Anda di halaman 1dari 60

PRAKTIK LABORATORIUM KLINIK KEPERAWATAN

STASE KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S

DENGAN MASALAH HALUSINASI PENDENGARAN DI RUMAH BERDAYA


DENPASAR

OLEH

NI LUH ADE DWI ANTARI

203213214

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2022
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

I. KONSEP DASAR HALUSINASI


1. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek rangsangan dari
luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindera. Halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realita
(Yusuf et al., 2015).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata (Zelika & Deden,
2018).
Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana pasien
mendengarkan suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam,
memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang kemungkinan hal-hal yang berbahaya
(Trimelia, 2013). Sedangkan halusinasi pendengaran menurut (Damaiyanti &
Iskandar, 2014) merupakan suatu kondisi dimana klien mendengar suara-suara yang
tidak berhubungan dengan stimulasi nyata yang orang lain tidak mendengarnya.

2. Faktor Predisposisi
Menurut (Oktaviani, 2020) faktor predisposisi penyebab halusinasi, yaitu:
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendah kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

3. Faktor Presipitasi
Menurut (Yosep & Sutini, 2014) dalam hakekatnya seorang individu sebagai
mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi
dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur dalam
waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi.
Halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego. Awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial di dalam fase awal dan comforting
menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien halusinasi
lebih asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam setiap
bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.

4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri. Mekanisme koping halusinasi menurut (Dalami, 2014),
diantaranya:
1) Regresi
Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menjadi lebih malas beraktivitas
sehari-hari.
2) Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan identitas). Klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
3) Menarik Diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis. Reaksi
fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, sedangkan reaksi
psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan. Klien cenderung sulit mempercayai
orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

5. Rentang Respon
Rentang respon halusinasi dibagi menjadi tiga yaitu respon adaptif, respon
psikososial, dan respom maladaptive (Stuart, 2017).
1) Respon Adaptif
Merupakan respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif antara lain:
a. Pikiran logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan yang
dapat diterima akal.
b. Persepsi akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman merupakan perasaan jiwa yang timbul
sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
d. Perilaku sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan
dengan individu tersebut yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan
yang tidak bertentangan dengan moral.
e. Hubungan sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang lain dalam
pergaulan di tengah masyarakat dan lingkungan.

2) Respon Psikososial
Menurut (Stuart, 2017) respon psikososial meliputi:
a. Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan.
b. Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang
diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindar interaksi dengan
orang lain, baik dalam berkomunikasi maupun berhubungan sosial dengan
orang-orang di sekitarnya.

3) Respon Maladaptif
Respon maladaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan. Adapun
respon maladaptive meliputi (Stuart, 2017):
a. Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan keyakinan sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah
terhadap rangsangan.
c. Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol emosi
seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,
kebahagiaan, dan kedekatan.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa
ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di timbulkan.
e. Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa kesepian tidak
mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.

6. Fase-Fase Halusinasi
Menurut (Oktaviani, 2020), halusinasi berkembang melalui beberapa fase,
yaitu sebagai berikut:
1) Fase I (Sleep-Disorder)
Pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah
makin terasa sulit karna berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah dikampus, drop out. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung trus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai
pemecah masalah.
2) Fase II (Comforting)
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan pemikiran pada
timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya
dapat dia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan
klien merasa nyaman dengan halusinasinya
Perilaku klien yang mencirikan fase II yaitu tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
3) Fase III (Condeming)
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien
mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga
jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri
dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama.
Perilaku klien yang mencirikan fase II yaitu meningkatnya tanda-tanda
sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien
asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
4) Fase IV (Controlling)
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal
yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari
sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
Perilaku klien pada fase IV ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit
berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, tidak
mampu mengikuti perintah dari perawat dan orang lain, tampak tremor dan sering
berkeringat, tegang terutama jika berhubungan dengan orang lain.
5) Fase V (Conquering)
Fase conquering atau panik yaitu dimana ketika klien telah lebur dengan
halusinasinya. Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat. Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan
orang lain di lingkungan.
Perilaku klien yang mencirikan fase IV yaitu perilaku teror akibat panik,
potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.

7. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah


Menurut (Yosep & Sutini, 2016), halusinasi terdiri dari beberapa jenis dengan
karakteristik tertentu, diantaranya:
1) Halusinasi Pendengaran (Autodorik)
Data objektif terdiri dari: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa sebab,
mengarahkan telinga kearah tertentu, klien menutup telinga.
Data subjektif terdiri dari: mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,
mendengarkan suara yang ngajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual)
Data objektif terdiri dari: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang
tidak jelas.
Data subjektif terdiri dari: melihat bayangan, sinar, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster.
3) Halusinasi Penciuman (Olfaktori)
Data objektif terdiri dari: mencium seperti membaui bau-bauan tertentu dan
menutup hidung.
Data subjektif terdiri dari: mencium bau-bau seperti bau darah, feses, dan kadang-
kadang bau itu menyenangkan.
4) Halusinasi Peraba (Taktil)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
Data objektif terdiri dari: menggaruk-garuk tubuh atau permukaan kulit.
Data subjektif terdiri dari: seperti mengatakan ada serangga di permukaan kulit,
merasa seperti tersengat listrik.
5) Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatu yang busuk, amis,
dan menjijikan.
Data objektif terdiri dari: sering meludah, muntah.
Data subjektif terdiri dari: seperti merasakan rasa seperti urine, feses, atau darah.
6) Halusinasi Sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentuan urine.

8. Penatalaksanaan Halusinasi
1) Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi perlu
mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun obat-obatannya
seperti (Yosep & Sutini, 2016):
a) Golongan butirefenon: haloperidol (HLP), serenace, ludomer. Pada kondisi
akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg (IM), pemberian
injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien biasanya diberikan
obat per oral 3 x 1,5 mg. Atau sesuai dengan advis dokter.
b) Golongan fenotiazine: chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile. Pada
kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg, apabila kondisi sudah
stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x 100 mg pada malam hari saja, atau
sesuai dengan advis dokter.
b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien
walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah
perilaku pasien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi
dan fototerapi (Kusumawati et al., 2012).
a) Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera
fisik pada klien sendiri atau orang lain.
b) Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan
menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan
rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang ditempelkan beberapa detik
pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
c) Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruangan
tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang
lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. Akan
tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi
yang disertai dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta
perilaku yang menyimpang.
d) Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. cocok diberikan
pada klien dengan depresi.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia dengan halusinasi
bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya sehingga diperlukan beberapa
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam upaya meningkatkan
kemampuan untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan tindakan keperawatan
generalis dan spesialis (Kanine, 2019).
a. Tindakan Keperawatan Generalis: Individu dan Terapi Aktifitas Kelompok
Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan standar asuhan
keperawatan jiwa pada klien skizofrenia dengan halusinasi, maka tindakan
keperawatan generalis dapat dilakukan pada klien bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan dan psikomotor yang
harus dimiliki oleh klien skizofrenia dengan halusinasi, meliputi: Cara
mengontrol halusinasi dengan menghardik dan mengatakan stop atau pergi
hingga halusinasi dirasakan pergi, Cara menyampaikan pada orang lain
tentang kondisi yang dialaminya untuk meningkatkan interaksi sosialnya
dengan cara bercakapcakap dengan orang lain sebelum halusinasi muncul,
Melakukan aktititas untuk membantu mengontrol halusinasi dan melawan
kekhawatiran akibat halusinasi seperti mendengarkan musik, membaca,
menonton TV, rekreasi, bernyanyi, teknik relaksasi atau nafas dalam. Kegiatan
ini dilakukan untuk meningkatkan stimulus klien mengontrol halusinasi, dan
patuh minum obat (Kanine, 2019).
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dilakukan pada klien
skizofrenia dengan halusinasi adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)
Stimulasi Persepsi yang terdiri dari 5 sesi yaitu Sesi pertama mengenal
halusinasi, Sesi kedua mengontrol halusinasi dengan memghardik, Sesi ketiga
dengan melakukan aktifitas, Sesi keempat mencegah halusinasi dengan
bercakap dan Sesi kelima dengan patuh minum obat (Kanine, 2019).
b. Tindakan Keperawatan Spesialis: Individu dan Keluarga
Terapi spesialis akan diberikan pada klien skizofrenia dengan
halusinasi setelah klien menuntaskan terapi generalis baik individu dan
kelompok. Adapun terapi spesialis meliputi terapi spesialis individu, keluarga
dan kelompok yang diberikan juga melalui paket terapi Cognitive Behavior
Therapy (CBT) (Kanine, 2019).
Tindakan keperawatan spesialis individu adalah Cognitive Behavior
Therapy (CBT). Terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT) pada awalnya
dikembangkan untuk mengatasi gangguan afektif tetapi saat ini telah
dikembangkan untuk klien yang resisten terhadap pengobatan (Kanine, 2019).
c. Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa (Halusinasi)
Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang digunakan untuk
mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan kesehatan jiwa.
Keterampilan perawat dalam komunikasi terapeutik mempengaruhi
keefektifan banyak intervensi dalam keperawatan jiwa. Komunikasi terapeutik
itu sendiri merupakan komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk
membantu penyembuhan/pemulihan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik
membantu klien untuk menjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
klien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu
dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan
egonya serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri
(Putri & Fitrianti, 2018).

II. KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada pasien dan
keluarga pasien (O’Brien et al., 2014). Pengkajian awal mencakup:
1) Identitas Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: nama klien, usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, informasi
keluarga yang bisa dihubungi.
2) Keluhan atau Masalah Utama
Tanyakan terkait alasan klien dibawa kerumah sakit jiwa, apa yang sudah
dilakukan keluarga terhadap klien sebelum klien dibawa ke rumah sakit jiwa serta
hasilnya. Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran dibawa kerumah sakit jiwa karena keluarga merasa tidak mampu
merawat klien, keluarga merasa terganggu karena perilaku klien dan gejala yang
tidak normal yang dilakukan klien seperti mengarahkan telinga pada sumber
tertentu, berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, dan klien
biasanya sering menutup telinganya, sehingga keluarga berinisiatif membawa
klien kerumah sakit jiwa.
3) Faktor Predisposisi
a. Tanyakan pada keluarga apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, karena pada umumnya apabila klien dengan gangguan
persepsi sensori: halusinasi walaupun sebelumnya pernah mendapat
perawatan di rumah sakit jiwa, tetapi pengobatan yang dilakukan masih
meninggalkan gejala sisa, sehingga klien kurang dapat beradaptasi dengan
lingkungannya.
b. Tanyakan apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik.
c. Tanyakan apakah pernah mengalami penolakan dari keluarga dan
lingkungan.
d. Tanyakan apakah pernah mengalami kejadian/trauma yang tidak
menyenangkan pada masa lalu.
4) Pemeriksaan fisik klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pada
umumnya yang dikaji meliputi TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu),
tinggi badan, serta keluhan fisik lainnya.
5) Psikososial
a. Tanyakan apakah anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa
seperti yang dialami oleh klien, pola komunikasi klien, pola asuh serta siapa
pengambilan keputusan dalam keluarga.
b. Konsep diri meliputi
a) Identitas diri
Tanyakan kepuasan klien dengan jenis kelaminnya, kepuasan klien
dengan statusnya didalam keluarga dan masyarakat. Pada umumnya
klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi merupakan anggota
dari suatu masyarakat dan keluarga. Tetapi karena klien mengalami
gangguan jiwa dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi maka
interaksi klien dengan keluarga maupun masyarakat tidak efektif
sehingga klien merasa tidak puas akan status ataupun posisi klien
sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
b) Peran diri
Tanyakan pada klien tentang tugas/peran yang dilakukannnya dalam
keluarga di lingkungan masyarakat. Pada umumnya klien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi kurang dapat melakukan peran
dan tugasnya dengan baik sebagai anggota keluarga dalam masyarakat.
c) Harga diri
Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang lain sehingga klien
merasa dikucilkan di lingkungan sekitarnya.
c. Hubungan Sosial
Tanyakan kepada klien siapa orang terdekat dalam kehidupannya, tempat
mengadu, dan tempat bicara, serta tanyakan kepada klien kelompok apa
saja yang diikutinya dalam masyarakat. Pada umumnya klien dengan
gangguan persepsi sensori: halusinasi cenderung dekat dengan kedua orang
tuanya, teutama dengan ibunya. Karena klien sering marah-marah, bicara
kasar, melempar atau memukul orang lain, sehingga klien tidak pernah
berkunjung kerumah tetangga dan klien tidak pernah mengikuti kegiatan
yang ada dilingkungan masyarakat.
d. Spiritual
a) Nilai keyakinan
b) Kegiatan ibadah
e. Status Mental
a) Pembicaraan
Mengamati atau mengobservasi pembicaraan klien apakah cepat,
keras, gagap, membisu, apatis, lambat serta pembicaraan yang
berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lain. Pada umumnya
klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi berbicara lambat
dan tidak mampu memulai pembicaraan.
b) Aktivitas motorik
Mengamati/mengobservasi kondisi fisik klien. Pada umumnya klien
terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir dengan gerakan mulut yang
seakan-akan sedang berbicara.
c) Alam perasaan
Mengamati/mengobservasi kondisi perasaan klien. Pada umumnya
klien merasakan sedih, putus asa, gembira yang berlebihan, serta
marah tanpa sebab.
d) Afek
Mengamati/mengobservasi kondisi emosi klien. Pada umumnya
klien mempunyai emosi labil tanpa ada sebab. Tiba tiba klien
menangis dan tampak sedih lalu diam menundukkan kepala.
e) Interaksi selama wawancara
Mengamati/mengobservasi kondisi klien selama wawancara. Pada
umumnya klien memperlihatkan perilaku yang tidak kooperatif,
lebih banyak diam diri, pandangan mata melihat kearah lain ketika
diajak bicara.
f) Persepsi
Mengamati/mengobservasi jenis halusinasi yang terjadi pada klien.
Pada umumnya klien cenderung mendengar, melihat, meraba,
mengecap sesuatu yang tidak nyata dengan waktu yang tidak
diketahui dan tidak nyata.
g) Proses pikir
Mengamati/mengobservasi proses pikir klien selama wawancara.
Pada umumnya klien cenderung apabila akan menjawab pertanyaan
terdiam dulu, seolah olah sedang merenung lalu mulai menjawab,
kemudian jawaban belum selesai diutarakan, klien diam lagi
kemudian meneruskan jawabannya dengan singkat.
h) Isi pikir
Mengamati/mengobservasi isi pikiran klien selama wawancara.
Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
merasa lebih senang menyendiri daripada berkumpul dengan orang
lain. Saat diajak untuk duduk-duduk dan berbincang-bincang dengan
klien yang lain, klien menolak dengan menggelengkan kepala.
i) Memori
Mengamati/mengobservasi gangguan daya ingat klien. Pada
umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran memiliki memori yang konfabulasi. Memori
konfabulasi merupakan pembicaraan yang tidak sesuai dengan
kenyataan (memasukkan cerita yang tidak benar yang bertujuan
untuk menutupi gangguan yang dialaminya).
j) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Mengamati/mengobservasi tingkat konsentrasi dan kemampuan
berhitung klien selama wawancara.
f. Kebutuhan persiapan pulang
a) Istirahat dan tidur
Tanyakan dan observasi lama waktu tidur siang/malam klien, apa
aktivitas yang dilakukan sebelum tidur serta aktivitas yang
dilakukan setelah tidur.
b) Kegiatan di dalam rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam merencanakan, mengolah dan
menyajikan makanan, merapikan rumah (kamar tidur, dapur,
menyapu dan mengepel), mencuci pakaian sendiri serta mengatur
kebutuhan biaya sehari-hari.
c) Kegiatan di luar rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam belanja untuk keperluan sehari
hari, (melakukan perjalanan mandiri yaitu dengan berjalan kaki,
menggunakan kendaraan pribadi, dan kendaraan umum), serta
aktivitas lain yang dilakukan diluar rumah (bayar
listrik/telepon/air/kekantor pos/dan ke bank).
g. Mekanisme koping
a) Mekanisme koping pada klien dengan masalah gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya, antara lain:
b) Regresi Klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran cenderung akan menghindari masalah yang di
hadapinya.
c) Proyeksi Klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran cenderung menjelaskan perubahan suatu persepsi
dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang
lain.
d) Menarik diri Klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran cenderung sulit mempercayai orang lain dan asyik
dengan stimulus internal yang di rasakannya.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Pada umumnya klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi
memiliki masalah dengan psikososial dan lingkungannya, seperti pasien
yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau masyarakat karena
perilaku pasien yang membuat orang disekitarnya merasa ketakutan.

2. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Core Problem

Isolasi Sosial

Cause

Koping Individu Tidak Efektif

3. Diagnosa Keperawatan
Menurut (PPNI, 2016) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
masalah halusinasi pendengaran yaitu:
1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2) Risiko perilaku kekerasan
3) Isolasi sosial
4) Koping individu tidak efektif
4. Rencana Tindakan Keperawatan

Dx
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Keperawatan

Gangguan TUM: Setelah melakukan Manajemen 1. Agar mengetahui


persepsi Klien dapat ….x pertemuan Halusinasi apakah halusinasi
sensori: mengontrol diharapkan 1. Monitor isi pasien
halusinasi halusinasi persepsi sensori halusinasi membahayakan
pendengaran pendengaran yang membaik. (kekerasan atau dirinya dan orang lain
dialaminya. 1. Verbalisasai membahayakan
2. Mencegah perilaku
mendengar diri)
pasien yang
TUK: bisikan 2. Pertahankan
membahayakan
1. Klien dapat berkurang lingkungan yang
membina 2. Verbalisasi aman 3. Untuk mengetahui

hubungan saling melihat respon pasien


3. Diskusikan
percaya bayangan terhadap
perasaan dan
2. Klien dapat berkurang halusinasinya
respon terhadap
mengenal 3. Verbalisasi 4. Meningkatkan
halusinasi
halusinasinya merasakan interaksi klien dengan
3. Klien dapat sesuatu melalui 4. Anjurkan bicara orang lain
mengontrol indera perabaan pada orang yang

halusinasinya berkurang dipercaya untuk 5. agar pikiran pasien


memberi tidak sepenuhnya
4. Klien dapat 4. Perilaku
dukungan dan terisi oleh
memanfaatkan halusinasi
umpan balik halusinasinya
obat dengan baik berkurang
5. Respon sesuai korektif terhadap 6. Membantu

stimulus halusinasi mengurangi gejala


membaik 5. Anjurkan halusinasi dengan

melakukan menggunakan

distraksi medikasi

6. Kolaborasi
pemberian obat
antipsikotif dan
anti ansietas

Risiko perilaku TUM: Setelah melakukan Pencegahan 1. Untuk memastikan


kekerasan Klien tidak ….x pertemuan Perilaku Kekerasan tidak ada benda
mencederai diri diharapkan kontrol 1. Monitor adanya berbahaya di sekitar
sendiri, orang lain, diri meningkat. benda yang pasien
dan lingkungannya 1. Perilaku berpotensi 2. Untuk mengawasi
menyerang membahayakan keamanan pasien saat
TUK: menurun (mis. Benda menggunakan barang
1. Klien dapat 2. Perilaku tajam, tali) yang dapat
mengidentifikasi melukai orang 2. Monitor selama membahayakan
penyebab lain atau diri penggunaan 3. Untuk meminimalisir
perilaku sendiri menurun barang yang risiko bahaya
kekerasan 3. Perlaku agresif dapat 4. Untuk meningkatkan
2. Klien dapat atau mengamuk membahayakan hubungan saling
mengidentifikasi berkurang 3. Pertahankan percaya antara pasien
jenis perilaku 4. Suara keras dan lingkungan bebas dan keluarganya
kekerasan ketus berkurang dari bahaya 5. Agar pasien tidak
3. Klien dapat secara rutin memendam
mengidentifikasi 4. Libatkan keluarga perasaannya sendiri
akibat perilaku dalam perawatan 6. Untuk melatih cara
kekerasan 5. Latih cara mengontrol
4. Klien dapat mengungkapkan kemarahan dan
mengungkapkan perasaan secara mengurangi risiko
perasaan secara asertif perilaku kekerasan
konstruktif 6. Latih mengurangi
5. Klien dapat kemarahan secara
mengontrol verbal dan
perilaku nonverbal (mis.
kekerasan Relaksasi,
bercerita)

Isolasi sosial TUM: Setelah Terapi Aktivitas 1. Agar klien mampu


Klien dapat melakukan ….x fokus dengan
1. Berikan fasilitas
berinteraksi dengan pertemuan kemmapuan yang
orang lain diharapkan fokus pada dimilikinya
keterlibat sosial kemapuan klien
2. Agar klien bisa
TUK: klien meningkat:
2. Berikan pilihan melalukan aktivitas
1. Klien dapat 1. Minat interaksi
aktivitas pada yang diinginkan
menyebutkan sosial
klien
penyebab isolasi meningkat 3. Agar motoric pasien

sosial 3. Fasilitasi aktivitas tidak kaku


2. Verblisasi
2. Klien dapat motoric kasar
isolasi 4. Agar pasien
menyebutkan yang dilakukan
menurun termotivasi
keuntungan klien
3. Verbalisasi 5. Agar pasien memiliki
berhubungan 4. Fasilitasi
ketidakamanan aktivitas dan tidak
dengan orang lain mengembangkan
di tempat mengurung diri di
3. Klien dapat motivasi dan
umum kamar
melaksanakan penguatan diri
menurun
hubungan sosial
4. Perilaku 5. Jadwalkan
secara bertahap
menarik diri aktivitas dalam
4. Klien dapat
menurun rutinitas sehari-
mengungkapkan
hari
perasaannya

Koping TUM: Setelah melakukan Promosi Koping 1. Untuk mengetahui


individu tidak Klien dapat memiliki ….x pertemuan 1. Identifikasi seberapa pemahaman
efektif koping yang efektif diharapkan status pemahaman pasien terkait
koping membaik: proses penyakit penyakitnya
TUK: 1. Perilaku koping 2. Identifikasi 2. Untuk mengetahui
1. Klien dapat adaptif dampak situasi dampak yang
mengekspresikan meningkat terhadap peran disebabkan oleh
perasaannya 2. Verbalisasi dan hubungan kondisi pasien
secara bebas kemampuan 3. Identifikasi 3. Untuk mengetahui
2. Klien dapat mengatasi kebutuhan dan apa yang diinginkan
mengidentifikasi masalah keinginan pasien dari
koping dan meningkat terhadap lingkungan dan
perilaku yang 3. Perilaku asertif dukungan sosial keluarganya
berkaitan dengan 4. Diskusikan untuk 4. Agar pasien dapat
kejadian yang meningkat mengklarifikasi memahami kesalahan
dihadapi 4. Verbalisasi kesalahpahaman yang dilakukan tanpa
3. Klien dapat menyalahkan dan mengevaluasi melimpahkan ke
memodifikasi orang lain perilaku sendiri orang lain
pola kognitif menurun 5. Motivasi untuk 5. Agar pasien tidak
yang negative 5. Verbalisasi menentukan selalu berharap
4. Klien dapat rasionalisasi harapan yang terhadap harapan
berpartisipasi kegagalan realistis yang tidak bisa
dalam menurun 6. Anjurkan menjadi nyata
pengambilan menjalin 6. Untuk meningkatkan
keputusan yang hubungan yang kemampuan sosial
berkaitan dengan memiliki dan membina
dirinya kepentingan dan hubungan
5. Klien tujuan sama 7. Agar pasien bisa
dapatmemotivasi 7. Anjurkan mengeluarkan isi
untuk aktif mengungkapkan perasaan dan
mencapai tujuan perasaan dan pikirannya
yang realistik persepsi 8. Melatih pasien untuk
8. Latih penggunaan berelaksasi untuk
teknik relaksasi mengurangi stress

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi

Strategi Pelaksanaan

SP 1
1. Bantu klien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, perasaan
saat terjadi halusinasi).
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
4. Peragakan cara menghardik.
5. Minta pasien memperagakan ulang
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian klien.
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1), berikan pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara teratur.
3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
4. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.
5. Jelaskan akibat bila putus obat.
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, dan SP 2), berikan pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain saat terjadi
halusinasi.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, dan bercakap-cakap.
SP 4
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, SP 2, dan SP 3), berikan pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan atau aktivitas harian (mulai 2
kegiatan).
3. Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
4. Diskusikan kegiatan atau kemampuan positif yang biasa dilakukan oleh klien.
5. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, bercakap-cakap, minum obat, dan
aktivitas harian.

Strategi Pelaksanaan Pada Keluarga

Strategi Pelaksanaan

SP 1
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis halusinasi serta proses terjadinya halusinasi.
3. Menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi.
SP 2
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan halusinasi.
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi.
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah.
2. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, E. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: Trans Info
Media.

Damaiyanti, & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Kanine, E. (2019). Manajemen Kasus Spesialis Pada Klien Skizofrenia Dengan Halusinasi
Menggunakan Pendekatan Konsepsual Model Interpersonal Peplau Dan Model Stres
Adaptasi Stuart Di Ruang Utar. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu Keperawatan.

Keliat, B. A., & dkk. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Kusumawati, Farad, & Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Andi.

O’Brien, P., Kennedy, W., & Ballard, K. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Pskiatrik
Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Oktaviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan masalah Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah Sakit Jiwa Tampan.
Poltekkes Kemenkes Riau.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Putri, V. S., & Fitrianti. (2018). Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 7(2), 138–147.
http://dx.doi.org/10.36565/jab.v7i2.77

Stuart, G. (2017). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Elsevier.
Trimelia. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: TIM.

Yosep, H. I., & Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental Health
Nursing. Bandung: Refika Aditama.

Yosep, & Sutini. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Yusuf, PK, R. F., & Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Zelika, A. A., & Deden, D. (2018). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran Pada Sdr. D di Ruang Nakula RSJD Surakarta. Journal STIKES PKU
Muhammadiyah Surakarta, 12(2), 10–11.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA
IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. S
Tanggal Dirawat : Tahun 2017
Umur : 42 tahun
Tanggal Pengkajian : 09 Januari 2023
Alamat : Jl. Pulau Ayu, No 20 x
Pendidikan : SMP
Agama : Hindu
Ruang Rawat : Rumah Berdaya
Status : Belum kawin
Pekerjaan :-
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM :-

ALASAN MASUK
a. Data Primer
Pasien mengatakan sering mendengar suara bisikan yang mengajaknya berbincang-
bincang.
b. Data Sekunder
Keluarga pasien mengatakan pasien sering terlihat berbicara sendiri, ketakutan dan
kadang-kadang tertawa sendiri.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI


a. Auto anamnesa: pasien datang ke rumah berdaya pada tahun 2017 diantar oleh
keluarganya. Sebelumnya pasien pernah di rawat di RS Jiwa Bangli mulai dari tahun
2015. Saat dilakukan wawancara, pasien mengatakan dirinya sering mendengar suara-
suara aneh yang mengajaknya berbincang-bincang. Saat wawancara pasien menjawab
pertanyaan dengan baik disertai dengan kontak mata yang baik. Pasien juga
mengatakan bahwa dirinya masih rutin meminum obat sesuai dengan jadwal agar
halusinasi yang dialami tidak kambuh.
b. Hetero anamnesa: keluarga pasien mengatakan saat ini pasien sudah bisa
bersosialisasi dengan lingkungannya. Keluarga juga mengatakan pasien rutin
menjalani program terapinya dan saat ini sudah bisa minum obat secara mandiri.

FAKTOR PREDISPOSISI

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu?


Ya
Jika Ya, Jelaskan:
Pada tahun 2007 pasien mulai menunjukkan gejala-gejala gangguan jiwa seperti
mendengar suara-suara yang sebenarnya tidak ada, pasien menjadi sering berbicara
sendiri, dan menjadi lebih emosional, yang mengakibatkan pasien dibawa ke RS
Jiwa Bangli dan dirawat selama beberapa tahun. Di RS Jiwa Bangli pasien diberikan
pengobatan dan terapi sehingga berangsur-angsur kondisi pasien membaik.
Kemudian pada tahun 2010 pasien dibawa ke Rumah Berdaya untuk rehabilitasi
lebih lanjut.

2. Pengobatan Sebelumnya
Berhasil
Jelaskan:
Selama menjalani pengobatan di RS Jiwa Bangli kondisi pasien semakin membaik
dikarenakan pasien patuh terhadap pengobatan dan mengonsumsi obat sesuai dengan
dosis dan jadwal yang ditentukan.

3. a. Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)


Tidak

b. Pernah ada riwayat NAPZA

 Zat aditif: kafein


c. Riwayat Trauma
Usia Pelaku Korban Saksi

1. Aniaya fisik - - - -
2. Aniaya seksual - - - -
3. Penolakan - - - -
4. Kekerasan dalam keluarga - - - -
5. Tindakan kriminal - - - -
6. Usaha Bunuh diri - - - -
Jelaskan:

Pasien mengatakan tidak pernah dianiaya fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam
keluarga, tindakan kriminal dan usaha buduh diri.

4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan, kematian,


perpisahan)
Tidak ada.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

1. Anggota keluarga yang gangguan jiwa?


Ada anggota keluarga yang gangguan jiwa, nenek dan paman pasien TN.S
Hubungan keluarga : pasien mengatakan hubungan dengan keluarganya terjalin
sangat baik

PEMERIKSAAAN FISIK

Tanggal:09 Januari 2023

1. Keadaan umum: composmentis


2. Tanda vital:
TD : 120/90 mm/Hg

N : 82 x/menit

S : 36,4 oC

P : 18 x/menit
3. Ukur: BB: 64 kg TB: 170 cm

4. Keluhan fisik:
Nyeri : Ringan (1,2,3), Sedang (4,5,6), Berat terkontrol (7 8 9), Berat tidak
terkontrol (10) (Standar JCI)
 Tidak ada keluhan nyeri

Keluhan lain
 Tidak ada keluhan fisik lainnya

Jelaskan:

Pasien mengatakan tidak memiliki gangguan atau keluhan terkait fisiknya.

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (Sebelum dan sesudah sakit)

1. Genogram:

Tn. D

Keterangan Gambar:
= laki-laki meninggal
= perempuan meninggal
= laki-laki
= perempuan
= Tn.S
= Tinggal satu rumah
= hubungan
= keturunan

Jelaskan:

Pasien mengatakan dirinya bernama Tn. S yang saat ini berusia 42 tahun dan
merupakan anak pertama, serta memiliki seorang adik perempuan dan laki-laki.
Pasien saat ini tinggal dengan orang tua, paman dan adik-adiknya. Pasien mengatakan
hubungan dengan keluarganya masih terjalin dengan sangat baik. Pasien mengatakan
kakek dan neneknya sudah meninggal dunia. Pasien mengatakan dirinya belum
menikah.

a. Citra tubuh :

Pasien mengatakan penampilan merupakan hal yang penting, sehingga pasien


selalu memperhatikan penampilannya agar tetap bersih dan rapi

b. Identitas :

Pasien mengatakan dirinya bernama Tn. S yang beralamat di Jl. Gunung


Sanghyang Gg. Kauripan No. 4 Padangsambian. Pasien mengatakan bahwa dirinya
merupakan anak pertama dan memiliki satu adik perempuan dan satu adik laki-
laki.

c. Peran :

Pasien mengatakan saat ini dirinya melakukan aktivitas seperti kumpul dengan
teman-temannya, jalan-jalan keluar rumah agar bertemu dengan orang-orang di
lingkungannya dan dapat bersosialisasi.

d. Ideal diri :

Pasien mengatakan tidak ingin jauh-jauh dari keluarganya sebab merekalah yang
selalu mendukung kesembuhan pasien.

e. Harga diri :
Pasien mengatakan saat ini sudah memiliki rasa percaya diri untuk bersosialisasi
dikarenakan motivasi dari keluarganya begitu besar.

2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat:
Pasien mengatakan keluarga merupakan orang yang paling berarti.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
Pasien mengatakan saat ini sudah sering ikut dalam kegiatan masyarakat, sering
jalan-jalan keluar agar bertemu tetangga.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Awalnya pasien merasa kesulitan dalam bersosialisasi dikarenakan banyak
masyarakat yang menjaga jarak. Namun saat ini pasien sudah diterima dengan baik
oleh lingkungannya.
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan bahwa dirinya beragama hindu dan mempercayai akan adanya
Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

b. Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan rajin bersembahyang di merajan rumahnya, dan ketika ada
hari suci maka pasien akan ikut bersembahyang di pura bersama keluarganya.

STATUS MENTAL

1. Penampilan
Rapi
Jelaskan: pasien terlihat berpenampilan dengan baik, bersih, dan berpakaian
selayaknya. Pasien juga mengenakan masker ketika dilakukan pengkajian.

2. Pembicaraan
Keras, lancar dan mampu dimengerti dengan baik.
Jelaskan: ketika dilakukan wawancara pasien dapat menjawab pertanyaan dengan
baik dan lancar. Pasien tidak terlihat mengalami hambatan seperti gugup.
3. Aktifitas motorik/Psikomotor
Kelambatan:

Pasien tidak memiliki kelambatan dalam aktifitas, pasien mengatakan mampu


melakukan aktifitas sehari-hari dengan mandiri tanpa bantuan orang lain.

Peningkatan:

Jelaskan: pasien terlihat bergerak dan beraktivitas dengan baik dan sewajarnya.
Dalam menjawab pertanyaan, pasien berbicara dengan jelas tapi adanya gangguan
seperti gagap.

4. Afek dan Emosi


Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan dirinya baik-baik saja. Pasien sedang
tidak memiliki kecemasan dan kegelisahan. Pasien mengatakan tidak pernah
memiliki pikiran atau keinginan bunuh diri, karena harapannya untuk sembuh begitu
besar.
a. Afek
 Adekuat
Jelaskan:

Keadaan pasien terlihat baik, emosi pasien stabil dan berekspresi sesuai dengan
stimulus yang diterima, serta mampu berinteraksi dengan baik.

b. Emosi
Jelaskan:

Saat dilakukan pengkajian, pasien tidak menunjukkan emosi yang negatif. Pasien
juga mengatakan tidak merasa kesepian karena setiap hari selalu ada anggota
keluarga yang bersamanya.
5. Interaksi selama wawancara
Selama wawancara berlangsung pasien selalu terlihat kooperatif, menerima
kedatangan perawat dengan baik, dan menjawab sesuai dengan pertanyaan yang
diberikan.

6. Persepsi – Sensorik
Pertanyaan pada pasien:

- Apakah anda sering mendengar suara saat


tidak ada orang atau saat tidak ada orang yang berbicara?
Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara aneh yang mengajaknya
berbincang-bincang ketika sedang sendiri, terutama ketika pasien lupa untuk
meminum obatnya.
- Apakah itu benar benar suara yang datang dari
luar kepala anda atau dalam pikiran anda.
Pasien mengatakan suara tersebut mungkin berasal dari pikirannya sendiri.
- Apa yang dikatakan oleh suara itu?
Pasien mengatakan suara yang mengajaknya berbicara seakan-akan sedang
berbicara dengan orang lain.

Halusinasi

 Pendengaran
Ilusi

Tidak ada
Depersonalisasi

Tidak ada
Derealisasi

Tidak ada
Jelaskan:

Pasien mengatakan tidak pernah mengalami ilusi, dan pasien mengatakan merasa
bahwa hal-hal di lingkungannya adalah hal nyata.
7. Proses Pikir
Pertanyaan:

a. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang atau suatu


kekuatan di luar anda memasukkan buah pikiran yang bukan milik anda ke dalam
pikiran anda, atau menyebabkan anda bertindak tidak seperti biasanya ?
Pasien mengatakan pernah mendengar suara aneh yang memerintahnya untuk
memukul tembok.
b. Pernahkan anda percaya bahwa anda sedang dikirimi
pesan khusus melalui TV, radio atau koran, atau bahwa ada seseorang yang tidak
anda kenal secara pribdai tertarik pada anda?
Pasien mengatakan tidak pernah.
c. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang
membaca pikiran anda atau bisa mendengar pikiran anda atau bahkan anda bisa
membaca atau mendengar apa yang sedang dipikirkan oleh orang lain?
Pasien mengatakan dulu bernah merasa ada orang yang bisa membaca pikirannya
dan membuatnya gelisah. Tapi sekarang pikiran tersebut sudah tidak dipercayai
lagi oleh pasien.
d. Pernahkah anda percaya bahwa seseorang sedang
memata matai anda, atau seseorang telah berkomplot melawan anda atau
menciderai anda?
Pasien mengatakan tidak pernah.
e. Apakah keluarga atau teman anda pernah menganggap
keyakinan anda aneh atau tidak lazim?
Pasien mengatakan bahwa dulu teman-temannya menganggap pasien aneh karena
sering bengong dan tertawa sendiri.

Arus Pikir:

 Koheren
Jelaskan:

Saat dilakukan wawancara, apa yang ditanyakan oleh perawat mampu dijawab
dengan baik oleh pasien dengan jawaban yang berkaitan dengan pertanyaan.
Isi Pikir

 Ide yang terkait


Jelaskan:

Pasien mengatakan sudah bisa focus atau konsentrasi terhadap apa yang dipikirkan
dan mulai bisa mengontrol halusinasinya.

Gangguan Proses Pikir

Jelaskan:

Pasien mengatakan pernah mengalami gangguan proses berpikir yaitu merasa bahwa
suara-suara aneh yang memerintahnya untuk melakukan sesuatu atau mengajaknya
berbicara merupakan sesuatu hal yang nyata adanya.

8. Kesadaran

 Compos mentis
Jelaskan:

Pada saat dilakukan wawancara, kesadaran pasien terlihat baik dan mampu
berinteraksi dengan baik. Pasien dengan mudah bisa memahami pertanyaan yang
diberikan.

9. Orientasi
Waktu
Pasien mampu mengenali waktu dan mampu membedakan antara pagi, siang, dan
malam.
Tempat
Pasien mampu mengenali dimana dirinya berada, mampu menyebutkan alamat
rumahnya dengan tepat.
Orang
Pasien mampu mengenali dirinya sendiri, anggota keluarga, dan lingkungan yang
dikenalnya.

10. Memori
 Gangguan daya ingat jangka panjang (> 1 bulan)
Jelaskan:

Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki daya ingat yang cukup baik, namun
terkadang pasien akan lupa dengan hal-hal yang sudah terlampau cukup lama.

11. Tingkat konsentrasi dan berhitung


Pasien memiliki konsentrasi yang cukup baik, mampu berhitung dengan baik dan
memiliki focus yang baik.

12. Kemampuan penilaian


 Gangguan ringan
Jelaskan:

Pasien mengatakan gangguan yang dialami sudah membaik dan saat ini sudah
bisa mengontrol halusinasinya.

 Gangguan proses pikir:


Jelaskan:
Pasien mengatakan untuk saat ini pasien sudah bisa menilai mana yang
merupakan halusinasinya dan mana yang nyata.

13. Daya tilik diri


Pasien mengatakan tidak pernah mengingkari penyakit yang dideritanya. Pasien
mengatakan bahwa penyakit gangguan jiwa adalah penyakit yang sama seperti
penyakit-penyakit fisik lainnya.

Gangguan proses pikir:


Pasien mengatakan sudah menyadari bahwa suara yang didengar merupakan sebuah
halusinasi, dan pasien selalu patuh minum obat agar obatnya bekerja dengan baik.
KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG

1. Makan
 Mandiri
Jelaskan:

Pasien dan keluarga pasien mengatakan pasien mampu makan, mengambil makan,
dan membersihkan sisa makanan secara mandiri.

2. BAB/BAK
 Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan mampu BAB dan BAK secara mandiri tanpa bantuan alat
maupun orang lain.
3. Mandi
 Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan mampu mandi atau membersihkan diri sendiri secara mandiri.
4. sikat gigi
 Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan mampu menyikat gigi secara mandiri tanpa dibantu orang lain.
5. keramas
 Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan mampu keramas secara mandiri.
6. Berpakaian/berhias
 Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan dirinya bisa berpakaian serta berhias secara mandiri. Keluarga
pasien mengatakan pasien tidak memiliki kesulitan dalam berpakaian dan berhias.

7. Istirahat dan tidur


 Tidur Siang, Lama: 2 Jam s/d 3 Jam
 Tidur Malam, Lama: 7 Jam s/d 8 Jam
 Aktifitas sebelum/sesudah tidur: sebelum tidur siang biasanya pasien akan
berbincang-bincang dengan keluarganya, dan setelah tidur siang pasien akan
keluar rumah untuk berjalan-jalan di sekitar lingkungannya. Sebelum tidur malam
pasien akan berkumpul bersama keluarganya dan setelah bangun di pagi hari
pasien akan membersihkan kebun yang ada di rumahnya.
8. Penggunaan obat
 Mandiri
Jelaskan: pasien mengatakan dalam hal konsumsi obat selalu melakukannya secara
mandiri. Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memerlukan bantuan orang lain
untuk meminum obatnya.

9. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak

Perawatan Lanjutan ✓

Sistem pendukung Ya Tidak

Keluarga ✓

Terapis ✓

Teman sejawat ✓

Kelompok sosial ✓

Jelaskan:

Pasien saat ini sedang menjalani program terapi dan rehabilitasi, selain itu pasien juga
mendapatkan berbagai dukungan baik dari keluarga, teman, maupun lingkungan
sosial yang memberikannya motivasi untuk sembuh.

10. Aktifitas dalam rumah


Ya Tidak

Mempersiapkan makanan - ✓
Menjaga kerapihan rumah ✓ -

Mencuci Pakaian ✓ -

Pengaturan keuangan - ✓

11. Aktifitas di luar rumah


Ya Tidak

Belanja ✓

Transportasi ✓

Lain-lain

Jelaskan:

Keluarga pasien mengatakan, pasien mampu melakukan aktifitas di luar rumah secara
mandiri, namun keluarga sebisa mungkin akan memantau pasien saat keluar.

MEKANISME KOPING

Adaptif Maladaptif

a. Bicara dengan orang lain f. Menghindar


b. Mampu menyelesaikan masalah
c. Teknik relaksasi
d. Aktifitas konstruktif
e. Olah raga

Jelaskan:

Apabila memiliki masalah, pasien akan berusaha menyelesaikan atau mengalihkan


pikirsan ke hal-hal yang bersifat positif. Namun apabila merasa sudah lelah akan
masalahnya pasien akan memilih untuk menghindari masalah yang menyebabkannya
stress.
MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

a. Masalah dengan dukungan kelompok, spesifiknya


Pasien mengatakan tidak memiliki permasalahan terkait kelompok sosialisasinya,
bahkan justru pasien diberikan motivasi untuk sembuh normal kembali.
b. Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifiknya
Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki permasalahan dengan
lingkungannya.
c. Masalah dengan pendidikan, spesifiknya
Pasien mengatakan pendidikan terakhirnya adalah SMA dan pasien merasa tidak
memiliki masalah terkait riwayat pendidikannya.
d. Masalah dengan pekerjaan, spesifiknya
Pasien mengatakan saat ini tidak bekerja.
e. Masalah dengan perumahan, spesifiknya
Pasien mengatakan tidak memiliki masalah dengan lingkungan perumahannya, justru
pasien kenal baik dengan tetangga-tetangganya.
f. Masalah dengan ekonomi, spesifiknya
Keluarga pasien mengatakan tidak ada masalah perekonomial di keluarganya.
g. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifiknya
Pasien mengatakan tidak memiliki masalah dengan pelayanan kesehatan, pasien
mengatakan masih rutin untuk memantau kondisinya ke instansi kesehatan dan
menerima obat yang diresepkan

ASPEK PENGETAHUAN

Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang
tentang suatu hal?

 Obat-obatan
Jelaskan: pasien mengatakan kurang mengetahui terkait obat-obatan yang dirinya
terima. Pasien sudah diberikan penjelasan oleh petugas medis namun masih bingung
dikarenakan sulitnya mengerti bahasa-bahasa medis.
ASPEK MEDIS

Diagnosis medik : Skizofrenia

Terapi medik : Resperidone 2 mg, Trihexyphenidyl HCl 2 mg.

ANALISA DATA

MASALAH / DIAGNOSA
NO DATA
KEPERAWATAN

1 DS: Gangguan Persepsi Sensori:


Halusinasi Pendengaran
 Pasien mengatakan sering mendengar suara
atau bisikan yang mengajaknya berbicara

 Pasien mengatakan merasa jengkel ketika


suara atau bisikan itu muncul

 Keluarga pasien mengatakan pasien sering


terlihat berbicara sendiri
DO:

 Pasien terlihat seperti mendengar sesuatu

 Pasien terlihat mengarahkan telinga kea rah


tertentu

 Pasien terlihat bicara sendiri

DAFTAR MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

POHON MASALAH

Risiko Perilaku Kekerasan Effect

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran Core Problem

Isolasi Sosial
Cause
Koping Tidak Efektif
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

Denpasar,09 Januari 2023


Mahasiswa yang mengkaji

Ni Luh Ade Dwi Antari


NIM. 203213214
INTERVENSI KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA

Inisial Klien : Tn. S


Tempat : Rumah Pasien
RM No. :-

INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
Gangguan TUM: Setelah melakukan 3 x Manajemen Halusinasi 1. Agar mengetahui
persepsi Klien dapat pertemuan diharapkan 1. Monitor isi halusinasi apakah halusinasi
sensori: mengontrol persepsi sensori (kekerasan atau pasien membahayakan
halusinasi halusinasi membaik. membahayakan diri) dirinya dan orang lain
pendengaran pendengaran yang 1. Verbalisasai 2. Pertahankan
2. Mencegah perilaku
dialaminya. mendengar bisikan lingkungan yang
pasien yang
TUK: berkurang aman
membahayakan
1. Klien dapat 2. Perilaku halusinasi
3. Diskusikan perasaan
mengontrol berkurang 3. Untuk mengetahui
dan respon terhadap
halusinasinya 3. Distorsi sensori respon pasien terhadap
halusinasi
2. Klien dapat menurun halusinasinya

memanfaatkan sesuai 4. Anjurkan bicara pada 4. Meningkatkan interaksi


4. Respon
obat dengan stimulus membaik orang yang dipercaya
klien dengan orang lain
baik 5. Orientasi membaik untuk memberi

3. Klien dapat dukungan dan umpan 5. agar pikiran pasien


balik korektif tidak sepenuhnya terisi
berinteraksi
terhadap halusinasi oleh halusinasinya
dengan orang
lain 5. Anjurkan melakukan 6. Membantu mengurangi
4. Klien dapat distraksi gejala halusinasi
melakukan dengan menggunakan
6. Kolaborasi pemberian
kegiatan harian medikasi
obat antipsikotif dan
anti ansietas

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

Nama : Tn. D Tempat : Rumah Pasien RM No. : -


DX
TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
Senin, 09 Gangguan persepsi SP 1 S:
Januari sensori: halusinasi 1. Membantu pasien -
2022 pendengaran mengenal halusinasi mendengar suara bisikan yang
2. Menjelaskan cara mengajaknya berbicara, suara
mengontrol halusinasi tersebut datang ketika ia sedang
dengan cara menghardik sendiri
3. Melatih cara mengontrol -
halusinasi dengan cara tersebut jarang muncul ketika rutin
menghardik minum obat
4. Memperagakan cara -
menghardik dan ingin marah ketika suara
5. Meminta pasien tersebut muncul
memperagakan ulang -
6. Memasukkan ke jadwal menghardik suara tersebut ketika
kegiatan harian pasien muncul kembali
O:
- Pasien mampu menyampaikan
kondisi yang dialami
- Pasien kooperatif
- Kontak mata pasien bagus
- Pasien dapat melakukan cara
mengontrol halusinasi dengan
menghardik
A: SP 1 tercapai
P: Lanjutkan SP 2 Gangguan persepsi
sensori: halusinasi pendengaran
Tanda tangan:
Kamis, 22 Gangguan persepsi SP 2 S:
desember sensori: halusinasi 1. Mengevaluasi kegiatan - Pasien mengatakan suara bisikan
2022 pendengaran harian pasien yang didengar sudah semakin
2. Melatih cara mengontrol jarang
halusinasi dengan - Pasien mengatakan sudah berlatih
minum obat teratur menghardik halusinasi saat
3. Menjelaskan pentingnya sebelum tidur
minum obat - Pasien mengatakan selalu
4. Menjelaskan akibat bila meminum obat secara teratur sesuai
obat tidak digunakan jadwal
5. Memasukkan ke jadwal O:
kegiatan harian pasien - Pasien mampu menyebutkan
jadwal minum obat dengan benar
- Pasien menyimak dengan baik apa
yang dijelaskan oleh perawat
- Pasien meminum obat sesuai dosis
dan waktu yang ditentukan
A: SP 2 tercapai
P: Lanjutkan SP 3 dan SP 4 Gangguan
persepsi sensori: halusinasi
pendengaran

Tanda tangan:

Selasa, 10 Gangguan persepsi SP 3 S:


Januari sensori: halusinasi 1. Mengevaluasi kegiatan - Pasien mengatakan hari ini tidak
2023 pendengaran harian pasien mendengar suara bisikan
2. Melatih cara mengontrol - Pasien mengatakan sudah tahu
halusinasi dengan pentingnya minum obat
bercakap-cakap dengan - Pasien mengatakan akan berlatih
orang lain mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan keluarga
SP4 - Pasien mengatakan akan
3. Melatih cara menontrol melakukan aktivitas membersihkan
halusinasi dengan kebun dan berjalan-jalan keluar
melakukan kegiatan atau rumah
aktivitas harian O:
4. Menjelaskan pentingnya - Pasien mampu menyebutkan dan
beraktivitas secara memperagakan kegiatan hariannya
teratur - Pasien dapat menyebutkan nema
5. Mendiskusikan kegiatan obat dan jadwal meminum obat
positif yang biasa - Terdapat kontak mata yang baik
dilakukan oleh pasien - Pasien bisa mengontrol halusinasi
6. Memasukkan ke jadwal dengan bercakap-cakap dan
kegiatan harian pasien beraktivitas
- Pasien dapat menyebutkan rencana
kegiatan yang akan dilakukannya
A: SP 3 dan SP 4 tercapai
P: Intervensi selesai

Tanda tangan
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN

Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1) Halusinasi Pendengaran


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Pasien terlihat seperti mendengar sesuatu, mengarahkan telingan ke arah tertentu,
berbicara sendiri dan ketawa sendiri. Pasien mengatakan sering mendengar suara atau
bisikan yang mengajaknya berbicara, pasien merasa kesal ketika suara tersebut
muncul.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
3. Tujuan Umum
Pasien dapat mengontrol halusinasi pendengaran yang dialaminya
4. Tujuan Khusus
Pasien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik
5. Tindakan Keperawatan
SP 1: Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

B. Proses Pelaksanaan Tindakan


Orientasi:
1. Salam Terapeutik
Perawat : “Om swastiastu bapak, selamat pagi pak”
Pasien : “Om swastiastu”
Perawat : “Perkenalkan nama saya Ade, saya mahasiswa STIKes Wira Medika
Bali yang sedang praktik di Rumah Berdaya. Boleh saya tau nama bapak siapa dan
senangnya dipanggil dengan sebutan apa?
Pasien : “Panggil bapak S saja dik”

2. Evaluasi/Validasi
Perawat : “Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah semalam tidurnya
nyenyak? Ada keluhan tidak?”
Pasien : “Hari ini cukup terlalu baik, keluhannya semalam saya mendengar
suara bisikan lagi”
3. Kontrak
a. Topik
Perawat : “Baiklah pak. Bagaimana jika pagi ini kita bercakap-cakap tentang
suara-suara bisikan yang selama ini bapak dengar tapi tidak ada wujudnya?
Apakah bapak mau?”
Pasien : “Boleh-boleh dik”
b. Waktu
Perawat : “Bapak mau bercakap-cakap dengan saya berapa lama pak?”
Pasien : “Berapa aja asal tidak terlalu lama”
Perawat : “Bagaimana kalau 15 menit?”
Pasien : “iya boleh”
c. Tempat
Perawat : “Untuk tempatnya bapak mau dimana?”
Pasien : “Di depan saja dik”
Perawat : “Baik kalau begitu di kursi depan saja nggih pak?”
Pasien : “Nggih”
d. Tujuan
“Baik pak, tujuan dari kita bercakap-cakap pagi ini adalah agar bapak bisa
menyampaikan tentang suara-suara bisikan yang bapak dengar dan kemudian
akan saya sampaikan cara mengontrolnya”

Kerja:
Perawat : “Sebelumnya saya mau bertanya suara bisikan seperti apa yang sering bapak
dengar?”
Pasien : “Suara bisikan yang sering memanggil nama saya, mengajak saya berbicara
dan terkadang memarahi saya”
Perawat : “Kapan biasanya suara bisikan itu terdengar? Apakah ketika bapak sendiri?”
Pasien : “Iya sering ketika saya sendiri dan bengong, terutama ketika lupa minum
obat”
Perawat : “Suara bisikan itu terdengar terus menerus atau sewaktu-waktu?”
Pasien : “Sewaktu-waktu tiba-tiba saja muncul dik”
Perawat : “Dalam sehari biasanya berapa kali suara bisikan itu terdengar?”
Pasien : “Tidak saya hitung berapa kali, tapi sangat sering”
Perawat : “Bagaimana perasaan bapak ketika mendengar suara bisikan itu? Dan apa
yang biasanya bapak lakukan ketika suara bisikan itu terdengar?”
Pasien : “Saya sering kesal ketika mendengar suara itu, dan yang saya lakukan
seringkali saya respon, namun kadang saya abaikan saja”
Perawat : “Bagaimana kalau sekarang kita belajar cara mengontrol suara bisikan itu?”
Pasien : “Boleh dik”
Perawat : “Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengontrol, tapi untuk hari
ini kita belajar cara yang pertama dulu ya pak”
Perawat : “Suara bisikan itu bisa bapak kontrol dengan cara menghardiknya. Saat
suara-suara itu muncul, bapak bisa langsung berkata “pergi saya tidak mau dengar, kamu
itu suara palsu, suara itu tidak nyata”
Perawat : “Begitu bisa diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi”
Pasien : “Baik dik”
Perawat : “Coba sekarang bapak peragakan cara menghardiknya”
Pasien : “Pergi, saya tidak mau dengar, pergi kamu, kamu itu suara palsu, kamu suara
tidak nyata”
Perawat : “Ya bagus pak begitu, nanti bapak bisa berlatih cara menghardik ini lagi ya
pak”

Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Perawat : “Bagaimana sekarang perasaan bapak setelah kita selesai berbincang-
bincang dan berlatih cara menghardik?”
Pasien : “Saya merasa senang ada yang diajak ngobrol”
b. Evaluasi perawat (Objektif setelah reinforcement)
Perawat : “Sekarang apakah bapak bisa mengulangi apa yang saya sampaikan
tadi?”
Pasien : “Ketika suara bisikan itu datang saya bisa menghardiknya dan berkata
pergi, saya tidak mau dengar, pergi kamu, kamu itu suara palsu, kamu suara tidak
nyata”
Perawat : “Bagus pak, bapak luar biasa sudah bisa memahami penjelasan saya
dan menirukan dengan baik. Terimakasih ya pak sudah mau belajar bersama saya
dan aktif dalam menjawab”
Pasien : “Iya dik terimakasih juga sudah datang kesini”
2. Tindak lanjut klien
Perawat : “Jadi nanti kalau suara bisikan itu terdengar lagi, bapak bisa langsung
mencoba cara menghardik tadi ya pak”
Pasien : “Iya dik”
Perawat : “Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Bapak mau latihan
berapa lama?”
Pasien : “15 menit saja seperti hari ini”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
klien”
a. Topik
Perawat : “Pak, bagaimana kalau besok kita mengobrol lagi tentang cara
mengontrol yang kedua yaitu dengan meminum obat?”
Pasien : “Boleh dik”
b. Waktu
Perawat : “Bapak maunya kita mengobrol lagi pada jam berapa?”
Pasien : “15 atau 20 menit saja”
c. Tempat
Perawat : “Baik kalau begitu untuk tempatnya apakah bapak mau di tempat ini
lagi atau kita berpindah?”
Pasien : “Disini saja ya”
Perawat : “Baiklah kalau begitu besok pukul 11.00 wita kita ngobrol disini lagi
ya pak”
Perawat : “Terimakasih pak”
Pasien : “Terimakasih juga ya”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN

Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) Halusinasi Pendengaran


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Pasien mengatakan suara bisikan yang didengar sudah semakin jarang.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran.
3. Tujuan Umum
Pasien dapat mengontrol halusinasi pendengaran yang dialaminya.
4. Tujuan Khusus
Pasien dapat mengontrol halusinasinya dengan penggunaan obat.
5. Tindakan Keperawatan
SP 2: Melatih cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara teratur.

B. Proses Pelaksanaan Tindakan


Orientasi:
1. Salam Terapeutik
Perawat : “Selamat siang pak, apakah masih ingat dengan saya?”
Pasien : “Dik Ade kan?”
Perawat : “Iya pak benar saya Ade”
2. Evaluasi/Validasi
Perawat : “Hari ini perasaan bapak bagaimana? Apakah dalam keadaan baik?
Dan bagaimana semalam tidurnya?”
Pasien : “Hari ini saya baik, semalam tidur cukup nyenyak”
Perawat : “Apakah bapak masih ingat dengan janji saya kemarin?”
Pasien : “Kita hari ini akan berlatih minum obat”
3. Kontrak
a. Topik
Perawat : “Iya benar pak, sekarang kita akan belajar mengontrol halusinasi
dengan cara minum obat. Baik kalau begitu kita mulai saja ya pak”
Pasien : “Iya dik”
b. Waktu
Perawat : “Hari ini bapak mau ngobrol dengan saya berapa lama? 15 atau 20
menit?”
Pasien : “15 menit dik”
c. Tempat
Perawat : “Kalau begitu kita pindah ke kursi depan ya pak”
d. Tujuan
Perawat : “Jadi tujuan kita ngobrol dan belajar hari ini adalah agar bapak bisa
mengetahui cara kedua untuk mengontrol suara bisikan itu”

Kerja:
Perawat : “Sebelumnya apakah bapak masih ingat dengan cara menghardik halusinasi?
Pasien : “Masih dik”
Perawat : “Apakah bapak bisa memperagakan?”
Pasien : “Pergi, saya tidak mau dengar, pergi kamu, kamu itu suara palsu, kamu suara
tidak nyata”
Perawat : “Baik bagus sekali ya pak”
Perawat : “Sekarang kita akan belajar cara mengontrol halusinasi dengan minum obat
teratur. Meminum obat sangat penting untuk mencegah munculnya lagi suara bisikan itu.
Apabila bapak tidak minum obat makan stimulus dari otak akan memunculkan kembali
suara bisikan tersebut”
Perawat : “Kalau boleh tau apakah selama ini bapak mengonsumsi obatnya rutin sesuai
jadwal?”
Pasien : “Iya dik saya selalu minum obat teratur. Selain itu juga ada obat yang harus
disuntikkan setiap satu bulan sekali, dan saya tidak pernah lupa”
Perawat : “Baik bagus sekali ya pak kalau seperti itu”
Perawat : “kalau suara-suara bisikan itu tidak terdengar lagi bapak tidak boleh
menghentikan minum obatnya. Sebab kalau bapak putus obat maka akan menyebabkan
suara bisikan tersebut kambuh atau muncul lagi. Kalau obat habis bapak bisa minta ke
dokter untuk mendapatkan obat lagi. Bapak juga harus teliti ketika menggunakan obat.
Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu adalah obat yang
benar-benar punya bapak. Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar”
Pasien : “Baik dik”
Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Perawat : “Baik sekarang bagaimana perasaan bapak setelah kita membahas
tentang mengontrol halusinasi dengan minum obat teratur?”
Pasien : “Saya merasa senang karna bisa mengetahui lebih banyak tentang
fungsi dari obat-obat ini”
b. Evaluasi perawat (Objektif setelah reinforcement)
Perawat : “Bisakah bapak menyebutkan kembali apa yang saya jelaskan?”
Pasien : “Minum obat itu sangat penting untuk mencegah suara bisikan itu
muncul lagi. Saya harus minum obat teratur dan selalu memperhatikan bahwa
obatnya sudah benar dan diminum sesuai waktunya”
Perawat : “Baik bagus sekali pak jawabannya tepat”
Perawat : “Terimakasih atas perhatian bapak selama kita bercakap-cakap tadi.
Bapak sangat luar biasa”
Pasien : “Iya sama-sama”
2. Tindak lanjut klien
Perawat : “Bapak harus rajin minum obatnya ya pak agar suara-suara bisikan
itu tidak terdengar atau mengganggu”
Pasien : “Baik dik saya akan selalu minum obat tepat waktu”
a. Topik
Perawat : “Pak, bagaimana kalau besok kita mengobrol lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara lain yaitu dengan bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan sehari-hari?”
Pasien : “Tentu saja boleh dik, saya senang jika ada teman ngobrol”
b. Waktu
Perawat : “Bapak maunya kita mengobrol lagi pada jam berapa?”
Pasien : “Siang jam 2an aja ya”
c. Tempat
Perawat : “Baik kalau begitu untuk tempatnya apakah bapak mau di tempat ini
lagi atau kita berpindah?”
Pasien : “Disini aja agar tidak panas”
Perawat : “Baiklah kalau begitu besok pukul 14.00 wita kita ngobrol disini lagi
ya pak”
Pasien : “Iya dik”
Perawat : “Terimakasih pak”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN

Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3) Halusinasi Pendengaran


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Pasien mengatakan hari ini tidak mendengar suara bisikan. Pada saat ditemui pasien
sangat kooperatif dan kontak matanya sangat baik.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
3. Tujuan Umum
Pasien dapat mengontrol halusinasi pendengaran yang dialaminya.
4. Tujuan Khusus
Pasien dapat mengontrol halusinasinya dengan bercakap-cakap.
5. Tindakan Keperawatan
SP 3: Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

B. Proses Pelaksanaan Tindakan


Orientasi:
1. Salam Terapeutik
Perawat : “Selamat siang pak, apakah masih ingat dengan saya?”
Pasien : “Ingat, kamu Ade”
Perawat : “Iya pak benar saya Ade”
2. Evaluasi/Validasi
Perawat : “Hari ini perasaan bapak bagaimana? Apakah suara bisikannya masih
sering terdengar pak?”
Pasien : “Hari ini saya baik, suara bisikannya juga sudah jarang bahkan dari
kemarin saya tidak mendengarnya”
Perawat : “Wah bagus sekali kalau begitu pak”
Perawat : “Apakah bapak masih ingat dengan janji saya kemarin?”
Pasien : “Iya saya ingat hari ini kita akan berlatih mengontrol halusinasi
dengan bercakap”
3. Kontrak
a. Topik
Perawat : “Iya benar pak, sekarang kita akan belajar mengontrol halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan atau aktivitas yang positif.
Baik kalau begitu kita mulai saja ya pak”
Pasien : “Baik dik”
b. Waktu
Perawat : “Hari ini bapak mau ngobrol dengan saya berapa lama? Bagaimana
kalau 20 menit?”
Pasien : “Iya boleh 20 menit”
c. Tempat
Perawat : “Baik apakah ingin duduk di tempat yang sama dengan kemarin?”
Pasien : “Sepertinya hari ini tidak terlalu panas. Kita ke taman aja ya”
Perawat : “Boleh pak”
d. Tujuan
Perawat : “Jadi tujuan kita ngobrol dan belajar hari ini adalah agar bapak bisa
mengetahui cara berikutnya untuk mengontrol suara bisikan itu yaitu dengan
bercakap-cakap dengan orang lain”

Kerja:
Perawat : “Baik bapak cara selanjutnya untuk mengontrol halusinasi bapak adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-
suara, langsung saja cari teman untuk diajak mengobrol. Minta teman untuk mengobrol
dengan bapak. Contohnya begini: tolong, saya mulai mendengar suara-suara. Ayo
mengobrol dengan saya! Atau kalau ada orang di rumah misalnya keponakan bapak
katakan: Nak, ayo ngobrol dengan paman, paman sedang mendengar suara-suara.”
Pasien : “Wah kebetulan sekali saya sudah sering melakukan itu”
Perawat : “Benar begitu pak? Bagus sekali ya pak. Ketika bapak melakukan itu apakah
suara bisikannya tetap terdengar?”
Pasien : “Biasanya tidak terdengar, tapi kadang juga tetap terdengar”
Perawat : “Tidak apa-apa ya pak, perlahan-lahan pasti cara mengontrolnya berhasil”

Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Perawat : “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? sekarang bapak bisa
melakukan cara ini kalau bapak mendengar suara-suara lagi”
Pasien : “Saya senang mendapat pengetahuan tambahan, dan akan saya
lakukan cara ini ketika suara bisikan itu muncul”
b. Evaluasi perawat (Objektif setelah reinforcement)
Perawat : “Bisakah bapak menyebutkan kembali apa yang bisa dilakukan untuk
mengontrol halusinasi bapak?”
Pasien : “Saya bisa bercakap-cakap dengan orang lain ketika mendengar suara
bisikan”
Perawat : “Baik bagus sekali pak jawabannya tepat”
Perawat : “Terimakasih atas perhatian bapak selama kita bercakap-cakap tadi.
Bapak sangat luar biasa”
2. Tindak lanjut klien
Perawat : “Cara ini bisa bapak lakukan terus ya secara rutin untuk mengontrol
halusinasinya agar tidak muncul lagi suara-suara bisikan seperti yang biasa bapak
dengar”
Pasien : “Baik adik”
a. Topik
Perawat : “Pak, bagaimana kalau nanti sore kita ngobrol lagi tentang cara
keempat yang bisa bapak lakukan untuk mengontrol halusinasi?”
Pasien : “Oh boleh dik dengan senang hati”
b. Waktu
Perawat : “Berapa lama waktu yang bapak mau? Apakah 20 menit lagi seperti
yang sudah kita lewati tadi?”
Pasien : “Iya dik boleh”
c. Tempat
Perawat : “Baik kalau begitu nanti kita berbincang-bincang di tempat ini lagi ya
pak”
Perawat : “Terimakasih ya pak, hari ini bapak luar biasa”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN

Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4) Halusinasi Pendengaran


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Pasien mengatakan hari ini tidak mendengar suara bisikan. Pada saat ditemui pasien
sangat kooperatif dan kontak matanya sangat baik.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
3. Tujuan Umum
Pasien dapat mengontrol halusinasi pendengaran yang dialaminya.
4. Tujuan Khusus
Pasien dapat mengontrol halusinasinya dengan melakukan kegiatan atau aktivitas
yang positif.
5. Tindakan Keperawatan
SP 4: Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan atau aktivitas.

B. Proses Pelaksanaan Tindakan


Orientasi:
1. Salam Terapeutik
Perawat : “Selamat sore pak”
Pasien : “Selamat sore”
2. Evaluasi/Validasi
Perawat : “Apakah bapak sudah siap untuk ngobrol lagi dengan saya?”
Pasien : “Sudah dik”
Perawat : “Apakah bapak masih ingat apa janji kita tadi siang?”
Pasien : “Masih, hari ini adik akan memberitahu cara mengontrol halusinasi
dengan melakukan kegiatan yang baik”
3. Kontrak
a. Topik
Perawat : “Iya benar pak, sekarang kita akan belajar mengontrol halusinasi
dengan cara melakukan kegiatan atau aktivitas yang positif. Baik kalau begitu
kita mulai saja ya pak”
Pasien : “Baik dik”
b. Waktu
Perawat : “Sesuai janji kita akan ngobrol selama 20 menit ya pak?”
Pasien : “Iya boleh 20 menit”
c. Tempat
Perawat : “Kita ngobrol di kursi taman ini pak?”
Pasien : “Iya dik disini saja”
d. Tujuan
Perawat : “Jadi tujuan kita ngobrol dan belajar hari ini adalah agar bapak bisa
mengetahui cara berikutnya untuk mengontrol suara bisikan itu yaitu dengan
melakukan kegiatan yang positif”

Kerja:
Perawat : “Baik pak cara keempat untuk mengontrol halusinasi yang bapak alami bisa
dengan melakukan kegiatan. Misalnya bapak bisa berjalan-jalan, menonton tv,
membersihkan rumah, dan lain-lain”
Perawat : “Kalau boleh saya tau kegiatan seperti apa yang bapak sukai?”
Pasien : “Saya senang berolahraga kalau pagi-pagi”
Perawat : “Olahraga seperti apa kalau boleh tau pak?”
Pasien : “Saya senang lari dik, saya juga atlet dulu saat masih sekolah”
Perawat : “Wah hebat sekali bapak”
Perawat : “Selain itu kegiatannya apa pak biasanya?
Pasien : “Saya biasanya akan membersihkan kebun rumah, terus juga keluar rumah
untuk jalan-jalan dan ketemu tetangga. Kadang juga saya akan ke rumah berdaya untuk
ketemu teman-teman disana. Dan kalau sedang ingin saya juga akan memasak”
Perawat : “Wah banyak sekali kegiatannya ya pak”
Pasien : “Ya begitulah dik saya senang melakukan kegiatan agar tidak keseringan
bengong”
Perawat : “Iya bagus itu pak”

Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Perawat : “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini?”
Pasien : “Saya senang mendengar informasi-informasi dari adik”
b. Evaluasi perawat (Objektif setelah reinforcement)
Perawat : “Bisakah bapak menyebutkan kembali apa yang bisa dilakukan untuk
mengontrol halusinasi bapak?”
Pasien : “Saya bisa melakukan kegiatan apa saja yang saya sukai asalkan
kegiatannya positif agar suara bisikan itu tidak memenuhi pikiran saya”
Perawat : “Baik bagus sekali pak jawabannya tepat”
Perawat : “Terimakasih atas perhatian bapak selama latihan tadi. Bapak sangat
luar biasa”
2. Tindak lanjut klien
Perawat : “Cara ini bisa bapak lakukan terus ya secara rutin untuk mengontrol
halusinasinya agar tidak muncul lagi suara-suara bisikan seperti yang biasa bapak
dengar”
Pasien : “Baik adik”
a. Topik
Perawat : “Baik pak mungkin nanti kita bisa ketemu lagi ya pak untuk ngobrol-
ngobrol tentang keadaan bapak?”
Pasien : “Boleh dik dengan senang hati”
b. Waktu
Perawat : “Mungkin nanti kita akan ngobrol-ngobrol selama 20 menit, apakah
bapak mau?”
Pasien : “Iya mau”
c. Tempat
Perawat : “Baik kalau begitu nanti kita ketemu di rumah bapak lagi ya”
Pasien : “Iya dik”
Perawat : “Terimakasih ya pak, hari ini bapak luar biasa”

Anda mungkin juga menyukai