Anda di halaman 1dari 27

MATA AJAR KEPERAWATAN PSIKIATRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

Disusun Oleh :
ALINA NIM 821233009
BUDI GUUSTAMAN NIM 821233017
EDY FITRIYANINGSIH NIM 821233026
TRIPURBOYO WAHYU NIM 821233106

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PONTIANAK
2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa
karena berkat kebaikan-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Keperawatan Psikiatri yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Halusinasi” dengan baik dan tepat waktu.
Tidak lupa, tim penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu DR.
Ns. Florensa, M. Kep., Sp. Kep. Jiwa selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Psikatri yang sudah membantu kami dalam proses penyusunannya.
Penyusun menyadari jika makalah yang sudah dibuat masih jauh dari kata
sempurna. Masih banyak kekurangan sehingga penyusun sangat berharap saran
dan kritiknya kepada penyusun agar di kemudian hari bisa membuat satu makalah
yang lebih berkualitas.
Terakhir, semoga makalah berikut bisa mempunyai dampak dan manfaat
bagi kita semua.

Pontianak, September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS..............................................................................3
A. Pengertian Halusinasi....................................................................................3
B. Rentang Respon Halusinasi..........................................................................3
C. Proses Terjadinya Masalah Halusinasi.........................................................5
D. Mekanisme Koping Halusinasi.....................................................................7
E. Tanda Dan Gejala Halusinasi........................................................................7
F. Faktor Predisposisi Halusinasi......................................................................9
G. Faktor Presipitasi Halusinasi.........................................................................9
H. Asuhan Keperawatan Halusinasi................................................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................20
A. Kesimpulan.................................................................................................20
B. Saran............................................................................................................21
Daftar Pustaka........................................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya
stimulus yang nyata, artinya klien mengartikan sesuatu yang tidak nyata tanpa
stimulus/rangsangan dari luar (Stuart, 2013). Halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang berbicara
(Azizah et al., 2016).

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia.
Dari seluruh klien skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi.
Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah
gangguan manik depresif dan delirium. Halusinasi merupakan salah satu
respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon Neurobiologi
(Stuart, 2013). Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif.

Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan


menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indra, klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indra walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada (Azizah et al., 2016).
Gangguan ini memiliki manifestasi besar terhadap penderitanya serta
berpengaruh terhadap keluarga dan masyarakat disekitarnya. Bila dibiarkan,
penyakit ini dapat mengakibatkan kemunduran dalam berbagai aspek
kehidupan sosial penderita (Agung et al., 2022).

Peran perawat dalam penanganan halusinasi di rumah sakit adalah dengan


menerapankan standar asuhan keperawatan yang termasuk menerapkan
2

strategi pelaksanaan halusinasi. Strategi pelaksanaan adalah penerapan standar


asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada pasien yang dengan
tujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi
pelaksanaan pada pasien halusinasi antara lain mencakup kegiatan mengenal
halusinasi, mengajarkan pasien menghardik halusinasi, bercakap-cakap
dengan orang lain saat halusinasi muncul, melakukan aktivitas terjadwal untuk
mencegah halusinasi, serta minum obat secara teratur (Keliat et al., 2014;
Stuart, G, W., Keliat, B, A., & Pasaribu, 2016).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
halusinasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian halusinasi
b. Untuk mengetahui rentang respon halusinasi
c. Untuk mengetahui proses terjadinya masalah halusinasi
d. Untuk mengetahui mekanisme koping halusinasi
e. Untuk mengetahui tanda dan gejala halusinasi
f. Untuk mengetahui faktor predisposisi halusinasi
g. Untuk mengetahui faktor presipitasi halusinasi
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan halusinasi
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan persepsi sensorik yang salah tidak terkait dengan
rangsangan eksternal yang nyata, mungkin melibatkan salah satu dari lima
indera (Townsend, 2015). Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari
suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini
meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan
jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak (Yusuf et al.,
2015).
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon
neurobiologis maladaftif (Keliat & Pasaribu, 2023). Halusinasi sebagai suatu
keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola
rangsang yang datang atau mendekat dikaitkan dengan
penurunan/peningkatan distorsi atau kerusakan respon terhadap rangsangan
(Pongdatu et al., 2023). Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang datang
(diprakarsai dari internal dan eksternal) disertai dengan respons menurun atau
dilebih-lebihkan atau kerusakan respons pada rangsangan ini (Sutejo, 2017).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi merupakan gejala
gangguan jiwa yang dialami pasien berupa distorsi persepsi yang melibatkan
pancaindra.

B. Rentang Respon Halusinasi


Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran logis,
persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok,
dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan respon maladaptif
4

yang meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak


teroganisasi, dan isolasi sosial. Rentang respon neurobiologis halusinasi
digambaran sebagai berikut (Stuart, 2013).

Bagan 1 Rentang Respon Neurobiologis Halusinasi (Stuart, 2016 dalam


Pongdatu et al., 2023)

ADAPTIF MALADAPTIF

 Pikiran logis  Distorsi pikiran  Gangguan Pikir /


Delusi
 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten  Reaksi emosi  Sulit merespon emosi
dengan pengalaman berlebihan/kurang
 Perilaku sesuai  Perilaku aneh / tidak  Perilaku disorganisasi
sesuai
 Berhubungan sosia  Menarik diri  Isolasi sosial

1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budayayang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut.
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
d. Perilaku sesuaiadalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran (Azizah et al., 2016)
2. Respon psikososial meliputi:
5

a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan


gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapanyang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataansosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.

C. Proses Terjadinya Masalah Halusinasi


Halusinasi berkembang melalui beberapa fase, yaitu sebagai berikut (Yosep &
Sutini, 2014)
1. Fase I : Sleep Disorder
6

Pasien merasa banyak masalah, ingin menghindari dari lingkungan, takut


diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dikhiaanati kekasih, masalah dikamupus, PHK ditempat
kerja, penyakit, utang, nilai dikampus, drop out, dan sebagainya. Masalah
terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support system kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus
menerus sehingga terbiasa menghayal. Pasien menganggap lamunan-
lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
2. Fase II : Conforting Moderate Level Of Anxiety
Pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, berasaan berdosa, ketakutan dan mencobamemusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Pasien beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat pasien kontrol bila
kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecendrungan pasien merasa
nyaman dengan halusinasinya.
3. Fase III : Condemning Severe Level Of Anxiety
Pengalaman sensori pasien menjadi sering datang dan mengalami bias.
Pasien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai beupaya
menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan pasien
mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
4. Fase IV : Controling Severe Level Of Anxiety
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang datang.
Pasien merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah
dimulai fase gangguan psychotic.
5. Fase V : Conquering Panic Level Of Anxiety
Pengalaman sensorinya terganggu, pasien mulai merasa terancam dengan
datangnya suara-suara terutama bila pasien tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila pasien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
7

D. Mekanisme Koping Halusinasi


Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri, mekanisme koping halusinasi menurut (Yosep &
Sutini, 2016), diantaranya:
1. Regresi
Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada orang
lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan kerancuan identitas).
3. Menarik diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis.
Reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor,
sedangkan reaksi psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

E. Tanda Dan Gejala Halusinasi


Tanda dan gejala halusinasi dapat dilihat berdasarkan jenis-jenis halusinasi
yang terjadi (Azizah et al., 2016; Yosep & Sutini, 2014; Yusuf et al., 2015)
1. Halusinasi Pendengaran
a. Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa
sebab, mengarahkan telinga kearah tertentu,pasien menutup telinga,
mulut komat kamit, ada gerakan tangan.
b. Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,
mendengarkan suara yang ngajak bercakap-cakap, mendengarkan
8

suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya, mendengar


seseorang yang sudah meninggal, mendengar suara yang mengancam
diri pasien atau orang lain atau suara lain yang membahayakan.

2. Halusinasi Penglihatan
c. Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas, ketakutan pada objek yang dilihat, tatapan
mata ketempat tertentu.
d. Data subjektif anatar lain: melihat bayangan, sinar, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster, melihat seseorang yang sudah meninggal,
melihat makhluk tertertentu.
3. Halusinasi Penciuman
a. Data objektif antara lain: menutup hidung, mengarahkan hidung
ketempat tertentu.
b. Data subjektif antara lain: mencium bau-bau tertentu seperti bau darah,
feses, dan kadang-kadang bau itu menyenangkan.
4. Halusinasi Pengecapan
a. Data objektif antara lain: sering meludah, muntah, gerakan
mengunyah, terlihat seperti mengecap.
b. Data subjektif antara lain: merasakan seperti darah, feses, muntah.
5. Halusinasi Perabaan
a. Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit,
mengusap, menggerakkan badan.
b. Data subjektif antara lain: mengatakan ada serangga dipermukaan
kulit, merasa seperti tersengat listrik, merasakan ada sesuatu yang
mengerayangi tubuhnya, merasakan panas atau dingin.
6. Halusinasi Chenesthetik & Kinestetik
a. Data objektif antara lain : Pasien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan
terlihat merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya, merasakan
pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
9

b. Data subjektif antara lain : pasien melaporkan bahwa fungsi tubuhnya


tidak dapat terdeteksi misalnya adanya denyutan diotak atau sensasi
pembentukan urine dalam tubuh, perasaan tubuhnya melayang diatas
bumi.

F. Faktor Predisposisi Halusinasi


Faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah (Yusuf et al., 2015)
1. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang
dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan
gangguan persepsi. Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
2. Faktor Sosial Budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul
akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
3. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran
yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4. Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi
realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal,
perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.
5. Faktor Genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada
pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga
yang salah satu anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan
lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
10

G. Faktor Presipitasi Halusinasi


Menurut Yusuf et al ( 2015) faktor presipitasi yang menyebabkan terjadinya
halusinasi adalah:

1. Stresor Sosial Budaya


Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
2. Faktor Biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi.
3. Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan
orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan
sosial

H. Asuhan Keperawatan Halusinasi


1. Pengkajian
Pengkajian pasien dengan halusinasi dapat adalah sebagai berikut (Yosep
& Sutini, 2014):
a. Membina Hubungan Saling Percaya Dengan Klien
11

Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian pasien dengan


halusinasi adalah bina hubungan saling percaya.
1) Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam.
2) Berkenalan dengan pasien
3) Membuat kontrak asuhan
4) Bersikap empati yang ditunjukkan dengan mendengar keluhan
dengan penuh perhatian, tidak membantah dan menyokong
halusinasi, segera menolong pasien jika pasien membutuhkan
perawat.
b. Mengkaji Data Objektif Dan Subjektif
Data objektif dikaji perawat dengan cara mengobservasi perilaku
pasien, memeriksa dan mengukur. Sedangkan data subjektif didapat
dengan wawancara, curahan hati, ungkapan-uangkapan pasien, apa
yang dirasakan dan disengar pasien secara subjektif. M
c. Mengkaji Waktu, Frekuensi dan Situasi Munculnya Halusinasi
Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya
halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
d. Mengkaji Respon Terjadinya Halusinasi
Untuk mengetahui dampak halusinasi pada pasien dan respon pasien
ketika halusinasi itu muncul.
2. Pohon Masalah
Bagan 2 Pohon Masalah Halusinasi (Azizah et al., 2016)

Effect Risiko Tinggi Perilaku


Kekerasan
Core Problem Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Cause Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis


12

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang terjdi pada pasien dengan halusinasi
berdasarkan SDKI (2017) adalah gangguan persepsi sensori (D.0085)
berhubungan dengan :
b. Gangguan penglihatan
c. Gangguan pendengaran
d. Gangguan penghiduan
e. Gangguan perabaan
f. Hipoksia serebral
g. Penyalahgunaan zat
h. Usia lanjut
i. Pemajanan toksin lingkungan
13

4. Intervensi / Rencana Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan
1 Gangguan Persepsi Persepsi sensori membaik (L.09083) ditandai Manajemen Halusinasi (I.09288) (Tim Pokja SIKI
Sensori (D.0085) (Tim dengan: (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018) DPP PPNI, 2018)
Pokja SDKI DPP PPNI,
2017) Skor : Meningkat 1, Cukup Meningkat 2, Observasi
Berhubungan dengan Sedang 3, Cukup Menurun 4, Menurun 1.  Monitor perilaku yang mengindikasikan
 Gangguan  Verbalisasi mendengar bisikan (.....) halusinasi
penglihatan  Vernalisasi melihat bayangan (.....)  Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan
 Gangguan  Verbalisasi merasakan sesuatu melalui stimulasi lingkungan
pendengaran indera perabaan (.....)  Monitor isi halusinasi (mis: kekerasan atau
 Gangguan  Verbalisasi merasakan sesuatu melalui membahayakan diri)
penghiduan indera penciuman (.....)
 Gangguan perabaan  Verbalisasi merasakan sesuatu melalui Terapeutik
 Hipoksia serebral indera pengecapan (.....)  Pertahankan lingkungan yang aman
 Penyalahgunaan zat  Distorsi sensori (.....)  Lakukan tindakan keselamatan Ketika tidak dapat
 Usia lanjut  Menarik diri (.....) mengontrol perilaku (mis: limit setting,
 Pemajanan toksin  Melamun (.....) pembatasan wilayah, pengekangan fisik, seklusi)
lingkungan  Curiga (.....)  Diskusikan perasaan dan respons terhadap
 Mondar mandir (.....) halusinasi
 Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi
Skor : Memburuk 1, Cukup Memburuk 2,
Sedang 3, Cukup Membaik 4, Membaik 1 Edukasi
 Respons sesuai stimulus (.....)  Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya
 Konsentrasi (.....) halusinasi
 Orientasi (.....)  Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk
memberi dukungan dan umpan balik korektif
14

terhadap halusinasi
 Anjurkan melakukan distraksi (mis:
mendengarkan music, melakukan aktivitas dan
Teknik relaksasi)
 Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol
halusinasi

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan
antiansietas, jika perlu

Minimalisasi Rangsangan (I.08241)

Observasi
 Periksa status mental, status sensori, dan tingkat
kenyamanan (mis: nyeri, kelelahan)

Terapeutik
 Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
sensori (mis: bising, terlalu terang)
 Batasi stimulus lingkungan (mis: cahaya, suara,
aktivitas)
 Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
 Kombinasikan prosedur/Tindakan dalam satu
waktu, sesuai kebutuhan

Edukasi
 Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis:
15

mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi


kebisingan, membatasi kunjungan)

Kolaborasi
 Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
 Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi
persepsi stimulus

Pengekangan Kimiawi (I.09301)

Observasi
 Identifikasi kebutuhan untuk dilakukan
pengekangan (mis: agitasi, kekerasan)
 Monitor Riwayat pengobatan dan alergi
 Monitor respon sebelum dan sesudah
pengekangan
 Monitor tingkat kesadaran, tanda-tanda vital,
warna kulit, suhu, sensasi dan kondisi secara
berkala
 Monitor kebutuhan nutrisi, cairan, dan eliminasi

Terapeutik
 Lakukan supervisi dan survelensi dalam
memonitor Tindakan
 Beri posisi nyaman untuk mencegah aspirasi dan
kerusakan kulit
 Ubah posisi tubuh secara periodik
16

 Libatkan pasien dan/atau keluarga dalam


membuat keputusan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pengekangan
 Latih rentang gerak sendi sesuai kondisi pasien

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian agen psikotropika untuk
pengekangan kimiawi

Rencana Keperawatan Pada Klien (Keliat et al.,


2020)
 Tidak mendukung dan tidak membantah
halusinasi klien
 Latih klien melawan halusinasi dengan
menghardik
 Latih klien mengabaikan halusinasi dengan
bersikap cuek
 Latih klien mengalihkan halusinasi dengan
bercakap-cakap dan melakukan kegiatan teratur
 Latih klien minum obat dengan prinsip 8 benar,
yaitu benar nama klien, benar nama obat, benar
manfaat obat, benar dosis obat, benar frekuensi,
benar cara, benar tanggal kadaluarsa dan benar
dokumentasi.
 Diskusikan manfaat yang didapat setelah
17

mempraktikan latihan mengendalikan halusinasi


 Berikan pujian pada klien saat mampu
mempraktekan latihan mengendalikan halusinasi.

Rencana Keperawatan Pada Keluarga (Keliat et


al., 2020)
 Kaji masalah klien yang dirasakan keluarga
dalam merawat klien
 Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, serta
proses terjadinya halusinasi yang dialami klien
 Diskusikan cara merawat halusinasi dan
memutuskan cara merawat yang sesuai dengan
kondisi klien
 Melatih keluarga cara merawat halusinasi
 Menghindari situasi yang menyebabkan
halusinasi
 Membimbing klien melakukan latihan cara
mengendalikan halusinasi sesuai dengan yang
dilatih perawat kepada klien
 Memberikan pujian atas keberhasilan klien
 Melibatkan seluruh anggota keluarga untuk
bercakap-cakap secara bergantian, memotivasi
klien melakukan latihan dan memberikan pujian
atas keberhasilannya
 Menjelaskan tanda dan gejala halusinasi yang
memerlukan rujukan segera yaitu isi halusinasi
yang memerintahkan kekerasan serta melakukan
follow up ke pelayanan kesehatan secara teratur.
18
19

5. Implementasi Keperawatan
a. Pengertian Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti
& Mulyanti, 2017)
b. Jenis Implementasi Keperawatan
Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan
(Dinarti & Mulyanti, 2017), yaitu
1) Independent Implementations
Adalah implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat
untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai
dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi
activity daily living (ADL), memberikan perawatan diri, mengatur
posisi tidur, menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan
dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-kultural,
dan lain-lain.
2) Interdependen/Collaborative Implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim
keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter.
Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus,
kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
3) Dependent Implementations
Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi
lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya,
misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai dengan
20

diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik)
sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi
c. Prinsip Implementasi Keperawatan
Beberapa pedoman atau prinsip dalam pelaksanaan implementasi
keperawatan adalah sebagai berikut (Dinarti & Mulyanti, 2017)
1) Berdasarkan respons pasien
2) Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan,
standar pelayanan profesional, hukum dan kode etik keperawatan
3) Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia
4) Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi
keperawatan
5) Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam
rencana intervensi keperawatan
6) Harus dapat menciptakan adaptasi dengan pasien sebagai
individu dalam upaya meningkatkan peran serta untuk merawat
diri sendiri (self care)
7) Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status
kesehatan.
8) Menjaga rasa aman, harga diri dan melindungi pasien
9) Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan
10) Bersifat holistik
11) Kerjasama dengan profesi lain
12) Melakukan dokumentasi

6. Evaluasi Keperawatan
a. Pengertian Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah membandingkan secara sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada klien, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir
21

dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan


dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain (Dinarti & Mulyanti, 2017).
b. Metode Evaluasi Keperawatan
Metode yang digunakan dalam evaluasi antara lain (Dinarti &
Mulyanti, 2017)
1) Observasi langsung adalah mengamati secara langsung
perubahan yang terjadi dalam keluarga
2) Wawancara keluarga, yang berkaitan dengan perubahan sikap,
apakah telah menjalankan anjuran yang diberikan perawat
3) Memeriksa laporan, dapat dilihat dari rencana asuhan
keperawatan yang dibuat dan tindakan yang dilaksanakan sesuai
dengan rencana
4) Latihan stimulasi, berguna dalam menentukan perkembangan
kesanggupan melaksanakan asuhan keperawatan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Halusinasi merupakan gejala gangguan jiwa yang dialami pasien berupa
distorsi persepsi yang melibatkan pancaindra.
2. Rentang respon halusinasi
Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran
logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman, perilaku
cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan respon
maladaptif yang meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi,
perilaku tidak teroganisasi, dan isolasi sosial
3. Proses terjadinya masalah halusinasi terbagi menjadi 5 fase yaitu sleep
disorder, Conforting Moderate Level Of Anxiety, Condemning Severe
Level Of Anxiety, Controling Severe Level Of Anxiety, Conquering Panic
Level Of Anxiety.
4. Mekanisme koping halusinasi terdiri dari regresi, proyeksi dan menarik
diri.
5. Tanda dan gejala halusinasi dapat dilihat berdasarkan jenis-jenis halusinasi
dan didapat dari data subjektif dan data objektif
6. Faktor predisposisi (faktor risiko) halusinasi terdiri dari faktor
perkembangan, faktor sosial budaya, faktor psikologis, faktor biologis dan
faktor genetik.
7. Presipitasi halusinasi (faktor pencetus) terdiri dari stressor sosial budaya,
faktor biokimia, faktor psokilogis dan perilaku
8. Asuhan keperawatan halusinasi terdiri dari: a) pengkajian (yang perlu
dikaji data objektif dan subjektif, waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi, respon terjadinya halusinasi). b) diagnosa keperawatan pasien
dengan halusinasi adalah gangguan persepsi sensori (D.0085). c) rencana
keperawatan pasien dengan halusinasi meliput manajemen halusinasi
23

(I.09288), minimalisasi rangsangan (I.08241) dan Pengekangan Kimiawi


(I.09301). d) Implementasi keperawatan merupakan pelaksanaan dari
rencana keperawatan yang telah dibuat implementasi terbagi menjadi
Independent Implementations, Interdependen/Collaborative
Implementations dan Dependent Implementations. e) Evaluasi
keperawatan adalah membandingkan secara sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan
kenyataan yang ada pada klien.

B. Saran
Pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan jiwa sangat
dibutuhkan dalam mengoptimalkan pelayanan keperawatan jiwa. Harapannya
makalah ini dapat menjadi salah satu sumber bacaan mahasiswa keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi.
Penulisan ini memang belum sempurna sehingga pembaca khususnya
mahasiswa keperawatan dalam lebih memperkaya bahan bacaan yang lain
untuk dapat menyempurnakan refrensinya ketika menangani pasien dengan
halusinasi dan mencari inovasi-inovasi dalam rencana tindakan dengan
berbasis evidance based prantice.
Daftar Pustaka

Agung, R., Handono, & Sholehah, B. (2022). Pengaruh Terapi Murattal Al Quran
Terhadap Tingkat Skala Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di
RSU Dr.H.Koesnadi Bondowoso. Jurnal Ilmu Keperawatan, 11(1), 90–105.
https://jurnal.stikes-alinsyirah.ac.id/index.php/keperawatan/
Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Indomedia Pustaka.
Dinarti, & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni, H. (2014). Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). EGC.
Keliat, B. A., Hamid, A. Y. S., Putri, Y. S. E., Daulina, N. H. C., Warsani, I. Y.,
Susanti, H., Hargiana, G., & Panjaitan, R. U. (2020). Asuhan Keperawatan
Jiwa. EGC.
Keliat, B. A., & Pasaribu, J. (2023). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan
Jiwa Stuart (2nd ed.). Elseiver Singapore Pte Ltd.
https://www.google.co.id/books/edition/Prinsip_dan_Praktik_Keperawatan_
Kesehata/WamJEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=1
Pongdatu, M., Suzanna, Yati, M., Armayani, Antari, I., Novia, K., Florensa,
Mulyanti, Dekawaty, A., & Fauziah, S. (2023). Asuhan Keperawatan Jiwa
(Suzanna, E. H. Mujahid, & L. Rangki (eds.)). Eureka Media Aksara.
Stuart, G, W., Keliat, B, A., & Pasaribu, J. (2016). Prinsip Dan Praktik
Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Elsevier.
Stuart, G. W. (2013). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Kesehatan Stuart, 1 St
Indonesia Edition, By Budi Anna Keliat And Jesica Pasaribu. Elsevier
Singapore Pte Ltd.
Sutejo. (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Gangguan Jiwa dan Psikososial. PT. Pustaka Baru.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Dewan Pengurus PPNI.
Townsend, M. C. (2015). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in
Evidence-Based Practice 8 Edition. F. A. Davis Company.
Yosep, I., & Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental
Health Nursing (M. D. Wildani (ed.)). Refika Aditama.
Yosep, I., & Sutini, T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama.
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai