DI RUANG CENDRAWASIH
Oleh:
Mengetahui
Kepala Ruang Cendrawasih
Puji syukur kami panjatkan berkat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan kasih-Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang
telah kami terima, serta petunjuk-Nya sehingga memberikan kemampuan
dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan tugas ini. Kami selaku
penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami sajikan, untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa, yaitu Makalah “Asuhan Keperawatan
Jiwa Pada Sdr H Dengan Halusinasi Pendengaran, Di Buat Dalam Rangka
Memenuhi Tugas Profesi Ners Kompatremen Keperawatan Jiwa Universitas
Brawijaya Malang Di Ruang Cendrawasih RSJ Dr Radjiman
Widiodiningrat Lawang”
Malang, 14
September 2023
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan
respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya akurat,
mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi
jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak akurat
sesuai stimulus yang diterima (Aldam & Wardani, 2019).
Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia mencapai 15,3% dari 259,9 juta
jiwa penduduk Indonesia Kasus gangguan jiwa di Jawa Tengah pada tahun
2010 sebanyak 317.504 orang. Prevalensi halusinasi di Jawa Tengah yaitu 0,23
% dari jumlah penduduk melebihi angka nasional 0,17 %
(Akbar & Rahayu, 2021)
. Meningkatnya angka penderita halusinasi ini, maka meningkatnya
resiko kejadian komplikasi halusinasi. Situasi ini menyebabkan
ketidakmampuan pasien memandang realitas secara akurat. Klien yang
mengalami halusinasi dapat menyebabkan perubahan perilaku seperti agresi,
bunuh diri, menarik diri dari lingkungan dan dapat membahayakan diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Sutinah et al., 2020).
Berdasarkan uraian diatas, kelompok ingin memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi dengan
memberikan tindakan untuk mengontrol halusinasi yang akan dijelaskan lebih
detail pada bab selanjutnya.
2. Rumusan Masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran?”
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi pendengaran
b. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan halusinasi
2. Melakukan perumusan diagnose keperawatan pada pasien halusinasi
3. Menyusun rencana intervensi keperawatan pada pasien dengan halusinasi
4. Menyusun strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan
halusinasi
5. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
6. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan halusinasi
7. Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan halusinasi
4. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informs dan bahan bacaan pada kepustakaan institusi dalam
meningkatkan mutu pendidikan yang akan dating di bidang keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat mengembangkan proses asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan diharapkan dapat
menjadi informasi dalam saran dan evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan
yang lebih baik pada klien yang akan datang.
3. Bagi Peneliti
Sebagai ilmu pengetahuan dan pengalaman yang berharga tentang masalah
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran dan bagaimana cara
melakukan asuhan keperawatannnya.
4. Bagi Klien dan Keluarga
Sebagai masukan bagi klien dan keluarga dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapinya, dan juga dapat memberikan kepuasan bagi keluarga klien atas
asuhan keperawatan yang telah diberikan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologist (Stuart & Laraia, 2001). Ini merupakan
respon persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat persepsinya
akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Pasien mengalami ilusi
jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indera tidak
akurat sesuai stimulus yang diterima (Aldam & Wardani, 2019)
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia
luar). Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Aldam & Wardani, 2019)
.
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan
gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons
neorobiologi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang respons halusinasi
mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi. Rentang respons neorobiologi
yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis dan terciptanya hubungan
sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif adalah adanya
waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri. Berikut adalah
gambaran rentang respons neorobiologi (Aldam & Wardani, 2019).
B. Rentang Respon Halusinasi
Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif Respon Maladaptif
C. Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan yang
berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian
tugas perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan
seseorang berperilaku menarik diri, serta lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal
adaptif yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut :
Penilaian pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia: lesi pada area frontal temporal
dan limbic paling berhubungan dengan perilaku psikotik,beberapa kimia
otak dikaitkan dengan gejala skizofrenia antara lain : dopain,
neurotransmitter dan lain lain.
c. Faktor sosiokultural.
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
kepada lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mass
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
yang mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
(H. iyus Yosep, S.K.p., M.Si. & Titin Sutini, Skep., Ners., 2019)
2. Faktor Presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain,
stressor juga bisa menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang
mal adaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara
efektif menanggapi rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak
nyaman, gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata
dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan
bahwa hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang
dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual seehingga
dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
d. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
e. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
f. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
3. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang
memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien
selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
4. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada
individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi,
individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem
kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya
individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
5. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
6. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (Syahdi & Pardede, 2022)
D. Tahapan Halusinasi
Menurut (Aldam & Wardani, 2019).tahapan halusinasi meliputi:
1. Tahap 1 (non psikotik ) - Comforting
b. Memberi rasa nyaman
c. Tingkat ansietas sedang
d. Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.
Karakteristik
1. Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
2. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
3. Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika
kecemasan dikontrol).
Perilaku pasien
1. Tersenyum/tertawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara
3. Pergerakan mata yang cepat
4. Respons verbal yang lambat
5. Diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap II (non psikotik) - Conderming (Ansietas berat helusinasi
memberatkan)
1. Menyalahkan
2. Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa
antipati.
Karakteristik
1. Pengalaman sensori menakutkan
2. Mulai merasa kehilangan kontrol
3. Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
4. Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul
1. Peningkatan sistem saraf otak, tanda-tanda ansietas, seperti peningkatan
denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
2. Rentang perhatian menyempit
3. Konsentrasi dengan pengalaman sensori
4. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dari realita.
3. Tahap III (psikotik) - Controlling (Ansietas berat pengalaman sensori
menjadi berkuasa)
1. Mengontrol tingkat
2. Kecemasan berat
3. Pengalaman sensori tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik
4. Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
5. Isi halusinasi menjadi atraktif.
6. Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul
1. Perintah halusinasi ditaati
2. Sulit berhubungan dengan orang lain
3. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
4. Gejala fisika ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak mampu
mengikuti perintah.
4. Tahap IV (psikotik) – Conquering (umumnya menjadi lebur dalam
halusinasi)
1. Menguasai tingkat
2. kecemasan panik secara umum diatur dan dipengaruhi oleh waham.
Karakteristik
1. Pengalaman sensori menjadi ancaman
2. Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika tidak
diinvensi).
3. Perilaku yang sering mucul
Perilaku panik
Potensial tinggi untuk bunuh diri atau membunuh
Tindakan kekerasan agitasi, menarik diri, atau katatonia
Tidak mampu berespons terhadap perintah yang kompleks
Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang.
Klasifikasi Halusinasi
Jenis halusinasi Data obyektif Data subyektif
Halusinasi pendengaran 1. Bicara atau tertawa 1. Mendengar suara-suara
sendiri atau kegaduhan.
2. Marah-marah tanpa 2. Mendengar suara yang
sebab mengajak bercakap-
3. Mengarahkan telinga ke cakap.
arah tertentu 3. Mendengar suara
4. Menutup telinga. menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi penglihatan 1. Menunjuk-nunjuk ke 3. Melihat bayangan, sinar,
arah tertentu bentuk geometris, bentuk
2. Ketakutan pada sesuatu kartun, melihat hantu,
yang tidak jelas. atau monster.
Subyektif : Obyektif
1. Mendengar suara orang 1. Berbicara, tertawa, dan
bicara tanpa ada orangnya tersenyum sendiri
2. Melihat benda, orang atau2. Melihat ke satu arah
sinar tanpa ada objeknya 3. Mengarahkan telinga ke arah
3. Mencium bau-bauan yang tertentu
tidak sedap, seperti bau 4. Tidak dapat menfokuskan
badan padahal tidak pikiran
4. Merasakan pengecapan
5. Diam sambal menikmati
yang tidak enak halusinasi
5. Merasakan rabahan atau
Gerakan badan
6. Tanda gejala minor :
Subyektif Obyektif
F. Penatalaksanaan
1. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya
untuk menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong
dalam pengobatan psikofarmaka adalah : (Syahdi & Pardede, 2022)
2. Clopromazine (CPZ)
Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat
normal, sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin.
Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada reseptor
sinap diotak khususnya system ekstra pyramida.
Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan
dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan
kesadaran.
3. Thrihexyfenidil (THP)
Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca
ensefalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya
reserfina dan senoliazyne.
Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan
anti kolinergik lainnya.
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual,
muntah, bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma
sudut sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan
obstruksi saluran cerna.
4. Halloperidol (HLP)
Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade dopamine
pada reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system limbic
dan system ekstra pyramidal
Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik
yaitu mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung.
Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan kesadaran.
5. Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung
mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatik adalah :
Elektro Convulsif Therapy
a. Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik
dengan kekuatan 75-100 volt.
b. Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat dikatakan
bahwa therapy ini dapat memperpendek lamanya serangan
Skizofrenia dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain.
6. Pengekangan atau pengikatan
Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei
pengekangan dimana klien dapat di imobilisasi dengan membalutnya.
Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukkan
perilaku kekerasan diantaranya : marah-marah, mengamuk
7. Isolasi
Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien
tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya.
Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan
perilaku kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak
lingkungan dan memecahkan barang-barang yang ada didekatnya.
8. Therapy Okupasi
Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mencurahkan
partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang
sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan
meningkatkan harga diri seseorang.
Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai media
pelaksana.
9. Prinsip Tindakan
Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah sebagai
berikut :
1. Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara
mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.
2. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi
tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasi.
3. Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan
bantuan perawat.
4. Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa
yang sedang terjadi, tujuannya adalah untuk memberikan
kekuatan kepada individu dengan membantunya memahami gejala
yang dialaminya atau ditunjukkannya. Hal ini akan menolong
individu untuk mengendalikan penyakitnya, meminta bantuan dan
diharapkan dapat mencegah halusinasi yang lebih kuat.
5. Katakan bahwa perawat percaya klien mengalaminya (dengan
nada bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada
klien lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa
perawat akan membantu.
6. Memberikan perhatian pada klien dan memperhatikan kebutuhan
dasar klien seperti : makan dan minum, mandi dan berhias.
7. Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi
yang sekarang dengan terakhir yang dialaminya.
8. Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran,
perasaan dan tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan
dengan halusinasi yang dialaminya.
9. Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan
antara halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin.
10. Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam
pemenuhan kebutuhan.
11. Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi
kemampuan individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.
Presipitasi Predisposisi
1. Ditinggal orang 1. Kepribadian
yang dia cintai introvert
2. Kehilangan 2. Genetik
3. Musibah alam 3. Sosial budaya
2. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Defisit perawatan diri
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5. Isolasi sosial: menarik diri (Mahbengi & Jek, 2023)
PSIKODINAMIKA HALUSINASI
Faktor predisposisi
Abnormalitas perkembangan Tipe kepribadian lemah dan tidak kemiskinan, konflik sosial
sistem saraf, lesi daerah frontal, bertanggung jawab berpengaruh budaya (perang,
dopamine neurotransmitter, terhadap kemampuan klien dalam kerusuhan, bencana alam)
factor biokimia. mengambil keputusan yang tepat dan kehidupan yang
bagi masa depan sehingga klien terisolasi disertai stress,
lebih memilih kesenangan sesaat tinggal di ibukota,
penolakan dari lingkungan
dan lari dari alam nyata kea lam
hayal.
Stresor presipitasi
penurunan fungsi ego Ansietas dari Gangguan curiga, ketakutan, Klien asyik dengan
ringan sampai dalam rasa tidak aman, halusinasinya,
berat, takut, komunikasi gelisah, bingung, seolah-olah ia
sedih dan putaran perilaku merusak merupakan tempat
balik otak, diri, kurang untuk memenuhi
Tekanan perhatian, tidak kebutuhan akan
darah mampu mengambil interaksi sosial,
meningkat, keputusan, bicara kontrol diri dan
Mual, Muntah inkoheren, bicara harga diri yang
sendiri, tidak tidak didapatkan
membedakan yang dalam dunia nyata
nyata dengan yang
tidak nyata..
Sumber koping
Mekanisme Koping
Konstruktif Destruktif
SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan menghardik. 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
2. Beri pujian. merawat/melatih pasien
3. Latih cara mengontrol halusinasi menghardik. Beri pujian.
dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, 2. Jelaskan 6 benar cara memberikan
guna, dosis, frekuensi, cara, obat.
kontinuitas minum obat) 3. Latih cara
4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk memberikan/membimbing pasien
latihan menghardik dan minum obat minum obat.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadual dan memberi pujian.
SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik dan minum obat. Beri merawat/melatih pasien
pujian. menghardik dan memberikan obat.
2. Latih cara mengontrol halusinasi 2. Beri pujian.
dengan bercakap-cakap saat terjadi 3. Jelaskan cara bercakap-cakap dan
halusinasi. melakukan kegiatan untuk
3. Masukkan pada jadual kegiatan mengontrol halusinasi.
untuk latihan menghardik, minum 4. Latih dan sediakan waktu bercakap-
obat dan bercakap-cakap cakap dengan pasien terutama saat
halusinasi.
5. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadual dan memberi pujian.
SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik, obat dan bercakap- merawat/melatih pasien
cakap. Beri pujian. menghardik, memberikan obat dan
2. Latih cara mengontrol halusinasi bercakap-cakap. Beri pujian.
dengan melakukan kegiatan harian 2. Jelaskan follow up ke PKM, tanda
(mulai 2 kegiatan). kambuh dan rujukan.
3. Masukkan pada jadual kegiatan 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
untuk latihan menghardik, minum jadual dan memberi pujian.
obat, bercakap-cakap dan kegiatan
harian.
SP 5 SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
menghardik, obat, bercakap-cakap merawat/melatih pasien
dan kegiatan harian. Beri pujian. menghardik, memberikan obat dan
2. Latih kegiatan harian. bercakap-cakap dan melakukan
3. Nilai kemampuan yang telah kegiatan harian dan follow up. Beri
mandiri pujian.
4. Nilai apakah halusinasi terkontrol 2. Nilai kemampuan keluarga
merawat pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga
melakukan kontrol ke PKM.
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Pasien Halusinasi
SP 1 Pasien:
Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik halusinasi
Orientasi :
”Assalamualaikum D. Saya perawat yang akan merawat D. Nama Saya SS, senang
dipanggil S. Nama D siapa? Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D dengar
tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama?
Bagaimana kalau 30 menit”
Kerja :
”Apakah D mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering D
dengar suara? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar?
Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu
hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
” D , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan
teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang
sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi!
Ya bagus D sudah bisa”
Terminasi :
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar
dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?
Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”
SP 2 Pasien:
Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan
orang lain
Orientasi :
“Assalammu’alaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-suaranya
Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di
mana? Di sini saja?
Kerja :
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari
teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini; …
tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang
dirumah misalnya Kakak D katakan: Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang dengar suara-
suara. Begitu D. Coba D lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba
sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya D!”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah
suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian D. Coba
lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan
berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau
menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik serta guna obat.
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.
Wassalammualaikum.
SP 1 Keluarga
Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami
pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
Kerja :
“Apa yang Bpk/Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat D. Apa yang Bpk/Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Mas/Ibu itu dinamakan halusinasi, yaitu mendengar
atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa sebab”
“Jadi kalau anak Mas/Ibu mengatakan mendengar suara-suara, sebenarnya suara itu
tidak ada.”
“Kalau anak Mas/Ibu mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya bayangan itu
tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada beberapa
cara untuk membantu anak Mas/Ibu agar bisa mengendalikan halusinasi. Cara-cara
tersebut antara lain: Pertama, dihadapan anak Mas/Ibu, jangan membantah halusinasi
atau menyokongnya. Katakan saja Mas/Ibu percaya bahwa anak tersebut memang
mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Mas/Ibu sendiri tidak mendengar atau
melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan anak Mas/Ibu melamun dan sendiri, karena kalau melamun
halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap dengannya. Buat
kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-sama. Tentang kegiatan, saya
telah melatih anak Mas/Ibu untuk membuat jadwal kegiatan sehari-hari. Tolong Mas/Ibu
pantau pelaksanaannya, ya dan berikan pujian jika dia lakukan!”
”Ketiga, bantu anak Mas/Ibu minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat
tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih anak Mas/Ibu untuk
minum obat secara teratur. Jadi mas/Ibu dapat mengingatkan kembali. Obatnya ada 3
macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk menghilangkan suara-suara atau
bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih
namanya THP gunanya membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru
namanya HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ.
Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi anak Mas/Ibu
dengan cara menepuk punggung anak Mas/Ibu. Kemudian suruhlah anak Mas/Ibu
menghardik suara tersebut. Anak Mas/Ibu sudah saya ajarkan cara menghardik
halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi anak Mas/Ibu. Sambil menepuk
punggung anak Mas/Ibu, katakan: D, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa yang
diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu, D. Tutup telinga kamu
dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau dengar”. Ucapkan berulang-ulang, D”
”Sekarang coba Mas/Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Pak/Bu”
BAB III
A. PENGKAJIAN
Tanggal MRS : 6-9-2023
Tanggal Dirawat diruangan : 6-9-2023
Tanggal Pengkajian : 11-9-2023
Ruang Rawat : Cendrawasih
Alasan Masuk
Data Primer:
Pasien mengatakan suka mendengarkan suara bisikan dan teriak teriak sendiri
dan melarikan diri dari dinsos
Data Sekunder:
Petugas dinsos mengatakan pasien teriak – teriak sendiri dan melarikan diri
dari dinsos, pasien juga mengatakan mendengar suara bisikan yang
menyuruhnya jalan tanpa tujuan
3.1 Identitas Klien
Nama : Sdr. H
Umur : 29 Tahun
Alamat : UPT rehab sosial Bina Laras Pasuruan
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan : SD
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 138XXX
Keterangan:
: laki-laki : tinggal satu rumah :
Pasien
: perempuan : garis pernikahan
: meninggal : garis keturunan
2. Konsep diri
a. Citra tubuh: pasien mengatakan tubuhnya normal-
normal saja hanya saja sedang sakit kepala
b. Identitas : pasien mengatakan bahwa dirinya seorang laki
– laki bernama Hasanudin
c. Peran: pasien mengatakan bahwa sebagai anak pertama
dari 2 bersaudara yang membantu ibunya sebagai tulang
punggung keluarga
d. Ideal diri: pasien mengatakan ingin sembuh sehingga bisa
pulang kerumah
e. Harga diri: pasien mengatakan merasa malu saat dirinya
dibawa dinsos saat dirumah
3. Hubungan sosial
a. Orang terdekat/ berarti
pasien mengatakan dekat dengan teman kerjanya dan juga
ibunya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat dan
hubungan sosial
Pasien sedikit apatis hanya mau berinteraksi
dengan beberapa pasien saja salah satunya teman
sekamarnya, dirumah tidak pernah ikut kegiatan
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien lebih senang menyendiri
❖ Diagnosa keperawatan: isolasi sosial
4. Spiritual
a. Agama
Pasien mengatakan beragama islam namun tidak pernah
sholat saat sakit
b. Pandangan terhadap gangguan jiwa
Pasien tidak mengetahui/ menyadari dirinya terkena
gangguan jiwa.
❖ Diagnosa keperawatan: distres spiritual
1. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: cukup, tampak tenang, terkadang mondar- mandir,
kooperatif saat berbicara namun kontak mata kurang
2. Kesadaran ( kuantitas ) GCS 456 compos mentis
3. Tanda Vital
TD: 112/80 mmHg
Nadi: 81 x/mnt
RR :20x/mnt
S: 36,4
4. Ukur:
BB: 54 kg
TB: 158 cm
5. Keluhan Fisik: pasien mengeluh sakit kepala dan sakit gigi
❖ Diagnosa keperawatan: nyeri akut
2. Status Mental
1. Penampilan (Penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan)
- Penampilan pasien sesuai dengan gender, berpakaian kurang rapi, gigi
pasien terlihat kotor
❖ Diagnosa keperawatan: DPD
2. Pembicaraan (frekuensi, volume, jumlah, karakter)
- Pasien berbicara sendiri terkadang juga banyak termenung
- Volume suaranya pelan hanya orang yang disampingnya yang
mendengar
- Frekuensinya ≥5x setiap waktu
- Jumlah kata yang diucapkan pasien tidak lebih dari 15 suku kata
❖ Diagnosa keperawatan: isolasi sosial
3. Aktivitas Motorik/ Psikomotor
a. Kelambatan :
Pasien mengalami katalepsi, berjalan mondar mandir, ekspresi wajah
datar, kadang nampak grimace menahan sakit kepala dan sakit gigi
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada
3. Peningkatan
Kadang nampak grimace menahan sakit kepala dan sakit gigi
❖ Diagnosa keperawatan: nyeri akut dan kronis
2. Mood dan efek
Kesepian , pasien mengatakan kangen dengan keluarga
1. Afek: tumpul/ datar
Pasien tidak menunjukkan perubahan raut wajah saat berinteraksi
dengan perawat
❖ Diagnosa keperawatan: isolasi sosial
5. Interaksi selama wawancara
- Pasien kooperatif, pasien kadang diam tidak menjawab
- Pasien kontak mata kurang, saat diajak berbicara hanya
melakukan kontak mata saat pertama kali ditanyai, banyak
memejamkan mata atau melihat ke arah yang lain
❖ Diagnosa keperawatan: isolasi sosial
6. Persepsi sensorik
Pasien mengatakan ada yang berbisik padanya yang
menyuruhnya untuk dzikir
❖ Diagnosa keperawatan: gangguan persepsi sensorik:
halusinasi pendengaran
7. Proses pikir
a. Arus berpikir pasien blocking, pasien mampu berbicara namun
sesekali blocking ketika menjawab pertanyaan perawat
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
b. Isi pikiran pasien pikiran isolasi sosial, pasien lebih senang
menyendiri dan melamun. Pasien mengatakan selama dirawat
mengenal beberapa teman di ruangannya
c. Bentuk pikir pasien -
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada
8. Kesadaran
a. Orientasi
- Pasien mengerti/ mengetahui bahwa
sekarang berada di rumah sakit lawing
- Pasien tidak mampu menyebut tanggal
sekarang dan tidak bisa memperkirakan
lamanya waktu tinggal/ jumlah sesuatu
- Pasien mudah lupa pada nama orang lain
9. Memori
pasien dapat mengingat semua kejadian yang terjadi
pada dirinya
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
a. Konsentrasi
Pasien tidak mampu berkonsentrasi, berkonsentrasi
hanya sebentar, mudah teralihkan oleh pikirannya/
dunianya sendiri
b. Berhitung
Pasien bisa menyelesaikan pfngurangan/
pemjumlahan angka pertama saja
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
11. Kemampuan penilaian
Pasien tidak mampu memberi penilaian terhadap orang lain
dan mengambil keputusan untuk dirinya
❖ Diagnosa keperawatan: HDR
12. Daya tilik diri
Pasien menyadari bahwa dirinya mengalami/ memiliki
tanda dan gejala gangguan jiwa
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada
3.8 Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Kemampuan klien
Pasien belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam
perawatan kesehatan, transportasi, tempat tinggal, keuangan
dan kebutuhan lainnya.serta di ingatkan untuk rutin meminum
obatnya.
2. Kegiatan Hidup Sehari – hari
1. Perawatan diri
- Mandi: pasien membutuhkan bantuan untuk mandi, pasien
mandi 2x sehari
- Berpakaian, berhias, dan berdandan: pasien berdandan
seperti gadis remaja rambutnya diikat dua kanan dan kiri
- Makan: pasien makan 3x sehari ada tambahan/ extra food
selalu habis tidak bersisa, nafsu makan pasien meningkat, pasien
tidak pilih-pilih makanan,
- Toileting: pasien tidak ada kendala dengan BAK dan BAB
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
b. Nutrisi
Pasien makan 3x/ hari tidak ada pantangan,nafsu makan baik,
BB saat ini 54 kg
❖ Diagnosa keperawatan: tidak ada diagnosa keperawatan
c. T
i
d- Pasien tidur malam sekitar jam 09.00 malam- jam 05.00 pagi
Pasien tidak pernah tidur siang
-
- Pasien tidak mengalami gangguan tidur
NO DATA DIAGNOSA
KEPERAWATAN
pelan
1. Halusinasi Pendengaran
2. Isolasi sosial
3. Harga diri rendah
3.17 RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI PENDENGARAN
1 Peruba- SP 1 (PASIEN)
han Klien dapat 1. Setelah 3x interaksi klien
membina hubungan menunjukkan tanda – tanda 1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
persepsi
saling percaya percaya kepada perawat : prinsip komunikasi terapeutik :
sensori: 1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
halusi- dengan perawat 2. Ekspresi wajah bersahabat.
3. Menunjukkan rasa senang. verbal
nasi 2. Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat
4. Ada kontak mata.
pende- berkenalan
5. Mau berjabat tangan.
ngaran 3. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
6. Mau menyebutkan nama.
7. Mau menjawab salam. dsukai klien
8. Mau duduk berdampingan dengan 4. Buat kontrak yang jelas
perawat. 5. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali
9. Bersedia mengungkapkan interaksi
masalah yang dihadapi. 6. Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan
a. Mengenal dasar klien
halusinasi:\ 10. Setelah2x interaksi klien 8. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi
1. Isi menyebutkan : klien
2. Frekuensi 11. Isi 9. Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan
3. Waktu ;terj 12. Frekuensi klien
adinya 13. Waktu
4. Situasi 14. Situasi dan kondisi yang
pencetus menimbulkan halusinasi 1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
(* dengar /lihat /penghidu /raba /kecap), jika menemukan
klien yang sedang halusinasi:
1. Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi
dengar/ lihat/ penghidu /raba/ kecap )
2. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang
dialaminya
3. Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya
( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi)
4. Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal
5. Perasaan Setelah 2x interaksi klien menyatakan yang sama.
saat terjadi perasaan dan responnya saat 5. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
halusinasi mengalami halusinasi : Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang
1. Marah adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :
2. Takut
3. Sedih 1. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,
4. Senang siang, sore, malam atau sering dan kadang – kadang )
5. Cemas 2. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
6. Jengkel menimbulkan
SP 2:
a. Evaluasi 1. Setelah 2x pertemuan diharapkan
1. Anjurkan klien untuk bicara dengan perawat saat
kegiatan yang lalu klien mau berbicara dengan orang
(SP 1) halusinasi muncul
lain bila terjadi halusinasi
b. Melatih
berbicara dengan
orang lain saat
halusinasi muncul
c. Masukkan
Jadwal
SP 3
1. Evaluasi
kegiatan 4. Setelah 3x pertemuan diharapkan
yang lalu klien mau menyibukkan diri
(Sp1 & 2) dengan kegiatan saat halusinasi 1. Anjurkan klien untuk mengisi kegiatan (menonton tv,
2. Melatih membantu bersih-bersih dll) saat halusinasi muncul
muncul
kegiatan
agar
halusinasi
tdk muncul
3. Masukkan
jadwal.
SP 4
1. Evaluasi 1. Setelah 2x interaksi klien
jadwal menyebutkan; 1. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan
pasien yang 1. Manfaat minum obat efek samping obat yang dirasakan
lalu (SP 1, 2. Kerugian tidak minum obat
2, 3) 3. Nama,warna,dosis, efek terapi 2. Diskusikan akibat berhenti obat tanpa konsultasi
2. Menanyaka dan efek samping obat 3. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
n 2. Setelah 2x interaksi klien
pengobatan mendemontrasikan penggunaan obat dgn
sebelumnya benar
. 3. Setelah 2x interaksi klien
3. Menjelaska menyebutkan akibat berhenti minum
n tentang
pengobatan
(5 benar)
4. Melatih
pasien
minum obat
5. Masukkan
jadwal.
1. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama: Sdr H
Ruang : Cendrawasih
No RM : 138xxx
“Perkenalkan nama saya Evi, senang dipanggil evi. Saya S : Nama saya hasanudin,saya biasa dipanggil hasan
mahasiswi dari Fikes UB, Nama mas siapa? senang
dipanggil siapa? O : Klien menjawab,tidak ada kontak mata, mau berjabat tangan
Saya dinas di ruang cendrawasih selama 1 minggu, akan S : Semalam tidur saya kurang, karena saya masih dengar suara-
merawat mas Hasan. Hari ini saya dinas pagi mulai pukul suara
07.00-13.00 WIB. Bagaimana perasaan mas hasan pagi O ; Klien menjelaskan halusinasinya
ini? apakah semalam tidurnya nyenyak?
Bagaimana kalau sekarang kita ngobrol sebentar tentang S : Ya
suara-suara itu, 30 menit saja , kita duduk di dekat ruang
O : Klien mengikuti duduk di kursi dekat ruang perawatan
perawatan
S :“biasanya sering”
“ya waktu saya sendirian di kamar, tapi paling sering siang hari
“Berapa kali suara itu muncul?” ketika teman-teman tidur siang”
“kapan yang paling sering mas mendengar suara itu?” O : Klien menjelaskan frekuensi halusinasinya
S : ya
S: Lebih tenang
Fase Terminasi: O: Klien mengungkapkan perasaannya
“Mas hasan sudah banyak bercerita, sekarang bagaimana
perasaannya? setelah berbincang-bincang dengan saya
barusan?”
S : Halusinasi
O : Klien menjawab spontan
Apa nama suara yang tidak ada wujud tadi?....bagus
13/09/23 SP 1:
Jam 10.30 Fase Orientasi:
“Assalamu’alaikum.. mas hasan, apa masih ingat dengan S: “Wa’alaikum salam mbak evi”
saya?”
O : Klien mau menjawab salam
“baiklah kalau begitu sesuai dengan janji kita kemarin, S :“iya mbak, kita ngobrol disini aja ya?”
pagi ini saya akan kita akan ngobrol di tempat ini, saya
O : Klien setuju
akan mengajari mas hasan apa yang harus dilakukan bila
suara-suara tersebut muncul lagi.”
Fase Terminasi:
S :“Pergi..... pergi.....!! saya tidak mau dengar...., kamu suara
“Bagaimana perasaan setelah latihan menghardik
palsu!!!”
halusinasi dengan saya?”
S :“senang mbak, dulu saya juga pernah di ajari tapi saya sering
lupa tidak menggunakan cara itu”
“Mulai sekarang kalau mas hasan mendengar suara-
suara itu lagi mas hasan harus melakukan latihan yang
tadi secara berulang-ulang sampai suara itu hilang”
S :“iya mbak akan saya coba” (sambil tertawa dan mengulangi
latihannya)
“Nah, besok saya akan ajarkan cara kedua untuk
mencegah suara-suara itu muncul kembali yaitu dengan S :“iya mbak, kapan?”
cara mengobrol dengan teman terdekat”
S :“Iya mbak tapi jangan lama-lama ya?”
S :“Ya besok saya kesini lagi ya mas”
“bagaimana kalau besok pagi seperti tadi jam 10.00?
S :“Wa’alaikum salam”
Setelah tensi di tempat ini?”
O: klien tampak tenang
klien kooperati
“iya, bagaimana kalau kita latihan selama 20 menit saja?”
A: Secara kognitif mas hasan mapu mengenal halusinasinya, dan
psikomotor, klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara
“baiklah, sampai jumpa lagi besok, Assalamu’alaikum..” menghardik halusinasinya
P: SP 1 klien telah dilakukan.
melanjutkan ke SP 2 dengan kriteria :
1. klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan
berbincang dengan orang lain.
14/09/123 SP 2 : S:
Fase Orientasi:
Jam 10.00 “Assalamualaikum mas hasan... “Wa’alaikum salam mbak evi”
“ Bagaimana perasaan mas hasan hari ini?” “saya agak ngantuk mbak”
“kenapa mas apa sulit tidur?” “tidak kok mbak, sudah biasa jam segini ngantuk”
Apa suara-suara yang didengar masih sering? “sudah berkurang kok mbak”
“Mas hasan, suara yang mengejek itu. tidak nyata.. jadi “sudah mas, yang kalau suara itu muncul katakan pada suara itu :
tidak usah di pikirkan, kalau mas hasan sulit tidur nanti Pergi..... pergi.....!! saya tidak mau dengar...., suara palsu!!!
suara-suara itu bisa muncul lagi dan mas hasan akan
terganggu lagi”
“iya mbak”
Fase Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah halusinasi adalah dengan
cara mengobrol dengan orang lain atau teman dekat mas
hasan di kamar. Apakah mas hasan punya teman dekat?” “cara menyusunnya bagaimana mas hasan?”
“ Jadi sudah 2 cara yang mas hasan pelajari untuk “iya mbak, besok saja ya?”
mencegah suara itu muncul. Coba sebutkan apa saja?”
15/09/23 SP 3: S:
Jam 15.00 Fase Orientasi:
“Assalamualaikum mas hasan...” “Wa’alaikum salam”
Fase Terminasi:
“Baiklah mas hasan, karena tempatnya yang tidak
nyaman digunakan untuk berdRkusi sebaiknya kita “iya mbak tidak apa-apa”
lanjutkan besok pagi jam 9 saja di depan kantor perawat
seperti biasanya, bagaimna?”
“seperti biasanya saja”
“iya, bagaimana kalau 30 menit kita buat daftar kegiatan “Wa’alaikum salam”
harian?”
O:
-klien tampak tenang
“baiklah, kalau begitu silahkan melanjukan kegiatan.
-klien kooperati
Terima kasih.. sampai ketemu besok sore jam 15.00.
Assalamu’alikum” A:
klien belum mampu mengontrol halusinasinya dengan cara
melakukan aktifitas yang terjadwal
P:
SP3 klien dipertahankan dengan kriteria:
2. klien tidak akan melewatkan banyak waktu luang sendiri, yang
sering kali mencetuskan halusinasi, sehingga klien dapat
mengisi waktu luang dengan aktifitas yang bermanfaat.
16/9/23 SP 5:
Jam Fase Orientasi: S:
08..00
“Assalamualaikum mas hasan. Bagaimana perasaan mas “wa’alaikumsalam, baik- baik saja mbak”
hasan hari ini?
“Apakah suara itu masih sering muncul? “
“tidak mbak, saya sudah tidak mendengar suara itu lagi,karena
saya sudah punya teman ngobrol namanya S dan jadwal kegiatan,
jadi tidak ada waktu untuk mendengar suara-suara itu lagi”
“sudah mbak”
“yang pertama kalau ada suara bilang gini..pergi saya tidak mau
“bagus kalau begitu, pertahankan seperti itu ya ...
dengar, kamu suara palsu, yang kedua mengajak mengobrol teman
Apakah mas hasan sudah melakukan 3 cara yang sudah
sekamar, yang ketiga menulR jadwal kegiatan, yang keempat
saya ajarkan?”
minum obat tapi dari keempat cara itu saya lebih suka mengusir
suara itu dengan menyanyi mas”
“ya mbak”
“ Baik, sesuai janji saya hari ini kita akan mendiskusikan
tentang obat-obatan yang mas hasan minum. Kita akan
dRkusi selama 20 menit. saja ya mas hasan?”
Fase Kerja:
“Mas hasan adakah bedanya setelah minum obat secara “ya”
teratur? Apakah suara itu berkurang atau hilang?”
Pada bab pembahasan ini penulis akan membahas kesenjangan antara bab
II (Tinjauan Pustaka) dengan bab III (Tinjauan Kasus) pada Sdr. H dengan
dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan
sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal
yang berbahaya). Pada kasus Sdr Hyang dialami klien adalah halusinasi
Rentang respon yang muncul dan sedang dialami oleh sdr H adalah respon
maladaptif, karena klien sudah memasuki tahap dimana klien mendengar suara-
suara yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata yang orang lain tidak
mendengarnya. Klien suka berteriak-teriak sendiri dan berusaha melarikan diri
dari Dinsos karena mendengar bisikan yang menyuruhnya jalan tanpa tujuan.
sosiokultural, biokimia, psikologis, genetik dan pola asuh. Pada sdr H faktor
mempunyai riwayat gangguan jiwa dan sudah pernah dirawat sebanyak 3x,
dengan merusak rumah tetangganya, faktor biokimia dimana adanya stres yang
berlebihan yang dialami klien, faktor psikologis dimana klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal, faktor pola
klien tidak mengalami faktor genetik karena didalam riwayat keluarga Sdr
Htidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh sdr H
Pada Sdr H faktor presipitasi yang muncul adalah dimensi emosional dimana
dialaminya, dimensi sosial dimana klien lebih asik dengan halusinasinya dari
gejala yang muncul adalah bicara sendiri, mulut komat-kamit dan sering
termenung.
halusinasi saat ini berada pada tahap I (Comforting) karena klien berperilaku
diantaranya bicara sendiri, tertawa sendiri, mulut komat-kamit dan berada pada
(isolasi sosial). Pada Sdr H mekanisme koping klien halusinasi yang muncul
adalah menarik diri (isolasi sosial) dimana klien tidak mau dan malu
Behavior Therapy (CBT) dan Family Psycho Education (FPE). Pada Sdr
(FPE) karena tindakan itu dilakukan oleh perawat yang lebih kompeten yaitu
perawat spesialis.
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, yang terdiri dari
pengumpulan data baik data subjektif maupun data objektif dan perumusan
langsung dengan klien dan melihat catatan keperawatan medis klien. Menurut
proses pengkajian yang terdapat di teori dengan ditambah keluhan saat ini. Penulis
melakukan pengkajian yakni keluhan saat ini bertujuan untuk mendapatkan data
yang aktual karena klien sudah masuk Rumah Sakit Jiwa Lawang selama 5 hari.
2. ANALISA DATA
isolasi sosial, harga diri rendah dan koping individu tidak efektif. Sedangkan pada
Sdr H daftar masalah yang muncul yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran, isolasi sosial, harga diri rendah dan koping individu tidak efektif.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
rendah dan koping individu tidak efektif. Sedangkan pada Sdr H diagnosa yang
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
kriteria hasil dan tindakan keperawatan pada klien. Dimana tujuan tindakan
keperawatan untuk klien halusinasi adalah klien dapat mengenal halusinasi yang
dialaminya serta dapat mengikuti program pengobatan dengan benar dan kriteria
halusinasinya dengan cara berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi, waktu
halusinasi muncul dan perasaan klien saat halusinasi itu muncul. Tindakan
selanjutnya adalah melatih klien untuk mengontrol halusinasi dengan 4 cara yaiu :
kegiatan yang terjadwal, dan minum obat secara teratur. Pada saat pembuatan
rencana tindakan keperawatan pada Sdr H telah disesuaikan dengan data kondisi
klien saat ini sehingga rencana tindakan dibuat berdasarkan apa yang terjadi pada
klien saat ini dan tindakan yang diberikan juga tepat sasaran
5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
berdasarkan prioritas yang telah dibuat dimana tindakan yang diberikan mencakup
telah dijelaskan oleh (Putri & Fitrianti, 2018) yaitu pada pasien halusinasi maka
lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang menikmati dunianya dan
harus sering dialihkan dengan aktivitas fisik. Pada Sdr Hperawat mengajak Sdr
Hberkomunikasi dengan klien lain setiap kali Sdr Htampak melamun. Selain itu
perawat juga mengajak klien untuk melakukan aktivitas fisik seperti merapikan
tempat tidur dan menyapu. Selama perawat melakukan implementasi klien tampak
berkomunikasi dengan klien. Selain itu, klien juga tampak kooperatif mengikuti
terapeutik pada klien sehingga terjalin hubungan yang baik antara perawat dan
klien. Kemudian perawat telah mengajarkan pada klien cara mengontrol harusinasi
dengan orang lain, melakukan kegiatan terjadwal dan minum obat secara teratur.
6. EVALUASI KEPERAWATAN
yaitu evaluasi formatif (proses) yakni evaluasi yang dilakukan setiap selesai
melakukan tindakan dan evaluasi sumatif (hasil) yakni evaluasi yang dilakukan
dengan membandinngkan respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang
telah ditetapkan sebelumnya. Pada kasus ini penulis menggunakan evaluasi proses
atau formatif.
yakni halusinasi pendengaran dan berhasil menyebutkan isi, frekuensi serta waktu
mandiri cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik sehingga klien belum
mencapai tujuan rencana keperawatan yang telah dibuat dan penulis menganalisa
bahwa masalah belum teratasi maka pertemuan selanjutnya akan dilatih kembali
Pada pertemuan kedua penulis mengevaluasi kegiatan yang telah diajarkan dan
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, walaupun pada saat klien
bahwa masalah teratasi karena klien sudah mencapai tujuan tindakan yaitu
melakukan bercakap- cakap dengan orang lain dan tindakan dapat dilanjutkan
penulis menganalisa bahwa masalah teratasi karena klien sudah mencapai tujuan
diminumnya beserta fungsi dari obat tersebut dan klien tahu kapan jadwal ia harus
minum obat. Sehingga penulis menganalisa bahwa masalah teratasi karena klien
sudah mencapai tujuan tindakan yaitu minum obat secara teratur dan tindakan
diajarkan.
bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan terjadwal dan minum obat
secara teratur.
BAB V
PENUTUP
7. Kesimpulan
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologist/persepsi paling maladaptif. Jika individu yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), pasien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Halusinasi bias jua karena hilangnya emampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Pada Tn. S mengalami halusinasi pendengaran. Klien merasa mendengarkan
bisikan-bisikan yang mengatakan untuk istighfar. Dalam hal ini tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan membina
hubungan saling percaya, mengidentifikasi halusinasinya dan mengajarkan cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, meminum obat dengan teratur,
mengajarkan untuk beraktivitas sehari-hari dan juga mengajarkan bagaimana
membina hubungan dengan orang lain dengan cara mengajarkan untuk berkenalan
dan bercakap-cakap.
8. Saran
Dukungan keluarga, petugas kesehatan, lingkungan dalam hal ini teman satu
ruangan saat masih rawat inap dan lingkungan sekitar rumah saat nanti dipulangkan
sangat penting dalam proses kesembuhan dan mencegah terjadinya kekambuhan.
Oleh karena itu peran aktif dan saling menerima adalah kunci supaya pasien dengan
gangguan kejiwaan dapat berinteraksi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A., & Rahayu, D. A. (2021). Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi
Pendengaran. Ners Muda, 2(2). https://doi.org/10.26714/nm.v2i2.6286
Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika, Yogyakarta.
Aldam, S. F. S., & Wardani, I. Y. (2019). Efektifitas penerapan standar asuhan keperawatan
jiwa generalis pada pasien skizofrenia dalam menurunkan gejala halusinasi. Jurnal
Keperawatan Jiwa, 7(2), 165. https://doi.org/10.26714/jkj.7.2.2019.167-174
H. iyus Yosep, S.K.p., M.Si., M. Sc., & Titin Sutini, Skep., Ners., M. K. (2019). buku
keperawatan jiwa - Penelusuran Google (M. Dandan Wildani, Ed.; 8th ed.). PT Refika
Aditama.
Keliat, Budi Anna. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press
Mahbengi, T., & Jek, A. (2023). Penerapan Strategi Pelaksanaan Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Jiwa Penerapan Strategi Pelaksanaan Dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan Jiwa Pada Tn . A Dengan Masalah Halusinasi : Studi Kasus 1 Tiara
danseringkali kambuh atau berulang. Research Gate, March.
https://doi.org/10.31219/osf.io/n5fs2
Sutinah, S., Harkomah, I., & Saswati, N. (2020). TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI
PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) PADA KLIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI JAMBI. Jurnal Pengabdian Masyarakat Dalam Kesehatan, 2(2).
https://doi.org/10.20473/jpmk.v2i2.19972
Syahdi, D., & Pardede, J. A. (2022). Penerapan strategi pelaksanaan (SP) 1-4 dengan masalah
halusinasi pada penderita skizofrenia: studi kasus. Psychiatric and Mental Health
Nursing, 2019, 1–47.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: CV Trans Info Media.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung: PT Refika Aditama.
Yosep. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: PT Refika Aditama.
Yosep, H.Iyus., Titin Sutini. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama; 2016.
Yusuf, A., Fitriyasari, R., & Nihayati, HE. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.