersumber dari
berbagai macam buku-buku referensi serta media elektronik, serta dari bahan pemikiran
penyusun.
Kami mengetahui makalah yang kami susun ini masih sangat jauh dari sempurna maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari bapak/ibu selaku dosen-dosen pembimbing serta
teman-teman karena selama menyusun makalah ini, kami mendapat banyak masukan dan
bimbingan dari berbagai pihak, karena kritik dan saran dapat membangun kami penulis dari yang
salah menjadi benar.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita, akhir kata penulis ucapkan terima
kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
A. Latar Belakang
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di dunia ini sudah
menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia ini
mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia ini
ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan
Nurses Associations (ANA) keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus dalam praktek
keperawatan yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri
sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan, mempertahankan,
memulihkan kesehatan jiwa.
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% adalah
halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan. Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi.
Berdasarkan hasil 2 pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Medan ditemukan 85% pasien dengan
kasus halusinasi. Menurut perawat di Rumah Sakit Grasia Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta khususnya di ruang kelas III rata- rata angka halusinasi mencapai 46,7% setiap
pada realita. Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat
membedakan lamunan dan kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk memberikan respon
yang akurat, sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti. Halusinasi adalah penyerapan
(persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
panca indera dan terjadi disaat individu sadar penuh (Depkes dalam Dermawan dan Rusdi,
2013)
september 2018 didapatkan data tercatat jumlah pasien Halusinasi laki-laki 30 pasien dan
perempuan 15 pasien jadi total pasien halusinasi dibulan September 2018 adalah 45 pasien.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum :
Mahasiswa mendapatkan pengalaman dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada
2. Tujuan Khusus:
a. Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan masalah gangguan persepsi
halusinasi pendengaran.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan masalah gangguan persepsi
C. MANFAAT PENULISAN
Laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Penulis dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang telah
dilakukannya.
2.Klien dapat memaksimalkan kemampuannya untuk dapat mengendalikan jiwanya
salah satu bahan acuan dalam menentukan kebijakan operasional Rumah Sakit Jiwa agar
mutu pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan.
4.Pembaca hasil asuhan keperawatan ini, semoga dapat menambah pengetahuan dan
masukan dalam mengembangkan ilmu keperawatan di masa yang akan datang
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. LATAR BELAKANG
Halusinasi adalah salah persepsi yang diterima pancaindera dan berasal dari stimulus
maupun terbagi-bagi (misalnya sorotan cahaya atau cahaya), membentuk objek atau bahkan
gambaran berkilau atau kompleks. (Brooker,2009). Menurut World Health
Organization (WHO), sampai tahun 2011 tercatat penderita gangguan jiwa sebesar
542.700.000 jiwa atau 8,1% dari jumlah keseluruhan penduduk dunia yang berjumlah sekitar
6.700.000.000 jiwa. Sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25%
penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.
Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun (Hardiman, 2013).
Menurut data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013,
prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat
terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, danJawa Tengah. Proporsi RT yang
pernah memasung ART gangguan jiwaberat 14,3 persen dan terbanyak pada penduduk yang
tinggal di perdesaan (18,2%), serta pada kelompok penduduk dengan kuintil indekske
Dari hasil data Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Provinsi Kalimantan
Timur di Ruang Elang didapatkan data pasien dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi
dari bulan May 32,6% , Juni 28,9% dan Juli 25,2%. Melihat angka seringnya kejadian dari data
di atas gangguan halusinasi merupakan masalah tersendiri bagi profesi keperawatan untuk
mengambil langkah penanganan yang tepat bagi penderita, pemikiran didasarkan bahwa jika
halusinasi tidak ditangani bisa berisiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan,
dan tidak jarang ditemukan harus penderita melakukan tindakan kekerasan karena halusinasi,
maka penulis berinisiatif untuk melakukan Bead side Teaching dengan pasien Halusinasi.
persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja
(2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).
terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan
sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
2. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang
menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor genetis
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar
identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%.
2) Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin,
serotonin.
b) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor
predisposisi skizofrenia.
c) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara
lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin,
dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
b. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak
percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan
berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia
maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif,
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini
merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu
individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien
mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak
sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:
4. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
5. Tanda Gejala
menit, kesukaran berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri.
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998) dalam
Yusalia (2015).
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara kata
yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan
orang lain.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri),
6. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya Stuart
& Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan
tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase
halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien
1 2 3
Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan emosi Menyeringai atau tertawa yang
umum, halusinasi untuk berfokus pada penenangan pergerakan mata yang cepat,
bersifat pikiran untuk mengurangi ansietas. respon verbal yang lambat,
menyenangkan Individu mengetahui bahwa pikiran diam dan dipenuhi oleh sesuatu
dan pengalaman sensori yang yang mengasyikkan.
diatasi
(Non psikotik)
Fase II : Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem syaraf
Condemning- menjijikkan dan menakutkan, klien otonom yang menunjukkan
ansietas tingkat mulai lepas kendali dan mungkin ansietas, seperti peningkatan
berat, secara umum, mencoba untuk menjauhkan nadi, pernafasan, dan tekanan
lebih rumit, melebur Halusinasi bisa berlangsung dalam membunuh orang lain, Aktivitas
dalam halusinasinya beberapa jam atau hari jika tidak fisik yang merefleksikan isi
satu orang.
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk membantu
klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya dengan
klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih
lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman
aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat
diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat
kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk
membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif
mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien
atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan
menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat
halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah
masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa
dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji
pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk
mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara
tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat
dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan
kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
a. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus berusaha
melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan,
”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi
muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol
halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi
b. Menggunakan obat.
bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat
secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan
dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh
untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan
dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh
sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah
mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai
salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke
rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara
penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali
ke rumah. Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi
gejala – gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ;
hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol
hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008)dalam Pambayun (2015).
c. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus
internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan
itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai
malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu
memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu
lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga,
kegiatan
b. Strategi pelaksanaan 2
d. Strategi pelaksanaan 4
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Mengevaluasi kemampuan pasien dalam mengendalikan halusinasi
3) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan minum obat secara teratur sesuai
prinsip 5 benar
4) Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
D. Evaluasi
1. Kognitif
Preseptor klinik mampu menjelaskan bedside teaching
2. Afektif
Preseptor klinik aktif menerima materi pelatihan
3. Psikomotori
Preseptor klinik mampu menerapkan pembelajaran klinik model bedside teaching