Anda di halaman 1dari 31

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

GAGAL GINJAL KRONIK

Disusun Oleh:

Ayu Oktaviani /20161660066

Hana Irma Ainun Yasin / 20171660050

Zumrotun Nisa’ / 20171660052

Rafi Adrian / 20171660110

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syujur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya kami dapat
menyelesaikan tugas Makalah Gagal Ginjal Kronis dengan baik dan lancar. Dalam rangka
melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2. Penulisan Makalah ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas kelompok yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 2 yaitu Bapak Septian Galuh W., S.Kep.,Ns

Makalah Gagal Ginjal Kronis ini disajikan dalam konsep dan bahasa yang sederhana
sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah ini .Dengan makalah ini
diharapkan pembaca dapat memahami Makalah Gagal Ginjal Kronis dengan benar.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik
berupa ide-ide maupun yang terlibat langsung dalam pembuatan makalah ini.Kami juga berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua untuk dijadikan penunjang dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 2.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan atau kekurangan kami
mohon maaf.Kritik dan saran sangat terbuka supaya laporan ini dapat diperbaiki dan menjadi
lebih baik lagi untuk berikutnya.

Surabaya, 7 Maret 2019


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


1.2 Tujuan
1.3 Manfaat

BAB 2 STUDI LITERATUR


2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Klasifikasi
2.4 Patofisiologi
2.5 Manifestasi klinis
2.6 Pemeriksaan diagnostik
2.7 Penatalaksanaan
2.8 Prognosis
2.9 Web Of Caution

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Intervensi
3.4 Pendidikan kesehatan terpilih (SAP dan leaflet)

BAB 4 ANALISA ARTIKEL JURNAL

BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan
5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak mampu utnuk
menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya utnuk mempertahankan homeostasis (Lukman
et al,.2013). Gagal Ginjal Kronis secara progresif kehilangan fungsi ginjal nefronnya satu
persatu yang secara bertahap menurunkan keseluruha fungsi ginjal (Sjamsuhidajat & Jong, 2011)
Setiap tahun penderita penyakit gagal ginjal meningkat, di Amerika Serikat pada tahun 2002
sebanyak 34.500 penderita, tahun 2007 ada 80.000 penderita, dan tahun 2010 mengalami
peningkatan yaitu 2 juta orang yang menderita penyakit ginjal. Sedangkan di Indonesia menurut
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia jumlah yang menderita penyakit gagl ginjal kronis
sekitar 50 orang per satu juta penduduk (Lukman et al., 2013). Data Dinkes Jawa tengah (2008)
babhwa angka kejadian kasus gagal ginjal di Jawa Tengah yang paling tinggi adalah kota
Surakarta dengan 1497 kasus (25,22 %) dan di posisi kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu
742 kasus (12,50 %).
Tindakan medis yang dilakukan penderita penyakit gagal ginjal adalah dengan melakukan
terapi dialysis tergantung pada keluhan pasien dengan kondisi kormobid dan parameter
laboratorium, kecuali bila sudah ada donor hidup yang ditentukan, keharusan transplantasi
terhambat oleh langkanya dialisis (Hartono, 2013)
Hemodialisis (HD) merupakan salah satu terapi utnuk mengairkan darah ke dalam suatu alat
yang terdiri dari dua kompartemen yaitu darah dan dialisat. Pasien HD mengalami kecemasan
karena takut dilakukan tindakan terapi HD. Menurut Soewandi (2002) gangguan psikiatrik yang
sering ditemukan pada pasien dengan terapi hemodialisis adalah dpresi, kecemasan, hubungan
dalam perkawinan dan fungsi seksual, serta ketidakpatuhan dalam diet dan obat-obatan.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik ,
pencegahan, progonosis dan woc dari gagal ginjal kronis.

1.3 Manfaat
Supaya pembaca mengetahui dan memahami mengenai teori gagal ginjal kronis.
BAB 2
STUDI LITERATUR

2.1 Definisi
Gagal Ginjal Kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolism
serta keseimbanagna cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.
Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak mampu untuk
menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya utnuk mempertahankan homeostasis (Lukman
et al,.2013). Gagal Ginjal Kronis secara progresif kehilangan fungsi ginjal nefronnya satu
persatu yang secara bertahap menurunkan keseluruha fungsi ginjal (Sjamsuhidajat & Jong, 2011)
Gagal ginjal kronis terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal,
sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal difusi dan bilateral, meskipun
lesi obstruktif pada saluran kemih juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik .
2.2 Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis.Akan
tetapi, apapun sebabnya yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.Kondisi
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal itu sendiri dan
diluar ginjal.
1. Penyakit dari ginjal
a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis
b. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
c. Batu ginjal
d. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan.
e. Kista di ginja: polycystis kidney

2. Penyakit umum di luar ginjal


a. Penyakit sistemik: diabetes mellitus,hipertensi. Kolesterol tinggi
b. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
c. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
2.3 Klasifikasi
Gagal Ginjal dibagi menjadi 3
Stadium I
Penurunan cadangan (faal ginjal antara 40%-75%). Tahap inilah yang paling ringan,
dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasakan gejala gejala dan
pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini
kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat di ketahui dengan memberikan beban
kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama dengan mengadakan test GFR yang
teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20%-50%). Pada tahap ini penderita dapat melakukan
tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini
pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan
jantung dan pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila
langkah-langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masukke
tahapyang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan kosentrasi BUN ini berbeda-beda ,
tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal. Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20%-50%).
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa padahal daya dan
konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan
yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan
tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN bau mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Poliuria akibat gagal
ginjal biasanya lebih besar pada penyekit yang terutama menyerang tubulus, meskipunpoliuria
bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal
dengan faal ginjal diantara 5%-25% faal ginjal jelas sangat menurun dan timbil gejala gejala
kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai terganggu
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%). Semua gejala sudah jelas dan
penderita dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari hari sebagaimana mestinya.
Gejala gejala yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing,
sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur.
Nilai GFR 10% dari kedaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10ml/menit atau
kurang.
Pada keadaan ini kreatin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala
yag cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari
500/hari karena kegagalan glomelurus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus
ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal penderita pasti akan
meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplatasi ginjal atau dialisis.

2.4 Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan
bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat
mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan kecepatan filtrasi,
reabsorpsi dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi
tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.Sebagian
dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi
pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan rennin
akanmeningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan
filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk
jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun
drastic dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnyadikeluarkan dari
sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada
setiap organ tubuh.

2.5 Manifestasi klinis


Pasien akan menunjukan beberapa tanda dan gejala: keparahan kondisi bergantung pada tingkat
kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
1. Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, gagal ginjal kongestif, edema pulmonal,
perikarditis
2. Gejala-Gejala dermatologis: gatal-gatal hebat (pruritus); serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif.
3. Gejala-Gejala gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran
saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, dan parotitis atau stomatitis.
4. Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan
berkosentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis: kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernapasan menjadi Kussmaul; dan
terjadi koma dalam, sering dan konvulsi (kedutan mioklonik) atau kedutan otot.

2.6 Pemeriksaan diagnostik


Laboratorium :
1. Laju Endap Darah : meninggi yang diperberat adanya anemia, dan hipoalbuinemia.
Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
2. Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang
lebih 20 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdaragan saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari krreatinin, pada diet rendah protein,
dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3. Hiponetremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada
gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya dieresis.
4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada
GGK.
5. Phosphate alkalin meninggi akibat ganguan metabolism tulang, terutama isoenzim,
fosfatase lindi tulang.
6. Hipertrigliserida, akibat gangguan meabolisme lemak, disebabkan peiniggian hormone
insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
7. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang menurun, BE yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-
asam organic pada gagal ginjal.

Pemeriksaan Diagnostik lain


1. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanyasuatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
2. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaam ini
mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut,
diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
3. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim.
4. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vascular,
parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
5. EKG untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektroliy (hiperkalemia)
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah
komplikasi, yaitu sebagai berikut.
1. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi ginjal yang serius, seperti
hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia;
menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan
kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi
dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat
didiagnosis demngan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya
adalah dengan mengurangi intake klaium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse
glukosa.
3. Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhanakan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan
bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
4. Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada pemulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika doperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5. Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta blocker, alpa metildopa, dan vasodilator
dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjaldisertai retensi natrium.
6. Tranplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

2.8 Prognosis

Gagal ginjal kronis mempunyai prognosis yang buruk dimana akan terjadi penurunan
fungsi ginjal secara bertahap.
2.8 Web Of Caution
KONSEP DIRI

Gangguan pada Ginjal Tindakan dialysis Penurunan GFR

Tidak mampu mensekresikan


hormone eritropoitetin Penurunan fungsi tubuh Sekresi urine menurun

Penurunan pembentukan Kelemahan

Sel darah merah Peningkatan kadar BUN

Kreatinin, ureum dan amonia

Jumlah HB turun
INTOLERANSI
Azotemia
AKTIVITAS

Oksihemoglobin turun

Hipohalamus

Suplai oksigen ke jaringan menurun

Mual, muntah

Resiko Perfusi
Renal Tidak
Efektif
Defisit Nutrisi

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Data demografi/ biodata : mengkaji identitas klien yang meliputi no rekam medis, ruang,
nomer tempat tidur, usia, status, pekerjaan, agama, alamat, alasan MRS, dan diagnose
sekarang.
b. Keluhan utama
Mulai urin output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah, penurunan kesadaran,
tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
(ureum), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji onset penurunan urin output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia, dan
perubahanpemenuhan nutrisi. Kaji sudah ke mana saja klien meinta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, penggunaan
obat-obat nefrotoksik, Benign Hyperplasia, dan prostatektomi.Kaji adanya riwayat penyakit
batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulancg, penyakit diabetes mellitus,
dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.Penti g
untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian didokumentasikan.
e. Riwayat psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanys tindakan dialysis akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan klien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri
(gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga.
f. Lingkungan dan tempat tinggal
Mengkaji lingkungan tempat tinggal klien, mengenai keversihan lingkungan tempat tinggal,
atau linngkungan rumah.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum : klien lemah dan terlihat sakit berat.
Tingkat kesadaran : menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat.
TTV : sering didapatkan adanya perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernafasan
Klien bernafas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasan kusmaul.Pola napas cepat
dan dalam merupakan uapaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
c. Sistem hematologi
Pada kondisi uremia brat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang
merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung
kongestif.TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas,
pengganti irama jantung, edem penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan jantung
akibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagia akibat dari
penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah
merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecemderungan mengalami
perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuronuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses
berpikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perier,
burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem rennin
angiostensin aldosteron.Nyeri dada dan sesak napas akibatperikarditis, efusi pericardial,
penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunancairan dan hipetensi.

f. Sistem endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi
testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan
metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai
amenorea.Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin <15 ml/menit) terjadi penurunan
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang. Keadaan ini
dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan berkurang. Gangguan
metabolik lemak, dan gangguan metabolism vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400ml/hari sampau anuri, terjadi penurunan libido berat.
h. Sistem pencernaan
i. Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dan bau mulut ammonia,
perdangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan
intake nutrisi dari kebutuhan.
j. Sistem muskuloskletal
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, krm otot, nyeri kaki (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan
perfusi perifer dari hipertensi.
3.2 Diagnosa keperawatan
a. Resiko Perfusi Renal Tidak Efektif d.d disfungsi ginjal
b. Intoleransi Aktvitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen; kelemahan
d.d Mengeluh lelah
c. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient d.d nafsu makan menurun.
3.3 Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATA
N
1. Risiko Perfusi Dalam Waktu Observasi : Observasi :
Renal Tidak 1X24 jam 1. Monitor status 1. Supaya mengetahui
Efektif d.d pernafasan pasien oksigen. apakah ada perubahan
Disfungsi ginjal normal, dan status 2. Monitor status cairan oksigen pada pasien.
cairannya baik. (masukan dan 2. Supaya mengetahui
haluaran) masukan dan haluaran
Kriteria Hasil : Terapeutik : cairan pada tubuh pasien
- Pasien tidak 1. Berikan oksigen seimbang.
mengeluh untuk Terapeutik :
sesak. mempertahankan 1. Supaya pasien tidak
saturasi oksigen > kekurangan oksigen.
94% 2. Untuk menilai berapa
2. Pasang kateter banyak urin yang
urine untuk dikeluarkan pasien.
menilai produksi Kolaborasi :
urin 1. Supaya inflamasi
Kolaborasi : menurun atau
1. Kolaborasi pemberian hilang.
antiinflamasi.
2. Intoleransi Dalam waktu 1x24 *MANAJEMEN ENERGI* *MANAJEMEN ENERGI*
Aktvitas b.d jam pasien
ketidakseimbanga bertoleransi Observasi : Observasi :
n antara suplai terhadap aktivitas 1. Identifikasi gangguan 1. Supaya perawat
dan kebutuhan dengan fungsi tubuh yang mengetahui lokasi mana
oksigen; Kriteria hasil : mengakibatkan yang menyebabkan
kelemahan d.d - Berpartisipasi kelelahan kelelahan pasien.
Mengeluh lelah dalam aktivitas 2. Awasi TD, dan nadi 2. Manifestasi
fisik tanpa pasien. kardiopulmonal dari
disertai upaya jantung dan paru
peningkatan Terapeutik : untuk membawa jumlah
tekanan darah, 1. Sediakan lingkungan oksigen ke jaringan
nadi dan RR. nyaman dan rendah Terapeutik :
- mampu stimulus (mis. cahaya, 1. Menyediakan lingkungan
melakukan suara, kunjungan) yang nyaman bisa
aktivitas sehari- menyebabkan kelelahan
hari secara Edukasi : berkurang.
mandiri. 1. Anjurkan Edukasi :
- keseimbangan menghubungi perawat 1. Supaya perawat
aktivitas dan jika tanda dan gejala mengetahui apakah ada
istrirahat kelelahan tidak peningkatan atau
berkurang. penurunan tingkat
2. Anjurkan melakukan kelelahan yang dialami
aktivitas fisik, sosial, pasien.
spiritual, dan kognitif, 2. Supaya pasien bisa
dalam menjaga fungsi meningkatkan aktivitas
dalam kesehatan. fisiknya secara mandiri.
Kolaborasi :
Kolaborasi : Meningkatnya asupan makanan
1. Kolaborasi dengan bisa menjadikan pasien merasa
ahli gizi tentang cara sehat dan tidak merasa lemah.
meningkatkan asupan
makanan.

3. Defisit nutrisi b.d Setelah diberikan *MANAJEMEN NUTRISI* *MANAJEMEN NUTRISI*


ketidakmampuan asuhan
mengabsorpsi keperawatan Observasi : Observasi :
nutrient d.d nafsu selama 1x 24 jam 1. Identifikasi makanan 1. Memperhatikan makanan
makan menurun. diharapkan yang disukai yang disukai pasien
kebutuhan nutrisi 2. Identifikasi kebutuhan sangat penting untuk
klien terpenuhi kalori dan jenis meningkatkan nafsu
secara adekuat nutrien makannya.
dengan kriteria 3. Monitor hasil 2. Supaya mengetahui
hasil : pemeriksaan seberapa besar kalori dan
 Mempertahanan laboratorium nutrient yang dibutuhkan
berat badan pasien.
dalam batas Terapeutik : 3. Melihat hasil
normal. 1. Sajikan makanan pemeriksaan
 Klien mampu secara menarik. laboratorium seperti
menghabiskan ½ jumlah kalium, kalsium
porsi makanan Edukasi : dan natrium pasien untuk
yang disediakan. 1. Ajarkan posisi duduk, melihat apakah ketiga
 Klien Jika mampu. komponen tersebut sudah
mengalami normal atau sebaliknya.
Kolaborasi : Terapeutik :
peningkatan
1. Kolaborasi dengan 1. Makanan yang menarik
nafsu makan.
ahli gizi untuk bisa meningkatkan nafsu
menentukan jumlah makan pasien.
kalori dan jenis Edukasi :
nutrient yang 1. Posisi duduk bisa
dibutuhkan. memperlancar asupan
makanan ke tubuh.
*PEMBERIAN Kolaborasi :
MAKANAN* 1. Supaya pasien
mendapatka nutrisi dan
Observasi : kalori yang sesuai.
1.Periksa mulut untuk
residu pada akhir makan. *PEMBERIAN MAKANAN*
Terapeutik : Observasi :
1.Sediakan lingkungan 1. Untuk memastikan
yang menyenangkan makanan sudah ditelan.
selama waktu mkan (mis. Terapeutik :
Simpan urinal, pispot, 1. Lingkungan yang
agar tidak terlihat.) menyenangkan membuat
2. Tawarkan mencium pasien merasa nyaman
aroma makanan untuk saat makan.
merangsang nafsu 2. Aroma makanan bisa
makan. meningkatkan nafsu
makan pasien.
Edukasi :
1. Anjurkan keluarga Edukasi :
membantu memberi 1. Keluarga merupakan
makan kepada pasien. aspek yang sangat pening
bagi klien, sehingga
Kolaborasi : apabila keluarga di
1. Kolaborasi pemberian diikutsertakan bisa
antimetil sebelum membuat nafsu makan
makan. pasien membaik.
Kolaborasi :
1. Pemberian antimetil
supaya pasien tidak mual
dan muntah.
3.4 SAP dan Leaflet

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Tema : Gagal ginjal


Sub Topik : Gagal Ginjal Kronis
Sasaran : Penderita Gagal Ginjal Kronis
Hari/tanggal Pelaksanaan : 4 April 2019
Jam : 08.00
Tempat : Gedung F, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiya
Surabaya

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mengikuti penyuluhan mengenai Gagal Ginjal Kronik (GGK) selama 35 menit,
seluruh audiens yang ada di Gedung F, Ruang 204 dapat memahami mengenai gagal ginjal
kronik.

B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


1. Audiens mampu menjelaskan Pengertian Gagal Ginjal Kronis
2. Audiens mampu menjelaskan Etiologi Gagal Ginjal Kronis
3. Audiens mampu menjelaskan Manifestasi klinis Gagal Ginjal Kronis
4. Audiens mampu menjelaskan Pencegahan Gagal Ginjal Kronis
5. Audiens mampu menjelaskan Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis

C. Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak masa nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak mampu utnuk
menjalankan fungsi regulatorik dan ekstetoriknya utnuk mempertahankan homeostasis
(Lukman et al,.2013). Gagal Ginjal Kronis secara progresif kehilangan fungsi ginjal
nefronnya satu persatu yang secara bertahap menurunkan keseluruha fungsi ginjal
(Sjamsuhidajat & Jong, 2011)
Setiap tahun penderita penyakit gagal ginjal meningkat, di Amerika Serikat pada tahun
2002 sebanyak 34.500 penderita, tahun 2007 ada 80.000 penderita, dan tahun 2010
mengalami peningkatan yaitu 2 juta orang yang menderita penyakit ginjal. Sedangkan di
Indonesia menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia jumlah yang menderita
penyakit gagl ginjal kronis sekitar 50 orang per satu juta penduduk (Lukman et al., 2013).
Data Dinkes Jawa tengah (2008) babhwa angka kejadian kasus gagal ginjal di Jawa Tengah
yang paling tinggi adalah kota Surakarta dengan 1497 kasus (25,22 %) dan di posisi kedua
adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 742 kasus (12,50 %).
Tindakan medis yang dilakukan penderita penyakit gagal ginjal adalah dengan
melakukan terapi dialysis tergantung pada keluhan pasien dengan kondisi kormobid dan
parameter laboratorium, kecuali bila sudah ada donor hidup yang ditentukan, keharusan
transplantasi terhambat oleh langkanya dialisis (Hartono, 2013)
Hemodialisis (HD) merupakan salah saty terapi utnuk mengairkan darah ke dalam suatu
alat yang terdiri dari dua kompartemen yaitu darah dan dialisat. Pasien HD mengalami
kecemasan karena takut dilakukan tindakan terapi HD. Menurut Soewandi (2002) gangguan
psikiatrik yang sering ditemukan pada pasien dengan terapi hemodialisis adalah dpresi,
kecemasan, hubungan dalam perkawinan dan fungsi seksual, serta ketidakpatuhan dalam
diet dan obat-obatan.
D. Metode
- Ceramah
- Tanya Jawab
E. Media
- Powerpoint
- Leaflet
F. Struktur Pelaksanaan

NO KEGIATAN PENYULUHAN KEGIATAN PESERTA WAKTU


1. Pembukaan : 1. Menjawab salam 3 menit
1. Mengucapkan salam pembukaan 2. Memperhatikan
2. Memperkenalkan diri 3. Berpartisipasi aktif
3. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan
4. Menjelaskan materi yang akan diberikan
2. Isi : 1. Memperhatikan dan mencatat 20 menit
1. Menjelaskan materi tentang : penjelasan penyuluh dengan
2. Pengertian GGK cermat.
3. Etiologi GGK
4. Klasifikasi GGK
5. Manifestasi GGK
6. Pencegahan GGK
7. Penatalaksanaan GGK
8. Memberikan kesempatan kepada audiens
untuk bertanya.
9. Menjawab pertanyaan audiens yang berkaitan
dengan materi GGK.
3. Evaluasi : Menjelaskan/ menceritakan 10 menit
 Evaluasi formatif
1. Audien dapat menjelasakn tentang pengertian
Gagal Ginjal Kronik
2. Audien dapat menyebutkan hal-hal yang
menyebabkan terjadinya Gagal Ginjal Kronik
3. Audiens dapat menyebutkan kembali tanda dan
gejala Gagal Ginjal Kronik
4. Audiens dapat menyebutkan apa saja
pencegahannya
 Evaluasi somatif :
Audiens dapat memahami penatalaksanaan
Gagal Ginjal Kronik
4. Penutup : 1. Mendengarkan 2 menit
1. Mengucapkan terimakasih kepada audien 2. Menjawab salam
2. Mengucapkan salam penutup

G. Evaluasi
1. Struktur
a. Audiens yang di undang sejumlah 40 orang
b. Penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan di Ruang 204, Gedung F.
c. Persiapan media yang akan digunakan
2. Proses
a. Audiens antusias terhadap materi penyuluhan
b. Tidak ada Audiens yang meninggalkan tempat penyuluhan
c. Audiens mengajukan pertanyaan dan dapat menceritakan kembali materi
3. Hasil
a. Audiens dapat mengetahui tentang penyakit Gagal Ginjal Kronis (GGK) dan pencegahannya.
b. Jumlah hadir dalam penyuluhan 40 peserta
H. Materi
1. Pengertian Gagal Ginjal
Gagal Ginjal Kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolism
serta keseimbanagna cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.

2. Etiologi Gagal Ginjal


Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis.Akan
tetapi, apapun sebabnya yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.Kondisi
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal itu sendiri
dan diluar ginjal.

Penyakit dari ginjal

a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis


b. Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
c. Batu ginjal
d. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan.
e. Kista di ginjal

Penyakit umum di luar ginjal


a. Penyakit sistemik: diabetes mellitus,hipertensi. Kolesterol tinggi
b. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
c. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

3. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal


Pasien akan menunjukan beberapa tanda dan gejala: keparahan kondisi bergantung
pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.
a. Hipertensi, gagal ginjal, edema pulmonal
b. Gatal-gatal hebat
c. Lemas
d. Kurang nafsu makan
e. Bengkak
f. Kencing berkurang
g. Sesak nafas
h. pucat
i. mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam dalam
mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, dan parotitis atau stomatitis.
j. Perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan berkosentrasi, kedutan
otot dan kejang.
k. Kecenderungan perdarahan.
l. Sakit kepala, kelemahan umum secara bertahap akan lebih mengantuk

4. Pencegahan Gagal Ginjal


a. Olahraga
b. Tidak Merokok
c. Kurangi makan berlemak
d. Banyak mengkonsumsi air putih
e. Kontrol gula darah

5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal


a. Cuci darah
b. Kurangi minum
c. Operasi Transplantasi ginjal

6. Perawatan di Rumah
a. Setelah rawat inap sebaiknya  klien kontrol ke dokter baik ada atau tidak ada keluhan
b. Pengaturan diet: tinggi kalori, tinggi protein, rendah natrium, rendah kalium

Contoh jenis makanan yang diperbolehkan


a. Bahan makanan sumber karbohidrat: nasi, jagung, bihun, kentang, singkong, ubi.
b. Bahan makanan sumber protein: telur, daging, ikan, ayam, susu.
c. Bahan makanan sumber lemak: minyak jagung, kalapa sawit, minyak kacang tanah.
d. Bahan makanan sumber vitamin: sayur dan buah-buahan.
Contoh jenis makanan yang tidak diperbolehkan :
a. Bahan makanan sumber protein: kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tahu dan
tempe.
b. Bahan makanan sumbe lemak: minyak kelapa, santan, lemak hewan.
c. Bahan makanan sumber vitamin dan mineral: sayur dan buah-buah tinggi kalium pada
klien hiperkalemia
ANALISA JURNAL

Eka Nurul Fitriyani1, Sri Arini Winarti2, Sunarsih3

Kajian Deksripsi
Judul Jurnal Konsep Diri dengan Kejadian Depresi pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa di
RSUD Panembahan Senopati Bantul
Masalah Utama Pasien gagal ginjal kronik selalu ketergantungan pada mesin dialisa atau harus melakukan hemodialisa
seumur hidup, hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien, di antaranya
perubahan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Pertanyaan hubungan antara konsep diri dengan kejadian depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
Penelitian
hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul?
Kajian Pustaka Pada penderita gagal ginjal kronik, kondisi tubuh yang melemah dan ketergantungan pada mesin-mesin
dialisis sepanjang hidupnya akan menyebabkan penderita dituntut untuk dapat melakukan penyesuaian
diri secara terus menerus sepanjang hidupnya, keadaan tersebut dapat menimbulkan perasaan tertekan
dan tidak nyaman bahkan dapat berujung pada munculnya gangguan mental seperti depresi pada
penderita
Metode Penelitian
RSUD Panembahan Senopati Bantul pada 26 Juni – 3 Juli 2014. Jumlah pasien adalah 156 orang, dengan
sampel 61 responden.

Kriteria Inklusi: pasien rutin yang menjalani hemodialisa, pasien dalam kondisi stabil dan dapat
berkomunikasi dengan baik, pasien bersedia menjadi responden. Kriteria Eksklusi: Pasien yang tidak
kooperatif dan tidak mau menjadi responden penelitian, pasien mengalami gangguan kesadaran.
Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner depresi dan konsep diri. Kuesioner telah diuji validitas
dan reliabilitas
Hasil Penelitian karakteristik responden kelompok umur yang paling banyak berumur 40-65 tahun, yaitu sebanyak 43
orang (70,5%), berdasarkan jenis kelamin yaitu sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 32
orang (52,5%), berdasarkan sosial ekonomi yaitu sebagian besar responden berstatus sosial ekonomi
rendah sebanyak 32 orang (52,5%), berdasarkan status perkawinan yaitu sebagian besar berstatus
menikah yaitu sebanyak 50 orang (82,0%).
Hasil menunjukan bahwa menurut sebagian besar responden memiliki konsep diri negatif yaitu sebanyak
41 orang (67,2%) konsep diri positif 20 0rang (32,8%) dan pasien yang menjalani hemodialisa
mengalami depresi yaitu sebanyak 50 orang (82%) 11 orang tidak depresi (18%)
Kesimpulan bahwa konsep diri pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa rata-rata memiliki konsep
diri negatif. Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa sebagian besar mengalami depresi.
Hasil penelitian mengenai variabel konsep diri pasien henodialisa dengan kejadian depresi terdapat
hubungan dalam kategori sedang.
Saran Saran bagi pasien gagal ginjal kronik agar memiliki konsep diri positif dan pihak keluarga memberikan
dukungan.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan
Kami menyimpulkan bahwa penyakit Gagal Ginjal Kronis merupakan penyakit yang
sangat serius. Jika tidak tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian. Gagal Ginjal Kronis
(GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak masa
nefron ginjal sampai pada titik keduanya tidak mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik dan
ekstetoriknya utnuk mempertahankan homeostasis (Lukman et al,.2013). Gagal ginjal kronis
terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron ginjal, sebagian besar penyakit ini
merupakan penyakit parenkim ginjal difusi dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada saluran
kemih juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik .
Di Indonesia menurut Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia jumlah yang
menderita penyakit gagl ginjal kronis sekitar 50 orang per satu juta penduduk (Lukman et al.,
2013). Gagal ginjal kronis dibagi menjadi 3 stadium, yaitu stadium pertama yaitu penurunan
cadangan ginjal (faa ginjal antara 40%-75%), stadium kedua yaitu Insufiensi ginjal (faal ginjal
antar 20%-50%) dan stadium 3 yaitu uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)

5.2 Saran
1. Bagi klien, sebagai bahan masukan dan membantu klien untuk meningkatkan perawatan atas
diri sendiri berhubungan dengan peningkatan kualitas hidupnya.
2. Bagi perawat hemodialisa, perawat diharapkan dapat membantu memberikan pemenuhan
kebutuhan dasar yaitu aspek fisik pasien HD.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala.2012.Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan.Jakarta:Salemba Medika.

Musliha.2010.KEPERAWATAN GAWAT DARURAT.Yogyakarta:Nuha Medika

O’callaghan, chris.2007.At a Glance SISTEM GINJAL.Jakarta:Penerbit Erlangga

Baughman, dian C. dan Hackley,JoAnn.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Indah, itsnaini.Asuhan Keperawatan pada CKD.Diakses 2015, dari Universitas Airlangga


Surabaya.Web site: https://www.academia.edu/12971116/Asuhan_Keperawatan_pada_CKD

Anda mungkin juga menyukai