Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
CHRONIC KIDNEY DIESASE (CKD) DI RUANG 25
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG

DISUSUN OLEH

Atika Luqyana

201910461011040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan
Chronic Kidney Diesase (Ckd) Di Ruang 25
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KELOMPOK 4

NAMA : Atika Luqyana

NIM : 201910461011040

TGL PRAKTEK/MINGGU KE : 04 - 09 mei 2020 / MINGGU 5

Malang, juni 2020

Mahasiswa, Pembimbing,

(Atika Luqyana) (Anis Ika Nurrahmah)


LEMBAR PENILAIAN

Nama Mahasiswa : Atika Luqyana


Nim : 201910461011040
Tgl Praktek : 04 – 09 mei 2020
Minggu Ke :5
No Kompetensi Nilai
1. Laporan pendahuluan
2. Asuhan keperawatan
3. Mini cex
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Malang, juni 2020

Mahasiswa, Pembimbing,

( Atika Luqyana ) ( Anis Ika Nurrahmah )


BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN CKD
A. DEFINISI/PENGERTIAN
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Syaifuddin, 2012). CKD atau gagal ginjal kronis
(GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi
secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan
tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Nuari & Widayati, 2017).
B. KLASIFIKASI
Semua individu dengan kerusakan ginjal diklasifikasikan sebagai memiliki
penyakit ginjal kronis, terlepas dari tingkat GFR. Alasan untuk termasuk individu
dengan GFR> 60 mL/min/1.73 m 2 adalah bahwa GFR dapat dipertahankan pada
tingkat normal atau meningkat meskipun kerusakan ginjal substansial dan bahwa
pasien dengan kerusakan ginjal berada pada risiko yang meningkat dari dua besar
hasil dari penyakit ginjal kronis: hilangnya fungsi ginjal dan perkembangan
penyakit kardiovaskular.
1. Tahap 1 Fungsi Sedikit berkurang; kerusakan ginjal dengan GFR normal
atau relatif tinggi (≥ 90 mL/min/1.73 m 2 ). Kerusakan ginjal didefinisikan
sebagai kelainan patologis atau penanda kerusakan, termasuk kelainan
pada tes darah atau urine atau studi pencitraan.
2. Tahap 2 Ringan pengurangan GFR (60-89 mL/min/1.73 m 2 ) dengan
kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal didefinisikan sebagai kelainan
patologis atau penanda kerusakan, termasuk kelainan pada tes darah atau
urine atau studi pencitraan.
3. Tahap 3 Sedang penurunan pada GFR (30-59 mL/min/1.73 m 2 )
pedoman Inggris membedakan antara tahap 3A (GFR 45-59) dan tahap 3B
(GFR 30. - 44) untuk tujuan skrining dan rujukan.
4. Tahap 4 Parah penurunan pada GFR (15-29 mL/min/1.73 m 2 ) Persiapan
untuk terapi pengganti ginjal.
5. Tahap 5 Ditetapkan gagal ginjal (GFR <15 mL/min/1.73 m 2 , atau terapi
pengganti ginjal permanen (RRT)

Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) ini didefinisikan dari ada atau
tidaknya kerusakan ginjal dan kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya.
Klasifikasi ini didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas
dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan
laju filtrasi glomerulus (LFG), yang dihitung dengan menggunakan rumus
cockcroft-gault sebagai berikut:

*pada perempuan dikalikan 85


Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure
(CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk
membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5
grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu
1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (clearance creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan
klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
 Stadium I  : Penurunan cadangan ginjal
 Kreatinin serum dan kadar BUN normal
 Asimptomatik
 Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
 Stadium II : Insufisiensi ginjal
 Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
 Kadar kreatinin serum meningkat
 Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1)      Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2)      Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
3)      Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal
 Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
 Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
 Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
 Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)  merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral:
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale.
8. Nefropati obstruktif                           
9. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
10. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra (Bare & Smeltzer,
2010).
D. FUNGSI GINJAL
1. Menyaring dan Membuang Limbah

Ginjal memiliki peran penting dalam pembuangan racun, kadar garam yang
berlebihan, dan urea (limbah mengandung nitrogen hasil dari metabolisme
protein). Dengan terbentuknya urea tersebut, maka darah akan mengalirkan urea
tersebut menujua ginjal untuk dibuang. Tanpa organ ini, limbah dan racun akan
menumpuk dalam darah.

2. Mengendalikan Keseimbangan Air

Salah satu fungsi ginjal adalah mengendalikan dan memantau keseimbangan


air dalam tubuh. Melalui organ ini, seluruh jaringan tubuh dipastikan menerima
air agar dapat bekerja dengan baik. Ginjal akan bereaksi terhadap perubahan kadar
air dalam tubuh. Ginjal akan menahan air, bukan membuangnya ketika tubuh
sedang mengalami dehidrasi.

3. Mengatur Sel Darah Merah

Oksigen merupakan unsur penting dalam peredaran darah. Ketika tubuh tak
mendapatkan cukup oksigen, maka ginjal akan mengeluarkan hormon
eritropoietin. Hormon eritropoietin berfungsi untuk merangsang produksi sel
darah merah lebih banyak yang berguna untuk membawa oksigen. Jika sel darah
merah atau kadar oksigen sudah normal, hormon tersebut akan berhenti
diproduksi oleh ginjal.

4. Mengatur Tekanan Darah dan Kadar Garam


Mengatur tekanan darah dan kadar garam dalam darah juga merupakan fungsi
ginjal. Ginjal akan memproduksi enzim renin sebagai prosesnya. Ketika
menyaring darah, aliran dan tekanan darah yang stabil dibutuhkan oleh ginjal
(Asmadi, 2015).

E. SISTEM URINALISIS

Dalam proses eliminasi, ginjal mengeliminasi sampah atau kotoran tubuh


dalam bentuk urine yang berisi asam urat, asam laktat, urea, kreatinin, dan benda
keton. Pembentukan urine melalui tiga proses yakni:

a. Filtrasi
Kurang lebih 25% dari jumlah keseluruhan darah yang dipompakan dari
ventrikel kiri pada setiap siklus jantung dialirkan ke ginjal melalui arteri
renalis untuk proses filtrasi. Proses filtrasi terjadi pada glomerulus.
Semua plasma darah dan komponen lainnya di filtrasi, kecuali molekul
yang berukuran besar seperti protein dan sel darah.
b. Reabsorbsi dan sekresi
Cairan yang telah di filtrasi kemudian mengalir ke tubulus renalis.
Bahan-bahan yang masih di butuhkan oleh tubuh akan diserap kembali,
untuk bahan-bahan yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh akan di
ekskresikan. Sel-sel tubulus proksimal akan menyekresi urea, kreatinin,
hidrogen, dan amonia ke dalam urine. Pada ansa henle, filtrat (urine)
menjadi lebih tinggi konsentrasinya. Selanjutnya, urine akan dibuang
melalui uretra dengan produksi sekitar 1-2 cc/kgBB/jam.
Proses pembuangan urine diebut proses miksi. Proses miksi dimulai
dari adanya distensi vesika urinaria oleh urine yang merangsang strech
reseptors yang terdapat pada dinding vesika urinaria. Jumlah urine 250
cc sudah cukup untuk memberikan rangsangan. Akan terjadi refleks
gerakan kontraksi dinding vesika urinaria. Pada saat yang sama akan
terjadi relaksasi sphincter interna dan eksterna, akhirnya akan trejadi
pengosongan kandung kemih. Stimulus, baik yang menyebabkan
kandung kemih berkontaksi maupun sphincter interna relaksasi,
dihantarkan melalui saraf parasimpatis. Sphincter eksterna bekerja
secara volunter yang dapat mencegah atau menghentikan miksi sesuai
keinginan (Asmadi, 2015).

F. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu.
1. Fungsi renal menurun,
produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
2. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal
3. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) 
GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat
tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan
kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan
dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
4. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-
hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
5. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
6. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
7. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan
perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
8. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon (A & M, 2012).
G. PATHWAY

Batu besar
dan kasar

Menekan
saraf perifer

Nyeri
pinggang

Nyeri
akut Gangguan
Defisit nutrisi
integritas
Hipervolemia kulit/jaringan
Risiko Infeksi

Defisit nutrisi
Gangguan
integritas
kulit/jaringan Pola napas tidak efektif
H. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal
kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :

Sistem Tubuh Manifestasi


Biokimia  Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
 Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
kreatinin)
 Hiperkalemia
 Retensi atau pembuangan Natrium
 Hipermagnesia
 Hiperurisemia
Perkemihan&  Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Kelamin  Nokturia, pembalikan irama diurnal
 Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
 Protein silinder
 Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular  Hipertensi
 Retinopati dan enselopati hipertensif
 Beban sirkulasi berlebihan
 Edema
 Gagal jantung kongestif
 Perikarditis (friction rub)
 Disritmia
Pernafasan  Pernafasan Kusmaul, dispnea
 Edema paru
 Pneumonitis
Hematologik  Anemia menyebabkan kelelahan
 Hemolisis
 Kecenderungan perdarahan
 Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septicemia)
Kulit  Pucat, pigmentasi
 Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan
dengan kehilangan protein)
 Pruritus
 “kristal” uremik
  kulit kering
 Memar
Saluran cerna  Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan
BB
 Nafas berbau amoniak
 Rasa kecap logam, mulut kering
 Stomatitis, parotitid
 Gastritis, enteritis
 Perdarahan saluran cerna
 Diare
Metabolisme  Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
intermedier  Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
 Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular  Mudah lelah
 Otot mengecil dan lemah
 Susunan saraf pusat :
 Penurunan ketajaman mental
 Konsentrasi buruk
 Apatis
 Letargi/gelisah, insomnia
 Kekacauan mental
 Koma
 Otot berkedut, asteriksis, kejang
 Neuropati perifer :
 Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
 Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
 Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
Gangguan kalsium  Hiperfosfatemia, hipokalsemia
dan rangka  Hiperparatiroidisme sekunder
 Osteodistropi ginjal
 Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
 Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
 Konjungtivitis (uremik mata merah)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
 Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine
tidak ada (anuria).
 Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
 Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
 Ureum : meningkat
 Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolic
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah
atau mengobati komplikasi (Bare & Smeltzer, 2010). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini
karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau
transplantasi ginjal.

Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :

1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara


mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol
berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan
protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi <
50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat
untuk mencegah atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2005)
1. Terapi konservatif
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt.
Dialisis juga diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,


yaitu:
2. Terapi simtomatik
A. Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum


K+ (hiperkalemia ) :

1. Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.


2. Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
B.  Anemia
1. Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO )
dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2. Anemia hemolisiS
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3. Anemia Defisiensi BesI
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna
dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien
yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-
hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

 HCT < atau sama dengan 20 %


 Hb  < atau sama dengan 7 mg5
 Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia    dan high
output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah :

 Hemosiderosis
 Supresi sumsum tulang
 Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
 Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
 Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
C. Kelainan Kulit
1. Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
 Bersifat subyektif
 Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula
dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

 Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme


 Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
 Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,
terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
 Pemberian obat (Diphenhidramine 25-50 P.O, Hidroxyzine 10 mg
P.O)   
2. Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan
denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi
yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Purnomo, 2011).

Dialisis yang meliputi :

 Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara
khusus, indikasi HD adalah :
a) Hiperkalemia > 17 mg/lt
b) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau
berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg%
e) Kelebihan cairan
f) Mual dan muntah hebat
g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i) Sindrom kelebihan air
j) Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten,
dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan
kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5
dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar,
2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)
secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15
mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan
LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila
terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.
 Dialisis Peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal


Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan
bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien
dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin
masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity  dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang
jauh dari pusat ginjal.

 Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.


Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi (Purnomo, 2011).
K. DIIT UNTUK PASIEN CKD
1. Syarat Dalam Menyusun Diet
Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30
kkal/kg BB, dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut: ¾ Karbohidrat
sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori ¾ Protein untuk
pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak sebesar 0,6
g/kg BB. Apabila asupan energi tidak tercapai, protein dapat diberikan
sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein diberikan lebih rendah dari kebutuhan
normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut Diet Rendah Protein. Pada
waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga ≥ 60
%, akan tetapi pada saat ini anjuran cukup 50 %. Saat ini protein hewani
dapat dapat disubstitusi dengan protein nabati yang berasal dari olahan
kedelai sebagai lauk pauk untuk variasi menu. ¾ Lemak untuk mencukupi
kebutuhan energi diperlukan ± 30 % diutamakan lemak tidak jenuh. ¾
Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari
ditambah IWL ± 500 ml. ¾ Garam disesuaikan dengan ada tidaknya
hipertensi serta penumpukan cairan dalam tubuh. Pembatasan garam berkisar
2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-3000 mg Na/hari. ¾ Kalium disesuaikan
dengan kondisi ada tidaknya hiperkalemia 40-70 meq/hari ¾ Fosfor yang
dianjurkan ≤ 10 mg/kg BB/hari ¾ Kalsium 1400-1600 mg/hari.
2. Bahan Makanan yang Dianjurkan
¾ Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau,
kentang, tepungtepungan, madu, sirup, permen, dan gula. ¾ Sumber Protein
Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam. Bahan Makanan Pengganti Protein
Hewani Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele,
dapat dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang menyukai
sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein
tetap diperhitungkan. Beberapa kebaikan dan kelemahan sumber protein
nabati untuk pasien penyakit ginjal kronik akan dibahas. ¾ Sumber Lemak:
minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine rendah garam,
mentega. ¾ Sumber Vitamin dan Mineral Semua sayur dan buah, kecuali jika
pasien mengalami hipekalemi perlu menghindari buah dan sayur tinggi
kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu dengan cara merendam sayur dan
buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah itu air rendaman dibuang,
sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir dan untuk buah dapat
dimasak menjadi stup buah/coktail buah.
3. Bahan Makanan yang Dihindari
¾ Sumber Vitamin dan Mineral Hindari sayur dan buah tinggi kalium jika
pasien mengalami hiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium diantaranya
adalah bayam, gambas, daun singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda,
pisang, durian, dan nangka. Hindari/batasi makanan tinggi natrium jika pasien
hipertensi, udema dan asites. Bahan makanan tinggi natrium diantaranya
adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan,
dikalengkan dan diasinkan.
L. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CKD
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Biodata
Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa
dengan defek kongenital dan defek jantung akuisita (di dapat). Kurang lebih
1% penduduk pada usia 50 tahun dapat terjadi gagal jantung, sedangkan
10% penduduk berusia lebih dari 70 tahun berisiko gagal jantung (Kowalak,
2011).
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta
pertolongan kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema
sistemik.
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan
oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan
dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang
terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan
yang tidak sehat.Riwayat penyakit dahulu.
2. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit CKD biasanya disebabkan karena pola hidup pasien yang
tidak atau kurang sehat.
3. Riwayat gaya hidup
Pada penyakit CKD pola kebiasaan biasanya merupakan kurang
asupan air mineral, meminum alkohol, dan obat-obatan tertentu.
4. Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stres akibat kesulitan bernafas, dan pengetahuan bahwa
ginjal tidak berfungsi dengan baik (Muttaqin, 2012).
d. Pengkajian sekunder
a. Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang
harus dilakukan adalah pemeriksaan USG, dan pemasangan
kateter untuk mengetahui adanya kelebihan volume cairan
(Nurarif & Kusuma, 2013).
b. Give comfort
Pada pasien dengan CKD harus diberi posisi senyaman
mungkin untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
e. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum pasien CKD biasanya di dapatkan kesadaran
yang baik atau composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012)
2. Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a. B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya ureum dalam
darah tinggi, terjadinya asidosis respiratorik, adanya kompensasi
respiratorik, terjadi hiperventilasi, didapatkan nadi yang cepat
(takikardia).
b. B2 (Blood)
 Inspeksi
Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis.
Gejala ini merupakan tanda dari penurunan kadar O2 dalam
darah. Selain itu sulit berkonsentrasi, defisit memori. Dan tanda
yang lain adalah edema dan terlihat pitting edema. Bentuk thorax
normal chest, pola napas takipnea.
 Palpasi
Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang
mencerminkan respon terhadap perangsangan saraf simpatis.
 Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi
sekuncup. Tanda fisik yang berkaitan dengan CKD adalah tidak
adanya bunyi jantung ke 3 dan ke empat (S3, S4) serta cracles
pada paru-paru. Tidak terdapat bunyi jantung tambahan yaitu
murmur.
 Perkusi
Batas jantung tidak ada pergeseran yang menandakan
adanya hipertrofi jantung atau kardiomegali.
c. B3 (Brain)
Kesadaran composmetis, pasien gelisah.
d. B4 (Bladder)
Adanya oliguria yang merupakan tanda dan gejala rusaknya
glomerulus adanya edema ekstremitas merupakan tanda adanya
retensi cairan yang parah.
e. B5 (Bowel)
Pasien biasanya mual dan muntah, anoreksia akibat kadar
BUN dan kreatinin tinggi, terjadi proksi sampah di aliran darah,
masuk ke saluran GI tract, serta penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Pada pengkajian B6 di dapatkan kekuatan dan kelemahan otot pada
ekstremitas atas dan bawah adalah 4-4-4-4 (Nursalam, 2011).
M. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya napas (D.0005)
2. Hipervolemia b.d kelebihan asupan natrium (D.0022)
3. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis
4. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (D.0056)
5. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih
(D.0040)
6. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d gangguan metabolisme
(ensefalopati uremikum) (D.0066)
7. Risiko defisit nutrisi dengan faktor risiko ketidakmampuan mencerna
makanan (D.0032)

NO SDKI SLKI SIKI


.
1. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi selama Pemantauan Respirasi (I.01014)
Efektif b.d hambatan 2x24 jam, maka Pola Napas (L. 1. Observasi
upaya napas 01004) meningkat, dengan kriteria Monitor frekuensi, irama,
hasil : kedalaman, dan upaya napas
1. Ventilasi semenit (5) Monitor pola napas (seperti
2. Kapasitas vital (5) bradipnea, takipnea,
3. Diameter thorax anterior-posterior hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne
(5) -Stokes, Biot, ataksik0
4. Tekanan ekspirasi (5) Monitor kemampuan batuk
5. Tekanan inspirasi (5) efektif
 5 = meningkat Monitor adanya produksi sputum
6. Dispnea (5) Monitor adanya sumbatan jalan
7. Penggunaan otot bantu napas (5) napas
8. Pemanjangan fase ekspirasi (5) Palpasi kesimetrisan ekspansi
9. Orthopnea (5) paru
10. Penapasan Pursed-lip (5) Auskultasi bunyi napas
11. Pernapasan cuping hidung (5) Monitor saturasi oksigen
 5 = menurun Monitor nilai AGD
12. Frekuensi napas (5) Monitor hasil x-ray toraks
13. Kedalaman napas (5) 2. Terapeutik
14. Ekskursi dada (5) Atur interval waktu pemantauan
 5 = membaik respirasi sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan

3. Edukasi

Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Manajemen Jalan Napas


(I.01011)
1. Observasi
Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
Monitor bunyi napas tambahan
(mis. Gurgling, mengi, weezing,
ronkhi kering)
Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
2. Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga trauma
cervical)
Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
Berikan minum hangat
Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsepMcGill
Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

2. Hipervolemia b.d Setelah dilakukan intervensi selama Manajemen Hipervolemia


kelebihan asupan 2x24 jam, maka Keseimbangan Cairan (I.03114)
natrium (L.03020) meningkat, dengan kriteria 1. Observasi
hasil : Periksa tanda dan gejala
1. Asupan cairan (5) hypervolemia
2. Haluaran urin (5) Identifikasi penyebab
3. Kelembapan membrane mukosa hypervolemia
(5) Monitor status hemodinamik,
4. Asupan makanan (5) tekanan darah, MAP, CVP, PAP,
 5 = meningkat PCWP, CO jika tersedia
5. Edema (5) Monitor intaje dan output cairan
6. Dehidrasi (5) Monitor tanda hemokonsentrasi
7. Asites (5) ( kadar Natrium, BUN,
8. konfusi (5) hematocrit, berat jenis urine)
 5 = menurun Monitor tanda peningkatan
9. Teknan darah (5) tekanan onkotik plasma
10. Denyut nadi radial (5)
Monitor kecepatan infus secara
11. Tekanan arteri rata-rata (5)
ketat
12. Membrane mukosa (5)
Monitor efek samping diuretik
13. Mata cekung (5)
2. Therapeutik
14. Turgor kulit (5)
Timbang berat bada setiap hari
15. Berat badan (5)
pada waktu yang sama
 5 = membaik
Batasi asupan cairan dan garam
Tinggikan kepala tempat tidur 30-
40 derajat
3. Edukasi
Anjurkan melapor jika haluaran
urine <0.5 ml/kg/jam dalam 6 jam
Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran
cairan
Ajarkan cara membatasi cairan
. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuritik
Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretic
Kolaborasi pemberian continuous
renal replacement therapy
Pemantauan Cairan (I.03121)
1. Observasi
Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
Monitor frekuensi nafas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor elastisitas atau turgor
kulit
Monitor jumlah, waktu dan berat
jenis urine
Monitor kadar albumin dan
protein total
Monitor hasil pemeriksaan serum
(mis. Osmolaritas serum,
hematocrit, natrium, kalium,
BUN)
Identifikasi tanda-tanda
hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa
kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus,
lemah, konsentrasi urine
meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia 9mis. Dyspnea,
edema perifer, edema anasarka,
JVP meningkat, CVP meningkat,
refleks hepatojogular positif,
berat badan menurun dalam
waktu singkat)
Identifikasi factor resiko
ketidakseimbangan cairan (mis.
Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar,
apheresis, obstruksi intestinal,
peradangan pankreas, penyakit
ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
2. Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemantauan
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
(PPNI, 2017) (PPNI, 2019) (PPNI, 2018)
BAB III

TINJAUAN KASUS

Pasien laki-laki Tn. M umur 47 tahun agama Hindu suku Bali


dating bersama istrinya Ny K umur 35 tahun pada tanggal 08-12-2019
datang dengan mengeluhkan mual dan muntah sejak kurang lebih 2
minggu. Mual dirasakan hilang timbul dan memburuk apabila pasein
makan, dan tidak membaik setelah pasien beristirahat. Rasa mual
terkadang diikuti dengan muntah setiap makan. Muntahan dikatakan
berupa sisa makanan, tidak terdapat darah atau lender dan jumlahnya kira-
kira sebanyak jumlah makanan yang dikonsumsi. Pada saat dirumah
pasien makan 3 kali sehari dengan nasi agak lembek hanya sedikit dengan
lauktempe tahu dagingsayur lodeh dan sayur bening.

Pasien juga mengeluh nyeri dipinggang kiri sejak 2 tahun


terakhir.nyeri diarasakn seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan hilang timbul
dengan skala 7. Pada awalnya rasa nyeri dirasakan tidak terlalu
mengganggu tetapi lama kelamaan keluhan nyeri mulai sering dirasakan
tambah berat. Nyeri tidak membaik dengan perubahan posisi untuk
keluhan ini pasien sudah memeriksakan diri di klinik swasta di Denpasar
satu tahun yang lalu, dan di diagnosis sebagai batu ginjal kiri, namun
pasien tidak berusaha mendapatkan pengobatan lebih lanjut untuk
penyakitnya. Pasien sempat meminum jamu-jamuan dan obat-obatan
seperti batugin untuk menghilangkan keluhan dan keluhan yang dirasakan
agak membaik setelah mengkonsumsi obat tersebut. Pasien menganggap
bahwa penyakitnyainiadalah cobaan darituhan, pasien tetap sabar dalam
menghadapi penyakit yang diderita.
Pasien juga mengeluhkan kencing yang sedikit-sedikit sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Kencing dikatakan 2-4 kali sehari
dengan volume kurang lebih ½-1 gelas setiap kencing. Warna kencing
dikatakankuning dan lebih pekat pekat dari biasanya, tidak berbuih.
Adanya riwayat kencing warna merah dan darah dalam kencing disangkal
oleh pasien. Buang air besar (BAB) sebanyak1 kali dalam sehari, warna
kuning kecoklatan, konsistensi sedikit keras,dan tidak ada nyeri saat BAB.
Saat dirumah pasien tidur mulai jam 22.00 sering terbangun pada jam
02.00 dan 04.00 karena nyeri pada pinggang sebelah kiri jumlah tidur
pasien hanya 4-5 jam. Nyari pinggang sebelah kiri membuat pasien sulit
tidur Kembali. Diruma pasien mandi 2 kali sehari mencuci rambut 1 kali
dalam 3 hari. Sebelumsakit pasien meluangkan waktunya untukpergi
kesawah namun setelah sakit hanya bisatidur dan beristirahat. Pasien
merupkan rujukan dari RSUD Negara dengan diagnosis CKD st V, setelah
sebelumnya sempat dirawat selama 1 minggu sebelum dirujuk. Pasien
telah menjalani hemodialisa pertama kali di RSUP Sanglah 2 hari sebelum
tanggal pemeriksaan.

Pasien menderita hipertensi diketahui sejak 2 tahun yang


lalu,pasiensaat inimengkonsumsi Captopril 2x25mg sehari.kira-kira
20tahun yang lalu pasien mengatakan pernah beberapa kali kencing
mengeluarkan batu, tapi setelah itu keluhan tidak pernah timbul lagi.
Riwayat penyakit lainseperti penyakit jantung, asma, dan kencing manis
disangkal oleh pasien. Adanya alergi terhadap obat tertentu disangkal
olehpasien. Pasien mengatakan sebelum sakit pasien sering kesawah
Bersama teman-temannya sering berkumpul dengan keluarga. Di RS
pasien ramah dengan lingkungan pasien. Pasien rajin rajin sembayang
pergike pure-pure Bersama istri dan keluarganya. Dan sering mengikuti
ibadah keagamaan lainnya.
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
dengan pasien. Tidak ada Riwayat keluarga yang mengalami penyakit
ginjal, hipertensi, jantung,asma, atau diabetesmellitus.

Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh nyeri diarasakn seperti


ditusuk-tusuk dan dirasakan hilang timbul dengan skala 5. Pada awalnya
rasa nyeri dirasakan tidak terlalu mengganggu tetapi lama kelamaan
keluhan nyeri mulai sering dirasakan tambah berat. Nyeri tidak membaik
dengan perubahan posisi. Pasien juga mengeluh sesak napas. Saat dirumah
sakit pasien BAK 3-4 kali dengan jumlah 1 gelas,dengan warna kuning
pekat. BAB 1 kali selama 2 hari dengan warna kuning kecoklatandengan
konsistensi agak lembek. Jam istirahat pasien saat dirumah sakit pasien
tidur mulai jam 21.00 terbangun kadang terbangun pada pukul 02.00-03.00
mengeluh nyeridan ingin buang air kecil. Pada saat dirumah sakit pasien
diseka oleh perawat.

Dari pemeriksaan fisik pasien tampak lemas dengan kesadaran


composm mentis dan gizi baik dan dari tekanan darah didapatkan180/100
mmHg, nadi 114x/mnt,suhu 36,7C, RR 22x/mnt, BB 68 kg dan dengan
status general pada pemeriksaan mata ditemukan kedua mata tampak
anemis dari pemeriksaan THT dan leher dalam batas normal. Pada
pemeriksaan thoraks pada terlihat penggunaan otot bantunafas yaitu
Retraksi intercosta pola napas takipneu, perkusi ditemukan area paru
sonor, saat auskultasi terdapat suara napas tambahan wheezing pada
parubagian kiri dan kanan atas, pemeriksaan jantung perkusi ditemukan,
batas kiri jantung MCL kiri V + 2 cm, sedangkan dari pemeriksaan
abdomen ditemukan hepar/lien tidak teraba,ginjal sinistra teraba
balotement (+/-), nyeri ketok CVA (+/-) Dalam batas normal.
Pemeriksaan genetalia inspeksi rambut pubis bersih, palpasitidak ada
nyeri tekan dan benjolan, tidak ada Kelaina pada scrotum, inspeksi dan
palpasi hernia tidak ada. Pada ekstermitas punggung dan kaki dan
pergelangan kaki asien ditemukan edema. Pemeriksaan integument
inspeksi tidak ada lesi dan jaringan parut, palpasi turgor kulit baik, tidak
ada kelainan pada kulit. Pemeriksaan rambut penyebaran merata,
pemeriksaan kuku CRT ≤3 detik. Saat dirumah sakit pasien rutin makan
3 kalisehari dengan bubur kadang nasi lembek menggunakan sayur sop
dan sayur bening, lauk tempe tahu, ikan. Pada pemeriksaan lab yang
dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut: Darah Lengkap : WBC 5,673
(Ne 76,31%,Lym 5,3%, Mo 11,21%, Eo6,10%, Ba 0,98%), RBC 2,783,
HGB 7,60, HCT 24,15%, MCV 86,76,fl.MCH27,34 pg, MCHC 31,51
g/dl, PLT 161,60K/ul Kimia Klinik : SGOT 12,00, SGPT 8,80, BUN
145,00, Creatinin 13,00, GDS 89,0.Analisa Gas Darah : pH 7,29, pCO2
24,00 mmHg, pO2 122,00 mmHg, HCO3- 11,50 mmol/L, TCO2 12,20
mmol/L,Natrium 124,00 mmol/L, Kalium 4,50 mmol/L.Urinalisis : pH
5,00, Leukosit500 (3+), Nitrit Negatif, Protein 25,00 (+1), Glukosa
Normal, Katone Negatif, Urobilinogen normal, Bilirubin negative,
Eritrosit 50,oo(+3), SG 1,015, warna kuning pucat, Sedimen (Leukosit 6-
8, Eritrosit6-8, sel epitel negative,sel gepeng negative, bakteri++. pada
pemeriksaan foto X-Ray Thorax PA di bawah terlihat kesan jantung yang
membesar atau kardiomegatli dengan tampak klasifikasi knob

FOTO POLOS (ABDOMEN)

Pada foto polos abdomen seperti yang terlihat diatas


ditemjukankesan tampak bayangan radiopaque multiple
yang terproyeksi setinggi VL 3 dan VL 4 sisi kiri dan
tampak bayangan radiopaque bentuk clip yang terpoyeksi
setinggi VL2 sisi kiri sehingga disimpulkan dengan kesan
suspek batu opaque ginjal kiri dan suspek batu ureter kiri
1/3 proksimal.

ELEKTORKARDIOGRAFI (EKG)

HASIL EKG memperlihatkan irama Sinus,


HR 90x/mnt, Axis kanan, gelombang P
normal, QRS kompleks normal, ST change
(-).

USG UROLOGI
Hasil USG menunjukkan pada ginjal kiri system pelvicayceal
melebar gr.II-III, dan Batu (+) di calyc pole bawah uk0,74 cm. selain itu,
ukuranprostat membesar(vol 30,25 ml) dan disimpulkan dengan kesan
Nefrolithiasis gr. II-III kiri dengan dilatasi uretes susps ec post renaldan
terdapat pembesaran prostat

Kemudian berdasarkan anamnesisidan pemeriksaan fisik dan


penunjang pasien didiagnosis dengan kronic Kidney Disease (CKD)
stadium V ec PNC dan diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% tpm, HD
Elektif, Ondansentron 2x4mg iv, Captopril 2x25 mg, Amlodipin 1x5mg,
diet tinggi kalori 35 kkal 0,8gram protein/kg/hari + rendah garam.
[ CITATION Kad19 \l 1033 ]
FORMAT PENGUMPULAN DATA UMUM KEPERAWATAN
Tgl.pengkajian : 04 mei 2020 No.register : 456xxx
Jam Pengkajian : 09.30 Tgl.MRS :
Ruang/Kelas : 25

I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.M Nama : Ny. K
Umur : 47 thn U m u r : 35 thn
Jenis Kelamin : L Jenis Kelamin: P
Agama : Hindu A g a m a: Hindu
Pendidikan :- Pekerjaan:-
Pekerjaan :- A l a m a t : Bali
Gol. Darah :- Hubungan dengan Klien :Istri

Alamat : Bali

II. KELUHAN UTAMA


1. Keluhan Utama Saat MRS
Pasien mengatakan mual dan muntah sejak kurang lebih 2 minggu. Mual
dirasakan hilang timbul dan memburuk apabila pasein makan, dan tidak
membaik setelah pasien beristirahat. Rasa mual terkadang diikuti dengan
muntah setiap makan. Muntahan dikatakan jumlahnya kira-kira sebanyak
jumlah makanan yang dikonsumsi. Pasien juga mengatakan mengeluh nyeri
dipinggang kiri.nyeri diarasakn seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan hilang
timbul dengan skala 7 terasa terus menerus dan semakin berat. Pasien juga
mengeluh sesak napas.
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Pasien juga mengatakan mengeluh nyeri dipinggang kiri.nyeri diarasakn
seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan hilang timbul dengan skala 5 terasa terus
menerus dan semakin berat. Pasien juga mengeluh sesak napas. Pasien juga
mengeluh sesak napas.
III.DIAGNOSA MEDIS
CKD st V
IV. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien MRS pada tanggal 08-12-2019 datang dengan mengeluhkan mual
dan muntah sejak kurang lebih 2 minggu. Mual dirasakan hilang timbul dan
memburuk apabila pasein makan, dan tidak membaik setelah pasien beristirahat.
Rasa mual terkadang diikuti dengan muntah setiap makan. Muntahan dikatakan
berupa sisa makanan, tidak terdapat darah atau lender dan jumlahnya kira-kira
sebanyak jumlah makanan yang dikonsumsi. Pasien juga mengeluh nyeri
dipinggang kiri sejak 2 tahun terakhir.nyeri diarasakn seperti ditusuk-tusuk dan
dirasakan hilang timbul dengan skala 7. Pada awalnya rasa nyeri dirasakan tidak
terlalu mengganggu tetapi lama kelamaan keluhan nyeri mulai sering dirasakan
tambah berat. Nyeri tidak membaik dengan perubahan posisi. Pasien juga
mengeluhkan kencing yang sedikit-sedikit sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Pada saat dilakukan pengkajian 10-12-2019 Pasien juga
mengatakan mengeluh nyeri dipinggang kiri.nyeri diarasakn seperti ditusuk-
tusuk dan dirasakan hilang timbul dengan skala 5 terasa terus menerus dan
semakin berat. Pasien juga mengeluh sesak napas. Pasien juga mengeluh sesak
napas. Pasien juga mengeluh sesak napas.
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Hipertensi sejak 2 tahun yang lalu
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada
V. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN
1. Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)

ADL Di Rumah Di Rumah Sakit


Pola pemenuhan kebutuhan Makan / Minum Makan / Minum
nutrisi dan cairan (Makan dan Jumlah : 3x Jumlah : 3x
Minum ) Jenis : Jenis :
- Nasi : nasi lembek - Nasi : nasilembek, bubur
- Lauk : tempe daging - Lauk : tempe, tahu, ikan
- Sayur : lodeh - Sayur : bening, sop
- Minum : 3-4 gelas - Minum/Infus : 3-4 stngh
Pantangan : gelas /Nacl 0,9%
Kesulitan Makan / Minum : Pantangan :
Mual dan muntah Kesulitan Makan / Minum :
Usaha Mengatasi kesulitan : Tidak ada
Usaha Mengatasi kesulitan :
Pola Eliminasi BAK: 2-4 kali sehari dengan BAK: 2-3 kali dengan
BAK : Jumlah, Warna, Bau, volume kurang lebih ½-1 gelas menggunakan pispot,dengan
Masalah, Cara Mengatasi. setiap kencing. Warna kencing warna kuning pekat, jumlah ½
dikatakankuning dan lebih pekat gelas.
pekat dari biasanya
BAB : Jumlah, Warna, BAB: BAB 1 kali selama 2 hari
Bau, Konsistensi, BAB: sebanyak1 kali dalam dengan warna kuning
Masalah, Cara sehari, warna kuning kecoklatandengan konsistensi
Mengatasi. kecoklatan, konsistensi sedikit agak lembek. Jam istirahat
keras,dan tidak ada nyeri saat pasien saat dirumah sakit..
BAB

Pola Istirahat Tidur Saat dirumah pasien tidur mulai Saat dirumah sakit pasien tidur
- Jumlah/Waktu jam 22.00 sering terbangun mulai jam 21.00 terbangun
- Gangguan Tidur pada jam 02.00 dan 04.00 kadang terbangun pada pukul
- Upaya Mengatasi karena nyeri pada pinggang 02.00-03.00 mengeluh nyeridan
gangguan tidur sebelah kiri jumlah tidur pasien ingin buang air kecil setelah
- Apakah mudah terbanguan hanya 4-5 jam. Nyari pinggang terbangun pasien tertidur
- Jika terbangun berapa sebelah kiri membuat pasien Kembali
menit bisa tertidur lagi sulit tidur Kembali..
- Hal-hal yang
mempermudah tidur
- Hal-hal yang
mempermudah bangun
Pola Kebersihan Diri (PH) pasien mandi 2 kali sehari Pada saat dirumah sakit pasien
- Frekuensi mandi mencuci rambut 1 kali dalam 3 diseka oleh perawat setiap pagi
- Frekuensi Mencuci rambut hari, gosok gigi setiap kali
- Frekuensi Gosok gigi mandi, dilakukan mandiri
- Keadaan kuku
- Melakukan mandiri/
dibantu
Aktivitas Lain pasien meluangkan waktunya bisa tidur dan beristirahat
Aktivitas apa yang dilakukan untukpergi kesawah
klien untuk mengisi waktu
luang ?

2. Riwayat Psikologi
Pasien menganggap bahwa penyakitnya ini adalah cobaan darituhan,
pasien tetap sabar dalam menghadapi penyakit yang diderita
3. Riwayat Sosial
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien sering kesawah Bersama teman-
temannya sering berkumpuldengan keluarga. Di RS pasien ramah dengan
lingkungan pasien.
4. Riwayat Spiritual
Pasien rajin rajin sembayang pergike pure-pure Bersama istri dan
keluarganya. Dan sering mengikuti ibadah keagamaan lainnya.
VI. KONSEP DIRI

A. Gambarain diri: tidak terkaji


B. Identitas diri: tidak terkaji
C. Peran : tidak terkaji
D. Ideal diri : tidak terkaji
E. Harga diri : tidak terkaji
VII. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 10/12/2019)
A. Keadaan Umum
Lemas
B. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
SAAT SEBELUM SAKIT SAAT PENGKAJIAN
Tidak terkaji TD: 180/100 mmHg, Nadi: 114x/mnt,
suhu 36,7C, RR 22x/mnt
Spo2:110%BB 68 kg

3. Pemeriksaan Wajah a. Mata


Kelengkapan dan kesimetrisan mata( + ), Kelopak mata/palpebra oedem (- ),
ptosis/dalam kondisi tidak sadar mata tetap membuka ( - ), peradangan ( - ),
luka( - ), benjolan ( - ), Bulu mata rontok (tidak), Konjunctiva dan sclera perubahan
warna (anemis), Warna iris (hitam), Reaksi pupil terhadap cahaya (miosis), Pupil
(isokor), Warna Kornea

b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi
(tidak). Amati meatus : perdarahan ( - ), Kotoran ( - ), Pembengkakan ( - ),
pembesaran / polip ( - ), menggunakan Oksigen Nasal Kanul 3 lpm

c. Mulut

Amati bibir : Kelainan konginetal ( labioscisis, palatoscisis, atau


labiopalatoscisis), warna bibir, lesi ( - ), Bibir pecah (+ ), Amati gigi
,gusi, dan lidah : Caries ( + ), Kotoran (- ), Gigi palsu ( - ), Gingivitis ( - ),
Warna lidah, Perdarahan ( - ) dan abses (- ).

Amati orofaring atau rongga mulut : Bau mulut, Benda


asing : ( tidak )
d. Telinga
Amati bagian telinga luar: Bentuk …Ukuran … Warna …, lesi ( - ), nyeri
tekan ( - ), peradangan ( - ), penumpukan serumen ( - ). Dengan otoskop
periksa membran tympany amati, warna ....., transparansi ......, perdarahan
( - ), perforasi ( - ).

e. Keluhan lain: tidak ada


4. Pemeriksaan Kepala, Dan Leher
a. Kepala
Inspeksi : bentuk kepala (Brakhiocephalus/ bulat), kesimetrisan (+ ).
Hidrochepalus ( - ), Luka (- ), darah (-), Trepanasi ( - ).

Palpasi : Nyeri tekan ( - ), fontanella / pada bayi


(cekung / tidak)
b. Leher
Inspeksi : Bentuk leher (simetris), peradangan ( - ), jaringan parut ( - ),
perubahan warna (- ), massa ( - ) Palpasi : pembesaran kelenjar limfe ( - ),
pembesaran kelenjar tiroid ( - ), posisi trakea (simetris), pembesaran Vena
jugularis ( + )

c. Keluhan lain: tidak ada


5. Pemeriksaan Thoraks/dada a. PEMERIKSAAN PARU
INSPEKSI
- Bentuk torak (Normal chest),
- Susunan ruas tulang belakang (Kyposis / Scoliosis / Lordosis), Bentuk dada
(simetris ), - keadaan kulit ?
- Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( + ), retraksi suprasternal
( - ), Sternomastoid ( - ), pernafasan cuping hidung ( - ).
- Pola nafas : ( Takipneu)
- Amati : cianosis (- ), batuk (-).
PALPASI

Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba (sama ).
Lebih bergetar sisi

PERKUSI Area paru : ( sonor )

AUSKULTASI
- Suara nafas Area Vesikuler : (halus) , Area Bronchial : (halus) Area
Bronkovesikuler (halus) Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni ( - ), Egophoni
( - ), Pectoriloqui ( - ) Suara tambahan Terdengar : Rales ( - ), Ronchi ( - ),
Wheezing ( + ), Pleural fricion rub ( - ), bunyi tambahan lain ……
- Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : ................
Keluhan lain terkait dengan paru: ……………….

b. PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI Ictus cordis ( + / - ), pelebaran ........cm

PALPASI Pulsasi pada dinding torak teraba : (Kuat)

PERKUSI Batas-batas jantung normal adalah :

Batas atas : ………………….. ( N = ICS II )

Batas bawah : …....................... ( N = ICS V)

Batas Kiri : …………………... ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)

Batas Kanan : ……………….. ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)

AUSKULTASI

BJ I terdengar (tunggal / ganda, ( keras / lemah ), ( reguler / irreguler )

BJ II terdengar (tunggal / ganda ), (keras / lemah), ( reguler / irreguler )

Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + / - ), Gallop Rhythm (+ / -), Murmur (+ /


- ) Keluhan lain terkait dengan jantung :

6. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI

Bentuk abdomen : (datar ), Massa/Benjolan (- ), Kesimetrisan ( + ),


Bayangan pembuluh darah vena (-)

AUSKULTASI

Frekuensi peristaltic usus ........... x/menit ( N = 5 – 35 x/menit,


Borborygmi ( + / - )

PALPASI

Palpasi Hepar : diskripsikan :Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ), perabaan


( lunak), permukaan (halus), tepi hepar (tumpul / tajam) . ( N = hepar tidak
teraba).
Palpasi Lien : Gambarkan garis bayangan Schuffner dan
pembesarannya ............ Dengan Bimanual lakukan palpasi dan
diskrpisikan nyeri tekan terletak pada garis Scuffner ke
berapa ? .............( menunjukan pembesaran lien ) Palpasi Appendik :
Buatlah garis bayangan untuk menentukan titik Mc. Burney. nyeri tekan ( -
), nyeri lepas ( - ), nyeri menjalar kontralateral ( - ). Palpasi Ginjal :
Bimanual diskripsikan : nyeri tekan( + ), pembesaran ( + ). (N = ginjal
tidak teraba).

PERKUSI

Normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani.

Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Abdomen : ..............

7. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal


a. genetalia pria
Inspeksi :
Rambut pubis (bersih ), lesi ( - ), benjolan ( - ) Lubang uretra :
penyumbatan ( - ), Hipospadia ( - ), Epispadia ( - ) Palpasi Penis : nyeri
tekan ( - ), benjolan ( - ), cairan ...................... Scrotum dan testis :
beniolan ( - ), nyeri tekan (- ),

Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum :


Hidrochele ( - ), Scrotal Hernia ( - ), Spermatochele ( - ) Epididimal
Mass/Nodularyti ( - ) Epididimitis ( - ), Torsi pada saluran sperma ( - ),
Tumor testiscular ( - )

Inspeksi dan palpasi Hernia :


Inguinal hernia ( - ), femoral hernia ( - ), pembengkakan ( - )
b. Pada wanita
Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih / kotor), lesi ( + / - ),eritema ( + / - ),
keputihan ( + / - ), peradangan ( + / - ).Lubang uretra : stenosis /sumbatan (
+/-)
c. Keluhan lain:
8. Pemeriksaan Punggung Dan Tulang Belakang
Periksa ada tidaknya lesi pada kulit punggung, Apakah terdapat kelainan
bentuk tulang belakang, Apakah terdapat deformitas pada tulang belakang,
apakah terdapat fraktur atau tidak, adakah nyeri tekan. Keluhan lain:

9. Pemeriksaan Ektremitas/Muskuloskeletal a.Inspeksi


Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris ), deformitas (-), fraktur (-) lokasi
fraktur …, jenis fraktur…… kebersihan luka……, terpasang Gib ( +- ),
Traksi ( - )

b.Palpasi
Oedem : Lingkar lengan : …………Lakukan uji kekuatan
otot :

Ede Kek
m uata
n
otot
Atas Atas
:+ + :5 5
Baw Baw
ah: ah:
++ 55

c.Keluhan lain:
10. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/Penghidu/tengorokan
Uji ketajaman pendengaran :Tes bisik, Dengan arloji, Uji weber :
seimbang kanan / lateralisasi kiri, Uji rinne : hantaran tulang lebih keras /
lemah / sama dibanding

dengan hantaran udara, Uji swabach : memanjang / memendek / sama

Uji Ketajaman Penciuman dengan menggunakan rangsang bau-bauan.

Pemeriksaan tenggorokan: lakukan pemeriksaan tonsil, adakah


nyeri telan. Keluhan lain:
11. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
o Pemeriksaan Visus Dengan Snellen's Cart : OD ............. OS ............
o Tanpa Snelen Cart : Ketajaman Penglihatan ( Baik / Kurang ) o
Pemeriksaan lapang pandang : Normal / Haemi anoxia / Haemoxia o

Pemeriksaan tekanan bola mata Dengan tonometri …………, dengan


palpasi taraba …… o Keluhan lain:

12. Pemeriksaan Fungsi Neurologis


a.Menguji tingkat kesadaran dengan GCS ( Glasgow
Coma Scale ) Menilai respon membuka mata 4

Menilai respon Verbal 5

Menilai respon motorik 5

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : (Compos


Mentis )

b.Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak

Penigkatan suhu tubuh ( -), nyeri kepala ( -), kaku kuduk ( -), mual –
muntah ( + ) kejang ( -) penurunan tingkat kesadaran ( -)

c.Memeriksa nervus cranialis

Nervus I - Olfaktorius (pembau ), Nervus II - Opticus ( penglihatan ),


Nervus III - Ocumulatorius, Nervus IV- Throclearis, Nervus V –
Thrigeminus, Nervus VI-Abdusen,

Nervus VII – Facialis, Nervus VIII- Auditorius, Nervus IX-


Glosopharingeal, Nervus X – Vagus, Nervus XI- Accessorius, Nervus
XII- Hypoglosal

d.Memeriksa fungsi motorik

Ukuran otot (simetris / asimetris), atropi ( + / -) gerakan-gerakan yang


tidak disadari oleh klien ( + / -)

e.Memeriksa fungsi sensorik


Kepekaan saraf perifer : benda tumpul , benda tajam. Menguji sensai
panas / dingin, kapas halus, minyak wangi.

f.Memeriksa reflek kedalaman tendon

Reflek fisiologis : R.Bisep, R. Trisep, R. Brachioradialis, R. Patella, R. Achiles

Reflek Pathologis, Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada


kasus-kasus tertentu. Yang diperiksa adalah R. Babinski, R. Chaddok,
R.Schaefer, R. Oppenheim, R. Gordon, R. Bing, R.Gonad.

g.Keluhan lain yang terkait dengan Neurologis :

13. Pemeriksaan Kulit/Integument


a. Integument/Kulit
Inspeksi : Adakah lesi ( + / - ), Jaringan parut ( + / - ), Warna Kulit, Bila
ada luka bakar dimana saja lokasinya, dengan luas : .............. %,
cyanotik ( + / -)

Palpasi : Tekstur (kasar ), Turgor/Kelenturan(jelek ), Struktur (tegang), Lemak


subcutan ( tebal / tipis ), nyeri tekan ( - ) pada daerah mana?

Identifikasi luka / lesi pada kulit

1. Tipe Primer : Makula ( - ), Papula ( - ) Nodule ( - ) Vesikula ( - )


2. Tipe Sekunder : Pustula (-), Ulkus (-), Crusta (-), Exsoriasi (-), Scar (),
Lichenifikasi ( - ) Kelainan- kelainan pada kulit : Naevus Pigmentosus ( - ),
Hiperpigmentasi ( - ), Vitiligo/Hipopigmentasi ( - ), Tatto (- ), Haemangioma (-),
Angioma/toh(-), Spider Naevi (- ), Striae (-)

b.Pemeriksaan Rambut
Ispeksi dan Palpasi : Penyebaran (merata), Bau …. rontok (-), warna ....Alopesia
( - ), Hirsutisme ( - ), alopesia (- )

c.Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi : warna, bentuk, dan kebersihan kuku, CRT ≤ 3 detik

d.Keluhan lain:
14. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik (tanggal 08/12/2019)
A. DARAH LENGKAP
Leukosit : 500 ( N : 3.500 – 10.000 / µL )
Eritrosit : 6.8 ( N : 1.2 juta – 1.5 juta µL )
Trombosit : .............................. ( N : 150.000 – 350.000 / µL )
Haemoglobin : ............................... ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl )
Haematokrit : ............................... ( N : 35.0 – 50 gr / dl )
B. KIMIA DARAH
Ureum : ............................. ( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin : 13,00 ( N : 07 – 1.5 mg / dl )
SGOT : 12 ( N : 2 – 17 )
SGPT : 8,80 ( N : 3 – 19 )
BUN : 145,00 ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin : ............................. ( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein : ............................. ( N : 6.7 – 8.7 mg /dl )
GD puasa : ............................ ( N : 100 mg/dl )
GD 2 jpp : ............................. ( N : 140 – 180 mg / dl )
C. ANALISA ELEKTROLIT
Natrium : 124,00 ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium : 4,50 ( N ; 3,5 – 5,0 mmol / l )
Clorida : ............................. ( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium : ............................. ( N : 7.6 – 11.0 mg / dl )
Phospor : ............................. ( N : 2.5 – 7.07 mg / dl )
D. PEMERIKSAAN LAB LAIN :

WBC 5,673 (Ne 76,31%,Lym 5,3%, Mo 11,21%, Eo6,10%, Ba 0,98%), RBC


2,783, HGB 7,60, HCT 24,15%, MCV 86,76,fl.MCH27,34 pg, MCHC 31,51
g/dl, PLT 161,60K/ul, pH 7,29, pCO2 24,00 mmHg, pO2 122,00 mmHg, HCO3-
11,50 mmol/L, TCO2 12,20 mmol/L, pH 5,00, Leukosit500 (3+), Nitrit Negatif,
Protein 25,00 (+1), Glukosa Normal, Katone Negatif, Urobilinogen normal,
Bilirubin negative, Eritrosit 50,oo(+3), SG 1,015, warna kuning pucat, Sedimen
(Leukosit 6-8, Eritrosit6-8, sel epitel negative,sel gepeng negative, bakteri++

E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI :
Jika ada jelaskan gambaran hasil foto Rongent, USG, EEG, EKG, CT-
Scan, MRI, Endoscopy dll.

Xray Thorax: PA di bawah terlihat kesan jantung yang membesar atau


kardiomegatli dengan tampak klasifikasi knob
Fotopolos (abdomen): terlihat diatas ditemjukankesan tampak bayangan
radiopaque multiple yang terproyeksi setinggi VL 3 dan VL 4 sisi kiri dan
tampak bayangan radiopaque bentuk clip yang terpoyeksi setinggi VL2
sisi kiri sehingga disimpulkan dengan kesan suspek batu opaque ginjal kiri
dan suspek batu ureter kiri 1/3 proksimal.

EKG: HASIL EKG memperlihatkan irama sinus, HR 114x/mnt, Axis kanan,


gelombang P normal, QRS kompleks normal, ST change (-).

USG Urologi: Hasil USG menunjukkan pada ginjal kiri system pelvicayceal
melebar gr.II-III, dan Batu (+) di calyc pole bawah uk0,74 cm. selain itu,
ukuranprostat membesar(vol 30,25 ml) dan disimpulkan dengan kesan
Nefrolithiasis gr. II-III kiri dengan dilatasi uretes susps ec post renal dan terdapat
pembesaran prostat

VII. TINDAKAN DAN TERAPI


Tindakan apa saja yang sudah dilakukan untuk menolong keselamatan klien dan
terapi farmakologis (obat-obatan) apa saja yang sudah diberikan.

- IVFD NaCl 0,9% tpm,


- HD Elektif,
- Ondansentron 2x4mg iv,
- Captopril 2x25 mg,
- Amlodipin 1x5mg,
- diet tinggi kalori 35 kkal 0,8gram protein/kg/hari + rendah garam.

TTD PERAWAT

( ATIKA LUQYANA )
Diagnose Keperawatan

1. Pola Nafas Tidak efektif b/d hambatan upaya napas


2. Hipervolemia b/d gangguan mekanisme regulasi
3. Nyeri Akut b/d agen cedera fisiologis

Analisa Data

No Data Mayor & Minor Masalah Etiologi DX Keperawatan


Keperawatan
1. DS: Pasien mengatakan sesak Pola nafas Hambatan upaya Pola napas tidak efektif
napas tidak efektif napas b/d hambatan upaya
DO: napas
- Penggunaan otot bantu napas
- Wheezing
- RR 22x/mnt
- Takipnea
2. DS: Hypervolemia Gangguan Hypervolemia b/d
DO: Mekanisme gangguan mekanisme
- Edema pada kedua tangan regulasi regulasi
dan kaki
- BB 68
- Pembesaran JVP
- Tekstur (kasar ),
Turgor/Kelenturan (jelek ),
Struktur (tegang)
- Membrane mukosa kering
3. DS: Pasien juga mengatakan Nyeri akut Agen cedera Nyeri akut
mengeluh nyeri dipinggang fisiologis berhubungan dengan
kiri.nyeri diarasakn seperti agen cedrafisiologis
ditusuk-tusuk dan dirasakan
hilang timbul dengan skala 5
terasa terus menerus dan semakin
berat
DO:
- TD: 180/100 mmHg
- Nadi: 114x/mnt
- RR 22x/mnt
- Terlihat meringis menahan
nyeri

Intervensi Keperawatan

NO SDKI SLKI SIKI


1 Pola Nafas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
Tidak efektif selama 1x24 jam, maka Pola Observasi
b/d hambatan Napas meningkat, dengan
1. Monitor pola napas (frekuensi,
upaya napas kriteria hasil :
kedalaman, usaha napas)
15. Tekanan ekspirasi (5)
2. Monitor bunyi napas tambahan
16. Tekanan inspirasi (5)
(mis. Gurgling, mengi, weezing,
 5 = meningkat
ronkhi kering)
17. Penggunaan otot bantu
3. Monitor sputum (jumlah, warna,
napas (5)
aroma)
 5 = menurun
18. Frekuensi napas (5)
Terapeutik
19. Kedalaman napas (5)
 5 = membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan head-tilt dan chin-
lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
2. Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum Penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsepMcGill
8. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

2 Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia


b/d gangguan keperawatan selama 1x24 jam Observasi:
mekanisme maka Keseimbangan Cairan 1. Periksa tanda dan gejala
regulasi meningkat dengan kriteria hipervolemia (edema, dispnea)
hasil: 2. Identifikasi penyebab
1. Asupan cairan (5) hypervolemia
2. Asupan makanan (5) 3. Monitor status hemodinamik
 5 : meningkat (tekanan darah)
3. Edema (5) 4. Monitor intake dan output
 5:menurun cairan
4. Tekanan darah (5) 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
5. turgor kulit (5) 6. Monitor kecepatan infus secara
6. BB (5) ketat
7. Membrane mukosa (5) Terapeutik
 5 : membaik 1. Batasi asupan cairan dan garam
2. Timbang BB setiap hari diwaktu
yang sama
3. Tinggikan kepala tempat tidur
30-40o
Edukasi
1. Anjurkan melapor haluan urine
2. Ajarkan mengukur dan mencatat
asupan dan haluan cairan
3. Ajarkan membatasi cairan
Kolaborasi
1. Pemberian diuretik
3 nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
agen cedera keperawatan selama 1x24 jam, Observasi
fisilogis diharapkan “Tingkat Nyeri”
1. lokasi, karakteristik, durasi,
menurun, dengan kriteria hasil:
frekuensi, kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri menurun
nyeri
2. Kesulitan tidur menurun
2. Identifikasi skala nyeri
3. Gelisah menurun
3. Identifikasi respon nyeri non
4. Mual menurun
verbal
5. Pola tidur meningkat
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik

Terapeutik

1. Berikan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri 2. Jelaskan
strategi meredakan nyeri 3.
Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri 4. Anjurkan
menggunakan analgetik secara
tepat
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik,


jika perlu

Analisa EBN

a. Polanafas tidak efektif


Judul: blood pressure increase duringoxygen supplementationin chronic
kidney disease patients is mediated by vasocontriction independent of
baroreflex function

Hipertensi pada pasien CKD dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatis.


Mekanisme yang mendasari peningkatan SNA pada CKD.
Oksigen diberikan pada pasien selama 15 menit (RA), masker non-
rebreathing diposisikan di atas hidung dan mulut. Sambal melakukan
pengukuran tekanan darah, tekanan parsial oksigen (ppO2) 0,21 ATA, diberikan
pada masker pada 15 L / menit selama 15 menit. Setelah itu ppO2 dalam gas
pernapasan ditingkatkan menjadi 50% O2 (ppO2 0,5 ATA) dan 100% O2 (ppO2
1,0 ATA) masing-masing lagi selama 15 menit pada setiap dosis (Gambar 1).
Dosis oksigen diatur menggunakan blender udara-oksigen (Precision Medical
Inc., Northampton, USA). Pasien tidak mengetahui dosisnya dan tidak sadar
ketika dosis oksigen diubah. Pengukuran dilakukan di ruangan yang tenang
dengan suhu yang dikontrol pada 22◦C. Selama semua pengukuran, peserta tetap
diam-diam dalam posisi aman. Pasien yang menerima inhibitor konversi-bensin
(ACE) dan / atau penghambat reseptor angiotensin II (ARB) telah menunda
asupan obat-obatan ini sampai setelah kunjungan penelitian [ CITATION Ran17 \l
1033 ]
b. Hypervolemia
Judul: effect og choaching to increase water intakeon kidney function
deciline adults with chronic kidney disease the CKD WIT rondimized
trial

USFood and Nutrition Board pada tahun 1945, yang merekomendasikan air
setiap hari untuk konsumsi dari sumber makanan yang dapat dikonsumsi karena
terlalu banyak makanan yang dikonsumsi karena makanan yang dikonsumsi
lebih banyak. menganjurkan bahwa meminum lebih banyak air dapat bermanfaat
bagi ginjal. minum lebih banyak air menekan konsentrasi plasma vasopresin dan
meningkatkan konsumsi plasma, 7,8 dan studi mengenai ginjal, meminum lebih
banyak air dapat dikaitkan dengan fungsi ginjal dan risiko CKD. Apakah
peningkatan asupan air dapat bermanfaat bagi pasien dengan chronic kidney
disease.
Selama minggu 1, pasien diinstruksikan untuk minum secangkir air tambahan
saat sarapan, makan siang, dan makan malam dan untuk meningkatkan jumlah
total per minggu. Pasien dalam kelompok hidrasi juga menerima wadah minum
yang dapat digunakan kembali dan dikirimkan 20 per bulan, masing-masing
dapat ditukarkan dengan 1.5L air. [ CITATION Wil18 \l 1033 ]
c. Intevensi intake output
Judul: association between fluid intake and kidney function, and survival
outcomes analysis: a nationwide population-based study

Asupan cairan, salah satu kegiatan sehari-hari yang paling umum, belum
diteliti dengan baik pada populasi penyakit ginjal kronis (CKD), dan hasil klinis
jarang ditangani. Tujuan dari penelitian nasional ini adalah untuk mengeksplorasi
pengaruh asupan cairan harian terhadap mortalitas kardiovaskular dan semua-
penyebab serta hubungannya dengan fungsi ginjal. Pengukuran asupan cairan
harian Asupan cairan total harian dinilai menggunakan kuesioner penarikan
makanan 24 jam. Kuesioner menggunakan pertanyaan standar untuk membantu
responden mengingat dan menggambarkan makanan dan minuman yang mereka
konsumsi. Asupan cairan total harian diperkirakan dari semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi selama 24 jam sebelumnya, termasuk air minum biasa,
mata air, dan air yang terkandung dalam makanan dan minuman lainnya. Karena
tidak adanya data mengenai asupan cairan yang direkomendasikan setiap hari,
kami mengategorikan asupan cairan harian menjadi empat kelompok. Kuartil
asupan cairan harian adalah sebagai berikut: Q1 ≦ 2.147 L / hari, 2.147 L / hari
<Q2 ≦ 2.789 L / hari, 2.789 L / hari <Q3 ≦ 3.576 L / hari dan Q4 ≥3.576 L / hari.
[ CITATION LiW16 \l 1033 ]
d. Nyeri akut
Judul: the effect of music therapy during shockwave lithotripsy on
patient relaxtation, anxiety, and pain perception

Ada banyak prosedur invasif yang dilakukan pada pasien rawat jalan
tanpa memberikan anestesi. Salah satunya adalah shock wave lithotripsy
(SWL) yang banyak digunakan untuk mengobati CKD selama bertahun-
tahun. Keberhasilan teknik ini berkaitan erat dengan faktor-faktor seperti
pengalaman orang yang menggunakan mesin, lokalisasi batu, sistem
kemih anatomi, dan komposisi batu, selain kepatuhan pasien dengan
prosedur. Untuk memastikan kepatuhan, penting bahwa rasa sakit dan
kecemasan pasien dijaga pada tingkat minimal.

Beberapa obat analgesik yang digunakan sebelum prosedur SWL


adalah NSAID (diklofenak, ketorolak, dan piroksikam), opioid (morfin,
fentanyl, dan pethidine), ansiolitik (midazolam), dan agen anestesi lokal
seperti EMLA (campuran eutektik dari lidokain 2,5% dan prilokain 2,5)
%). Menurut Pedoman Urolithiasis yang disiapkan oleh Asosiasi Urologi
Eropa, tingkat rekomendasi kontrol nyeri. Apnea tidur obstruktif, depresi
pernapasan, hipotensi, takikardia atau bradikardia, disfungsi kognitif
sementara, mual muntah, dan reaksi alergi dapat diamati terkait dengan
obat ini. Selain itu, perlu bagi pasien untuk menjalani penilaian anestesi
yang cukup satu hari. sebelum prosedur. Ini bersama dengan permintaan
konsultasi meningkatkan biaya dan memperpanjang proses perawatan.
mendengarkan musik selama. Pasien mendengarkan musik rakyat
Turki, klasik, populer, atau lambat sesuai dengan preferensi mereka. Tidak
ada obat yang diberikan pada kedua sesi. Data demografis tentang pasien
dan prosedur, skor kecemasan dan rasa sakit, kesediaan untuk mengulangi
prosedur (tidak pernah sampai 4 bahagia), dan tingkat kepuasan pasien (0
buruk sampai 4 baik) dicatat. Selain itu, denyut nadi dan tekanan darah
sebelum dan sesudah prosedur diukur. Kecemasan diukur menurut bentuk
Kecemasan Negara-Trait Inventory-State Kecemasan sementara rasa sakit
diukur dengan skala analog visual yang diisi oleh ahli urologi.[ CITATION
Alp17 \l 1033 ]

e. intervensi CKD
judul: management ofhypertention in chronic kidney disease

Penyakit ginjal kronis (CKD) adalah kondisi yang semakin umum di


seluruh dunia dan sangat terkait dengan kejadian penyakit kardiovaskular
(CVD). Hipertensi adalah penyebab dan efek CKD dan mempengaruhi
sebagian besar pasien CKD. Kontrol hipertensi penting pada mereka yang
menderita CKD karena mengarah pada perlambatan perkembangan
penyakit serta penurunan risiko CVD. Pedoman yang ada tidak
menawarkan konsensus tentang target tekanan darah optimal (BP). Oleh
karena itu, pemahaman tentang bukti yang digunakan untuk membuat
pedoman ini sangat penting ketika mempertimbangkan cara terbaik untuk
mengelola pasien secara individu. Intervensi non-farmakologis berguna
dalam mengurangi BP di CKD tetapi jarang cukup untuk mengontrol BP
secara memadai. Pasien dengan CKD dan hipertensi akan sering
memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target BP.
Terapi farmakologis tertentu memberikan tindakan renoprotektif dan / atau
kardioprotektif tambahan BP-independen tambahan dan ini harus
dipertimbangkan ketika memulai terapi. Mengelola hipertensi dalam
konteks hemodialisis dan mengikuti transplantasi ginjal menghadirkan
tantangan lebih lanjut. Terapi baru dapat meningkatkan pengobatan dalam
waktu dekat. Yang penting, rencana manajemen yang dipersonalisasi dan
berbasis bukti tetap menjadi kunci untuk mencapai target BP, mengurangi
risiko CVD dan memperlambat perkembangan CKD.

Perawatan non farmakologi:

a) Mengurangi asupan natrium makanan ke target <50 mmol / hari (~ 3 g / hari


garam) menurunkan BP sistolik dengan ~ 10 mmHg lebih lanjut. Pembatasan
terhadap target <100 mmol / hari (~ 6 g / hari garam) juga menunjukkan
pengurangan proteinuria sebesar ~ 25%, efek yang tidak mungkin dijelaskan
dengan pengurangan TD.
b)Penurunan berat badan efektif dalam mengurangi TD dan proteinuria dan dapat
memperlambat perkembangan CKD. Pada pasien kelebihan berat badan (indeks
massa tubuh [BMI]> 27 kg / m2) dengan CKD dan proteinuria (> 1 g / 24 jam),
penurunan berat badan rata-rata ~ 4% dapat mengurangi proteinuria hingga ~
30%.
Perawatan farmakologi:
a. Blokade Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron . ACE inhibitor dan antagonis
reseptor angiotensin II (blocker) (ARB) memiliki sifat kardioprotektif dan
renoprotektif dan karenanya memiliki nilai khusus pada pasien dengan CKD.
Blokade RAAS dapat mengurangi tekanan darah sistolik ~ 20 mmHg pada
pasien dengan hipertensi dan CKD.
b. Diuretik. Volume overload, seringkali subklinis, mempengaruhi hingga 50%
orang dengan CKD dan merupakan faktor risiko independen untuk CVD. Terapi
diuretik dapat mengurangi ekspansi volume dan telah terbukti meningkatkan
indeks massa ventrikel kiri dan kekakuan arteri pada mereka dengan CKD.
Dengan demikian, diuretik sering digunakan sebagai bagian dari terapi
kombinasi obat dalam CKD dan menawarkan efek antihipertensi dan
kardioprotektif.
c. Antagonis Saluran Kalsium (Pemblokir). CCB dihydropyridine dan non-
dihydropyridine berguna dalam pengelolaan hipertensi pada CKD.
Dihydropyridine CCBs (seperti amlodipine) dapat digunakan sebagai terapi lini
pertama pada CKD non-proteinurik, baik sendiri atau dalam kombinasi. Dalam
CKD proteinurik efeknya lebih rendah daripada blokade RAAS. Namun,
penambahan CCB dihidropiridin pada pasien proteinurik dengan blokade
RAAS yang mapan meningkatkan kontrol BP tanpa memperburuk proteinuria.
[ CITATION Dan19 \l 1033 ]

Analisa Intervensi Via Youtube

a. Pemasangan infus
Alat dan bahan:
1. Standart infus
2. Cairan infus
3. IV wings needle/ abocath sesuai kebutuhan
4. Perlak
5. Tourniquet
6. Plester
7. Gunting
8. Bengkok
9. Sarung tangan bersih
10. Kasa steril
11. Alcohol swab

Prosedur Tindakan:

1. Cuci tangan
2. Dekatkan alat
3. Berikan salam
4. Jelaskan tujuan dan prosedur
5. Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan
selam pemasangan infus
6. Tanyakan kesiapan pasien
7. Atur posisi pasien
8. Siapkan cairan dengan menyambung botol infus dengan cairan infus
kemudian mengangtungkan cairan pada standar infus
9. Isi tabung reservoir infus
10. Alirkan cairan sampai tidak ada udara pada selang infus
11. Atur posisi pasien senyaman mungkin
12. Pasang perlak dengan pengalas
13. Tentukan area vena yang akan ditusuk
14. Pasang tourniquet membentuk ± 15 cm di atas vena yang akan ditusuk
15. Pakai sarung tangan
16. Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm (melingkar
dari dalam ke luar atau dengan menggosok searah)
17. Pegang Abocath dan tusuk IV Abocath ke vena dengan lubang jarum
menghadap ke atas
18. Pastikan jarum IV masuk ke vena (Tarik mandarin kira-kira 0,5 cm)
19. Jika sudah pasti masuk ke dalam vena sambungkan IV dengan selang
infus
20. Lepas tourniquet
21. Alirkan cairan infus
22. Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
23. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester
24. Atur tetesan infus sesuai anjuran
25. Lepas sarung tangan
26. Pasang label pelasaa
https://www.youtube.com/watch?v=jygxKeZXoSI
12. Pemberian obat melalui IV
Alat dan bahan
1. Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
2. Kapas alcohol/ alcohol swab
3. Sarung tangan
4. Obat sesuai resep dokter
5. Spuit 2 cc- 5 cc
6. Safety box
7. Perlak/pengalas
Prosedur Tindakan
1. Cuci tangan
2. Siapkan obat dengan prinsip 6 benar
3. Salam terapeutik
4. Identifikasi klien, cek gelang pasien
5. Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
6. Atur posisi klien dengan nyaman
7. pasang perlak
8. pakai sarung tangan
9. siapkan obat jika dalam bentuk vial buka tutup vial kemudian swab karet
vial dan ambil obatnya, jika dalam bentuk ampul patahkan ampul dan
ambil obat
10. pastikan tidak ada udara dalam spuit
11. swab bolus IV
12. lakukan pensukukan pada bolus yang sudah diswab
13. tekuk selang infus Ketika memasukkan obat/ mengunci cairan infus
sebelum memasukan obat
14. masukkan obat secara perlahan
15. swab Kembali bolus IV
16. buang spuit pada safety box
17. buka sarung tangan
18. cuci tangan
19. dokumentasikan Tindakan yang telah dilakukan
https://www.youtube.com/watch?v=DcoCbZeVZKg
13. Pemberian oksigen
Persiapan Alat
1. Tabung
2. Humidifier
3. Nasal kanule (sesuai kebutuhan)
4. Flow meter
5. Handscoon
6. Bati atau trolly yang berisi
Prosedur Tindakan
1. Cuci tangan
2. Gunakan handscoon
3. Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai ketentuan
4. Menghubungkan selang dari kanule nasal ke tabung pelembab
5. Memasang kaule pada hidung klien
6. Menetapkan kadar O2 sesuai dengan program medic
7. Fiksasi selang
Keterangan
1, nasal kanula= 1-6 l/mnt dengankonsentrasi24-44%
Sungkup muka (masker kanula) sederhana= 5-8L/mnt dgn konsentrasi 40-
60%
Rebreathing mask=8-12L/mnt konsentrasi 60-80% diberikan pada pasien
yang memiliki tekanan CO2 yang rendah
Non rebreathing mask konsentrasi80-100%. Diberikan pda pasien dengan
kadar tekanan CO2 yang tinggi
https://www.youtube.com/watch?v=MUGrGoGFxDQ
14. Posisi Semifowler
Posisi semifowler adalah sikap dalam posisisetengah duduk
Tujuan:
1. Imobilisasi
2. Memberikan perasaan lega pada klien sesak nafas
3. Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan
Prosedur Tindakan
1. Mengangkat kepala dari tempat tidur kepermukaan yangtepat (45-90%)
2. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klienjika tubuh
bagian atas klien lumpuh
3. Letakkan bantal dibawah kepala klien sesuai dengan keinginan klien,
menaikan lutut dari tempat tidur yang rendah menghindari adanya tekanan
di bawah jarak popliteal (dibawah lutut)
https://www.youtube.com/watch?v=hTZy0uhwOrw
15. Prosedur HD
A. Prosedur awal
Alat dan bahan
1. Mesin hemodialisis
2. Dialyzer
3. Handscoon
4. Gelas ukur
5. Nacl 0,9%-500 cc
6. Heparin 5000 unit
Prosedur kerja
1. Cuci tangan
2. Pakaisarung tangan
3. Memsanga bloode line padamesin hemodialisis
4. Pasangkan selang dialisat pada cairan eisitdan cairan bikarbonat
5. Siapkanmesin pada posisi preferecen
6. Selanjutkan tempatkan dialyzer pada posisi terbalik yaitu inlet dibawah
dan outlet di atas
7. Tempatkan arterus venus blood line pada mesin sesuai petunjuk
kemudianhubungkan dialyzer ABL dengan warna merah VBL dengan
warna biru
8. Ujung VBL diletakkan pada gelas ukur
9. Lalu buka klem NaCl 0,9% dan isi selang ABL sampai keujung selang
kemudian di klem
10. Lakuakn pengisian dengan cara lakukan pompa darah dengan kecepatan
100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200
ml/mnt
11. Isi bubletrap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ bagian kemudian hubungkan
selang dialisa kedializer dengan memperhatikan posisi baipas pada waktu
memindahkan selang,posisi inlet dialisa berada dibawah outlet diatas
12. Lakukan pembilasan dengan naCl 0,9% sebanyak 1000ml sampai
NaClhabis
13. Kemudian maikan pompa darah dan klem set infus selanjutnyahubungkan
infustsetdengan nacl 0,9% yang baru lalu sambungkan ujung biru VBL
denganujung merah ABL menggunakan konektor
14. Selanjutnya masukkan heparin 1000-3000 unit melalui samplefor injeksi
dan jalankan pompa darah dengan QB 100-200ml/mnt
15. Lakukan sirkulasi tertutup selama 10-15 mnt dengan ultragold 100ml
16. Setelah sirkurasi selesai mesin dan peralatan siap dipakai
https://www.youtube.com/watch?v=jllikO0djVI
DAFTAR PUSTAKA

A, P. S., & M, W. L. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.

Asmadi. (2015). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. (H. Haroen, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Bare, B., & Smeltzer, S. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Kowalak, M. . (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nuari, A. N., & Widayati, Di. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. (B. M & C. M. Sartono, Eds.). Yogyakarta:
Deepublish.

Nurarif, A. ., & Kusuma, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Media Action.

Nursalam. (2011). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Konsep, dan Praktek.


Jakarta: Salemba Medika.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan


Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

PPNI, T. P. S. D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan


Tindakan Keperawatan. (1, Ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Purnomo, B. (2011). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan & Kebidanan (4th ed.). Jakarta: EGC.

Alpaslan Akbas, M. T. (2017). The effect of music therapy during shockwave


lithotripsy on patient relaxation, anxiety, and pain perception. Renal
Failure.
Dan Pugh1, 2. P. (2019). Management of Hypertension in Chronic Kidney
Disease. THERAPY IN PRACTICE.
Derbel, R. V., Clasican, M., & Hort, R. A. (2017). Blood Pressure Increse During
Oxygen Suplemention in Cronic Kidney Deasese Patient . Original
Research.
Li-Wei Wu, 1. W.-L.-Y.-S.-F.-C.-M.-T. (2016). Association between fluid intake
and kidney function, and survival outcomes analysis: a nationwide
population-based study.
Mardana, K. A. (2019). PENYAKIT GINJAL KRONIS STADIUM V AKIBAT
NEFROLITIASIS DAN PIELONEFRITIS KRONIS.
WilliamF.Clark, M., JessicaM.Sontrop, P., Shih-HanHuang, M., KerriGallo, R.,
LouiseMoist, M., AndrewA.House, M., . . . AmitBagga, M. (2018 ). Effect
of Coaching to Increase Water Intake on Kidney Function Declinein
Adults With Chronic Kidney Disease The CKD WIT Randomized Clinical
Trial. Original Investigation.

Anda mungkin juga menyukai