ASUHAN KEPERAWATAN
CHRONIC KIDNEY DIESASE (CKD) DI RUANG 25
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
DISUSUN OLEH
Atika Luqyana
201910461011040
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan
Chronic Kidney Diesase (Ckd) Di Ruang 25
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang
DEPARTEMEN
KELOMPOK 4
NIM : 201910461011040
Mahasiswa, Pembimbing,
Mahasiswa, Pembimbing,
Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) ini didefinisikan dari ada atau
tidaknya kerusakan ginjal dan kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya.
Klasifikasi ini didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas
dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasarkan
laju filtrasi glomerulus (LFG), yang dihitung dengan menggunakan rumus
cockcroft-gault sebagai berikut:
C. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral:
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati
timbale.
8. Nefropati obstruktif
9. Sal. Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
10. Sal. Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra (Bare & Smeltzer,
2010).
D. FUNGSI GINJAL
1. Menyaring dan Membuang Limbah
Ginjal memiliki peran penting dalam pembuangan racun, kadar garam yang
berlebihan, dan urea (limbah mengandung nitrogen hasil dari metabolisme
protein). Dengan terbentuknya urea tersebut, maka darah akan mengalirkan urea
tersebut menujua ginjal untuk dibuang. Tanpa organ ini, limbah dan racun akan
menumpuk dalam darah.
Oksigen merupakan unsur penting dalam peredaran darah. Ketika tubuh tak
mendapatkan cukup oksigen, maka ginjal akan mengeluarkan hormon
eritropoietin. Hormon eritropoietin berfungsi untuk merangsang produksi sel
darah merah lebih banyak yang berguna untuk membawa oksigen. Jika sel darah
merah atau kadar oksigen sudah normal, hormon tersebut akan berhenti
diproduksi oleh ginjal.
E. SISTEM URINALISIS
a. Filtrasi
Kurang lebih 25% dari jumlah keseluruhan darah yang dipompakan dari
ventrikel kiri pada setiap siklus jantung dialirkan ke ginjal melalui arteri
renalis untuk proses filtrasi. Proses filtrasi terjadi pada glomerulus.
Semua plasma darah dan komponen lainnya di filtrasi, kecuali molekul
yang berukuran besar seperti protein dan sel darah.
b. Reabsorbsi dan sekresi
Cairan yang telah di filtrasi kemudian mengalir ke tubulus renalis.
Bahan-bahan yang masih di butuhkan oleh tubuh akan diserap kembali,
untuk bahan-bahan yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh akan di
ekskresikan. Sel-sel tubulus proksimal akan menyekresi urea, kreatinin,
hidrogen, dan amonia ke dalam urine. Pada ansa henle, filtrat (urine)
menjadi lebih tinggi konsentrasinya. Selanjutnya, urine akan dibuang
melalui uretra dengan produksi sekitar 1-2 cc/kgBB/jam.
Proses pembuangan urine diebut proses miksi. Proses miksi dimulai
dari adanya distensi vesika urinaria oleh urine yang merangsang strech
reseptors yang terdapat pada dinding vesika urinaria. Jumlah urine 250
cc sudah cukup untuk memberikan rangsangan. Akan terjadi refleks
gerakan kontraksi dinding vesika urinaria. Pada saat yang sama akan
terjadi relaksasi sphincter interna dan eksterna, akhirnya akan trejadi
pengosongan kandung kemih. Stimulus, baik yang menyebabkan
kandung kemih berkontaksi maupun sphincter interna relaksasi,
dihantarkan melalui saraf parasimpatis. Sphincter eksterna bekerja
secara volunter yang dapat mencegah atau menghentikan miksi sesuai
keinginan (Asmadi, 2015).
F. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu.
1. Fungsi renal menurun,
produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan
semakin berat.
2. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh
ginjal
3. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)
GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat
tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan
kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator
yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara
konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan
dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
4. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan
urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-
hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium dan cairan,
meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin
angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode
muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
5. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama
akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia
(NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) . penurunan
ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
6. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai
keletihan, angina dan sesak napas.
7. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat
tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat, maka yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum fosfat
dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan
perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga metabolit
aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
8. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,
fosfat dan keseimbangan parathormon (A & M, 2012).
G. PATHWAY
Batu besar
dan kasar
Menekan
saraf perifer
Nyeri
pinggang
Nyeri
akut Gangguan
Defisit nutrisi
integritas
Hipervolemia kulit/jaringan
Risiko Infeksi
Defisit nutrisi
Gangguan
integritas
kulit/jaringan Pola napas tidak efektif
H. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal
kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah
tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine
tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum : meningkat
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolic
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah
atau mengobati komplikasi (Bare & Smeltzer, 2010). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini
karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau
transplantasi ginjal.
Hemosiderosis
Supresi sumsum tulang
Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
C. Kelainan Kulit
1. Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
Bersifat subyektif
Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula
dan lichen symply
Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara
khusus, indikasi HD adalah :
a) Hiperkalemia > 17 mg/lt
b) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau
berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg%
e) Kelebihan cairan
f) Mual dan muntah hebat
g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i) Sindrom kelebihan air
j) Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten,
dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan
kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5
dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar,
2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)
secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15
mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan
LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila
terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.
Dialisis Peritoneal (DP)
a. Biodata
Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa
dengan defek kongenital dan defek jantung akuisita (di dapat). Kurang lebih
1% penduduk pada usia 50 tahun dapat terjadi gagal jantung, sedangkan
10% penduduk berusia lebih dari 70 tahun berisiko gagal jantung (Kowalak,
2011).
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta
pertolongan kesehatan meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema
sistemik.
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan
oleh berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan
dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang
terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan
yang tidak sehat.Riwayat penyakit dahulu.
2. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit CKD biasanya disebabkan karena pola hidup pasien yang
tidak atau kurang sehat.
3. Riwayat gaya hidup
Pada penyakit CKD pola kebiasaan biasanya merupakan kurang
asupan air mineral, meminum alkohol, dan obat-obatan tertentu.
4. Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stres akibat kesulitan bernafas, dan pengetahuan bahwa
ginjal tidak berfungsi dengan baik (Muttaqin, 2012).
d. Pengkajian sekunder
a. Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang
harus dilakukan adalah pemeriksaan USG, dan pemasangan
kateter untuk mengetahui adanya kelebihan volume cairan
(Nurarif & Kusuma, 2013).
b. Give comfort
Pada pasien dengan CKD harus diberi posisi senyaman
mungkin untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
e. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum pasien CKD biasanya di dapatkan kesadaran
yang baik atau composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012)
2. Pemeriksaan fisik (B1-B6)
a. B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya ureum dalam
darah tinggi, terjadinya asidosis respiratorik, adanya kompensasi
respiratorik, terjadi hiperventilasi, didapatkan nadi yang cepat
(takikardia).
b. B2 (Blood)
Inspeksi
Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis.
Gejala ini merupakan tanda dari penurunan kadar O2 dalam
darah. Selain itu sulit berkonsentrasi, defisit memori. Dan tanda
yang lain adalah edema dan terlihat pitting edema. Bentuk thorax
normal chest, pola napas takipnea.
Palpasi
Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang
mencerminkan respon terhadap perangsangan saraf simpatis.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi
sekuncup. Tanda fisik yang berkaitan dengan CKD adalah tidak
adanya bunyi jantung ke 3 dan ke empat (S3, S4) serta cracles
pada paru-paru. Tidak terdapat bunyi jantung tambahan yaitu
murmur.
Perkusi
Batas jantung tidak ada pergeseran yang menandakan
adanya hipertrofi jantung atau kardiomegali.
c. B3 (Brain)
Kesadaran composmetis, pasien gelisah.
d. B4 (Bladder)
Adanya oliguria yang merupakan tanda dan gejala rusaknya
glomerulus adanya edema ekstremitas merupakan tanda adanya
retensi cairan yang parah.
e. B5 (Bowel)
Pasien biasanya mual dan muntah, anoreksia akibat kadar
BUN dan kreatinin tinggi, terjadi proksi sampah di aliran darah,
masuk ke saluran GI tract, serta penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Pada pengkajian B6 di dapatkan kekuatan dan kelemahan otot pada
ekstremitas atas dan bawah adalah 4-4-4-4 (Nursalam, 2011).
M. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Pola Napas Tidak Efektif b.d hambatan upaya napas (D.0005)
2. Hipervolemia b.d kelebihan asupan natrium (D.0022)
3. Nyeri akut b.d agen cedera fisiologis
4. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (D.0056)
5. Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih
(D.0040)
6. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d gangguan metabolisme
(ensefalopati uremikum) (D.0066)
7. Risiko defisit nutrisi dengan faktor risiko ketidakmampuan mencerna
makanan (D.0032)
3. Edukasi
TINJAUAN KASUS
ELEKTORKARDIOGRAFI (EKG)
USG UROLOGI
Hasil USG menunjukkan pada ginjal kiri system pelvicayceal
melebar gr.II-III, dan Batu (+) di calyc pole bawah uk0,74 cm. selain itu,
ukuranprostat membesar(vol 30,25 ml) dan disimpulkan dengan kesan
Nefrolithiasis gr. II-III kiri dengan dilatasi uretes susps ec post renaldan
terdapat pembesaran prostat
I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn.M Nama : Ny. K
Umur : 47 thn U m u r : 35 thn
Jenis Kelamin : L Jenis Kelamin: P
Agama : Hindu A g a m a: Hindu
Pendidikan :- Pekerjaan:-
Pekerjaan :- A l a m a t : Bali
Gol. Darah :- Hubungan dengan Klien :Istri
Alamat : Bali
Pola Istirahat Tidur Saat dirumah pasien tidur mulai Saat dirumah sakit pasien tidur
- Jumlah/Waktu jam 22.00 sering terbangun mulai jam 21.00 terbangun
- Gangguan Tidur pada jam 02.00 dan 04.00 kadang terbangun pada pukul
- Upaya Mengatasi karena nyeri pada pinggang 02.00-03.00 mengeluh nyeridan
gangguan tidur sebelah kiri jumlah tidur pasien ingin buang air kecil setelah
- Apakah mudah terbanguan hanya 4-5 jam. Nyari pinggang terbangun pasien tertidur
- Jika terbangun berapa sebelah kiri membuat pasien Kembali
menit bisa tertidur lagi sulit tidur Kembali..
- Hal-hal yang
mempermudah tidur
- Hal-hal yang
mempermudah bangun
Pola Kebersihan Diri (PH) pasien mandi 2 kali sehari Pada saat dirumah sakit pasien
- Frekuensi mandi mencuci rambut 1 kali dalam 3 diseka oleh perawat setiap pagi
- Frekuensi Mencuci rambut hari, gosok gigi setiap kali
- Frekuensi Gosok gigi mandi, dilakukan mandiri
- Keadaan kuku
- Melakukan mandiri/
dibantu
Aktivitas Lain pasien meluangkan waktunya bisa tidur dan beristirahat
Aktivitas apa yang dilakukan untukpergi kesawah
klien untuk mengisi waktu
luang ?
2. Riwayat Psikologi
Pasien menganggap bahwa penyakitnya ini adalah cobaan darituhan,
pasien tetap sabar dalam menghadapi penyakit yang diderita
3. Riwayat Sosial
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien sering kesawah Bersama teman-
temannya sering berkumpuldengan keluarga. Di RS pasien ramah dengan
lingkungan pasien.
4. Riwayat Spiritual
Pasien rajin rajin sembayang pergike pure-pure Bersama istri dan
keluarganya. Dan sering mengikuti ibadah keagamaan lainnya.
VI. KONSEP DIRI
b. Hidung
Inspeksi dan palpasi : Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi
(tidak). Amati meatus : perdarahan ( - ), Kotoran ( - ), Pembengkakan ( - ),
pembesaran / polip ( - ), menggunakan Oksigen Nasal Kanul 3 lpm
c. Mulut
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri teraba (sama ).
Lebih bergetar sisi
AUSKULTASI
- Suara nafas Area Vesikuler : (halus) , Area Bronchial : (halus) Area
Bronkovesikuler (halus) Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni ( - ), Egophoni
( - ), Pectoriloqui ( - ) Suara tambahan Terdengar : Rales ( - ), Ronchi ( - ),
Wheezing ( + ), Pleural fricion rub ( - ), bunyi tambahan lain ……
- Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru : ................
Keluhan lain terkait dengan paru: ……………….
b. PEMERIKSAAN JANTUNG
INSPEKSI Ictus cordis ( + / - ), pelebaran ........cm
AUSKULTASI
6. Pemeriksaan Abdomen
INSPEKSI
AUSKULTASI
PALPASI
PERKUSI
b.Palpasi
Oedem : Lingkar lengan : …………Lakukan uji kekuatan
otot :
Ede Kek
m uata
n
otot
Atas Atas
:+ + :5 5
Baw Baw
ah: ah:
++ 55
c.Keluhan lain:
10. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/Penghidu/tengorokan
Uji ketajaman pendengaran :Tes bisik, Dengan arloji, Uji weber :
seimbang kanan / lateralisasi kiri, Uji rinne : hantaran tulang lebih keras /
lemah / sama dibanding
Penigkatan suhu tubuh ( -), nyeri kepala ( -), kaku kuduk ( -), mual –
muntah ( + ) kejang ( -) penurunan tingkat kesadaran ( -)
b.Pemeriksaan Rambut
Ispeksi dan Palpasi : Penyebaran (merata), Bau …. rontok (-), warna ....Alopesia
( - ), Hirsutisme ( - ), alopesia (- )
c.Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi : warna, bentuk, dan kebersihan kuku, CRT ≤ 3 detik
d.Keluhan lain:
14. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik Medik (tanggal 08/12/2019)
A. DARAH LENGKAP
Leukosit : 500 ( N : 3.500 – 10.000 / µL )
Eritrosit : 6.8 ( N : 1.2 juta – 1.5 juta µL )
Trombosit : .............................. ( N : 150.000 – 350.000 / µL )
Haemoglobin : ............................... ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl )
Haematokrit : ............................... ( N : 35.0 – 50 gr / dl )
B. KIMIA DARAH
Ureum : ............................. ( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin : 13,00 ( N : 07 – 1.5 mg / dl )
SGOT : 12 ( N : 2 – 17 )
SGPT : 8,80 ( N : 3 – 19 )
BUN : 145,00 ( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin : ............................. ( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein : ............................. ( N : 6.7 – 8.7 mg /dl )
GD puasa : ............................ ( N : 100 mg/dl )
GD 2 jpp : ............................. ( N : 140 – 180 mg / dl )
C. ANALISA ELEKTROLIT
Natrium : 124,00 ( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium : 4,50 ( N ; 3,5 – 5,0 mmol / l )
Clorida : ............................. ( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium : ............................. ( N : 7.6 – 11.0 mg / dl )
Phospor : ............................. ( N : 2.5 – 7.07 mg / dl )
D. PEMERIKSAAN LAB LAIN :
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI :
Jika ada jelaskan gambaran hasil foto Rongent, USG, EEG, EKG, CT-
Scan, MRI, Endoscopy dll.
USG Urologi: Hasil USG menunjukkan pada ginjal kiri system pelvicayceal
melebar gr.II-III, dan Batu (+) di calyc pole bawah uk0,74 cm. selain itu,
ukuranprostat membesar(vol 30,25 ml) dan disimpulkan dengan kesan
Nefrolithiasis gr. II-III kiri dengan dilatasi uretes susps ec post renal dan terdapat
pembesaran prostat
TTD PERAWAT
( ATIKA LUQYANA )
Diagnose Keperawatan
Analisa Data
Intervensi Keperawatan
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
Terapeutik
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri 2. Jelaskan
strategi meredakan nyeri 3.
Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri 4. Anjurkan
menggunakan analgetik secara
tepat
2. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Analisa EBN
USFood and Nutrition Board pada tahun 1945, yang merekomendasikan air
setiap hari untuk konsumsi dari sumber makanan yang dapat dikonsumsi karena
terlalu banyak makanan yang dikonsumsi karena makanan yang dikonsumsi
lebih banyak. menganjurkan bahwa meminum lebih banyak air dapat bermanfaat
bagi ginjal. minum lebih banyak air menekan konsentrasi plasma vasopresin dan
meningkatkan konsumsi plasma, 7,8 dan studi mengenai ginjal, meminum lebih
banyak air dapat dikaitkan dengan fungsi ginjal dan risiko CKD. Apakah
peningkatan asupan air dapat bermanfaat bagi pasien dengan chronic kidney
disease.
Selama minggu 1, pasien diinstruksikan untuk minum secangkir air tambahan
saat sarapan, makan siang, dan makan malam dan untuk meningkatkan jumlah
total per minggu. Pasien dalam kelompok hidrasi juga menerima wadah minum
yang dapat digunakan kembali dan dikirimkan 20 per bulan, masing-masing
dapat ditukarkan dengan 1.5L air. [ CITATION Wil18 \l 1033 ]
c. Intevensi intake output
Judul: association between fluid intake and kidney function, and survival
outcomes analysis: a nationwide population-based study
Asupan cairan, salah satu kegiatan sehari-hari yang paling umum, belum
diteliti dengan baik pada populasi penyakit ginjal kronis (CKD), dan hasil klinis
jarang ditangani. Tujuan dari penelitian nasional ini adalah untuk mengeksplorasi
pengaruh asupan cairan harian terhadap mortalitas kardiovaskular dan semua-
penyebab serta hubungannya dengan fungsi ginjal. Pengukuran asupan cairan
harian Asupan cairan total harian dinilai menggunakan kuesioner penarikan
makanan 24 jam. Kuesioner menggunakan pertanyaan standar untuk membantu
responden mengingat dan menggambarkan makanan dan minuman yang mereka
konsumsi. Asupan cairan total harian diperkirakan dari semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi selama 24 jam sebelumnya, termasuk air minum biasa,
mata air, dan air yang terkandung dalam makanan dan minuman lainnya. Karena
tidak adanya data mengenai asupan cairan yang direkomendasikan setiap hari,
kami mengategorikan asupan cairan harian menjadi empat kelompok. Kuartil
asupan cairan harian adalah sebagai berikut: Q1 ≦ 2.147 L / hari, 2.147 L / hari
<Q2 ≦ 2.789 L / hari, 2.789 L / hari <Q3 ≦ 3.576 L / hari dan Q4 ≥3.576 L / hari.
[ CITATION LiW16 \l 1033 ]
d. Nyeri akut
Judul: the effect of music therapy during shockwave lithotripsy on
patient relaxtation, anxiety, and pain perception
Ada banyak prosedur invasif yang dilakukan pada pasien rawat jalan
tanpa memberikan anestesi. Salah satunya adalah shock wave lithotripsy
(SWL) yang banyak digunakan untuk mengobati CKD selama bertahun-
tahun. Keberhasilan teknik ini berkaitan erat dengan faktor-faktor seperti
pengalaman orang yang menggunakan mesin, lokalisasi batu, sistem
kemih anatomi, dan komposisi batu, selain kepatuhan pasien dengan
prosedur. Untuk memastikan kepatuhan, penting bahwa rasa sakit dan
kecemasan pasien dijaga pada tingkat minimal.
e. intervensi CKD
judul: management ofhypertention in chronic kidney disease
a. Pemasangan infus
Alat dan bahan:
1. Standart infus
2. Cairan infus
3. IV wings needle/ abocath sesuai kebutuhan
4. Perlak
5. Tourniquet
6. Plester
7. Gunting
8. Bengkok
9. Sarung tangan bersih
10. Kasa steril
11. Alcohol swab
Prosedur Tindakan:
1. Cuci tangan
2. Dekatkan alat
3. Berikan salam
4. Jelaskan tujuan dan prosedur
5. Jelaskan kepada klien tentang prosedur dan sensasi yang akan dirasakan
selam pemasangan infus
6. Tanyakan kesiapan pasien
7. Atur posisi pasien
8. Siapkan cairan dengan menyambung botol infus dengan cairan infus
kemudian mengangtungkan cairan pada standar infus
9. Isi tabung reservoir infus
10. Alirkan cairan sampai tidak ada udara pada selang infus
11. Atur posisi pasien senyaman mungkin
12. Pasang perlak dengan pengalas
13. Tentukan area vena yang akan ditusuk
14. Pasang tourniquet membentuk ± 15 cm di atas vena yang akan ditusuk
15. Pakai sarung tangan
16. Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan diameter 5-10 cm (melingkar
dari dalam ke luar atau dengan menggosok searah)
17. Pegang Abocath dan tusuk IV Abocath ke vena dengan lubang jarum
menghadap ke atas
18. Pastikan jarum IV masuk ke vena (Tarik mandarin kira-kira 0,5 cm)
19. Jika sudah pasti masuk ke dalam vena sambungkan IV dengan selang
infus
20. Lepas tourniquet
21. Alirkan cairan infus
22. Lakukan fiksasi ujung jarum IV ditempat insersi
23. Tutup area insersi dengan kasa kering kemudian plester
24. Atur tetesan infus sesuai anjuran
25. Lepas sarung tangan
26. Pasang label pelasaa
https://www.youtube.com/watch?v=jygxKeZXoSI
12. Pemberian obat melalui IV
Alat dan bahan
1. Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
2. Kapas alcohol/ alcohol swab
3. Sarung tangan
4. Obat sesuai resep dokter
5. Spuit 2 cc- 5 cc
6. Safety box
7. Perlak/pengalas
Prosedur Tindakan
1. Cuci tangan
2. Siapkan obat dengan prinsip 6 benar
3. Salam terapeutik
4. Identifikasi klien, cek gelang pasien
5. Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
6. Atur posisi klien dengan nyaman
7. pasang perlak
8. pakai sarung tangan
9. siapkan obat jika dalam bentuk vial buka tutup vial kemudian swab karet
vial dan ambil obatnya, jika dalam bentuk ampul patahkan ampul dan
ambil obat
10. pastikan tidak ada udara dalam spuit
11. swab bolus IV
12. lakukan pensukukan pada bolus yang sudah diswab
13. tekuk selang infus Ketika memasukkan obat/ mengunci cairan infus
sebelum memasukan obat
14. masukkan obat secara perlahan
15. swab Kembali bolus IV
16. buang spuit pada safety box
17. buka sarung tangan
18. cuci tangan
19. dokumentasikan Tindakan yang telah dilakukan
https://www.youtube.com/watch?v=DcoCbZeVZKg
13. Pemberian oksigen
Persiapan Alat
1. Tabung
2. Humidifier
3. Nasal kanule (sesuai kebutuhan)
4. Flow meter
5. Handscoon
6. Bati atau trolly yang berisi
Prosedur Tindakan
1. Cuci tangan
2. Gunakan handscoon
3. Memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai ketentuan
4. Menghubungkan selang dari kanule nasal ke tabung pelembab
5. Memasang kaule pada hidung klien
6. Menetapkan kadar O2 sesuai dengan program medic
7. Fiksasi selang
Keterangan
1, nasal kanula= 1-6 l/mnt dengankonsentrasi24-44%
Sungkup muka (masker kanula) sederhana= 5-8L/mnt dgn konsentrasi 40-
60%
Rebreathing mask=8-12L/mnt konsentrasi 60-80% diberikan pada pasien
yang memiliki tekanan CO2 yang rendah
Non rebreathing mask konsentrasi80-100%. Diberikan pda pasien dengan
kadar tekanan CO2 yang tinggi
https://www.youtube.com/watch?v=MUGrGoGFxDQ
14. Posisi Semifowler
Posisi semifowler adalah sikap dalam posisisetengah duduk
Tujuan:
1. Imobilisasi
2. Memberikan perasaan lega pada klien sesak nafas
3. Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan
Prosedur Tindakan
1. Mengangkat kepala dari tempat tidur kepermukaan yangtepat (45-90%)
2. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klienjika tubuh
bagian atas klien lumpuh
3. Letakkan bantal dibawah kepala klien sesuai dengan keinginan klien,
menaikan lutut dari tempat tidur yang rendah menghindari adanya tekanan
di bawah jarak popliteal (dibawah lutut)
https://www.youtube.com/watch?v=hTZy0uhwOrw
15. Prosedur HD
A. Prosedur awal
Alat dan bahan
1. Mesin hemodialisis
2. Dialyzer
3. Handscoon
4. Gelas ukur
5. Nacl 0,9%-500 cc
6. Heparin 5000 unit
Prosedur kerja
1. Cuci tangan
2. Pakaisarung tangan
3. Memsanga bloode line padamesin hemodialisis
4. Pasangkan selang dialisat pada cairan eisitdan cairan bikarbonat
5. Siapkanmesin pada posisi preferecen
6. Selanjutkan tempatkan dialyzer pada posisi terbalik yaitu inlet dibawah
dan outlet di atas
7. Tempatkan arterus venus blood line pada mesin sesuai petunjuk
kemudianhubungkan dialyzer ABL dengan warna merah VBL dengan
warna biru
8. Ujung VBL diletakkan pada gelas ukur
9. Lalu buka klem NaCl 0,9% dan isi selang ABL sampai keujung selang
kemudian di klem
10. Lakuakn pengisian dengan cara lakukan pompa darah dengan kecepatan
100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200
ml/mnt
11. Isi bubletrap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ bagian kemudian hubungkan
selang dialisa kedializer dengan memperhatikan posisi baipas pada waktu
memindahkan selang,posisi inlet dialisa berada dibawah outlet diatas
12. Lakukan pembilasan dengan naCl 0,9% sebanyak 1000ml sampai
NaClhabis
13. Kemudian maikan pompa darah dan klem set infus selanjutnyahubungkan
infustsetdengan nacl 0,9% yang baru lalu sambungkan ujung biru VBL
denganujung merah ABL menggunakan konektor
14. Selanjutnya masukkan heparin 1000-3000 unit melalui samplefor injeksi
dan jalankan pompa darah dengan QB 100-200ml/mnt
15. Lakukan sirkulasi tertutup selama 10-15 mnt dengan ultragold 100ml
16. Setelah sirkurasi selesai mesin dan peralatan siap dipakai
https://www.youtube.com/watch?v=jllikO0djVI
DAFTAR PUSTAKA
Bare, B., & Smeltzer, S. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Nuari, A. N., & Widayati, Di. (2017). Gangguan Pada Sistem Perkemihan &
Penatalaksanaan Keperawatan. (B. M & C. M. Sartono, Eds.). Yogyakarta:
Deepublish.