Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Medikal Bedah

Dosen pengajar Apriyanti, S.kep., Ns., M.kep

DISUSUN OLEH:

1. Aji Irfan Chandika


2. Anggoro Priono
3. Anisa Febriana Rahmawati
4. Annisa Mela Zahara
5. Azwa Zubaida
6. Bima Perwira Kusuma
7. Bona Ventura Chandra W
8. Dafit Pranata
9. Devi Febriyanti
10. Devi Yulia Sistra

AKPER DHARMA WACANA METRO

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Selain itu bertujuan untuk menambah wawasan tentang
asuhan keperawatan bagi pembaca dan juga penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Apriyanti, S.kep., Ns., M.kep
selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami.

Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang..............................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

a. Konsep Penyakit
1. Pengertian ......................................................................................................
2. Etiologi ..........................................................................................................
3. Patofisiologi ..................................................................................................
4. Manifestasi Klinik..........................................................................................
5. Komplikasi ................................................................................................
6. Pemeriksaan penunjang .................................................................................
7. Penatalaksanaan.............................................................................................
b. Asuhan Keperawatan Secara Teori......................................................................

BAB III LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN..................................................

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan .............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan suatu gejala klinis karena penurunan fungsi ginjal
yang bersifat menahun, gagal ginjal juga menyebabkan kematian apabila tidak dilakukan
terapi pengganti, karena kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan
elektrolit. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal progresif ditandai dengan uremia
(urea dan limbah lain yang beredar di dalam darah serta komplikasinya jika tidak di lakukan
dialisis atau transplantasi ginjal) (Muttaqin & Sari, 2011; Nursalam, 2009).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gagal Ginjal
Kronik merupakan penyakit yang sudah familiar di kalangan masyarakat indonesia sebagai
penyakit yang tidak dapat disembuhkan (Wahyuningsih,2020).Chronic Kidney Disease
(CKD) bisa muncul dari banyak jalur penyakit heterogen yang bisa mengubah fungsi dan
struktur ginjal secara permanen (webster et al.,2017)
Penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada beban penyakit dunia dengan angka
kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun (World Health Organization (2017) dalam fungsi
bidang, 2016) . World Health Organization (2017) melaporkan bahwa pasien yang menderita
gagal ginjal kronis meningkat 50% dari tahun sebelumnya,Gagal ginjal kronis termasuk 12
penyebab kematian umum di dunia, terhitung 1,1 juta kematian akibat gagal ginjal kronis
yang telah meningkat sebanyak 31,7% sejak tahun 2010 hingga 2015 (Wahyuningsih, 2020).
BAB II

LANDASAN TEORI

1. Pengertian

Gagal ginjal kronis adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus
menerus. Gagal ginjal kronis timbul pada individu yang rentan, nefropasti
analgesik, destruksi papila ginjal yang terkait dengan pemakaian harian obat-
obatan analgesik selama bertahun-tahun. Apapun sebabnya, terjadi perburukan
fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan penurunan Glomelurus Filter
Rate (GFR) yang progresif (Corwin, 2009).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin & Sari, 2011).
2. Etiologi

Penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis di Indonesia dari data tahun 2010
adalah Glumerulopati Primer/GNC (8%), nefropati diabetika (22%), nefropati
lupus/SLE (1%), penyakit ginjal hipertensi (44%), ginjal polikistik (1%),
nefropati asam urat (1%), nefropati obstruksi (5%), pielonefritis chronico/PNC
(7%), lain-lain (8%) dan tidak diketahui (3%) (Indonesian Renal Registry,
2015).
3. Patofisiologi

Patogenesis gagal ginjal kronis melibatkan penurunan dan kerusakan nefron


yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Total laju filtrasi
glomerulus (GFR) menurun dan klirens menurun, BUN dan kreatinin meningkat.
Nefron yang masih tersisa mengalami hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah
cairan yang lebih banyak. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan
memekatkan urine. Tahapan untuk melanjutkan ekskresi, sejumlah besar urine
dikeluarkan, yang menyebabkan klien mengalami kekurangan cairan. Tubulus
secara bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit. Biasanya, urine
yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri (Bayhakki,
2013).
9

4. Manifestasi Klinis
Perkembangan penyakit gagal ginjal kronis meliputi beberapa tahapan,
disertai dengan gejala-gejala khusus.Pada tahap awal, gagal ginjal kronis
ditandai dengan adanya penurunan cadangan ginjal, kemudian terjadinya
indufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan tahap akhir penyakit ini diakhiri dengan
uremia. Berikut tahap- tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronis
(Muhammad, 2012):
a. Penurunan Cadangan Ginjal
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi,
2) Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal,
3) BUN dan kreatinin serum masih normal, dan
4) Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling
ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu,
penderita juga belum merasakan gejala apa pun. Bahkan, hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas
normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen)
masih berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungus gunjal baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat,
seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui GFR dengan
teliti.
b. Insufisiensi Ginjal
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi,
2) Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal,
3) BUN dan kreatinin serum mulai meningkat,
4) Anemia dan azotemia ringan, serta
5) Nokturia dan poliuria.
10

Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas- tugas seperti
biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus
dilakukan dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, dan gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat
untuk mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah- langkah ini
dilakukan dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih
berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah
rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat
melampui batas normal.
c. Gagal Ginjal
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal,
2) BUN dan kreatinin serum meningkat,
3) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
4) Poliuria dan nokturia, serta
5) Gejala gagal ginjal
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejala, antara lain mual,
muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas, pusing, sakit kepala, air
kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang, dan mengalami penurunan
kesadaran hingga koma. Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan
tugas sehari-hari.
d. End-stage Meal Disease (ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita,
diantaranya:
1) Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi,
2) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal,
3) BUN dan kreatinin tinggi,
4) Anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
5) Berat jenis urine tetap 1.010
6) Oliguria, dan
7) Gejala gagal ginjal
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai
GFR 10% di bawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit,
bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum
11

dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.


Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup
mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolik di dalam tubuh.
Biasanya, penderita menjadi oliguria (pengeluaran kemih kurang dari 500
ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal
atau dialisis.
2. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada gagal ginjal kronis meliputi


(Kowalak, Welsh, & Mayer, 2011):
1. Anemia
2. Neuropati perifer
3. Komplikasi kardiopulmoner
4. Komplikasi gastrointestinal
5. Disfungsi seksual
6. Defek skeletal
7. Parestesia
8. Disfungsi saraf motorik
9. Fraktura patologis
3. Pemeriksaan Penunjang

Down syndrome dapat dideteksi pada masa kehamilan melalui skrining


Untuk menentukan seseorang positif menderita gagal ginjal kronis atau tidak
harus dilakukan diagnosis berdasarkan beberapa tes sebagai berikut
(Muhammad, 2012):
a. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine bertujuan untuk mengetahui volume, warna,
sedimen, berat jenis, kadar kreatinin, dan kadar protein dalam urine.
b. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah ini meliputi BUN/kreatinin, hitung darah lengkap,
sel darah merah, natrium serum, kalium, magnesium fosfat, protein, dan
osmolaritas serum.
c. Pemeriksaan Pielografi Intravena
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui abnormalitas pelvis ginjal
dan ureter, serta pielografi retrograde. Pemeriksaan dilakukan bila dicurigai
ada obstruksi yang reversible. Selain itu, pemeriksaan ini juga untuk
12

mengetahui arteriogram ginjal serta mengkaji sirkulasi ginjal,


mengidentifikasi ekstravaskular, dan adanya masssa.
d. Sistouretrogram Berkemih
Pemeriksaan ini menunjukkan ukuran kandung kemih, refpluks ke
dalam ureter, dan retensi.
e. Ultrasono Ginjal
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan ukuran kandung kemih, adanya
massa, kista, dan obstruksi pada salurah kemih bagian atas.
f. Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
g. Endoskopi Ginjal Nefroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, seperti ada
atau tidaknya batu ginjal, hematuria, dan pengangkatan tumor selektif.
h. EKG
Keadaan abnormal menunjukkan adanya ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda-tanda perikarditis.
4. Penatalaksanaan

Terdapat dua tahap dalam pengobatan gagal ginjal kronis yaitu terapi
konservatif dan terapi pengganti ginjal. Penanganan konservatif meliputi
menghambat perkembangan gagal ginjal kronis, menstabilkan keadaan pasien,
dan mengobati faktor-faktor reversible (Haryanti & Nisa, 2015). Terapi
pengganti ginjal dilakukan pada pasien gagal ginjal kronis stadium lima, berupa
hemodialisa, Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan
transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).
B. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK

A. Pengkajian secara umum

Identitas pasien Meliputi


nama lengkat, tempat
tinggal, umur, tempat lahir,
asal suku bangsa, nama
orang tua, pekerjaan orang
tua.
2. Keluhan utama
Kelemahan, susah
berjalan/bergerak, kram
otot, gangguan
istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada
waktu melakukan
aktivitas dan
14

koma.
3. Riwayat kesehatan
pasien dan pengobatan
sebelumnya Berapa lama
pasien
sakit, bagaimana
penanganannya,
mendapat terapi apa,
bagaimana cara
minum obatnya apakan
teratur atau tidak,
apasaja yang dilakukan
pasien
untuk menaggulangi
penyakitnya.
15

Identitas pasien Meliputi


nama lengkat, tempat
tinggal, umur, tempat lahir,
asal suku bangsa, nama
orang tua, pekerjaan orang
tua.
2. Keluhan utama
Kelemahan, susah
berjalan/bergerak, kram
otot, gangguan
istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada
waktu melakukan
aktivitas dan
koma.
16

3. Riwayat kesehatan
pasien dan pengobatan
sebelumnya Berapa lama
pasien
sakit, bagaimana
penanganannya,
mendapat terapi apa,
bagaimana cara
minum obatnya apakan
teratur atau tidak,
apasaja yang dilakukan
pasien
untuk menaggulangi
penyakitnya.
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu
pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
17

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada


juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD
2. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi
dan air naik atau turun.
3. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
4. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
18

Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

B. Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul


Pada pasien yang mengalami gagal ginjal kronis maka akan muncul
diagnosa keperawatan sebagai berikut menurut PPNI (2016) dalam SDKI
ditemukan diagnosa keperawatan yaitu :
1. (D.0022) Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi

2. (D.0130) Hipertermi b.d Proses Penyakit

3. (D.0143) Resiko jatuh b.d kekuatan otot menurun


19

2.2.3 Intervensi

NO Diagnosa keperawatan Perencanaan keperawatan


1 (D.0022) Hipervolemia b.d I.03114

gangguan mekanisme regulasi Manajemen Hipervolemia

Tindakan :

Observasi:

1. Periksa tanda dan gejala

hipervolemia (mis. Ortopnea,

dispnea, edema, JVP/CVP

meningkat, refleks hepatojugular

positif, suara npas tambahan)

2. Identifikasi penyebab

hipervolemia

3. Monitor status hemodinamik

(mis. frekuensi jantung, tekanan

darah, MAP, CVP, PAP, PCWP,

CO, CI), jika tersedia

4. Monitor intake dan output cairan

5. Monitor tanda hemokonsentrasi

(mis. kadar natrium, BUN,

hematokrit, berat jenis urine)

6. Monitor tanda peningkatan

tekanan onkotik plasma (mis.

kadar protein dan albumin


20

meningkat)

7. Monitor keceptan infus secara

ketat

8. Monitor efek samping diuretik

(mis. Hipotensi ortostatik,

hipovolemia, hipokalemia,

hiponatremia)

Terapeutik

1. Timbang berat badan setiap hari

pada waktu yang sama

2. Batasi asupan cairan dan garam

3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-

40°

Edukasi

1. Anjurkan melapor jika haluaran

urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6

jam

2. Anjurkan melapor jika BB

bertambah > 1 kg dalam sehari

3. Ajarkan cara mengukur dan

mencatat asupan dan haluaran

cairan

4. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
21

1. Kolaborasi pemberian diuretik

2. Kolaborasi penggantian

kehilangan kalium akibat diuretik

3. Kolaborasi pemberian continous

renal replacement therapy

(CRRT), jika perlu

2 (D.0130) Hipertermi b.d Proses I.15506

Penyakit Manajemen Hipertermia

Tindakan:

Observasi:

1. Identifikasi penyebab

hipertemia(mis.dehidrasi,terpapar

lingkungan panas,penggunaan

inkubator)

2. Monitor suhu tubuh

3. Monitor kadar elektrolit

4. Monitor keluaran urine

Teraupetik:

1. Berikan cairan oral

2. Hindari pemberian antipiretik aau

aspirin

3. Berikan oksigen,jika perlu

Edukasi:

1. Anjurkan tirah baring


22

Kolaborasi:

1. Kolaborasi pemberian cairan dan

elektrolit intravena,jika perlu

3 (D.0143) Resiko jatuh b.d I.14540

kekuatan otot menurun Pencegahan jatuh

Tindakan :

Observasi :

1. Identifikasi faktor risiko

jatuh(mis.usia >65 tahun,penurunan

kesadaran,defisit kognitif,hipotensi

ortostatuk,gangguan

keseimbangan,gangguan

penglihatan,neuropati)

2. Monitor kemampuan berpindah dari

tempat tidur ke kursi roda dan

sebaliknya

Teraupetik :

1. Pasang handrail tempat tidur

2. Atur tempat tidur mekanis pada

posisi terendah

Edukasi :

1. Anjurkan berkonsentrasi untuk

menjaga keseimbangan tubuh

2.2.4 Implementasi
23

Implementasi pada proses keperawatan adalah fase ketika perawat

mengimplementasikan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.Fase ini memberikan tindakan keperawatan aktual dan respon klien

yang dikaji pada fase akhir,dan evaluasi.Menurut PPNI (2018) untuk

mengimplementasikan intervensi keperawatan maka tindakan implementasi terdiri

atas tindakan observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.Tujuannya untuk

membantu klien mencapai tujuannya yaitu pencegahan penyakit, pemulihan dan

memfasilitasi koping.(Nursalam, 2011).

2.2.5 Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah tahapan terakhir dalam proses asuhan

keperawatan yaitu sebagai suatu penilaian dengan cara membandingkan secara

sistematis perubahan dari kondisi pasien (hasil yang telah diamati) dengan tujuan

serta kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi

keperawatan dilakukan secara berkesinambungan dengan langsung melibatkan

pasien serta tenaga kesehatan lainnya, jika hasil evaluasinya menunjukan

tercapainya tujuan dan kriteria hasil maka pasien dapat keluar dari siklus proses

keperawatan. Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk

SOAP (subjektif, objektif, assessment, dan planning). Evaluasi yang diharapkan

sesuai dengan masalah keperawatan yang sedang dihadapi oleh pasien yang telah

dibuat pada tahap perencanaan tujuan dan kriteria hasil (Budiono & Pertami,

2015)
24

DAFTAR PUSTAKA

Moeloek, F Nila. (2018). Air Bagi Kesehatan: Upaya Peningkatan Promotif

Preventif Bagi Kesehatan Ginjal Di Indonesia.

Hidayat, A. A. A. (2011). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.

Putri M, S. N. (2014). Analisa Nilai Trombosit Pada Penderita Gagal Ginjal

Kronik di RSU Haji Surabaya (Doctoral dissertation, Universitas

Muhammadiyah Surabaya).

Anda mungkin juga menyukai