Anda di halaman 1dari 77

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR.

DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN

DI RUANG CENDRAWASIH

RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

Oleh:

Ratih Puspita D 221070100011017


Zakfar Efendy 221070100011018
Fenty Kurniawati S 221070100011048
Anita Mardiana 221070100011054
Evi Dwi Kartini 2210701000110159

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

“Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Sdr H Dengan Halusinasi Pendengaran, Di Buat


Dalam Rangka Memenuhi Tugas Profesi Ners Kompatemen Keperawatan Jiwa
Universitas Brawijaya Malang Di Ruang Cendrawasih RSJ Dr Radjiman
Widiodiningrat Lawang”

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN INI TELAH DISETUJUI

Lawang, 14 September 2023


Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Ruang Cendrawasih

Dr. Ns. Heni Dwi Windarwati, S.Kep.M.Kep.Sp.Kep.J Ahmad Rodhi, S.Kep.Ners


NIP. 198002262005012002 NIP. 197211291992031002

Mengetahui
Kepala Ruang Cendrawasih

Ahmad Rodhi, S.Kep.Ners


NIP. 197211291992031002
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan berkat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan kasih-Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang
telah kami terima, serta petunjuk-Nya sehingga memberikan kemampuan
dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan tugas ini. Kami selaku
penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sajikan, untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa, yaitu Makalah “Asuhan Keperawatan
Jiwa Pada Sdr H Dengan Halusinasi Pendengaran, Di Buat Dalam Rangka
Memenuhi Tugas Profesi Ners Kompatremen Keperawatan Jiwa Universitas
Brawijaya Malang Di Ruang Cendrawasih RSJ Dr Radjiman
Widiodiningrat Lawang”

Kami mengucapkan terimakasih kepada: mas/ibu dosen mata kuliah


Keperawatan jiwa, pembimbing klinik, sumber-sumber yang telah
mendukung dalam penyusunan tugas ini, serta pihak lain yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini. Kami menyadari bahwa
keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang materi ini,
menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang
lebih dalam tentang makalah yang kami bahas. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk
kesempurnaan penyusunan yang akan datang. Akhir kata, semogakebaikan
yang telah diberikan dapat menjadi amal soleh dan ibadah bagi kita semua,
dan mendapatkan balasan lebih dari Allah SWT.

Malang, 14
September 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan
respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya akurat,
mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi
jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat
sesuai stimulus yang diterima (Aldam & Wardani, 2019).
Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia mencapai 15,3% dari 259,9 juta
jiwa penduduk Indonesia Kasus gangguan jiwa di Jawa Tengah pada tahun
2010 sebanyak 317.504 orang. Prevalensi halusinasi di Jawa Tengah yaitu 0,23
% dari jumlah penduduk melebihi angka nasional 0,17 %
(Akbar & Rahayu, 2021)
. Meningkatnya angka penderita halusinasi ini, maka meningkatnya
resiko kejadian komplikasi halusinasi. Situasi ini menyebabkan
ketidakmampuan pasien memandang realitas secara akurat. Klien yang
mengalami halusinasi dapat menyebabkan perubahan perilaku seperti agresi,
bunuh diri, menarik diri dari lingkungan dan dapat membahayakan diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Sutinah et al., 2020).
Berdasarkan uraian diatas, kelompok ingin memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi dengan
memberikan tindakan untuk mengontrol halusinasi yang akan dijelaskan lebih
detail pada bab selanjutnya.
2. Rumusan Masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran?”
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi pendengaran
b. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan halusinasi
2. Melakukan perumusan diagnose keperawatan pada pasien halusinasi
3. Menyusun rencana intervensi keperawatan pada pasien dengan halusinasi
4. Menyusun strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan
halusinasi
5. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
6. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan halusinasi
7. Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan halusinasi
4. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informs dan bahan bacaan pada kepustakaan institusi dalam
meningkatkan mutu pendidikan yang akan dating di bidang keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat mengembangkan proses asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan diharapkan dapat
menjadi informasi dalam saran dan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan
yang lebih baik pada klien yang akan datang.
3. Bagi Peneliti
Sebagai ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berharga tentang masalah
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan bagaimana cara
melakukan asuhan keperawatannnya.
4. Bagi Klien dan Keluarga
Sebagai masukan bagi klien dan keluarga dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapinya, dan juga dapat memberikan kepuasan bagi keluarga klien atas
asuhan keperawatan yang telah diberikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan
respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi
jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak
akurat sesuai stimulus yang diterima (Aldam & Wardani, 2019)
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Aldam & Wardani, 2019)
.
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan
gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons
neorobiologi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang respons halusinasi
mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi. Rentang respons neorobiologi
yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis dan terciptanya hubungan
sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif adalah adanya
waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri. Berikut adalah
gambaran rentang respons neorobiologi (Aldam & Wardani, 2019).
B. Rentang Respon Halusinasi
Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses pikir 1. Gangguan proses


2. Persepsi akurat tidak terganggu berpikir/waham
3. Emosi konsisten dengan 2. Ilusi 2. Halusinasi
pengalaman 3. Emosi tidak stabil 3. Kesukaran proses
4. Perilaku cocok 4. Perilaku tidak biasa emosi
5. Hubungan sosial 5. Menarik diri. 4. Perilaku tidak
harmonis. terorganisasi
5. Isolasi sosial

(Yusuf dkk, 2015)


Keterangan Gambar :
2. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
Respon adaptif berupa :
1. Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari hati
sesuai dengan pengalaman.
4. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
6. Respon Psikososial
Respon psikososial, antara lain :
7. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
kekacauan/mengalami gangguan.
8. Ilusi adalah interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan panca indera.
9. Emosi berlebihan atau berkurang.
10. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
11. Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain atau hubungan dengan orang lain.
12. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungannya.
Respon maladaptif yang sering ditemukan meliputi :
13. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
14. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada.
15. Kerusakan proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
16. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.
17. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan di
terima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang
negatif mengancam.

C. Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan yang
berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian
tugas perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan
seseorang berperilaku menarik diri, serta lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal
adaptif yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut :
Penilaian pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia: lesi pada area frontal temporal
dan limbic paling berhubungan dengan perilaku psikotik,beberapa kimia
otak dikaitkan dengan gejala skizofrenia antara lain : dopain,
neurotransmitter dan lain lain.
c. Faktor sosiokultural.
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
kepada lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mass
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
yang mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
(H. iyus Yosep, S.K.p., M.Si. & Titin Sutini, Skep., Ners., 2019)

2. Faktor Presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain,
stressor juga bisa menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang
mal adaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
efektif menanggapi rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak
nyaman, gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata
dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan
bahwa hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang
dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual seehingga
dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
d. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
e. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
f. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
3. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
4. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada
individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi,
individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem
kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya
individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
5. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
6. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (Syahdi & Pardede, 2022)
D. Tahapan Halusinasi
Menurut (Aldam & Wardani, 2019).tahapan halusinasi meliputi:
1. Tahap 1 (non psikotik ) - Comforting
b. Memberi rasa nyaman
c. Tingkat ansietas sedang
d. Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.
Karakteristik
1. Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
2. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
3. Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika
kecemasan dikontrol).
Perilaku pasien
1. Tersenyum/tertawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara
3. Pergerakan mata yang cepat
4. Respons verbal yang lambat
5. Diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap II (non psikotik) - Conderming (Ansietas berat helusinasi
memberatkan)
1. Menyalahkan
2. Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa
antipati.
Karakteristik
1. Pengalaman sensori menakutkan
2. Mulai merasa kehilangan kontrol
3. Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
4. Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul
1. Peningkatan sistem saraf otak, tanda-tanda ansietas, seperti peningkatan
denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
2. Rentang perhatian menyempit
3. Konsentrasi dengan pengalaman sensori
4. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dari realita.
3. Tahap III (psikotik) - Controlling (Ansietas berat pengalaman sensori
menjadi berkuasa)
1. Mengontrol tingkat
2. Kecemasan berat
3. Pengalaman sensori tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik
4. Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
5. Isi halusinasi menjadi atraktif.
6. Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul
1. Perintah halusinasi ditaati
2. Sulit berhubungan dengan orang lain
3. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
4. Gejala fisika ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak mampu
mengikuti perintah.
4. Tahap IV (psikotik) – Conquering (umumnya menjadi lebur dalam
halusinasi)
1. Menguasai tingkat
2. kecemasan panik secara umum diatur dan dipengaruhi oleh waham.
Karakteristik
1. Pengalaman sensori menjadi ancaman
2. Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika tidak
diinvensi).
3. Perilaku yang sering mucul
 Perilaku panik
 Potensial tinggi untuk bunuh diri atau membunuh
 Tindakan kekerasan agitasi, menarik diri, atau katatonia
 Tidak mampu berespons terhadap perintah yang kompleks
 Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang.
Klasifikasi Halusinasi
Jenis halusinasi Data obyektif Data subyektif
Halusinasi pendengaran 1. Bicara atau tertawa 1. Mendengar suara-suara
sendiri atau kegaduhan.
2. Marah-marah tanpa 2. Mendengar suara yang
sebab mengajak bercakap-
3. Mengarahkan telinga ke cakap.
arah tertentu 3. Mendengar suara
4. Menutup telinga. menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi penglihatan 1. Menunjuk-nunjuk ke 3. Melihat bayangan, sinar,
arah tertentu bentuk geometris, bentuk
2. Ketakutan pada sesuatu kartun, melihat hantu,
yang tidak jelas. atau monster.

Halusinasi penciuman 1. Mencium seperti sedang 3. Membaui bau-bauan


membaui bau-bauan seperti bau darah, urine,
tertentu feses, dan kadang-
2. Menutup hidung. kadang bau itu
menyenangkan.
Halusinasi pengecapan 1. Sering meludah 3. Merasakan rasa seperti
2. Muntah darah, urine, atau feses.

Halusinasi perabaan 1. Menggaruk-garuk 2. Mengatakan ada


permukaan kulit. serangga di permukaan
kulit
3. Merasa seperti tersengat
listrik.
(Aldam & Wardani, 2019).
E. Manifestasi Klinis
1. Menurut Mary C. Townsend, 1998
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan
merasa sesuatu tidak nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
5. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
6. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
7. Sikap curiga.
8. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
9. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
10. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
11. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
12. Muka merah dan kadang pucat.
13. Ekspresi wajah tenang.
14. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.
1. Tanda gejala mayor :

Subyektif : Obyektif
1. Mendengar suara orang 1. Berbicara, tertawa, dan
bicara tanpa ada orangnya tersenyum sendiri
2. Melihat benda, orang atau2. Melihat ke satu arah
sinar tanpa ada objeknya 3. Mengarahkan telinga ke arah
3. Mencium bau-bauan yang tertentu
tidak sedap, seperti bau 4. Tidak dapat menfokuskan
badan padahal tidak pikiran
4. Merasakan pengecapan
5. Diam sambal menikmati
yang tidak enak halusinasi
5. Merasakan rabahan atau
Gerakan badan
6. Tanda gejala minor :
Subyektif Obyektif

1. Sulit tidur 1. Konsentrasi Buruk


2. Disorientasi waktu, tempat,
2. Khawatir
orang atau situasi
3. Takut 3. Afek datar
4. Curiga
5. Menyendiri, melamun
6. Mondar-mandir
7. Kurang mampu merawat
diri

F. Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya
untuk menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong
dalam pengobatan psikofarmaka adalah : (Syahdi & Pardede, 2022)
2. Clopromazine (CPZ)
Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat
normal, sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin.
Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada reseptor
sinap diotak khususnya system ekstra pyramida.
Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan
dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan
kesadaran.
3. Thrihexyfenidil (THP)
Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca
ensefalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya
reserfina dan senoliazyne.
Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan
anti kolinergik lainnya.
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual,
muntah, bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma
sudut sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan
obstruksi saluran cerna.
4. Halloperidol (HLP)
Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade dopamine
pada reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system limbic
dan system ekstra pyramidal
Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik
yaitu mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung.
Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan kesadaran.
5. Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung
mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik adalah :
Elektro Convulsif Therapy
a. Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik
dengan kekuatan 75-100 volt.
b. Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat dikatakan
bahwa therapy ini dapat memperpendek lamanya serangan
Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain.
6. Pengekangan atau pengikatan
Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei
pengekangan dimana klien dapat di imobilisasi dengan membalutnya.
Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukkan
perilaku kekerasan diantaranya : marah-marah, mengamuk
7. Isolasi
Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien
tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya.
Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan
perilaku kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak
lingkungan dan memecahkan barang-barang yang ada didekatnya.
8. Therapy Okupasi
Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencurahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang
sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan
meningkatkan harga diri seseorang.
Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai media
pelaksana.
9. Prinsip Tindakan
Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah sebagai
berikut :
1. Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara
mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.
2. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi
tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasi.
3. Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan
bantuan perawat.
4. Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa
yang sedang terjadi, tujuannya adalah untuk memberikan
kekuatan kepada individu dengan membantunya memahami gejala
yang dialaminya atau ditunjukkannya. Hal ini akan menolong
individu untuk mengendalikan penyakitnya, meminta bantuan dan
diharapkan dapat mencegah halusinasi yang lebih kuat.
5. Katakan bahwa perawat percaya klien mengalaminya (dengan
nada bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada
klien lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa
perawat akan membantu.
6. Memberikan perhatian pada klien dan memperhatikan kebutuhan
dasar klien seperti : makan dan minum, mandi dan berhias.
7. Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi
yang sekarang dengan terakhir yang dialaminya.
8. Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran,
perasaan dan tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan
dengan halusinasi yang dialaminya.
9. Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan
antara halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin.
10. Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam
pemenuhan kebutuhan.
11. Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi
kemampuan individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal
yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul
akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
3. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau
peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir
dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
5. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi
pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami
skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
b. Faktor Presipitasi
1. Stresor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2. Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
3. Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik,
dan sosial.
1. Pohon Masalah Resiko perilaku kekerasan
Gangguan
Pemeliharaan
CORE PROBLEM Gangguan persepsi sensori: halusinasi Kesehatan

Isolasi Sosial: Menarik diri Defisit Perawatan Diri

Gangguan konsep diri:


Harga Diri Rendah

Presipitasi Predisposisi
1. Ditinggal orang 1. Kepribadian
yang dia cintai introvert
2. Kehilangan 2. Genetik
3. Musibah alam 3. Sosial budaya

2. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Defisit perawatan diri
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5. Isolasi sosial: menarik diri (Mahbengi & Jek, 2023)
PSIKODINAMIKA HALUSINASI
Faktor predisposisi

biologis psikologis sosiocultural

Abnormalitas perkembangan Tipe kepribadian lemah dan tidak kemiskinan, konflik sosial
sistem saraf, lesi daerah frontal, bertanggung jawab berpengaruh budaya (perang,
dopamine neurotransmitter, terhadap kemampuan klien dalam kerusuhan, bencana alam)
factor biokimia. mengambil keputusan yang tepat dan kehidupan yang
bagi masa depan sehingga klien terisolasi disertai stress,
lebih memilih kesenangan sesaat tinggal di ibukota,
penolakan dari lingkungan
dan lari dari alam nyata kea lam
hayal.

Stresor presipitasi

sifat Jumlah asal waktu

Bio: memikirkan sesuatu Kuantitas Bio:kelelahan,obat-obatan, Sejak kapan


yang tidak nyata halisinasi delirium, intoksikasi alcohol, terjadi
Psiko: tidak termotivasi muncul pada kesulitan tidur untuk waktu yang halusinasi,
dalam hidup klien lama kapan saja
Sosial: kurang sosialisasi Psiko: cemas yang berlebihan terjadi halusinasi
Spiritual: tidak percaya Sosial:gangguan interaksi sosial
Tuhan Spiritual: hilangnya aktivitas
ibadah, kehampaan hidup

Penilaian terhadap stressor

kognitif afektif fisiologis perilaku sosial

penurunan fungsi ego Ansietas dari Gangguan curiga, ketakutan, Klien asyik dengan
ringan sampai dalam rasa tidak aman, halusinasinya,
berat, takut, komunikasi gelisah, bingung, seolah-olah ia
sedih dan putaran perilaku merusak merupakan tempat
balik otak, diri, kurang untuk memenuhi
Tekanan perhatian, tidak kebutuhan akan
darah mampu mengambil interaksi sosial,
meningkat, keputusan, bicara kontrol diri dan
Mual, Muntah inkoheren, bicara harga diri yang
sendiri, tidak tidak didapatkan
membedakan yang dalam dunia nyata
nyata dengan yang
tidak nyata..
Sumber koping

Kemampuan Dukungan Keyakinan


Aset material positif
personal sosial

ketrampilan yang dukungan emosional Fasilitas teknik


dimiliki klien dan bantuan yang Kesehatan Jiwa, pertahanan
didapatkan untuk Asuransi, dan motivasi
penyelesaian tugas,
pengetahuan dan
kemampuan keluarga
memberikan asuhan

Mekanisme Koping

Konstruktif Destruktif

Respon Logis Regresi


Respon Akurat Proyeksi
Bercerita dengan Menarik diri
Teman Halusinasi
1. INTERVENSI KEPERAWATAN
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
O. HASIL
1. Gangguan 1. Tujuan umum: setelah 1. Obsevasi pasien dari tanda-tanda 1. Intervensi awal akan mencegah
sensori diberikan asuhan halusinasi sikap seperti respons agresif yang diperintah
persepsi: keperawatan selama 5 mendengarkan sesuatu, bicara atau dari halusinasinya
pendengaran x pertemuan klien tertawa sendiri, terdiam ditengah-
berhubungan dapat mendiskusikan tengah pembicaraan)
dengan isi halusinasi dan 2. Hindari menyentuh pasien sebelum 3. Pasien dapat saja mengartikan
menarik diri dapat mendefinisikan perawat mengisyaratkan kepada sentuhan sebagai suatu
dan mengurangi pasien bahwa perawat juga tidak ancaman dan berespons dengan
terjadinya halusinasi. apa-apa bila doperlakukan seperti itu cara yang agresif
2. Kriteria Hasil: 4. Sikap menerima akan mendorong 5. Hal ini penting untuk
1. Klien dapat mengakui pasien untuk menceritakan isi mencegah kemungkinan
bahwa halusinasi halusinasinya dengan perawat terjadinya cedera terhadap
terjadi pada saat pasien atau orang lain karena
ansietas meningkat adanya perintah dari halusinasi
secara ekstrem 6. Jangan dukung halusinasi. Gunakan 7. Perawat harus jujur kepada
2. Klien dapat kata-kata ” suara tersebut: dari pada pasien sehingga pasien
mengatakan tanda- kata-kata “ mereka” yang secara menyadari bahwa halusinasi
tanda peningkatan tidak langsung akan memvalidasi hal tersebut adalah tidak nyata
ansietas dengan tersebut. Biarkan pasien tahu bahwa
menggunakan teknik perawat tidak sedang membagikan
tertentu untuk persepsi perawat. Katakan “
memutus ansietas mesikpun saya menyadari bahwa
tersebut suara-suara tersebut nyata untuk
anda, saya sendiri tidak
mendengarkan suara-suara yang
berbicara apapun:.
8. Coba untuk menghubungkan waktu 9. Jika pasien dapat belajar untuk
terjadinya halusinasi dengan waktu menghentikan peningkatan
meningkatnya ansietas. Bantu pasien ansietas, halusinasi dapat
untuk mengerti hubungan ini dicegah
10. Coba untuk mengalihkan pasien dari 11. Keterlibatan pasien dalam
halusinasinya kegiatan-kegiatan interpersonal
dan jelaskan tentang situasi
kegiatan tersebut, hal ini akan
menolong pasien untuk
kembali kepada realita.
2. Resiko 12. Tujuan Umum : Tidak TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
perilaku terjadi perilaku 1. Bina hubungan saling percaya 1. Hubungan saling percaya
kekerasan kekerasan pada diri 1. Salam terapeutik sebagai dasar interaksi yang
pada diri sendiri dan orang lain. 2. Perkenalkan diri terapeutik antara perawat dan
sendiri dan 13. Kriteria Hasil: 3. Jelaskan tujuan interaksi klien
orang lain b.d 1. Kliendapatmembinah 4. Buat kontrak yang jelas 2. Ungkapan perasaan oleh klien
halusinasi ubungansalingpercaya 5. Menerima klien apa adanya sebagai bukti bahwa klien
2. Kliendapatmengenalh 6. Kontak mata positif mempercayai perawat
alusinasi 7. Ciptakan lingkungan yang 3. Empati perawat akan
3. Kliendapatmengontrol terapeutik meningkatkan hubungan
halusinasi 2. Dorong klien dan beri kesempatan terapeutik perawat-klien
4. Klienmendapatdukun untuk mengungkapkan perasaannya
gan dari 3. Dengarkan ungkapan klien dengan
keluargadalammengo rasa empati.
ntrolhalusinasi TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
Klien 1. Adakan kontak secara sering dan 1. Mengurangi waktu kosong
memanfaatkanobatden singkat bagi klien untuk menyendiri.
ganbaik 2. Observasi tingkah laku verbal dan 2. Mengumpulkan data intervensi
non verbal klien yang terkait dengan terkait dengan halusinasi.
halusinasi (sikap seperti 3. Memperkenalkan hal yang
mendengarkan sesuatu, bicara atau merupakan realita pada klien.
tertawa sendiri, terdiam di tengah – 4. Melibatkan klien dalam
tengah pembicaraan). memperkenalkan
3. Terima halusinasi sebagai hal yang halusinasinya.
nyata bagi klien dan tidak nyata bagi 5. Mengetahui koping klien
perawat. sebagai data intervensi
4. Identifikasi bersama klien tentang keperawatan selanjutnya.
waktu munculnya halusinasi, isi 6. Membantu klien mengenali
halusinasi dan frekuensi timbulnya tingkah lakunya saat
halusinasi. halusinasi.
5. Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya ketika halusinasi
muncul.
6. Diskusikan dengan klien mengenai
perasaannya saat terjadi halusinasi.
TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
1. Identifikasi tindakan klien yang 1. Mengetahui cara – cara klien
positif. mengatasi halusinasi baik yang
2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif maupun yang negatif.
positif. 2. Menghargai respon atau upaya
3. Bersama klien rencanakan kegiatan klien.
untuk mencegah terjadinya 3. Melibatkan klien dalam
halusinasi. menentukan rencana
4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi intervensi.
halusinasi. 4. Memberikan informasi dan
5. Dorong klien untuk memilih cara alternatif cara mengatasi
yang disukai untuk mengontrol halusinasi pada klien.
halusinasi. 5. Memberi kesempatan pada
6. Beri pujian atas pilihan klien yang klien untuk memilihkan cara
tepat. sesuai kehendak dan
7. Dorong klien untuk melakukan kemampuannya.
tindakan yang telah dipilih. 6. Meningkatkan rasa percaya diri
8. Diskusikan dengan klien hasil atau klien.
upaya yang telah dilakukan. 7. Motivasi respon klien atas
9. Beri penguatan atas upaya yang telah upaya yang telah dilakukan.
berhasil dilakukan dan beri solusi 8. Melibatkan klien dalam
jika ada keluhan klien tentang cara menghadapi masalah
yang dipilih. halusinasi lanjutan
TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya
1. Diskusikan dengan klien tentang 1. Memberikan informasi dan
obat untuk mengontrol meningkatkan pengetahuan
halusinasinya. klien tentang efek obat
2. Bantu klien untuk memutuskan terhadap halusinasinya.
bahwa klien minum obat sesuai 2. Memastikan klien meminum
program dokter. obat secara teratur.
3. Observasi tanda dan gejala terkait 3. Mengobservasi efektivitas
efek dan efek samping. program pengobatan.
4. Diskusikan dengan dokter tentang 4. Memastikan efek obat – obatan
efek dan efek samping obat yang tidak diharapkan terhadap
klien.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi.
1. Bina hubungan saling percaya 1. Sebagai upaya membina
dengan klien. hubungan terapeutik dengan
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang keluarga.
halusinasi dan tindakan yang 2. Mencari data awal untuk
dilakukan keluarga dalam merawat menentukan intervensi
klien. selanjutnya.
3. Beri penguatan positif atas upaya 3. Penguatan untuk menghargai
yang baik dalam merawat klien. upaya keluarga.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan 4. Memberikan informasi dan
keluarga tentang : halusinasi, tanda – mengajarkan keluarga tentang
tanda dan cara merawat halusinasi. halusinasi dan cara merawat
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang klien.
positif. 5. Pujian untuk menghargai
keluarga.
3. Isolisasi sosial 6. Tujuan umum: setelah TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
berhubungan diberikan asuhan
dengan harga keperawatan selama 5 1. Beri kesempatan klien 1. Dengan mengungkapkan perasannya
diri rendah x pertemuan: mengungkapkan perasaannya, dan beban klien akan berkurang
1. Pasien dapat bimbing klien mengungkapkan 2. sssLingkungan yang tenang mampu
perasannya dengan menggunakan membantu klien dalam memfokuskan
menyadari penyebab pertanyaan terbuka) pikirannya
isolasi sosial 2. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Pasien dapat dengan cara mengurangi stimulus
berinteraksi dengan eksternal yang berlebihan dalam
orang lain serta interaksi
lngkungan TUK 2: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Kriteria Hasil:
1. Klien dapat membina 1. Diskusikan kemampuan dan aspek 1. Memotivasi klien memandang
hubungan saling positif yang dimiliki klien dirinya secara positif
percaya dengan 2. Hindari memberi penilaian negatif 2. penilain negatif semakin
perawat 3. Diskusikan kemampuan yang masih menambah rasa tidak percaya diri
2. Klien dapat dimiliki klien dalam melaksanakan klien
mengidentifikasi kegiatan sehari-hari 3. Kemampuan dalam melaksanakan
kemampuan dan kegiatan meningkatkan harga diri
aspek positif yang klien
dimiliki TUK 3: Klien dapat menyadari penyebab isolasi sosial, keuntungan dan kerugian
3. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
menyadari penyebab 1. Tanyakan pendapat pasien tentang 1. Memberikan informasi tentang
isolasi sosial, kebiasaan berinteraksi dengan orang respon sosial dan keyakinan klien
keuntungan dan lain sebagai dasar tindakan koping yang
kerugian berinteraksi 2. Tanyakan apa yang menyebabkan adaptif
dengan orang lain pasien tidak ingin berinteraksi dengan 2. Mengetahui respon maladaptif dari
4. Klien dapat membuat orang lain pasien dan berusaha memperbaikinya
rencana kegaiatan 3. Diskusikan keuntungan bila pasien 3. Mengetahui kopinmg dari klien dan
yang realistis sesuai mempunyai banyak teman dan bergaul berusaha menguatkan koping yang
kemauan dan akrab dengan mereka adaptif dari pasien
kemampuan klien 4. Diskusikan kerugian bila pasien hanya 4. Memperbaiki koping yang
5. Klien mendapatkan mengurung diri dan tidak bergaul maladaptif dari pasien
dukungan keluarga dengan orang lain
dalam meningkatkan TUK 4: Klien dapat membuat rencana kegaiatan yang realistis sesuai kemauan dan
harga dirinya kemampuan klien
1. Bimbing klien untuk dapat 1. Memberikan klien gambaran tentang
menentukan keinginanya dalam kemampuannya
beraktivitas( berolahraga,merawat 2. memberikan role model bagi klien
diri) sehingga mudah bagi klien untuk
2. Berikan contoh cara berinteraksi melakukan kegiatan/berinteraksi
dengan oranssg lain 3. Memberikan klien gambaran tentang
3. Berikan kesempatan pasien kemampuannya dan penilain terhadap
mempraktekan cara berinteraksi dirinya
dengan orang lain yang dilakukan
dihadapan perawat
TUK 5: Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam meningkatkan harga dirinya
1. Anjurkan keluarga untuk dapat 1. Keluarga mempunyai arti yang
memotivasi klien untuk melakukan penting bagi klien
aktivitas 2. Mendukung klien dalam
2. Anjurkan agar keluarga dapat melakukan aktivitasnyas
menyediakan fasilitas yang terkait
dengan kegiatan
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI
PASIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Identifikasi halusinasi: isi, 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
frekuensi, waktu terjadi, situasi dalam merawat pasien.
pencetus, perasaan, respon. 2. Jelaskan pengertian, tanda dan
2. Jelaskan cara mengontrol gejala, dan proses terjadinya
halusinasi: hardik, obat, bercakap- halusinasi (gunakan booklet).
cakap, melakukan kegiatan. 3. Jelaskan cara merawat halusinasi.
3. Latih cara mengontrol halusinasi 4. Latih cara merawat halusinasi:
dengan menghardik. hardik
4. Masukkan pada jadwal kegiatan 5. Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latihan menghardik. jadual dan member pujian

SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik. 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
2. Beri pujian. merawat/melatih pasien
3. Latih cara mengontrol halusinasi menghardik. Beri pujian.
dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, 2. Jelaskan 6 benar cara memberikan
guna, dosis, frekuensi, cara, obat.
kontinuitas minum obat) 3. Latih cara
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk memberikan/membimbing pasien
latihan menghardik dan minum obat minum obat.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadual dan memberi pujian.

SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik dan minum obat. Beri merawat/melatih pasien
pujian. menghardik dan memberikan obat.
2. Latih cara mengontrol halusinasi 2. Beri pujian.
dengan bercakap-cakap saat terjadi 3. Jelaskan cara bercakap-cakap dan
halusinasi. melakukan kegiatan untuk
3. Masukkan pada jadual kegiatan mengontrol halusinasi.
untuk latihan menghardik, minum 4. Latih dan sediakan waktu bercakap-
obat dan bercakap-cakap cakap dengan pasien terutama saat
halusinasi.
5. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadual dan memberi pujian.

SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik, obat dan bercakap- merawat/melatih pasien
cakap. Beri pujian. menghardik, memberikan obat dan
2. Latih cara mengontrol halusinasi bercakap-cakap. Beri pujian.
dengan melakukan kegiatan harian 2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda
(mulai 2 kegiatan). kambuh dan rujukan.
3. Masukkan pada jadual kegiatan 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latihan menghardik, minum jadual dan memberi pujian.
obat, bercakap-cakap dan kegiatan
harian.
SP 5 SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik, obat, bercakap-cakap merawat/melatih pasien
dan kegiatan harian. Beri pujian. menghardik, memberikan obat dan
2. Latih kegiatan harian. bercakap-cakap dan melakukan
3. Nilai kemampuan yang telah kegiatan harian dan follow up. Beri
mandiri pujian.
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol 2. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke PKM.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Pasien Halusinasi
SP 1 Pasien:
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
Orientasi :
”Assalamualaikum D. Saya perawat yang akan merawat D. Nama Saya SS, senang
dipanggil S. Nama D siapa? Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit”
Kerja :
”Apakah D mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D
dengar suara? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” D , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan
teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi!
Ya bagus D sudah bisa”
Terminasi :
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar
dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?
Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”

SP 2 Pasien:
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan
orang lain
Orientasi :
“Assalammu’alaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di
mana? Di sini saja?
Kerja :
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari
teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini; …
tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang
dirumah misalnya Kakak D katakan: Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang dengar suara-
suara. Begitu D. Coba D lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba
sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya D!”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah
suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D. Coba
lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau
menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat.
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.
Wassalammualaikum.

SP 1 Keluarga
Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
Kerja :
“Apa yang Bpk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat D. Apa yang Bpk/Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Mas/Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar
atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Mas/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu
tidak ada.”
“Kalau anak Mas/Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu
tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa
cara untuk membantu anak Mas/Ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara
tersebut antara lain: Pertama, dihadapan anak Mas/Ibu, jangan membantah halusinasi
atau menyokongnya. Katakan saja Mas/Ibu percaya bahwa anak tersebut memang
mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Mas/Ibu sendiri tidak mendengar atau
melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan anak Mas/Ibu melamun dan sendiri, karena kalau melamun
halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat
kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya
telah melatih anak Mas/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Mas/Ibu
pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Mas/Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat
tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Mas/Ibu untuk
minum obat secara teratur. Jadi mas/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3
macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau
bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih
namanya THP gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru
namanya HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ.
Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi anak Mas/Ibu
dengan cara menepuk punggung anak Mas/Ibu. Kemudian suruhlah anak Mas/Ibu
menghardik suara tersebut. Anak Mas/Ibu sudah saya ajarkan cara menghardik
halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Mas/Ibu. Sambil menepuk
punggung anak Mas/Ibu, katakan: D, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, D. Tutup telinga kamu
dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, D”
”Sekarang coba Mas/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Pak/Bu”
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DAN TELAAH KASUS

A. PENGKAJIAN
Tanggal MRS : 6-9-2023
Tanggal Dirawat diruangan : 6-9-2023
Tanggal Pengkajian : 11-9-2023
Ruang Rawat : Cendrawasih
Alasan Masuk
 Data Primer:
Pasien mengatakan suka mendengarkan suara bisikan dan teriak teriak sendiri
dan melarikan diri dari dinsos
 Data Sekunder:
Petugas dinsos mengatakan pasien teriak – teriak sendiri dan melarikan diri
dari dinsos, pasien juga mengatakan mendengar suara bisikan yang
menyuruhnya jalan tanpa tujuan
3.1 Identitas Klien
Nama : Sdr. H
Umur : 29 Tahun
Alamat : UPT rehab sosial Bina Laras Pasuruan
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SD
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 138XXX

3.2 Keluhan Utama Saat Pengkajian:


Pasien mendengar suara bisikan menyuruhnya berdzikir terutama saat sendiri
dan tidur serta pasien mengeluh sakit kepala dan sakit gigi
3.3 Riwayat Penyakit Sekarang (Faktor Presipitasi)
Menurut data rekam medik pasien pasien sudah 3x MRS di RSJ lawang,
KRS terajhir 1 minggu sebelum pasien MRS ke 3x nya, 3 Hari setelah
KRS psien dibawa oleh RT dirumahnya ke dinsos setelah 3 hari tidak
minum obat sehingga pasien bingung dan kembali mendengar bisikan
yang enyuruhnya jalan tanpa tujuan, selam di dinsos pasien merasa kange
dengan keluarganya dan ingin bertemu keluarganya.
❖ Diagnosa keperawatan: Gangguan persepsi sensori Halusinasi
Pendengaran
3.4 Riwayat Penyakit Dahulu (Faktor Predisposisi)
1. Riwayat memiliki gangguan jiwa di masa lalu
Pasien sudah pernah dirawat di RSJ 3x dengan keluhan yang sama
yaitu mendengar bisikan- bisikan
2. Faktor penyebab/ pendukung
a. Riwayat trauma pernah dialami saat usia 27 tahun pasien sebagai
pelaku penganiayaan fisik berupa merusak rumah tetanggany dan
disaksikan tetangga yang lain sampai tetangganya merasa ketakutan
dikarenakan pasien mendengar ada suara yang menyuruh merusak
rumah tetangganya.
❖ Diagnosa keperawatan: resiko perilaku kekerasan, halusinasi
pendengaran, resiko cedera
b. Pernah melakukan upaya/ percobaan bunuh diri/ mengakhiri hidup
pasien tidak pernah melakukan upaya bunuh diri
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
c. Pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan (peristiwa
kegagalan, kematian, perpisahan)
Pasien mengatakan ditinggal ayahnya sejak kelas 3 SD sehingga sejak
saat itu pasien di pondokkan kemudian lulus pondok membantu ibunya
mencari nafkah
❖ Diagnosa keperawatan: berduka disfungsional
d. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh
kembang) Pasien mengeluh sakit kepala sejak lama
❖ Diagnosa keperawatan: nyeri kronis
e. Riwayat penyakit NAPZA
Pasien tidak memakai dan memiliki Riwayat penggunaan NAPZA
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
f. Upaya yang telah dilakukan terkaid kondisi di atas dan hasilnya
Pasien dibawa periksa ke RS termasuk di bawa ke RSJ Lawang saat ada
keluhan
3.5 Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengataka tidak ada keuarga dengan sakit yang sama
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan.
3.6 Psikososial
1. Genogram

Keterangan:
: laki-laki : tinggal satu rumah :
Pasien
: perempuan : garis pernikahan
: meninggal : garis keturunan

2. Konsep diri
a. Citra tubuh: pasien mengatakan tubuhnya normal-
normal saja hanya saja sedang sakit kepala
b. Identitas : pasien mengatakan bahwa dirinya seorang laki
– laki bernama Hasanudin
c. Peran: pasien mengatakan bahwa sebagai anak pertama
dari 2 bersaudara yang membantu ibunya sebagai tulang
punggung keluarga
d. Ideal diri: pasien mengatakan ingin sembuh sehingga bisa
pulang kerumah
e. Harga diri: pasien mengatakan merasa malu saat dirinya
dibawa dinsos saat dirumah
3. Hubungan sosial
a. Orang terdekat/ berarti
pasien mengatakan dekat dengan teman kerjanya dan juga
ibunya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat dan
hubungan sosial
Pasien sedikit apatis hanya mau berinteraksi
dengan beberapa pasien saja salah satunya teman
sekamarnya, dirumah tidak pernah ikut kegiatan
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien lebih senang menyendiri
❖ Diagnosa keperawatan: isolasi sosial
4. Spiritual
a. Agama
Pasien mengatakan beragama islam namun tidak pernah
sholat saat sakit
b. Pandangan terhadap gangguan jiwa
Pasien tidak mengetahui/ menyadari dirinya terkena
gangguan jiwa.
❖ Diagnosa keperawatan: distres spiritual
1. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: cukup, tampak tenang, terkadang mondar- mandir,
kooperatif saat berbicara namun kontak mata kurang
2. Kesadaran ( kuantitas ) GCS 456 compos mentis
3. Tanda Vital
TD: 112/80 mmHg
Nadi: 81 x/mnt
RR :20x/mnt
S: 36,4
4. Ukur:
BB: 54 kg
TB: 158 cm
5. Keluhan Fisik: pasien mengeluh sakit kepala dan sakit gigi
❖ Diagnosa keperawatan: nyeri akut
2. Status Mental
1. Penampilan (Penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan)
- Penampilan pasien sesuai dengan gender, berpakaian kurang rapi, gigi
pasien terlihat kotor
❖ Diagnosa keperawatan: DPD
2. Pembicaraan (frekuensi, volume, jumlah, karakter)
- Pasien berbicara sendiri terkadang juga banyak termenung
- Volume suaranya pelan hanya orang yang disampingnya yang
mendengar
- Frekuensinya ≥5x setiap waktu
- Jumlah kata yang diucapkan pasien tidak lebih dari 15 suku kata
❖ Diagnosa keperawatan: isolasi sosial
3. Aktivitas Motorik/ Psikomotor
a. Kelambatan :
Pasien mengalami katalepsi, berjalan mondar mandir, ekspresi wajah
datar, kadang nampak grimace menahan sakit kepala dan sakit gigi
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada
3. Peningkatan
Kadang nampak grimace menahan sakit kepala dan sakit gigi
❖ Diagnosa keperawatan: nyeri akut dan kronis
2. Mood dan efek
Kesepian , pasien mengatakan kangen dengan keluarga
1. Afek: tumpul/ datar
Pasien tidak menunjukkan perubahan raut wajah saat berinteraksi
dengan perawat
❖ Diagnosa keperawatan: isolasi sosial
5. Interaksi selama wawancara
- Pasien kooperatif, pasien kadang diam tidak menjawab
- Pasien kontak mata kurang, saat diajak berbicara hanya
melakukan kontak mata saat pertama kali ditanyai, banyak
memejamkan mata atau melihat ke arah yang lain
❖ Diagnosa keperawatan: isolasi sosial
6. Persepsi sensorik
Pasien mengatakan ada yang berbisik padanya yang
menyuruhnya untuk dzikir
❖ Diagnosa keperawatan: gangguan persepsi sensorik:
halusinasi pendengaran
7. Proses pikir
a. Arus berpikir pasien blocking, pasien mampu berbicara namun
sesekali blocking ketika menjawab pertanyaan perawat
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
b. Isi pikiran pasien pikiran isolasi sosial, pasien lebih senang
menyendiri dan melamun. Pasien mengatakan selama dirawat
mengenal beberapa teman di ruangannya
c. Bentuk pikir pasien -
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada
8. Kesadaran
a. Orientasi
- Pasien mengerti/ mengetahui bahwa
sekarang berada di rumah sakit lawing
- Pasien tidak mampu menyebut tanggal
sekarang dan tidak bisa memperkirakan
lamanya waktu tinggal/ jumlah sesuatu
- Pasien mudah lupa pada nama orang lain
9. Memori
pasien dapat mengingat semua kejadian yang terjadi
pada dirinya
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
a. Konsentrasi
Pasien tidak mampu berkonsentrasi, berkonsentrasi
hanya sebentar, mudah teralihkan oleh pikirannya/
dunianya sendiri
b. Berhitung
Pasien bisa menyelesaikan pfngurangan/
pemjumlahan angka pertama saja
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
11. Kemampuan penilaian
Pasien tidak mampu memberi penilaian terhadap orang lain
dan mengambil keputusan untuk dirinya
❖ Diagnosa keperawatan: HDR
12. Daya tilik diri
Pasien menyadari bahwa dirinya mengalami/ memiliki
tanda dan gejala gangguan jiwa
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada
3.8 Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Kemampuan klien
Pasien belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam
perawatan kesehatan, transportasi, tempat tinggal, keuangan
dan kebutuhan lainnya.serta di ingatkan untuk rutin meminum
obatnya.
2. Kegiatan Hidup Sehari – hari
1. Perawatan diri
- Mandi: pasien membutuhkan bantuan untuk mandi, pasien
mandi 2x sehari
- Berpakaian, berhias, dan berdandan: pasien berdandan
seperti gadis remaja rambutnya diikat dua kanan dan kiri
- Makan: pasien makan 3x sehari ada tambahan/ extra food
selalu habis tidak bersisa, nafsu makan pasien meningkat, pasien
tidak pilih-pilih makanan,
- Toileting: pasien tidak ada kendala dengan BAK dan BAB
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
b. Nutrisi
Pasien makan 3x/ hari tidak ada pantangan,nafsu makan baik,
BB saat ini 54 kg
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
c. T
i
d- Pasien tidur malam sekitar jam 09.00 malam- jam 05.00 pagi
Pasien tidak pernah tidur siang
-
- Pasien tidak mengalami gangguan tidur

❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan


d. Kemampuan lain
- Pasien belum bisa memenuhi kebutuhan hidup
sendiri, masih membutuhkan bantuan
- Pasien mampu membuat keputusan sederhana namun
masig membutuhkan orang lain untuk mengarahkan
- Pasien belum bisa mengingat jadwal minum obat,
harus diingatkan dan disiapkan oba tapa yang harus
diberikan
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
e. Sistem pendukung
Pasien membutuhkan sistem pendukung, terapis, teman
sejawat, kelompok sosial sebagai pendukung pasien untuk
perawatan kesehatan jiwa dan pasien juga tidak menjadi
kesepian.
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
3.9 Mekanisme Koping
- Pasien mengatakan kalau ada masalah di pendam dan tidak mau
bercerita dengan orang lain lebih banyak diam
❖ Diagnosa keperawatan: Koping individu tidak efektif
3.10 Masalah Psikososial dan Lingkungan
- Pasien tidak mau berinteraksi degan banyak orang lain, hanya orang
tertentu saja salah satunya adalah teman sekamarnya dan teman kerja
- Pasien tidak begitu peduli dengan lingkungan sekitarnya
- Pasien mengatkan hanya lulus SD
- Pasien mengatakan bekerja sebagi tukang parkir
- Pasien tinggal dengan ibunya
- Pasien mengatakan dia membantu ibunya sebagai tulang punggung
keluarga
- Pasien mengatakan langsung dibawa ke RS saat ada keluhan kesehatan
- Pasien mengatakan sakit kepalanya tidak kunjung sembuh
❖ Diagnosa keperawatan: perilaku kesehatan cenderung berisiko
3.11 Aspek Pengetahuan
Pasien mengetahuai bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa.
3.12 Aspek Medis
1. Diagnosa medis
Axis I : F20.1 – Hebepheric schizophrenia
Axis II :-
Axis III :-
Axis IV :-
Axis V : GAF 50

2. Terapi medis (obat oral)


- Risperidone 2 mg (1-0-1)
- Klorpromazine 100 mg 0-0-1 PO
- Asam mefenamat 3x500 mg
2. ANALISA DATA

NO DATA DIAGNOSA

KEPERAWATAN

1 DS: pasien mengatkan ada suara bisik2 yang Gangguan persepsi

menyurunya berdzikir sensori: Halusinasi

DO: afek datar,pasien tampak melamun, pasien Pendengaran

tampak mondar- mandir

2 DS: pasien mengatkan lebih senang diam Harga diri rendah

DO: afek datar,pasien lebih banyak diam, berbicara

pelan

3 DS: pasien lebih senang tidur dan sendiri Isolasi soaial

DO: Pasien sering memangku dagu pada kaki saat

berdiskusi dan berbicara dengan orang lain, pasien

senang menyendiri,kontak mata kurang

4 DS: pasien mengatkan bila ada maslah cenderung Koping indifidu

diam tidak efektif

DO: pasien tidak begitu dekat dengan ibunya namun

dekat dengan teman kerjanya


3. Pohon Masalah
Gangguan
Pemeliharaan
Kesehatan

Defisit Perawatan Diri

Koping Individu tidak efektif


4. Daftar diagnosa keperawatan

5. Koping individu tidak efektif


6. Harga diri rendah
7. Isolasi sosial
8. Halusinasi pendengaran
9. Distres spiritual
10. Defisit perawatan diri
11. Prioritas dignosa keperawatan

1. Halusinasi Pendengaran
2. Isolasi sosial
3. Harga diri rendah
3.17 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI PENDENGARAN

Nama Klien: Sdr H DX. Medis : Skizofrenia Hebefrenik


No. Reg :138xxx Ruangan : Cendrawasih
N Perencanaan
T Dx
o
g Kepera- Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
D
l watan
x

1 Peruba- SP 1 (PASIEN)
han Klien dapat 1. Setelah 3x interaksi klien
membina hubungan menunjukkan tanda – tanda 1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
persepsi
saling percaya percaya kepada perawat : prinsip komunikasi terapeutik :
sensori: 1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
halusi- dengan perawat 2. Ekspresi wajah bersahabat.
3. Menunjukkan rasa senang. verbal
nasi 2. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat
4. Ada kontak mata.
pende- berkenalan
5. Mau berjabat tangan.
ngaran 3. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
6. Mau menyebutkan nama.
7. Mau menjawab salam. dsukai klien
8. Mau duduk berdampingan dengan 4. Buat kontrak yang jelas
perawat. 5. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali
9. Bersedia mengungkapkan interaksi
masalah yang dihadapi. 6. Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
a. Mengenal dasar klien
halusinasi:\ 10. Setelah2x interaksi klien 8. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi
1. Isi menyebutkan : klien
2. Frekuensi 11. Isi 9. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan
3. Waktu ;terj 12. Frekuensi klien
adinya 13. Waktu
4. Situasi 14. Situasi dan kondisi yang
pencetus menimbulkan halusinasi 1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
(* dengar /lihat /penghidu /raba /kecap), jika menemukan
klien yang sedang halusinasi:
1. Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi
dengar/ lihat/ penghidu /raba/ kecap )
2. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang
dialaminya
3. Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya
( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi)
4. Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal
5. Perasaan Setelah 2x interaksi klien menyatakan yang sama.
saat terjadi perasaan dan responnya saat 5. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
halusinasi mengalami halusinasi : Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang
1. Marah adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :
2. Takut
3. Sedih 1. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,
4. Senang siang, sore, malam atau sering dan kadang – kadang )
5. Cemas 2. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
6. Jengkel menimbulkan

1. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi


b. Latih halusinasidan beri kesempatan untuk mengungkapkan
mengontrol perasaannya.
7. Setelah 2x interaksi klien 2. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk
halusinasi dengan menyebutkan tindakan yang
cara: mengatasi perasaan tersebut.
biasanya dilakukan untuk 3. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila
6. Menghardik mengendalikan halusinasinya klien menikmati halusinasinya.
8. Setelah 2x interaksi klien
menyebutkan cara baru 1. Identifiikasi bersama klien cara atau tindakan yang
mengontrol halusinasi
dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan
9. Setelah 2x interaksi klien dapat
memilih dan memperagakan cara diri dll)
mengatasi halusinasi 2. Diskusikan cara yang digunakan klien,
(dengar/lihat/penghidu/raba/kecap
) 1. Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
10. Setelah 2x interaksi klien 2. Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian
melaksanakan cara yang telah cara tersebut
dipilih untuk mengendalikan 3. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol
halusinasinya timbulnya halusinasi :
3. Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata
( “saya tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba /kecap
pada saat halusinasi terjadi)
4. Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga)
untuk menceritakan tentang halusinasinya.
11. Setelah 3X pertemuan klien 5. Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari
c. Memasukkan mengikuti terapi aktivitas hari yang telah di susun.
dalam jadwal kelompok 6. Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika
kegiatan pasien sedang berhalusinasi.
4. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan
latih untuk mencobanya.
5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan
dilatih.
6. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih , jika
berhasil beri pujian

Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi


realita, stimulasi persepsi

SP 2:
a. Evaluasi 1. Setelah 2x pertemuan diharapkan
1. Anjurkan klien untuk bicara dengan perawat saat
kegiatan yang lalu klien mau berbicara dengan orang
(SP 1) halusinasi muncul
lain bila terjadi halusinasi
b. Melatih
berbicara dengan
orang lain saat
halusinasi muncul
c. Masukkan
Jadwal
SP 3
1. Evaluasi
kegiatan 4. Setelah 3x pertemuan diharapkan
yang lalu klien mau menyibukkan diri
(Sp1 & 2) dengan kegiatan saat halusinasi 1. Anjurkan klien untuk mengisi kegiatan (menonton tv,
2. Melatih membantu bersih-bersih dll) saat halusinasi muncul
muncul
kegiatan
agar
halusinasi
tdk muncul
3. Masukkan
jadwal.
SP 4
1. Evaluasi 1. Setelah 2x interaksi klien
jadwal menyebutkan; 1. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan
pasien yang 1. Manfaat minum obat efek samping obat yang dirasakan
lalu (SP 1, 2. Kerugian tidak minum obat
2, 3) 3. Nama,warna,dosis, efek terapi 2. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi
2. Menanyaka dan efek samping obat 3. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
n 2. Setelah 2x interaksi klien
pengobatan mendemontrasikan penggunaan obat dgn
sebelumnya benar
. 3. Setelah 2x interaksi klien
3. Menjelaska menyebutkan akibat berhenti minum
n tentang
pengobatan
(5 benar)
4. Melatih
pasien
minum obat
5. Masukkan
jadwal.
1. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Nama: Sdr H
Ruang : Cendrawasih
No RM : 138xxx

TGL DX KEP IMPLEMENTASI EVALUASI

12/09/ Perubahan SP1: BHSP, mengenal halusinasi


persepsi
23 Fase Orientasi:
sensori
Jam halusinasi “Assalamualaikum mas....” S : “Wa’alaikum salam mas”
10.00 pendengaran.
O : Klien menjawab salam, tidak ada kontak mata.

“Perkenalkan nama saya Evi, senang dipanggil evi. Saya S : Nama saya hasanudin,saya biasa dipanggil hasan
mahasiswi dari Fikes UB, Nama mas siapa? senang
dipanggil siapa? O : Klien menjawab,tidak ada kontak mata, mau berjabat tangan

Saya dinas di ruang cendrawasih selama 1 minggu, akan S : Semalam tidur saya kurang, karena saya masih dengar suara-
merawat mas Hasan. Hari ini saya dinas pagi mulai pukul suara
07.00-13.00 WIB. Bagaimana perasaan mas hasan pagi O ; Klien menjelaskan halusinasinya
ini? apakah semalam tidurnya nyenyak?
Bagaimana kalau sekarang kita ngobrol sebentar tentang S : Ya
suara-suara itu, 30 menit saja , kita duduk di dekat ruang
O : Klien mengikuti duduk di kursi dekat ruang perawatan
perawatan

S :“ya mbak. Akhir-akhir ini saya sering mendengar suara yang


Fase Kerja:
menyuruh saya berzikir
“Apakah selama ini mas hasan sering mendengar suara-
O : Klien menceritakan halusinasinya,wajah datar.
suara yang tidak ada wujudnya? saya tadi juga melihat
mas hasan bicara sendiri di depan jendela? sepertinya
mas hasan tidak suka mendengar suara itu?”
S :“ya pokoknya menyuruh saya berdzikir.”
O : Klien menceritakan isi halusinasinya
“apa yang di katakan suara itu?”

S :“biasanya sering”
“ya waktu saya sendirian di kamar, tapi paling sering siang hari
“Berapa kali suara itu muncul?” ketika teman-teman tidur siang”
“kapan yang paling sering mas mendengar suara itu?” O : Klien menjelaskan frekuensi halusinasinya

S : ya

Suara- suara tidak ada wujud itu namanya halusinasi

S: Lebih tenang
Fase Terminasi: O: Klien mengungkapkan perasaannya
“Mas hasan sudah banyak bercerita, sekarang bagaimana
perasaannya? setelah berbincang-bincang dengan saya
barusan?”
S : Halusinasi
O : Klien menjawab spontan
Apa nama suara yang tidak ada wujud tadi?....bagus

S : “iya mbak, besok saja setelah tensi”


“di meja depan kantor pak mantri ya mbak?”
“Sekarang mas hasan istirahat dulu, besuk kita
“ ya mbak saya mau masuk kamar dulu”
berbincang lagi disini, jam 10.00, 20 menit saja, saya
akan mengajari bagaimana kalau halusinasi itu datang “Wa’alaikum salam”
lagi.
sampai jumpa besok pagi ya.. Assalamu’alaikum”
A : Sudah terbina hubungan saling percaya dengan klien. klien
mengenal halusinasi

P: SP 1 klien dipertahankan, dengan kriteria:


Melatih kemampuan klien mengenal halusinasi

13/09/23 SP 1:
Jam 10.30 Fase Orientasi:
“Assalamu’alaikum.. mas hasan, apa masih ingat dengan S: “Wa’alaikum salam mbak evi”
saya?”
O : Klien mau menjawab salam

“Bagaimana perasaan mas hasan hari ini?”


S :“biasa aja mbak”
“Apa mas hasan masih mendengar suara-suara itu lagi?” S :“Iya mbak kemarin siang suara itu muncul lagi”
O : Klien menceritakan halusinasinya

“baiklah kalau begitu sesuai dengan janji kita kemarin, S :“iya mbak, kita ngobrol disini aja ya?”
pagi ini saya akan kita akan ngobrol di tempat ini, saya
O : Klien setuju
akan mengajari mas hasan apa yang harus dilakukan bila
suara-suara tersebut muncul lagi.”

“iya mas, kita akan ngobrol selama 20 menit,


bagaimana?”
S :“iya, terserah mbak saja”
O : Klien duduk di kursi dekat kantor perawat.
Fase Kerja:
“apakah mas hasan merasa terganggu dengan suara-
suara itu?”
S :“Iya, saya jengkel mendengarnya, perasaan saya jadi tidak
tenang.tidak bisa tidur”
“Apa yang mas hasan lakukan ketika suara itu muncul?”

S :“ya saya ngobrol dengan teman sekamar”


“Kalau mas hasan rasa itu mengganggu, kali ini saya
akan mengajarkan pada mas bagaimana cara mengusir
suara-suara itu dengan cara menghardik halusinasi. S :“iya mbak”
Sekarang, bisa mas hasan perhatikan saya...”
O : Klien tampak memperhatikan

“kalau suara itu muncul katakan pada suara itu : Pergi.....


pergi.....!! saya tidak mau dengar...., kamu suara palsu!!!
Ucapkan itu berulang ulang samapi suara-suara itu
hilang. Baiklah, sekarang mas tirukan saya..”
S :“kalau suara itu muncul saya harus mengatakan :Pergi.....
pergi.....!! saya tidak mau dengar...., kamu suara palsu!!!”
“bagus sekali, coba sekali lagi...”
O : klien menirukan

Fase Terminasi:
S :“Pergi..... pergi.....!! saya tidak mau dengar...., kamu suara
“Bagaimana perasaan setelah latihan menghardik
palsu!!!”
halusinasi dengan saya?”

S :“senang mbak, dulu saya juga pernah di ajari tapi saya sering
lupa tidak menggunakan cara itu”
“Mulai sekarang kalau mas hasan mendengar suara-
suara itu lagi mas hasan harus melakukan latihan yang
tadi secara berulang-ulang sampai suara itu hilang”
S :“iya mbak akan saya coba” (sambil tertawa dan mengulangi
latihannya)
“Nah, besok saya akan ajarkan cara kedua untuk
mencegah suara-suara itu muncul kembali yaitu dengan S :“iya mbak, kapan?”
cara mengobrol dengan teman terdekat”
S :“Iya mbak tapi jangan lama-lama ya?”
S :“Ya besok saya kesini lagi ya mas”
“bagaimana kalau besok pagi seperti tadi jam 10.00?
S :“Wa’alaikum salam”
Setelah tensi di tempat ini?”
O: klien tampak tenang
klien kooperati
“iya, bagaimana kalau kita latihan selama 20 menit saja?”
A: Secara kognitif mas hasan mapu mengenal halusinasinya, dan
psikomotor, klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara
“baiklah, sampai jumpa lagi besok, Assalamu’alaikum..” menghardik halusinasinya
P: SP 1 klien telah dilakukan.
melanjutkan ke SP 2 dengan kriteria :
1. klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan
berbincang dengan orang lain.
14/09/123 SP 2 : S:
Fase Orientasi:
Jam 10.00 “Assalamualaikum mas hasan... “Wa’alaikum salam mbak evi”

“ Bagaimana perasaan mas hasan hari ini?” “saya agak ngantuk mbak”

“kenapa mas apa sulit tidur?” “tidak kok mbak, sudah biasa jam segini ngantuk”

Apa suara-suara yang didengar masih sering? “sudah berkurang kok mbak”

“Mas hasan, suara yang mengejek itu. tidak nyata.. jadi “sudah mas, yang kalau suara itu muncul katakan pada suara itu :
tidak usah di pikirkan, kalau mas hasan sulit tidur nanti Pergi..... pergi.....!! saya tidak mau dengar...., suara palsu!!!
suara-suara itu bisa muncul lagi dan mas hasan akan
terganggu lagi”

“iya mbak”

“ Apakah mas hasan sudah memakai cara yang kemarin


saya ajarkan?” “Ya”

”Bagus, katakan itu berulang-ulang ketika suara itu


muncul sampai suara itu tidak terdengar lagi.”
“boleh saja kalau mas hasan merasa nyaman dengan cara
itu tapi menurut saya cara itu menganggu teman mas
hasan yang sedang itirahat. Baiklah, sesuai janji kita
kemarin, pagi ini kita akan latihan cara mencegah
halusinasi yang kedua yaitu mengobrol dengan teman
terdekat. Kita akan latihan selama 15 menit, bagaimana
mas hasan?”

Fase Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah halusinasi adalah dengan
cara mengobrol dengan orang lain atau teman dekat mas
hasan di kamar. Apakah mas hasan punya teman dekat?” “cara menyusunnya bagaimana mas hasan?”

” Bagus, jika mas hasan mulai mendengar suara-suara


itu langsung saja mas hasan meminta tolong S atau T
agar mau berbincang-bincang dengan mas hasan.
Contohnya begini “S tolong, saya mulai mendengar suara
ayo ngobrol dengan saya”. Coba mas hasan lakukan
seperti yang saya ajarkan barusan!”

“S tolong, saya mulai mendengar suara ayo ngobrol dengan saya.”


“oke,apakah saya kalau berbicara terlalu cepat.. saya
ulangi ya.. coba dengarkan lalu tirukan. Jika mas hasan
mulai mendengar suara-suara itu langsung saja meminta
tolong S atau T agar mau berbincang-bincang dengan
mas hasan Contohnya begini : S tolong, saya mulai
mendengar suara ayo ngobrol dengan saya. Ayo mas
hasan tirukan..”

“S tolong, saya mulai mendengar suara ayo ngobrol dengan saya.”


“Ya, begitu bagus. Coba diulangi lagi..”
“Ya mbak”
“latihan ya mas hasan!”.
“Senang, mudah-mudahan halusinasinya gak datng lagi”
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan R setelah latihan tadi?” “Mengusir sama mencari teman ngobrol”

“ Jadi sudah 2 cara yang mas hasan pelajari untuk “iya mbak, besok saja ya?”
mencegah suara itu muncul. Coba sebutkan apa saja?”

“Bagus sekali mas hasan Cobalah kedua cara ini kalau


mendengar suara itu muncul. Besok kita akan belajar cara
yang ketiga yaitu melakukan aktivitas yang terjadwal.” “terserah mbak evi saja”

“Besok saja saya jelaskan, latihan kita untuk mencegah


halusinasi sampai sini saja, silahkan mas hasan untuk
istirahat atau mengobrol dengan temannya”
“Dikursi aja mbak

“besok pagi ketemu jam 09.00, mas hasan tidak


keberatan ? Mungkin hanya 20 menit, bagaimana?” “iya mbak sama-sama. Wa’alaikum salam”

“besok , bagaimana kalau di depan jendela?” O:


-klien tampak mengantuk
“iya, terima kasih mas hasan. Assalamu’alaikum” -klien kurang kooperati
-klien merasa tidak nyaman
-klien enggan untuk berdiskusi
A:
klien belum mampu mengontrol halusinasinya dengan cara
melakukan aktifitas yang terjadwal
P:
SP3 dipertahankan dengan kriteria:
1. klien tidak akan melewatkan banyak waktu luang sendiri, yang
sering kali mencetuskan halusinasi, sehingga klien dapat
mengRi waktu luang dengan aktifitas yang bermanfaat

15/09/23 SP 3: S:
Jam 15.00 Fase Orientasi:
“Assalamualaikum mas hasan...” “Wa’alaikum salam”

“Bagaimana perasaan mas hasan hari ini?” “baik mbak”.

“Apakah suara-suara itu masih sering muncul?” “sudah berkurang”

“bagus.. apakah mas hasan sudah menggunakan dua “sudah”


cara yang saya ajarkan kemarin?”
“coba sebutkan?” “iya mbak”
“yang pertama kalau suara itu muncul katakan pada suara itu :
Pergi..... pergi.....!! saya tidak mau dengar...., kamu suara palsu!!!
“bagus sekali.. sesuai dengan janji saya sore ini kita akan
Yang kedua meminta tolong teman untuk mengobrol “S tolong,
belajar cara ketiga yaitu dengan cara melakukan kegiatan
saya mulai dengar suara, ayo ngobrol sama saya”
yang terjadwal, kita belajar selama 20 menit?, bagaimana
mas hasan?”
“siap mbak”
Fase Kerja:
“Mas hasan, saya akan menjelaskan tentang cara ketiga
yaitu dengan cara melakukan kegiatan yag terjadwal.
Caranya, pertama-tama kita akan menyusun jadwal
kegiatan mas hasan bersama saya yatu kegiatan mas
hasan mulai pagi sampai malam hari. Kita akan
menyusun jadwal kegiatan sesuai dengan kegiatan sehari-
hari yang di lakukan mas hasan. Kita juga menambahkan “terserah mbak”
kegiatan yang disenangi mas hasan seperti mengobrol,
menonton TV atau menyanyi dalam daftar kegiatan yang
kita buat nanti, bagaiman mas hasan?” “setuju mbak”
“kita buat daftar kegiatan di kertas ini (sambil
menunjukkan kertas) lalu kita tulis dengan kegiatan mas
hasan selama sehari penuh”
“Ya mbak:

Fase Terminasi:
“Baiklah mas hasan, karena tempatnya yang tidak
nyaman digunakan untuk berdRkusi sebaiknya kita “iya mbak tidak apa-apa”
lanjutkan besok pagi jam 9 saja di depan kantor perawat
seperti biasanya, bagaimna?”
“seperti biasanya saja”
“iya, bagaimana kalau 30 menit kita buat daftar kegiatan “Wa’alaikum salam”
harian?”
O:
-klien tampak tenang
“baiklah, kalau begitu silahkan melanjukan kegiatan.
-klien kooperati
Terima kasih.. sampai ketemu besok sore jam 15.00.
Assalamu’alikum” A:
klien belum mampu mengontrol halusinasinya dengan cara
melakukan aktifitas yang terjadwal
P:
SP3 klien dipertahankan dengan kriteria:
2. klien tidak akan melewatkan banyak waktu luang sendiri, yang
sering kali mencetuskan halusinasi, sehingga klien dapat
mengisi waktu luang dengan aktifitas yang bermanfaat.
16/9/23 SP 5:
Jam Fase Orientasi: S:
08..00
“Assalamualaikum mas hasan. Bagaimana perasaan mas “wa’alaikumsalam, baik- baik saja mbak”
hasan hari ini?
“Apakah suara itu masih sering muncul? “
“tidak mbak, saya sudah tidak mendengar suara itu lagi,karena
saya sudah punya teman ngobrol namanya S dan jadwal kegiatan,
jadi tidak ada waktu untuk mendengar suara-suara itu lagi”

“sudah mbak”
“yang pertama kalau ada suara bilang gini..pergi saya tidak mau
“bagus kalau begitu, pertahankan seperti itu ya ...
dengar, kamu suara palsu, yang kedua mengajak mengobrol teman
Apakah mas hasan sudah melakukan 3 cara yang sudah
sekamar, yang ketiga menulR jadwal kegiatan, yang keempat
saya ajarkan?”
minum obat tapi dari keempat cara itu saya lebih suka mengusir
suara itu dengan menyanyi mas”

“saya jadi punya banyak kegiatan dan mengobrol dengan S, saya


“Apa jadwal kegiatan yang sudah dilakukan mas hasan
juga bisa tidur nyenyak selama 3 hari ini, suara-suara itu juga tidak
sampai sekarang?
muncul lagi. Saya ingin cepat pulang ke rumah orang tua saya dan
saya ingin kerja lagi”

“iya, saya sudah hafal obat-obatnya, yang orange diminum pagi


jam 06.00 dan malam jam 18.00, kalau yang biru pagi jam 06.00
“Bagus!! Apakah pagi tadi sudah minum obat?” dan malam jam 18.00”

“ya mbak”
“ Baik, sesuai janji saya hari ini kita akan mendiskusikan
tentang obat-obatan yang mas hasan minum. Kita akan
dRkusi selama 20 menit. saja ya mas hasan?”

Fase Kerja:
“Mas hasan adakah bedanya setelah minum obat secara “ya”
teratur? Apakah suara itu berkurang atau hilang?”

“ya benar. Oleh karena itu minum obat itu sangat


“ya mbak, dua macam”
penting, rupanya suara-suara yang mas hasan dengar dan
mengganggu mas hasan selama ini tidak muncul lagi
kan?. Berapa obat yang mas minum?”
“Warnanya apa saja?”
“Orange sama biru”
“baik, saya jelaskan. Ini yang warna orange (CPZ)di
minum 2 kali sehari jam 06.00 pagi dan jam 18.00 sore,
“Ya mbak”
gunanya untuk menghilangkan suara-suara itu, yang biru
(T RP) juga di minum 2 kali sehari jam 06.00 dan 18.00,
gunanya biar mas hasan merasa tenang dan halusinasi
yang mengganggu selama ini bRa hilang. Kalau suara itu
sudah hilang obatnya tidak boleh dihentikan. Nanti
konsultasikan ke dokter sebab kalau putus obat, mas
hasan akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke
keadaan semula. Nanti kalau misalnya obat mas hasan
habis kontrol ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.
Mas hasan juga harus teliti menggunakan obat-obat ini.
Pastikan obat mas hasan benar. Jangan sampai keliru “CPZ sama Risperidone 2x 1 tablet,diminum jam 6 pagi dan jam 6
dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. malam”
Pastikan obat diminum pada waktunya dengan cara yang
benar yaitu diminum sesudah makan. mas hasanjuga
harus perhatikan berapa jumlah sekali minum dan harus “Ya”
cukup minum 10 gelas per hari”

“sekarang coba sebutkan ulang obatnya dan berapa kali


di minum?” “Ya senang”

“bagus sekali, ternyata mas hasan pandai mengingat ya?


Apakah jadwal minum obat sudah di masukkan pada
“Empat”
daftar jadwal kegiatan ?”
Fase Terminasi:
“Bagaimana perasaan mas hasan setelah kita berdiskusi “yang pertama kalau ada suara bilang gini..pergi saya tidak mau
tentang obat?’ dengar, kamu suara palsu, yang kedua mengajak mengobrol teman
sekamar, yang ketiga jadwal kegiatan, yang keempat minum obat”

“Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah


suara-suara itu muncul?” “10 menit”

“coba sebutkan!” “Wa’alaikumsalam”.


O:
-klien tampak tenang
- klien kooperati R
A:
“Bagus sekali mas hasan, Jangan lupa minum obat ya klian mampu mengontrol halusinansi klien dan mengenal obat.
mas hasan, minta ke perawat jika waktu minum obat
telah tiba. Besok kita ketemu lagi jam 10.00 untuk
mengulang lagi apa yang sudah saya ajarkan.” P:
“mau berapa lama? 20 menit?” SP 5 klien dipertahankan dengan kriteria:
“Baiklah, sampai jumpa besok. Assalamu’alaikum” - klien mampu mengontrol halusinasi klien dan mengenal obat.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan ini penulis akan membahas kesenjangan antara bab

II (Tinjauan Pustaka) dengan bab III (Tinjauan Kasus) pada Sdr. H dengan

diagnosa keperawatan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran

yang dirawat di Ruang Cendrawasih RSJ Lawang, dilaksanakan pada tanggal

11-16 September 2023 yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,

implementasi, dan evaluasi.

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek rangsangan

dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi

merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan

sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang

sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal

orientasi realitas (Yusuf, PK, & Nihayati, 2015). Sedangkan halusinasi

pendengaran menurut (Trimelia, 2011) merupakan gangguan stimulus dimana

pasien mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,

mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal

yang berbahaya). Pada kasus Sdr Hyang dialami klien adalah halusinasi

pendengaran. Menurut Trimelia (2011), rentang respon pada klien halusinasi

diantaranya adalah respon adaptif, respon psikososial dan respon maladaptif.

Rentang respon yang muncul dan sedang dialami oleh sdr H adalah respon

maladaptif, karena klien sudah memasuki tahap dimana klien mendengar suara-

suara yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata yang orang lain tidak
mendengarnya. Klien suka berteriak-teriak sendiri dan berusaha melarikan diri

dari Dinsos karena mendengar bisikan yang menyuruhnya jalan tanpa tujuan.

Faktor predisposisi adalah faktor yang mendukung dan mempengaruhi

terjadinya halusinasi pendengaran diantaranya adalah faktor pengembangan,

sosiokultural, biokimia, psikologis, genetik dan pola asuh. Pada sdr H faktor

predisposisi yang muncul adalah faktor perkembangan dimana klien

mempunyai riwayat gangguan jiwa dan sudah pernah dirawat sebanyak 3x,

faktor sosiokultural dimana klien mengalami pernah melakukan aniaya fisik

dengan merusak rumah tetangganya, faktor biokimia dimana adanya stres yang

berlebihan yang dialami klien, faktor psikologis dimana klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal, faktor pola

asuh dimana klien kurang mendapatkan perhatian dari keluarganya, sedangkan

klien tidak mengalami faktor genetik karena didalam riwayat keluarga Sdr

Htidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh sdr H

Sedangkan untuk faktor presipitasi adalah faktor pencetus terjadinya halusinasi

pendengaran yaitu dimensi fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual.

Pada Sdr H faktor presipitasi yang muncul adalah dimensi emosional dimana

klien memiliki perasaan cemas yang berlebihan, dimensi intelektual dimana

klien mengalami penurunan fungsi ego karena perubahan perilaku yang

dialaminya, dimensi sosial dimana klien lebih asik dengan halusinasinya dari

pada berinteraksi dengan lingkungannya, dimensi spiritual dimana kurangnya

aktivitas ibadah yang dijalani oleh klien.

Tanda dan gejala halusinasi pendengaran menurut Yosep (2010) &

Fajariyah (2012) diantaranya adalah bicara sendiri, tertawa sendiri, marah-


marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga,

menunjuk-nunjuk kearah tertentu, mulutnya komat-kamit sendiri. Pada Sdr H

gejala yang muncul adalah bicara sendiri, mulut komat-kamit dan sering

termenung.

Menurut Direja (2011), proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4

tahap, yaitu tahap I (Comforting), tahap II (Condeming), tahap III

(Controlling), dan tahap IV(Conquering). Pada Sdr Hproses terjadinya

halusinasi saat ini berada pada tahap I (Comforting) karena klien berperilaku

diantaranya bicara sendiri, tertawa sendiri, mulut komat-kamit dan berada pada

tingkat ansietas sedang.

Mekanisme koping halusinasi menurut Yosep (2016), diantaranya adalah

menghindari stress (regresi), menyalahkan orang lain (proyeksi), menarik diri

(isolasi sosial). Pada Sdr H mekanisme koping klien halusinasi yang muncul

adalah menarik diri (isolasi sosial) dimana klien tidak mau dan malu

berinteraksi dengan orang lain di lingkungan masyarakatnya.

Menurut Yosep (2016), penatalaksanaan medis pada klien halusinasi

diantaranya adalah psikofarmakoterapi dari golongan butirefenon dan golongan

fenotiazine. Pada Sdr H mendapatkan obat oral dari golongan butirefenon

seperti Risperidone 2 mg (1-0-1) mg, dan dari golongan fenotiazine seperti

Chlorpromazine(CPZ) 1x1/100 mg. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan

diantaranya adalah komunikasi terapeutik, cara menogontrol halusinasi dengan

Strategi Pelaksanaan(SP), Terapi Aktivitas Kelompok(TAK), Cognitive

Behavior Therapy (CBT) dan Family Psycho Education (FPE). Pada Sdr

Hpenatalaksanaan keperawatan yang diberikan yaitu komunikasi terapeutik,


cara menogontrol halusinasi dengan Strategi Pelaksanaan(SP) dan Terapi

Aktivitas Kelompok(TAK). Sdr Htidak mendapatkan penatalaksanaan

keperawatan Cognitive Behavior Therapy (CBT) dan Family Psycho Education

(FPE) karena tindakan itu dilakukan oleh perawat yang lebih kompeten yaitu

perawat spesialis.

1. PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, yang terdiri dari

pengumpulan data baik data subjektif maupun data objektif dan perumusan

masalah. Dalam pengumpulan data ini, penulis menggunakan metode wawancara

langsung dengan klien dan melihat catatan keperawatan medis klien. Menurut

Stuart (2017), proses pengkajian keperawatan jiwa meliputi identitas, alasan

masuk, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, psikososial, status mental,

kebutuhan perencanaan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan

lingkungan, pengetahuan, aspek medis. Sedangkan pada Sdr H penulis melakukan

proses pengkajian yang terdapat di teori dengan ditambah keluhan saat ini. Penulis

melakukan pengkajian yakni keluhan saat ini bertujuan untuk mendapatkan data

yang aktual karena klien sudah masuk Rumah Sakit Jiwa Lawang selama 5 hari.

2. ANALISA DATA

Menurut (Yosep, 2016), daftar masalah gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran meliputi resiko perilaku kekerasan, gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran, gangguan komunikasi verbal, gangguan proses pikir,

isolasi sosial, harga diri rendah dan koping individu tidak efektif. Sedangkan pada

Sdr H daftar masalah yang muncul yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran, isolasi sosial, harga diri rendah dan koping individu tidak efektif.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Yosep (2016), diagnosa keperawatan pada klien gangguan persepsi

sensori : halusinasi pendengaran diantaranya yaitu resiko perilaku kekerasan,

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran, isolasi sosial, harga diri

rendah dan koping individu tidak efektif. Sedangkan pada Sdr H diagnosa yang

muncul yakni gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran, isolasi sosial,

harga diri rendah dan koping individu tidak efektif.

4. INTERVENSI KEPERAWATAN

Menurut Damaiyanti (2014), intervensi keperawatan klien gangguan persepsi

sensori : halusinasi pendengaran meliputi tujuan tindakan keperawatan pada klien,

kriteria hasil dan tindakan keperawatan pada klien. Dimana tujuan tindakan

keperawatan untuk klien halusinasi adalah klien dapat mengenal halusinasi yang

dialaminya serta dapat mengikuti program pengobatan dengan benar dan kriteria

hasilnya yaitu pasien dapat mengontrol halusinasinya. Sedangkan tindakan

keperawatan yang pertama dilakukan adalah membina hubungan saling percaya

dengan menerapkan komunkasi terapeutik untuk membantu klien mengenal

halusinasinya dengan cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi, waktu

halusinasi, frekuensi halusinasi, kapan halusinasi muncul, situasi penyebab

halusinasi muncul dan perasaan klien saat halusinasi itu muncul. Tindakan

selanjutnya adalah melatih klien untuk mengontrol halusinasi dengan 4 cara yaiu :

menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, melakukan

kegiatan yang terjadwal, dan minum obat secara teratur. Pada saat pembuatan

rencana tindakan keperawatan pada Sdr H telah disesuaikan dengan data kondisi

klien saat ini sehingga rencana tindakan dibuat berdasarkan apa yang terjadi pada
klien saat ini dan tindakan yang diberikan juga tepat sasaran

5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Menurut Damayanti (2014), implementasi keperawatan merupakan tindakan yang

disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya

berdasarkan prioritas yang telah dibuat dimana tindakan yang diberikan mencakup

tindakan mandiri maupun kolaboratif. Pada saat implementasi keperawatan penulis

menerapkan implementasi sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah

dibuat sebelumnya. Penulis juga menerapkan komunikasi terapeutik seperti yang

telah dijelaskan oleh (Putri & Fitrianti, 2018) yaitu pada pasien halusinasi maka

perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien berkomunikasi dengan klien

lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan

harus sering dialihkan dengan aktivitas fisik. Pada Sdr Hperawat mengajak Sdr

Hberkomunikasi dengan klien lain setiap kali Sdr Htampak melamun. Selain itu

perawat juga mengajak klien untuk melakukan aktivitas fisik seperti merapikan

tempat tidur dan menyapu. Selama perawat melakukan implementasi klien tampak

kooperatif mengikuti arahan dari perawat sehingga perawat tidak kesulitan

berkomunikasi dengan klien. Selain itu, klien juga tampak kooperatif mengikuti

arahan perawat ruangan karena perawat ruangan juga menerapkan komunikasi

terapeutik pada klien sehingga terjalin hubungan yang baik antara perawat dan

klien. Kemudian perawat telah mengajarkan pada klien cara mengontrol harusinasi

pendengaran dengan empat cara yaitu menghardik halusinasi, bercakap-cakap

dengan orang lain, melakukan kegiatan terjadwal dan minum obat secara teratur.

6. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi keperawatan merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai


akibat dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi ini terdiri atas dua macam,

yaitu evaluasi formatif (proses) yakni evaluasi yang dilakukan setiap selesai

melakukan tindakan dan evaluasi sumatif (hasil) yakni evaluasi yang dilakukan

dengan membandinngkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang

telah ditetapkan sebelumnya. Pada kasus ini penulis menggunakan evaluasi proses

atau formatif.

Pada pertemuan pertama Sdr Hberhasil mengenal halusinasi yang dialaminya

yakni halusinasi pendengaran dan berhasil menyebutkan isi, frekuensi serta waktu

terjadinya halusinasi, akan tetapi Sdr Hbelum berhasil memperagakan secara

mandiri cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik sehingga klien belum

mencapai tujuan rencana keperawatan yang telah dibuat dan penulis menganalisa

bahwa masalah belum teratasi maka pertemuan selanjutnya akan dilatih kembali

SP 1 halusinasi yaitu dengan cara menghardik.

Pada pertemuan kedua penulis mengevaluasi kegiatan yang telah diajarkan dan

klien tampak sudah mampu menyebutkan dan memperagakan SP 1 halusinasi

dengan cara menghardik. Sehingga penulis menganalisa bahwa masalah sudah

teratasi dan dilanjutkan dengan SP 2 yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.

Pada pertemuan ketiga klien dapat melakukan tindakan cara mengontrol

halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, walaupun pada saat klien

melakukan kegiatan itu halusinasinya tidak timbul. Sehingga penulis menganalisa

bahwa masalah teratasi karena klien sudah mencapai tujuan tindakan yaitu

melakukan bercakap- cakap dengan orang lain dan tindakan dapat dilanjutkan

dengan SP 3 halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal.

Pada pertemuan keempat klien dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang biasa


klien lakukan dirumah seperti merapikan tempat tidur dan menyapu. Sehingga

penulis menganalisa bahwa masalah teratasi karena klien sudah mencapai tujuan

tindakan yaitu melakukan kegiatan terjadwal dan tindakan dapat dilanjutkan SP 4

halusinasi dengan minum obat secara teratur.

Pada pertemuan kelima klien dapat menyebutkan nama-nama obat yang

diminumnya beserta fungsi dari obat tersebut dan klien tahu kapan jadwal ia harus

minum obat. Sehingga penulis menganalisa bahwa masalah teratasi karena klien

sudah mencapai tujuan tindakan yaitu minum obat secara teratur dan tindakan

selanjutnya adalah mengoptimalkan cara mengontrol halusinasi yang telah

diajarkan.

Pada pertemuan keenam klien dapat mengingat dan memperagakan cara

mengontrol halusinasi yang telah diajarkan penulis, seperti cara menghardik,

bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan terjadwal dan minum obat

secara teratur.
BAB V
PENUTUP
7. Kesimpulan
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologist/persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Halusinasi bias jua karena hilangnya emampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Pada Tn. S mengalami halusinasi pendengaran. Klien merasa mendengarkan
bisikan-bisikan yang mengatakan untuk istighfar. Dalam hal ini tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan membina
hubungan saling percaya, mengidentifikasi halusinasinya dan mengajarkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, meminum obat dengan teratur,
mengajarkan untuk beraktivitas sehari-hari dan juga mengajarkan bagaimana
membina hubungan dengan orang lain dengan cara mengajarkan untuk berkenalan
dan bercakap-cakap.

8. Saran
Dukungan keluarga, petugas kesehatan, lingkungan dalam hal ini teman satu
ruangan saat masih rawat inap dan lingkungan sekitar rumah saat nanti dipulangkan
sangat penting dalam proses kesembuhan dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Oleh karena itu peran aktif dan saling menerima adalah kunci supaya pasien dengan
gangguan kejiwaan dapat berinteraksi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A., & Rahayu, D. A. (2021). Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran. Ners Muda, 2(2). https://doi.org/10.26714/nm.v2i2.6286

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Damaiyanti, M. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: PT.


Refika Aditama

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika, Yogyakarta.

Aldam, S. F. S., & Wardani, I. Y. (2019). Efektifitas penerapan standar asuhan keperawatan
jiwa generalis pada pasien skizofrenia dalam menurunkan gejala halusinasi. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 7(2), 165. https://doi.org/10.26714/jkj.7.2.2019.167-174

H. iyus Yosep, S.K.p., M.Si., M. Sc., & Titin Sutini, Skep., Ners., M. K. (2019). buku
keperawatan jiwa - Penelusuran Google (M. Dandan Wildani, Ed.; 8th ed.). PT Refika
Aditama.

Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC

Kusumawati, F. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press

Mahbengi, T., & Jek, A. (2023). Penerapan Strategi Pelaksanaan Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Jiwa Penerapan Strategi Pelaksanaan Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Tn . A Dengan Masalah Halusinasi : Studi Kasus 1 Tiara
danseringkali kambuh atau berulang. Research Gate, March.
https://doi.org/10.31219/osf.io/n5fs2

Sutinah, S., Harkomah, I., & Saswati, N. (2020). TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI
PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) PADA KLIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI JAMBI. Jurnal Pengabdian Masyarakat Dalam Kesehatan, 2(2).
https://doi.org/10.20473/jpmk.v2i2.19972

Syahdi, D., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan strategi pelaksanaan (SP) 1-4 dengan masalah
halusinasi pada penderita skizofrenia: studi kasus. Psychiatric and Mental Health
Nursing, 2019, 1–47.

Stuart GW Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: CV Trans Info Media.

Videbeck, S. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.

Yosep. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: PT Refika Aditama.

Yosep, H.Iyus., Titin Sutini. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama; 2016.

Yusuf, A., Fitriyasari, R., & Nihayati, HE. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai