Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH GANGGUAN SISTEM PERSEPSI SENSORIK SERTA TREND DAN

ISSUE GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN

OLEH :
KELOMPOK 3
1. Anisa
2. Kornelia Rahadat
3. Fajar Asmin Baharudin
4. Dian Mangar
5. Nathalia Tamarinszky Souhuwat
6. Fredek Berti Bagai
7. Gerson Apalem
8. Grishela Sesilia Sarak
9. Cledwyn Jones Thenu

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES PASAPUA
AMBON
2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan
dan kemampuan sehingga makalah dengan judul “GANGGUAN SISTEM PERSEPSI SENSORIK
SERTA TREND DAN ISSUE GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN” ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Ambon, J a n u a r i 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN...............................................................................................
BAB III. PENUTUP.......................................................................................................
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................
3.2 Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan Persepsi Sensori merupakan keadaan dalam diri seseorang mengalami sebuah
perubahan bentuk dan jumlah dari rangsangan yang datang dari luar maupun dari dalam dengan
respon yang menurun atau dilebih-lebihkan terhadap rangsangan ini yang menimbulkan
Halusinasi (Shalahuddin, dkk 2021). Beberapa kondisi yang memprihatinkan yaitu meningkatnya
kejadian gangguan jiwa dengan halusinasi dalam masalah kesehatan. Klien halusinasi yang tidak
segera dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan masalah yang serius bagi klien,
lingkungan maupun masyarakat sekitar. Kita akan menemukan klien yang melakukan tindakan
kekerasan dikarenakan mengalami halusinasi.
Gangguan mental yang kronis maupun parah diseluruh dunia sekitar lebih dari 21 juta dan 23
juta orang jiwa secara umum, namun diketahui 50% jiwa dengan skinzofrenia atau halusinasi
yang tidak mendapat penanganan berada di Negara berpenghasilan menengah dan rendah. Pada
tahun 2013 sebanyak 1,7 per mil dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 menjadi 7 per mil
gangguan jiwa yang terjadi di Indonesia (Shalahuddin, dkk 2021). Data menurut Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota Jawa Timur hingga November tahun 2014 diketahui sebanyak 1033 kasus yang
dipasung tersebar di 38 kabupaten/kota, dirujuk ke RSJ/RSU/UPT, sekitar 81 kasus berada pada
Dinas Sosial, 298 kasus dilepas di rumah, dan 608 kasus di pasung .
Sedangkan data dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota Bondowoso Jawa Timur dari tahun
2017 hingga 2021, tepatnya di 2 wilayah kerja puskesmas Wonosari Bondowoso. Setelah
diakumulasikan dari 40.533 penduduk terdapat 4 kasus dengan gangguan jiwa yang dipasung,
sekitar 22 kasus tanpa pasung dan penderita halusinasi, dan kurang lebih 821 kasus dengan
masalah kejiwaan.
Halusinasi dipengaruhi oleh faktor presipitasi dan faktor predisposisi. Faktor presipitasi
merupakan sebuah rangsangan yang terjadi pada seseorang sehingga mempersepsikan atau
menilai sesuatu yang memerlukan tenaga karena adanya tekanan dari luar maupun dari dalam.
Sedangkan faktor predisposisi mempengaruhi tingkat stress maupun kecemasan seseorang
terhadap suatu masalah yang dialami sehingga tidak dapat mengendalikan halusinasi (Aldam &
Wardani, 2019).
Proses yang menimbulkan terjadinya gangguan persepsi sensori atau halusinasi yaitu terdapat
4 tahapan, pada tahap yang pertama halusinasi bersifat menenangkan, untuk tahap kedua maka
halusinasi berada pada sifat menyalahkan, tahap ketiga halusinasi akan bersifat menegndalikan
dan pada tahap terakhir akan bersifat menakutkan. Ada beberapa jenis halusinasi diantaranya
yaitu halusinasi penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan yang memiliki
tanda-tanda seperti bebricara sendiri, tertawa tanpa penyebab, menunjuk ke arah tertentu, muntah
atau bahkan menggaruk-garuk kulit (Nugrahani, 2020).
Dampak dari halusinasi pada klien yaitu perilaku yang tidak dapat mengendalikan diri-sendiri,
beresiko dalam melakukan bunuh diri, serta dapat merusak lingkungan sekitarnya apabila tidak
segera dilakukan penanganan. Peran keluarga sangat penting untuk proses penyembuhan klien
tetapi juga dapat merasakan dampak saat melakukan perawatan seperti merasa putus asa, takut 3
ataupun kecewa dengan perilaku klien sehigga keluarga cemas dalam situasi sosial, oleh sebab itu
keluarga akan merasa bahwa klien menjadi beban dalam keluarga maupun lingkungannya
(Susilawati; Fredrika, 2019).
Peran perawat dalam mengatasi masalah halusinasi adalah dengan pendekatan nonfarmakologi
seperti terapi kelompok aktivitas, interaksi sosial, mengajarkan cara menghardik halusinasi,
mengajarkan cara berfokus saat bercakap-cakap untuk mengendalikan halusinasi serta membuat
sebuah jadwal untuk memonitor kegiatan sehari-hari klien dan untuk terapi farmakologi bisa
menggunakan obat anti depresan (Zaini, 2019).
Berdasarkan data serta latar belakang diatas, penulis melaksanakan studi kasus dengan judul
Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Penglihatan
di Wilayah Kerja Puskesmas Wonosari, Kabupaten Bondowoso, diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terutama pada pasien halusinasi penglihatan
di Wilayah Kerja Puskesmas Wonosari Kabupaten Bondowoso.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Gangguan Sistem Persepsi Sensori?
2. Apa Trend dan Issue Gangguan Sistem Persarafan?

1.3 Tujuan Penulisan


Dapat melakukan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
serta trend dan issue gangguan sistem persarafan.

1.4 Metodologi
1.3.1 Pendekatan Proses Keperawatan
Penelitian ini menggunakan tahap-tahap proses keperawatan yang meliputi:
1. Pengkajian adalah tahap pertama atau tahap awal yang dilakukan dalam proses keperawatan.
2. Diagnosis adalah suatu penilaian secara klinis tentang suatu respons yang diberikan oleh individu,
keluarga, atau kelompok terhadap masalah kesehatan. Data hasil pengkajian ditelaah melalui proses
analisis sebagai dasar untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan.
3. Perencanaan adalah suatu proses dalam penyusunan strategi atau intervensi keperawatan
berdasarkan kebutuhan dasar untuk mencegah, mengurangi, mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan.
4. Pelaksanaan adalah suatu bentuk pentalaksanaan keperawatan melalui terbentuknya strategi
keperawatan sehingga terencana dalam tindakan keperawatan.
5. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses pelaksanaan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk
mengevaluasi atau melihat tingkat keberhasilan dari tindakan keperawatan yang diberikan.
1.3.2 Waktu dan tempat pengambilan kasus
Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
dimulai pada tanggal 13 Desember 2021 sampai 24 Januari 2022 Di Wilayah Kerja RSJ prof. Dr.
Muhammad Ildrem.

1.5 Teknik Pengumpulan Data


1.4.1 Wawancara
Metode wawancara ini dilakukan dengan cara mengajukan atau tanya jawab terkait masalah yang
dihadapi oleh klien. Wawancara dapat dilakukan dengan anggota keluarga, klien, atau petugas
kesehatan lainnya. Ini bertujuan untuk melakukan perawatan kepada klien dengan menjalin hubungan
saling percaya antara klien dan perawat sehingga di dapatkan data masalah tentang kesehatan klien.
1.4.2 Observasi
Metode ini dilakukan dengan melihat langsung kondisi maupun respon perilaku klien untuk
mendapatkan data masalah tentang kesehatan klien. Pengamatan ini dilaksanakan melalui
penglihatan, rabaan, sentuhan dan pendengaran.
1.4.3 Dokumentasi
Mengumpulkan menganalisis dokumen dan catatan penting. Metode dokumentasi dapat diperoleh
dari catatan atau laporan tim kesehatan lain, rekam 7 medis, laboratorium, konsultasi dan
pemerikasaan lainnya, yang penting untuk menunjang kesehatan dan perawatan klien.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Halusinasi
2.1.1 Defenisi
Halusinasi merupakan distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon
neurobiologist maladaptive, penderita sebenarnya mengalami distorsi sensori sebagai hal
yang nyata dan meresponnya (Pardede, 2020). Halusinasi adalah suatu gejala gangguan
jiwa. Pasien mengalami perubahan sensori persepsi merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada (Dermawan, 2018). Halusinasi adalah persepsi klien terhadap
lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien mengiterprestasikan sesuatu yang
tidak nyata stimus/rangsangan dari luar (Manulang, 2019).
Halusinasi merupakan gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi
sensori, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, rasa, sentuhan, atau
penciuman (Abdurkhman & Maulana 2022). Halusinasi merupakan persepsi yang
diterima oleh panca indera tanpa adanya stimulus eksternal. Klien dengan halusinasi
sering merasakan keadaan/kondisi yang hanya dapat dirasakan olehnya namun tidak
dapat dirasakan oleh orang lain (Harkomah,2019). Berdasarkan beberapa defenisi diatas
halusinasi merupakan gangguan persepsi panca Indera ,adanya stimulus eksternal yang
merasakan sensasi palsu namun tidak dapat dirasakan oleh orang lain.

2.1.2 Tanda dan gejala


Menurut Azizah, Zainuri & Akbar, (2016). Tanda dan gejala halusinasi penting
diketahui oleh perawat agar dapat menempatkan masalah halusinasi antara lain :
1. Berbicara, tertawa dan tersenyum sendiri
2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kaimat untuk mendengarkan
sesuatu
4. Disorientasi
5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6. Cepat berubah pikiran
7. Alur Social kacau
8. Respon yang tidak sesuai
9. Menarik diri
10. Respon yang tidak sesuai
11. Suka marah dengan tiba- tiba dan menyerang orang lain tanpa sebab.
12. Sering melamun
2.1.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Halusinasi
a. Faktor predisposisi
Faktor kerentanan merupakan Social risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dikemukakan individu untuk mengatasi Social.
Diperoleh dari pelanggan dan keluarganya. Faktor pencetus mungkin termasuk
1. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan menemui hambatan dan hubungan interpersonal
terputus, individu akan merasa Social dan cemas (Zelika & Dermawan, 2015).
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya Social dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak
kecil,mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress
(Sutejo, 2020). Berdasarkan beberapa defenisi diatas social perkembangan jika
kehangatan dalam keluarga yang rendahnya kontrol menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak dini, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress

2. Faktor Sosial Dan Budaya


Faktor berbagi dalam masyarakat dapat membuat orang merasa dikucilkan,
dan dengan demikian membuat orang merasa kesepian di lingkungan mereka
yang luas (Sutejo, 2020). Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan
sejak bayi sehingga akan merasa kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya (Zelika & Dermawan, 2015).
Berdasarkan beberapa defenisi diatas sosial dan budaya dalam lingkungan
masyarakat dan keluarga yang sering dikucilkan dan akan merasa kesepian dan
tidak percaya pada lingkungan

3. Faktor Biokimia
Hal tersebut berdampak pada terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami social yang berlebihan, tubuh menghasilkan zat kimia saraf yang
dapat menyebabkan halusinasi, seperti buffalophenone dan dimethyltransferase
(DMP) (Sutejo, 2020).
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat
halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivitasnya neurotransmitter otak misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin (Zelika & Dermawan, 2015).
Berdasarkan beberapa defenisi diatas Social biokimia merupakan yang
dimana stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter
otak misalnya ketidak seimbangan acetychoin dopamine.

4. Faktor Psikologi
Hubungan interpersonal tidak harmonis, dan biasanya seseorang menerima
berbagai peran yang kontradiktif, yang akan menimbulkan banyak Social dan
kecemasan, serta berujung pada hancurnya orientasi realitas (Sutejo, 2020)
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dari
lari dari alam nyata menuju alam khayal (Zelika & Dermawan, 2015).
Berdasarkan beberapa defenisi diatas social psikologi terlalu banyak stress dan
kecemasan serta berujung pada hancurnya orientasi realitas.

5. Faktor Genetik
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak sehat yang dirawat oleh
orang tua Pasien skizofrenia lebih mungkin mengembangkan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Social keluarga memiliki pengaruh yang sangat
penting terhadap penyakit ini (Dermawan, 2016).

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan social ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana Sosial terisolasi seringg menjasi pencetus terjadinya
halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan Social dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik (Stuart, Keliat & Pasaribu
2016)

2.1.4 Jenis-Jenis Halusinasi


Jenis-jenis halusinasi terbagi menjadi 4 antaranya:
1. Halusinasi pendengaran
Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling seperti suara orang suara
berbentuk kebisingan yang kurang keras sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang atau lebih.
Pikiran yang didengar klien dimana pasien disuruh untuk melakukan sesuatu yang
kadang- kadang membahayakan (Muhit, 2016). Halusinasi pendengaran adalah
mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara
berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau klien bunyi
tersebut (Harkomah, 2019)
Berdasarkan beberapa defenisi diatas Halusinasi pendengaran merupakan
mendengar suara atau bunyi yang serderhana seperti kebisingan, suara bercakap-
cakap, sehingga klien berespon terhadap suara dan bunyi tersebut.

2. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya gambaran geometris, gambaran
kartun, banyangan yang rumit dan kompleks. Bayangan menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster (Muhit, 2015). Halusinasi penglihatan adalah
yang dimana kontak mata kurang, senang menyendiri, terdiam dan memandang
kesuatu sudut dan sulit berkonsentrasi (Erviana & Hargiana, 2018). Berdasarkan
beberapa defenisi diatas Halusinasi merupakan gangguan penglihatan yang
stimulus visual dalam bentuk klitan cahaya, gambar geometris, dapat dilihat dari
kontak mata kurang, senang menyendiri, dan sulit berkonsentrasi.

3. Halusinasi penghidu
Membaui bau- bauan tertentu seperti daah, urin, atau feses, umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang
atau demensia (Muhit, 2015). Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk,
amis dan bau yang menjijikan seperti darah,urine atau fases kadang tercium bau
harum (Yusalia, 2018). Berdasarkan beberapa defenisi diatas halusinasi penghidu
merupakan gangguan penciuman bau yang biasanya ditandai dengan membaui
aroma seperti darah, urine dan fases terkadang membaui aroma segar.

4. Halusinasi Pengecapan
Merasa seperti mengecap rasa seperti darah,urin atau feses (Muhit, 2015)

5. Halusinasi sentuhan
Merasa disentuh, disentuh, ditiup, dibakar, atau bergerak di bawah kulit seperti
ulat (Muhit, 2015)

2.1.5 Rentang respon


Halusinasi adalah reaksi maladaftif individu yang berbeda Rentang respons
neurobiologis (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016). Ini adalah perasaan maladaptasi. Jika
pelanggan memiliki pandangan yang sehat Akurat, mampu mengenali dan menafsirkan
rangsangan Menurut panca indera (pendengaran, Penglihatan, penciuman, rasa dan
sentuhan) pelanggan halusinasi Bahkan jika stimulusnya di antara kedua tanggapan
tersebut terdapat tanggapan yang terpisah Karena satu hal mengalami sosial yang
abnormal, yaitu kesalah pahaman Stimulus yang diterimanya adalah ilusi. Pengalaman
Pasien yang luas Jika penjelasan untuk stimulasi sensorik tidak Menurut stimulus yang
diterima, rentang responsnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Rentang Respon
RESPON ADAPTIF RESPON MALADATIF
 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan piker
 Persepsi akurat  Ilusi  Sulit merespon
emosi
 Emosi konsisten  Reaksi emosional
 Perilakku
dengan pengalaman
 Perilaku disorganisasi
 Perilaku sesuai
anah/tidak biasa  Isolasi sosial
 Berhubungan soial  Menarik diri

2.1.6 Tahapan Halusinasi


Tahapan halusinasi menurut Azizah, Zainuri & Akbar (2016) anatara lain:
a. Tahap pertama (non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi dapat membuat klien merasa nyaman dan orientasi
sedang. Secara umum pada tahap ini merupakan hal yang menyenangkan bagi klien
: Mengalami kecemasan, kesepian, batin dan ketakutan,Cobalah untuk social pada
pikiran yang dapat menghilangkan kecemasan dan Pikiran dan pengalaman indrawi
masih di bawah kendali sadar.
Perilaku yang muncul:
1. Tersenyumlah atau tertawakan diri Anda sendiri
2. Gerakkan bibir Anda dengan tenang
3. Gerakan mata yang cepat
4. Sebarkan respons verbal, diam dan konsentrasi

b. Fase 2 (pasien non-psikiatri)


Pada tahap ini, pelanggan biasanya menyalahkan diri sendiri dan merasakan
kecemasan yang serius. Biasanya rasa haus yang ada social menyebabkan rasa
jijik.klien: Pengalaman sensorik yang menakutkan atau terganggu oleh
pengalaman, mulai merasa lepas kendali dan keluar dari orang lain
Perilaku yang muncul:
1. Meningkatnya detak jantung, pernapasan, dan tekanan darah
2. Mengurangi kepedulian terhadap lingkungan
3. Fokus pada pengurangan pengalaman sensorik
4. Hilangnya kemampuan untuk membedakan antara ilusi dan kenyataan

c. Tahap ketiga (penyakit mental)


Klien biasanya tidak dapat mengontrol diri mereka sendiri, kecemasan mereka
parah, dan halusinasi sangat menarik klien : Pasien menyerah dan menerima
pengalaman sensorik, isi ilusi menjadi menarik dan ketika pengalaman selesai
pasien menjadi kesepian.
Perilaku yang muncul:
1. Pasien mematuhi instruksi halusinasi
2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3. Sedikit atau perhatian sementara terhadap lingkungan
4. Tidak dapat mengikuti perintah sebenarnya
5. Pasien terlihat panas dan berkeringat

d. Tahap keempat (penyakit mental klien mudah dikendalikan oleh halusinasi,


dan mereka biasanya panik).
Perilaku yang muncul:
1. Risiko cedera tinggi
2. Pengadukan
3. Ketidakmampuan merespon rangsangan yang ada

2.1.7 Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa pasien melakukan tindakan
perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah sehingga rentan
melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang timbul pada pasien
skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh
lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang
lain (Keliat, 2016). Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah utama
gangguan sensori persepsi: halusinasi, antara lain: resiko prilaku kekerasan, harga diri
rendah dan isolasi sosial

2.1.8 Penatalaksanaa Medis


Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering terjadi pada gangguan
Skizofrenia. Dimana Skizofrenia merupakan jenis psikosis, adapun tindakan
penatalaksanaan dilakukan dengan berbagai terapi yaitu dengan:
1. Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena obat dapat membantu
pasien skizofrenia untuk meminimalkan gejala perilaku kekerasan, halusinasi, dan
harga diri rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh minum obat secara
teratur dan mau mengikuti perawatan (Pardede, Keliat, Wardani, 2013) :
a. Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas, gelisah,
agresif, waham, dan halusinasi.
b. Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang terkait skizofrenia dan
gangguan perilaku yang tidak terkontrol
c. Trihexilpenidyl (THP)
1) Dosis
a. Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b. Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai keadaan akut
teratasi.
2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet:
a. Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b. Klorpromazin 2x100 mg per hari
c. Triheksifenidil 2x2 mg per hari

3) Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet:


a. Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
b. Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
c. Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
d. Psikosomatik

2. Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu terapi fisik atau
suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artifisial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua
temples pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian
yang bervariasi pada setiap pasien tergantung pada masalah pasien dan respon
terapeutik sesuai hasil pengkajian selama tindakan. Pada pasien Skizofrenia
biasanya diberikan 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun
biasanya diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi penggunaan obat: penyakit
depresi berat yang tidak berespon terhadap obat, gangguan bipolar di mana
pasien sudah tidak berespon lagi terhadap obat dan pasien dengan bunuh diri
akut yang sudah lama tidak mendapatkan pertolongan.

3. Psikoterapi
Membantu waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian penting dalam
proses teraupetik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi : memberikan rasa aman
dan tenang, menciptakan lingkungan teraupetik,memotivasi klien untuk dapat
mengungkap perasaan secara verbal,bersikap ramah, sopan dan jujur terhadap klien

2.2 Konsep dasar asuhan keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan

Menurut (Keliat, 2016). Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasi meliputi:

1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi
menunjukkan peran genetik pada schizophrenia. Kembar identik yang
dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian Schizophrenia lebih
tinggi dari pada saudara sekandung yang dibesarkan secara terpisah.
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.

c. Faktor social budaya


Stress yang menumpuk awitan schizophrenia dan gangguan psikotik lain,
tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

2. Faktor presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif
adalah gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak dan
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak, yangmengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.

b. Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.

c. Stres Social / budaya


Stres dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, terpisahnya dengan orang terpenting atau disingkirkan dari kelompok.

d. Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah dapat menimbulkan perkembangan gangguan
sensori persepsi halusinasi.

e. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif
meliputi : regresi, berhunbungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas sehari-
hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk menejlaskan kerancuan persepsi dan
menarik diri.
f. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang
pengaruh gangguan otak pada perilaku. Orang tua harus secara aktif mendidik
anak–anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Disumber keluarga dapat
pengetahuan tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor ketersediaan waktu
dan tenaga serta kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan.

g. Perilaku halusinasi
Batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri, bersikap
seperti memdengar sesuatu, berhenti bicaraditengah – tengah kalimat untuk
mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri sendiri,
orang lain serta lingkungan.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Dengan faktor berhubungan dan batasan karakteristik disesuaikan dengan
keadaan yang ditemukan pada tiap-tiap partisipan. Topik yang diteliti yakni
kemampuan mengontrol halusinasi dengar (Azizah, Zainuri & Akbar 2016)
1. Harga diri rendah
2. Isolasi social
3. Halusinasi

2.2.3 Perencanaan Keperawatan


Rencana tindakan pada keluarga (Muhit,2016) adalah:
1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses terjadinya halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi :
menghardik, minum obat, bercakap- cakap, melakukan aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya halusinasi.
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow up anggota
keluarga dengan halusinasi.

Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan persepsi


sensori halusinasi meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa terapi (Sulah,
Pratiwi, & Teguh. 2016) yaitu :
1. Bantu klien mengenal halusinasinya meliputio isi, waktu terjadi halusinasi, isi,
frekuensi, perasaan saat terjadi halusinasi respon klien terhadap halusinasi
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.

2. meminum obat secara teratur.

3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain,


4. Menyusun kegiatan terjadwal dan dengan aktifitas
2.2.4 Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi
nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat
belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri
sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan, dinilai kembali apakah aman bagi klien. Setelah semuanya
tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan (Aldam, &
Wardani,2019).
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan Strategi
Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing- masing masalah utama. Pada masalah
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, terdapat 2 jenis SP, yaitu SP Klien
dan SP Keluarga.SP klien terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi halusinasi “jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, perasaan dan respon
halusinasi”, mengajarkan cara menghardik, memasukan cara menghardik ke dalam
jadwal; SP 2 (mengevaluasi SP 1, mengajarkan cara minum obat secara teratur,
memasukan ke dalam jadwal); SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2, menganjurkan klien
untuk mencari teman bicara); SP 4 (mengevaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3, melakukan
kegiatan terjadwal).
SP keluarga terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya,
mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien, menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala helusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien beserta
proses terjadinya, menjelaskan cara merawat pasien halusinasi); SP 2 (melatih
keluargamempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi, melatih keluarga
melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi); SP 3 (membantu
keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planing),
menjelaskan follow up pasien setelah pulang).
Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien
dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien
yang diharapkan, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan serta
respon klien.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan
respon klien pada tujuan umum dan tujuan khusus yang telah ditentukan.halusinasi
pendengaran tidak terjadi perilaku kekerasan, klien dapat membina hubungan saling
percaya, klien dapat mengenal halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasi dengar
dari jangka waktu 4x24 jam didapatkan data subjektif keluarga menyatakan senang
karena sudah diajarkan teknik mengontrol halusinasi, keluarga menyatakan pasien
mampu melakukan beberapa teknik mengontrol halusinasi (Sulah, Pratiwi, & Teguh.
2016).
Data objektif :
pasien tampak berbicara sendiri saat halusinasi itu datang, pasien dapat berbincang-bincang dengan
orang lain, pasien mampu melakukan aktivitas terjadwal, dan minum obat secara teratur.

TINJAUAN KASUS
2.3. Identitas Klien
Inisial : Tn. R
Tanggal Pengkajian : 24 Januari
2022 Umur : 32 Tahun
Agama : Islam
No Rm : 04. 59.49
Tanggal MRS : 13 Desember 2021

2.4. Alasan Masuk


Klien awalnya marah-marah dan melempar barang-barang karena kesel mendengar suara-
suara bisikkan ditelinganya sehingga memukul salah satu anggota keluarganya dan sulit
tidur.
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori Halusinasi pendengaran

2.5. Faktor Predisposisi


Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa 2 tahun yang lalu tepatnya pada tahun
2018 dan pulang kerumah dalam keadaan tenang. Dirumah klien tidak rutin minum obat,
tidak mau kontrol ke RSJ sehingga timbul gejala-gejala sepeti diatas kemudian klien
kambuh lagi. Kien awalnya marah-marah dana melempar barang-barang karena kesel,
mendengar suara orang membisikkan ditelinganya sehingga memukul orang rumah dan
sering mendengar suara- suara mengejek dan sulit tidur akhirnya keluarga membawa klien
kembali di RSJ prof. Dr. Muhammad Ildrem 13 Desember 2021. Keluarga klien tidak ada
yang pernah mengamali gangguan jiwa
Masalah keperawatan :
Regimen teraupetik inefektif
Koping invidu tidak efektif
Koping keluarga tidak efektif
2.6. Fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, didapatkan
hasil TD : 106/67 mmHg, HR : 83x/i, RR: 20x/i,S: 36Oc. Klien memiliki tinggi badan 172
cm dan berat badan 60 kg.

2.7. Psikososial
2.7.1. Genogram

Penjelasan :
klien merupakan anak ke dua dari 2 bersaudara ,klien memiliki satu kakak perempuaan
yang sudah menikah

keterangan

: perempuan

: laki-laki

: klien
: cerai
: garis keturunan

: garis perkawinan

: tinggal serumah dengan klien

: meninggal
2.7.2. Konsep diri
1. Gambaran diri: Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang cacat
2. Identitas: Klien mengetahui nama dan alamatnya klien merupakan anak ke dua dari 2
bersaudara.
3. Peran: Klien berperan sebagai anak
4. Ideal diri: klien merasa malu klien tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri dan merasa
putus asa
5. Harga diri: Klien mengatakan tidak mampu mewujudkan impianya, merasa gagal karena
tidak mapan dan akhirnya ditinggalkan oleh tunangannya
Masalah keperawatan : Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah

2.7.3. Hubungan Sosial


Klien menggangap bahwa keluarganya adalah orang sangat berarti dalam hidupnya, terutama
orang tuanya, klien tidak mengikuti kegiatan kelompok. Klien mengatakan mempunyai hambatan
dalam berhubungan dengan orang lain karena sulit bergaul, tidak mau berintraksi dengan orang lain
dan selalu ingin menyendiri
Masalah keperawatan : isolasi sosial : menarik diri

2.7.4. Spiritual
a. Nilai dan kenyakinan: Klien beragam islam dan yakin dengan agamnya
b. Kegiatan ibadah : Klien tidak ikut melakukan ibadah selama dirawat

2.7.5. Status Mental


1. Penampilan : pasien rapi seperti berpakaian biasa pada umumnya
2. Pembicaraan : klien berbicara lambat dan sedikit berkomunikasi
3. Aktivitas motorik : Klien sering mondar-mandir sambil berbicara sendiri, senyum-
senyum sendiri
4. Suasana perasaan : klien tidak mampu memgapresikan perasaannya pada saat mendengarkan
suara-suara
5. Afek : afek wajah sesuai dengan topik pembicaraan
6. Interaksi selama wawancara : klien tidak kooperatif, kontak mata kurang saat wawancara
7. Persepsi : klien mengatakan bahwa ia sering mendengar suara-suara mengejek dirinya ketika
klien sendiri, klien mendengar suara itu pada saat pagi, siang, dan malam. klien merasa
gelisah dan takut
8. Proses pikir : klien mampu menjawab apa yang ditanya
9. Isi pikir : klien dapat mengotrol isi pikirnya, klien tidak mengalami gangguan isi pikir dan
tidak masalah
10. Tingkat kesadaran : klien mampu berorientasi, klien mengenali waktu orang dan tempat
11. Memori : Klien mampu menceritakan kejadian di masa lalu dan yang baru terjadi.
12. Tingkat konsentrasi berhitung : Klien mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana
tanpa bantuan orang lain
13. Kemampuan : Klien dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk (mampu melakukan
penilaian)
14. Daya tilik diri : klien tidak mengingkari penyakit yang diderita klien mengetahui bahwa
dia sedang sakit dan dirawat dirumah sakit jiwa
Masalah keperawatan : gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran

2.8. Mekanisme Koping


Klien mengalami mekanisme koping adaptif yaitu klien dapat berbicara baik dengan orang
lain.

2.9. Masalah Psikososial Dan Lingkungan


Klien mengatakan sulit berteman dengan orang lain karena klien selalu ingin menyendiri.
Masalah keperawatan ; isolasi Social ; menarik diri

2.10. Pengetahuan Kurang Tentang Gagguan Jiwa


Klien tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang di alaminya dan obat yang
dikonsumsinya.

2.11. Aspek Medik


Diagnosa medis : Skizofrenia paranoid
Terapi medis yang diberikan :
1. Resperidone tablet 2mg 2x1
2. Clozapine 25 mg 1x1
2.12. Analisa Data
No Data Masalah keperawatan
1 Ds Gangguan konsep diri :
- Klien merasa malu karena tidak mapan harga diri rendah
- Klien merasa malu karena tidak kronis
dapat mengendalikan dirinya
- Klien merasa gagal karena tidak
mampu mewujudkan impiannya
- Klien merasa putus asa karena di
tinggalkan tunangannya
Do :
- Klien tampak malu

- Ekpresi wajah kosong

- Kontak mata kurang

- Berbicara lambat dan pelan

2 Ds : Gangguan persepsi sensori


- Klien mengatakan sering mendengarkan : halusinasi pendengaran
suara suara mengejek dirinya
- Klien mengatakan mendengar suara – suara
tersebut muncul 3 kali / hari, muncul pada saat
klien sedang menyendiri
- Klien merasa gelisah dan takut jika mendengar
suara tersebut
DO:
- Klien sering mondar – mandir

- Berbicara sendiri

- Sering senyum–senyum sendiri

Ds : Isolasi Sosial : MenarikDiri


- Klien mengatakan mempunyai hambatan dalam
berhubungan dengan orang lain
- Klien mengatakan sulit berteman dengan orang
lain karena klien selalu ingin menyendir

DO :
- Sulit bergaul

- Tidak mau berintraksi dengan orang lain dan

- selalu ingin menyendiri

- Kontak mata kurang

- Tidak mau berinteraksi

2.13. Masalah Keperawatan


1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Isolasi Sosial: Menarik Diri

3.1.2 Pohon Masalah

Gangguan presepsi sensori :


halusinasi

Isolasi Sosial: Menarik Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

3.1.3 Prioritas Diagnosa Keperawatan


Gangguan persepsi Sensorik : Halusinasi pendengaran
3.14 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Intervensi
1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi SP 1:
Pendengaran DO: 1. Identifikasi isi, waktu
Klien sering mondar– mandir terjadi,situasi pencetus, dan
responterhadap halusinasi
- Berbicara sendiri
2. mengontrol halusinasi
- Sering senyum–senyum sendiri dengan cara menghardik

DS: SP 2:
- Klien mengatakan sering
Mengontrol Halusinasi dengan
mendengarkan suara suara
cara minum obat secara teratur
mengejek dirinya
- Klien mengatakan mendengar SP 3:
suara – suara tersebut muncul 3 kali /
hari, muncul pada saat klien sedang mengontrol halusinasi
menyendiri dengancara bercakap – cakap
- Klien merasa gelisah dan takut jika dengan orang lain
mendengar suara tersebut
SP 4:
mengontrol halusinasi dengan
cara melakukan aktifitas
terjadwal
No Diagnosa Intervensi
2. Isolasi sosial : menarik diri DO: SP 1:
- sulit bergaul Menjelakan keuntungan dan
kerugian memiliki teman
- tidak mau berintraksi dengan orang lain
dan
SP 2:
- selalu ingin menyendiri
Melatih klien berkenalan dengan 2
- Kontak mata kurang orang atau lebih
- Tidak mau berinteraksi SP 3:
Melatih klien bercakap-cakap sambil
DS: melakukan kegiatan harian SP 4:

Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan Melatih klien berbicara sosial :


di kelompok/masyarakat. seperti meminta sesuat,berbelanja
Klien mengatakan mempunyai dan sebagainya
hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain karena klien sulit bergaul dan
selalu ingin .menyendiri

No Diagnosa Intervensi
3 Gangguan konsep diri : Harga diri rendah SP 1:
DO: Mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki pasien
- Klien tampak malu SP 2:
a. Menilai kemampuan yang
- Ekpresi wajah kosong
dapat digunakan
- Kontak mata kurang b. Menetapkan/memilki kegiatan
- Berbicara lambat dan pelan sesuai kemampuan
DS: c. Melatih kempuan sesuai
- Klien merasa malu karena tidak kemampuan yang dipilih 1
mapan
- Klien merasa malu karena tidak dapat SP 3:
mengendalikan Melatih kemampuan yang dipilih 2
Dirinya SP 4:
- Klien merasa gagal karena tidak Melatih kemampuan yang dipilih 3
mampu mewujudkan impiannya
- Klien merasa putus asa karena di
tinggalkan tunangannya
3.8 Implementasi dan Evaluasi

WAKTU Implemtasi Evaluasi


Selasa, 25 1. Data S : Klien merasa senang sudah di
januari 2022 - Klien mengatakan bantu dan klien merasa semangat
15.00 sering mendengarkan
O:
suara suara mengejek
dirinya - Klien mampu mengenali
- Klien mengatakan halusinasi yang dialami nya; isi,
mendengar suara – suara frekuensi, watu terjadi, sruasi
tersebut muncul 3 kali / pencetus,perasaan, respon
hari, muncul pada saat dengan mandiri
klien sedang menyendiri
- Klien merasa gelisah dan - Klien mampu Mengontrol
takut jika mendengar suara halusinasinya dengan cara
tersebut menghardik dengan bantuan

- Klien sering mondar –


mandir
A : Halusinasi
- Berbicara sendiri
(+) P :
- Sering senyum–senyum - Latihan mengidentifikasi
sendiri halusinasinya; isi, frekuensi,
Kemampuan: bermain alat watu terjadi, sruasi pencetus,
musik gitar. Menutup telinga perasaan dan respon halusinasi
dengan bantal 3x/hari
- Latihan menghardik halusinasi
2. Diagnosa Keperawatan 3x/ hari
Husinasi pendengaran
3. Tindakan Keperawatan
Sp1 halusinasi
- Melatih pasien
mengidentifikasi
halusinasinya; isi,
frekuensi, watu terjadi,
sruasi pencetus, perasaan
dan respon halusinasi
- Mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
4. RTL
Sp2; mengontrol halusinasi
dengan cara minum obat
Sp3; mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap – cakap
1. Data S : setelah mengiikuti
Rabu, 26
- Klien mengatakan mendengar terapi Klien m e r a s
Januari 2022
suara – suara tersebut muncul a Senang dan Antusias
15.00 2 kali / hari, muncul pada saat mengikuti terapi
klien sedang menyendiri O:
- Klien merasa gelisah dan takut
- klien mampu mengontrol
jika mendengar suara tersebut halusinasi dengan minum
- Klien sering mondar – mandir obat secara teratur dengan
bantuan
- Berbicara sendiri - Klien mampu melakukan
komunikasi secara verbal :
- Sering senyum–senyum
asertif/bicara baik-baik
sendiri
dengan motivasi ingin cepat
pulang.
Kemampuan bermain alat
musik gitar.menutup telinga
A :: Halusinasi pendengaran (+).
dengan bantal dan
mengidentifikasi halusinasi
4 Diagnosa keperawatan
P:
-Halusinasi pendengaran
- Latihan
5 Tindakan keperawatan
mengidentifi
Sp2 : Memberikan informasi kasi halusinasinya; isi,
tentang cara pengunaan frekuensi, watu terjadi,
obat minum obat sruasi pencetus, perasaan
RTL : dan respon halusinasi3x/hari
Sp3 : memberikan informasi - Latihan menghardik
dampak positif mengontrol halusinasi 3x/ hari
halusinasi dengan cara - Latihan minum obat dengan
bercakap – cakap dengen prinsip 6 benar 2x/ hari
orang lain - Latihan komunikasi secara
verbal : asertif/bicara baik-
baik 3x/ hari.
1. Data S : klien mengatakan dia
Kamis, 27
- Klien mengatakan mendengarmerasa
Januari 2022
senang bisa bercakap-cakap
suara – suara tersebut muncul
15.00 denganorang lain
1 kali / hari, muncul pada saat
klien sedang O : Klien m a m p u bercakap-
menyendiri
dipagi hari sebelum minum cakap dengan orang lain
obat secara mandiri
A : Halusinasi pendengaran
- Klien sering mondar – mandir
(+) P : Intervensi dilanjutkan
- Latihan menghardik
- Berbicara sendiri
halusinasi 3 x/ hari
- Sering senyum–senyum - Latihan minum obat
sendiri denganprinsip 6 benar 2
.. x/ hari
Kemampuan: bermain alat - Latihan bercakap-
musik gitar. cakapdengan orang lain
3x/ hari
2. Diagnosa keperawatan
Latihan kegiatan spritual
Halusinasi
3. Tindakan keperawatan
Sp4 : Halusinasi
- Mengevaluasi kemampuan
Menghardik Halusinasi
- Melatih pasien untuk
melakukan kegiatan
spritual dengan cara
berdoa.
-
RTL :
Halusinasi ; : Follow up dan
evaluasi Sp 1-4 Halusinasi
Senin,31 1. Data
S : Klien merasa senang
Januari 2022
- Klien mengatakan mempunyai sudah mengetahui
hambatan dalam berhubungan keuntungan dan kerugian
dengan orang lain mempunyai teman
- Klien mengatakan sulit O : Pasien mampu
berteman dengan orang lain memahami keuntungan dan
karena klien selalu ingin kerugian memiliki teman
menyendir secara mandiri
A: Isolasi Sosial : Menarik
- sulit bergaul diri (+)
P:
- tidak mau berintraksi dengan
orang lain dan - Menjelaskan keuntungan
- selalu ingin menyendiri dan kerugian memiliki teman
3x/hari
- Kontak mata kurang
- Melatih klien berkenalan 2
orang atau lebih 3x/hari
- Tidak mau berinteraksi
2. Diagnosa keperawatan :
Isolasi sosial : Menarik
diri
3. Tindakan keperawatan :
SP 1 :
Menjelaskan keuntungan dan
kerugian memiliki teman
4. RTL
SP 2 : Melatih klien
berkenalan dengan 2 orang
atau lebih
SP 3 : melatih klien bercakap-
cakap sambil melakukan aktifitas
terjadwal
Rabu 2 Febuari 1. Data
2022 S: setelah mengiikuti
- Klien mengatakan
terapi klien m e r a s
mengetahui keuntungan
a Senang dan
dan kerugian memilki
Antusias mengikuti
teman
terapi
- Klien mengatakan sulit
O: Kien mampu
berteman dengan orang
berkenalan dengan 2
lain karena klien selalu
orang atau lebih dengan
ingin menyendir
mandiri
A : Isolasi sosial : Menarik
- sulit bergaul
diri (+)
- tidak mau berintraksi P :
dengan orang lain dan
- Melatih klien
- selalu ingin menyendiri
berkenalan dengan 2
- Kontak mata kurang orang atau lebih 3x/hari
- Melatih klien bercakap-
- Tidak mau berinteraksi cakpa sambil
melakukan aktivitas
harian 3x/hari
2. Diagnosa keperawatan :
Isolasi sosial : Menarik
diri
3. Tindakan
keperawaatan :
SP 2 : melatih klien
berkenalan dengan 2
orang atau lebih
4. Rtl :
SP 3 : Melatih klien
bercakap-cakap sambil
melakukan aktivitas
harian
Kamis 3 1. Data
febuari 2022 S : klien merasa senang
- Klien mengatakan
bisa bercakap-cakap
mengetahui keuntungan
sambil melakukan
dan kerugian memilki
kegiatan harian
teman
O : klien mampu
- Klien mengatakan sulit
bercakap-cakap sambil
berteman dengan orang
melakukan aktivitas
lain karena klien selalu
harian dengan mandiri
ingin menyendir
A: Isolasi sosial : Menarik
diri (+)
- sulit bergaul
P : Intervensi lanjutan
- tidak mau berintraksi
- Melatih klien
dengan orang lain dan
berkenalan dengan 2
- selalu ingin menyendiri
orang atau lebih 3x/hari
- Kontak mata kurang - Melatih klien bercakap-
cakap sambil
- Tidak mau berinteraksi melakukan aktivitas
2. Diagnosa keperawatan : harian 3x/hari
Isolasi sosial : Menarik - Melatih klien berbicara
diri sosial : meminta
3. Tindakan sesuatu, belanja dan
sebagainya
keperawaatan :
SP 3 : Melatih klien
bercakap-cakap sambil
melakukan aktivitas
harian
4. Rtl :
SP 4: Melatih klien
berbicara sosial :
meminta sesuatu, belanja
dan sebagainya
Jumat 4 febuari 1. Data S : Klien mengatakan
2022 senang sudah mampu
Sudah berbicara dengan
bercakap dan berbicara
teman sekamar
sosial kepada teman
2. Diagnosa keperawatan :
sekamar
Isolasi sosial : Menarik
O: klien mampu
diri
berbicara sosial meminta
3. Tindakan
tolong dengan mandiri
keperawaatan :
A: Isolasi sosial :
SP 4: Melatih klien
Menarik diri (+)
berbicara sosial :
P : Intervensi lanjutan
meminta sesuatu, belanja
dan sebagainya - Melatih klien
berkenalan dengan 2
4. Rtl : orang atau lebih 3x/hari
- Melatih klien bercakap-
Isolasi sosial : Menarik
cakap sambil
diri : Follow up dan
melakukan aktivitas
evaluasi Sp 1-4 Isolasi
harian 3x/hari
sosial : Menarik diri
- Melatih klien berbicara
sosial : meminta
sesuatu, belanja dan
sebagainya
Senin 7 febuari 1. Data S: klien senang sudah
2022 bisa menggali aspek
- Klien merasa malu karena
positif
tidak mapan
O : Klien mengatakan
- Klien merasa malu
mampu mengidentifikasi
karena tidak dapat
aspek positif dengan
mengendalikan dirinya
mandiri
- Klien merasa gagal karena
A: Gangguan konsep diri :
tidak mampu mewujudkan
Harga Diri Rendah (+)
impiannya
P:
- Klien merasa putus asa
karena di tinggalkan - Latihan mengidentifikasi
tunangannya kemampuan dan aspek
- Klien tampak malu postif yang dimiliki
sebanyak 3x/hari
- Ekpresi wajah kosong
- Latihan Menilai
- Kontak mata kurang kemampuan yang dapat
- Berbicara lambat dan pelan digunakan 3x/hari
Kemampuan : - Latihan
Berkebun,bernyanyi,menggali Menetapkan/memilki
aspek positif kegiatan sesuai
2. Diagnosa keperawatan : kemampuan 3x/hari
Gangguan konsep diri : - Melatih kempuan sesuai
Harga Diri Rendah kemampuan yang dipilih 1
3. Tindakan keperawatan 3x/hari
Sp 1 : mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki pasien
4. Rtl
SP 2:
a. Menilai kemampuan yang
dapat digunakan
b. Menetapkan/memilki kegiatan
sesuai kemampuan
c. Melatih kempuan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
Selasa 8 1. Data
febuari 2022 S: klien mengatakan
- Klien merasa malu karena tidak
sudah tidak malu karena
mapan
sudah memiliki
- Klien merasa gagal karena
kemampuan positif
tidak mampu mewujudkan
O:
impiannya
- Klien merasa putus asa karena - klien sudah mampu
di tinggalkan tunangannya mengidentifikasi
- Klien tampak malu kemampuan positif
Kemampuan : - Klien sudah mampu
Berkebun,bernyanyi,mengali menilai kemapuan
aspek positif ,memilih kempuan yang digunakan
2. Diagnosa keperawatan : - Klien sudah mampu
Gangguan konsep diri : menetapkan
Harga Diri Rendah keampuan
3. Tindakan keperawatan A: Gangguan konsep
diri : Harga Diri Renda
Sp 2 :
(+)
a. Menilai kemampuan yang P:
dapat digunakan
- Latih kemampuan
b. Menetapkan/memilki
yang dipilih 1 (3x/hari)
kegiatan sesuai
Latih kemampuan yang
kemampuan
dipilih 2 (3x/hari)
c. Melatih kempuan sesuai
kemampuan yang dipilih 1

4. Rtl
SP 3: Melatih kemampuan
sesuai kemampuan yang
dipilih 2
Rabu, 09 1. Data S: klien mengatakan
febuari 2022 senang sudah mampu
- Klien merasa malu karena
melatih kegiatan bermain
tidak mapan
gitar
- Klien merasa gagal karena
O:
tidak mampu mewujudkan
impiannya - Klien sudah mampu
- Klien tampak malu melatih kegiatan
bermain gitar
- Ekpresi wajah kosong
- klien sudah mampu
Kemampuan :
melatih bergambar
Berkebun,bernyanyi,mengali
aspek positif ,memilih A: Gangguan konsep
kemampuan,bermain gitar diri : Harga Diri Renda
(+)
2. Diagnosa keperawatan : P:
Gangguan konsep diri :
- Latih kemampuan
Harga Diri Rendah
yang dipilih 2
3. Tindakan keperawatan
bermain gitar
SP 3: Melatih kemampuan
(2x/hari)
sesuai kemampuan yang
Latih kemampuan
dipilih 2
yang dipilih 3
4. Rtl
(mengambar) (3x/hari)
SP 4 : Melatih kemampuan
sesuai kemampuan yang dipilih 3
Senin 14 1. Data S: klien senang bisa
febuari 2022 melatih kegiatan
- Kontak mata sudah baik
mengambar
Tampak semangat dengan
O:
kegitan yang diberi
- Klien sudah merasa tidak malu - Klien sudah mampu
karena sudah memiliki melatih kegiatan
kemampuan mengambar dengan
Kemampuan : mandiri
Berkebun,bernyanyi,mengali - klien sudah mampu
aspek positif ,memilih melatih bergambar
kemampuan,bermain
gitar,mengambar A: Gangguan konsep
diri : Harga Diri
2. Diagnosa keperawatan : Rendah(+)
Gangguan konsep diri : P:
Harga Diri Rendah - Latihan mengidentifikasi
3. Tindakan keperawatan kemampuan dan aspek
SP 4: Melatih kemampuan postif yang dimiliki
sesuai kemampuan yang sebanyak 3x/hari
dipilih 3 - Latihan Menilai
4. Rtl
kemampuan yang dapat
Gangguan konsep diri :Harga diri digunakan 3x/hari
rendah Follow up dan evaluasi Sp - Latihan
1-4 Harga diri rendah Menetapkan/memilki
kegiatan sesuai kemampuan
3x/hari
- Melatih kempuan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
3x/hari

- Latih kemampuan
yang dipili 2
(3x/hari)
- Latih
kemampuan
yang dipilih
3 (3x/hari)
3.1.1 Trend dan Issue

Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Sistem Saraf


Pusat dengan Metode Backward Chaining dan
Certainty Factor
Felix, Leo Willyanto Santoso
Program Studi Informatika, Fakultas Teknologi Industri. Universitas Kristen Petra
Jln. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236
Telp. (031)-2983455. Fax (031)-8417658
Email: m26416047@john.petra.ac.id, leow@petra.ac.i
ABSTRAK
Sistem atau susunan saraf merupakan salah satu bagian terkecil dari organ dalam tubuh, tetapi
merupakan bagian yang paling kompleks. Sistem Saraf Pusat yaitu otak (ensefalon) dan medula
spinalis merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh sehingga sangat berbahaya jika
sistem saraf kita mengalami masalah, mengingat bahwa kematian bisa terjadi disebabkan oleh
masalah sistem saraf. Pengetahuan dan informasi yang minim, mustahil untuk bisa mengetahui
penyakit sistem saraf yang diderita seseorang. Oleh karena itu, dibutuhkan seorang pakar yang ahli
tentang penyakit sistem saraf dan pencegahannya.
Bedasarkan fakta diatas, tugas akhir ini dapat membantu kita untuk mendiagnosa penyakit sistem
saraf pusat dan mengantisipasinya jika mempunyai penyakit tersebut. Aplikasi ini dibuat berbasis web
base (PHP) dengan menggunakan XAMPP sebagai server database MYSQL. Pada sistem pakar ini
user akan memilih penyakit yang mau didiagnosa terlebih dahulu. Kemudian user menjawab beberapa
pertanyaan terkait gejala yang dialami. Setelah user menjawab semua pertanyaan yang diberikan
maka akan tampak hasil diagnosa beserta tingkat keyakinan dan solusi yang dapat membantu
mengantisipasi penyakit tersebut.

Kata Kunci: Sitem Pakar, Backward Chaining, Certainty Factor, Penyakit Sistem Saraf Pusat,
XAMPP

ABSTRACT
The nervous system or system is one of the smallest parts of the organs in the body, but its the most
complex part. The Central Nervous System, namely brain (encephalon) and spinal cord, is the center
of integration and control of all body activities so that will be very dangerous if our nervous system
has problems, given that death can occur due to nervous system problems. Minimal knowledge and
information make it impossible to know which disease that the nervous system is suffering from.
Therefore, we need an expert who is skilled on nervous system diseases and their prevention.
Based on the facts above, this final project can help us to diagnose central nervous system diseases
and anticipate if someone have the disease. This application is made based on web base (PHP) and
using XAMPP as MYSQL database server. In this expert system the user will choose the disease they
want to diagnose first. Then, the user answers several questions related to the existing symptoms.
After the user answers all the questions, the results of the diagnosis will appear along with the level
of confidence and solutions that can help anticipate the disease.

Keywords: Expert System, Backward Chaining, Certainty Factor, Central Nervous System Disease,
XAMPP.

1. LATAR BELAKANG
Saraf merupakan jaringan yang berbentuk tabung dan berguna untuk menyalurkan sinyal dari otak
ke tubuh dan sebaliknya. Sistem saraf pada manusia berperan dalam setiap aktivitas yang
dilakukan, bahkan aktivitas yang tidak disadari, seperti proses bernapas, detakan jantung, memori,
dan sebagainya [4]. Salah satu masalah di dalam dunia medis adalah ketidakseimbangan antara
pasien dan dokter. Selain itu Sebagian besar dari masyarakat tidak terlatih medis atau dunia
kedokteran sehingga, apabila mengalami gejala penyakit yang di derita belum tentu dapat
memahami caracara penanggulangannya atau solusinya. Sangat disayangkan sekali apabila gejala-
gejala yang sebenarnya dapat ditangani lebih awal menjadi penyakit yang lebih serius karena telat
penanganannya [3].
Secara global diseluruh dunia pada tahun 2016 gangguan sistem saraf pusat adalah penyebab
DALY (Disability Adjusted Life Years) sebanyak 276 juta penduduk diseluruh dunia dan penyebab
kedua kematian terbesar didunia sebanyak 9 juta penduduk diseluruh dunia. Dan empat kontribusi
terbesar terhadap DALY yang pertama adalah stroke sebesar 42%, yang kedua migrain sebesar
16%, ketiga adalah alzheimer dan demensia yang lainnya sebesar 10% dan terakhir adalah
meningitis sebesar 8%[6]. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Nelasari [11] dengan judul “Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit
Saraf Pusat Manusia dengan Metode Certainty Factor”. Pada penelitian ini akan dibuat program
diagnosa penyakit sistem saraf pusat yang lebih baik dengan menggunakan metode backward
chaining dan certainty factor. Yang diharapkan dapat memudahkan seseorang untuk mengetahui
gejala dan jenis penyakitnya beserta informasi, pengobatan dan pencegahan. Serta penelitian ini
memanfaatkan metode backward chaining untuk mendeteksi gejala dan penyakit sistem saraf pusat
dan metode certainty factor untuk membuktikan suatu fakta itu pasti atau tidaknya.

2. LANDASAN TEORI
2.1 Anatomi Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke susunan saraf pusat,
pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan [7]. Susunan sistem saraf terbagi
secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat (otak dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial
dan spinal) dan secara fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik [2].
Sistem Saraf Pusat yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang merupakan pusat integrasi dan
kontrol seluruh aktifitas tubuh. Sistem Saraf Tepi merupakan saraf kranial dan saraf spinalis yang
merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh [10].

2.2 Stroke
Stroke merupakan sindrom yang memiliki tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan atau global
yang berkembang cepat, adanya gangguan serebral yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari vaskular [13].

2.3 Chepalgia
Cephalgia merupakan istilah lain dari sakit kepala. Terdapat beberapa penyebab sakit kepala dan
perlu diketahui bahwa sakit kepala umumnya tidak diketahui sebabnya (lebih kurang 90%). Sakit
kepala yang tidak diketahui sebabnya ini disebut dengan sakit kepala primer, contohnya adalah
migraine dan tension type headache, cluster headache. Sakit kepala yang sebabnya diketahui lebih
sedikit (sakit kepala sekunder) dapat disebabkan oleh misalnya sakit gigi, demam, tumor otak [13].

2.4 Epilepsi
Epilepsi merupakan kelainan serebral yang ditandai factor predisposisi menetap untuk mengalami
kejang selanjutnya dan terdapat konsekuensi neurologis, psikologis, dan sosial dari kondisi ini.

2.5 Hernia Nucleous Pulposus (HNP)


HNP merupakan penyakit degenerative yang menyerang daerah Lumbal terutama pada L5-S1.
Manifestasi klinis berupa nyeri yang menjalar, gerakan yang terbatas, diperberat saat batuk, bersin,
mengejan, kelemahan motorik berupa penurunan refleks, serta dapat mengalami gangguan otonom
seperti retensi urin.

2.6 Infeksi Sistem Saraf Pusat


Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh infkesi sistem saraf ousat adalah : 2.6.1. Meningitis
Meningitis ialah inflamasi pada selaput araknoid, piamater, maupun melibatkan cairan serebrospinal
yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur. 2.6.2. Ensefalitis
Ensefalitis merupakan inflamasi pada parenkim otak yang penyebabnya adalah virus herpes.

2.7 Penyakit Degeneratif


Beberapa jenis penyakit degeneratif yaitu :
2.7.1. Demensia Alzheimer
Demensia adalah suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau progresif serta
terdapat gangguan fungsi luhur. Jenis demensia yang paling sering dijumpai yaitu demensia tipe
Alzheimer. Faktor risiko demensia Alzheimer yang terpenting adalah usia, riwayat keluarga, dan
genetik.
2.7.2. Parkinson Disease
Parkinson adalah penyakit neurodegenerative progresif yang memiliki karakterisitik parkinsonisme
seperti tremor saat istirahat, rigiditas, ataksia, bradikinesia, dan instabilitas postural.

2.8 Bell’s Palsy


Bell’s Palsy adalah paralisis nervus facialis yang bersifat akut, unilateral, perifer, dan mempengaruhi
lower motor neuron. Bell’s Palsy merupakan salah satu kelainan neurologik nervus cranial paling
sering dan lebih sering menyerang orang dewasa, penderita diabetes mellitus, imunokompromais, dan
perempuan hamil.

2.9 Carpal tunnel syndrome (CTS) dan Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) 2.9.1.
Carpal tunnel syndrome (CTS)
CTS adalah suatu keadaan dimana nervus medianus mengalami tekanan (kompresi) sehingga
menyebabkan gangguan sensorik dan motorik pada daerah yang dipersarafinya [13]. 2.9.2. Tarsal
Tunnel Syndrome (TTS)
TTS atau biasa disebut Sindrom Terowongan Tarsal/ Sindrom Kanal Tarsal merupakan kompresi
neuropati dan kondisi kaki yang menjadi nyeri akibat terjadinya penekanan pada nervus tibia yang
mana melewati terowongan tarsal.

2.10 Sistem Pakar


Sistem pakar merupakan salah satu bagian dari Artificial Intelligence (AI), definisi dari sistem pakar
itu sendiri adalah sebuah program komputer yang dirancang untuk mengambil keputusan seperti
keputusan yang diambil oleh seorang pakar. Dimana sistem pakar itu sendiri menggunakan
pengetahuan (knowledge), fakta, dan teknik berpikir dalam menyelesaikan berbagai masalah yang
biasanya hanya dapat diselesaikan oleh seorang pakar dari bidang ilmu yang bersangkutan [8].

2.11 Knowledge Base


Knowledge base (basis pengetahuan) adalah kumpulan informasi atau pengetahuan dari sang pakar,
dalam suatu bidang keahlian tertentu. Basis pengetahuan ini sering kali digunakan sebagai “rule of
thumb” yang biasa dipakai oleh seorang pakar dalam melakukan pekerjaan atau memilih sebuah
keputusan.

2.12 Dependency Diagram


Dependency diagram atau diagram ketergantungan adalah diagram yang memvisualisasikan alur
informasi atau fakta dan menampilkan bagian yang saling terkait.
Pada diagram ketergantungan menunjukan berbagai langkah dalam setiap prosedur dan
dihubungkan dengan anak panah.

2.13 Decision Table


Decision table menunjukan interrelasi antara value dari keputusan intermediate maupun keputusan
final pada Knowledge Base System
[5].

2.14 IF-THEN Rule


Setelah decision table direduksi maka seteiap baris bada table tersebut akan dikonversikan atau ditulis
dalam IF-THEN rule sehingga membentuk sebuah final set rule.
2.15 User Interface
User interface merupakan tampilan sebuah aplikasi yang akan dilihat oleh user. Melalui user
interface, user dapat berinteraksi dengan aplikasi tersebut yaitu dengan memberi inputan dan
menerima output.

2.16 Inference Engine Backward Chaining


Algoritma inferensi memilih beberapa aturan untuk menyimpulkan fakta baru atau mengkonfirmasi
tujuan yang telah ditetapkan. Ketika aturan diperiksa oleh mesin inferensi, fakta baru ditambahkan ke
basis pengetahuan jika memenuhi kondisi dalam aturan. Strategi backward chaining dimulai dari
sebuah tujuan dan diakhiri dengan sekumpulan fakta yang mengarah pada tujuan yang diberikan, oleh
karena itu disebut juga sebagai strategi goal-driven dari mesin inferensi.
Inferensi backward chaining dapat dianggap sebagai prosedur bottom-up yang dimulai dengan tujuan
utama dan menanyakan basis fakta tentang informasi yang dapat memenuhi kondisi yang terkandung
dalam aturan. Pada dasarnya menelusuri aturan di basis pengetahuan dengan mencari kesimpulan
yang cocok dengan kueri dan jika ditemukan, dapat membuat kueri baru (menambahkan fakta baru
jika perlu) [12].

2.17 Certainty Factor


Certainty theory mendasari penggunaan Certainty Factors (CFs). CFs mengekspresikan kepercayaan
dalam kejadian (atau fakta atau hipotesis) berdasarkan kejadian atau penilaian seorang pakar dan
Certainty Factor (CF) biasanya digunakan untuk menyatakan tingkat keyakinan pakar dalam suatu
pernyataan Certainty Factor dinilai dengan angka dalam rentang -1 (yakin negatif) sampai 1 (yakin
positif) [9].

2.18 Backward Chaining


Backward Chaining bisa disebut sebagai goal-driven reasoning, merupakan cara yang efisien untuk
memecahkan masalah yang dimodelkan sebagai pemilihan masalah terstruktur. Tujuan dari metode
inferensi ini adalah untuk mengambil pilihan terbaik dari banyak kemungkinan. Metode ini cocok
digunakan dalam permasalahan diagnosis [1].

3. DESAIN SISTEM
3.1 Desain Sistem
Pada bagian ini dibahas mengenai desain sistem dan proses kerja system. Desain ini dilakukan untuk
memberikan gambaran besar tentang alur kerja dari sistem pakar dan bagaimana sistem pakar
mengolah fakta sehingga implementasi dari program ini mudah dipahami dan digunakan oleh
masyarakat umum. Dan berikut ini merupakan penyakit-penyakit beserta gejala yang digunakan
bedasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan pakar. Tabel daftar penyakit dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar Penyakit


No Penyakit
P1 Ensefalitis
P2 Stroke Haemorrogik / perdarahan
P3 Stroke Iskemik
P4 Tension Type Headache
P5 Migrain
P6 Cluster
P7 Alzheimer
P8 Parkinson
P9 Meningitis
P10 Ball’s Palsy
P11 HNP
P12 Carpal Turnel Syndrome / Tarsal Turnel
Syndrom
P13 Epilepsi

Adapun gejala-gejala yang telah diberikan oleh pakar melalui hasil wawancara dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Daftar Gejala


No Gejala
G1 Sakit kepala
G2 Kesadaran menurun
G3 Mulut mencong
G4 Kelumpuhan setengah anggota gerak di sisi
yang sama
G5 Pusing berputar
G6 Kesemutan / Geringgingan
G7 Wajah lumpuh sebelah
G8 Demam
G9 Penurunan indra pengecap
G10 Gangguan telinga
G11 keluar air mata
G12 Mual
G13 Muntah
G14 Emosi
G15 Bicara rero
G16 Kehilangan memori jangka pendek
G17 Tidak dapat mengurus dirisendiri
G18 Nyeri punggung menjalar sampai kaki
G19 Resting tremor
G20 Kaku anggota gerak
G21 Akinesia /gerakan lamban
G22 Kaku kuduk positif
G23 Tangan nyeri
G24 Kaki nyeri
G25 Pandangan ganda
G26 Telinga berdenging
G27 Mata melihat kilatan cahaya
G28 Bertambah parah saat ramai/bising
G29 Hidung tersumbat
G30 Mulut keluar busa
G31 Mata mendelik keatas
G32 Lidah tergigit
G33 Bengong / melamun
G34 Tangan berkedut
G35 Tangan dan kaki kelojotan
G36 Kaki atau tangan terasa terbakar
G37 Mata merah
G38 Kelopak mata tampak lemas
G39 Bengkak mata
G40 Leher kaku
G41 Tidur terganggu
G42 Kelopak mata tampak lemas
G43 Bengkak mata
G44 Leher kaku
G45 Tidur terganggu
G46 Gangguan pernafasan
G47 Nyeri otot
G48 Nafsu makan berkurang
G49 Berat badan turun
G50 Wajah susah berekspresi
G51 Gangguan daya ingat
G52 Pengulangan kata
G53 Lengan dan kaki tidak bertenaga
G54 Gelisah
G55 Tidak enak bedan
G56 Lekas marah

3.2 Perancangan Dependency Diagram


Pada perancangan dependency diagram ini menjelaskan diagnosa penyakit yang ingin digunakan
meliputi gejala seperti kesemutan, leher kaku, mulut mencong, telinga berdenging, mata merah, lekas
marah, sakit kepala, dan gejala lainnya. Setelah diberikan informasi gejala, setiap gejala akan
mendapatkan kesimpulan antara ya, atau tidak terjadi. Ketika kesimpulan dari setiap gejala
didapatkan, maka diagnosa telah didapatkan. Hasil dari dependency diagram dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Dependency Diagram

3.3 Perancangan Rule


RULE 1
IF Kehilangan Memory jangka pendek
AND Tidak dapat mengurus diri sendiri
AND Gangguan daya ingat
AND Pengulangan Kata
AND Halusinasi
THEN Alzheimer
RULE 2
IF Wajah Lumpuh Sebelah
AND Kelopak Mata tanpak lemas
AND Wajah susah berekspresi
THEN Bell's Palsy;
RULE 3
IF Kebas
AND Kaki / Tangan terasa terbakar
AND Lengan dan kaki tak bertenaga
THEN Carpal Tunnel Syndrome dan Tarsal Tunnel
Syndrome
RULE 4
IF Nyeri Kepala
AND Penurunan Indra Pengecap
AND Mual
THEN Cluster
RULE 5
IF Gangguan Pernafasan
AND Kejang-kejang
AND Nyeri Kepala
AND Nafsu makan berkurang
THEN Ensefalitis
RULE 6
IF Kejang Tanpa Demam dan Kesadaran Menurun
AND Kejang-kejang
AND Mulut keluar busa
AND Lidah tergigit
AND Bengong
THEN Epilepsi
RULE 7
IF Kaki / Tangan terasa terbakar
AND Lengan dan kaki tak bertenaga
THEN Hernia Nucleous Pulposus (HNP)
RULE 8
IF Kejang-kejang
AND Kejang Tanpa Demam dan Kesadaran Menurun
AND Nyeri Kepala
AND Kaku kuduk positif
AND Gangguan Pernafasan
AND Bengong
THEN Meningitis
RULE 9
IF Nyeri Kepala
AND Bertambah parah saat ramai
AND Mual
THEN Migrain;
RULE 10
IF Kebas
AND Nyeri Kepala
AND Sulit Bicara
AND Perubahan Cara Berjalan
AND Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
AND Wajah Lumpuh Sebelah
AND Nafsu makan berkurang
AND Lengan dan kaki tak bertenaga
THEN Stroke Iskemik
RULE 11
IF Kejang-kejang
AND Kebas
AND Nyeri Kepala
AND Sulit Bicara
AND Perubahan Cara Berjalan
AND Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
AND Wajah Lumpuh Sebelah
AND Lengan dan kaki tak bertenaga
THEN Stroke Hemoragik
RULE 12
IF Nyeri Kepala
AND Wajah Lumpuh Sebelah
AND Mual
THEN Tension Type Headache
RULE 13
IF Halusinasi AND Perubahan Cara Berjalan
AND Restring Tremor
AND Wajah susah berekspresi THEN Parkinson

4. PENGUJIAN SISTEM
4.1 Halaman Login
Admin perlu melakukan proses login jika bertujuan untuk masuk ke menu master. Halaman login
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Halaman Login

4.2 Halaman Dashboard


Gambar 3 Halaman Dashboard Admin merupakan halaman utama saat masuk kedalam sistem. Pada
halaman ini menampilkan beberapa menu yaitu menu data admin, penyakit, gejala dan rule.

Gambar 3. Halaman Dashboard Admin

4.3 Halaman Daftar Penyakit


Gambar 4 Halaman penyakit adalah halaman yang menampilkan beberapa data penyakit yang dapat di
tambah, edit dan hapus

Gambar 4. Halaman Daftar Penyakit

4.4 Halaman Daftar Gejala 1


Halaman gejala adalah halaman yang menampilkan beberapa data gejala penyakit yang dapat di
tambah, edit dan hapus. Halaman gejala pada aplikasi ini dibagi menjadi dua dimana gejala satu
merupakan gejala yang digunakan untuk menentukan user terkena penyakit apa dan dapat dilihat pada
Gambar 5.

Gambar 5. Halaman Daftar Gejala 1


4.5 Halaman Daftar Gejala 2
Gejala kedua digunakan untuk menentukan apakah gejala 1 dialami user atau tidak. Halaman daftar
gejala 2 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Halaman Daftar Gejala 2

4.6 Halaman Rule


Halaman menu rule adalah halaman yang menampilkan daftar rule yang dapat di edit dan dapat dilihat
pada Gambar 7.

Gambar 7. Halaman Daftar Rule

4.7 Halaman Diagnosa


Pada halaman Form Diagnosa user memilih terlebih dahulu penyakit yang ingin didiagnosa. Dapat
dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Halaman Diagnosa

4.8 Halaman Hasil Diagnosa


Pada halaman Hasil Diagnosa user diberikan hasil penyakit beserta presentase dari CF nya. Dapat
dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Halaman Hasil Diagnosa


5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, ada beberapa kesimpulan yang bisa didapat antara
lain:
• Dengan adanya aplikasi ini, user dapat mengetahui penyakit dan solusi untuk menangani
penyakit sistem saraf pusat.
• Penyakit sistem saraf pusat bukanlah penyakit yang bisa didiagnosa secara pasti mengingat
berbagai pertimbangan yang dipakai untuk melakukan diagnose.
• Aplikasi ini dapat mendiagnosa penyakit sistem saraf pusat dengan menggunakan metode
Certainty Factor, dengan rata-rata akurasi 80%.
• Dikarenakan keterbatasan pakar dan terlalu banyak kemungkinan yang ada maka rule tidak
bisa sempurna.

5.2 Saran
Bedasarkan penelitian tersebut maka ada beberapa saran yang mungkin dapat berguna untuk
kedepannya seperti:
• Mengingat penyakit saraf itu sangat luas, bisa ditambahkan penyakit dan beberapa gejala agar
menjadi lebih baik lagi.
• Memperbaiki tampilan yang masih kurang agar pengguna lebih tertarik dalam menggunakan
aplikasi ini.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Ayub, M., & Zulfiansyah, R. P. (2015). Aplikasi Metode Backward Chaining untuk Mengenali
Kerusakan Mesin
Mobil. Zenit, 106.
[2] Bahrudin, M., 2013. Neurologi Klinis. Edisi Pertama, Malang, Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
[3] Daniel, & Virginia, G. (2010). Implementasi Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Penyakit dengan
Gejala Demam
Menggunakan Metode Certainly Factor. Jurnal Informatika,
Volume 6 Nomor 1, 25.
DOI=http://dx.doi.org/10.21460/inf.2010.61.82
[4] Djie, A. (2019, September 26). Sistem Saraf pada Manusia, Si Penyokong Kehidupan. Retrieved
from sehatq.com: https://www.sehatq.com/artikel/sistem-saraf-pada-manusiasi-penyokong-
kehidupan
[5] Dologite, D.G. Developing Knowledge-Based Systems Using VP-Expert, New York : Macmillan
Publishing Company, 1993
[6] Feigin, P. V. (2016). Global, regional, and national burden of neurological disorders, 1990–2016:
a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. 01.
DOI=https://doi.org/10.1016/S1474-4422(18)30499-X
[7] Feriyawati, L. (2005). Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi Kontraksi Otot
Rangka. USU Repository 2006 [8] Hayadi, B. H., & Rukun, K. (2016). What Is Expert System
Apa itu Sistem Pakar. Deepublish Publisher.Ding, W. and Marchionini, G. 1997. A Study on
Video Browsing Strategies. Technical Report. University of Maryland at College Park.
[9] Intan, R., & Budhi, G. S. (2010). Proposal Penerapan Probabilitas Penggunaan Fakta Guna
Menentukan Certainty Factor sebuah Rule pada Rule Base Expert System. Surabaya : UK
Petra.Spector, A. Z. 1989. Achieving application requirements. In Distributed Systems, S.
Mullender, Ed. ACM Press Frontier Series. ACM, New York, NY, 19-33. DOI=
http://doi.acm.org/10.1145/90417.90738.
[10] Khafinudin, Ahmad. 2012. Organ Pada Sistem Saraf.
http://khafinudin.files.wordpress.com/2012/03/sistemsaraf.pdf.
[11] Situmeang, N., & Sulindawaty. (2019). Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Saraf Pusat Manusia
dengan Metode Certainty Factor. Riset dan E-Jurnal Manajemen Informatika Komputer, 29.
DOI=10.33395/remik.v4i1.10224
Simiński, R., & Xie¸ski, T. (2017). Backward chaining inference as a database stored procedure –
[12]
the experiments on real-world knowledge bases. IEEE International conference on innovations in
intelligent systems and applications (inista)
2017 (pp. 253–258), Gdynia, Poland.
DOI=10.1080/24751839.2018.1479931
[13] Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). KAPITA SELEKTA
KEDOKTERAN. MEDIA
AESCULAPIUS.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan menjadikan status
klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data pengkajian. Selama
proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi terapeutik serta membina
hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Tn.R, diperoleh bahwa
klienmengalami gejala- gejala halusinasi seperti mendengar suara-suara, gelisah,
sulit tidur, tampak tegang, mondar-mandir,tidak dapat mempertahankan kontak mata,
sedih, malu, putus asa, menarik diri, mudah marah dan lain-lain. Faktor predisposisi
pada Tn.R yaitu pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya serta memiliki
riwayat mengonsumsi alkohol dan obat terlarang.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn.R:Halusinasi pendengaran,
isolasi sosial, koping individu inefektif, regimen teraupetik inefektif keluarga
inefektif, harga diri rendah serta keputusasaan. Tetapi pada pelaksanaannya, penulis
fokus pada masalah utama yaitu halusinasi pendengaran.
3. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi pertemuan
pada pasien halusinasi pendengaran dan harga diri.
4. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan gejala
halusinasi pendengaran yang dialami.

3.2 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan strategi
pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi sehingga dapat mempercepat proses
pemulihan klien.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi ners sehingga
mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien-
pasien yang mengalami halusinasi pendengaran
3. Bagi Rumah Sakit
Laporan ini diharapkan dapat menjadai acuan dan referensi dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden & Rusdi. (2016). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Baru
Felix, dkk. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Sistem Saraf Pusat dengan Metode Backward
Chaining dan Certainty Factor
nasution s. s. asuhan keperawatan pada pasien dengan perubahan sensori persepsi :
halusinasi. program studi ilmu keperawatan fakultas kedokteran universitas sumatera utara

Patimah Siti (2021). Aplikasi Terapi Bercakap - Cakap Pada Tn. N dengan Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Jampang Kulon. Jurnal Lentera
Putri N. N, dkk. Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Persepsi Sensori
: Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia

Anda mungkin juga menyukai