Anda di halaman 1dari 101

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN Tn.

M
DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI
DENGAN METODE TERAPI PUZZLE EKSPRESI
DI RUANG MERPATI RSJ dr.RADJIMAN
WEDIODININGRAT LAWANG
KABUPATEN MALANG

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

Anggi Verlita Suwanggari NIM. 19020008

Moh. Ali Nur Robet NIM. 19020051

Eka Nuri Zulfiana NIM. 19020022

Siti Azizah NIM. 19020084

Talita Kruistanada NIM. 19020089

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktek klinik Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. M dengan


diagnosa Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran dan penglihatan di
Ruang Merpati, RSJ dr.Radjiman Wediodiningrat oleh Mahasiswa S1 Program
studi Profesi Ners STIKES dr.Soebandi Jember mulai tanggal 20 Januari sampai
tanggal 8 Februari 2020

Lawang, Februari 2020


Pembimbing ruangan, Pembimbing Akademik,

MOH. SUPRIYADI., S.Kep., Ns EKY MADYANING N., S.Kep., Ns.,M.Kep


NIK. 19670410 198803 1 001 NIK.

Kepala Ruang Merpati


RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat

MOH. SUPRIYADI., S.Kep., Ns


NIP/NIK. 19670410 198803 1 001
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmatnya sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Tn. M dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi di
ruang Merpati RSJ dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang”.
Terselesaikannya laporan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak baik materi, moral, maupun spiritual. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Moh. Supriyadi., S.Kep., Ns selaku kepala ruangan Merpati
2. Ibu Eky Madyaning N S.Kep., Ns.,M.Kep selaku pembimbing akademik
STIKES dr. Soebandi jember
3. Bapak perawat diruang Merpati

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih kurang


sempurna. Untuk itu kami mengharapkan saran dan Masukan dari berbagai pihak
yang bersifat membangun. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pengembang
pembelajaran untuk ilmu kesehatan khususnya bagi keperawatan jiwa.

Lawang, Februari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
Resume Jurnal
1. Nama Peneliti
Ulin Nuri Mauludiyah
2. Tujuan Penelitian
Untuk meningkatkan interaksi sosial yang di miliki oleh salah satu pasien
gangguan mental organik
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif dengan pendekatan
stud kasus tunggal.
4. Tempat Penelitian
Tempat : RSJ Menur Surabaya
5. Populasi dan Sample
Berusia 18 tahun jenis kelamin perempuan yang mengalami gangguan
mental organic sejak tahun 2009.
6. Intevensi
Untuk intervensinya yaitu menggunakan terapi puzzle ekspresi yang
dimulai dengan Memberikan pemahaman dengan menempelkan ekspresi
yang sesuai dengan permintaan peneliti
7. Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa puzzle ekspresi ini efektif
untuk membantu subyek mengenali berbagai ekspresi ketika melakukan
interaksi social, kemampuan interaksi social yang di miliki subyek juga
akan menjadi lebih baik
8. Saran Penelitian
Terapi puzzle ekspresi ini efektif digunakan untuk pasien yang mengalami
gangguan mental organik tetapi tidak di sarankan pada pasien yang
mengalami riwayat akibat alkohol dan psikoaktif lainnya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan mental organik merupakan gangguan jiwa yang psikotik
atau nonpsikotik, disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak
(Maramis, 2009). Dijelaskan lebih lanjut oleh Maramis (2009), gangguan
fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang
terutama mengenai otak (seperti, gangguan pembuluh darah otak, tumor
otak, meningo ensefalitis, dll) atau di luar otak atau tengkorak (seperti,
tifus, intoxikasi, payah jantung, endomtritis, toxemia kehamilan, dsb).
Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik, gangguan mental lainnya YDK akibat kerusakan dan
disfungsi otak dan penyakit fisik (F06.8).
Halusinasi merupakan penginderaan tanpa rangsangan eksternal
yang berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas
(Kaplan & Saddock dalam Dermawan & Rusdi, 2013). Menurut Videbeck
dalam Yosep Iyus (2011) tanda pasienmengalami halusinasi pendengaran
yaitu pasien tampak berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-
marah sendiri, menutup telinga karena pasien menganggap ada yang
berbicara dengannya. Halusinasi terjadi karena adanya reaksi emosi
berlebihan atau kurang, dan perilaku aneh Damaiyanti (2012). Bahaya
secara umum yang dapat terjadi pada pasien dengan halusinasi adalah
gangguan psikotik berat dimana pasien tidak sadar lagi akan dirinya,
terjadi disorientasi waktu, dan ruang ( Iyus Yosep, 2011).
Berdasarkan data WHO (World Healt Organization),
memperkirakan 450 juta orang mengalami gangguan mental, sekitar 10%
orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk
diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu dimasa
hidupnya (Putri, Komala< Keliat & Wardani, 2018).
Menurut Riskesdas (2013) penduduk Indonesia mengalami
skizofrenia sebanyak 0,17% atau sebanyak 400 ribu jiwa. Berdasarkan
data dari Dinas Sosial Jawa Timur, penderita gangguan jiwa di Jatim pada
tahun 2016 mencapai 2369 orang. Jumlah itu naik sebesar 750 orang
dibandingkan tahun 2015 lalu yang hanya 1619 penderita. Hasil Riskesdas
Jatim 2018 terdapat prevalensi sebesar 4,53 untuk umur ≥ 15 tahun,
sedangkan gangguan mental emosiaonal untuk umur ≥ 15
tahunmengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2013 sebanyak
7,5, prevalensi turun menjadi 6,82 pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018).
Dari beberapa jenis terapi yang biasa dilakukan ataupun diberikan
oleh perawat ada 2 macam terapi yaitu, pemeberian terapi farmakologi dan
nonfarmakalogi. Salah satu pemberian terapi farmakologi yaitu dengan
pemberian obat Clozapine untuk mengatasi skizofrenia. Namun, sekitar 40
– 60 % pasien tidak memiliki respon yang memadai, (Dellazizzo et al.,
2018). Sedangkan pemberian terapi nonfamakologi salah satu diantaranya
adalah terapi aktivitas. Seperti mencuci piring, menjemur pakaian,
mencuci pakaian, mandi dan berolahraga. Sementara ada beberapa jenis
terapi komplementer yang dapat diberikan sebagai pengganti terapi
aktivitas yang umum dilakukan yaitu, dengan pemberian murotal terapi
dengan cara mendengarkan ayat suci Al-Qur’an Surah Ar-Rahman ayat 1
sampai dengan ayat 78, (Wuryaningsih, Anwar, Wijaya, & Kurniyawan,
2015).
Terapi Puzzle ekspresi ini dapat memberikan stimulasi baik
terhadap otak, adapun mekanisme bermain dalam tubuh manusia dimulai
dari suatu permainan sampai pada otak melalui indera penglihatan yaitu
mata. Di mata suatu permainan berinteraksi pada suatu tingkat organic
dengan berbagai macam struktur syaraf, setelah melalui syaraf penerima
kemudian akan memasuki otak. Syaraf otak kemudian memilah- milah
sesuai dengan impuls yang di kenalnya ( (Ramadhani, 2016)

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan kesehatan jiwa pada klien gangguan sensori
persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan dengan terapi bermain
puzzle ekspresi di ruang Merpati RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dari laporan kasus ini adalah Mahasiswa mampu
melakukan asuhan keperawatan secara paripurna dan untuk mengetahui
gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan
dengan terapi dzikir dengan menggunakan jari tangan kanan di ruang
Merpati RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. melakukan pengkajian pada Tn. M dengan gangguan sensori persepsi
: halusinasi di ruang Merpati RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang.
2. menganalisa data dari pengkajian pada Tn. M dengan gangguan
sensori persepsi : halusinasi di ruang Merpati RSJ dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
3. Menentukan diagnosa keperawatan pada Tn. M dengan gangguan
sensori persepsi : halusinasi di ruang Merpati RSJ dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
4. Melakukan intervensi keperawatan pada Tn. M dengan gangguan
sensori persepsi : halusinasi di ruang Merpati RSJ dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
5. Melakukan implementasi dan evaluasi keperawatan pada Tn.M
dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi di ruang Merpati RSJ
dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn.M dengan
gangguan sensori persepsi : halusinasi di ruang Merpati RSJ dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Diharapkan laporan kasus ini dapat sebagai acuan dalam pembuatan
asuhan keperawatan jiwa dengan gangguan sensori pesepsi halusinasi.

1.4.2 Manfaat Praktis


A. Manfaat bagi penulis
Menambah dan memahami dalam memberikan asuhan keperawtan
jiwa pada halusinasi
B. Manfaat bagi pendidikan
Manfaat penulisan ini dimaksudkan memberikan kontribusi laporan
kasus bagi pengembangan praktik keperawatan jiwa dan pemecahan
masalah dalam bidang atau profesi keperatawan jiwa
C. Manfaaat bagi rumah sakit
Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk membuat
kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan
keperawatan jiwa pada pasien dengan halusinasi.
D. Manfaat bagi tenaga kesehatan
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan jiwa yang komprehensif pada
pasien dengan halusinasi dan sebagai pertimbangan perawat dalam
penatalaksanaan kasus sehingga perawat mampu memberikan
tindakan yang tepat pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi


2.1.1 Definisi Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman sensorik tanpa rangsangan eksternal
terjadi pada keadaan kesadaran penuh yang menggambarkan hilangnya
kemampuan menilai realitas (Keliat, 2009). Halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan (Aziz, 2013).
Menurut Keliat dalam Zelika (2015), halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa.
Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata. Menurut Sheila L
Vidheak dalam Darmaja (2014), halusinasi adalah persepsi sensori yang
salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu pencerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 2010). Jadi, dapat
disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi tanpa ada
rangsangan dari luar ekternal.
Menurut Surya dalam Pambayung (2015), halusinasi adalah
hilangnya kemampuan lansia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang
sebenernya tidak terjadi..
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan
halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indra tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi
berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah
terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai
sesuatu yang nyata ada oleh klien.
2.1.2 Jenis-Jenis Halusinasi
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,
diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran (akustik, audiotorik): Gangguan stimulus
dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-suara orang,
biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (visual): Stimulus visual dalam bentuk
beragam seperti bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,
gambaran kartun dan/atau panorama yang luas dan kompleks.
Bayangan biasa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfaktori): Gangguan stimulus pada penghidu,
yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhidu
bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba (taktil, kinaestatik): Gangguan stimulus yang
ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatorik): Gangguan stimulus yang ditandai
dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik: Gangguan stimulus yang ditandai dengan
merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

2.1.3 Fase-Fase dalam Halusinasi


Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan
Laraia (2001) dalam Prabowo (2014), dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berbeda, yaitu:
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda
sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda
vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
c. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhdap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangat membahayakan.
2.1.4 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami
halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Faktor Presdiposisi
Menurut Yosep (2009) dalam Prabowo (2014), faktor presdiposisi yang
menyebabkan halusinasi adalah:
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya
neurotransmitter otak.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyelahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Jallo (2008) dalam
Prabowo (2014), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah :
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untiuk diinterprestasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stress.
2.1.5 Rentang Respon
Menurut Stuart and Sundeen (1998), persepsi mengacu pada
indentifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera. Respon neurobiologis
sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis, persepsi
akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang
respon dapat digambarkan sebagai berikut:
Rentang Respon Neurobiologist
Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Pikiran Logis Pikiran kadang menyimpang Kelainan pikiran


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosional berlebihan Ketidakmampuan
Perilaku sesuai Perilaku tidak lazim untuk Emosi
Hubungan sosial mengalami
Ketidakteraturan Menarik diri

Rentang respon neurobiologis menurut Stuart and Sundeen (1998):


a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan
b. Respon psikososial
Meliputi :
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah misalnya interprestasi atau penilaian yang salah
tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra.
3) Emosi berlebih atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
c. Respon maladapttif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptif antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam (Damaiyanti
& Iskandar, 2012).

2.1.6 Proses Terjadinya Masalah


Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Prabowo
(2014) yaitu :
a. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asik sendiri.
b. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda- tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan reaita.
c. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang ain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan
membahayakan.

2.1.7 Tanda dan Gejala


Menurut Hamid yang dikutip oleh Jallo (2008) dalam Prabowo
(2014), dan Menurut Keliat dikutip oleh Syahbana (2009), perilaku pasien
yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan
respon verbal yang lambat
c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang
tidak nyata
e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah
f. Perhatikan dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya
g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), dan takut
h. Sulit berhubungan dengan orang lain
i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah
j. Tidak mampu mengkuti perintah dari perawat
k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panic, agitasi dan kataton.

2.1.8 Akibat Yang Ditimbulkan


Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
a. Memperlihatkan permusuhan
b. Mendekati orang lain dengan ancaman
c. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
d. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
e. Mempunyai rencana untuk melukai
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan).
Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien
mengalami panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.
Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap
lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri,
membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan gejalanya
adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang.

2.1.9 Mekanisme Koping


a. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal

2.1.10 Penatalaksanaan
Menurut Maramis dalam Prabowo (2014), pengobatan harus secepat
mungkin harus diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena
setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan
sebagai pengawas minum obat.
a. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermandaat pada penderita
skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika muali diberi
dalam dua tahun penyakit.
Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada
penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
DOSIS
KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG)
HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60-120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30-800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti) 1-40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30-400 mg
Perfenazin (Trilaton) 12-64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15-150 mg
Promazin (Sparine) 40-1200 mg
Tiodazin (Mellaril) 150-800 mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2-40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60-150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (Navane) 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 225-225

b. Terapi Kejang Listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara rtificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
elektrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dpaat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan
pasien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong pasien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti terapi modalitas yang terdiri
dari:
1) Terapi Aktivitas
a) Terapi Musik
Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi.
Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien
b) Terapi Seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
c) Terapi Menari
Fokus pada : ekpresi perasaan melalui gerakan tubuh.
d) Terapi Relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping/perilaku maladaptif/deskriptif,
meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam
kehidupan.
2) Terapi Sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain
3) Terapi Kelompok
a) Terapi group (kelompok terapeutik)
b) Terapi aktibitas kelompok (adjunctive group activity therapy)
c) TAK Stimulus Persepsi: Halusinasi
 Sesi 1 : Mengenal halusinasi
 Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
 Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
 Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
 Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
4) Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga
(home like atmosphere)

2.1.11 Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan Effect

Cor Problem
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri Causa


2.1.12 Terapi Puzzle Ekspresi
Puzzle ekpresi adalah media yang dirancang dengan melibatkan
berbagai ekspresi manusia dengan pendekatann yang digunakan dalam
puzzle ekspresi ini yaitu pendekatan kognitif dan perilaku
(Dombeck,2017)
Puzzle ekspresi untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial
yang dimiliki subyek. Alasan pemilihan puzzle ekspresi ini adalah kondisi
subyek yang juga menderita retardasi mental sedang. Puzzle merupakan
salah satu permainan menyenangkan yang dapat meningkatkan kreativitas
dan merangsang kecerdasan, karena terdapat kegiatan yang menuntut
adanya pemecahan suatu permasalahan.
Puzzle ekspresi yang peneliti gunakan merupakan media yang
peneliti rancang dengan melibatkan berbagai ekspresi manusia. Dasar
pendekatan yang digunakan dalam penggunaan puzzle ekspresi ini adalah
pendekatan Kognitif – Perilaku. Pendekatan ini disebut juga dengan CBT
(Cognitive Behavior Therapy), yang mengkombinasikan penerapan terapi
kognitif dan terapi perilaku. Sedangkan teknik intervensi yang penulis
gunakan adalah Cognitive Restructuring.
Subyek dalam penelitian berinisial FNS, berusia 18 tahun, dan
berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan proses asesmen yang dilakukan
oleh peneliti dan dokumentasi yang diperoleh dari RSJ Menur Surabaya,
subyek terdiagnosa mengalami gangguan mental akibat kerusakan dan
disfungsi otak dan penyakit lain YDT (F06.8). Hobi yang dimiliki subyek
adalah menggambar.
Pengambilan data dilakukan oleh peneliti selama 4 minggu, yang
terdiri atas 3 minggu untuk proses asesmen dan 1 minggu untuk proses
pemberian terapi puzzle ekspresi. Asesmen yang dilakukan dalam
penelitian ini, antara lain observasi, wawancara, psikotes, dan studi
dokumentasi. Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran tentang kondisi tempat subyek dan gejala-gejala yang nampak
pada subyek, dengan merujuk pada PPDGJ III (F06.8). Observasi ini
peneliti lakukan di RSJ Menur dan di tempat tinggal subyek. Selain
observasi, peneliti juga melakukan wawancara, berupa wawancara
informal dan menggunakan pedoman umum yang dirujuk dari PPDGJ III.
Wawancara dilakukan kepada subyek, keluarga subyek, dan tenaga medis
di RSJ Menur Surabaya. Observasi dan wawancara yang dilakukan
merujuk pada pedoman diagnostik PPDGJ III (Maslim, 2013)[3].
Pedoman diagnostik tersebut, dituangkan dalam tabel di bawah ini :

Symtom Symtom Yang Didapat Sesuai Tidak


Sesuai
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)
dan telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih
Adanya penyakit, Subyek menderita
kerusakan atau disfungsi kejang/epilepsi
otak, atau penyakit fisik
sistemik yang diketahui 
berhubungan dengan salah
satu sindrom mental yang
tercantum
Adanya hubungan waktu Sindrom mental belum
(dalam beberapa minggu muncul ketika serangan
atau bulan) antara kejang/epilepsi pertama
perkembangan penyakit kali. Sindrom mental
yang mendasari dengan baru muncul ketika
timbulnya sindrom mental subyek mengalami
kejang untuk kesekian 
kalinya dalam kurun
waktu ±3 minggu
Kesembuhan dari gangguan Halusinasi dan cemas
mental setelah perbaikan akan menghilang ketika
atau dihilangkannya kejang sudah mereda
penyebab yang 
mendasarinya

Tidak adanya bukti yang Tidak ada anggota


mengarah pada penyebab keluarga lain yang
alternatif dari sindrom menderita
mental ini (seperti pengaruh kejang/epilepsi
yang kuat dari riwayat
keluarga atau pengaruh 
stres sebagai pencetus
Berdasarkan pedoman diagnostik tersebut, subyek disimpulkan memenuhi
kriteria Gangguan Mental Lain YDT Akibat Kerusakan Disfungsi Otak dan
Penyakit Fisik

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala
yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan.
b. Faktor prediposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa
aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orangtua yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang
otoritas dan konflik dalam keluarga
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal
diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6) Faktor genetic
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi
faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap
penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam,
dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak
kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar
50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif
adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,
kelelahan dan infeksi, obat- obatan sistem syaraf pusat, kurangnya
latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas
sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang lain, isolasi
sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, dan
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan
sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara sendiri.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya tanda-
tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus
dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja.
Validasi informasi tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
a) Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
b) Waktu dan frekuensi
Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari
c) Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami
klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi
pertanyaan klien.
d) Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus
halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien.
1) Status mental
a) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
b) Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c) Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d) Afek : sesuai/maladaprif
e) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang
ada sesuai dengan informasi
f) Proses fikir : proses inflamasi yang diterima tidak berfungsi
dengan baik dan dapat mempengaruhi proses fikir
g) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
h) Tingkat kesadaran
i) Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme Koping
a) Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
b) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
c) Menarik diri : mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.
3) Masalah psikososial dan lingkungan : masalah berkenaan dengan
ekonomi, pekerjaan, pendidikan, dan perumahan atau
pemukiman

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a) Resiko perilaku kekerasan b.d halusinasi
b) Gangguan persepsi sensori : halusinasi b.d menarik diri
c) Isolasi sosial : menarik diri b.d harga diri rendah
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Tgl No.Dx Dx. Perencanaan


Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi
TUM : Setelah .....x interaksi, pasien mampu Bina hubungan saling percaya dengan
Pasien dapatmembina hubungan saling percaya menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
mengontrol halusinasidengan perawat dengan kriteria: 1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun
yang dialaminya 1. Ekspresi bersahabat non verbal
2. Menunjukkan rasa senang 2. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan
Gangguan TUK 1 : 3. Ada kontak mata perawat berkenalan
persepsi Pasien dapat 4. Mau berjabat tangan 3. Tanyakan nama lengkap dan panggilan yang
sensori: membina hubungan 5. Mau menyebutkan nama disukai pasien
halusinasi saling percaya 6. Mau membalas salam 4. Buat kontrak yang jelas
7. Mau duduk berdampingan dengan 5. Tunjukkan sikap jujur dan menunjukkan sikap
perawat empati serta menerima apa adanya
8. Mau mengungkapkan perasaannya 6. Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan
kebutuhan dasar pasien
7. Beri kesempatan pasien untuk
mengungkapkan perasaannya
8. Dengarkan ungkapan pasien dengan penuh
perhatian pada ekspresi perasaan pasien
No. Dx. Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

TUK 2 : Setelah .......x interaksi, pasien dapat 1. Adakan kontak sering dan singkat secara
Pasien dapat menyebutkan: bertahap
mengenal a. Isi 2. Observasi tingkah laku yang terkait dengan
halusinasinya b. Waktu halusinasi (verbal dan non verbal)
c. Frekuensi 3. Bantu mengenal halusinasinya
d. Situasi dan kondisi yang a. Jika menemukan pasien sedang halusinasi,
menimbulkan halusinasi tanyakan apakah ada suara/bisikan yang
didengar atau melihat bayangan tanpa
wujud atau merasakan sesuatu yang tidak
ada
b. Jika pasien menjawab iya, lanjutkan apa
yang dialaminya
c. Katakan bahwa perawat percaya pasien
mengalami hal tersebut, namun perawat
sendiri tidak mengalaminya (dengan nada
bersahabat, tidak menuduh dan
menghakimi)
d. Katakan bahwa ada pasien lain yang
mengalami seperti pasien
e. Katakan bahwa perawat akan membantu
pasien
4. Jika pasien tidak sedang berhalusinasi,
klarifikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi, diskusikan dengan pasien: isi,
waktu daan frekuensi halusinasi (pagi, siang,
sore, malam atau sering, jarang), situasi dan
kondisi yang dapat memicu muncul atau
tidaknya halusinasi
5. Diskusi tentang apa yang dirasakan saat terjadi
halusinasi
6. Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat
terjadi halusinasi
7. Diskusikan tentang dampak yang akan
dialaminya jika pasien menikmati
halusinasinya
TUK 3 : Setelah .....x interaksi pasien 1. Identifikasi bersama tentang cara tindakan
Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya jika terjadi halusinasi
mengontrol dilakukan untuk mengendalikan 2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan
halusinasinya halusinasinya pasien
a. Jika cara tersebut adaptif beri pujian
Setelah .....x interaksi pasien mampu b. Jika ma adaptif diskusikan dengan pasien
menyebutkan cara baru mengontrol kerugian cara tersebut
halusinasinya 3. Diskusikan cara baru untuk
memutus/mengontrol halusinasi paisen
Setelah .....x interaksi, pasien dapat a. Menghardik halusinasi: katakan pada diri
memilih dan mendemonstrasikan cara sendiri bahwa ini tidak nyata (saya tidak
mengatasi halusinasi mau mendengar/ ... pada saat halusinasi
terjadi)
Setelah .....x interaksi pasien b. Menemui orang lain untuk bercakap-cakap
melaksanakan cara yang dipilih untuk jika halusinasi datang
mengendalikan halusinasinya c. Membuat dan melaksanakan jadual
kegiatan sehari-hari yang telah disusun
Setelah .....x interaksi pasien mengikuti d. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
terapi aktivitas kelompok penggunaan obat untuk mengendalikan
halusinasinya
4. Bantu paisen memilih cara yang sudah
dianjurkan dan latih untuk mencobanya
5. Pantau pelaksanaan tindakan yang telah
dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian
6. Libatkan pasien dalam TAK : stimulasi
persepsi
TUK 4 : Setelah ......x pertemuan keluarga 1. Buat kontrak pertemuan dengan keluarga
Pasien dapat menyatakan setuju untuk mengikuti (waktu, tempat, topik)
dukungan dari pertemuan dengan perawat 2. Diskusikan dengan keluarga:
keluarga dalam a. Pengertian halusinasi
mengontrol Setelah ......x interaksi keluarga b. Tanda dan gejala
halusinasinya menyebutkan pengertian, tanda dan c. Proses terjadinya
gejala, proses terjadinya dan tindakan d. Cara yang bisa dilakukan oleh pasien dan
untuk mengendalikan halusinasinya keluarga untuk memutus halusinasi
e. Obat-obat halusinasi
f. Cara merawat pasien halusinasi dirumah
g. Beri informasi waktu follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan
3. Beri reinforcement positif atas keterlibatan
keluarga
TUK 5 : Setelah .....x interaksi, pasien 1. Diskusikan tentang manfaat dan kerugian
Pasien dapat menyebutkan: tidak minum obat, dosis, nama, frekuensi, efek
menggunakan obat 1. Manfaat minum obat dan efek samping minum obat
dengan benar 2. Kerugian tidak minum obat 2. Pantau saat pasien minum obat
3. Nama, warna, dosis, efek terapi, 3. Anjurkan pasien minta sendiri obatnya pada
efek samping perawat
4. Beri reinforcement jika pasien menggunakan
Setelah .....x interaksi pasien obat dengan benar
mendemonstrasikan penggunaan obat 5. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
dengan benar konsultasi dengan dokter
6. Anjurkan pasien berkonsultasi dengan
Setelah .....x interaksi pasien dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
menyebutkan akibat berhenti minum diinginkan.
obat tanpa konsultasi dengan dokter
2.2.4 Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi keperawatan merupakan tindakan
dari rencana keperawatan yang disusun sebelumnya berdasarkan prioritas
yang telah dibuat dimana tindakan yang bdiberikan mencakup tindakan
mandiri dan kolaboratif. Pada situasi nyata sering implementasi jauh
berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa
menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan-tindakan
keperawatan yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang
dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat
membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal dan juga tidak
memenuhi aspek legal. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana
perawatan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai kondisi saat ini.
Setelah semua tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka
kontrak dengan klie dilaksanakan. Dokumentasikan semua tindakah yang
telah dilaksanakan beserta respon klien.

2.2.5 Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan
evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai
atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang untuk menilai apakah tujuan
tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari
perilaku pasien dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana
keperawatan semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya
yang lebih relevan.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

PERTEMUAN 1
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
a) Pasien tampak bicara dan tertawa sendiri
b) Pasien mondar mandir
c) Pasien merasa mendengarkam suara laki-laki yang menyuruh
memukul.
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
3. Tujuan khusus
a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b) Pasien dapat mengenal halusinasi yang di alaminya.
4. Tindakan keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya
b) Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi
c) Melatih pasien cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.

B. Strategi Pelaksanaan (SP) 1 : Mengenal Halusinasi Dan Mengajarkan


Cara Mengontrol Halusinasi Dengan Menghardik
1. Orientasi
a) Salam terapeutik
Selamat pagi mas, sedang apa?”.” Kenalkan nama saya F, mas bisa
panggil saya Indah saja. Mas namanya siapa, senang di panggil siapa?”.
Oooo begitu baiklah mas, saya akan menemani mas kurang lebih dua
minggu ke depan, nanti bisa cerita masalah yang di alami mas.
b) Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan mas joko saat ini?....ooooo kalau saya lihat mas
tampak bicara, berbicara sama siapa?
c) Kontrak
1) Topik
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap suara yang mas dengar dan
orang yang mengajak bicara?
2) Tempat
Dimana kita akan berbincang-bincang mas? di ruang makan, baiklah.
3) Waktu
Kita akan bercakap-cakap berapa menit?”.” 15 menit, ya baiklah.
2. Kerja
Apakah mas mendengar suara tanpa ada wujudnya? Saya percaya
mas mendengar suara tersebut, tetapi saya sendiri tidak mendengar suara
itu. Apakah mas mendengarnya trus menerus atau sewaktu-waktu? Kapan
yang paling sering mas mendengar suara itu? Berapa kali dalam sehari
mas mendengarnya? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada
waktu sendiri? Apa yang mas rasakan ketika mendengar suara itu?
Bagaimana perasaan mas ketika mendengar suara tersebut? Kemudian apa
yang mas lakukan? Apakah dengan cara tersebut suara-suara itu hilang?
Apa yang mas alami itu namanya Halusinasi. Ada empat cara untuk
mengontrol halusinasi yaitu menghardik, minum obat, bercakap-cakap,
dan melakukan aktifitas.
Bagaimana kalau kita latih cara yang pertama dahulu, yaitu dengan
menghardik, apakah mas bersedia? Bagaimana kalau kita mulai ya..
baiklah saya akan mempraktekkan dahulu baru mas mempraktekkan
kembali apa yang telah saya lakukan. Begini mas jika suara itu muncul
katakan dengan keras “ pergi..pergi saya tidak mau dengar.. kamu suara
palsu” sambil menutup kedua telinga mas, seperti ini ya mas. coba
sekarang mas ulangi lagi seperti yang saya lakukan tadi. Bagus sekali
mas, coba sekali lagi mas. Wah bagus sekali mas.
3. Terminasi
a) Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan mas joko setelah berbincang-bincang tentang suara
yang mas dengar?, apakah mas sudah paham dengan cara mengardik?
b) Evaluasi Objektif
1) Jadi suara yang mas dengar adalah……muncul saat…….dan yang
mas lakukan saat suara-suara tersebut muncul…….
2) Pasien dapat mempraktikkan cara menghardik
c) Rencana tindak lanjut
Mas lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi, lakukan itu
selama 3 kali sehari yaitu jam 9:00, 14:00 dan jam 20:00 cara mengisi
buku kegiatan harian adalah sesuai dengan jadwal keegiatan harian
yang telah kita buat tadi ya Mas? Jika Mas melakukanya secara mandiri
makan Mas menuliskan M, jika Mas melakukannya dibantu atau
diingatkan oleh keluarga atau teman maka Mas buat B, Jika Mas tidak
melakukanya maka Mas tulis T. apakah Mas mengerti? Coba Mas
ulangi? Naah bagus Mas
d) Kontrak
1) Topik
Baik lah mas bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang cara yang kedua yaitu dengan minum obat untuk mencegah
suara-suara itu muncul, apakah mas bersedia?
2) Tempat
Baiklah kalau begitu, di mana kita akan bercakap-cakap, mungkin
mas punya tempat yang teduh dan santai untuk ngobrol?
3) Waktu
Berapa lama kita akan bercakap-cakap?”.” 10 menit atau 15 menit”.
”Sampai jumpa besok ya mas!”
PERTEMUAN 2
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Klien sudah mengetahui cara mengardik untuk memutus atau
menghilangkan halusinasi
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
3. Tujuan khusus
Pasien mampu mengontrol halusinasi pendengaran dengan enam benar
minum obat.
4. Tindakan keperawatan
a) Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
c) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.
d) Jelaskan akibat bila putus obat.
e) Jelaskan cara mendapatkan obat.
f) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis dan kontinuitas.
g) Menganjurkan kepada pasien agar memasukan kegiatan ke
jadwal kegiatan harian pasien

B. Strategi Pelaksanaan (SP) 2 : Mengajarkan Cara Mengontrol Halusinasi


Dengan Minum Obat
1. Orientasi
a) Salam terapeutik
“ Selamat pagi, Mas?”. “ masih ingat nama saya ? Bagus!”.
b) Evaluasi/ Validasi
“ Bagaimana perasaan Mas saat ini ? apakah ada suara- suara yang
didengar dan belum diceritakan kemarin?“ “apakah sudah diterapkan
cara menghardik?“ “Coba mas praktkan lagi“
c) Kontrak
1) Topik
“Seperti kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap-cakap
tentang cara kedua untuk mengendalikan halusinasi yang Mas
alami?” , “ Bagaimana setuju?”
2) Tempat
“ Kita bercakap-cakap diruang makan saja ya!”.
3) Waktu
“Mas mau berapa lama kita bercakap-cakap ?”. “15 menit,
baiklah”.
2. Kerja
“Kemarin Mas sudah menceritakan tindakan yang dilakukan ketika
suara-suara tersebut muncul dan sudah mempelajari cara menghardik kan?
Bagaimana apakah dapat mengurangi/menghilangkan suara- suara yang
Mas dengar?” ooooo. begitu!”. “Kalau begitu sesuai kontrak kemarin,
saya akan memberitahu cara kedua yang dapat dilakukan ketika suara-
suara tersebut muncul ?”. “ Bagaimana?” “ Oke cara yang kedua dengan
minum obat tepat waktu, tepat obat, tepat pasien, tepat cara minum, dan
tepat dosis. Untuk obatnya akan saya jelaskan satu per satu ya ?”. Mas
sudah dapat obat dari ibuk Perawat belum? Mas Joko perlu meminum obat
ini secara teratur agar pikiran jadi tenang, dan tidurnya juga menjadi
nyenyak.“ Jadi yang warnanya orange ini namanya CPZ atau
chlorponazin, gunanya untuk mempermudah Mas tidur sehingga dapat
istirahat, minumnya dua kali sehari pagi hari dan siang hari, pagi jam
07:00 dan siang jam 13.00 WIB. Efek sampingnya badan terasa lemas,
keluar ludah terus menerus”.
“Nah, yang ini, namanya HPD atau haloperidole, karena Mas dapat
yang 5 mg maka warnanya jambon atau ping. Cara dan waktu minumnya
sama dengan CPZ, dua kali sehari gunanya obat ini untuk menghilangkan
suara-suara yang Mas dengar, selain dapat juga membuat Mas tambah
rilex, santai dan dapat mengontrol emosi, efek sampingnya badan menjadi
kaku terutama tangan dan kaki, mulut kering dan dada berdebar-debar dan
tremor”.
“Tapi Mas jangan khawatir, ada penangkalnya, maka diberikan obat
yang putih agak besar ini. Ini namanya Triheksipenidile atau THP,
fungsinya obat ini menetralkan atau menghilangkan efek samping yang
tidak mengenakkan tadi makanya obat ini harus diminum bersama dengan
obat CPZ dan HPB”.
3. Terminasi
a) Evaluasi Subyektif
“ Bagaimana perasaannya setelah bercakap-cakap tentang jenis dan
manfaat obat yang Mas minum setiap hari ?”
b) Evaluasi Obyektif
“ Coba sebutkan kembali jenis obat yang Mas minum, dan ambilkan
yang namanya HPD dan seterusnya, sebutkan manfaatnya sekalian
Bagus, di ingat-ingat ya ? “
c) Rencana Tindak Lanjut
“Jadwal minum obatnya sudah kita buat yaitu 07:00, 13:00 dan 19:00
pada jadwal kegiatan mas. Nah sekarang kita masukan kedalam
jadwal minum obat yang telah kita buat tadi ya mas. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya mas.
d) Kontrak
1) Topik
Baik lah mas bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk
melihat manfaat minum obat dan berlatih cara untuk mengontrol
halusinasi yang ketiga yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
apakah mas bersedia?
2) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap diteras saja?” setuju!”
3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercakap-cakap ?’. “ 10 menit saja ya”.
PERTEMUAN 3
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien sudah mengetahui dua cara (menghardik dan minum obat) yang
dapat digunakan untuk memutus atatu menghilangkan halusinasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
3. Tujuan khusus
Klien mampu mengontrol halusinasinya dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain
4. Tindakan Keperawatan
a) Evaluasi ke jadwal harian
b) Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.
c) Menganjurkan kepada klien agar memasukan kegiatan ke jadwal
kegiatan harian klien.

B. Strategi Pelaksanaan (SP) 3 : Mengajarkan Cara Mengontrol Halusinasi


Dengan Bercakap-Cakap
1. Orientasi
a) Salam terapeutik
“ Selamat pagi, Mas?”. “ masih ingat nama saya ? Bagus!”.
b) Evaluasi/Validasi
Bagaimana perasaan mas hari ini? Apakah Halusinasinya masih
muncul? Apakah mas telah melakukan dua cara yang telah kita
pelajari untuk menghilangkan suara-suara yang menganggu? Coba
saya lihat jadwal kegiatan harian mas? bagus sekali mas, sekarang
coba lihat obatnya. Ya bagus mas Joko minum obat dengan teratur
jam 07:00, 13:00 dan 19:00 dan latihan menghardik suara-suara juga
dilakukan dengan teratur.
Sekarang coba ceritakan pada saya apakah dengan dua cara tadi
suara-suara yang mas dengarkan berkurang? Coba sekarang
praktekkan cara menghardik suara-suara yang telah kita pelajari. Coba
ceritakan perbedaan minum obat secara teratur dengan yang dulu tidak
teratur? Dan jelaskan kembali pada saya cara minum obat dengan
benar. Bagus sekali mas.
c) Kontrak
1) Topik
Baiklah mas sesuai janji kita kemaren hari ini kita akan belajar
cara ketiga dari empat cara mengendalikan suara-suara yang
muncul yaitu bercakap-cakap dengan orang lain, Apakah
bersedia?
2) Tempat
“ Kita bercakap-cakap diruang Keperawatan saja ya!”.
3) Waktu
“Mas mau berapa lama kita bercakap-cakap ?”. “15 menit,
baiklah”.
2. Kerja
Begini ya mas, cara ketiga yaitu dengan bercakap-cakap, caranya
adalah jika mas mulai mendengar suara-suara, langsung saja mas cari
teman untuk diajak berbicara. Minta teman W untuk berbicara dengan
mas. contohnya begini mas: tolong berbicara dengan saya.. saya mulai
mendengar suara-suara. Ayo kita ngobrol dengan saya! Atau mas minta
pada ibu perawat untuk berbicara dengannya seperti “ buk tolong berbicara
dengan saya karena saya mulai mendengar suara-suara:. Coba mas
praktekkan, bagus sekali mas.
3. Terminasi
a) Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan mas setelah kita berlatih tentang cara mengontrol
suara-suara dengan bercakap-cakap.
b) Evaluasi Obyektif
Jadi sudah berapa cara yang kita latih untuk mengontrol suara-suara?
Coba sebutkan! Bagus sekali mas. Mari kita masukan kedalam jadwal
kegiatan harian ya mas.
c) Rencana Tindak Lanjut
Berapa kali mas akan bercakap-cakap. Ya dua kali mas. jam berapa saja
mas? baiklah mas jam 09:00 dan 16:00. Jangan lupa mas lakukan cara
yang ketiga agar suara-suara yang mas dengarkan tidak mengganggu
mas lagi
d) Kontrak
1) Topik
Baiklah mas bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang manfaat bercakap-cakap dan berlatih cara keempat untuk
mengontrol suara-suara atau halusinasi mas yaitu dengan cara
melakukan kegiatan aktivitas fisik, apakah W bersedia?
2) Tempat
“ Bagaimana kalau kita bercakap-cakap ditaman ?”, setuju!”.
3) Waktu
“ Mau berapa lama ? “ bagaimana kalau 10 menit saja ?”.
PERTEMUAN 4
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien sudah mengetahui tiga cara (menghardik, minum obat, dan bercakap-
cakap) yang dapat digunakan untuk memutus atatu menghilangkan halusinasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
3. Tujuan Khusus
Klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan.
4. Tindakan keperawatan
a) Evaluasi jadwal kegiatan harian.
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan
yang mampu klien lakukan.
c) Menganjurkan klien memasukan kegiatan ke jadwal kegiatan sehari-hari
klien.

B. Strategi Pelaksanaan (Sp) 4 : Mengajarkan Cara Mengontrol Halusinasi


Dengan Cara Melakukan Aktivitas
1. Orientasi
a) Salam Terapeutik
“ Selamat pagi Mas?” masih ingat nama saya ? Bagus !
b) Evaluasi/Validasi
Bagaimana perasaan mas hari ini? Apakah masih ada halusinasinya?
Apakah mas telah melakukan tiga cara yang telah dipelajari untuk
menghilangkan suara-suara yang menganggu? Coba saya lihat jadwal
kegiatan hariannya? Bagus sekali mas, mas minum obatnya dengan
teratur, latihan bercakap-cakap dengan teman dan perawat juga dilakukan
dengan teratur. Sekarang coba ceritakan pada saya apakah dengan ketiga
cara tadi suara-suara yang mas dengarkan berkurang? Bagus sekali mas,
dengan suara-suara itu sudah tidak menganggu mas lagi. Coba sekarang
mas praktekkan lagi bagaimana cara menghardik suara-suara yang telah
kita pelajari dan jelaskan kembali pada saya 6 cara minum obat yang
benar dan dengan siapa mas bisa bercakap-cakap. Bagus sekali mas, mas
sudah bisa mempraktekkannya.

c) Kontrak
1) Topik
Baiklah mas sesuai janji kita kemaren hari ini kita akan latihan cara
yang muncul yaitu melakukan aktivitas fisik yaitu membersih kamar
tujuannya kalau mas sibuk maka kesempatan muncul suara-suara
akan berkurang. Apakah bersedia?
2) Tempat
“ Bagaimana kalo kita bercakap-cakap di taman saja, biar lebih santai
“.
3) Waktu
“Berapa lama kita akan bercakap-cakap ? bagaimana kalau 15 menit”
2. Kerja
Baiklah mari kita merapikan tempat tidur. Tujuannya agar mas dapat
mengalihkan suara yang didengar. Dimana kamar tidur mas? nah kalau kita
akan merapikan tempat tidur, kita pindahkan dulu bantal, guling dan
selimutnya. Bagus sekali sekarang kita pasang sepraynya lagi, kita mulai dari
arah atas.. ya sekarang bagian kaki, tarik dan masukkan, lalu bagian pinggir
dimasukkan. Sekarang ambil bantal dan letakkan dibagian atas kepala
selanjutnya kita lipat dan rapikan selimutnya dan letakkan dibawah kaki.
Bagus sekali mas. Mas dapat melakukannya dengan baik dan rapi.
3. Terminasi
a) Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan mas setelah kita membereskan tempat tidur apakah
selama kegiatan berlangsung, apakah suara-suara itu datang? O bagus
sekali mas jadi selama latihan suara-suara itu tidak ada ya mas.
b) Evaluasi Obyektif
Nah sekarang coba ulangi langkah-langkah yang tadi telah kita lakukan!
c) Kontrak
“Bagaimana kalau kapan-kapan kita bercakap-cakap lagi dengan topik
yang lain?”
d) Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa untuk melakukan aktivitas yang mas sukai ya, agar mas bisa
segera sembuh dari halusinasi mas ya!”. Oh ya jika ada yang belum jelas
Mas bisa tanyakan kembali pada perawat ya!.” (Wijayaningsih, 2015).
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal MRS : 14 Januari 2020


Tanggal Dirawat Di Ruangan :16 Januari 2020
Tanggal Pengkajian : 20 Januari 2020
Ruang Rawat : Merpati

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 35 Tahun
Alamat : Kedokturen- Malang
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Jenis Kelamin : Laki-laki
No CM : 134104

II. ALASAN MASUK


a. Data Primer :
Pasien mengatakan dating ke RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat lawang
dibawa oleh ibunya dan kakaknya karena sakit kejang
b. Data Sekunder :
Perawat mengatakan pasien dating ke ke RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat
lawing karena marah-marah
c. Keluhan utama saat pengkajian :
Pasien mengatakan sering mendengar suara bisikan kakeknya dengan
menyuruhnya mengambil kunci dibawah gunung semeru untuk membuka
surga, mendengar selama ± 1 jam dimalam hari ketika sendirian dan bengong,
ketika suara muncul pasien merasa gelisah.
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI
Pasien mengatakan dating ke RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat lawang
dibawa oleh ibunya dan kakaknya karena sakit kejang ± 1 bulan yang lalu
kemudian marah-marah dan berkata kotor serta mendengar suara bisikan suara
bisikan kakeknya dengan menyuruhnya mengambil kunci dibawah gunung
semeru untuk membuka surga, mendengar selama ± 1 jam dimalam hari
ketika sendirian dan bengong, ketika suara muncul pasien merasa gelisah.
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU (FAKTOR PREDISPOSISI)
1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu ?
DS : Pasien mengatakan mempunyai riwayat kejang sejak kecil waktu
sekolah dasar kelas 1, ketika pasien kejang setelah itu pasien merasa takut
karena badannya bergetar akhirnya pasien hanya diam di rumah saja.
DO : Pada saat bercerita ekspresi pasien datar dan tatapan kosong
2. Faktor penyebab/pendukung :
a. Riwayat Trauma
Pasien mengatakan pernah di marahi oleh kakak iparnya akhirnya pasien
marah marah dan sempat mau memukul ibunya. Pasien tampak bingung
dan tatapan tajam
Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
b. Pernah melakukan upaya/percobaan/bunuh diri
Pasien mengatakan tidak pernah memiliki pemikiran untuk bunuh diri
pasien mengatakan takut dosa
Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah
c. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan,
kematian, perpisahan)
Pasien mengatakan pengalaman masala lalunya tidak menyenangkan
karena kakek yang sangat di sayanginya meninggal sejak 5 tahun yang
lalu. Pasien tampak sedih
Diagnosa Keperawatan : Berduka
d. Pernah mengalami penyakit fisik (Termasuk gangguan tumbuh kembang)
Pasien mengatakan mempunyai riwayat kejang sejak kecil waktu sekolah
dasar kelas 1, ketika pasien kejang pasien merasa sakit kepala dan
badannya bergetar.
Diagnosa Keperawatan : Resiko jatuh
e. Riwayat penggunaan NAPZA
Pasien mengatakan tidah pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang jenis
narkoba
Diagnosa Keperawatan : Tidak ada masalah
3. Upaya yang telah dilakukan terkait kondisi di atas dan hasilnya
Pasien mengatakan bahwa keluarga sudah berupaya untuk melakukan
pengobatan terkait kondisi yang dialami klien. Keluarga membawa pasien
berobat ke RSJ Lawang.
Diagnosa keperawatan : Koping individu tidak efektif
4. Riwayat penyakit keluarga
Menurut status dan menurut klien : tidak ada anggota keluarga klien yang
mengalami gangguan jiwa.
Diagnosa keperawatan : -

V. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (sebelum dan sesudah sakit)


1. Genogram
X X X X

Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: pasien
: meninggal
: menikah

Jelaskan :
Pasien mengatakan sejak kecil di asuh oleh kedua orang tuanya, pasien
tinggal serumah dengan kedua orang tuanya karena pasien belum menikah.
Sifat orang tuanya baik dan sabar. Pola komunikasi baik dalam keluarga,
pasien berinteraksi dengan keluarganya. Biasanya yang mengambil
keputusan jika ada masalah yaitu kakaknya.
Diagnosa Keperawatan : -
2. Konsep diri
a. Citra tubuh :
Pasien mengatakan tidak menyukai anggota tubuh bagian tangan karena
merasa tangannta tidak berfungsi dengan baik.Pada saat makan sedikit
kesulitan.
b. Identitas :
Pasien mengatakan mengenal dan mengetahui namanya dan alamat
rumahnya serta pendidikannya.
DS : saya laki-laki, nama saya Tn. M, rumah saya di kedokturen-
Malang, pendidikan terakhir SD
c. Peran :
Pasien mengatakan sebagai anak bungsu di keluarganya, dirumah pasien
suka membantu ibunya dan menuruti perintah orangtuanya, tetapi pada
saat di RSJ pasien lebih suka diam
d. Ideal diri :
Pasien mengatakan ingin cepat pulang, pasien lebih suka dirumah dari
pada di RSJ.
e. Harga diri:
Pasien mengatakan malu karena cara berbicaranya tidak lancer seperti
yang lain, pasien malu berinteraksi dengan yang lain, pasien lebih suka
diam
Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat
Pasien mengatakan orang terdekatnya adalah ibunya, pasien lebih suka
bercerita dan di manja oleh ibunya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat dan hubungan social
Pasien mengatakan kalau dirumah sering berdiam diri dalam rumah,
tetapi jika ada pengajian pasien menghadirinya
c. Hambatan hubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan jarang bermunikasi dengan pasien lain. Pasien malu
dengan orang lain karena bicaranya gagap
Diagnosa keperawatan : Isolasi Sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan beragama islam, tetapi jika pasien sakit tidak sholat
5 waktu
b. Kegiatan ibadah
Pasien k beribadah ketika di RSJ, tetapi jika sholat subuh pasien jarang
sholat
Diagnosa keperawatan : Hambatan pemenuhan spiritual
VI. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum :
Keadaan umum baik
2. Kesadaran
GCS : 4 5 6
Composmentis
Keterangan : 4 = Respon mata terbuka spontan tanpa perintah/sentuhan
5 = Respon verbal mampu menjawab pertanyaan yang diberikan
6 = Respon motorik dapat melakukan gerakan sesuai perintah

3. Tanda vital
TD : 143/102 mmHg
N : 98x/menit
S : 36.7 C
RR : 22x/menit
4. Ukur
BB : 57 kg
TB : 152 cm
5. Keluhan fisik
Jelaskan :
Pasien mengatakan tidak ada keluhan yang dirasakan
Diagnosa Keperawatan : -

VII. STATUS MENTAL


1. Penampilan (penampilan usia, cara perpakaian, kebersihan )
Jelaskan :
Pasien terlihat rapid an benar dalam berpakaian
Diagnosa keperawatan : -
2. Pembicaraan (frekuensi, volume, jumlah, karater) :
Jelaskan :
Pada saat wawancara pasien berbicara dengan frekuensi jarang, volume
pembicaraan pasien pelan. Jumlah pembicaraan sedikit. Karakter bicara
pelan
Diagnosa keperawatan : Hambatan Komunikasi Verbal
3. Aktifitas motorik /psikomotor :
Kelambatan hipokinesia,hipoaktifitas.peningkatan tremor berjalan kaku
Dari hasil observasi diruangan pasien terlihat diam, dan tremor
Diagnosa keperawatan : Resiko Jatuh
4. Mood dan afek
a. Mood
Ketakutan : pasien mengatakan ketakutan, pasien selalu mendengar
suara kakeknya.
b. Afek
Afek pasien datar, dibuktikan pada saat bercerita tidak terlihat ekspresi
wajah senang ataupun sedih
Diagnosa Keperawatan : -
5. Interaksi selama wawancara
Pasien kurang kooperatif, kontak mata pasien kurang/tidak fokus.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan Intekraksi Sosial
6. Persepsi sensori
a. Halusinasi
(√) Pendengaran
() Penglihatan
( ) Perabaan
( ) Pengecapan
( ) Penciuman
b. Ilusi
( ) Ada
( ) Tidak ada
Jelaskan :
Pasien mengatakan sering mendengar suara bisikan kakeknya dengan
menyuruhnya mengambil kunci dibawah gunung semeru untuk
membuka surga, mendengar selama ± 1 jam dimalam hari ketika
sendirian dan bengong, ketika suara muncul pasien merasa gelisah
Diagnosa Keperawatan : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
Pendengaran
7. Proses pikir
a. Arus pikir
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat, selama
interaksi berlangsung dapat diketahui pada saat ditanyakan alur kegiatan
apa saja yang dilakukan pasien menjawab mandi,sholat,sikat gigi, senam
bersama
b. Isi pikir
Pikiran isolasi sosial : Pasien mengatakan suka menyendiri dan malas
berkomunikasi dengan orang lain
c. Bentuk pikir
Pada saat wawancara pasien ketika bercerita ada lamunan
Diagnosa keperawatan : Perubahan proses pikir
8. Kesadaran
a. Orentasi waktu (waktu, tempat, orang)
Jelaskan :
Ketika pengkajian pada saat ditanya waktu,jam pasien menjawab
salah,ketika ditanya tempat pasien menjawab salah(pasien menjawab
benar)ketika ditanya nama pasien menjawab benar(menyebut nama mas
robet)
Diagnosa keperawatan:
9. Memori
a. Gangguan daya ingat jangka panjang ( >1 bulan )
b. Gangguan daya ingat jangka menangah (24 jam - < 1 bulan
c. Gangguan daya ingat pendek (kurun waktu 10 detik – 15 menit)
Jelaskan :
Pasien mengatakan sudah tidak ingat dengan pengkaji
sebelumnya,yang sudah melakukan perkenalan
Diagnosa keperawatan : -perubahan proses pikir
10. Tingkat Konsentrasi dan berhitung :
a. Konsentrasi
Pasien mudah beralih saat diwawancarai
b. Berhitung
Jelaskan :
Klien bisa berhitung degan lancar dan benar, terbukti
10+5= 15
20-10=10
Diagnosa keperawatan : -perubahan proses pikir
11. Kemampuan Penilaian
Pasien mengatakan dapat mengambil keputusan setelah diberi penjelasan.

Diagnosa keperawatan : -perubahan proses pikir


12. Daya tilik diri
Pasien mengatakan dirinya sekarang baik-baik saja dan tidak merasa sedang
sakit
Diagnosa keperawatan : -defisiensi pengetahuan

VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
Perawatan kesehatan, transportasi, tempat tinggal.
Pasien mengatakan jika ingin memeriksa kesehatannya diantar oleh keluarga
2. Kegiatan hidup sehari – hari
a. Perawatan diri
1) Mandi
Pasiaen mengatakan setiap hari mandi 2x sehari menggunakan sabun
dan menggosok gigi .pasien tampak rapid an bersih
2) Berpakaian, berberhias dan berdandan
Pasien berpakaian tanpa bantuan, rapi, baju dan celana tidak terbalik
3) Makan
Pasien mampu makan tanpa bantuan sebanyak 3x sehari, porsi selalu
dihabiskan dan mampu membersihkan alat-alat makan setelah
menggunakannya
4) BAK / BAB
Pasien mampu memenuhi kebutuhan BAK dan BAB dikamar mandi
secara mandiri
Diagnosa keperawatan : -tidak ada masalah
b. Nutrisi
Berapa frekuensi makan dan frekuensi kudapan dalam sehari :
Jelaskan :
Pasien mengatakan frekuensi makan 3x sehari, 1 porsi habis,
Bagaimana nafsu makannya
Jelaskan :
Nafsu makan baik, pasien mengatakan saat makan selalu dihabiskan
Bagaimana berat badannya :
BB pasein normal
c. Tidur
1) Istirahat dan tidur
Tidur siang, lama : 14.00 – 16.00 WIB
Tidur malam, lama : 21.00 – 05.00 WIB
Aktifitas sebelum/sesudah tidur : Merapikan tempat tidur
Jelaskan :
Pasien mengatakan kalau malam terbangun mendengar bisikan
mengajak berzina dan melihat kuyang
2) Gangguan tidur
Pasien tidak memiliki gangguan tidur
Diagnosa keperawatan : - tidak ada masalah
3. Kemampuan lain – lain
- Pasien mengatakan mampu mandi dan makan sendiri.
- Klien mampu membuat maupun mengambil keputusan sendiri.saat
melakukan aktivitas (mandi dan sholat) pasien sadar akan aktivitas itu
Diagnosa keperawatan : -tidak ada masalah
4. Sistem pendukung
Jelaskan :
Klien mengatakan terdapat puskesmas di daerah tempat tinggal pasien
Diagnosa keperawatan : -tidak ada masalah

IX. MEKANISME KOPING


Jelaskan :
Klien mengatakan ketika adalah pasien memilihuntuk diam.pasien tampak
menundukan kepala
Diagnosa keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif

X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


a. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya :
Klien mengatakan tidak mempunyai msalah dengan temanya
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya :
Klien mengatakan bahwa tidak ada masalah dengan lingkungannya.
b. Masalah dengan pendidikan, spesifiknya :
Pasien mengatakan pernah putus sekolah karena kejang
c. Masalah dengan pekerjaannya, spesifiknya :
Pasien mengatakan tidak bekerja.
d. Masalah dengan perumahannya, spesifiknya :
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan lingkunganya
e. Masalah dengan ekonominya, spesifiknya :
Tidak ada masalah dengan ekonomi
f. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya :
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan
g. Masalah lainnya, spesifiknya
Pasien mengatakan tidak memiliki masalah yang terjadi saat ini
Diagnosa keperawatan : -tidak ada masalah

XI. ASPEK PENGETAHUAN


Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang
kurang tentang suatu hal ?
Bagaimana pengetahuan klien/keluarga saat ini tentang penyakit/gangguan
jiwa, perawatan dan penatalaksanaannya faktor yang memperberat masalah
(presipitasi), obat-obatan atau lainnya. Apakah perlu diberikan tambahan
pengetahuan yang berkaitan dengan spesifiknya masalah tsb.
Jelaskan :
Klien mengatakan bahwa dirinya sakit,pasien tidak tau penyebab sakitnya
kambuh lagi kejangnya.
Diagnosa Keperawatan : - defisiensi pengetahuan

XII ASPEK MEDIS


1. Diagnosa Medis
F06. 8 Gangguan Mental Organik

2. Diagnosa Muti Axis


Axis I :
Axis II :
Axis III :
Axis IV :
Axis V :

3. Terapi Medis
a. Haloperidol 1,5 mg
b. Klobazam 10 mg
c. Phenytoin 100 mg

XII. ANALISA DATA


DIAGNOSA
NO DATA
KEPERAWATAN
1 DS : Gangguan sensori persepsi:
a. Pasien mengatakan sering mendengar halusinasi pendengaran
bisikan kakeknya menyuruh
mengambil kunci di bawah gunung
semeru untuk membuka
surge,mendengar selama 1 jam di
malam hari

DO :
a. Pasien menyendiri
b. Kontak mata kurang

2 DS : Pasien mengatakan jarang Isolasi sosial


berkomunikasi dengan pasien yang
lainya karena malu berbicaranya gagap
DO :
a. Pasien menyendiri
b. Pasien mudah mengantuk

3 DS : pasien mengatakan jika ada Koping individu tidak


masalah pasien memilih untuk diam efektif
DO : pasien tampak menundukan kepala
4 DS : Pasien mengatakan jarang sholat Hambatan pemenuhan
ketika waktu subuh spiritual
DO :
Pasien tamoak senyum malu
5 DS :pasien mengatakan malu karena Hambatan komunikasi
bicaranya tidak lancer seperti yang verbal
lain.pasien malu berinteraksi dengan
yang lain

DO :
a. Pasien berbicara dengan frekuendi
jarang,volume pelan,pembicaraan
sedikit.pandangan pasien kosong
6 DS : RPK
a. Pasien mengatakan pernah dimarahi
oleh kakak iparnya akhirnya pasien
marah dan sempat mau memukul
ibunya
DO :
a. Pasien tampak bingung,tatapan tajam
7 DS : Pasien mengatakan malu kepada Harga diri rendah
teman dan perawat karena bicaranya situasional
tidak lancer.pasien malu berinteraksi
DO :
a. Pasien menyendiri menunduk,kontak
mata tidak focus

XIII. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran
2. Isolasi sosial
3. Hambatan pemenuhan spiritual
4. Koping individu tidak efektif
5. Hambatan komunikasi verbal
6. Resiko perilaku kekerasan
7. Harga diri rendah situasional

XIV. POHON MASALAH


Risiko mencederai orang lain

halusinasi

Isolasi sosial

Harga diri rendah

Defisiensi pengetahuan,koping individu tidak efektif

XV. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi
Lawang, Januari 2020
Perawat yang mengkaji

..........................................
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

Nama : Kelompok 1 Ruang : Merpati

No CM : 134104 Unit :

Tgl Dx Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
20 Gangguan Tum : Setelah 1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan : Bina hubungan saling
janu persepsi sensori Klien dapat menunjukkan tanda-tanda - Memberi salam pada setiap kali percaya mempermudah
ari : Halusinasi mengontrol percaya pada perawat : berinteraksi dalam melakukan asuhan
2020 halusinasinya yang 1. Ekspresi wajah - Tanya dan panggil nama kesukaan keperawatan.
dialaminya. bersahabat pasien
2. Menunjukkan rasa - Tunjukkan sikap simpati, jujur dan
Tuk 1 : senang menepati janji setiap kali berinteraksi
Klien dapat 3. Kontak mata baik - Tanyakan perasaan pasien dan
membina hubungan 4. Mau berjabat tangan masalah yang sedang di hadapi klien
saling percaya. 5. Bersedia menceritakan - Penuhi kebutuhan dasar klien
perasaan dan
mengungkapkan
masalahnya.
Tuk 2 : Setelah 1x interaksi klien dapat 2. Diskusikan dengan klien. Untuk menentukan jenis
Klien dapat menyebutkan - Halusinasi apa yang klien rasakan, halusinasi yang dialami
mengendalikan 1. Isi pendengaran, penglihatan, perabaan, pasien.
halusinasinya. 2. Frekuensi pengecapan, atau penciuman
3. Waktu - Kapan waktu munculnya halusinasi
4. Situasi/keadaan yang - Seberapa sering halusinasi yang
menimbulkan datang kepadanya
halusinasinya - Dalam situasi seperti apa
5. Perasaan saat halusinasi halusinasinya datang
mengganggu. - Bagaimana perasaan

Setelah 1x interaksi klien


Tuk 3 : mampu menyebutkan cara 3. Jelaskan pada pasien cara-cara Dengan mengontrol
Klien dapat mengontrol halusinasinya : mengontrol halusinasinya halusinasi diharapkan
menyebutkan cara 1. Menghardik - Menghardik, melawan bahwa klien mampu untuk cepat
mengontrol 2. Obat-obatan halusinasinya tidak nyata sehat kembali.
halusinasinya. 3. Bercakap-cakap - Bercakap-cakap dengan orang lain
4. Aktivitas kegiatan sehari- - Mengalihkan halusinasinya dengan
hari. beraktivitas kegiatan sehari-hari

Setelah 1x interaksi klien


Tuk 4 : mampu mengontrol 4. Jelaskan pada klien cara menghardik Dengan mengontrol
Klien dapat halusinasinya dengan cara - Membantu dan melatih klien dalam halusinasi dengan cara
mengontrol dengan menghardik. melaksanakan praktik menghardik menghardik diharapkan
cara menghardik untuk melawan halusinasinya. suara-suara yang sering
- Beri pujian saat klien mampu dan klien dengar dapat
dapat memperlihatkan cara hilang.
menghardik
- Jelaskan kapan cara menghardik
dilakukan.

Tuk 5 : 5. Bantu klien untuk memasukkan cara


Klien dapat Setelah 1x interaksi klien dapat menghardik pada jadwal klien. Dengan memasukkan
memasukkan pada memasukkan pada jadwal - Bantu dan pantau klien dalam latihan ke dalam jadwal
jadwal harian kegiatan harian melaksanakan praktek mengontrol harian diharapkan pasien
1. Membuat catatan halusinasinya dengan bercakap- mampu mengontrol
kegiatan cakap dengan orang lain halusinasinya dan
- Ajarkan klien mengikuti TAK terlebih lagi bisa
orientasi realita membuat jadwal menghilangkan
latihan bercakap-cakap halusinasinya.
- Ajarkan klien berkenalan dengan
orang lain.
DOKUMENTASI HASIL ASUHAN KEPERAWATAN

TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI


SP 1 S : Pasien mengatakan sering mendengar
1. Membina hubungan saling percaya bisikan kakeknya menyuruhnya
2. Mengetahui halusinasi (16.00) mengambil kunci dibawah gunung
3. Mengontrol dengan menghardik, semeru untuk membuka surga,
minum obat, bercakar-cakap, mendengar selama ±1 jam dimalam hari
melakukan kegiatan
ketika sendirian dan bengong
4. Memasukkan ke jadwal harian 1 hari
O : Pasien menunduk
Kontak mata kurang

A : pasien mampu BHSP

P : pertahankan hubungan saling percaya


dengan klien
- Evaluasi cara menghardik
- Lamjut SP 2
SP 2
1. Mengevaluasi SP 1
2. Melatih cara mengontrol halusinasi
S : 1. Pasien mengatakan “ iyasaya bisa”
dengan cara menghardik
pergi kamu jangan ganggu saya kamu
tidak nyata

O : pasien mampu memperagakan cara


mengontrol halusinasinya dengan baik

A : pasien mampu menyebutkan cara


mengontrol halusinasinya dengan cara
menghardik
SP 3 :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
P : lanjut SP 3
2. Melatih klien mengendalikan
- Mengontrol halusinasinya dengan
kegiatan (kegiatan yang bisa
bercakap-cakap.
dilakukan di rumah)
3. Menganjurkan klien memasukkan
S : klien mengatakn masih ingat cara
dalam jadwal kegiatan
mengontrol jika halusinasinya datang
dengan melakukan kegiatan seperti
merapikan tempat tidur.

O : klien mampu mempraktekkan cara


menghardik jika halusinasinya datang

A:
1. Klien mampu mengendalikan
halusinasinya dengan melakukan
kegiatan.
2. Klien mampu memasukkan
jadwal kegiatan
3. SP 1,2,3 tercapai
SP 4 :
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian P : lanjut SP 4
klien. - Evaluasi klien cara mengontrol
2. Memberikan pendidikan kesehatan halusinasi dengan melakukan
tentang penggunaan obat teratur aktivitas.
3. Mengajarkan klien memasukkan dala
jadwal harian.
S : klien mengatakan sudah minum obat
yang diberikan perawat secara teratur dan
mengerti fungsi obat yang di berikan.

O : klien tenang
- Klien terlihat meminum obat
sebelum makan

A : SP 1,2,3 tercapai

P : mengulang SP 1-4
Ajarkan klien untuk memperagakan cara
mengontrol halusinasinya dengan minum
obat.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari : Senin, 20 Januari 2020

Pertemuan ke 1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Pasien mengatakan sering dibisikin sama kakeknya menyuruh untuk
mengambil kunci di bawah gunung semeru untuk membuka surga
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan Khusus ( TUK )
1) Membina hubungan saling percaya
2) Pasien mampu mengontrol halusinasinya
4. Tindakan Keperawatan
1) Melatih pasien mengenali halusinasinya

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
a FASE ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
Selamat sore pak ! perkenalkan nama saya siti azizah, bisa dipanggil
azizah, saya dari Stikes dr.Soebandi Jember, bapak namanya siapa ?
Evaluasi/validasi
Perasaan bapak sekarang bagaimana pak ? apa bapak masih mendengar
suara-suara ?
Kontrak : Pak, bagaimana kalau hari ini kita mengobrol tentang suara-
suara yang sering bapak dengar namun tidak ada wujudnya
pak ?
Topik : Bagaimana kalau hari ini kita ngobrol-ngobrol tentang
suara-suara yang sering bapak dengar namun tidak ada
wujudnya pak ?
Waktu : Waktunya 15 menit pak, apakah bapak bersedia ?
Tempat : tempatnya dimana pak ? apakah didalam atau diluar rungan
? bagaimana kalau diluar ruangan saja didepan teras ?
b FASE KERJA
Apakah bapak mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya ? saya
percaya bapak mendengar suara-suara itu namun saya tidak mendengarnya
pak. Kapan suara-suara itu terjadi pak ? pagi, siang, sore atau malam ? bapak
mendengar suara itu jarang atau sering pak berapa kali bapak mendengar
suara-suara itu ? kira-kira kalau sudah mendengar suara itu apakah lama atau
hanya sebentar ? apa yang menyebabkan suara-suara itu muncul pak ? apa
dan bagaimana perasaan bapak saat mendengar suara-suara itu ?
c FASE TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Subyektif ( klien )
Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang dari tadi ?
Evaluasi Obyektif ( Perawat )
Setelah kita dari awal mengobrol tadi, bapak sudah bisa menyebutkan
isi, frekuensi, waktu dan siasi serta perasaan bapak pada saat mendengar
suara-suara yang tidak ada wujudnya.
2. Rencana Tindakan Lanjut
Nah, bagaimana kalau besok kita mengobrol lagi tentang cara
menghardik atau mengusir halusinasi yang bapak alami ?
3. Kontrak Yang Akan Datang
Topik : pak, besok kita bertemu lagi dan mengobrol tentang
mengontrol suara-suara yang sering bapak dengar dengan
cara menghardik atau mengusir suara-suara yang bapak alami
?
Waktu : Waktunya menyesuaikan ya pak besok akan saya panggil
bapak lagi
Tempat : Untuk tempatnya bisa disini lagi atau bisa kita tentukan
besok ya pak
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Nama: Tn. M Ruang: Merpati No. RM: 1341xx

No Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI


DX & Jam KEPERAWATAN
1. 20 januari 1. Bina hubungan saling percaya. S:
2020 “sore mbak”
a. Beri salam sebelum “nama saya munif, ”
Pukul berinteraksi “saya mendengar suara kakek
16.00 wib b. Perkenalkan nama dan tujuan saya menyuruh mengambil kunci
berinteraksi dibawah gunung semeru untuk
c. Tanya dan panggil nama membuka surga”
kesukaan berinteraksi “sering mbak”
d. Tunjukkan sikap empati jujur “saya tidak tahu mbak, tiba-tiba
dan menepati janji setiap muncul”
berinteraksi “hanya sebentar mbak”
e. Tanyakan perasaan klien dan “iya, saya bengong dan jengkel”
masalah yang dihadapi klien “iya mbak”
f. Penuhi kebutuhan dasar klien
O:
2. Diskusikan dengan klien. - pasien lebih sering melihat ke
langit-langit
a. Halusinasi apa yang klien - kontak mata pasien kurang
rasakan : pendengaran,
penglihatan, perabaan, A:
pengecapan atau penciuman. - pasien mampu menjalin
b. apa isi halusinasinya hubungan saling percaya dengan
c. kapan waktu munculnya perawat
halusinasi - pasien mampu mengenali
d. seberapa sering halusinasi yang halusinasi
dialami datang
e. dalam situasi apa halusinasinya P:
muncul. - Lanjut masalah pasien untuk
mengontrol halusinasinya dengan
menghardik
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari : Selasa, 21 Januari 2020

Pertemuan ke 2

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Pasien mengatakan sering dibisikin sama kakeknya menyuruh untuk
mengambil kunci di bawah gunung semeru untuk membuka surga
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan Khusus ( TUK )
3) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
4. Tindakan Keperawatan
2) Membantu pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
a FASE ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
Selamat sore pak ! masih ingatkah dengan saya siapa ? “bagus betul
sekali pak”
2. Evaluasi/validasi
Perasaan bapak sekarang bagaimana pak ? sesuai kesepakat kemarin,
hari ini kita mengobrol dan memperagakan cara mengontrol suara-suara
yang sering mengganggu bapak dengan cara mengahardik ya pak
3. Kontrak
Topik : Hari ini kita belajar cara mengontrol dan mengusir suara-
suara yang sering mengganggu bapak dengan cara
menghardik ya pak
Waktu : Waktunya 10-15 menit pak, apakah bapak bersedia ?
Tempat : Tempatnya dimana pak ? bagaimana kalau ditaman saja
pak?

b FASE KERJA
Pak, hari ini kita belajar cara menghardik suara-suara yang sering bapak
alami, apakah bapak mau dan sudah siap pak ? baiklah kalau sudah siap
akan saya contohkan terlebih dahulu ya, nanti bapak ikuti dan peragakan
seperti cara yang sudah saya ajarkan ya pak ! “(perawat tutup telinga) pergi-
pergi saya tidak mau dengar,jangan ganggu aku, stop, pergi saya tidak mau
diganggu lagi !” bagaimana pak, apakah bapak bisa menggunakan cara yang
seperti saya ajarkan barusan ? kalau begitu coba sekarang bapak peragakan
cara yang barusan kita pelajari pak, “nah bagus” coba sekali lagi pak, “nah
bagus, nanti kalau bapak mulai mendengar suara-suara yang tidak ada
wujudnya bapak gunakan cara ini ya !”
c FASE TERMINASI
4. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Subyektif ( klien )
Bagaimana perasaan bapak setelah kita mempelajari cara mengontrol
dan mengusir suara-suara yang sering mengganggu bapak dengan cara
menghardik dari tadi ?
Evaluasi Obyektif ( Perawat )
“Setelah kita dari awal mengobrol tadi, bapak sudah bisa ya pak
mengontrol dan mengusir suara-suara yang mengganggu bapak dengan
cara menghardik”
5. Rencana Tindakan Lanjut
“Nah, bagaimana kalau besok kita mengobrol lagi tentang cara minum
obat yang baik dan benar ya pak, dan manfaat minum obat serta
kerugian tidak minum obat”
6. Kontrak Yang Akan Datang
Topik : Pak, besok kita bertemu lagi dan mengobrol mengenai cara
minum obat yang baik dan benar dan manfaat minum obat
serta kerugian tidak minum obat
Waktu : Waktunya menyesuaikan ya pak besok akan saya panggil
bapak lagi
Tempat : Untuk tempatnya bisa disini lagi atau bisa kita tentukan
besok ya pak
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Nama: Tn. M Ruang: Merpati No. RM: 134104

No Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI


DX & Jam KEPERAWATAN
2. 21 Januari 1. Jelaskan pada klien S:
2020 mengontrol halusinasi dengan “sore mbak”
cara menghardik “Baik mbak”
a. Bantu dan pantau klien dalam “iya mbak saya mau”
melaksanakan praktek “saya mau belajar cara itu”
menghardik untuk melawan “tutup telinga sambil mengatakan
halusinasinya. (pergi pergi aku ngga mau lihat
b. Beri pujian saat klien dapat kamu lagi, kamu itu palsu ! pergi
mempraktikkan cara menghardik. jangan ganggu saya lagi)”
c. Jelaskan kapan cara “Baik mbak”
menghardik dilakukan. “iya mbak”

O:
- kontak mata pasien keperawat
kurang
- pasien bisa memperagakan cara
menghardik halusinasinya

A:
- pasien mampu mengontrol
halusinasinya dengan cara
menghardik
P:
- Lanjutkan intervensi (Sp 2)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari : Rabu, 22 Januari 2020

Pertemuan ke 3

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Pasien mengatakan sering dibisikin sama kakeknya menyuruh untuk
mengambil kunci di bawah gunung semeru untuk membuka surga
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi pendengaran
3. Tujuan Khusus ( TUK )
1) Klien mengerti pentingnya penggunaan obat
2) Klien mengerti akibat bila obat tidak digunakan sesuai program atau
bila putus obat
3) Menjelaskan cara mendapatkan atau berobat
4) Menjelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar
4. Tindakan Keperawatan
1) Mengevaluasi SP 1
2) Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan 6 benar
3) Menjelaskan manfaat atau keuntungan minum obat dan kerugian
tidak minum obat

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
a FASE ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
Selamat pagi pak ! masih ingatkah dengan saya? Nah bagus.
2. Evaluasi/validasi
Pak bagaimana perasaannya sekarang ? Apa suara-suara itu masih sering
mengganggu bapak? Apakah sudah dipakai cara-cara yang telah kita
latih dari kemarin? sesuai janji saya kemarin bahwa hari kita akan
belajar tentang manfaat dan kerugian jika tidak minum obat pak.
3. Kontrak
Topik : bagaimana kalau hari ini kita ngobrol-ngobrol tentang
manfaat dan kerugian obat pak ?
Waktu : waktunya 15 menit pak, apakah bapak bersedia ?
Tempat : tempatnya dimana pak ? apakah didalam atau diluar ruangan
?
b FASE KERJA
Pak, saya ingin bertannya, pada saat bapak minum obat adakah bedanya
dengan tidak minum obat? Obat yang diminum bapak warna apa aja?
Apakah saat selesai minum obat bapak masih sering mendengar suara-suara
yang tidak ada orangnya? Nah kalau begitu artinya, bapak sangat penting
minum obat supaya bapak merasa lebih tenang dan suara-suara yang bapak
dengar dan mengganggu bapak tidak muncul lagi. Ada berapa obat yang
bapak minum? Kalau pagi bapak minum obat apa dan warna apa? Kalau
sore berapa pak yang dimunum? Warna apa saja pak? Nah obat yang warna
putih namanya THP agar pikiran bapak rileks atau santai untuk yang warna
pink HLP agar pikiran jadi teratur Nah, kalau begitu bapak tidak boleh
sampai tidak minum obat karena itu bisa berakibat fatal, bapak jika berhenti
minum obat maka akan lebih susah untuk disembuhkan sudah mengerti kkan
pak? Kalau bapak sudah sampai ke waktunya minum obat, bapak boleh
langsung bilang dan minta ke perawat yang jaga
c FASE TERMINASI
7. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Subyektif ( klien )
Bagaimana perasaan bapak setelah saya jelaskan manfaat obat yang
bapak minum ?
Evaluasi Obyektif ( Perawat )
Setelah kita belajar mengenai obat tadi, saya harap bapak bisa patuh ya
minum obatnya, kalau sudah waktunya minum obat minta ya ke
perawatnya
8. Rencana Tindakan Lanjut
Nah selanjutnya bagaimana kalau kita belajar bercakap-cakap dengan
orang lain pak?
9. Kontrak Yang Akan Datang
Topik : pak, besok kita bertemu lagi dan mengobrol mengenai
belajar bercakap-cakap dengan orang lain pak?
Waktu : Waktunya menyesuaikan ya pak besok akan saya panggil
bapak lagi
Tempat : Untuk tempatnya bisa disini lagi atau bisa kita tentukan
besok ya pak
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Nama: Tn. M Ruang: Merpati No. RM: 1341xx

No Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI


DX & Jam KEPERAWATAN
3. 12 des Sp 3 S:
2019 1. Mengevaluasi SP 1 “Pagi juga mbak”, “mbak azizah”
2. Menjelaskan dan melatih klien ”,“baik”,”kadang-kadang mbak ”,
minum obat dengan prinsip 6 “iya sudah” ,“iya”, “diluar
benar ruangan”, “iya ada”, “iya ada
3. Menjelaskan manfaat atau mbak habis minum obat rasanya
keuntungan minum obat dan enak”, “saya minum obat warna
kerugian tidak minum obat putih sama pink”, “habis minum
obat tidak ada suara bisikan”, “ada
dua putih sama pink”, “minum
dua obat warna putih dan pink”,
“sama mas putih sama pink”, “oh
iya”, “iya mbak”, “iya mengerti”,
“iya”

O:
- Kontak mata mudah teralihkan
- Pasien terlihat lemas tidak
bersemangat
A:
- pasien mampu menyebutkan
obat yang diminum
- pasien mengetahui jadwal
minum obat
P:
Lanjutkan SP 4 (mengontrol
halusinasi dengan beraktivitas)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari : Kamis , 23 Januari 2020

Pertemuan ke 4

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Pasien mengatakan sering dibisikin sama kakeknya menyuruh untuk
mengambil kunci di bawah gunung semeru untuk membuka surga
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan Khusus ( TUK )
1) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
4. Tindakan Keperawatan
1) Membantu pasien mengontrol halusinasinya dengan bercakap-cakap.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
a FASE ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
Selamat pagi pak ! masih ingatkah dengan saya siapa ? “bagus betul
sekali pak”
2. Evaluasi/validasi
Perasaan bapak sekarang bagaimana pak ? Apakah bapak masih sering
mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya ?
3. Kontrak
Topik : Hari ini kita belajar mengontrol halusinasi atau suara-suara
yang mengganggu bapak dengan bercakap-cakap ya pak
Waktu : Waktunya 10-15 menit pak, apakah bapak bersedia ?
Tempat : bagaimana kalau tempatnya didalam ruangan saja apakah
bapak setuju?
b FASE KERJA
Pak untuk mencegah atau mengontrol suara-suara yang sering bapak dengar
namun tidak ada wujudnya itu bisa dengan cara bercakap-cakap bersama
orang lain. Jadi kalau bapak mulai dengar suara-suara yang tidak ada
wujudnya itu bapak langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta
teman atau perawat untuk mengobrol dengan bapak. Akan saya contohkan
ya pak, “tolong saya mulai mulai mendengar suara-suara ayo ngobrol
dengan saya”. Begitu ya pak caranya, coba bapak tirukan seperti yang saya
lakukan barusan bisa pak? Ya bagus! Coba sekali lagi pak, nah bagus sekali
terus berlatihh ya pak dan jadikan cara ini sebagai cara bapak untuk
mengusir suara-suara itu.
c FASE TERMINASI
10. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Subyektif ( klien )
Bagaimana perasaan bapak setelah kita mempelajari cara untuk
mengontrol suara-suara yang sering bapak dengar dengan bercakap-
cakap bersama orang lain?
Evaluasi Obyektif ( Perawat )
Setelah dari awal kita mengobrol tadi, bapak sudah bisa dan mampu
menirukan dan mempraktikan cara yang sudah saya ajari dengan baik.
11. Rencana Tindakan Lanjut
Bagaimana kalau besok kita ngobbrol lagi mengenai cara mengonntrol
suara-suara yang sering bapak dengar dengan cara mengisi waktu
dengan melakukan kegiatan
12. Kontrak Yang Akan Datang
Topik : Pak, besok kita bertemu lagi dan mengobrol mengenai cara
mengonntrol suara-suara yang sering bapak dengar dengan
cara mengisi waktu dengan melakukan kegiatan
Waktu : Waktunya menyesuaikan ya pak besok akan saya panggil
bapak lagi
Tempat : Untuk tempatnya bisa disini lagi atau bisa kita tentukan
besok ya pak
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Nama: Tn. M Ruang: Merpati No. RM: 1341xx

No Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI


DX & Jam KEPERAWATAN
4. 23 Januari SP 3 S:
2020 1. Mengevaluasi SP2 “pagi juga” “sudah jarang muncul
2. Melatih cara mengontrol mbak” “baik mbak” “iya mbak
halusinasi dengan cara bersedia” “diluar saja mbak” ,
melakukan kegiatan harian “tolong saya mulai mendengar
sesuai jadwal ruangan. suara-suara, ayo ngobrol dengan
saya”, “iya mbak”
O:
 Kontak mata pasien ke
perawat mudah beralih.
 Pasien tenang dan kooperatif.
A:
 Pasien mampu pempraktekkan
mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap
P:
 Lanjutkan SP 4 Pasien :
Membantu pasien mengontrol
halusinasi dengan kegiatan
harian.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Hari : Jumat, 24 Januari 2020

Pertemuan ke 5

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Pasien mengatakan sering dibisikin sama kakeknya menyuruh untuk
mengambil kunci di bawah gunung semeru untuk membuka surga
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan Khusus ( TUK )
1) Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan beraktivitas.
4. Tindakan Keperawatan
1) Membantu pasien mengontrol halusinasinya dengan beraktivitas

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
a FASE ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
Selamat pagi pak ! masih ingatkah dengan saya siapa ? “bagus betul
sekali pak”
2. Evaluasi/validasi
Perasaan bapak sekarang bagaimana pak ? Apakah bapak masih sering
mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya ?
3. Kontrak
Topik : Hari ini kita belajar mengontrol halusinasi atau suara-suara
yang mengganggu bapak dengan beraktivitas ya pak
Waktu : Waktunya 10-15 menit pak, apakah bapak bersedia ?
Tempat : Tempatnya di luar ruangan ya pak

b FASE KERJA
Baiklah kita senam, tujuannya semakin banyak kegiatan yang bapak lakukan
maka kesempatan muncul suara-suara ejekan itu akan berkurang, dan badan
menjadi sehat dan aliran darah menjadi lancar serta pikiran menjadi jernih.
Nah sekarang ikuti instruktur mbak perawat yang ada didepan ya. Lakukan
senam dengan senyuman dan semangat. Begini pak kita pemanasan dulu lalu
gerakan inti jika music sudah menyala, kanan kirikakinya digerakkan dan
tangannya diangkat ya pak, oke pak bagus sekali

c FASE TERMINASI
13. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi Subyektif ( klien )
Bagaimana perasaan bapak setelah kita mempelajari cara untuk
mengontrol suara-suara yang sering bapak dengar dengan kegiatan
senam? Apakah selama kegiatan senam berlangsung masih ada suara-
suara tersebut? Oh bagus jadi selama senam suara tersebut tidak ada ya
pak. Jadi bapak bisa melakukan kegiatan itu untuk menghilangkan
suara-suara ejekan tersebut ya pak.
Evaluasi Obyektif ( Perawat )
“bapak sudah mampu mrlakukan aktifitas dengan benar dan sesuai” !
14. Rencana Tindakan Lanjut
“Nah, bagaimana kalau besok kita mendengarkan murotal alquran agar
pikiran bapak rileks dan tenang sehingga suara-suara ejekan tadi bisa
benar-benar hilang”?
15. Kontrak Yang Akan Datang
Topik : Pak, besok kita bertemu lagi dan mendengarkan murotal
alquran agar pikiran bapak rileks dan tenang sehingga suara-
suara ejekan tadi bisa benar-benar hilang?
Waktu : Waktunya menyesuaikan ya pak besok akan saya panggil
bapak lagi
Tempat : Untuk tempatnya bisa disini lagi atau bisa kita tentukan
besok ya pak
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Nama: Tn. M Ruang: Merpati No. RM: 134104

No Tanggal IMPLEMENTASI EVALUASI


DX & Jam KEPERAWATAN
4. 13 des SP 4 S:
2019 1. Mengevaluasi SP1, SP2, “walaikumsalam, baik”
dan SP3 “suarnanya kadang-kadang
2. Melatih cara mengontrol muncul” “tadi malem bangun
halusinasi dengan cara terus tidur lagi, ada suara-suaran
melakukan kegiatan harian tidak jelas” “minum obat,
sesuai jadwal ruangan. mengusir menghardik” “iya” .
O:
 Klien kooperatif, kontak mata
kurang.
 Klien sedang mengikuti
kegiatan senam tapi terlihat
kesulitan.
 Klien mengikuti kegiatan
harian dengan tertib
 Klien terlihat menyendiri.
A:
 Klien mampu menyebutkan
kegiatan dengan benar.
 Klien mampu melakukan
kegiatan harian sesuai jadwal
di ruangan.
 Klien mampu melakukan
kegiatan harian berupa senam
pagi.
P:
 Pasien : menganjurkan pasien
untuk mengikuti kegiatan di
ruangan.
 Perawat : melanjutkan SP 4
Membantu pasien mengontrol
halusinasi dengan kegiatan
harian.
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Perbandingan Isi Jurnal

No Nama Judul peneliti Tujuan Metode penelitian Tempat dan waktu Populasi dan sampel
peneliti peneliti penelitian
1. Ulin Nuri Puzzle Ekspresi Puzzle Penelitian ini Penelitian dilakukan di Penelitian ini
Mauludiy Sebagai Media Ekspresi menggunakan metode RSJ Menur Surabaya menggunakan desain
ah, IGAA Untuk bertujuan kualitatif dengan waktu penelitian selama 4 kualitatif dimana
Noviekay Meningkatkan untuk pendekatan studi minggu, 3 minggu untuk populasidan sampel
ati Kemampuan meningkatka kasus tunggal proses assesmen dan 1 adalah pasien di RSJ
(2019) Interaksi Sosial n minggu untuk proses Menur Surabaya
Pada Pasien kemampuan terapi puzzle ekspresi. subyek yang
Gangguan interaksi terdiagnosa
Mental Organik sosial yang mengalami
dimiliki oleh gangguan mental
salah satu akibat kerusakan dan
pasien disfungsi otak dan
Gangguan penyakit lain YDT
Mental (F06.8).
Organik, di
RSJ Menur
Surabaya.
2. Dwi Pengaruh Tujuan Jenis penelitian pre Penelitian dilaksanakan di Populasinya siswa
wulandar permainan penelitian ini design eksperimen SDLB kota Bengkulu dan kelas 3 dan 4 SDLB
i (2018) puzzle terhadap untuk dengan rancangan one waktunya obseervasi kota Bengkulu,
kemamouan mengetahui group pretest-postest dilakukan selama 6 hari. menggunakan
beradaptasi pengaruh purposive sampling,
sosial siswa terapi puzzle sampel yang
retardasi mental terhadap digunakan berjumlah
adaptasi 12 orang wanita.
sosial pada
siswa
retardasi
mental pada
wanita darma
SDLB dikota
Bengkulu

4.2 Penerapan Terapi Kepada Pasien Halusinasi


JURNAL P I C O
(PROBLEM) (INTERVENTION) (COMPARE) (OUTCOME)
Puzzle Ekspresi Halusinasi merupakan Kriteria inklusi agar memenuhi Fase comforting yaitu 1. Terapi religius
Sebagai Media terganggunya persepsi syarat untuk berpartisipasi pasien fase menyenangkan. efektif untuk
Untuk sensori seseorang, dimana harus memenuhi syarat berikut : Klien mengalami stres, meningkatkan
Meningkatkan tidak terdapat stimulus. 1. Pasien mengalami riwayat cemas, perasaan kemampuan
Kemampuan Tipe halusinasi yang epilepsi atau gangguan pada perpisahan, rasa bersalah, mengontrol
Interaksi Sosial paling sering adalah mental organik kesepian yang halusinasi
Pada Pasien halusinasi pendengaran 2. Pasien yang mengalami memuncak, dan tidak pendengaran dan
Gangguan Mental (Auditory-Hearing Voices gangguan mental di ruang dapat diselesaikan. penglihatan.
Organic or Sounds), pengelihatan merpati RSJ Dr. Radjiman Dengan berdzikir
(Visual-Seeing Persons or Wediodiningrat Lawang Klien tersenyum atau hati seseorang akan
Author : Things), penciuman 3. tertawa yang tidak lebih tentram,
Ulin Nuri (Olfactory-Smelling sesuai, menggerakkan kegiatan terapi
Mauludiyah, IGAA Odors), pengecapan
Intervensi : bibir tanpa suara, religius dzikir dapat
Noviekayati (Gustatory-ExperiencingResponden dikumpulkan berjumlah pergerakan mata cepat, menurunkan gejala
Tastes). 5 orang, untuk mengekpresikan respons verbal yang psikiatrik.
Tahun : 2019 keadaannya saat ini, yang terdiri dari lambat jika sedang 2. Religius mampu
Pasien yang mengalami emotikon sedih, bahagia, menangis, asyik dengan mencegah dan
Tujuan : halusinasi disebabkan marah dan curiga. Setelah pasien halusinasinnya dan suka melindungi dari
bertujuan untuk karena ketidakmampuan menentukan kondisinya saat ini, menyendiri. Pada fase penyakit kejiwaan,
meningkatkan pasien dalam menghadapi pasien diberikan penjelasan terkait condemming atau ansietas mengurangi
kemampuan stressor dan kurangnya masing-masing emotikon yang berat yaitu halusinasi penderitaan,
interaksi sosial kemampuan dalam tertera dalam papan puzzle ekspresi. menjadi menjijikkan. meningkatkan
yang dimiliki oleh mengontrol halusinasi. Penjelasan diberikan mulai dari proses adaptasi
salah satu pasien ekpresi : Pengalaman sensori mengontrol suara-
Gangguan Mental Untuk mengalihkan 1. Sedih menakutkan, kecemasan suara yang tidak ada
Organik, di RSJ halusinasi pendengaran Perasaan tidak menyenangkan meningkat, melamun, wujudnya seperti
Dr. Radjiman yang dialami oleh pasien akibat suatu kehilangan atau dan berpikir sendiri jadi halusinasi
Wediodiningrat peneliti menggunakan ketidakberdayaan. dominan. Mulai pendengaran dan
Lawang. tehnik pengalihan dengan 2. Bahagia dirasakan ada bisikan penglihatan.
cara dzikir, agar Suatu perasaan tercapainya yang tidak jelas.
Metode : responden dapat tujuan yang telah dinginkan Klien tidak ingin orang
Penelitian ini mengalihkan halusinasi sebelumnya. lain tahu, dan ia tetap
menggunakan pendengaran yang dialami 3. Marah dapat mengontrolnya.
kualitatif dengan sehingga pasien merasakan Suatu emosi yang secara fisik Meningkatnya tanda-
pendekatan studi ketentraman jiwa. mengakibatkan peningkatan tanda
kasus tunggal denyut jantung. sistem saraf otonom
Dengan dilakukannya 4. Menangis seperti peningkatan
Sampel penelitian dzikir diharapkan Respon fisik akibat dari gejolak denyut
: halusinasi pendengaran emosi yang dirasakan oleh jantung dan tekanan
Berjumlah 5 yang dialami responden seseorang. darah. Klien asyik
responden. akan teratasi dengan 5. Curiga dengan
tujuan: frekuensi Perasaan waspada dan berhati- halusinasinya dan tidak
Hasil : berkurang, durasi hati. bisa membedakan
dari 5 orang berkurang, gejala realitas.
dengan gangguan halusinasi berkurang. Waktu dzikir yang dianjurkan :
jiwa yang Waktu shubuh adalah waktu yang
dilakukan terapi Dzikir adalah menjaga mulia untuk urusan riski, waktu
semuanya tidak dalam ingatan agar selalu pagi sampai dhuhur adalah waktu
ditemukan ingat kepada Allah ta’ala. yang baik untuk berkah rizki,
gangguan kognitif, Dzikir dapat menyehatkan waktu maghrib baik dilakukan dzikir
dimana sebelum tubuh: hidup orang shaleh pada waktu keheningan malam
diberikan terapi lebih ceria, tenang, dan mampu melepaskan gelombang
diukur kemampuan seolah-olah tanpa masalah, meta rohaniah sangat tajam
kognitif dengan karena setiap masalah sehingga gelora di hati semakin
instrumen ScoRS, disikapi dengan konsep cepat menghadirkan keesaan Allah.
didapatkan 4 pasien takwa. Fungsi dari dzikir
tidak ada gangguan antara lain dapat Durasi yang dibutuhkan :
kognitif dan 1 mensucikan hati dan Menurut penelitian melakukan
pasien dengan jiwa: berdzikir dapat implementasi di Wisma Arjuna RSJ
gangguan kognitif mengingatkan kita kepada Grhasia DIY Ruang Arjuna
ringan Kesimpulan: Allah dan hanya kepada- sebanyak 6 pertemuan. Halusinasi
Terapi Nya kita meminta yang didengar oleh pasien berbeda-
psikoreligius dzikir pertolongan. beda waktunya. Berdasar hasil
menggunakan jari observasi pasien melakukan dzikir
tangan kanan Karena segala bentuk ketika mendengar suara palsu,
sangat efektif masalah adalah dari-Nya, ketika sedang sendiri.
dalam dan dengan berdzikir
meningkatkan dapat mengingatkan kita Lama dzikir :
kemampuan agar selalu berfikir Peneliti memberikan tindakan
kognitif pasien positif. Dzikir dapat Dzikir ketika pasien mendengar
dengan skizofrenia menyehatkan tubuh: suara-suara palsu, ketika waktu
dengan masalah orang-orang yang kurang luang, dan ketika pasien selesai
keperawatan resiko dzikir, atau konsep hidupya melaksanakan sholat wajib.
perilaku kekerasan, kurang dikembalikan Sehingga waktu yang diperlukan
halusinasi dan kepada Allah, hidupnya untuk satu kali terapi religius dzikir
isolasi sosial. kelihatan super sibuk, adalah 60 menit.
tidak ada jeda menikmati
hidup, karena prosesi
hidupnya dikejar-kejar
oleh bayangan material.
Dzikir dapat mencegah
manusia dari bahaya
nafsu: dzikir bertugas
sebagai pengendali nafsu,
membedakan yang baik
dan buruk.

Halusinasi yang didengar


oleh pasien berbeda-beda
waktu nya. Observasi
pasien melakukan dzikir
ketika mendengar suara
palsu, ketika sedang
sendiri, dan setelah sholat.
Peneliti meminta klien
untuk melakukan dzikir
secara mandiri setelah
sholat magrib, isya dan
shubuh. Dzikir juga
dilakukan secara bantuan,
diingatkan oleh peneliti
dan dapat dilakukan
secara mandiri.
Halusinasi merupakan terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran
(Auditory-Hearing Voices or Sounds), pengelihatan (Visual-Seeing Persons or
Things), penciuman (Olfactory Smelling Odors), pengecapan (Gustatory-
Experiencing Tastes) (Yosep, 2007). Pasien yang mengalami halusinasi disebabkan
karena ketidakmampuan pasien dalam menghadapi stressor dan kurangnya
kemampuan dalam mengontrol halusinasi (Hidayati, 2014).
Terapi psikoreligius Dzikir menurut bahasa berasal dari kata ”dzakar” yang
berarti ingat. Dzikir juga di artikan “menjaga dalam ingatan”. Jika berdzikir
kepada Allah artinya menjaga ingatan agar selalu ingat kepada Allah ta’ala.
Dzikir menurut syara adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu yang sudah
ditentukan Al-Qur’an dan hadits dengan tujuan mensucikan hati dan
mengagungkan Allah. Menurut Ibn Abbas ra. Dzikir adalah konsep, wadah, sarana,
agar manusia tetap terbiasa dzikir (ingat) kepada-Nya ketika berada diluar shalat.
Tujuan dari dzikir adalah mengagungkan Allah, mensucikan hati dan jiwa,
mengagungkan Allah selaku hamba yang bersyukur, dzikir dapat menyehatkan tubuh,
dapat mengobati penyakit dengan metode Ruqyah, mencegah manusia dari
bahaya nafsu (Fatihuddin, 2010).
Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Kim et all (2012)
batasan karakteristik dari gangguan persepsi sensori: auditori adalah halusinasi,
marah, ketakutan, kurang konsentrasi, perubahan pola komunikasi, kegelisahan,
respon emosional yang berlebih, perubahan alam perasaan yang cepat. Dengan
dilakukannya dzikir diharapkan halusinasi pendengaran yang dialami responden
akan teratasi dengan tujuan: frekuensi berkurang, durasi berkurang, gejala
halusinasi berkurang. Seperti pendapat Fatihuddin (2010) Dzikir adalah menjaga
dalam ingatan agar selalu ingat kepada Allah ta’ala. Dzikir dapat menyehatkan
tubuh: hidup orang shaleh lebih ceria, tenang, dan seolah-olah tanpa masalah,
karena setiap masalah disikapi dengan konsep takwa. Fungsi dari dzikir antara lain
dapat mensucikan hati dan jiwa : berdzikir dapat mengingatkan kita kepada Allah
dan hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan. Karena segala bentuk masalah
adalah dari-Nya, dan dengan berdzikir dapat mengingatkan kita agar selalu
berfikir positif. Dzikir dapat menyehatkan tubuh : orang-orang yang kurang
dzikir, atau konsep hidupya kurang dikembalikan kepada Allah, hidupnya kelihatan
super sibuk, tidak ada jeda menikmati hidup, karena prosesi hidupnya dikejar-kejar
oleh bayangan material. Dzikir dapat mencegah manusia dari bahaya nafsu:
dzikir bertugas sebagai pengendali nafsu, membedakan yang baik dan buruk.
Pendapat ini diperkuat dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Sulahyuningsih (2016) bahwa terapi religius efektif untuk meningkatkan kemampuan
mengontrol halusinasi pendengaran. Dengan berdzikir hati seseorang akan lebih
tentram, kegiatan terapi religius dzikir dapat menurunkan gejala psikiatrik. Religius
mampu mencegah dan melindungi dari penyakit kejiwaan, mengurangi penderitaan,
meningkatkan proses adaptasi mengontrol suara-suara yang tidak ada wujudnya
seperti halusinasi pendengaran.
Saat dilakukan terapi psikoreligius yang diterapkan 1 intervensi 5 hari
didapatkan Tn. S mampu melakukan terapi dzikir setelah dilakukan terapi religius
zikir dan diobservasi kembali didapatkan hasil peningkatan kemampuan mengontrol
halusinasi pendengaran dan penglihatan pada pasien halusinasi.
BAB 5

IMPLIKASI KEPERAWATAN

Terapi religius yang dilakukan dengan tepat dapat berdampak pada


peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran. Kemampuan
mengontrol merupakan tindakan keperawatan yang sangat bermanfaat untuk pasien
halusinasi karena untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi.
Intervensi yang dilakukan 1 kali dalam sehari selama 5 hari. Intervensi yang di
berikan adalah terapi zikir juga dapat diterapkan pada pasien halusinasi.
Rekomendasi dari penelitian ini, agar perawat dapat menambahkan terapi religius
zikir sebagai intervensi dalam tindakan keperawatan mengontrol halusinasi
pendengaran. Pada penelitian ini masih banyak kekurangan dalam pengambilan data,
maka pada penelitian selanjutnya diharapkan peneliti menambahkan variabel bebas
lainnya, misalnya dengan menambahkan terapi sholat. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan rujukan atau referensi bagi peneliti berikutnya yang akan dilakukan.
BAB 6
PENUTUP

1.1 KESIMPULAN
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan sensori perepsi. Dimana
pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan tanpa stimulus yang nyata. Hal ini dialami oleh seseorang yang
mengalami gangguan kejiwaan. Untuk itu dalam melakukan asuhan keperawatan
hendaknya peneliti mampu melakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal secara efektif, komunikatif dan terapeutik. Sehingga dapat terjalin
hubungan saling percaya antara perawatn dengan pasien. Terbangun thrust yang
baik yang dapat digunakan untuk memberikan intervensi dan melaksanakan
implementasi pada pasien dengan gangguan jiiwa khususnya pasien dengan
halusinasi.

1.2 SARAN
Adapun saran yang dapat penulis berikan yaitu sebagai berikut :
a. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan
halusinasi, sebagai tenaga kesehatan kita dituntut untuk tidak
mengesampingkan support system atau dukungan keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaan dan permasalahan pasien
b. Tenaga kesehatan melakukan pendekatan secara bertahap dan terus menerus
sehingga terbangun thrust yang baik dari pasien kepada tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi Ana. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC

Keliat Budi Ana. 2009. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial : Menarik Diri.
Jakarta : FIK UI
Keliat Budi Ana. 2009. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC

Aziz R, dkk, 2013. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr.
Amino Gonohutomo.
Munandar, Arif. 2019. Terapi Psikoreligius Dzikir Menggunakan Jari Tangan Kanan
Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah
Istimewa Yogyakarta. Mahasiswa Magister Keperawatan Peminatan Jiwa
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hidayati, dkk. 2014. Pengaruh Terapi Religius Zikir Terhadap Peningkatan


Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Halusinasi Di
Rsjd Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Dosen Fakultas Keperawatan
Universitas Sultan Agung Semarang
Lampiran : SOP

STANDART OPERASIONAL TERAPI PUZZLE


EKSPRESI
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN

PROSEDUR TGL TERBIT DITETAPKAN OLEH:


TETAP
PENGERTIAN Puzzle Ekspresi adalah media yang di rancang dengan
melibatkan berbagai ekspresi manusia. Dasar pendekatan
yang digunakan dalam penggunaan puzzle ekspresi ini
adalah pendekatan Kognitif dan Perilaku.
TUJUAN 1. Mengoptimalkan pemahaman subyek terhadap ekspresi
manusia ketika melakukan interaksi sosial.
2. Mengubah interpretasi negatif subyek terhadap lawan
bicaranya ketika melakukan interaksi sosial
INDIKASI 1) Gangguan fungsi kognitif, seperti daya ingat (memori),
daya pikir (intellect), daya belajar (learning)
2) Gangguan sensorium, misalnya gangguan kesadaran
(consciousness), gangguan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam hal
persepsi (halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), suasana
perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas). Gangguan
mental organik ini dapat melemahkan atau memperburuk
fungsi mental, seperti kemampuan bahasa, gangguan
ingatan, dan gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-
hari.
PERSIAPAN 6. Pasien bersedia mengikuti permainan puzzle ekpresi
KLIEN 7. Pasien yang kooperatif
PERSIPAN 1. Pasien dengan kriteria riwayat kejang
PENELITI 2. Pasien dengan Gangguan Mental Organik
3. Pasien yang menyukai berbagai gambar
4. Kontrak waktu dengan pasien
PERSIAPAN 1. Spidol permanent
ALAT 2. Kertas Manila
3. Double Tip
4. Puzzle Ekspresi

PROSEDUR A. Tahap Pra Interaksi


1. Cek catatan keperawatan atau catatan medis klien
(jika ada).
2. Siapkan alat-alat .
3. Identifikasi faktor penyebab kontraindikasi.
B. Tahap Interaksi
1. Jalin Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) dengan
pasien
2. Menetapkan ketertarikan pasien terhadap puzzle
Ekspresi sebagai berikut:
Curiga Marah menangis

Bahagia Sedih
3. Minta pasien memberitahu perawat jika halusinasi
muncul, dengan segera.
4. Dekatkan puzzle ekspresi dan perlengkapan dengan
pasien.
5. Pastikan puzzle ekspresi dan perlengkapan dalam
kondisi baik.
6. Dukung dengan handphone jika diperlukan.
7. Berikan puzzle ekspresi dan mulai di lakukan
8. Berikan puzzle ekspresi selama 20-35 menit atau
selama pasien masih mendengar suara- suara.
9. Menetapkan perubahan pada perilaku atau fisiologi
yang diinginkan seperti relaksasi, stimulasi,
konsentrasi, dan hilangnya halusinasi.
10. Lakukan intervensi selama 2 kali selama satu hari,
pada pagi hari setelah TTV dan sore hari setelah
makan sore.
11. Intervensi dilakukan selama 4 kali dalam waktu 1
minggu.
C. Tahap Terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan paasien)
2. Beri umpan balik positif ( reward )
3. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik
4. Memberikan pertanyaan terbuka yang telah
disediakan oleh peneliti.
5. Mengevaluasi respon pasien secara sekunder.
HASIL Mendokumentasikan tindakan dan hasil terapi puzzle
ekspresi
EVALUASI 1.Pasien mampu memahami terapi yang diberikan
2. Pasien mampu mengidentifikasi ekspresi manusia dan
penggunaannya
3. Membantu pasien memahami berbagai macam ekspresi
yang terdapat dalam gambar
4. Mengukur pemahaman pasien tentang konsep ekspresi
yang telah di lakukan pada sesi sebelumnya
5. Mengukur pemahaman pasien tentang ekspresi saat
berinteraksi sosial dengan lebih baik
HAL-HAL YANG 1. Pastikan pasien tidak merasa terganggu ketika terapi
PERLU berlangsung.
DIPERHATIKAN 2. Pastikan pasien tidak terdapat riwayat perilaku
kekerasan
3. Gunakan pasien dengan diagnosa yang sama.

Anda mungkin juga menyukai