OLEH :
KELOMPOK 3
1. Anisa
2. Kornelia Rahadat
3. Fajar Asmin Baharudin
4. Dian Mangar
5. Nathalia Tamarinszky Souhuwat
6. Fredek Berti Bagai
7. Gerson Apalem
8. Grishela Sesilia Sarak
9. Cledwyn Jones Thenu
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kekuatan
dan kemampuan sehingga makalah dengan judul “GANGGUAN SISTEM PERSEPSI SENSORIK
SERTA TREND DAN ISSUE GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN” ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.
Ambon, J a n u a r i 2023
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN...............................................................................................
BAB III. PENUTUP.......................................................................................................
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................
3.2 Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Metodologi
1.3.1 Pendekatan Proses Keperawatan
Penelitian ini menggunakan tahap-tahap proses keperawatan yang meliputi:
1. Pengkajian adalah tahap pertama atau tahap awal yang dilakukan dalam proses keperawatan.
2. Diagnosis adalah suatu penilaian secara klinis tentang suatu respons yang diberikan oleh individu,
keluarga, atau kelompok terhadap masalah kesehatan. Data hasil pengkajian ditelaah melalui proses
analisis sebagai dasar untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan.
3. Perencanaan adalah suatu proses dalam penyusunan strategi atau intervensi keperawatan
berdasarkan kebutuhan dasar untuk mencegah, mengurangi, mengatasi masalah-masalah yang telah
diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan.
4. Pelaksanaan adalah suatu bentuk pentalaksanaan keperawatan melalui terbentuknya strategi
keperawatan sehingga terencana dalam tindakan keperawatan.
5. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses pelaksanaan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk
mengevaluasi atau melihat tingkat keberhasilan dari tindakan keperawatan yang diberikan.
1.3.2 Waktu dan tempat pengambilan kasus
Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
dimulai pada tanggal 13 Desember 2021 sampai 24 Januari 2022 Di Wilayah Kerja RSJ prof. Dr.
Muhammad Ildrem.
3. Faktor Biokimia
Hal tersebut berdampak pada terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami social yang berlebihan, tubuh menghasilkan zat kimia saraf yang
dapat menyebabkan halusinasi, seperti buffalophenone dan dimethyltransferase
(DMP) (Sutejo, 2020).
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat
halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivitasnya neurotransmitter otak misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin (Zelika & Dermawan, 2015).
Berdasarkan beberapa defenisi diatas Social biokimia merupakan yang
dimana stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter
otak misalnya ketidak seimbangan acetychoin dopamine.
4. Faktor Psikologi
Hubungan interpersonal tidak harmonis, dan biasanya seseorang menerima
berbagai peran yang kontradiktif, yang akan menimbulkan banyak Social dan
kecemasan, serta berujung pada hancurnya orientasi realitas (Sutejo, 2020)
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dari
lari dari alam nyata menuju alam khayal (Zelika & Dermawan, 2015).
Berdasarkan beberapa defenisi diatas social psikologi terlalu banyak stress dan
kecemasan serta berujung pada hancurnya orientasi realitas.
5. Faktor Genetik
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak sehat yang dirawat oleh
orang tua Pasien skizofrenia lebih mungkin mengembangkan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Social keluarga memiliki pengaruh yang sangat
penting terhadap penyakit ini (Dermawan, 2016).
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan social ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan, dan juga suasana Sosial terisolasi seringg menjasi pencetus terjadinya
halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan Social dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik (Stuart, Keliat & Pasaribu
2016)
2. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya gambaran geometris, gambaran
kartun, banyangan yang rumit dan kompleks. Bayangan menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster (Muhit, 2015). Halusinasi penglihatan adalah
yang dimana kontak mata kurang, senang menyendiri, terdiam dan memandang
kesuatu sudut dan sulit berkonsentrasi (Erviana & Hargiana, 2018). Berdasarkan
beberapa defenisi diatas Halusinasi merupakan gangguan penglihatan yang
stimulus visual dalam bentuk klitan cahaya, gambar geometris, dapat dilihat dari
kontak mata kurang, senang menyendiri, dan sulit berkonsentrasi.
3. Halusinasi penghidu
Membaui bau- bauan tertentu seperti daah, urin, atau feses, umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang
atau demensia (Muhit, 2015). Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk,
amis dan bau yang menjijikan seperti darah,urine atau fases kadang tercium bau
harum (Yusalia, 2018). Berdasarkan beberapa defenisi diatas halusinasi penghidu
merupakan gangguan penciuman bau yang biasanya ditandai dengan membaui
aroma seperti darah, urine dan fases terkadang membaui aroma segar.
4. Halusinasi Pengecapan
Merasa seperti mengecap rasa seperti darah,urin atau feses (Muhit, 2015)
5. Halusinasi sentuhan
Merasa disentuh, disentuh, ditiup, dibakar, atau bergerak di bawah kulit seperti
ulat (Muhit, 2015)
2.1.7 Komplikasi
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa pasien melakukan tindakan
perilaku kekerasan karena suara-suara yang memberinya perintah sehingga rentan
melakukan perilaku yang tidak adaptif. Perilaku kekerasan yang timbul pada pasien
skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh
lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang
lain (Keliat, 2016). Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah utama
gangguan sensori persepsi: halusinasi, antara lain: resiko prilaku kekerasan, harga diri
rendah dan isolasi sosial
2. Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu suatu terapi fisik atau
suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara artifisial dengan
melewatkan aliran listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua
temples pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan merupakan rangkaian
yang bervariasi pada setiap pasien tergantung pada masalah pasien dan respon
terapeutik sesuai hasil pengkajian selama tindakan. Pada pasien Skizofrenia
biasanya diberikan 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali seminggu walaupun
biasanya diberikan jarang atau lebih sering. Indikasi penggunaan obat: penyakit
depresi berat yang tidak berespon terhadap obat, gangguan bipolar di mana
pasien sudah tidak berespon lagi terhadap obat dan pasien dengan bunuh diri
akut yang sudah lama tidak mendapatkan pertolongan.
3. Psikoterapi
Membantu waktu yang relatif lama, juga merupakan bagian penting dalam
proses teraupetik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi : memberikan rasa aman
dan tenang, menciptakan lingkungan teraupetik,memotivasi klien untuk dapat
mengungkap perasaan secara verbal,bersikap ramah, sopan dan jujur terhadap klien
1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi
menunjukkan peran genetik pada schizophrenia. Kembar identik yang
dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian Schizophrenia lebih
tinggi dari pada saudara sekandung yang dibesarkan secara terpisah.
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.
2. Faktor presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif
adalah gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak dan
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak, yangmengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.
b. Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
d. Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah dapat menimbulkan perkembangan gangguan
sensori persepsi halusinasi.
e. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif
meliputi : regresi, berhunbungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas sehari-
hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk menejlaskan kerancuan persepsi dan
menarik diri.
f. Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang
pengaruh gangguan otak pada perilaku. Orang tua harus secara aktif mendidik
anak–anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Disumber keluarga dapat
pengetahuan tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor ketersediaan waktu
dan tenaga serta kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan.
g. Perilaku halusinasi
Batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri, bersikap
seperti memdengar sesuatu, berhenti bicaraditengah – tengah kalimat untuk
mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri sendiri,
orang lain serta lingkungan.
TINJAUAN KASUS
2.3. Identitas Klien
Inisial : Tn. R
Tanggal Pengkajian : 24 Januari
2022 Umur : 32 Tahun
Agama : Islam
No Rm : 04. 59.49
Tanggal MRS : 13 Desember 2021
2.7. Psikososial
2.7.1. Genogram
Penjelasan :
klien merupakan anak ke dua dari 2 bersaudara ,klien memiliki satu kakak perempuaan
yang sudah menikah
keterangan
: perempuan
: laki-laki
: klien
: cerai
: garis keturunan
: garis perkawinan
: meninggal
2.7.2. Konsep diri
1. Gambaran diri: Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang cacat
2. Identitas: Klien mengetahui nama dan alamatnya klien merupakan anak ke dua dari 2
bersaudara.
3. Peran: Klien berperan sebagai anak
4. Ideal diri: klien merasa malu klien tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri dan merasa
putus asa
5. Harga diri: Klien mengatakan tidak mampu mewujudkan impianya, merasa gagal karena
tidak mapan dan akhirnya ditinggalkan oleh tunangannya
Masalah keperawatan : Gangguan Konsep diri : Harga diri rendah
2.7.4. Spiritual
a. Nilai dan kenyakinan: Klien beragam islam dan yakin dengan agamnya
b. Kegiatan ibadah : Klien tidak ikut melakukan ibadah selama dirawat
- Berbicara sendiri
DO :
- Sulit bergaul
No Diagnosa Intervensi
1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi SP 1:
Pendengaran DO: 1. Identifikasi isi, waktu
Klien sering mondar– mandir terjadi,situasi pencetus, dan
responterhadap halusinasi
- Berbicara sendiri
2. mengontrol halusinasi
- Sering senyum–senyum sendiri dengan cara menghardik
DS: SP 2:
- Klien mengatakan sering
Mengontrol Halusinasi dengan
mendengarkan suara suara
cara minum obat secara teratur
mengejek dirinya
- Klien mengatakan mendengar SP 3:
suara – suara tersebut muncul 3 kali /
hari, muncul pada saat klien sedang mengontrol halusinasi
menyendiri dengancara bercakap – cakap
- Klien merasa gelisah dan takut jika dengan orang lain
mendengar suara tersebut
SP 4:
mengontrol halusinasi dengan
cara melakukan aktifitas
terjadwal
No Diagnosa Intervensi
2. Isolasi sosial : menarik diri DO: SP 1:
- sulit bergaul Menjelakan keuntungan dan
kerugian memiliki teman
- tidak mau berintraksi dengan orang lain
dan
SP 2:
- selalu ingin menyendiri
Melatih klien berkenalan dengan 2
- Kontak mata kurang orang atau lebih
- Tidak mau berinteraksi SP 3:
Melatih klien bercakap-cakap sambil
DS: melakukan kegiatan harian SP 4:
No Diagnosa Intervensi
3 Gangguan konsep diri : Harga diri rendah SP 1:
DO: Mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki pasien
- Klien tampak malu SP 2:
a. Menilai kemampuan yang
- Ekpresi wajah kosong
dapat digunakan
- Kontak mata kurang b. Menetapkan/memilki kegiatan
- Berbicara lambat dan pelan sesuai kemampuan
DS: c. Melatih kempuan sesuai
- Klien merasa malu karena tidak kemampuan yang dipilih 1
mapan
- Klien merasa malu karena tidak dapat SP 3:
mengendalikan Melatih kemampuan yang dipilih 2
Dirinya SP 4:
- Klien merasa gagal karena tidak Melatih kemampuan yang dipilih 3
mampu mewujudkan impiannya
- Klien merasa putus asa karena di
tinggalkan tunangannya
3.8 Implementasi dan Evaluasi
4. Rtl
SP 3: Melatih kemampuan
sesuai kemampuan yang
dipilih 2
Rabu, 09 1. Data S: klien mengatakan
febuari 2022 senang sudah mampu
- Klien merasa malu karena
melatih kegiatan bermain
tidak mapan
gitar
- Klien merasa gagal karena
O:
tidak mampu mewujudkan
impiannya - Klien sudah mampu
- Klien tampak malu melatih kegiatan
bermain gitar
- Ekpresi wajah kosong
- klien sudah mampu
Kemampuan :
melatih bergambar
Berkebun,bernyanyi,mengali
aspek positif ,memilih A: Gangguan konsep
kemampuan,bermain gitar diri : Harga Diri Renda
(+)
2. Diagnosa keperawatan : P:
Gangguan konsep diri :
- Latih kemampuan
Harga Diri Rendah
yang dipilih 2
3. Tindakan keperawatan
bermain gitar
SP 3: Melatih kemampuan
(2x/hari)
sesuai kemampuan yang
Latih kemampuan
dipilih 2
yang dipilih 3
4. Rtl
(mengambar) (3x/hari)
SP 4 : Melatih kemampuan
sesuai kemampuan yang dipilih 3
Senin 14 1. Data S: klien senang bisa
febuari 2022 melatih kegiatan
- Kontak mata sudah baik
mengambar
Tampak semangat dengan
O:
kegitan yang diberi
- Klien sudah merasa tidak malu - Klien sudah mampu
karena sudah memiliki melatih kegiatan
kemampuan mengambar dengan
Kemampuan : mandiri
Berkebun,bernyanyi,mengali - klien sudah mampu
aspek positif ,memilih melatih bergambar
kemampuan,bermain
gitar,mengambar A: Gangguan konsep
diri : Harga Diri
2. Diagnosa keperawatan : Rendah(+)
Gangguan konsep diri : P:
Harga Diri Rendah - Latihan mengidentifikasi
3. Tindakan keperawatan kemampuan dan aspek
SP 4: Melatih kemampuan postif yang dimiliki
sesuai kemampuan yang sebanyak 3x/hari
dipilih 3 - Latihan Menilai
4. Rtl
kemampuan yang dapat
Gangguan konsep diri :Harga diri digunakan 3x/hari
rendah Follow up dan evaluasi Sp - Latihan
1-4 Harga diri rendah Menetapkan/memilki
kegiatan sesuai kemampuan
3x/hari
- Melatih kempuan sesuai
kemampuan yang dipilih 1
3x/hari
- Latih kemampuan
yang dipili 2
(3x/hari)
- Latih
kemampuan
yang dipilih
3 (3x/hari)
3.1.1 Trend dan Issue
Kata Kunci: Sitem Pakar, Backward Chaining, Certainty Factor, Penyakit Sistem Saraf Pusat,
XAMPP
ABSTRACT
The nervous system or system is one of the smallest parts of the organs in the body, but its the most
complex part. The Central Nervous System, namely brain (encephalon) and spinal cord, is the center
of integration and control of all body activities so that will be very dangerous if our nervous system
has problems, given that death can occur due to nervous system problems. Minimal knowledge and
information make it impossible to know which disease that the nervous system is suffering from.
Therefore, we need an expert who is skilled on nervous system diseases and their prevention.
Based on the facts above, this final project can help us to diagnose central nervous system diseases
and anticipate if someone have the disease. This application is made based on web base (PHP) and
using XAMPP as MYSQL database server. In this expert system the user will choose the disease they
want to diagnose first. Then, the user answers several questions related to the existing symptoms.
After the user answers all the questions, the results of the diagnosis will appear along with the level
of confidence and solutions that can help anticipate the disease.
Keywords: Expert System, Backward Chaining, Certainty Factor, Central Nervous System Disease,
XAMPP.
1. LATAR BELAKANG
Saraf merupakan jaringan yang berbentuk tabung dan berguna untuk menyalurkan sinyal dari otak
ke tubuh dan sebaliknya. Sistem saraf pada manusia berperan dalam setiap aktivitas yang
dilakukan, bahkan aktivitas yang tidak disadari, seperti proses bernapas, detakan jantung, memori,
dan sebagainya [4]. Salah satu masalah di dalam dunia medis adalah ketidakseimbangan antara
pasien dan dokter. Selain itu Sebagian besar dari masyarakat tidak terlatih medis atau dunia
kedokteran sehingga, apabila mengalami gejala penyakit yang di derita belum tentu dapat
memahami caracara penanggulangannya atau solusinya. Sangat disayangkan sekali apabila gejala-
gejala yang sebenarnya dapat ditangani lebih awal menjadi penyakit yang lebih serius karena telat
penanganannya [3].
Secara global diseluruh dunia pada tahun 2016 gangguan sistem saraf pusat adalah penyebab
DALY (Disability Adjusted Life Years) sebanyak 276 juta penduduk diseluruh dunia dan penyebab
kedua kematian terbesar didunia sebanyak 9 juta penduduk diseluruh dunia. Dan empat kontribusi
terbesar terhadap DALY yang pertama adalah stroke sebesar 42%, yang kedua migrain sebesar
16%, ketiga adalah alzheimer dan demensia yang lainnya sebesar 10% dan terakhir adalah
meningitis sebesar 8%[6]. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Nelasari [11] dengan judul “Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit
Saraf Pusat Manusia dengan Metode Certainty Factor”. Pada penelitian ini akan dibuat program
diagnosa penyakit sistem saraf pusat yang lebih baik dengan menggunakan metode backward
chaining dan certainty factor. Yang diharapkan dapat memudahkan seseorang untuk mengetahui
gejala dan jenis penyakitnya beserta informasi, pengobatan dan pencegahan. Serta penelitian ini
memanfaatkan metode backward chaining untuk mendeteksi gejala dan penyakit sistem saraf pusat
dan metode certainty factor untuk membuktikan suatu fakta itu pasti atau tidaknya.
2. LANDASAN TEORI
2.1 Anatomi Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi berupa penghantaran impuls saraf ke susunan saraf pusat,
pemrosesan impuls saraf dan pemberi tanggapan rangsangan [7]. Susunan sistem saraf terbagi
secara anatomi yang terdiri dari saraf pusat (otak dan medula spinalis) dan saraf tepi (saraf kranial
dan spinal) dan secara fisiologi yaitu saraf otonom dan saraf somatik [2].
Sistem Saraf Pusat yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis, yang merupakan pusat integrasi dan
kontrol seluruh aktifitas tubuh. Sistem Saraf Tepi merupakan saraf kranial dan saraf spinalis yang
merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh [10].
2.2 Stroke
Stroke merupakan sindrom yang memiliki tanda dan gejala neurologis klinis fokal dan atau global
yang berkembang cepat, adanya gangguan serebral yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang berasal dari vaskular [13].
2.3 Chepalgia
Cephalgia merupakan istilah lain dari sakit kepala. Terdapat beberapa penyebab sakit kepala dan
perlu diketahui bahwa sakit kepala umumnya tidak diketahui sebabnya (lebih kurang 90%). Sakit
kepala yang tidak diketahui sebabnya ini disebut dengan sakit kepala primer, contohnya adalah
migraine dan tension type headache, cluster headache. Sakit kepala yang sebabnya diketahui lebih
sedikit (sakit kepala sekunder) dapat disebabkan oleh misalnya sakit gigi, demam, tumor otak [13].
2.4 Epilepsi
Epilepsi merupakan kelainan serebral yang ditandai factor predisposisi menetap untuk mengalami
kejang selanjutnya dan terdapat konsekuensi neurologis, psikologis, dan sosial dari kondisi ini.
2.9 Carpal tunnel syndrome (CTS) dan Tarsal Tunnel Syndrome (TTS) 2.9.1.
Carpal tunnel syndrome (CTS)
CTS adalah suatu keadaan dimana nervus medianus mengalami tekanan (kompresi) sehingga
menyebabkan gangguan sensorik dan motorik pada daerah yang dipersarafinya [13]. 2.9.2. Tarsal
Tunnel Syndrome (TTS)
TTS atau biasa disebut Sindrom Terowongan Tarsal/ Sindrom Kanal Tarsal merupakan kompresi
neuropati dan kondisi kaki yang menjadi nyeri akibat terjadinya penekanan pada nervus tibia yang
mana melewati terowongan tarsal.
3. DESAIN SISTEM
3.1 Desain Sistem
Pada bagian ini dibahas mengenai desain sistem dan proses kerja system. Desain ini dilakukan untuk
memberikan gambaran besar tentang alur kerja dari sistem pakar dan bagaimana sistem pakar
mengolah fakta sehingga implementasi dari program ini mudah dipahami dan digunakan oleh
masyarakat umum. Dan berikut ini merupakan penyakit-penyakit beserta gejala yang digunakan
bedasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan pakar. Tabel daftar penyakit dapat dilihat
pada Tabel 1.
Adapun gejala-gejala yang telah diberikan oleh pakar melalui hasil wawancara dapat dilihat pada
Tabel 2.
4. PENGUJIAN SISTEM
4.1 Halaman Login
Admin perlu melakukan proses login jika bertujuan untuk masuk ke menu master. Halaman login
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Halaman Login
5.2 Saran
Bedasarkan penelitian tersebut maka ada beberapa saran yang mungkin dapat berguna untuk
kedepannya seperti:
• Mengingat penyakit saraf itu sangat luas, bisa ditambahkan penyakit dan beberapa gejala agar
menjadi lebih baik lagi.
• Memperbaiki tampilan yang masih kurang agar pengguna lebih tertarik dalam menggunakan
aplikasi ini.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Ayub, M., & Zulfiansyah, R. P. (2015). Aplikasi Metode Backward Chaining untuk Mengenali
Kerusakan Mesin
Mobil. Zenit, 106.
[2] Bahrudin, M., 2013. Neurologi Klinis. Edisi Pertama, Malang, Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
[3] Daniel, & Virginia, G. (2010). Implementasi Sistem Pakar untuk Mendiagnosis Penyakit dengan
Gejala Demam
Menggunakan Metode Certainly Factor. Jurnal Informatika,
Volume 6 Nomor 1, 25.
DOI=http://dx.doi.org/10.21460/inf.2010.61.82
[4] Djie, A. (2019, September 26). Sistem Saraf pada Manusia, Si Penyokong Kehidupan. Retrieved
from sehatq.com: https://www.sehatq.com/artikel/sistem-saraf-pada-manusiasi-penyokong-
kehidupan
[5] Dologite, D.G. Developing Knowledge-Based Systems Using VP-Expert, New York : Macmillan
Publishing Company, 1993
[6] Feigin, P. V. (2016). Global, regional, and national burden of neurological disorders, 1990–2016:
a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2016. 01.
DOI=https://doi.org/10.1016/S1474-4422(18)30499-X
[7] Feriyawati, L. (2005). Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya dalam Regulasi Kontraksi Otot
Rangka. USU Repository 2006 [8] Hayadi, B. H., & Rukun, K. (2016). What Is Expert System
Apa itu Sistem Pakar. Deepublish Publisher.Ding, W. and Marchionini, G. 1997. A Study on
Video Browsing Strategies. Technical Report. University of Maryland at College Park.
[9] Intan, R., & Budhi, G. S. (2010). Proposal Penerapan Probabilitas Penggunaan Fakta Guna
Menentukan Certainty Factor sebuah Rule pada Rule Base Expert System. Surabaya : UK
Petra.Spector, A. Z. 1989. Achieving application requirements. In Distributed Systems, S.
Mullender, Ed. ACM Press Frontier Series. ACM, New York, NY, 19-33. DOI=
http://doi.acm.org/10.1145/90417.90738.
[10] Khafinudin, Ahmad. 2012. Organ Pada Sistem Saraf.
http://khafinudin.files.wordpress.com/2012/03/sistemsaraf.pdf.
[11] Situmeang, N., & Sulindawaty. (2019). Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Saraf Pusat Manusia
dengan Metode Certainty Factor. Riset dan E-Jurnal Manajemen Informatika Komputer, 29.
DOI=10.33395/remik.v4i1.10224
Simiński, R., & Xie¸ski, T. (2017). Backward chaining inference as a database stored procedure –
[12]
the experiments on real-world knowledge bases. IEEE International conference on innovations in
intelligent systems and applications (inista)
2017 (pp. 253–258), Gdynia, Poland.
DOI=10.1080/24751839.2018.1479931
[13] Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta, E. A. (2014). KAPITA SELEKTA
KEDOKTERAN. MEDIA
AESCULAPIUS.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka penulis dapat disimpulkan bahwa:
1. Pengkajian dilakukan secara langsung pada klien dan juga dengan menjadikan status
klien sebagai sumber informasi yang dapat mendukung data-data pengkajian. Selama
proses pengkajian, perawat mengunakan komunikasi terapeutik serta membina
hubungan saling percaya antara perawat-klien. Pada kasus Tn.R, diperoleh bahwa
klienmengalami gejala- gejala halusinasi seperti mendengar suara-suara, gelisah,
sulit tidur, tampak tegang, mondar-mandir,tidak dapat mempertahankan kontak mata,
sedih, malu, putus asa, menarik diri, mudah marah dan lain-lain. Faktor predisposisi
pada Tn.R yaitu pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya serta memiliki
riwayat mengonsumsi alkohol dan obat terlarang.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn.R:Halusinasi pendengaran,
isolasi sosial, koping individu inefektif, regimen teraupetik inefektif keluarga
inefektif, harga diri rendah serta keputusasaan. Tetapi pada pelaksanaannya, penulis
fokus pada masalah utama yaitu halusinasi pendengaran.
3. Perencanaan dan implementasi keperawatan disesuaikan dengan strategi pertemuan
pada pasien halusinasi pendengaran dan harga diri.
4. Evaluasi diperoleh bahwa terjadi peningkatan kemampuan klien dalam
mengendalikan halusinasi yang dialami serta dampak pada penurunan gejala
halusinasi pendengaran yang dialami.
3.2 Saran
1. Bagi Perawat
Diharapkan dapat menerapkan komunikasi terapeutik dalam pelaksanaan strategi
pertemuan 1-4 pada klien dengan halusinasi sehingga dapat mempercepat proses
pemulihan klien.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan bimbingan klinik kepada mahasiswa profesi ners sehingga
mahasiswa semakin mampu dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien-
pasien yang mengalami halusinasi pendengaran
3. Bagi Rumah Sakit
Laporan ini diharapkan dapat menjadai acuan dan referensi dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Deden & Rusdi. (2016). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Pustaka Baru
Felix, dkk. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Sistem Saraf Pusat dengan Metode Backward
Chaining dan Certainty Factor
nasution s. s. asuhan keperawatan pada pasien dengan perubahan sensori persepsi :
halusinasi. program studi ilmu keperawatan fakultas kedokteran universitas sumatera utara
Patimah Siti (2021). Aplikasi Terapi Bercakap - Cakap Pada Tn. N dengan Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Jampang Kulon. Jurnal Lentera
Putri N. N, dkk. Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan Persepsi Sensori
: Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia