Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN HALUSINASI

DIRUMAH SAKIT JIWA DR.SOEHARTO HEERDJAN

OLEH:

Nama : Rahmah Tania br Damanik

Nim : 20220305013

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS ESA UNGGUL
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

I. Konsep Dasar Teori


A. Pengertian
Direja (2011) berpendapat bahwa gangguan persepsi sensori halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan.
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal
dan eksternal) disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau kelainan berespons
terhadap stimulus (Fitria, 2012).
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal ( pikiran ) dan rangsangan eksternal ( dunia luar ). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata (Kusumawati & Hartono, 2012).

B. Rentang Respon Neurobiologis


Trimelia (2011) menyatakan bahwa berbagai respon perilaku klien yang terkait
dengan fungsi otak disebut dengan respon neurobiologist. Gangguan respons
neurobiologist ditandai dengan gangguan sensori persepsi halusinasi. Gangguan respons
neurobiologist atau respons neurobiologist yang maladatif ini terjadi karena adanya :
1. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik sehingga mengakibatkan terjadinya
gangguan pada otak dalam memproses informasi.
2. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus
3. Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lainnya.
Rentang respon neurobiologis ( Direja, 2011) dapat digambarkan sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Kadang-kadang - Waham


- Persepsi Akurat proses piker - Halusinasi
- Emosi Konsisten terganggu - Kerusakan proses
dengan - Ilusi emosi
pengalaman - Emosi berlebihan - Perilaku tidak
- Perilaku cocok - Perilaku yang terorganisasi
- Hubungan social tidak biasa - Isolasi sosial
harmonis - Menarik diri

Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis

Rentang respon neurobiologist pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Respon Adaptif
Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut , adapun bagian dari respon
adaptif meliputi:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli.
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.

2. Respon Psikososial
Respon psikososial meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.

3. Respon Maladatif
Respon maladatif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan , adapun respon
maladatif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
e. Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang
lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.

Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon


persepsi yang maladaptive. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan
perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indera walaupun sebenarnya stimulus tidak ada.

C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi (Fitria, 2012)
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi : faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan genetic.
a) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP).
d) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.

2. Faktor Presipitasi (Fitria, 2012)


Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan
dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi.
Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi sebagai berikut :
1. Bicara sendiri
2. Senyum sendiri
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Penggerakan mata yang cepat.
6. Respon verbal yang lambat.
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkata denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang (Damaiyanti, 2012)

E. Proses Terjadinya Halusinasi


Halusinasi berkembang melalui empat fase menurut (Kusumawati, 2012) yaitu
sebagai berikut:
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase Comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada tahap
ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristiknya : Klien mengalami stress,
cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak
dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan , termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri
jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.

3. Fase Ketiga
Adalah fase Controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan halusinasi , rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mematuhi perintah.

4. Fase Keempat
Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien : perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.
F. Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif
Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien
dengan halusinasi menurut (Direja, 2011).

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Dengar - Bicara atau tertawa -Mendengar suara-suara
(Klien mendengar suara/bunyi sendiri. atau kegaduhan.
yang tidak ada hubungannya - Marah-marah tanpa -Mendengar suara yang
dengan stimulus yang sebab. mengajak bercakap-
nyata/lingkungan). - Mendekatkan telinga ke cakap.
arah tertentu. -Mendengar suara
- Menutup telinga. menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
Halusinasi Penglihatan - Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,
(Klien melihat gambaran yang arah tertentu. bentuk geometris, kartun,
jelas/samar terhadap adanya - Ketakutan pada sesuatu melihat hantu, atau
stimulus yang nyata dari yang tidak jelas. monster.
lingkungan dan orang lain tidak
melihatnya).

Halusinasi Penciuman - Mengendus-endus Membaui bau-bauan


(Klien mencium suatu bau yang seperti sedang membaui seperti bau darah, urine,
muncul dari sumber tertentu bau-bauan tertentu. feses, dan terkadang bau-
tanpa stimulus yang nyata). - Menutup hidung. bau tersebut
menyenangkan bagi
klien.
Halusinasi Pengecapan - Sering meludah. Merasakan rasa seperti
(Klien merasakan sesuatu yang - Muntah. darah, urine, atau feses.
tidak nyata, biasanya merasakan
rasa makanan yang tidak enak).

Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk -Mengatakan ada


(Klien merasakan sesuatu pada permukaan kulit. serangga di permukaan
kulitnya tanpa ada stimulus yang kulit.
nyata). -Merasa seperti tersengat
listrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya yang Mengatakan badannya
(Klien merasakan badannya dianggapnya bergerak melayang di udara.
bergerak dalam suatu ruangan sendiri.
atau anggota badannya
bergerak).
Halusinasi Viseral Memegang badannya Mengatakan perutnya
(Perasaan tertentu timbul dalam yang dianggapnya menjadi mengecil setelah
tubuhnya). berubah bentuk dan tidak minum soft drink.
normal seperti biasanya.
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Maramis, 2005) Pengobatan harus secepat mungkin, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapat perawatan RSJ dan klien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
1. Farmakoterapi
1. Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita Schizofrenia
yang menahun, hasilnya lebih baik jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
2. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi Kejang Listrik / Electro Convulsion Therapy (ECT)
Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat dikatakan bahwa
terapi konvulsi dapat memperpendek serangan Schizofrenia dan mempermudah
kontak dengan klien.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja
sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Diharapkan klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,
seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi Aktivitas
1) Terapi Musik
Fokus pada : mendengar, memainkan alat music, bernyanyi yaitu menikmati
dengan relaksasi jenis music yang disukai klien.
2) Terapi Seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
Terapi menari
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan tubuh.
3)Terapi Relaksasi
Fokus : belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
4)Terapi Sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
5)Terapi kelompok
(a) Group Therapy (Terapi kelompok)
(b) Terapeutik Group (Terapi terapeutik)
(c) Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok)
6)Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga ( home like
atmosphere).
II.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori
Halusinasi

Proses Keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai


dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan optimal. Dengan
menggunakan proses keperawatan dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang
bersifat rutin, intuisi tidak unik bagi individu klien. Hubungan saling percaya antara
perawat dan klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan
keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah dengan
kemampuan yang dimiliki. Proses Keperawatan terdiri atas 5 langkah menurut Direja
(2011) yang sistematis yang dijabarkan sebagai berikut:
A. Pengkajian
Proses keperawatan merupakan wahana/ sarana kerjasama dengan klien, yang
umumnya pada tahap awal peeran perawat lebih besar dari pada peran klien, namun
pada proses akhirnya diharapkan peran klien lebih besar dari peran perawat, sehingga
kemandirian klien dapat dicapai.
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi
optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk
dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat
dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan tidak unik
bagi individu klien (Direja, 2011) :
1. Pengumpulan Data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status
perkawinan, dan hubungan klien dengan penanggung.
b) Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan utama berisi
tentang sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit dan keluhan klien saat
pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor
presipitasi. Pada faktor predisposisi mencakup factor yang mempengaruhi jenis
dan sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress (factor
pencetus/penyebab utama timbulnya gangguan jiwa). Faktor presipitasi mencakup
stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau
tuntutan dan memerlukan energi ekstra untuk mengatasinya/faktor yang
memberat/meperparah terjadinya gangguan jiwa (Azizah, 2011).
c) Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh /dengan cara
observasi, auskultasi, palpasi, perkusi, dan hasil pengukuran (Azizah, 2011).
d) Pengkajian psikososial:
1) Genogram
Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian (Azizah, 2011) yaitu :
(a) Kajian Adopsi yang membandingkan sifat antara anggota keluarga
biologis/satu keturunan dengan keluarga adopsi.
(b) Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara anggota keluarga yang
kembar identik secara genetik dengan saudara kandung yang tidak
kembar.
(c) Kajian Keluarga yang membandingkan apakah suatu sifat banyak
kesamaan antara keluarga tingkat pertama (seperti orang tua, saudara
kandung) dengan keluarga yang jail.
2) Konsep diri
(a) Citra Tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari terhadap tubuhnya termasuk
persepsi masa lalu/sekarang, perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan
dan potensi dirinya.
(b) Ideal diri
Perspesi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku berdasarkan
standar aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
(c) Harga diri
Penelitian tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa
seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya. Harga diri
tinggi merupakan perasaan yang berakar dalam menerima dirinya tanpa
syarat, meskipun telah melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, ia
tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga.
(d) Penampilan peran
Serangkaian prilaku yang di harapkan oleh lingkungan social
berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial.
(e) Identitas diri
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu
(Azizah, 2011).
3) Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya dunia
kehidupan klien, memahami pentingnya kekuatan sosial dan budaya bagi
klien, mengenal keunikan aspek ini dan menghargai perbedaan klien. Berbagai
faktor sosial budaya klien meliputi usia, suku bangsa, gender, pendidikan,
penghasilan dan sistem keyakinan.
4) Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan kehidupan dalam hubungan
dengan kekuasaan yang lebih tinggi sesuai nilai individu, komunitas dan
lingkungan yang terpelihara (Azizah, 2011)
e) Status mental
1) Penampilan
Area observasi dalam penampilam umum klien yang merupakan karakteristik
fisik klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan, sikap tubuh,
cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata, dilatasi/kontruksi pupil, status
gizi/keshatan umum (Azizah, 2011).
2) Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi (kecepatan, cepat/lambat),
volume (keras/lembut), jumlah (sedikit, membisu, ditekan) dan karakternya
seperti: gugup, kata-kata bersambung serta aksen tidak wajar (Azizah, 2011).
(3) Aktivitas motorik
Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal
tingkat aktivitas (letargik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik, seringai, tremor)
dan isyarat tubuh yang tidak wajar (Azizah, 2011).
(4) Afek dan Emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relatif lama dan dengan sedikit
komponen fisiologis/fisik, seperti kebanggaan, kekecewaan. Sedangkan alam
perasaan (emosi) adalah manifestasi efek yang ditampilkan/diekspresikan ke
luar disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung (waktunya) relative
lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, khawatir atau
gembira berlebihan (Azizah, 2011).
5) Interaksi selama wawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara seperti bermusuhan,
tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata kurang (tidak mau manatap
lawan bicara), defensif (selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya) atau curiga yang sering menunjukkan sikap/perasaan tidak
percaya pada orang lain (Azizah, 2011).
6) Persepsi-Sensorik
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan, perbedaan sesuatu,
hal tersebut melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikannya
setelah panca indra mendapatkan rangsangan.
(a) Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata
apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi pendengaran, atau
bentuk bayangan yang dilihat oleh klien bila halusinasinya adalah
halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu,
rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa
yang dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
(b) Waktu dan Frekuensi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Bila memungkinkan klien diminta menjelaskan
kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. Informasi ini penting
untuk mengidentifikasikan pencetus halusinasi dan menentukan bila mana
klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
(c) Situasi Pencetus Halusinasi
Perawat mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum mengalami
halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kejadian
yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga dapat
mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
(d) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa
dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien mampu mengontrol stimulasi
halusinasi atau sudah tidak berdaya terhadap stimulasi.

7) Tingkat kesadaran
Kemampuan individu melakukan hubungan dengan lingkungan dan dirinya
(melalui panca indra), mengatakan pembatasan terhadap lingkungan/dirinya
(melalui perhatian). Kesadaran yang baik biasanya dimanifestasikan dengan
orientasi yang baik dalam hal waktu, tempat, orang dan lingkungan sekitarnya
(Azizah, 2011).
8) Memori (Daya Ingat)
Bagaimana daya ingat klien atau kemampuan meningkatkan hal-hal yang telah
terjadi (jangka panjang/pendek/sesaat) dan apakah ada gangguan pada daya
ingat. Gangguan ini dapat terjadi pada salah satu diantara komponen daya
ingat yaitu pencatatn/registrasi, penahanan/retensi atau memanggil
kembali/recall sesuatu yang terjadi sebelumnya (Azizah, 2011).
9) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama
wawancara/kontrak dan kalkulasi. Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk
mengerjakan hitungan baik sederhanan maupun kompleks. Bagaimana klien
berkonsentrasi dan kemampuannya dalam berhitung, apakah normal atau ada
gangguan seperti mudah beralih, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu
berhitung sederhana ataulainnya (Azizah, 2011).
10) Kemampuan penilaian/Mengambil keputusan
Penilaian melibatkan pembuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif,
kemampuan mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan. (Azizah,
2011).
11) Daya tilik diri
Daya tilik diri/penghayatan, merujuk pada pemahaman klien tentang sifat
suatu penyakit/gangguan. Penghayatan ini biasanya mengalami gangguan pada
kelainan mental organik, prikosis dan retardasi mental (Azizah, 2011).
12) Kebutuhan persiapan pulang
Kebutuhan persiapan pulang data yang perlu dikaji antara lain: makan dan
minum, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, kegiatan di dalam rumah, kegiatan di luar rumah,
mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, aspek
medik.

2. Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk
merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data tersebut diklasifikasikan
menjadi data subyektif dan obyektif:
a) Data Subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata, tidak
percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan perhatian dan
konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap halusinasi, perasaan
tidak aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang panik kebingungan.
b) Data Obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau
kadang tidak masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap
perawatan dirinya, sering manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari
adanya masalah, ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak
gelisah, insight kurang, tidak ada minat untuk makan.

3. Rumusan Masalah ( Fitria, 2012).


a) Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
b) Gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan
c) Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
d) Harga diri rendah
4. Pohon masalah
Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan prinsip sebab
dan akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat (Fitria, 2012).

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Gambar 2. Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

B. Diagnosa keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajian
setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual atau potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
klien/proses kehidupan (Direja, 2011).
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi adalah : ( Fitria, 2012).
1. Risiko Mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
3. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
4. Harga diri rendah.
C. Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rencana keperawatan terlebih dahulu dirumuskan prioritas
diagnosa keperawatan.
Adapun prioritas diagnosa keperawatan adalah :
1) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi.
Tujuan Umum : Klien tidak mengalami halusinasi.
Tujuan Khusus :
a) TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
(a)Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
(b)Perkenalkan diri dengan sopan.
(c)Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
(d)Jelaskan tujuan pertemuan.
(e)Jujur dan menepati janji.
(f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
(g)Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.

b) TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.


Kriteria Evaluasi :
(1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi.
(2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi :
(1)Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
(2)Observasi tingkah laku terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawa
tanpa stimulus , memandang ke kiri / kanan / depan seolah-olah ada teman
bicara.
(3)Bantu klien mengenal halusinasinya :
(a) Tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
(b) Jika ada, apa yang dikatakan.
(c) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat, sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi).
(d) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
(4)Diskusikan dengan klien :
(a) Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
(b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,siang,sore dan malam
atau jika sendiri, jengkel / sedih).
(c) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah / takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.

c) TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.


Kriteria Evaluasi :
(1) Klien dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya.
(2) Klien dapat menyebutkan cara baru.
(3) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah di
diskusikan dengan klien.
(4) Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya.
(5) Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.

Intervensi :
(1) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah , menyibukkan diri, dll ).
(2) Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien.
(3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan / mengontrol timbulnya
halusinasinya :
(a) Katakan : “saya tidak mau dengar kamu” ( pada saat halusinasinya
terjadi )
(b) Menemui orang lain ( perawat / teman / anggota keluarga) untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang di dengar.
(c) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
(d) Meminta keluarga / teman / perawat, menyapa jika tampak bicara
sendiri.
(4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
(5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.

d) TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.


Kriteria Evaluasi :
(1) Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
(2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian , tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
(1) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
(2) Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung / pada saat
kunjungan rumah)
(a) Gejala halusinasi yang dialami klien.
(b) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi.
(c) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama , berpergian bersama.
(d) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :
halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

e) TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


Kriteria Evaluasi :
(1) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek
samping obat.
(2) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
(3) Klien dapat informasi tentang penggunaan obat.
Intervensi :
(1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat obat.
(2) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
(3) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (obat, pasien,
cara, waktu pemberian, dan dosis).

D. Implementasi
Implementasi tindak keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh
klien saat ini (here and now) perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai
kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien.
Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat
akan melakukan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien yang
isinya menjelaskan apa yang akan dilakukan dan peran serta yang diharapkan klien.
Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien. (Direja,
2011).

1. Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Halusinasi


Pasien Keluarga
SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang yang dialami pasien beserta proses
menimbulkan halusinasi terjadinya.
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap 3. Menjelaskan cara – cara merawat
halusinasi pasien halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik 1.
halusinasi 2.
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP II p SP II k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
pasien merawat pasien halusinasi
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi 2. Melatih keluarga melakukan cara
dengan cara bercakap-cakap dengan merawat langsung kepada pasien
orang lain halusinasi
3. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan bercakap-cakap ke dalam
jadwal kegiatan harian
SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
pasien jadwal aktivitas termasuk minum
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi obat.
dengan melakukan kegiatan (kegiatan 2. Menjelaskan follow up pasien
yang biasa dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan untuk mengendalikan halusinasi
ke dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
aktivitas minum obat ke dalam jadwal
kegiatan harian
(Keliat, 2014)
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien. evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan
(Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir:
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada
klien tentang tindakan yang telah dilakukan.
O : Respon obyektif klien terhadap tindakankeperawatan yang telah
dilakukan. Dapat diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat
tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah
dilaksanakan atau member umpan balik sesuai dengan hasil observasi.
A : Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
kontra indikasi dengan masalah yang ada, dapat juga membandingkan
hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon
klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat

Pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi , evaluasi keperawatan yang
diharapkan sebagai berikut :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengenal halusinasi.
3. Klien dapat mengontrol halusinasi.
4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Edisi 1. Yogyakarta : Graha

Ilmu.

Damaiyanti, M. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa, Samarinda : Refika Aditama.

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, Budi Anna. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course).

Jakarta: EGC

Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Maramis, W.F. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga University Press.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: Trans Info Media.
LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui, Denpasar, Juli 2019


Pembimbing Praktik Mahasiswa,

Ayu Gede Intan Astri Dewi


NIM: 19J10027

Mengetahui,

Pembimbing Akademik,

Ns. I Kadek Nuryanto, S.Kep., MNS


NIDN. 0823077901

Anda mungkin juga menyukai