Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA

PASIEN DENGAN HALUSINASI

MASALAH UTAMA = Halusinasi

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi adalah suatu tanda dan gejala gangguan presepsi sensori yang
melibatkan seluruh panca indra dimana klien merasakan stimulus dari luar
yang sebenarnya tidak ada (Sutejo, 2017). Halusinasi adalah gangguan persepsi
dimana klien memiliki persepsi yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
pada sistem panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan
yang dirasakan dengan suatu persepsi yang terjadi melalui panca indra tanpa
ada dorongan stimulus dari luar (Prabowo, 2014).
Undang - Undang Kesehatan Jiwa no 18 Tahun 2014, kesehatan jiwa adalah
kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu
berkontribusi untuk komunitasnya.
Angka penderita gangguan jiwa saat ini mengkhawatirkan secara global,
sekitar 450 juta orang yang menderita gangguan mental. Orang yang
mengalami gangguan jiwa biasanya terdapat di negara yang berkembang,
sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan
perawatan. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2016,
secara global, terdapat sekitar 35 juta orang yang mengalami depresi, 60 juta
orang dengan gangguan bipolar, 21 juta orang dengan skizofrenia, dan 47,5
juta orang dengan demensia. Stuart dan Laraia dalam Yosep (2016)
menyatakan bahwa pasien dengan halusinasi dengan diagnosa medis
skizofrenia sebanyak 20% mengalami halusinasi pendengaran dan penglihatan
secar bersamaan, 70% mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami
halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya.
Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi
penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.
Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis dapat merumuskan
masalah bagaimanakah penatalaksanaan asuhan keperawatan jiwa dengan
gangguan persepsi sensori halusinasi.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran dan pengalaman langsung dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah keperawatan halusinasi
penglihatan
2. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan masalah keperawatan
halusinasi pengkajian
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan masalah
keperawatan
3. Menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan masalah
keperawatan halusinasi penglihatan
4. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan masalah
keperawatan halusinasi penglihatan
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan masalah
keperawatan halusinasi penglihatan

D. Manfaat
1. Penulis dapat memperdalam ilmu pengetahuan tentang asuhan
keperawatan yang telah dilakukannya dari pengkajian sampai evaluasi .
2. Penderita adalah dapat memaksimalkan kemampuanya untuk dapat
mengontrol jiwanya sehingga dapat sembuh dari penyakit kejiwaanya
yang dideritanya.
3. Rumah sakit jiwa hasil asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai
salah satu bahan dalam menentukan kebijakan operasional, agar mutu
pelayanan rumah sakit jiwa tersebut dapat ditingkatkan supaya lebih baik
lagi.
4. Pembaca hasil asuhan keperawatan diharapkan dapat sebagai pengetahuan
dalam mengembangkan ilmu keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Konsep Halusinasi
a. Pengertian
Halusianasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat
tentang sesuatu tanpa ada objek atau rangsangan internal ,pikiran dan
hilangnya kemampuan manusia untuk membedakan ransangan internal
pikiran dan rangsangan eksternal ( Trimelia,2011). Halusinasi adalah
salah satu gangguan sensori persepsi yang dalami oleh pasien gangguan
jiwa. Pasien merasakan sensori berupa suara, penglihatan, pengecapan,
peradaban, atau penghidupan tanpa adanya stimulus yang nyata (
Keliat, 2014 ). Halusinasi adalah gangguan persepsi tentang suatu objek
atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan ( Dalami,
Ermawati dkk, 2014 ). Halusinasi adalah gangguan atau perubahan
persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar,
suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra
tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (Prabowo, 2014).
Berdasarkan pengertian halusnasi diatas dapat diartikan bahwa,
halusinasi adalah gangguan respon dimana klien stimulus atau
rangsangan yang membuat klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak ada.

b. Penyebab
Menurut Yosep (2014) terdapat dua factor penyebab halusinasi, yaitu:

1) Faktor presdisposisi

a) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri,
dan lebih rentan terhadap stress.

b) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi


sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya
pada lingkungannya

c) Faktor Biokimia

Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.


Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di
dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat
halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak,misalnya
terjadi ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.

d) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah


terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini
berpengaruh pada ketidakmampuan klien mengambil
keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

e) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian Menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh


orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangatberpengaruh pada penyakit ini.
c. Rentang Respon Neurobiologis
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra.
Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari
adaptif pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku
sesuai sampai dengan respon maladaptif yang meliputi delusi,
halusinasi, dan isolasi sosial.
1) Respon adaptif Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima
norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain
individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif :
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
e) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan
2) Respon psikosossial Meliputi :
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra
c) Emosi berlebih atau berkurang
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
3) Respon maladapttif Respon maladaptive adalah respon individu
dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-
norma sosial budaya dan lingkungan, ada pun respon maladaptive
antara lain :
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakinioleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.Perilaku tidak terorganisirmerupakan sesuatu yang
tidak teratur.
d) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam
(Damaiyanti,2012).
Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:
Rentang Respon Neurobiologis
Respon adaptif Respon adaptif

• Pikiran logis • Proses pikir kadang • Gangguan proses pikir


• Persepsi akurat terganggu waham
• Emosi konsisten • Ilusi • Halusinasi
• Perilaku sesuai • Emosi • Kerusakan proses emosi
• Hub sosial harmonis berlebihan/kurang • Perilaku tidak sesuai
• Perilaku tidak
teroganisir
• Isolasi social

d. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi,yaitu:
a) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti


kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.

b) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak


dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan
menakutkan. Klien tida sanggup menentang sehingga klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

c) Dimensi Intelektual

Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi


ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.

d) Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase awal dan


comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.

e) Dimensi Spiritual

Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,


rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien
halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan
hidupnya.

e. Faktor predisposisi
a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang
berhasil dalam pengobatan
b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam
keluarga) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter
c) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu

f. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat
teramati
sebagai berikut ( Dalami, dkk, 2014 ) :
1) Halusinasi penglihatan
a) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau
apa saja yang sedang dibicarakan.
b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang
sedang tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
c) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang
yang tidak tampak.
d) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau
sedang menjawab suara.
2) Halusinasi pendengaran
a) Adapun perilaku yang dapat teramati
b) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang
lain, benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
c) Tiba-tiba berlari keruangan lain
3) Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi
penciuman adalah :
a) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
b) Mencium bau tubuh
c) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.4)
Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api
atau
d) darah.
e) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan
sedang
f) memadamkan api.
4) Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami
gangguan halusinasi pengecapan adalah :
a) Meludahkan makanan atau minuman.
b) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
c) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
5) Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi
perabaan adalah :
a) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit. Menurut
Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari
hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun
tanda dan gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif
Klien mengatakan :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses,
kadang- kadang bau itu menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga kearah tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk kearah tertentu
6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-
bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Menggaruk garuk permukaan kulit
g. Proses terjadinya penyakit (patofisiologi)
Fase pertama Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik: klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak daapat diselesaikan. Kien
mulai melamun dan memikirkan hal hal yang menyenangkan, cara ini
hanya menolong sementara. 8 Perilaku klien: tersenyum dan tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata
cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asik dengan
halusinasinya, dan suka menyendiri. Fase kedua Disebut dengan fase
condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan.
Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori
menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan
berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak
jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya. Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda sistem saraf
otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien
asik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas. Fase
ketiga Disebut juga dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien: kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi
perintah. Fase keempat Disebut juga fase conquering atau panik yaitu
klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah
dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol,
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
dilingkungannya. Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi
bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik,
tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespons lebih dari satu orang.
h. Pohon masalah /patways
Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut
(Prabowo, 2014).

Resiko perilaku kekerasan eksternal (CAUSA)


Akibat

Gangguan sensori persepsi : halusinasi (CARE PROBLEM)

Isolasi sosial (EFFECT)

Penyebab

sumber : Prabowo, 2014


i. Penatalaksanaan
1) Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia
yang mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan
dan tindakan lain (Muhith, 2015).
a) Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada
klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok
yang umum digunakan adalah :
o Tiodazin ( mellaril ) : 2-40 Mg
o Kloropotiksen ( tarcan) : 75-600 Mg ,
o Tiotiksen ( Navane ) : 8-30 Mg
o Haloperidol ( haldol ) : 1-100 Mg
o Klozapin ( clorazil ) : 300-900 Mg
b) Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran
listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika
oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
2) Keperawatan
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
1) Melatih klien mengontrol halusinasi :
a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak
hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan kepada
keluarga , sehingga keluarga mampu mengarahkan klien dalam
mengontrol halusinasi :
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam
merawat klien halusinasi dan melatih mengontrol
halusinasi klien
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan enam benar minum obat
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat
klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan
kegiatan
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluaraga
memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up klien
halusinasi
3) Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu
karena klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja
sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain,
klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak
mengasingkan
diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik,
dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,
seperti terapi modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi aktivitas Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi
menari, terapi relaksasi, terapi sosial, terapi kelompok ,
terapi lingkungan
2. Tinjauan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada
pasien
dan keluarga.
1. Tanda dan gejala halusinasi dapat ditemukan dengan wawancara,
melalui pertanyaan sebagai berikut :
• Apakah mendengar suara suara atau bisikan bisikan?
• Apakah melihat bayangan bayangan yang menjijikan?
• Apakah mencium bau tertentu yang menjijikan?
• Apakah merasakan sesuatu yang menjalar ditubuhnya?
• Apakah merasakan sesuatu yang menjijikan dan tidak
mengenakan?
• Seberapa sering mendengar suara suara atau melihat bayangan
tersebut?
• Kapan mendengar suara atau melihat bayang bayang?
• Pada situasi apa mendengar suara atau melihat bayang bayang?
• Bagaimana perasaan mendengar suara atau melihat bayangan
tersebut?
• Apakah yang telah dilakukan, krtika mendengar suara atau
melihat bayangan tersebut?
2. Tanda dan gejala halusinasi didapatkan saat observasi :
• Tampak bicara atau tertawa sendiri
• Marah marah tanpa sebab
• Memiringkan atau mengarahkan telinga kearah tertentu atau
menutup telinga
• Menunjuk-nunjuk kea rah tertentu atau menutup telinga
• Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
• Menghidu seperti membaui bau bauan tertentu
• Menutup hidung
• Sering meludah
• Muntah
• Menggaruk permukaan kulit
Sumber : eprints.poltekkesjogja.ac.id
b. Diagnosa
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan
persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014)
:
1) Resiko perilaku kekerasan eksternal
2) Isolasi sosial
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1. Resiko NOC : Menahan NIC : Bantuan Kontrol
perilaku Diri dari Marah
Kekerasan kemarahan a. monitor potensi agresi
Eksternal yang di ekspresikan
Kriteria Hasil : dengan cara tidak tepat
dan lakukan intervensi
1. mengidentifikasi sebelum (agresi ini)
kapan (merasa) diekspresikan.
marah b. gunakan pendekatan
2. mengidentifikasi yang tenang dan
kapan (merasa) meyakinkan
frustrasi c. berikan pendidikan
3. mengidentifikasi mengenai metode untuk
tanda – tanda awal mengatur pengalaman
marah emosi yang sangat kuat
4. mengidentifikasi dengan teknik relaksasi
alasan perasaan d. berikan obat -obatan
marah oral, dengan cara yang
5. tepat
bertanggungjawab
terhadap perilaku NIC : Manajemen
diri perilaku
a. Berikan pasien
tanggung jawab
terhadap
perilakunya (sendiri)
b. Komunikasi harapan
bahwa pasien dapat
tetap mengontrol
(perilakunya)
c. Komunikasikan
dengan keluarga
dalam rangka
mendapatkan
(informasi)
mengenai kondisi
kognisi dasar klien
d. Tingkatkan aktivitas
fisik dengan carayang
tepat

2. Isolasi sosial NOC : NIC : Peningkatan


Keparahan sosialisasi
kesepian a. Anjurkan peningkatan
keterlibatan dalam
Kriteria Hasil : hubungan yang sudah
1. Rasa ketakutan mapan
yang tak beralasan b. Tingkatkan hubungan
2. rasa dengan orang-orang
keputusasaan yang memiliki minat dan
3. rasa kehilangan tujuan yang sama
harapan c. Anjurkan kegiatan
4. rasa terisolasi sosial dan masyarakat
secara sosial d. Bantu meningkatkan
5. rasa kesadaran pasien
dicampakkan mengenai kekuatan dan
keterbatasanketerbatasan
1.
dalam berkomunikasi
dengan orang lain

NIC : Terapi aktivitas


a. Kembangkan
kemampuan klien
dalam berpatisipasi
melalui aktivitas
spesifik
b. Bantu klien utuk
mengeksplorasi
tujuan personal dari
aktivitas-aktivitas
yang biasa dilakukan
(misalnya, bekerja
dan aktivitas-aktivitas
yang disukai)
c. Bantu klien memilih
aktivitas dan
pencapaian tujuan
melalui aktivitas yang
konsisten dengan
kemampuan fisik,
fisiologis dan sosial
d. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
diinginkan
STRATEGI PELAKSANAAN
Strategi pelaksanaan komunikasi klien halusinasi, yaitu:
1. Sesi 1 yakni membantu klien mengenal halusinasinya. Mengajarkan klien
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, membuat jadwal kegiatan harian.
2. Sesi 2 yakni mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, mengajarkan klien cara
minum obat (prinsip 6 benar obat), menganjurkan klien latihan dan memasukkan
latihan kedalan jadwal kegiatan harian
3. Sesi 3 yakni mengevaluasi jadwal kegiatan harian, mengajarkan klien cara
bercakap-cakap untuk mengontrol halusinasi, menganjurkan klien latihan dan
membuat jadwal kegiatan harian
4. Sesi 4 yakni mengevaluasi jadwal kegiatan harian, mengajarkan klien melakukan
rutinitas terjadwal untuk mengontrol halusinasi, menganjurkan klien latihan dan
membuat jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA

Sutejo. 2017. Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa :


Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta:PT. Pustaka Baru.
WHO. 2013. The World Health Report : 2013 mental health.
www.whoint/mental_health.
Depkes RI. 2006. Standar Operasional Prosedural. www.litbang.go.id.
Diperoleh tanggal 5 Apri 2015
Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka
Kerja asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Direja, Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Halawa, Aristina. 2015. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi
Persepsi Sesi 1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit
Jiwamenur Surabaya. http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal
18 Januari 2017 pukul 13.04 WIB.
Herdman, T. Heather. 2017. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan
Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.
Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik vol
2 edisi 4. Jakarta: EGC.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Pusdiklatnakes. 2012. Modul Pelatihan Keperawatan Kesehatan Jiwa
Masyarakat. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar. 2013.
Sari. 2014. Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Pasien
Halusinasi Dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Halusinasi Di Rumah.
http://Download.Portalgaruda.Org. Diakses tanggal 03 Maret 2017 pukul
06.23 WIB.
Supardi, Sudibyo dan Rustika. 2013. Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta: TIM.
Swanson, Elizabeth, dkk. Copyright 2013. Nursing Outcomes (NOC) Edisi
Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia
Undang Undang No. 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Wagner, Cherly M, dkk. Copyright 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Indonesia: CV. Mocomedia.
Yosep, Iyus. 2007.Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.
.................... 2013. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai