Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal progresif ditandai dengan

uremia (urea dan limbah lain yang beredar di dalam darah serta komplikasinya

jika tidak di lakukan dialisis atau transplantasi ginjal). Gagal ginjal kronik (GGK)

merupakan suatu gejala klinis karena penurunan fungsi ginjal yang bersifat

menahun, gagal ginjal juga menyebabkan kematian apabila tidak dilakukan terapi

pengganti, karena kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme

dan elektrolit. (Muttaqin & Sari, 2011).

Pada saat ini, prevalensi penyakit ginjal kronis diberbagai negara

mengalami kenaikan dan menjadi permasalahan kesehatan serius. Hasil temuan

dari studi Global Burden of Disease 2017, pada tahun 2016 penyakit ginjal kronis

merupakan penyebab utama kematian dini ke 16 (Institute for Health Metrics and

Evaluation, 2017). Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2017),

diperkirakan 30 juta orang atau 15% orang dewasa Amerika Serikat memiliki

penyakit ginjal kronis. Prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia mengalami

kenaikan dari 0,2% pada tahun 2013 menjadi 0,38% pada tahun 2018 (Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2018). Prevalensi penyakit ginjal kronis

di Jawa Barat menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2018)

sebesar 0,48% dari sebelumnya 0,3% pada tahun 2013.

Adanya perubahan-perubahan pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisis akan menyebabkan munculnya gangguan psikologis salah

satunya yaitu depresi. Tidak mudah bagi seseorang jika dihadapkan dengan
kenyataan bahwa dirinya harus menjalani terapi hemodialisis selama sisa

hidupnya. Ketidakberdayaan serta kurangnya penerimaan diri pasien menjadi

faktor utama psikologis yang diderita yaitu depresi. Penyakit gagal ginjal kronik

memiliki dampak yang signifikan terhadap aspek psikologis kehidupan pasien,

salah satunya akibat efek samping pengobatan, yaitu imobilitas dan kelelahan

terkait ketidakmampuan untuk bekerja, masalah finansial, disfungsi seksual, takut

mati, serta ketergantungan pada mesin hemodialisis untuk menjalani hidup sangat

mempengaruhi kualitas hidup pasien. Selain itu, perubahan gaya hidup terencana

berhubungan dengan terapi dialisis dan pembatasan asupan makanan serta cairan

menghilangkan semangat hidup pasien. Hal ini dapat menyebabkan tejadinya

depresi. Tanda dan gejala yang menyebabkan depresi yaitu 94% kelelahan, 92%

cemas dengan kemungkinan komplikasi yang akan terjadi, 88% merasa takut

tidak bisa melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit, 78% mengalami gangguan

tidur, 74% mengalami frustasi dengan ketergantungan, 68% merasakan kurang

tertarik, 64% merasa kesal dan 68% merasa ditolak karena keterbatasan fisik

(Agustiningsih, 2018). Dampak dari depresi tidak hanya dirasakan oleh pasien

hemodialisa tetapi juga keluarga pasien terutama pasangan hidup merasakan

kesedihan dan mengalami depresi dengan mudah akibat melihat orang yang

dicintainya menderita, sehingga akan mempengaruhi dukungan serta motivasi

yang akan diberikan kepada pasien, terutama pada pasien yang harus menjalani

terapi hemodialisa yang harus menjalani proses cuci darah seumur hidup,

sehingga banyak terjadi depresi pada pasien dan keluarganya terutama pada

pasangan hidup dan keluarga (Lukman ulhakim & Lismawati, 2017) .

Depresi sendiri dapat menyerang pasien gagal ginjal kronik dari berbagai

jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, lama menjalani hemodialisa serta status

perkawinan. Pada umumnya, pengobatan yang dilakukan di rumah sakit hanya


difokuskan pada pemulihan kondisi fisik tanpa memperhatikan kondisi psikologis

pasien, apabila depresi tidak diobati, dampaknya bisa mengancam jiwa (Trimeilia

S & Rully A, 2019).

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini

adalah “Bagaimana gambaran tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani terapi hemodialisis?”

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis.

D. Manfaat Penelitian

1. Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan informasi

khususnya bagi perawat tentang terkait dengan gambaran tingkat depresi pada

pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa.

2. Manfaat Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pendidikan kesehatan

khususnya STIKES Indramayu umtuk dapat dijadikan sebagai sumber informasi

dan menjadi referensi dalam pengembangan pengetahuan mengenai gambaran

tingkat depresi pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa.

3. Manfaat bagi Peneliti Lain

Peneltian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar utuk

penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan gambaran tingkat depresi pada

pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa.


E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitin ini menggunakan literature review, Artikel

yang menjadi kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah menggunaka metode

deskriftif. Penelitian ini disusun melalui pencarian sumber artiket-artikel yang

sudah dipublikasikan dan dilakukan secara online. Artikel diakses melalui portal

lembaga pengindeks jurnal bereputasi nasional seperti, Google Scholar, portal

garuda, dan neliti.com


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Ginjal Kronis

1. Definisi Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit ginjal kronis dahulu disebut gagal ginjal kronis (Pusat Data dan

Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2017). Penyakit ginjal kronis merupakan

suatu keadaan jaringan fungsi ginjal mengalami penurunan progresif dan

irreversible sehingga ginjal tidak dapat menjaga lingkungan internal tubuh yang

ditandai dengan Glomerular Filtration Rate (GFR) <60 ml/menit/1,73 m2 selama

lebih dari 3 bulan (Black & Hawk, 2014).

Penyakit ginjal kronis adalah kerusakan jaringan ginjal progresif dan

kehilangan fungsi dengan perburukan progresif pada filtrasi glomerulus, sekresi

tubulus, dan reabsorbsi hingga menuju tahap akhir, sehingga ginjal tidak dapat

mengeksresikan sisa metabolik dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

yang adekuat (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2015).

Penyakit ginjal kronis merupakan akibat terminal kerusakan pada jaringan

ginjal (nefron hancur) yang irreversible dan kehilangan fungsi ginjal yang

berlangsung berangsur-angsur, disebabkan oleh penyakit yang progresif cepat

disertai awitan mendadak (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011).

Jadi, penyakit ginjal kronis adalah penyakit yang tidak dapat dipulihkan

karena terjadi kerusakan jaringan ginjal selama lebih dari 3 bulan dan kehilangan

kemampuan dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan kadar filtrasi GFR

<60
ml/menit/1,73 m2 sehingga massa ginjal yang tersisa tidak dapat menjaga

lingkungan internal tubuh.

2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis

Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut National Kidney Foundation

(2016) terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis
% Fungsi
Tahapan Penyakit Ginjal Kronis GFR*
Ginjal
Tahap 1 Kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal normal 90 atau lebih 90-100%
tinggi
Tahap 2 Kerusakan ginjal dengan kehilangan ringan fungsi 89 hingga 60 89-60%
Ginjal
Tahap 3a Kehilangan fungsi ginjal ringan sampai sedang 59 hingga 45 59-45%
Tahap 3b Kehilangan fungsi ginjal sedang sampai berat 44 hingga 30 44-30%
Tahap 4 Kehilangan fungsi ginjal yang parah 29 hingga 15 29-15%
Tahap 5 Gagal ginjal Kurang dari 15 Kurang dari
(Penyakit ginjal stadium akhir) 15%
Nilai GFR memberi informasi tentang berapa banyak fungsi ginjal yang dimiliki. Penyakit ginjal yang
lebih buruk, nilai GFR akan menurun.
Sumber : National Kidney Foundation (2016)

3. Etiologi Penyakit Ginjal Kronis

Menurut Black dan Hawk (2014), penyebab utama penyakit ginjal kronis

adalah diabetes melitus dan penyebab utama kedua adalah hipertensi. Berbagai

penyebab penyakit ginjal kronis menurut (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011)

diantaranya penyakit glomerulus yang kronis seperti glomerulonefritis, infeksi

kronis seperti pielonefritis kronis dan tuberkulosis, anomali kongenital seperti

penyakit ginjal polikistik, penyakit vaskular seperti hipertensi dan nefrosklerosis,

STIKes Indramayu
obstruksi renal seperti batu ginjal, penyakit kolagen seperti lupus eritomatosus,

preparat nefrotoksik seperti aminoglikosid yang lama, dan penyakit endokrin

seperti nefropati diabetik.

4. Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronis

Black dan Hawk (2014) menjelaskan patofisiologi penyakit ginjal kronis

diawali dengan adanya kerusakan nefron yang menyebabkan kehilangan fungsi

ginjal secara bertahap. Hal tersebut menyebabkan penurunan GFR total dan

klirens yang meningkatkan kadar serum nitrogen dan kreatinin. Proses filtrasi

menjadi lebih besar sehingga nefron yang masih dapat berfungsi mengalami

hipertrofi dan ginjal kehilangan kemampuannya untuk mengonsentrasikan urin

yang memadai. Sejumlah besar urin encer dapat keluar untuk terus

mengekskresikan larutan.

Tubulus ginjal secara perlahan kehilangan kemampuannya untuk

menyerap kembali elektrolit, sehingga terjadi poliuri berlebih. Ginjal tidak

mampu mengonsentrasikan urin dan mengatur pengeluaran elektrolit. Pada

akhirnya poliuri berkembang menjadi anuria, dan kehilangan pola pengosongan

diurnal normal. Gagal ginjal terus berkembang, sehingga nefron yang berfungsi

dan GFR mengalami penurunan.

Tubuh kehilangan kemampuan untuk membuang kelebihan air, garam, dan

produk sisa lainnya melalui ginjal. Seluruh fungsi normal ginjal, seperti

pengaturan keseimbangan asam dan basa, pengaturan tekanan darah, sintesis 1,25-

dihidroksikolekalsiferol, biogenesis eritropoetin, degradasi insulin, dan sintesis

prostaglandin menjadi rusak. Pada saat GFR kurang dari 10-20 ml/menit, toksin

STIKes Indramayu
uremia memberikan efek pada tubuh. Jika tidak dilakukan hemodialisis atau

transplantasi maka akan terjadi uremia dan kematian.

5. Manifestasi Penyakit Ginjal Kronis

Menurut Black dan Hawk (2014), manifestasi klinis pada stadium awal

ginjal bergantung pada proses dan faktor-faktor yang berkontribusi. Berikut

adalah manifestasi berdasarkan stadium:

a. Stadium 1, klien biasanya memiliki tekanan darah normal, hasil tes

laboratorium tidak ada kelainan, dan tidak ada manifestasi klinis.

b. Stadium 2, umumnya asimptomatik, tetapi mungkin mengalami

hipertensi, dan hasil tes laboratorium ada kelainan.

c. Stadium 3, biasanya masih asimptomatik, tetapi nilai laboratorium

menunjukan kelainan dibeberapa sistem organ, dan sering ada terdapat hipertensi.

d. Stadium 4, klien mulai mengalami manifestasi klinis terkait dengan

penyakit ginjal kronis seperti kelelahan dan nafsu makan yang buruk.

e. Stadium 5, sesak napas berat menjadi manifestasi klinis penyakit

ginjal stadium akhir.

LeMone, Burke, dan Bauldoff (2015) menjelaskan penyakit ginjal kronis

seringkali tidak teridentifikasi sampai tahap uremik. Uremia merupakan sindrom

atau kumpulan gejala yang berhubungan dengan penyakit ginjal tahap akhir.

Berikut efek uremia diantaranya:

a. Manifestasi awal uremia sering keliru dianggap sebagai infeksi virus

atau influenza yaitu meliputi mual, apatis, kelemahan, dan keletihan.

STIKes Indramayu
b. Pada kardiovaskular diantaranya hipertensi, edema, penyakit jantung

koroner, dan disritmia.

c. Pada hematologi diantaranya anemia dan gangguan pembekuan.

d. Pada respiratorik diantaranya edema paru, pleuritis, dan pernapasan

kussmaul.

e. Pada integumen diantaranya pucat, warna kulit uremik (kuning-hijau),

kulit kering, turgor buruk, pruritus, ekimosis, dan bekuan uremik.

f. Pada gastrointestinal diantaranya anoreksia, mual dan muntah,

gastroenteritis, cegukan, nyeri perut, dan fetor uremik.

g. Pada urinarius diantaranya proteinuria, hematuria, berat jenis tetap,

nokturia, oliguria, dan anuria.

h. Pada endokrin diantaranya hiperparatiroidisme dan intoleransi glukosa.

i. Pada muskuloskeletal diantaranya osteodistrofi, nyeri tulang, dan

fraktur spontan.

j. Pada neurologis diantaranya apatis, letargi, sakit kepala, kerusakan

kognisi, insomnia, rest leg syndrome, gangguan berjalan, dan parestesia.

k. Pada reproduksi diantaranya amenorea (wanita) dan impotensi (pria).

l. Pada sistem imun penurunan hitung leukosit dan peningkatan

kerentanan terhadap infeksi.

m. Proses metabolik diantaranya azotemia, hipekalemia, hiperfosfatemia,

hipokalsemia, hipermagnesia, asidosis, hiperlipidemia, hiperurisemia, dan

malnutrisi.

STIKes Indramayu
6. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronis

Menurut Kowalak, Welsh, dan Mayer (2011), komplikasi gagal kronis

yang mungkin terjadi meliputi anemia, neuropati perifer, komplikasi

kardiopulmoner, komplikasi gastointestinal, disfungsi seksual, defek skeletal,

parastesia, disfungsi saraf motorik seperti foot drop dan paralisis flasid, fraktur

patologis.

7. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Ginjal Kronis

Menurut Kowalak, Welsh, dan Mayer (2011), pemeriksaan penunjang

yang dapat membantu penegakan diagnosis penyakit ginjal kronis meliputi:

a. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah menunjukan penurunan Power of Hydrogen (pH)

darah arteri, rendahnya nilai hematokrit, defek trombosit, pemedekan usia

eritrosit, trombositopenia ringan, peningkatan kadar sekresi aldosteron,

hiperglikemia, hipertrigliseridemia dan rendahnya kadar High Density Lipoprotein

(HDL), peningkatan kadar ureum, kreatinin, natrium dan kalium.

b. Urinalisis

Hasil urinalisis menunjukan proteinuria, glikosuria, eritrosit, leukosit, atau

kristal yang bergantung pada penyebab, dan berat jenis urin tetap pada nilai 1,010.

c. Pemeriksaan lain

Pada foto rontgen Blass Nier Oversich (BNO), urografi ekskretori,

nefrotomografi, Computed Tomography (CT) scan renal atau arteriografi renal

terlihat penurunan ukuran ginjal.

STIKes Indramayu
8. Penatalaksaan Penyakit Ginjal Kronis

a. Medikasi

Pengobatan pada penyakit ginjal kronis meliputi pemberian obat golongan

loop diuretics seperti furosemide untuk mempertahankan keseimbangan cairan,

obat golongan glikosid kardiak seperti digoksin untuk memobilisasi cairan yang

menyebabkan edema, pemberian kalsium karbonat (Caltrate) atau kalsium asetat

untuk mengatasi osteodistrofi renal, obat-obat antihipertensi untuk mengontrol

tekanan darah dan edema, obat-obat antiemetik untuk mengendalikan mual dan

muntah.

Pemberian obat famotidin atau ranitidin untuk mengurangi iritasi lambung,

metilselulosa atau dokusat untuk mencegah konstipasi, pemberian suplemen besi

dan folat atau transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia. Pemberian

eritropoeitin sintesis untuk menstimulasi sumsum tulang untuk memproduksi sel

darah merah, pemberian obat antipruritus seperti trimeprazin atau difenhidramin

untuk mengurangi rasa gatal, pemberian gel alumunium hidroksida untuk

mengurangi kadar fosfat serum, pemberian asam amino esensial dan suplemen

vitamin B dan D, pemberian peroral atau rektal preparat resin penukar kation,

seperti sodium polisitren sulfonat (Kayexalate) dan penyuntikan IV kalsium

glukonat, natrium bikarbonat, dextrose 50% dan regular insulin untuk membalikan

keadaan hiperkalemia (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011).

b. Penatalaksanaan nutrisi dan cairan

Menurut LeMone, Burke, dan Bauldoff (2015), modifikasi diet dapat

memperlambat perkembangan kerusakan nefron, menurunkan gejala uremia, dan

STIKes Indramayu
membantu mencegah komplikasi. Asupan protein harian 0,6 g/kg berat badan

tubuh atau sekitar 40 g/hari yang memiliki nilai biologis tinggi, kaya asam amino

esensial, dapat memberikan asam amino yang dibutuhkan untuk perbaikan

jaringan. Asupan karbohidrat ditingkatkan untuk mempertahankan kebutuhan

energi dan memberikan sekitar 35 kkal/kg per hari.

Pengaturan asupan air dan natrium untuk mempertahankan volume cairan

ekstraselular pada kadar normal. Asupan air 1-2 liter per hari biasanya dianjurkan

untuk mempertahankan keseimbangan air. Pada awalnya natrium dibatasi hingga

2 gram per hari. Pada saat gagal ginjal memburuk dilakukan pembatasan air dan

natrium yang lebih ketat. Pada stadium 4 dan 5, asupan kalium dibatasi sampai

kurang dari 60 hingga 70 mEq/L dan fosfor dibatasi.

c. Terapi penganti ginjal

Terapi penganti ginjal menurut LeMone, Burke, dan Bauldoff (2015) terdiri

dari:

1) Dialisis

Dialisis adalah terapi yang mengatasi gejala penyakit ginjal kronis tahap

akhir, namun tidak menyembuhkannya. Dialisis terdiri dari hemodialisis dan

dialisis peritoneal. Dialisis peritoneal terdiri dari Continuous Ambulatory

Peritoneal Dialysis (CAPD) dan Continuous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD).

Dialisis dapat mempertahankan hidup pada klien yang bukan kandidat

transplantasi ginjal atau pernah gagal transplantasi ginjal. Pilihan dialisis dapat

dipertimbangkan melalui hal-hal yang berkaitan dengan keinginan dan

kemampuan untuk melakukan perawatan dirumah, pekerjaan, dan ketersediaan

pusat dialisis.

STIKes Indramayu
2) Transplantasi Ginjal

Transplantasi organ ginjal, pencocokkan jaringan, dan identifikasi donor

hidup potensial yang masih saudara dapat dilakukan sebelum awitan penyakit

ginjal kronis tahap akhir.

B. Hemodialisis

1. Definisi Hemodialisis

Hemodialisis merupakan suatu metode terapi dialisis yang digunakan

untuk mengeliminasi cairan dan produk limbah dari dalam tubuh menggunakan

sebuah mesin ginjal buatan yang terdapat membran penyaring semipermeabel

(Muttaqin & Sari, 2011).

Hemodialisis adalah proses yang digunakan bagi klien dengan gagal ginjal

akut, penyakit ginjal kronis, dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit melalui

proses mengalihkan darah klien yang mengandung toksin ke dialiser untuk

dibersihkan, lalu dikembalikan ke klien (Black & Hawk, 2014).

Hemodialisis adalah terapi yang digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa

metabolisme atau racun dari peredaran darah meliputi air, natrium, kalium,

hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui suatu membran semi

permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana

terjadi proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi (Rendi & TH, 2012).

Jadi, hemodialisis adalah terapi penganti ginjal, dimana proses kerjanya

dengan mengalirkan darah dari klien ke mesin hemodialisis untuk mengeliminasi

STIKes Indramayu
kelebihan cairan dan dibersihkan dari zat sisa metabolisme dan racun

melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi lalu dikembalikan ke klien.

2. Prinsip Hemodialisis

Prinsip dasar hemodialisis yaitu difusi solut dan air dari plasma ke larutan

dialisat sebagai respon pada perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu (Nuari &

Widayati, 2017).

Hemodialisis menggunakan prinsip difusi dan ultrafitrasi untuk membuang

elektrolit, produk sisa, dan kelebihan air dari tubuh (LeMone, Burke, & Bauldoff,

2015). Wijaya dan Putri (2013) menjelaskan prinsip-prinsip hemodialisis sebagai

berikut:

a. Difusi

Pergeseran partikel-partikel dari daerah yang memiliki konsentrasi

tinggi ke konsentrasi rendah oleh suatu tenaga yang ditimbulkan

karena adanya perbedaan konsentrasi zat terlarut dikedua sisi

membran dialisis. Pada proses hemodialisis menyebabkan terjadinya

pergeseran urea, kreatinin, dan asam urat dari darah klien ke larutan

dialisat.

b. Osmosis

Pergeseran cairan melalui membran semipermeabel dari daerah

dengan kadar partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar partikel

lebih tinggi. Pada proses hemodialisis menyebabkan terjadinya

pergeseran cairan dari klien.

c. Ultrafiltrasi

Pergeseran cairan lewat membran semi permeabel sebagai dampak

STIKes Indramayu
bertambahnya tekanan yang dideviasikan secara buatan. Nuari dan

Widayati (2017) menjelaskan ultrafiltrasi adalah pemindahan sebagian

besar volume cairan, dengan tekanan hidrostatik menyebabkan aliran

yang besar dari air plasma melalui membran.

3. Komplikasi hemodialisis

Menurut Ozkan dan Ulusoy (2011), komplikasi hemodialisis meliputi:

a. Mual dan Muntah

b. Komplikasi yang berhubungan dengan perlengkapan hemodialisis

diantaranya berhubungan dengan perlalatan hemodialisis, membran,

sistem air,dan akses vaskular.

c. Komplikasi kardiovaskular diantaranya hipotensi, hipertensi, aritmia,

efusi perikardial, sudden death, dan nyeri dada.

d. Komplikasi neurologis diantaranya sindrom disequilibrium, kejadian

serebrovaskular, perubahan kesadaran, kejang, dan gemetar.

e. Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan terapi

antikoagulan diantaranya trombositopenia yang berhubungan dengan

heparin, dan pendarahan diathesis.

f. Ketidaknormalan elektrolit.

g. Komplikasi hematologi

4. Dampak psikologis dari hemodialisis

Dampak hemodialisis antara adalah menimbulkan ketidaknyamanan,

menurunnya kualitas hidup meliputi kesehatan fisik, psikologis, spiritual, status

sosial ekonomi dan dinamika keluarga. Dampak psikologis dari hemodialisis

sangat kompleks dan akan mempengaruhi kesehatan fisik, sosial maupun

spiritual. Dampak psikologis ditandai dengan rasa putus asa, malu, merasa

STIKes Indramayu
bersalah, cemas, stres, dan depresi.

Farida menyatakan bahwa semakin tinggi kejadian cemas dan depresi

maka kualitas hidup hidup semakin rendah.

STIKes Indramayu
C. Depresi

1. Pengertian depresi

Depresi adalah suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

dengan alam perasaan dan gejala penyerta, termasuk perubahan pada pola tidur

dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak

berdaya serta keinginanan untuk bunuh diri (Made,2010)

Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh

hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.

Depresi adalah kondisi yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu

atau beberapa aminergik neurotransmitter (noradrenalin, serotonin, dopamine)

pada sinaps neuron di susunan saraf pusat terutama sistem limbic.

(Lumbatobing, 2011)

2. Penyebab Depresi

Penyebab depresi secara umum meliputi :

a. Faktor predisposisi:

1) Faktor genetik, dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif seseorang

melalui riwayat keluarga dan keturunan.

2) Teori agresi menyerang ke dalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi karena

perasaan marah yang ditujukkan kepada diri sendiri.

3) Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri yang negatif

dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang

terhadap stressor.

4) Model kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah kognitif yang

didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri seseorang, dunia

seseorang dan masa depan seseorang.

STIKes Indramayu
5) Model ketidakberdayaan yang dipelajari menunjukkan bahwa bukan semata-

mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak

mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya sehingga

mengulang respon yang tidak adaptif.

6) Model perilaku, berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang

beranggapan bahwa penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan postif

dalam berinteraksi dengan lingkungan.

7) Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama

depresi termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekresi

kortisol dan variasi periodik dalam irama biologis.

STIKes Indramayu
b. Stressor pencetus Sumber utama stressor pencetus yang dapat

mencetuskan perasaan depresi ada 4 yaitu:

1) Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan termasuk kehilangan

cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. Karena elemen

aktual atau simbolik melibatkan konsep kehilangan maka persepsi seseorang

yang mengalami depresi merupakan hal yang sangat penting.

2) Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering dilaporkan sebagai

pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap masalah-

masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.

3) Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi perkembangan

depresi terutama pada wanita.

4) Perubahan fisilogik yang diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai

penyakit fisik seperti infeksi dan gangguan kesimbangan metabolik dapat

mencetuskan gangguan alam perasaan.

3. Tanda dan gejala depresi

Pasien yang mengalami gangguan depresi tidak selalu memiliki gejala

yang sama satu dengan yang lain. Setiap individu memiliki frekuensi, durasi

dan beratnya gejala depresi yang bervariasi. Beberapa tanda gejala depresi

yang dialami pasien antara lain:

a. Gambaran emosi:

1) Mood depresi, sedih atau murung

2) Iritabilitas dan ansietas

3) Ikatan emosi berkurang


4) Menarik diri dari hubungan interpersonal

5) Preokupasi dengan kematian

6) Ide-ide bunuh diri atau keinginan untuk bunuh diri.

b. Gambaran kognitif

1) Kritik keras pada diri sendiri, perasaan tak berharga, rasa bersalah

2) Pesimis, tidak ada harapan, putus asa

3) Bingung, konsentrasi buruk

4) Tak pasti dan ragu-ragu


5) Keluhan somatik
6) Gangguan memori
7) Ide-ide mirip waham
c. Gambaran vegetatif
1) Lesu dan tak bertenaga
2) Tidak bisa tidur atau banyak tidur
3) Tidak mau makan atau banyak makan
4) Penurunan berat badan atau penambahan berat badan
5) Libido terganggu

4. Tingkatan depresi

Depresi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu depresi

ringan, depresi sedang, depresi berat. Perbedaan tiap tingkatan adalah

sebagai berikut:

a. Depresi ringan (Mild Depression/ Minor Depression)

Depresi ringan adalah depresi yang ditandai dengan adanya rasa sedih,

perubahan proses berfikir, hubungan sosial kurang baik, tidak bersemangat,

dan merasa tidak nyaman. Pada depresi ringan, mood yang rendah datang

STIKes Indramayu
dan pergi serta penyakit datang setelah kejadian stressful yang spesifik.

b. Depresi sedang (Moderat Depression)

Tanda dan gejala depresi sedang antara lain:

1) Gangguan afektif, yaitu perasaan murung, cemas, kesal, marah, menangis

rasa bermusuhan, dan harga diri rendah.

2) Proses berpikir: perhatian sempit, berfikir lambat, ragu-ragu, konsentrasi

menurun, berpikir rumit, dan putus asa serta pesimis.

3) Sensasi somatik dan aktivitas motorik: bergerak lamban, tugas terasa berat,

tubuh lemah, sakit kepala, sakit dada, mual muntah, konstipasi, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, dan gangguan tidur.

4) Pola komunikasi: bicara lambat, komunikasi verbal menjadi berkurang, dan

komunikasi non verbal meningkat.

5) Partisipasi sosial: seseorang menjadi menarik diri, tidak mau bekerja, mudah

tersinggung, bermusushan, dan tidak memperhatikan kebersihan diri.

c. Depresi berat (Mayor Depressive Disorder)

Depresi berat, individu akan mengalami gangguan dalam bekerja, tidur,

makan, dan hal yang menyenangkan. Depresi berat mempunyai dua episode

yang berlawanan yaitu melankolis (rasa sedih) dan manis (rasa gembira

yang berlebihan disertai dengan gerakan hiperaktif).

Tanda dan gejala depresi berat:

1) Gangguan afektif: pandangan kosong, perasaan hampa, murung, putus asa

dan inisiatif kurang.

2) Gangguan proses pikir: halusinasi, waham, konsentrasi berkurang, dan

STIKes Indramayu
pikiran merusak diri.

3) Sensasi somatik dan aktivitas motorik: diam dalam waktu lama, tiba-tiba

hiperaktif, bergerak tanpa tujuan, kurangnya perawatan diri, tidak mau

makan dan minum, berat badan menurun, bangun pagi sekali dengan

perasaan tidak enak, dan tugas ringan terasa berat.

4) Pola komunikasi: introvert dan tidak ada komunikasi verbal sama sekali.

5) Partisipasi sosial: kesulitan menjalankan peran sosial dan menarik diri.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi

Faktor-faktor yang mempengaruhi depresi pada seseorang, antara lain:

a. Faktor demografi

1) Usia

Usia merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat depresi

seseorang. Berdasarkan teori Hurlock, depresi sering dialami oleh kelompok

usia dewasa tengah (41-60 tahun). Kemudian diikuti oleh kelompok usia

dewasa akhir (61-70 tahun), dan kelompok usia dewasa muda (18-40 tahun).

Hal ini disebabkan pada usia dewasa tengah, seseorang mempunyai beban

yang cukup berat, seperti beban pekerjaan dan mengurus keluarga.

2) Jenis

Jenis kelamin akan mempengaruhi kebiasaan seseorang. Angka kejadian

depresi pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini dikarenakan ada

kaitannya dengan perubahan hormonal yang lebih menonjol pada

perempuan dan tanggung jawab perempuan dalam kehidupan sehari-hari

cukup berat, seperti 38 mengurus rumah tangga, mengurus anak dan banyak

STIKes Indramayu
wanita yang bekerja di luar rumah.

3) Status sosial ekonomi

Seseorang dengan status sosioekonomi yang lebih rendah memiliki risiko

yang lebih besar dibandingkan dengan mereka dengan status sosioekonomi

yang lebih baik. Hal ini dikarenakan seseorang dengan status ekonomi yang

lebih rendah akan menyebabkan kebutuhan gizi yang kurang sehingga

mudah terkena depresi.

4) Status pernikahan

Pernikahan membawa manfaat yang baik bagi kesehatan mental laki-laki

dan perempuan. Pernikahan tidak hanya mempererat hubungan asmara

antara laki-laki dan perempuan, juga bertujuan untuk mengurangi risiko

mengalami gangguan psikologis. Bagi pasangan suami istri yang gagal

membina hubungan pernikahan atau ditinggalkan pasangan karena

meninggal dapat memicu terjadinya depresi.

b. Dukungan sosial

Dukungan sosial seperti perhatian dan motivasi dibutuhkan oleh pasien

untuk memperoleh ketenangan. Semakin tinggi frekuensi hubungan dan

kontak sosial, maka semakin panjang harapan hidup seseorang.

c. Pengaruh genetik

Twin studies (studi orang kembar) menunjukkan bahwa gen berhubungan

dengan gangguan suasana atau perasaan. Frekuensi kembar identik (dengan

gen identik) yang memiliki gangguan dibandingkan dengan kembar

fraternal yang hanya memiliki 50% gen identik. Apabila salah satu pasangan

STIKes Indramayu
kembar mengalami depresi berat, maka 59% pasangan kembar identik dan

30% pasangan kembar fraternal mengalami gangguan suasana atau

perasaan.

d. Peristiwa/kehidupan stres

Stres dan trauma merupakan faktor yang mempengaruhi semua gangguan

psikologis, salah satunya depresi. Sebagaian besar masyarakat yang

mengalami stres berat, kehilangan pekerjaan, dan bercerai akan mengalami

depresi.

e. Kekurangan hormon

Depresi dapat terjadi karena seseorang yang mengalami kekurangan hormon

pada tubuh. Hormon neurotransmitter serotonin, norepinephrine, dan

dopamine dapat menyebabkan terjadinya depresi. Hal ini dikarenakan

hormon tersebut berperan penting untuk mengendalikan otak dan aktivitas

tubuh. Selain itu, kejadian stres dapat mengakibatkan respon imunitas atau

kekebalan tubuh menurun.

6. Dampak depresi

Dampak depresi pada pasien gagal ginjal antara lain:

a. Tingkat kesehatan menurun

Pasien depresi akan mengalami gangguan tidur (insomnia), gangguan pola

makan (tidak selera makan), gangguan dalam berhubungan dengan orang

lain (mudah tersinggung dan menjauhkan diri dari lingkungan sekitar), dan

tidak dapat berkonsentrasi dalam pekerjaan. Selain itu, pasien penyakit

ginjal kronik yang diharuskan menjalani hemodialisis rutin akan mengalami

STIKes Indramayu
kebosanan sehingga menjadi tidak kooperatif dalam pengobatan dan

hemodialisis. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kesehatan pasien

dan akan menurunkan kualitas hidup pasien.

b. Keadaan ekonomi menurun

Pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik harus menjalani hemodialisi

rutin seumur hidupnya, sedangkan setiap kali proses hemodialisis pasien

harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Hal ini akan mengakibatkan

keadaan ekonomi keluarga akan mengalami penurunan.

c. Percobaan bunuh diri

Dampak depresi pada pasien penyakit ginjal kronik adalah percobaan bunuh

diri. Perubahan fisik pada pasien penyakit ginjal seperti perubahan warna

kulit, pembengkakkan pada area tubuh menimbulkan rasa malu, rendah diri

sehingga pasien akan cenderung menyendiri dan kurang bersosialisasi

dengan orang lain. Keadaan ini akan memperburuk psikologis pasien karena

akan merasa kesepian dan ketidakberdayaan dan pada akhirnya pasien akan

mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Tindakan bunuh diri tersebut

merupakan keputusan terakhir seseorang untuk memecahkan masalah.

d. Perilaku merusak

Perilaku merusak yang diakibatkan oleh depresi antara lain:

1) Agresivitas dan kekerasan

Seseorang yang mengalami depresi, perilaku yang ditimbulkan tidak hanya

berbentuk kesedihan tetapi juga mudah tersinggung dan agresif.

2) Penggunaan alkohol dan obat terlarang

STIKes Indramayu
Penggunaan alkohol dan obat terlarang merupakan cara untuk mencari

pelepasan sementara dari keadaan yang tidak menyenangkan yang sedang

dialaminya.

3) Perilaku merokok

Seseorang yang mengalami depresi akan melampiaskan diri dengan

merokok. Banyak yang beranggapan merokok dapat meredakan stress untuk

sementara sehingga perilaku merokok akan bertambah.

D. Kerangka teori

Penderita penyakit
ginjal kronik (PGK)
yang menjalani terapi

STIKes Indramayu
BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah abstraksi dari

suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk

suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara variabel,

baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti.

(Nursalam, 2013). Penelitian ini menggambarkan tentang

tingkat depresi pada penderita gagal ginjal kronik yang

menjalani.

Input Output

Pasien Hemodialisa

Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

STIKes Indramayu
B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)

itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi

oleh orang lain (Nursalam, 2013).

Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel

No. Variabel Definisi Operasional

1. Tingkat Depresi pada Tingkat Depresi pada pasien Hemodialisis

pasien HD adalah suatu masa terganggunya fungsi manusia

yang berkaitan dengan alam perasaan dan gejala

penyerta, termasuk perubahan pada pola tidur

dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,

kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya serta

keinginanan untuk bunuh diri yang sedang

menjalani proses mengalihkan darah klien yang

mengandung toksin ke dialiser untuk

dibersihkan, lalu dikembalikan ke klien.

STIKes Indramayu
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Literature review,

“the method used is Literature review, literature review is a method that is

systematic, explicit, and can be reproduced to identify, evaluate, and synthesize

papers that have been complited be researchers” artinya literature review adalah

metode yang sistematis eksplisit, dan dapat diproduksi ulang untuk

mengisentifikasi, mengevaluasi, dan mesintesis karya tulis yang telah selesai

dilakukan peneliti (Jesson.J.K, Matheson.L, dan Lacey.F.M, 2011).

Jenis literature review pada penelitian ini menggunakan sistemati Literatur

Riview (SLR). SLR adalah metode literature review yang mengidentifikasi,

menilai, dan menginterpretasi seluruh temuan-temuan pada suatu penelitia, untuk

menjawab pertanyaan penelitian (research question) yang telah ditetapkan

sebelumnya (Kitchenham& Charters, 2007). SLR dilakukan secara sistematis

dengan mengikuti tahapan dan protocol yang memungkinkan proses literature

review terhindar dari bias dan pemahaman yang bersifat subyektif dari

penelitianya.

STIKes Indramayu
B. Sumber Artikel

Sumber artikel dalam penyusunan Literature review ini disusun melalui

penelusuran artikel penelitian yang sudah terpublikasi. Penelusuran dilakukan

dengan menggunakan Google schoolar, dengan memasukan keyword yaitu,

Tingkat Depresi, Hemodialisa, Gagal Ginjal Kronik. Kemaudian dilakukan

pencarian dengan mengklik “artikel terkait” apabiila sudah ditemukan artikel

terkait kemudian penulis membaca dengan cermat apakah artikel tersebut

memenuhi kriteria untuk kejadian literature review atau tidak.

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Tahun Penerbitan

Artikel yang direview adalah dalam rentang terbitan dari tahun 2011

sampai dengan tahun 2021.

2. Metode

Jenis penelitian yang diambil dalam penelusuran

artikel penelitian ini adalah Deskriptif Kuantitatif, Cross

Sectional

3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian yang dimasukan dalam artikel yang terseleksi

STIKes Indramayu
adalah masyarakat dan besar sampel minimal 30 responden.

Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
Pencarian Literatur
Databased: Google scholar, Portal garuda, DOAJ, Hindawi Publishing, Sinta dan Penelusuran daftar
referensi.
Batasan Pencarian: Batasan tahun 2010-2020, berbahasa Indonesia atau Inggris, responden minimal
30 orang.
Hasil Pencarian: n = 58
*Google Scholar (n = 19), Yahoo Search (n = 9), Garuda (n = 3), Researcher Gate (n = 8), Microsoft
Academic (n = 6), ScienceOpen (n = 1), OALib Journal (n = 3), Sinta (n = 1), Perpusnas (n = 1),
Repositori Universitas Muhammadiyah Purwokerto (n = 2), Repository STIKes Muhammadiyah
Tabel
Gombong (n = 2), Repositori Universitas Jember (n = 2), dan 4.1
penelusuran daftar referensi (n = 1).

Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian

Kriteria Inklusi
Jangka waktu Rentang waktu terbitan jurnal maksimal 10 tahun (2011
s.d 2021)
Tema isi judul Gambaran Tingkat Depresi pada Pasien Gagal Ginjal
yang Menjalani Hemodialisa
Bahasa Bahasa Indonesia
Populasi Pasien GGK yang menjalani Hemodialisa
Jenis jurnal Original artikel penelitian (bukuan review penelitian)
Dalam bentuk full text
Variabel Tingkat Depresi
Besar sampel Minimal 30 responden
Tipe Studi Deskriptif kuantitatif, cross sectional

4. Kriteria Ekslusi

Artikel atau penelitian terbitan lebih dari 10 tahun.

Apabila artikel yang sudah dibaca memenuhi kriteria maka

artikel tersebut diunduh dan disimpan pada folder untuk

dipilih kembali menjadi 10 jurnal terbaik. Pencarian

diakses full text dalam format pdf. Apabila artikel yang

STIKes Indramayu
sudah dibaca memenuhi kriteria, maka artikel tersebut

disimpan pada folder untuk dijadikan sebagai literature

dalam penulisan literature review.

D. Prosedur Pencarian dan Seleksi Artikel

Prosedur pencarian dan seleksi artikel pada penelitian ini menggunakan

Preferred Reporting Items for Systematic Reviews&Meta-analyses (PRISMA).

Website:www.prisma-statement.org menjelaskan prima adalah serangkaian item

minimum berbasis bukti untuk pelaporan dalam tinjauan sistematis dan meta-

analisis yang berfokus pada cara-cara dimana penulis dapat memastikan pelaporan

yang transparan dan lengkap dari jenis penelitian ini. PRISMA terdiri dari 4

tahap diagram alir yang menjelaskan dari proses identification, screening,

eligibility, dan included.

Tahap pertama adalah identification yaitu dengan

melakukan pencarian artikel yang bersumber dari

databased, Google scholar. Penulis memasukan keywords

setiap variabel yang dipilih, kemudian dilakukan pencarian

dengan mengklik “artikel terkait”. Ditemukan artikel

terkait dari Google Schoolar sebanyak 20 artikel. Tahap

kedua adalah screening artikel batasan yang ditetapkan

pada proses pencarian yaitu rentang tahun publikasi artikel

STIKes Indramayu
penelitian 2011-2021, artikel menggunakan bahasa

Indonesia, responden yang berpartisipasi minimal 30

orang. Hasil pencarian artikel pada tahap identification

ditemukan sebanyak 20 artikel. Kemudia screnning

berdasarkan judul dan abstrak. Pada tahap ini sehingga

tersisa 15 artikel.

Selanjutnya, tahap ketiga adalah eligibility yaitu

menilai kelayakan artikel. Dari 15 artikel, sebanyak 5

artikel dikeluarkan karena sebanyak 2 artikel tidak lengkap

dan 3 artikel hasil penelitianya tidak mendukung untuk

dibahas pada penelitian ini, dan didapatkan 10 artikel yang

dilakukan analisis. Pencarian jurnal dan penelusuran

artikel pada literature review ini dapat digambarkan pada

gambar 4.1 sebagai berikut:

Ide
ntif
ica
Pencarian
tio artikel sesuai kata kunci
Databased:
n Google scholar.
Hasil Pencarian artikel terkait:
*Google Schoolar (n = 20)

Scr
een Publikasi artikel dari 2011 s.d 2021, berbahasa indonesia, responden minimal 30
ing orang
*Google Schoolar (n = 20)

Elig Artikel dikeluarkan (n = 2)


ibiliArtikel disaring berdasarkan judul *Variabel tidak relavan (n = 3)
ty dan abstrak (n = 15)

STIKes Indramayu
Artikel teks lengkap dinilai untuk
kelayakannya (n = 10)
E. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada

bulan April - Juli 2021. Adapun rincian kegiatan sebagai

berikut :

Tabel 4.2
Waktu Pelaksanaan Kegiatan Literature Review

No Kegiatan April Mei Juni Juli


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Membuat
skripsi
literature
review

STIKes Indramayu
2. Mencari artikel
sesuai dengan
variabel
3. Seminar
skripsi
literature
review
4. Mengolah dan
menganalisis
10 jurnal
terpilih
5. Membuat
laporan hasil
literature
review
6. Seminar hasil
literature
review

DAFTAR PUSTAKA

Black, J., & Hawk, J. H. (2014). Keperawatan medikal bedah: Manajemen


klinis untuk hasil yang diharapkan (Ed 8). Singapura: Elsevier

Dr.I.Made WS, ed. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri


Klinis. Jilid 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 2010.

Kowalak, J., Welsh, W., & Mayer, B. (2011). Buku ajar patofisiologi.
Jakarta: EGC.

LeMone, P., Burke, K., & Bauldoff, G. (2015). Buku ajar keperawatan
medikal bedah (Ed 5), Vol 3. Jakarta: EGC.

STIKes Indramayu
Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik Dan Mental.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan keperawatan gangguan sistem


perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

National Kidney Foundation. (2016). Kidney disease can be treated.


Retrieved from http://www.kidney.org.

Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada sistem perkemihan dan
penatalaksanaan keperawatan. Yogyakarta: Deepublish

Ozkan, G., & Ulusoy, Ş. (2011). Acute complication of hemodialysis,


technical problem in patients on hemodialysis, Prof. Maria Goretti
Penido (Ed.), ISBN: 978-953-307-403-0. InTech. Retrieved from
http://www.intechopen.com/book/technical-problem-in-patient-
onhemodialysis/acute-complication-of-hemodialysis.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (2017). Situasi penyakit
ginjal kronis. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Rendi, M. C., & TH, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah dan
penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan medikal bedah.


Yogyakarta: Nuha Medika.

STIKes Indramayu
STIKes Indramayu

Anda mungkin juga menyukai