Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

POSTNATAL

Disusun Oleh:
RAHMAH TANIA BR DAMANIK
20220305013

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MATERNITAS


PROGRAM STUDI NERS
UNIVERSITAS ESA UNGGUL TAHUN 2022
TINJAUAN TEORI

A. Post Partum
Post partum merupakan masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa
nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya empat sampai dengan enam
minggu (Ingram, Johnson, Copeland, Churchill, & Taylor, 2015).

a. Adaptasi Fisiologis
Periode Post Partum merupakan jangka waktu antara lahirya bayi dengan
kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal seperti sebelum hamil.
Terdapat 3 periode post partum, yaitu Immediate post partum periode
merupakan 24 jam pertama setelah post partum, Early post partum periode
merupakan minggu pertama setelah post partum, dan A late periode
merupakan 6 minggu terakhir setelah post partum (Lowdermik, 2013).

Sistem Organ yang berpengaruh pada periode post partum adalah Sistem
Reproduksi, Sistem Endokrin, Sistem Urinarius, Sistem Gastrointestinal,
Sistem Kardiovaskuler, Sistem Neurologi, Sistem Muskuloskeletal, Sistem
Integumen, Sistem Imun, Payudara dan Abdomen.

1) System Reproduksi, Menurut Varney H, 2015 Perubahan pada Vagina


dimana Kondisi vagina setelah persalinan akan tetap terbuka lebar, ada
kecenderungan vagina mengalami bengkak dan memar serta nampak
ada celah antara introitus vagina. Tonus otot vagina akan kembali pada
keadaan semula dengan tidak ada pembengkakan dan celah vagina tidak
lebar pada minggu 1-2 hari pertama postpartum. Pada minggu ketiga
posrpartum rugae vagina mulai pulih menyebabkan ukuran vagina
menjadi lebih kecil. Dinding vagina menjadi lebih lunak serta lebih
besar dari biasanya sehingga ruang vagina akan sedikit lebih besar dari
keadaan sebelum melahirkan.

Menurut penelitian Cunningham, 2009 perubahan pada Tepi luar


serviks yang berhubungan dengan ostium uteri ekstermun (OUE)
biasanya mengalami laserasi pada bagian lateral. Ostium serviks
berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setelah persalinan ostium uteri
hanya dapat dilalui oleh 2 jari. Pada akhir minggu pertama, ostium uteri
telah menyempit, serviks menebal dan kanalis servikalis kembali
terbentuk. Meskipun proses involusi uterus telah selesai, OUE tidak
dapat kembali pada bentuknya semula saat nullipara. Ostium ini akan
melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai
perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas servis pada wanita
yang pernah melahirkan/para.

Menurut Bick D (2009) Perubahan fisiologi pada uterus yaitu terjadi


proses involusio uteri yaitu kembalinya uterus pada keadaan sebelum
hamil baik ukuran, tonus dan posisinya. Proses involusio juga
dijelaskan sebagai proses pengecilan ukuran uterus untuk kembali ke
rongga pelvis, sebagai tahapan berikutnya dari proses recovery pada
masa nifas.

Ukuran uterus dapat dievaluasi melalui pengukuran TFU yang dapat


dilihat pada table 1 :

Menurut Varney H, 2015 & Chapter 2017 tinggi fundus uteri


dilaporkan menurun kira-kira 1 cm per hari, yang dapat dilihat pada
gambar berikut ini. Gambar 2.1 :
Menurut Medforth J (2010) Proses involusi terjadi karena Iskemia:
terjadi kontraksi dan retraksi otot uterus, yang membatasi aliran darah
ke uterus, Phagositosis: proses penghancuran serat dan elastisitas
jaringan, Autolisis: digestasi jaringan otot oleh ensim proteolitik,
Semua buangan proses masuk ke peredaran darah dan dieliminasi
melalui ginjal, Lapisan desidua uterus dikeluarkan melalui darah vagina
(Lochia) dan endometrium yang baru dibentuk selama 10 hari setelah
persalinan dan selesai pada minggu ke 6 postpartum.

Menurut Kriebs JM, 2010 Lokia adalah cairan uterus yang berasal dari
pelepasan desidua uterus. Lokia berisi serum dan darah serta lanugo,
verniks kaseosa juga berbagai debris dari hasil produksi konsepsi.
Secara Mikroskopik lokia terdiri dari eritrosit, serpihan desidua, sel-sel
epitel dan bakteri. Mikroorganime ditemukan pada lokia yang
menumpuk di vagina dan pada sebagian besar kasus juga ditemukan
bahkan jika keluaran /dischargediambil pada pada rongga uterus.
(Cunningham FG, et al, 2009) Jumlah total pengeluaran seluruh
periode lokia rata-rata 240-270ml. Menurut Muchtar A, dkk, 2014
Lokia bagi menjadi 4 klasifikasi karena terus terjadi perubahan hingga
minggu ke 4-8 pasca persalinan yaitu Lokia Rubra (merah): hari
pertama sampai hari ketiga /keempat mengandung cukup banyak darah.
Lokia Sanguinalenta (merah kecoklatan): hari 4-7 postpartum,
berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Lokia Serosa (pink): hari 8-
14, mengandung serum, lekosit dan robekan/laserasi plasenta. Lokia
Alba (putih): hari 14 – minggu ke 6/8 postpartum, berwarna putih
karena banyak mengandung sel darah putih dan berkurangnya
kandungan cairan.

2) System Endokrin, Perubahan hormone yang signifikan terjadi pada


periode post partum. Keluarnya plasenta akan menyebabkan penurunan
secara dramatis dari hormone yang di produksi oleh organ tersebut.
Menurunya hormone Human Chroconic Somatotropin, estrogen,
kortisol, dan enzim insulinase plasenta akan membalikkan efek
diabetogenik kehamilan, sehingga terjadi kadar gula darah yang relative
rendah pada masa nifas. Kadar esterogen dan progesterone menurun
secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai
kira-kira satu minggu pascapartum. Penurunan kadar esterogen
berkaitan dengan pembengkakan payudara dan dieresis cairan
ekstraselular berlebihan yang terakumulasi selama masa hamil. Pada
wanita yang tidak menyusui kadar esterogen mulai meningkat pada
minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita yang
menyusui pada pascapartum hari ke ketujuh belas (Lowdermik, 2013).

Hormone Hipofisis dan Fungsi Ovarium Waktu dimulainya ovulasi dan


menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar
prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampak berperan
dalam menekan ovulasi. Karena kadar follicle-stimulating hormone
(FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui,
disimpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika
kadar prolaktin meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara progesif
sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap
meningkat sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Kadar prolaktin
serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui dan banyak makanan
tambahan yang diberikan. (Lowdermik, 2013)

Perubahan pada Endometrium, Pada hari kedua – ketiga pasca


persalinan, lapisan desidua berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Stratum
superfisial menjadi nekrotik bersama lokia, sedangkan stratum basal
yang bersebelahan dengan myometrium tetap utuh dan yang menjadi
sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium terbentuk dari
proliferasi sisa-sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat
antar kelenjar tersebut. (Cunningham, 2009)

3) Perubahan sistem Gastrointesinal, Setelah mengalami proses


persalinan, ibu akan mengalami rasa lapar dan haus akibat banyak
tenaga yang terkuras dan juga stress yang tinggi karena melahirkan
bayinya. Tetapi tidak jarang juga ditemui ibu yang tidak memiliki nafsu
makan karena kelelahan melahirkan bayinya. Jika ditemukan keadaan
seperti itu, perlu menjadi perhatian bidan agar dapat memotivasi ibu
untuk makan dan minum pada beberapa jam pertama postpartum, juga
kajian lebih lanjut terhadap keadaan psikologis ibu.

Kondisi perineum yang mengalami jahitan juga kadang menyebabkan


ibu takut untuk BAB. Oleh karena itu bidan perlu memberikan edukasi
agar keadaan ini tidak menyebabkan gangguan BAB pada ibu nifas
dengan banyak minum air dan diet tinggi serat serta informasi bahwa
jahitan episiotomy tidak akan terlepas jika ibu BAB.

4) Perubahan sistem Urinaria, termasuk terjadinya diuresis setelah


persalinan terjadi pada hari 2-3 postpartum, tetapi seharusnya tidak
terjadi dysuria. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya penurunan
volume darah yang tiba-tiba selama periode posrpoartum. Diuresis juga
dapat tejadi karena estrogen yang meingkat pada masa kehamilan yang
menyebabkan sifat retensi pada masa postpartum kemudian keluar
kembali bersama urine. Dilatasi pada saluran perkemihan terjadi karena
peningkatan volume vascular menghilang, dan organ ginjal secara
bertahap kembali ke keadaan pregravida (Bick D, 2009).

5) Perubahan Sistem muskuloskelatal kembali secara bertahap pada


keadaan sebelum hamil dalam periode waktu selama 3 bulan setelah
persalinan. Kembalinya tonus otot dasar panggung dan abdomen pulih
secara bersamaan. Pemulihan ini dapat dipercepat dengan latihan atau
senam nifas. Otot rectus abdominis mungkin tetap terpisah (>2,5 cm) di
garis tengah/umbilikus, kondisi yang dikenal sebagai Diastasis Recti
Abdominis (DRA), sebagai akibat linea alba dan peregangan mekanis
pada dinding abdomen yang berlebihan, juga karena pengaruh hormone
ibu.

Mahalaksimi (2016) melaporkan bahwa latihan yang diberikan untuk


mengoreksi diaktasis rekti pada penelitian yang dilakukan di India
terbukti secara signifikan bermanfaat mengurangi diaktasis rekti,
demikian juga nyeri pinggang atau low back pain. Low back pain juga
merupakan masalah postnatal umum pada ibu nifas.

Selain senam nifas atau berbagai latihan dan tindakan fisioterapi yang
diberikan untuk mengoreksi DRA. Michalsa et al (2018)
menginformaskan Teknik seperti a cruch exercise pada posis supine,
tranversus abdominis training dan Nobel technique dilaporkan dapat
memperbaiki kondisi DRA. Sesuai dengan budaya di Indonesia, ibu
dapat dianjurkan menggunakan stagen, namun demikian exercise lebih
signifikan pengaruhnya terhadap pemulihan DRA.

6) Payudara, Segera setelah melahirkan, terjadi penurunan kadar hormone


(contoh estrogen, progesterone, human chorionic gonadotropin,
prolaktin, krotisol, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir
(Lowdermik, 2013). Ibu Tidak Menyusui, Payudara secara umum akan
teraba bernodul dibandingkan dengan pada wanita tidak hamil yang
biasanya teraba bergranul. Apabila wanita memilih untuk tidak
menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin
akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekresi kolostrum menetap selama
beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan. Pada jaringan
payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada hari kedua dan
ketiga, dapat ditemukan adanya nyeri seiring dimulainya produksi susu.
Pada hari ketiga atau keempat pascapartum bisa terjadi pembengkakan
(engorgement). Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan,
dan hangat bila diraba (kongesti pembululuh darah menimbulkan rasa
hangat). Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti
sementara vena dan membuluh limfatik, bukan akibat penimbunan air
susu. Air susu dapat dikeluarkan dari putting. Jaringan payudara di
aksila (tail of spence) dan jaringan payudara atau putting tambahan juga
bisa terlibat. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa
tidak nyaman berkurang dalam 24 sampai 36 jam. Apabila bayi belum
menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa hari
sampai satu minggu (Lowdermik, 2013).
7) Perubahan sistem kardiovaskuler, Menurut Maryunani (2018) Terjadi
kehilangan darah sebanyak 200-500ml selama proses persalinan
normal, sedangkan pada persalinan seksio sesarea bisa mencapai 700-
1000 cc, dan histerektomi 1000-1500 cc (a/i atonia uteri). Kehilangan
darah ini menyebabkan perubahan pada kerja jantung. Peningkatan
kerja jantung hingga 80% juga disebabkan oleh autotransfusi dari
uteroplacenter. Resistensi pembuluh darah perifer meningkat karena
hilangnya proses uteroplacenter dan kembali normal setelah 3 minggu.

Pada 2-4 jam pertama hingga beberapa hari postpartum, akan terjadi
diuresis secara cepat karena pengaruh rendahnya estrogen (estrogen
bersifat resistensi cairan) yang menyebabkan volume plasma
mengalami penurunan. Keadaan ini akan kembali normal pada minggu
kedua postpartum.

Ibu nifas juga tidak jarang ditemukan berkeringat dingin, yang


merupakan mekanisme tubuh untuk mereduksi banyaknya cairan yang
bertahan selama kehamilan selain diuresis. Pengeluaran cairan yang
berlebihan dari tubuh dan sisa-sisa produk melalui kulit menimbulkan
banyak keringat. Keadaan ini disebut diaphoresis yang dialami pada
masa early postpartum pada malam hari, yang bukan merupakan
masalah pada masa nifas (Maryunani, 2018).

8) Perubahan System Neurologi, Perubahan system saraf pada masa nifas


disebabkan oleh pembalikkan adaptasi ibu dalam kehamilan serta
karena trauma selama persalinan dan melahirkan. Eliminasi edema
fisiologis melalui diuresis setelah bayi lahir menghilangkan sindrom
carpal tunnel dengan mengurangi kompresi saraf median. Rasa baal dan
kesemutan, periodik pada jari yang dialami 5% wanita hamil biasanya
hilang setelah anak lahir, kecuali jika mengakat dan memindahkan bayi
memperburuk keadaan. Nyeri kepala pascapartum bisa disebabkan
berbagai keadaan, termasuk hipertensi akibat kehamilan (PIH), stress
dan kebocoran cairan serebrospinalis ke dalam ruang ekstradural selama
jarum epidural diletakkan ditulang punggung untuk anestesia
(Lowdermik, 2013).
9) Perubahan System Integumen, Kloasma kehamilan (topeng kehamilan)
biasanya menghilang pada akhir kehamilan. Hiperpigmentasi diareola
dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Pada
beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit
yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul makin
memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah
sperti spider angioma (nevi), eritema palmar, dan epulis biasanya
berkurang sebagai respons terhadap penurunan kadar estrogen setelah
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita spider nevi menetap.
Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasanya
akan menhilang setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang
timbul sewaktu hamil biasanya akan menetap. Konsistensi dan kekuatan
kuku akan kembali pada keadaan sebelum hamil (Lowdermik, 2013).

10) Perubahan System Imun, Tidak terdapat perubahan yang signifikan


pada system imun pada masa post partum. Ibu dinyatakan
membutuhkan vaksinasi rubella atau pencegahan isoimunisasi Rh
(Lowdermik, 2013).

b. Adaptasi Psikologis
Menurut Maryunani (2009) Adaptasi psikologis secara normal dapat dialami
oleh ibu jika memiliki pengalaman yang baik terhadap persalinan, adanya
tanggung jawab sebagai ibu, adanya anggota keluarga baru (bayi), dan peran
baru sebagai ibu bagi bayinya. Ibu yang baru melahirkan membutuhkan
mekanisme penanggulangan (coping) untuk mengatasi perubahan fisik
karena proses kehamilan, persalinan dan nifas, bagaimana mengembalikan
postur tubuhnya seperti sebelum hamil, serta perubahan yang terjadai dalam
keluarga.Terdapat 3 periode post partum dalam adaptasi Psikologis yaitu
Taking In Phase, Talking Hold, dan Letting Go.

Reva Rubin (1963) membagi Adaptasi Psikologis menjadi tiga yaitu :


Dependen/ Fase Menerima (Taking-In Phase) ialah suatu waktu dimana ibu
memerlukan perlindungan dan perawatan, fase menerima ini berlangsung
selama dua-tiga hari. Fase menerima yang kuat hanya terlihat pada 24 jam
pertama setelah ibu melahirkan. Selama beberapa jam atau beberapa hari
setelah melahirkan, wanita sehat yang dewasa tampaknya mengesampingkan
semua tanggung jawab sehari-hari. Mereka bergantung kepada orang lain
sebagai respons terhadap kebutuhan mereka akan istirahat dan makan. Fase
Dependent-Mandiri (Talking-Hold) secara bergantian muncul kebutuhan
untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan
untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri, pada fase ini biasa
berlangsung kira-kira 10 hari. Fase Interdependen (letting-go) Merupakan
fase yang penuh stress bagi orang tua, kesenangan dan kebutuhan sering
terbagi dalam masa ini. Pria dan wanita harus menyelesaikan efek dari
perannya masing-masing dalam hal mengasuh anak, mengatur rumah, dan
membina karier.
B. Sectio Saesaria
Menurut WHO (2015) Sectio caesarea merupakan suatu persalinan buatan, di
mana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding
rahim dan efektif dalam menyelamatkan kehidupan ibu dan bayi. Sectio
caesarea atau bedah sesar merupakan sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu
(laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih
(Sari, 2017).

Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa sectio caesaria adalah suatu


tindakan operasi yang bertujuan untuk melahirkan bayi dengan jalan
pembukaan dinding perut.

a. Indikasi Sectio Caesaria


Menurut Para ahli kandungan atau para penyaji perawatan yang lain
menganjurkan sectio caesarea apabila kelahiran melalui vagina mungkin
membawa resiko pada ibu dan janin. Indikasi untuk sectsio caesarea antara
lain meliputi :

1) Indikasi Medis
Menurut Dewi Y (2011), Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan
yaitu Power merupakan memungkinkan dilakukan operasi caesar,
misalnya daya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit
menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Passanger merupakan anak
terlalu besar, anak “mahal” dengan kelainan letak lintang, primi gravida
diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada
pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrome (denyut
jantung janin kacau dan melemah). Dan Passage merupakan Kelainan ini
merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan lahir atau
pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular ke
anak, umpamanya herpes kelamin (herpes genitalis), condyloma lota
(kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma acuminata
(penyakit infeksi yang menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit
luar kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C.

2) Indikasi Ibu
Menurut Kasdu (2013) mengatakan bahwa indikasi ibu pada pasien Sectio
Caesaria yaitu Usia Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia
sekitar 35 tahun, memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada
wanita dengan usia 40 tahun ke atas. Tulang Panggul yaitu Cephalopelvic
diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak melahirkan
secara alami. Persalinan Sebelumnya dengan sectio caesarea, persalinan
melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus
berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi yang
mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu
besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka,
operasi bisa saja dilakukan. Faktor Hambatan Jalan Lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.
Kelainan Kontraksi Rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate
uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat
melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak terdorong,
tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar. Ketuban Pecah Dini yaitu
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi
harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke
luar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah
cairan yang mengelilingi janin dalam rahim (Kasdu, 2013).

3) Indikasi Janin
Menurut (Fleeson et al., 2017) mengatakan bahwa indikasi janin pada
pasien Sectio Caesaria yaitu Ancaman Gawat Janin (fetal distress) yaitu
Detak jantung janin melambat, normalnya detak jantung janin berkisar
120- 160. Namun dengan CTG (cardiotography) detak jantung janin
melemah, lakukan segera sectio caesarea segara untuk menyelematkan
janin. Dan Letak Sungsang merupakan Letak yang demikian dapat
menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan lahir. Pada
keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada posisi
yang lain.
4) Indikasi Faktor Plasenta
Menurut Kasdu, (2013) Adapun factor plasenta yang menyebabkan
indikasi Sectio Caesaria yaitu Plasenta previa merupakan Posisi plasenta
terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau selruh jalan lahir.
Plasenta lepas (Solution placenta) merupakan Kondisi ini merupakan
keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim sebelum
waktunya. Plasenta accrete Merupakan keadaan menempelnya plasenta di
otot rahim. Pada umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan yang
berulang kali, ibu berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu
yang pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan
menempelnya plasenta. Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)
keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini,
tali pusat berada di depan atau di samping atau tali pusat sudah berada di
jalan lahir sebelum bayi. Terlilit tali pusat Lilitan tali pusat ke tubuh janin
tidak selalu berbahaya. Selama tali pusat tidak terjepit atau terpelintir
maka aliran oksigen dan nutrisi dari plasenta ke tubuh janin tetap aman.
(Kasdu, 2013)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM

A. Pengkajian Pengkajian pada ibu post partum menurut Ilma (2017) yaitu :
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan?
a) Bagaimana keadaan ibu saat ini?
b) Bagaimana perasaan ibu pasca persalinan?
b. Pola nutrisi dan metabolik
a) Apakah ibu merasa haus pasca persalinan?
b) Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan?
c) Apakah ibu tidak nafsu makan dan merasa mual muntah?
d) Apakah terjadi penurunan berat badan?
c. Pola aktivitas
a) Apakah klien merasa lelah setelah melahirkan?
b) Apakah klien toleransi terhadap aktivitas ringan atau sedang?
c) Apakah klien terlihat mengantuk?
d. Pola eliminasi
a) Apakah ada deuresis pasca persalinan?
b) Apakah klien perlu bantuan saat BAK atau BAB?
e. Pola istirahat dan tidur
a) Apakah ada ketidaknyamanan yang menggangu istirahat?
b) Seberapa lamanya klien saat tidur?
f. Pola persepsi dan konsep diri
a) Bagaimana pandangan klien terhadap dirinya saat ini?
b) Apakah ada permasalahan perubahan penampilan tubuhnya yang dialami saat
ini?
B. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
a) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
b) Pengkajian edema
c) Pemeriksaan reflek
d) Kaji adanya varises
e) Kaji Cortical Vertebra Area Tenderness (CVAT)
b. Payudara
a) Pengkajian area areola ( pecah, pendek, rata)
b) Kaji adanya abses
c) Kaji adanya nyeri tekan
d) Observasi adanya pembengkakan atau ASI terhenti
e) Kaji pengeluaran ASI
c. Uterus
a) Observasi posisi uterus atau TFU
b) Kaji adanya kontraksi uterus
c) Observasi ukuran kandung kemih

d. Uterus
a) Observasi posisi uterus atau TFU
b) Kaji adanya kontraksi uterus
c) Observasi ukuran kandung kemih
C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri Akut
2. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Trauma Jaringan
3. Gangguan Mobilitas Fisik
D. Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
No.
Kode Diagnosis Kode Kriteria Hasil Kode INTERVENSI
1. 00132 Nyeri Akut 1605 Kontrol Nyeri 1400 Manajemen Nyeri
 Lakukan
Definisi Setelah dilakukan asuhan pengkajian nyeri
Pengalaman sensorik dan keperawatan 3x24 komperehensif
emosional tidak jam, pasien dapat yang meliputi
menyenangkan mengontrol nyeri lokasi,
berkaitan dengan dengan kriteria hasil : karakteristik,
kerusakan jaringan  Mengenali kapan frekuensi dan
aktual atau potensial, nyeri terjadi kualitas,
atau digambarkan  Menggambarkan intensitas serta
sebagai suatu faktor penyebab apa yang
kerusakan  Menggunakan mengurangi nyeri
(International tindakan dan faktor
Association for the pencegahan pemicu.
Study of Pain); awitan  Menggunakan  Berikan
yang tiba-tiba atau tidakan informasi
lambat dengan pengurangan mengenai nyeri,
intensitas ringan (nyeri) tanpa seperti penyebab
hingga berat, dengan analgesik nyeri, berapa
berakhirnya dapat  Menggunakan lama nyeri akan
diantisipasi atau analgesik yang dirasakan, dan
diprediksi dengan direkomendasikan antisipasi dari
durasi dari 3 bulan.  Melaporkan ketidaknyamanan
perubahan terhadap akibat prosedur.
Batasan Karakteristik : gejala nyeri pada  Ajarkan prinsip-
 Perubahan selera professional prinsip
makan kesehatan manajemen nyeri
 Perubahan pada  Melaporkan gejala  Dorong pasien
parameter yang tidak untuk memonitor
fisiologis terkontrol pada nyeri dan
 Diaphoresis professional menangani
 Perilaku distraksi kesehatan nyerinya dengan
 Bunyi nyeri  Mengenali apa tepat.
dengan yang terkait dengan  Dorong pasien
menggunaka gejala nyeri untuk
standar daftar  Melaporkan nyeri menggunakan
periksa nyeri yang terkontrol obat-obatan
untuk pasien yang penurun nyeri
tidak dapat yang adekuat.
mengungkapkanny Tingkat Nyeri  Dukung
a 2102 istirahat/tidur
 Nyeri yang
 Perilaku ekspresif dilaporkan yang adekuat
 Ekspresi wajah  Mengerang dan untuk membantu
nyeri menangis penurunan nyeri.
 Sikap tubuh  Ekspresi nyeri
melindungi area wajah 6040 Terapi Relaksasi
nyeri  Tidak bisa  Gambarkan
 Putus asa beristirahat rasionalisasi dan
 Focus pada diri  Agitasi manfaat relaksasi
sendiri  Iritabilitas serta jenis
 Keluhan tentang  Berkeringat relaksasi yang
intensitas berlebihan tersedia
menggunakan  Kehilangan nafsu (misalnya music,
standar skala nyeri makan meditasi,

 Keluhan tentang bernafas dengan

karakteristik nyeri Tingkat ritme, dan

dengan Ketidaknyamanan relaksasi otot


2109
menggunakan progresif)
 Nyeri
standar instrument  Ciptakan
 Cemas
nyeri lingkungan yang
 Kehilangan
tenang dan tanpa
keyakinan
Faktor yang distraksi dengan
 Meringis
berhubungan : lampu yang redup

 Agen pencedera dan suhu

biologis lingkungan yang

 Agen pencedera nyaman, jika

kimiawi memungkinkan.

 Agen cedera fisik  Dorong pasien


untuk mengambil
posisi yang
nyaman dengan
pakaian yang
longgar dan mata
tertutup.
 Tujukkan dan
praktikkan teknik
relaksasi pada
pasien.
 Dorong pasien
untuk
mengulangkan
praktik teknik
relaksasi, jika
memungkinkan.
 Evaluasi dan
dokumentasikan
respon terhadap
terapi relaksasi.
2. 00085 Risiko Infeksi 0702 Status Imunitas 6550 Perlindungan Infeksi
 Monitor tanda
Definisi Setelah dilakukan dan gejala infeksi
Rentan mengalami invasi asuhan keperawatan sistemik dan local
dan multiplikasi 3x24 jam, risiko  Monitor hasil
organisme patogenik infeksi pada luka angka leukosit
yang dapat pasien dapat diatasi dan hasil lab
mengganggu dengan kriteria hasil : lainnya
kesehatan.  Tidak ada infeksi  Batasi
berulang pengunjung
Faktor Risiko  Tidak ada benjolan  Pertahankan
 Gangguan  Berat badan dalam teknik aseptic
peristalsis rentang yang pada pasien yang
 Gangguan diharapkan beresiko
integritas kulit  Suhu tubuh dalam  Inspeksi kondisi
 Vaksinasi tidak rentang yang luka operasi
adekuat diharapkan  Anjurkan
 Kurang  Kulit utuh peningkatan
pengetahuan untuk  Mukosa utuh mobilitas dan
menghindari  Jumlah WBC latihan dengan
pemanjanan dalam batas tepat
pathogen normal  Ajarkan pasien
 Malnutrisi dan keluarga
 Obesitas tentang tanda-
 Merokok tanda infeksi dan

 Stasis cairan tubuh melaporkan pada


petugas
kesehatan
 Ajarkan pasien
dan keluarga
tentang cara
untuk
menghindari
infeksi

Perawatan Luka
3660  Monitor
karakteristik luka,
termasuk
drainase, warna,
ukuran dan bau
 Pertahankan
teknik balutan
luka steril ketika
melakukan
perawatan luka,
dengan tepat
 Periksa luka
setiap kali
perubahan
balutan
 Bandingkan dan
catat setiap
perubahan luka
 Anjurkan pasien
dan keluarga
pada prosedur
perawatan luka
 Anjurkan pasien
dan keluarga
mengenai tanda
dan gejala infeksi
 Dokumentasikan
lokasi luka,
ukuran dan
tampilan
3. 00085 Gangguan mobilitas
1105 - Penurunan 0221 - Beri pasien
fisik motoric halus. pakaian yang
- Ganguan sikap tidak
berjalan. mengekang.
- Penurunan - Bantu pasien
ketrampilan untuk duduk di
motoric kasar. sisi tempat tidur
- Penurunan rentang di temoat yang
gerak. mudah
- Kesulitan dijangkau.
membolak-balik - Terapkan/
posisi. sediakan alat
- Ketidaknyamanan bantu (tongkat,
melakukan walker, atau
aktivitas lain kursi roda) untuk
sebagai pengganti ambulasi, jika
pergerakan. pasien tidak
- Berjalan dengan stabil.
pelan. - Bantu pasien
- Berjalan dengan dengan ambulasi
kecepatan sedang. awal.
- Berjalan menuruni - Instruksikan
tangga pasien mengenai
- Berjalan dalam pemindahan dan
jarak yang jauh teknik ambulasi
Gangguan sikap yang aman.
berjalan. - Monitor
penggunaan kruk
pasien atau alat
bantu berjalan
lainnya.
Bantu pasien untuk
berdiri dan
ambulasi dengan
jarak tertentu.

E. Implementasi
Implementasi merupakan salah satu bagian dalam proses
keperawatan dengan melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan dan
disesuaikan dengan intervensi atau perencanaan dan perwujudan dari tahap
perencanaan yang telah dibuat tujuannya untuk mencapai tujuan ataupun
kriteria hasil yang telah ditentukan (Sri Wahyuni, 2016). Implementasi yang
dilakukan dalam studi kasus ini seperti mengobservasi status kesehatan anak
dan imunisasi anak, memberikan pendidikan kesehatan untuk
mengembangkan keterampilan pengasuhan, mengajarkan orangtua untuk
menanggapi isyarat bayi. Penulis juga melakukan implementasi dari
intervensi pendukung seperti : mengajarkan ibu cara menyusui,
menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya setiap 2 jam, mengajarkan
orangtua cara memandikan bayi dengan memperhatikan suhu, mengajarkan
orangtua cara perawatan tali pusat, menganjurkan mengganti popok segera
jika basah, dan menganjurkan orangtua untuk menyendawakan bayi setelah
disusui.
F. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap yang paling akhir dalam
proses keperawatan, dimana perawat melakukan penilaian apakah tujuan
ataupun kriteria hasil yang telah ditentukan tercapai atau tidak. Pengisian
format yang dipakai adalah SOAP (Sri Wahyuni, 2016). Capaian yang
diharapkan pada evaluasi ini adalah tingkat pengetahuan ibu primipara
dengan masalah pencapaian peran menjadi orangtua akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilianti, A. (2019). Asuhan Keperawatan Keluarga Ibu Post Partum Pada Ny. F Dan
Ny. S Dengan Masalah Keperawatan Kesiapan Meningkatkan Pemberian ASI Di
Wilayah Kerja Puskesmas Rogotrunan Kabupaten Lumajang
Tri, A. M., & Niken, S. (2019). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Menurunkan
Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesarea. 3(2),
19–25.https://doi.org/10.33655/mak.v3i2.70

Womakal, S. S. (2018). Karya Tulis Ilmiah Studi Kasus Pada Ny.M.T Dengan Post
Partum Normal Di Ruang Flamboyan RSUD. Prof. DR.W.Z. Johannes Kupang

Anda mungkin juga menyukai