Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY


DISEASE DI RUANG HCU RSPAL DR. RAMELAN SURABAYA

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun Oleh :

Dwi Ayu Nastiti

2020013

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Judul LP : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Chronic Kidney Disease di


ruang HCU RSPAL dr. Ramelan Surabaya

Nama : Dwi Ayu Nastiti

Nim : 2020013

Prodi : DIII Keperawatan

Dengan ini menyelesaikan tugas individu Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan


pada pasien dengan Chronic Kidney Disease di ruang HCU RSPAL dr. Ramelan
Surabaya, mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.

Surabaya, 27 November 2022

Mahasiswa

Dwi Ayu Nastiti

Nim. 2020013

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Sri Anik Rustini, SH., S.Kep.,Ns.,M.Kes. Bevi Setia Dewi, S.Kep.,


Ns.

NIP. 03054
I. Konsep Chronic Kidney Disease
A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
B. Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium


dari tingkat penurunan LFG :
 Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
 Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
 Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
 Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2
 Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal.
Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes
(CKD KDIGO) proposed classification, dapat dibagi menjadi :

Stadium LFG (ml/min/1 ,73m2) Terminologi

G1 ≥90 Normal atau meningkat

G2 60-89 Ringan

G3a 45-59 Ringan – sedang

G3b 30-44 Sedang-berat

G4 15-29 Berat

G5 <15 Terminal

Berdasarkan albumin didalam urin (albuminuia), penyakit gagal


ginjal kronis dibagi menjadi

C. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru – baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21%. Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit
ginjal polikistik masing – masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi
yaki uropati obstruktif, lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21%. (US
Renal System, 2000 dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal
kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan
glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan
46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65% (Sudoyo, 2006).

D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena
jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu.( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
E. Pathways
Terlampirkan
F. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369)
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat
badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas
dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin
juga sangat parah

2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449)


hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem
renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem
pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi
pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001)
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak,
suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan
metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar,
terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan
hipertropi otot – otot ekstremitas).
e. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan
akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis
dan rapuh.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia.
h. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum
tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan
fungsi trombosis dan trombositopeni
G. Data Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal
dan adanya massa kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian
atas.
2. Biopsi Ginjal pada saluran secara endoskopik untuk menentukan
sel jaringan untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu bata atau obstruksi
lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat.

e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal.
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi peikarditis.
g. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks/jari) kalsifikasi
metatastik
h. Pemeriksaan Radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertorfi ventrikel kiri, tanda –
tanda perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis
atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan Laboratorium Menunjang Untuk Diagnosis Gagal Ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine
tidak ada (anuria)).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus / nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOmsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1 : 1

3) Ureum dan Kreatinin


Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dl, di duga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan Hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
H. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan
megalami beberapa komplikasi. Omplikasi dari CKD menurut Smeltzer
dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata
bolisme, dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar aluminium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
I. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama
mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001 :
Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK
namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang
dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau
transplantasi ginjal. Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara
mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet,
kontrol berat badan dan obat - obatan) dan mengurangi intake protein
(pembatasan protein, menjaga intake protein sehari – hari dengan nilai
biologik tinggi <50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori
nonprotin yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi
katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus, neurologik,
perubahan hematologi, penyakit kardiovaskuler
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat – obatan dan diet
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black &
Hawks, 2005)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5 – 10
ml/mnt. Dialisis juga diperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat – obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat – obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia (mual, muntah, anoreksia, neuropati) yang
memburuk.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,


yaitu:

J. Fokus Pengkajian Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang di akibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat – obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak
senyawa / zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang di derita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun aktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara outpit dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi kontisipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara
tekanan darah dan suhu
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda – tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau
ureum, bibir kering dan pecah – pecah, mukosa mulut pucat dan
lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar – debar.
Terdapat otot bantu napas, peregerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

II. Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN
B. ANAMNESE
1. Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama yang muncul bervariasi, dari mulai terjadi
penurunan urine output yang sedikit sampai tidak bisa BAK, gelisah
sampai kesadaran mengalami penurunan, selera makan berkurang atau
anoreksia, mual disertai muntah, terasa kering pada mulut, terasa lelah,
pada nafas tercium bau (ureum) serta kulit terasa gatal.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, payah jantung, infeksi
saluran kemih dan pemakaian obat-obatan nefrotoksik. Kaji adanya
riwayat infeksi pada sistem perkemihan yang terjadi berulang, batu
saluran kemih, penyakit diabetes mellitus serta penyakit hipertensi pada
masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting juga
untuk dikaji terkait riwayat penggunaan obat-obatan di masa lalu serta
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset terkait urine output yang menurun, adanya penurunan
kesadaran, adanya gangguan pada pola nafas, fisik yang lemah, kulit
mengalami perubahan, napas tercium bau ammonia, serta perubahan
dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi. Kaji juga kemana saja klien telah
meminta bantuan guna mengatasi masalahnya serta apa saja pengobatan
yang sudah di dapatkan.

4. Psikososial
Fungsi struktur dalam tubuh mengalami perubahan serta adanya
tindakan dialysis yang mengakibatkan penderita mengalami gangguan
terhadap gambaran diri. Proses perawatan yang lama, biaya yang banyak
dalam melakukan perawatan hingga pengobatan mengakibatkan klien
mengalami kecemasan, konsep diri mengalami gangguan (gambaran
diri) serta peran pada keluarga atau self esteem juga mengalami
gangguan
5. Aktivitas / Istirahat
Gejala : adanya keletihan, kelemahan ekstremitas, malaise, gangguan
tidur (insomnia).
Tanda : munculnya kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan
rentang gerak.
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital : Keadaan umum klien lemah serta
tampak sakit berat. Tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat
uremia, yang mana hal itu bisa mempengaruhi sistem saraf. Pada TTV
sering dijumpai akan adanya perubahan : pada Respiration Rate
mengalami peningkatan, sedangkan pada tekanan darah dapat
mengalami hipertensi ringan sampai berat.

C. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Hipervolemia
2. Defisit nutrisi
3. Nausea
4. Gangguan integritas kulit/jaringan
5. Gangguan pertukaran gas
6. Intoleransi aktivitas
7. Resiko penurunan curah jantung
8. Perfusi perifer tidak efektif
9. Nyeri akut

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Masalah Tujuan dan Kriteia Intervensi Keperawatan


Keperawatan Hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)

1. Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia


tindakan keperawatan Observasi:
selama 3x24 jam maka 1. Periksa tanda dan gejala
hipervolemia hipervolemia (edema,
meningkat dengan dispnea, suara napas
kriteria hasil: tambahan)
1. Asupan cairan 2. Monitor intake dan
meningkat output cairan
2. Haluaran urin 3. Monitor jumlah dan
meningkat warna urin
3. Edema menurun Terapeutik
4. Tekanan darah 4. Batasi asupan cairan
membaik dan garam
5. Turgor kulit 5. Tinggikan kepala
membaik tempat tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian
diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium
akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replecement therapy
(CRRT), jika perlu

2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi


tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam 1. Identifikasi status
diharapkan pemenuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi 2. Identifikasi makanan
pasien tercukupi yang disukai
dengan kriteria hasil: 3. Monitor asupan
1. intake nutrisi makanan
tercukupi 4. Monitor berat badan
2. asupan makanan Terapeutik
dan cairan 5. Lakukan oral hygiene
tercukupi sebelum makan, jika
perlu
6. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
7. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
9. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan,
jika perlu
11. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan

3. Nausea Setelah dilakukan Manajemen Mual


tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam maka 1. Identifikasi pengalaman
nausea membaik mual
dengan kriteria hasil: 2. Monitor mual (mis.
1. Nafsu makan Frekuensi, durasi, dan
membaik tingkat keparahan)
2. Keluhan mual Terapeutik
menurun 3. Kendalikan faktor
3. Pucat membaik lingkungan penyebab
4. Takikardia (mis. Bau tak sedap,
membaik (60-100 suara, dan rangsangan
kali/menit) visual yang tidak
menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan
tidur cukup
6. Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang
mual
7. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antiemetik, jika perlu

4. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit


integritas tindakan keperawatan Obsevasi
kulit/jaringan selama 3x24 jam 1. Identifikasi penyebab
diharapkan integritas gangguan integritas
kulit dapat terjaga kulit (mis. Perubahan
dengan kriteria hasil: sirkulasi, perubahan
1. Integritas kulit yang status nutrisi)
baik bisa Terapeutik
dipertahankan 2. Ubah posisi tiap 2 jam
2. Perfusi jaringan jika tirah baring
baik 3. Lakukan pemijataan
3. Mampu melindungi pada area tulang, jika
kulit dan perlu
mempertahankan 4. Hindari produk
kelembaban kulit berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
5. Bersihkan perineal
dengan air hangat
Edukasi
6. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion
atau serum)
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
8. Anjurkan minum air
yang cukup
9. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem

5. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan respirasi


pertukaran gas tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam 1. Monitor frekuensi,
diharapkan pertukaran irama, kedalaman dan
gas tidak terganggu upaya napas
dengan kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
1. Tanda-tanda vital 3. Monitor saturasi
dalam rentang oksigen
normal 4. Auskultasi bunyi napas
2. Tidak terdapat otot Terapeutik
bantu napas 5. Atur interval
3. Memlihara pemantauan respirasi
kebersihan paru dan sesuai kondisi pasien
bebas dari tanda- 6. Bersihkan sekret pada
tanda distress mulut dan hidung, jika
pernapasan perlu
7. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
8. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
10. Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi
11. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen

6. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi


aktivitas tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam 1. Monitor kelelahan fisik
toleransi aktivitas 2. Monitor pola dan jam
meningkat dengan tidur
kriteria hasil: Terapeutik
1. Keluhan lelah 3. Lakukan latihan rentang
menurun gerak pasif/aktif
2. Saturasi oksigen 4. Libatkan keluarga
dalam rentang dalam melakukan
normal (95%- aktifitas, jika perlu
100%) Edukasi
3. Frekuensi nadi 5. Anjurkan melakukan
dalam rentang aktifitas secara bertahap
normal (60-100 6. Anjurkan keluarga
kali/menit) untuk memberikan
4. Dispnea saat penguatan positif
beraktifitas dan Kolaborasi
setelah beraktifitas 7. Kolaborasi dengan ahli
menurun (16-20 gizi tentang cara
kali/menit) meningkatkan asupan
makanan

7. Risiko penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung


curah jantung asuhan keperawatan
selama 3x24 jam Observasi:
diharapkan penurunan 1. Identifikasi tanda dan
curah jantung gejala primer penurunan
meningkat dengan curah jantung (mis.
kriteria hasil: Dispnea, kelelahan)
1. Kekuatan nadi 2. Monitor tekanan darah
perifer meningkat 3. Monitor saturasi
2. Tekanan darah oksigen
membaik 100- Terapeutik:
130/60-90 mmHg 4. Posisikan semi-fowler
3. Lelah menurun atau fowler
4. Dispnea menurun 5. Berikan terapi oksigen
dengan frekuensi Edukasi
16-24 x/menit 6. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam
7. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
Kolaborasi
8. kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu

8. Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi


tidak efektif tindakan perawatan Observasi
selama 3x24 jam maka 1. Periksa sirkulasi perifer
perfusi perifer (mis. Nadi perifer,
meningkat dengan edema, pengisian
kriteria hasil: kapiler, warna, suhu)
1. denyut nadi perifer 2. Monitor perubahan kulit
meningkat 3. Monitor panas,
2. Warna kulit pucat kemerahan, nyeri atau
menurun bengkak
3. Kelemahan otot 4. Identifikasi faktor risiko
menurun gangguan sirkulasi
4. Pengisian kapiler Terapeutik
membaik 5. Hindari pemasangan
5. Akral membaik infus atau pengambilan
6. Turgor kulit darah di area
membaik keterbatasan perfusi
6. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
7. Lakukan pencegahan
infeksi
8. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
Edukasi
9. Anjurkan berhenti
merokok
10. Anjurkan berolahraga
rutin
11. Anjurkan mengecek air
mandi untun
menghindari kulit
terbakar
12. Anjurkan meminum
obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika
perlu

9. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


tindakan keperawatan
selama 3x24 jam maka Observasi
tautan nyeri meningkat 1. Identifikasi factor
dengan kriteria hasil: pencetus dan pereda
1. Melaporkan nyeri nyeri
terkontrol 2. Monitor kualitas nyeri
meningkat 3. Monitor lokasi dan
2. Kemampuan penyebaran nyeri
mengenali onset 4. Monitor intensitas nyeri
nyeri meningkat dengan menggunakan
3. Kemampuan skala
menggunakan 5. Monitor durasi dan
teknik frekuensi nyeri
nonfarmakologis Teraupetik
meningkat 6. Ajarkan Teknik
4. Keluhan nyeri nonfarmakologis untuk
penggunaan mengurangi rasa nyeri
analgesik menurun 7. Fasilitasi istirahat dan
5. Meringis menurun tidur
6. Frekuensi nadi Edukasi
membaik 8. Anjurkan memonitor
7. Pola nafas membaik nyeri secara mandiri
8. Tekanan darah 9. Anjurkan menggunakan
membaik analgetik secara tepat
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
obat analgetik

E. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana
respon pasien.
F. EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan


evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.

Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan


tercapai:

1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.
PATHWAYS
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus.


http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-pada-diabetes-melitus.pdf
diakses pada tanggal 23 Februari 2014

Anita dkk. Penggunaan Hemodialisis pada Bidang Kesehatan yang Memakai Prinsip
Ilmu Fisika. http://dc128.4shared.com/doc/juzmT0gk/preview.html diakses pada
tanggal 23 Februari 2014

Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta :
EGC. 1999

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical
Management for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005

Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. Nursing


Intervention Classification (NIC). USA: Mosby Elsevier. 2008.

Herdinan, Heather T. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC. 2012.

Johnson, M. Etal. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier. 2008.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Anda mungkin juga menyukai