OLEH
203213214
DENPASAR
2022
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI
2. Faktor Predisposisi
Menurut (Oktaviani, 2020) faktor predisposisi penyebab halusinasi, yaitu:
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendah kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah
frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang
bersifat halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari
dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia
cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
3. Faktor Presipitasi
Menurut (Yosep & Sutini, 2014) dalam hakekatnya seorang individu sebagai
mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi
dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur dalam
waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi.
Halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
menentang sehingga klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego. Awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial di dalam fase awal dan comforting
menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien halusinasi
lebih asyik dengan halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak
bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam setiap
bangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi diri sendiri. Mekanisme koping halusinasi menurut (Dalami, 2014),
diantaranya:
1) Regresi
Proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menjadi lebih malas beraktivitas
sehari-hari.
2) Proyeksi
Keinginan yang tidak dapat di toleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan identitas). Klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
3) Menarik Diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis. Reaksi
fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, sedangkan reaksi
psikologis yaitu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan. Klien cenderung sulit mempercayai
orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
5. Rentang Respon
Rentang respon halusinasi dibagi menjadi tiga yaitu respon adaptif, respon
psikososial, dan respom maladaptive (Stuart, 2017).
1) Respon Adaptif
Merupakan respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah dan akan dapat memecahkan masalah tersebut.
Respon adaptif antara lain:
a. Pikiran logis merupakan pandangan yang mengarah pada kenyataan yang
dapat diterima akal.
b. Persepsi akurat merupakan pandangan dari seseorang tentang suatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman merupakan perasaan jiwa yang timbul
sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami.
d. Perilaku sosial dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan
dengan individu tersebut yang diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan
yang tidak bertentangan dengan moral.
e. Hubungan sosial merupakan proses suatu interaksi dengan orang lain dalam
pergaulan di tengah masyarakat dan lingkungan.
2) Respon Psikososial
Menurut (Stuart, 2017) respon psikososial meliputi:
a. Pikiran terkadang menyimpang berupa kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan.
b. Ilusi merupakan pemikiran atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan dengan kurang pengalaman berupa reaksi emosi yang
diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindar interaksi dengan
orang lain, baik dalam berkomunikasi maupun berhubungan sosial dengan
orang-orang di sekitarnya.
3) Respon Maladaptif
Respon maladaptif merupakan respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan. Adapun
respon maladaptive meliputi (Stuart, 2017):
a. Kelainan pikiran (waham) merupakan keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan keyakinan sosial.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah
terhadap rangsangan.
c. Kerusakan proses emosi merupakan ketidakmampuan mengontrol emosi
seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan,
kebahagiaan, dan kedekatan.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan ketidakteraturan perilaku berupa
ketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang di timbulkan.
e. Isolasi sosial merupakan kondisi dimana seseorang merasa kesepian tidak
mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
6. Fase-Fase Halusinasi
Menurut (Oktaviani, 2020), halusinasi berkembang melalui beberapa fase,
yaitu sebagai berikut:
1) Fase I (Sleep-Disorder)
Pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah
makin terasa sulit karna berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah dikampus, drop out. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung trus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai
pemecah masalah.
2) Fase II (Comforting)
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan pemikiran pada
timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya
dapat dia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan
klien merasa nyaman dengan halusinasinya
Perilaku klien yang mencirikan fase II yaitu tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
3) Fase III (Condeming)
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien
mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga
jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri
dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama.
Perilaku klien yang mencirikan fase II yaitu meningkatnya tanda-tanda
sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien
asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
4) Fase IV (Controlling)
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal
yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari
sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
Perilaku klien pada fase IV ini adalah perintah halusinasi ditaati, sulit
berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan berkurang, tidak
mampu mengikuti perintah dari perawat dan orang lain, tampak tremor dan sering
berkeringat, tegang terutama jika berhubungan dengan orang lain.
5) Fase V (Conquering)
Fase conquering atau panik yaitu dimana ketika klien telah lebur dengan
halusinasinya. Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat. Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan
orang lain di lingkungan.
Perilaku klien yang mencirikan fase IV yaitu perilaku teror akibat panik,
potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
8. Penatalaksanaan Halusinasi
1) Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Terapi dengan menggunakan obat bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi perlu
mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun obat-obatannya
seperti (Yosep & Sutini, 2016):
a) Golongan butirefenon: haloperidol (HLP), serenace, ludomer. Pada kondisi
akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg (IM), pemberian
injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. Setelahnya klien biasanya diberikan
obat per oral 3 x 1,5 mg. Atau sesuai dengan advis dokter.
b) Golongan fenotiazine: chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile. Pada
kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg, apabila kondisi sudah
stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x 100 mg pada malam hari saja, atau
sesuai dengan advis dokter.
b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku
adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien
walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah
perilaku pasien. Jenis terapi somatis adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi
dan fototerapi (Kusumawati et al., 2012).
a) Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk
membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera
fisik pada klien sendiri atau orang lain.
b) Terapi kejang listrik adalah bentuk terapi kepada pasien dengan
menimbulkan kejang (grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan
rendah (2-3 joule) melalui elektrode yang ditempelkan beberapa detik
pada pelipis kiri/kanan (lobus frontalis) klien.
c) Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri diruangan
tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang
lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi. Akan
tetapi tidak dianjurkan pada klien dengan risiko bunuh diri, klien agitasi
yang disertai dengan gangguan pengaturan suhu tubuh akibat obat, serta
perilaku yang menyimpang.
d) Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. cocok diberikan
pada klien dengan depresi.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia dengan halusinasi
bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya sehingga diperlukan beberapa
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan perawat dalam upaya meningkatkan
kemampuan untuk mengontrol halusinasinya yaitu dengan tindakan keperawatan
generalis dan spesialis (Kanine, 2019).
a. Tindakan Keperawatan Generalis: Individu dan Terapi Aktifitas Kelompok
Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan standar asuhan
keperawatan jiwa pada klien skizofrenia dengan halusinasi, maka tindakan
keperawatan generalis dapat dilakukan pada klien bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan dan psikomotor yang
harus dimiliki oleh klien skizofrenia dengan halusinasi, meliputi: Cara
mengontrol halusinasi dengan menghardik dan mengatakan stop atau pergi
hingga halusinasi dirasakan pergi, Cara menyampaikan pada orang lain
tentang kondisi yang dialaminya untuk meningkatkan interaksi sosialnya
dengan cara bercakapcakap dengan orang lain sebelum halusinasi muncul,
Melakukan aktititas untuk membantu mengontrol halusinasi dan melawan
kekhawatiran akibat halusinasi seperti mendengarkan musik, membaca,
menonton TV, rekreasi, bernyanyi, teknik relaksasi atau nafas dalam. Kegiatan
ini dilakukan untuk meningkatkan stimulus klien mengontrol halusinasi, dan
patuh minum obat (Kanine, 2019).
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang dilakukan pada klien
skizofrenia dengan halusinasi adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)
Stimulasi Persepsi yang terdiri dari 5 sesi yaitu Sesi pertama mengenal
halusinasi, Sesi kedua mengontrol halusinasi dengan memghardik, Sesi ketiga
dengan melakukan aktifitas, Sesi keempat mencegah halusinasi dengan
bercakap dan Sesi kelima dengan patuh minum obat (Kanine, 2019).
b. Tindakan Keperawatan Spesialis: Individu dan Keluarga
Terapi spesialis akan diberikan pada klien skizofrenia dengan
halusinasi setelah klien menuntaskan terapi generalis baik individu dan
kelompok. Adapun terapi spesialis meliputi terapi spesialis individu, keluarga
dan kelompok yang diberikan juga melalui paket terapi Cognitive Behavior
Therapy (CBT) (Kanine, 2019).
Tindakan keperawatan spesialis individu adalah Cognitive Behavior
Therapy (CBT). Terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT) pada awalnya
dikembangkan untuk mengatasi gangguan afektif tetapi saat ini telah
dikembangkan untuk klien yang resisten terhadap pengobatan (Kanine, 2019).
c. Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa (Halusinasi)
Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang digunakan untuk
mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan kesehatan jiwa.
Keterampilan perawat dalam komunikasi terapeutik mempengaruhi
keefektifan banyak intervensi dalam keperawatan jiwa. Komunikasi terapeutik
itu sendiri merupakan komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk
membantu penyembuhan/pemulihan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik
membantu klien untuk menjelaskan dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
klien percaya pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu
dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan
egonya serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri
(Putri & Fitrianti, 2018).
2. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Cause
3. Diagnosa Keperawatan
Menurut (PPNI, 2016) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
masalah halusinasi pendengaran yaitu:
1) Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2) Risiko perilaku kekerasan
3) Isolasi sosial
4) Koping individu tidak efektif
4. Rencana Tindakan Keperawatan
Dx
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Keperawatan
melakukan menggunakan
distraksi medikasi
6. Kolaborasi
pemberian obat
antipsikotif dan
anti ansietas
Strategi Pelaksanaan
SP 1
1. Bantu klien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, perasaan
saat terjadi halusinasi).
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
3. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
4. Peragakan cara menghardik.
5. Minta pasien memperagakan ulang
6. Masukkan dalam jadwal kegiatan harian klien.
SP 2
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1), berikan pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara teratur.
3. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
4. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.
5. Jelaskan akibat bila putus obat.
SP 3
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, dan SP 2), berikan pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain saat terjadi
halusinasi.
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat, dan bercakap-cakap.
SP 4
1. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, SP 2, dan SP 3), berikan pujian.
2. Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan atau aktivitas harian (mulai 2
kegiatan).
3. Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.
4. Diskusikan kegiatan atau kemampuan positif yang biasa dilakukan oleh klien.
5. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, bercakap-cakap, minum obat, dan
aktivitas harian.
Strategi Pelaksanaan
SP 1
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, jenis halusinasi serta proses terjadinya halusinasi.
3. Menjelaskan cara merawat klien dengan halusinasi.
SP 2
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien dengan halusinasi.
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi.
SP 3
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah.
2. Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: Trans Info
Media.
Damaiyanti, & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Kanine, E. (2019). Manajemen Kasus Spesialis Pada Klien Skizofrenia Dengan Halusinasi
Menggunakan Pendekatan Konsepsual Model Interpersonal Peplau Dan Model Stres
Adaptasi Stuart Di Ruang Utar. Universitas Indonesia: Fakultas Ilmu Keperawatan.
Keliat, B. A., & dkk. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Kusumawati, Farad, & Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta: Andi.
O’Brien, P., Kennedy, W., & Ballard, K. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Pskiatrik
Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.
Oktaviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan masalah Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah Sakit Jiwa Tampan.
Poltekkes Kemenkes Riau.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Putri, V. S., & Fitrianti. (2018). Pengaruh Strategi Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik
Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 7(2), 138–147.
http://dx.doi.org/10.36565/jab.v7i2.77
Stuart, G. (2017). Prinsip dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Elsevier.
Trimelia. (2012). Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: TIM.
Yosep, H. I., & Sutini, T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental Health
Nursing. Bandung: Refika Aditama.
Yosep, & Sutini. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Yusuf, PK, R. F., & Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Zelika, A. A., & Deden, D. (2018). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Pendengaran Pada Sdr. D di Ruang Nakula RSJD Surakarta. Journal STIKES PKU
Muhammadiyah Surakarta, 12(2), 10–11.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA
IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. S
Tanggal Dirawat : Tahun 2017
Umur : 42 tahun
Tanggal Pengkajian : 09 Januari 2023
Alamat : Jl. Pulau Ayu, No 20 x
Pendidikan : SMP
Agama : Hindu
Ruang Rawat : Rumah Berdaya
Status : Belum kawin
Pekerjaan :-
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM :-
ALASAN MASUK
a. Data Primer
Pasien mengatakan sering mendengar suara bisikan yang mengajaknya berbincang-
bincang.
b. Data Sekunder
Keluarga pasien mengatakan pasien sering terlihat berbicara sendiri, ketakutan dan
kadang-kadang tertawa sendiri.
FAKTOR PREDISPOSISI
2. Pengobatan Sebelumnya
Berhasil
Jelaskan:
Selama menjalani pengobatan di RS Jiwa Bangli kondisi pasien semakin membaik
dikarenakan pasien patuh terhadap pengobatan dan mengonsumsi obat sesuai dengan
dosis dan jadwal yang ditentukan.
1. Aniaya fisik - - - -
2. Aniaya seksual - - - -
3. Penolakan - - - -
4. Kekerasan dalam keluarga - - - -
5. Tindakan kriminal - - - -
6. Usaha Bunuh diri - - - -
Jelaskan:
Pasien mengatakan tidak pernah dianiaya fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam
keluarga, tindakan kriminal dan usaha buduh diri.
PEMERIKSAAAN FISIK
N : 82 x/menit
S : 36,4 oC
P : 18 x/menit
3. Ukur: BB: 64 kg TB: 170 cm
4. Keluhan fisik:
Nyeri : Ringan (1,2,3), Sedang (4,5,6), Berat terkontrol (7 8 9), Berat tidak
terkontrol (10) (Standar JCI)
Tidak ada keluhan nyeri
Keluhan lain
Tidak ada keluhan fisik lainnya
Jelaskan:
1. Genogram:
Tn. D
Keterangan Gambar:
= laki-laki meninggal
= perempuan meninggal
= laki-laki
= perempuan
= Tn.S
= Tinggal satu rumah
= hubungan
= keturunan
Jelaskan:
Pasien mengatakan dirinya bernama Tn. S yang saat ini berusia 42 tahun dan
merupakan anak pertama, serta memiliki seorang adik perempuan dan laki-laki.
Pasien saat ini tinggal dengan orang tua, paman dan adik-adiknya. Pasien mengatakan
hubungan dengan keluarganya masih terjalin dengan sangat baik. Pasien mengatakan
kakek dan neneknya sudah meninggal dunia. Pasien mengatakan dirinya belum
menikah.
a. Citra tubuh :
b. Identitas :
c. Peran :
Pasien mengatakan saat ini dirinya melakukan aktivitas seperti kumpul dengan
teman-temannya, jalan-jalan keluar rumah agar bertemu dengan orang-orang di
lingkungannya dan dapat bersosialisasi.
d. Ideal diri :
Pasien mengatakan tidak ingin jauh-jauh dari keluarganya sebab merekalah yang
selalu mendukung kesembuhan pasien.
e. Harga diri :
Pasien mengatakan saat ini sudah memiliki rasa percaya diri untuk bersosialisasi
dikarenakan motivasi dari keluarganya begitu besar.
2. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat:
Pasien mengatakan keluarga merupakan orang yang paling berarti.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
Pasien mengatakan saat ini sudah sering ikut dalam kegiatan masyarakat, sering
jalan-jalan keluar agar bertemu tetangga.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Awalnya pasien merasa kesulitan dalam bersosialisasi dikarenakan banyak
masyarakat yang menjaga jarak. Namun saat ini pasien sudah diterima dengan baik
oleh lingkungannya.
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Pasien mengatakan bahwa dirinya beragama hindu dan mempercayai akan adanya
Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
b. Kegiatan ibadah
Pasien mengatakan rajin bersembahyang di merajan rumahnya, dan ketika ada
hari suci maka pasien akan ikut bersembahyang di pura bersama keluarganya.
STATUS MENTAL
1. Penampilan
Rapi
Jelaskan: pasien terlihat berpenampilan dengan baik, bersih, dan berpakaian
selayaknya. Pasien juga mengenakan masker ketika dilakukan pengkajian.
2. Pembicaraan
Keras, lancar dan mampu dimengerti dengan baik.
Jelaskan: ketika dilakukan wawancara pasien dapat menjawab pertanyaan dengan
baik dan lancar. Pasien tidak terlihat mengalami hambatan seperti gugup.
3. Aktifitas motorik/Psikomotor
Kelambatan:
Peningkatan:
Jelaskan: pasien terlihat bergerak dan beraktivitas dengan baik dan sewajarnya.
Dalam menjawab pertanyaan, pasien berbicara dengan jelas tapi adanya gangguan
seperti gagap.
Keadaan pasien terlihat baik, emosi pasien stabil dan berekspresi sesuai dengan
stimulus yang diterima, serta mampu berinteraksi dengan baik.
b. Emosi
Jelaskan:
Saat dilakukan pengkajian, pasien tidak menunjukkan emosi yang negatif. Pasien
juga mengatakan tidak merasa kesepian karena setiap hari selalu ada anggota
keluarga yang bersamanya.
5. Interaksi selama wawancara
Selama wawancara berlangsung pasien selalu terlihat kooperatif, menerima
kedatangan perawat dengan baik, dan menjawab sesuai dengan pertanyaan yang
diberikan.
6. Persepsi – Sensorik
Pertanyaan pada pasien:
Halusinasi
Pendengaran
Ilusi
Tidak ada
Depersonalisasi
Tidak ada
Derealisasi
Tidak ada
Jelaskan:
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami ilusi, dan pasien mengatakan merasa
bahwa hal-hal di lingkungannya adalah hal nyata.
7. Proses Pikir
Pertanyaan:
Arus Pikir:
Koheren
Jelaskan:
Saat dilakukan wawancara, apa yang ditanyakan oleh perawat mampu dijawab
dengan baik oleh pasien dengan jawaban yang berkaitan dengan pertanyaan.
Isi Pikir
Pasien mengatakan sudah bisa focus atau konsentrasi terhadap apa yang dipikirkan
dan mulai bisa mengontrol halusinasinya.
Jelaskan:
Pasien mengatakan pernah mengalami gangguan proses berpikir yaitu merasa bahwa
suara-suara aneh yang memerintahnya untuk melakukan sesuatu atau mengajaknya
berbicara merupakan sesuatu hal yang nyata adanya.
8. Kesadaran
Compos mentis
Jelaskan:
Pada saat dilakukan wawancara, kesadaran pasien terlihat baik dan mampu
berinteraksi dengan baik. Pasien dengan mudah bisa memahami pertanyaan yang
diberikan.
9. Orientasi
Waktu
Pasien mampu mengenali waktu dan mampu membedakan antara pagi, siang, dan
malam.
Tempat
Pasien mampu mengenali dimana dirinya berada, mampu menyebutkan alamat
rumahnya dengan tepat.
Orang
Pasien mampu mengenali dirinya sendiri, anggota keluarga, dan lingkungan yang
dikenalnya.
10. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang (> 1 bulan)
Jelaskan:
Keluarga pasien mengatakan pasien memiliki daya ingat yang cukup baik, namun
terkadang pasien akan lupa dengan hal-hal yang sudah terlampau cukup lama.
Pasien mengatakan gangguan yang dialami sudah membaik dan saat ini sudah
bisa mengontrol halusinasinya.
1. Makan
Mandiri
Jelaskan:
Pasien dan keluarga pasien mengatakan pasien mampu makan, mengambil makan,
dan membersihkan sisa makanan secara mandiri.
2. BAB/BAK
Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan mampu BAB dan BAK secara mandiri tanpa bantuan alat
maupun orang lain.
3. Mandi
Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan mampu mandi atau membersihkan diri sendiri secara mandiri.
4. sikat gigi
Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan mampu menyikat gigi secara mandiri tanpa dibantu orang lain.
5. keramas
Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan mampu keramas secara mandiri.
6. Berpakaian/berhias
Mandiri
Jelaskan:
Pasien mengatakan dirinya bisa berpakaian serta berhias secara mandiri. Keluarga
pasien mengatakan pasien tidak memiliki kesulitan dalam berpakaian dan berhias.
9. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
Perawatan Lanjutan ✓
Keluarga ✓
Terapis ✓
Teman sejawat ✓
Kelompok sosial ✓
Jelaskan:
Pasien saat ini sedang menjalani program terapi dan rehabilitasi, selain itu pasien juga
mendapatkan berbagai dukungan baik dari keluarga, teman, maupun lingkungan
sosial yang memberikannya motivasi untuk sembuh.
Mempersiapkan makanan - ✓
Menjaga kerapihan rumah ✓ -
Mencuci Pakaian ✓ -
Pengaturan keuangan - ✓
Belanja ✓
Transportasi ✓
Lain-lain
Jelaskan:
Keluarga pasien mengatakan, pasien mampu melakukan aktifitas di luar rumah secara
mandiri, namun keluarga sebisa mungkin akan memantau pasien saat keluar.
MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
Jelaskan:
ASPEK PENGETAHUAN
Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang kurang
tentang suatu hal?
Obat-obatan
Jelaskan: pasien mengatakan kurang mengetahui terkait obat-obatan yang dirinya
terima. Pasien sudah diberikan penjelasan oleh petugas medis namun masih bingung
dikarenakan sulitnya mengerti bahasa-bahasa medis.
ASPEK MEDIS
ANALISA DATA
MASALAH / DIAGNOSA
NO DATA
KEPERAWATAN
POHON MASALAH
Isolasi Sosial
Cause
Koping Tidak Efektif
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan
Gangguan TUM: Setelah melakukan 3 x Manajemen Halusinasi 1. Agar mengetahui
persepsi Klien dapat pertemuan diharapkan 1. Monitor isi halusinasi apakah halusinasi
sensori: mengontrol persepsi sensori (kekerasan atau pasien membahayakan
halusinasi halusinasi membaik. membahayakan diri) dirinya dan orang lain
pendengaran pendengaran yang 1. Verbalisasai 2. Pertahankan
2. Mencegah perilaku
dialaminya. mendengar bisikan lingkungan yang
pasien yang
TUK: berkurang aman
membahayakan
1. Klien dapat 2. Perilaku halusinasi
3. Diskusikan perasaan
mengontrol berkurang 3. Untuk mengetahui
dan respon terhadap
halusinasinya 3. Distorsi sensori respon pasien terhadap
halusinasi
2. Klien dapat menurun halusinasinya
Tanda tangan:
Tanda tangan
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN
2. Evaluasi/Validasi
Perawat : “Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah semalam tidurnya
nyenyak? Ada keluhan tidak?”
Pasien : “Hari ini cukup terlalu baik, keluhannya semalam saya mendengar
suara bisikan lagi”
3. Kontrak
a. Topik
Perawat : “Baiklah pak. Bagaimana jika pagi ini kita bercakap-cakap tentang
suara-suara bisikan yang selama ini bapak dengar tapi tidak ada wujudnya?
Apakah bapak mau?”
Pasien : “Boleh-boleh dik”
b. Waktu
Perawat : “Bapak mau bercakap-cakap dengan saya berapa lama pak?”
Pasien : “Berapa aja asal tidak terlalu lama”
Perawat : “Bagaimana kalau 15 menit?”
Pasien : “iya boleh”
c. Tempat
Perawat : “Untuk tempatnya bapak mau dimana?”
Pasien : “Di depan saja dik”
Perawat : “Baik kalau begitu di kursi depan saja nggih pak?”
Pasien : “Nggih”
d. Tujuan
“Baik pak, tujuan dari kita bercakap-cakap pagi ini adalah agar bapak bisa
menyampaikan tentang suara-suara bisikan yang bapak dengar dan kemudian
akan saya sampaikan cara mengontrolnya”
Kerja:
Perawat : “Sebelumnya saya mau bertanya suara bisikan seperti apa yang sering bapak
dengar?”
Pasien : “Suara bisikan yang sering memanggil nama saya, mengajak saya berbicara
dan terkadang memarahi saya”
Perawat : “Kapan biasanya suara bisikan itu terdengar? Apakah ketika bapak sendiri?”
Pasien : “Iya sering ketika saya sendiri dan bengong, terutama ketika lupa minum
obat”
Perawat : “Suara bisikan itu terdengar terus menerus atau sewaktu-waktu?”
Pasien : “Sewaktu-waktu tiba-tiba saja muncul dik”
Perawat : “Dalam sehari biasanya berapa kali suara bisikan itu terdengar?”
Pasien : “Tidak saya hitung berapa kali, tapi sangat sering”
Perawat : “Bagaimana perasaan bapak ketika mendengar suara bisikan itu? Dan apa
yang biasanya bapak lakukan ketika suara bisikan itu terdengar?”
Pasien : “Saya sering kesal ketika mendengar suara itu, dan yang saya lakukan
seringkali saya respon, namun kadang saya abaikan saja”
Perawat : “Bagaimana kalau sekarang kita belajar cara mengontrol suara bisikan itu?”
Pasien : “Boleh dik”
Perawat : “Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengontrol, tapi untuk hari
ini kita belajar cara yang pertama dulu ya pak”
Perawat : “Suara bisikan itu bisa bapak kontrol dengan cara menghardiknya. Saat
suara-suara itu muncul, bapak bisa langsung berkata “pergi saya tidak mau dengar, kamu
itu suara palsu, suara itu tidak nyata”
Perawat : “Begitu bisa diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi”
Pasien : “Baik dik”
Perawat : “Coba sekarang bapak peragakan cara menghardiknya”
Pasien : “Pergi, saya tidak mau dengar, pergi kamu, kamu itu suara palsu, kamu suara
tidak nyata”
Perawat : “Ya bagus pak begitu, nanti bapak bisa berlatih cara menghardik ini lagi ya
pak”
Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Perawat : “Bagaimana sekarang perasaan bapak setelah kita selesai berbincang-
bincang dan berlatih cara menghardik?”
Pasien : “Saya merasa senang ada yang diajak ngobrol”
b. Evaluasi perawat (Objektif setelah reinforcement)
Perawat : “Sekarang apakah bapak bisa mengulangi apa yang saya sampaikan
tadi?”
Pasien : “Ketika suara bisikan itu datang saya bisa menghardiknya dan berkata
pergi, saya tidak mau dengar, pergi kamu, kamu itu suara palsu, kamu suara tidak
nyata”
Perawat : “Bagus pak, bapak luar biasa sudah bisa memahami penjelasan saya
dan menirukan dengan baik. Terimakasih ya pak sudah mau belajar bersama saya
dan aktif dalam menjawab”
Pasien : “Iya dik terimakasih juga sudah datang kesini”
2. Tindak lanjut klien
Perawat : “Jadi nanti kalau suara bisikan itu terdengar lagi, bapak bisa langsung
mencoba cara menghardik tadi ya pak”
Pasien : “Iya dik”
Perawat : “Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Bapak mau latihan
berapa lama?”
Pasien : “15 menit saja seperti hari ini”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
klien”
a. Topik
Perawat : “Pak, bagaimana kalau besok kita mengobrol lagi tentang cara
mengontrol yang kedua yaitu dengan meminum obat?”
Pasien : “Boleh dik”
b. Waktu
Perawat : “Bapak maunya kita mengobrol lagi pada jam berapa?”
Pasien : “15 atau 20 menit saja”
c. Tempat
Perawat : “Baik kalau begitu untuk tempatnya apakah bapak mau di tempat ini
lagi atau kita berpindah?”
Pasien : “Disini saja ya”
Perawat : “Baiklah kalau begitu besok pukul 11.00 wita kita ngobrol disini lagi
ya pak”
Perawat : “Terimakasih pak”
Pasien : “Terimakasih juga ya”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN
Kerja:
Perawat : “Sebelumnya apakah bapak masih ingat dengan cara menghardik halusinasi?
Pasien : “Masih dik”
Perawat : “Apakah bapak bisa memperagakan?”
Pasien : “Pergi, saya tidak mau dengar, pergi kamu, kamu itu suara palsu, kamu suara
tidak nyata”
Perawat : “Baik bagus sekali ya pak”
Perawat : “Sekarang kita akan belajar cara mengontrol halusinasi dengan minum obat
teratur. Meminum obat sangat penting untuk mencegah munculnya lagi suara bisikan itu.
Apabila bapak tidak minum obat makan stimulus dari otak akan memunculkan kembali
suara bisikan tersebut”
Perawat : “Kalau boleh tau apakah selama ini bapak mengonsumsi obatnya rutin sesuai
jadwal?”
Pasien : “Iya dik saya selalu minum obat teratur. Selain itu juga ada obat yang harus
disuntikkan setiap satu bulan sekali, dan saya tidak pernah lupa”
Perawat : “Baik bagus sekali ya pak kalau seperti itu”
Perawat : “kalau suara-suara bisikan itu tidak terdengar lagi bapak tidak boleh
menghentikan minum obatnya. Sebab kalau bapak putus obat maka akan menyebabkan
suara bisikan tersebut kambuh atau muncul lagi. Kalau obat habis bapak bisa minta ke
dokter untuk mendapatkan obat lagi. Bapak juga harus teliti ketika menggunakan obat.
Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu adalah obat yang
benar-benar punya bapak. Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar”
Pasien : “Baik dik”
Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Perawat : “Baik sekarang bagaimana perasaan bapak setelah kita membahas
tentang mengontrol halusinasi dengan minum obat teratur?”
Pasien : “Saya merasa senang karna bisa mengetahui lebih banyak tentang
fungsi dari obat-obat ini”
b. Evaluasi perawat (Objektif setelah reinforcement)
Perawat : “Bisakah bapak menyebutkan kembali apa yang saya jelaskan?”
Pasien : “Minum obat itu sangat penting untuk mencegah suara bisikan itu
muncul lagi. Saya harus minum obat teratur dan selalu memperhatikan bahwa
obatnya sudah benar dan diminum sesuai waktunya”
Perawat : “Baik bagus sekali pak jawabannya tepat”
Perawat : “Terimakasih atas perhatian bapak selama kita bercakap-cakap tadi.
Bapak sangat luar biasa”
Pasien : “Iya sama-sama”
2. Tindak lanjut klien
Perawat : “Bapak harus rajin minum obatnya ya pak agar suara-suara bisikan
itu tidak terdengar atau mengganggu”
Pasien : “Baik dik saya akan selalu minum obat tepat waktu”
a. Topik
Perawat : “Pak, bagaimana kalau besok kita mengobrol lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara lain yaitu dengan bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan sehari-hari?”
Pasien : “Tentu saja boleh dik, saya senang jika ada teman ngobrol”
b. Waktu
Perawat : “Bapak maunya kita mengobrol lagi pada jam berapa?”
Pasien : “Siang jam 2an aja ya”
c. Tempat
Perawat : “Baik kalau begitu untuk tempatnya apakah bapak mau di tempat ini
lagi atau kita berpindah?”
Pasien : “Disini aja agar tidak panas”
Perawat : “Baiklah kalau begitu besok pukul 14.00 wita kita ngobrol disini lagi
ya pak”
Pasien : “Iya dik”
Perawat : “Terimakasih pak”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN
Kerja:
Perawat : “Baik bapak cara selanjutnya untuk mengontrol halusinasi bapak adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-
suara, langsung saja cari teman untuk diajak mengobrol. Minta teman untuk mengobrol
dengan bapak. Contohnya begini: tolong, saya mulai mendengar suara-suara. Ayo
mengobrol dengan saya! Atau kalau ada orang di rumah misalnya keponakan bapak
katakan: Nak, ayo ngobrol dengan paman, paman sedang mendengar suara-suara.”
Pasien : “Wah kebetulan sekali saya sudah sering melakukan itu”
Perawat : “Benar begitu pak? Bagus sekali ya pak. Ketika bapak melakukan itu apakah
suara bisikannya tetap terdengar?”
Pasien : “Biasanya tidak terdengar, tapi kadang juga tetap terdengar”
Perawat : “Tidak apa-apa ya pak, perlahan-lahan pasti cara mengontrolnya berhasil”
Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Perawat : “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? sekarang bapak bisa
melakukan cara ini kalau bapak mendengar suara-suara lagi”
Pasien : “Saya senang mendapat pengetahuan tambahan, dan akan saya
lakukan cara ini ketika suara bisikan itu muncul”
b. Evaluasi perawat (Objektif setelah reinforcement)
Perawat : “Bisakah bapak menyebutkan kembali apa yang bisa dilakukan untuk
mengontrol halusinasi bapak?”
Pasien : “Saya bisa bercakap-cakap dengan orang lain ketika mendengar suara
bisikan”
Perawat : “Baik bagus sekali pak jawabannya tepat”
Perawat : “Terimakasih atas perhatian bapak selama kita bercakap-cakap tadi.
Bapak sangat luar biasa”
2. Tindak lanjut klien
Perawat : “Cara ini bisa bapak lakukan terus ya secara rutin untuk mengontrol
halusinasinya agar tidak muncul lagi suara-suara bisikan seperti yang biasa bapak
dengar”
Pasien : “Baik adik”
a. Topik
Perawat : “Pak, bagaimana kalau nanti sore kita ngobrol lagi tentang cara
keempat yang bisa bapak lakukan untuk mengontrol halusinasi?”
Pasien : “Oh boleh dik dengan senang hati”
b. Waktu
Perawat : “Berapa lama waktu yang bapak mau? Apakah 20 menit lagi seperti
yang sudah kita lewati tadi?”
Pasien : “Iya dik boleh”
c. Tempat
Perawat : “Baik kalau begitu nanti kita berbincang-bincang di tempat ini lagi ya
pak”
Perawat : “Terimakasih ya pak, hari ini bapak luar biasa”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN
Kerja:
Perawat : “Baik pak cara keempat untuk mengontrol halusinasi yang bapak alami bisa
dengan melakukan kegiatan. Misalnya bapak bisa berjalan-jalan, menonton tv,
membersihkan rumah, dan lain-lain”
Perawat : “Kalau boleh saya tau kegiatan seperti apa yang bapak sukai?”
Pasien : “Saya senang berolahraga kalau pagi-pagi”
Perawat : “Olahraga seperti apa kalau boleh tau pak?”
Pasien : “Saya senang lari dik, saya juga atlet dulu saat masih sekolah”
Perawat : “Wah hebat sekali bapak”
Perawat : “Selain itu kegiatannya apa pak biasanya?
Pasien : “Saya biasanya akan membersihkan kebun rumah, terus juga keluar rumah
untuk jalan-jalan dan ketemu tetangga. Kadang juga saya akan ke rumah berdaya untuk
ketemu teman-teman disana. Dan kalau sedang ingin saya juga akan memasak”
Perawat : “Wah banyak sekali kegiatannya ya pak”
Pasien : “Ya begitulah dik saya senang melakukan kegiatan agar tidak keseringan
bengong”
Perawat : “Iya bagus itu pak”
Terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi klien (Subjektif)
Perawat : “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini?”
Pasien : “Saya senang mendengar informasi-informasi dari adik”
b. Evaluasi perawat (Objektif setelah reinforcement)
Perawat : “Bisakah bapak menyebutkan kembali apa yang bisa dilakukan untuk
mengontrol halusinasi bapak?”
Pasien : “Saya bisa melakukan kegiatan apa saja yang saya sukai asalkan
kegiatannya positif agar suara bisikan itu tidak memenuhi pikiran saya”
Perawat : “Baik bagus sekali pak jawabannya tepat”
Perawat : “Terimakasih atas perhatian bapak selama latihan tadi. Bapak sangat
luar biasa”
2. Tindak lanjut klien
Perawat : “Cara ini bisa bapak lakukan terus ya secara rutin untuk mengontrol
halusinasinya agar tidak muncul lagi suara-suara bisikan seperti yang biasa bapak
dengar”
Pasien : “Baik adik”
a. Topik
Perawat : “Baik pak mungkin nanti kita bisa ketemu lagi ya pak untuk ngobrol-
ngobrol tentang keadaan bapak?”
Pasien : “Boleh dik dengan senang hati”
b. Waktu
Perawat : “Mungkin nanti kita akan ngobrol-ngobrol selama 20 menit, apakah
bapak mau?”
Pasien : “Iya mau”
c. Tempat
Perawat : “Baik kalau begitu nanti kita ketemu di rumah bapak lagi ya”
Pasien : “Iya dik”
Perawat : “Terimakasih ya pak, hari ini bapak luar biasa”